Anda di halaman 1dari 2

ARBITRASE

Kompetensi Absolut Penyelesaian Perkara. Apakah perkara yang sudah disepakati oleh para pihak dalam suatu perjanjian, dapat diajukan gugatan ke pengadilan ?. Pertanyaan ini tentu terlihat sederhana dan mudah untuk dijawab. Pertanyaan ini diangkat oleh penulis karena memang dilapangan bayak sekali terjadi hal yang berseberangan dengan pemahaman penulis, entah apa penyebabnya ?, yang jelas siapapun boleh berpendapat namun hendaknya pendapat tersebut didasarkan pada dasar hukum dan argumentasi yang jelas, berikut argumentasi penulis. Bahwa berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan "Perjanjian mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya", lebih lanjut dalam pasal 3 dan 11 UU 30/1999, dijelaskan : (1). Pasal 3 berbunyi "Pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase", (2). Pasal 11 ayat (1) berbunyi "Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri", ayat (2) menyatakan "Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang 30/1999". Dari ketentuan-ketentuan tersebut jelas meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa yang termuat dalam perjanjian arbitrase, ke Pengadilan Negeri. Dengan kata lain Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak campur tangan dalam penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase. Lebih lanjut hal ini juga diamini oleh Mahkamah Agung dalam Yurisprudensinya Nomor 3179/K/Pdt/1984 (dikutip dari Kumpulan Yurisprudensi Indonesia 3 MA RI, tahun 1990 halaman 30) yang berbunyi : "dalam hal ada klausul arbitrase, Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan baik dalam konvensi maupun rekonvensi". Senada dengan hal tersebut didalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, buku ke-II terbitan Mahkamah Agung RI tahun 2004 halaman 111 butir 16 tentang wewenang mutlak/absolut menyatakan : "Pengadilan Negeri karena jabatannya harus menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa perkara dan tidak tergantung pada ada/tidaknya eksepsi dari Tergugat. Dari dasar-dasar sebagaimana tersebut diatas, dengan demikian jelas arbitrase sebagai satu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang legal, yang diatur dan dilindungi oleh undang-undang, seharusnya dihormati dan dihargai oleh lembaga peradilan khususnya, masyarakat hukum umumnya. Sehingga tidak ada lagi pengadilan yang mengambil alih kewenangan lembaga arbitrase, padahal para pihak sudah sepakat untuk menyelesaikan permasalahannya di arbitrase.

Obyek Arbitrase Obyek arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 UU 30/1999 hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan undang-undang dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 ayat (2) Undang-undang tersebut juga memberikan perumusan negatif bahwa sengketasengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III Bab Kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.

Anda mungkin juga menyukai