Anda di halaman 1dari 24

2.5.

Dasar Teori Perforasi


Dalam metode ini casing produksi dipasang sampai dasar formasi produktif dan disemen
selanjutnya diperforasi pada interval-interval yang diinginkan.
Dengan adanya casing maka formasi yang mudah gugur dapat ditahan. Perforated casing
completion umumnya digunakan pada formasi-formasi dengan faktor
sementasi (m) sebesar 1,4.
Adapun keuntungan dan kerugian dalam penggunaan metode ini adalah sebagai berikut :
Keuntungan :
1. Dapat mengontrol air dan gas berlebihan
2. Stimulasi dan treatment dapat dilakukan lebih selektif
3. Mudah ditambah kedalaman bila diperlukan
4. Casing ditambah kedalaman bila diperlukan
5. Casing akan menghalangi masuknya pasir, komplesi tambahan dapat dilakukan sesuai
dengan teknik pengontrolan pasir yang dikehendaki
6. Dapat disesuaikan dengan semua konfigurasi multiple completion
Kerugian
1. Memerlukan biaya perforasi
2. Interpretasi log kritis
3. Kemungkinan terjadinya kerusakan formasi lebih besar
Gambar 2.1
Perforated Casing Completion
2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Formation Completion
Merupakan jenis komplesi yang bertujuan untuk memaksimalkan aliran fluida ke dalam lubang
sumur. Yang menjadi masalah dalam formasi komplesi ini adalah bagaimana memaksimalkan
fluida yang dihasilkan di dalam lubang sumur yang berasal dari formasi produktif. Untuk itu perlu
diketahui produktivity index, kekompakkan batuan formasi dan masalah terproduksinya pasir,
yang mana hal tersebut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh di dalam pemilihan jenis
formation completion.
A. Kekompakan Batuan dan masalah Kepasiran
Kekompakan batuan merupakan dasar pemilihan jenis formation completion sehubungan
dengan pencegahan terjadinya keguguran formasi dan terproduksinya pasir. Adapun faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap sifat kestabilan formasi adalah :
1) Sementasi Batuan
Merupakan suatu cara untuk menentukan kestabilan suatu formasi produktif.
Hubungan faktor sementasi batuan, porositas, faktor formasi dan saturasi dari suatu
formasi yang dinyatakan Archie sebagai berikut :
-m
= F ........................................................................................... (2-38)
5 , 0
Rt
Rw F
= SW
]
]
]

............................................................................. (2-39)
dimana :
F : faktor formasi
: porositas batuan, fraksi
m : faktor sementasi
Sw : saturasi air, fraksi
Rt : true resistivity, ohm-m
Faktor sementasi batuan (m) dipengaruhi oleh tingkat konsolidasi batuan penyusunnya,
dimana semakin tinggi tingkat penyemenan batuan sedimen maka semakin tinggi pula
kekompakan batuan.
2) Kandungan Lempung
Lempung atau clay merupakan mineral yang biasanya mengendap bersama batuan
pasir. Pada batuan sedimen lempung berfungsi sebagai semen sebab mempunyai sifat
mengikat air (water wet). Apabila mineral lempung bercampur dengan air formasi
maka akan terjadi pengembangan mineral yang disebut Clay swelling yang bersifat
lunak sehingga butir pasir formasi yang diikat oleh mineral lempung akan mudah lepas
dan akan bergerak mengikuti aliran.
Kadar mineral lempung yang terkandung dalam batuan formasi dapat dihitung dengan
analisa data logging seperti gamma ray log, SP log dan Neutron log.
3) Kekuatan Formasi
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari formasi untuk menahan butiran pasir
yang akan terlepas dari formasi akibat diproduksikannya fluida yang terkandung dalam
reservoir. Dalam masalah kepasiran, Tixier et al berpendapat bahwa kekuatan formasi
terhadap kepasiran tergantung dari dua hal yaitu intrinsic strength of formation dan
kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan yang di sekitar perforasi.
Besarnya intrinsic strength dipengaruhi oleh confining stress yang ditentukan oleh
tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk sorting butiran serta sementaasi
diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay. Besarnya kekuatan formasi
batuan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
= V
s
sh
s
D


....................................................................... (2-30)

0,27 + ) (V 0,125 =
sh

............................................................. (2-31)

2
10
T) ( ) - (1 2
) ( ) 1 ( 10 x 1,34
=

b U
G
.................................................. (2-32)

2
10
T) ( ) - (1 3
) ( ) 1 ( 10 x 1,34
= /cb 1

b
........................................... (2-33)
dimana :
Vsh : kadar shale, fraksi
D : porositas dari density log, persen
s : porositas dari sonic log, persen
1/cb : bulk modulus, psi-1
G : shear modulus, psi-1
b : bulk density, gr/cc
t : transite time, sec/ft
U : poisons ratio
Dari perbandingan antara shear dan bulk modulus maka besanya kekuatan formasi
dapat ditentukan.
Untuk menentukan apakah foramsi bersifat labil atau stabil, menurut Damsey, suatu
lapangan bersifat kritis terhadap masalah kepasiran, misalnya lapangan Gulf coast G/Cb
kritisnya sebesar 0,8 x 10
12
psi
2
. Ini berati bahwa untuk formasi dengan G/Cb < 0,8 x
10
12
psi
2
, maka formasi tersebut tidak memproduksikan pasir.
B. Produktivity Index
Produksivitas formasi akan mencerminkan kemampuan formasi untuk mengalirakan fluida
pada kondisi tertentu, yang besarnya tergantung dari sifat-sifat fisik batuan, fluida, dan
mekanisme pendorongnya. Dimana reservoir dengan mekanisme pendorong water drive akan
mampu memberikan perolehan lebih baik dibandingkan dengan mekanisme pendorong
lainnya. Untuk memberikan gambaran yang jelas pengaruh produktivitas formasi pada
pemilihan jenis well completion, diambil contoh produktivitas batuan rekah vokanik. Dimana
pada umumnya batuan yang berbentuk fracture mempunyai pemeabilitas yang tinggi.
Akulumasi minyak terdapat pada macro fracture maupun micro fracture, oleh karena
permeabilitasnya tidak merata, maka dengan cara open hole completion diharapkan aliran
fluida dari lapisan produktif ke lubang sumur akan menjadi besar. Sedang apabila diselesaikan
secara cased hole completion, maka fracture akan tertutup semen dan sukar ditembus
perforasi.
2.5.2. Perencanaan Perforated Completion
Merupakan perencanaan tahap awal well completion dan terpenting, kerena tahap ini langsung
berhubungan dengan zona atau formasi produktifnya.
1. Pelaksanaan Perforator dan Peralatan Perforasi
Peralatan perforasi terangkum dalam suatu perforator gun, dimana jenisnya dapat digolongkan
bullet perforator dan shaped large perforator. Perbedaan dari kedua tipe ini adalah pada jenis
peluru pelubang.
a) Bulet Perforator
Gambar (4.14) memperlihatkan alat perforasi jenis ini. Komponen utama dari bullet
perforator meliputi :
o Fluida seal disk yang menahan masuknya fluida sumur ke dalam alat diman
dapat melemahkan kekuatan membakar powder.
o Gun barrel
o Gun body, dimana barrel disekrupkan dan juga untuk menempatkan sumbu
(igniter) dan propelant dengan shear disk didasarnya, untuk memegang bullet
ditempatnya sampai tekanan maksimum tercapai karena terbakarnya powder.
o Bullet
o Thead sell
o Shear Disk
o Powder Centrifuge
o Contact-pin Assembly
o Back Contack Spring
Prinsip kerja bullet perforator karena arus listrik melalui wireline timbul pembakaran
pada propelant dalam centrifuge-tube sehingga terjadi ledakan yang melontarkan bullet
dengan kecepatan tinggi.
Keuntungannya :
1. Bullet lebih murah dan mudah dari jet perforator
2. Bullet menyebabkan perekahan formasi yang dapat dipakai pada formasi yang
tebal
3. Perforasi yang dihasilkan bersifat burrless (rata pada bagian dalam) serta
lubang berbentuk bulat, dengan kondisi ini maka sebagian perforasi dapat ditutup
dengan klep-klep bola/ball sealer sementara waktu diperlukan
4. Bullet cocok untuk formasi lunak, dimana ia dapat menebus lebih dalam
dibanding jet
Keterbatasannya
1. Efek fracturing dapat merugikan bila lapisan produktif tipis-tipis dan air atau
fluida formasi lainnya ikut terproduksi pula
2. Bullet tidak dapat digunakan untuk temperatur yang tinggi, lebih dari 250
o
F
3. Bullet sukar menembus formasi yang keras, dan untuk casing yang terlalu
tebal/berlapis-lapis
4. Bullet yang ukuran kecil tidak memberikan hasil yang baik
Gambar 2.2
Kontruksi Bullet Peerforator
b) Jet Perforator
Proses perforasi dengan jet perforator dilukiskan dalam Gambar 4.15. Detonator elektris
memulai reaksi berantai dimana berturut-turut meledakkan primacord, booster
berkecepatan tinggi di dalam change dan akhirnya peledak utama. Tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh bahan peledak menyebabkan logam di dalam charge liner mengalir,
memisahkan inneer dan outer liner. Pembentukan tekanan lebih lanjut pada liner
menyebakan suatu dorongan jet berkecepatan tinggi dan menyebabkan suatu dorongan jet
berkecepatan tinggi dan pertikel-partikel yang dimuntahkan dari cone pada kecepatan
sekitar 20.000 ft/sec tekanan pada titik unjungnya kira-kira 5 juta psi.
Selubung terluar liner rusak untuk membentuk suatu gerakan aliran metal yang rendah
dengan kecepatan antara 1500 dan 3000 psi. Sisa outer liner ini mungkin dapat
membentuk slug tunggal yang disebut sebagai carrot atau aliran partikel-partikel logam.
Keuntungannya:
1. Dapat digunakan untuk temperatur sampai 400
o
F
2. Rekahan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga cocok untuk formasi yang tipis
3. Lebih banyak tembakan yang dapat dilakukan untuk sekali penurunan gun ke
dalam sumur, sehingga untuk formasi dengan interval yang panjang akan lebih baik
dan murah.
4. Jet perforator menembus formasi keras tapi baik
5. Untuk operasi dalam tubing (parmaneny type completion) hanya jet yang cocok
karena alat untuk bullet memerlukan diameter yang besar agar peluru cukup besar
diameternya
Keterbatasannya:
1. Rekahan yang terbentuk tidak terlalu lebar sehingga tidak banyak membantu
meningkatkan permeabilitas pada lapisan yang tebal
2. Penggunaan ball sealer tidak dapat dipakai karena hasil pelubangan yang
runcing dibagian dalam dan tidak bulat di bagian luar
3. Jet lebih mahal jika dibandingkan dengan bullet bila dipakai pada interval
perforasi yang pendek atau sedikit jumlah penembakannya
Pengerjaan perforasi ini sangat penting sekali karena mempengaruhi produktivitas sumur.
Beberapa hal yang perlu direncanakan dalam pengerjaan perforasi adalah menentukan
posisi dan intrval perforasi.
2. Penentuan Interval dan Posisi Perforasi
Dalam proses produksi minyak dapat terjadi water conning, dimana hal ini akan memberikan
pengaruh negatif terhadap perolehan minyak. Dengan fenomena gas dan water conning
tersebut, maka para ahli mencari hubungan antara laju produksi kritis dengan parameter
reservoir serta parameter produksi untuk menentukan interval perforasi dan posisinya.
Gambar 2.3
Prinsip Kerja Jet Perforator
a. Metode Chierici
Beberapa anggapan yang digunakan dalam metode ini untuk mendapatkan laju produksi
kritis, adalah :
o Reservoir homogen
o Bidang kontak antar fluida horizontal dan statis
o Pengaruh tekanan kapalier diabaikan
o Fluida reservoir incompresibel
o Aquifer terbatas sehingga tidak merupakan tenaga pendororng
o Pengembangan gas cap pelan-pelan, sehingga gradien potensial dapat diabaikan
Dengan anggapan-anggapan tersebut di atas maka Chierici menurunkan persamaan dalam
tujuan penentuan posisi dan interval perforasi adalah sebagai berikut :
( ) Q
B
o
ow
2 wo ho
o
De w
= 0,003073 h
K

r , ,


|
.

`
,

....................... (2-34)
( )
Q
B
o
og
2 og ho
o
De g
= 0,003073 h
K

r , ,


|
.

`
,

........................ (2-35)
dimana :
Qow : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi water conning, STB/hari
Qog : laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi gas conning, Mscfd
h : ketebalan zona minyak, ft
Kho : permeabilitas efektif horizontal minyak, md
: fungsi yang tak berdimensi
: b/h : panjang interval perforasi/ketebalan zone minyak
rDe : (re/h) ( )
K K
ho vo
/

Kvo : permeabilitas efektif verikal minyak, md
g : Lg/h = jarak antara GOC-top perforasi/ketebalan zona minyak
w : 1 - g
: Lw/h = jarak antara WOC-bottom perforasi/ketebalan zona minyak
Dari persamaan di atas, suatu syarat untuk tidak berproduksinya air dan gas bebas ke
permukaan adalah :
Qo Qow atau Qo Qog
Gambar di bawah menunjukkan diagram sistem water dan gas conning.
5 rDe 80
0 0,75
0,07 0,9
Penetuan interval dan posisi perforasi dengan metode ini didasarkan pada gambar-gambar
tersebut.
Gambar 2.4
Diagram Sistem Water dan Gas Conning
di dalam Formasi yang Homogen
Langkah-langkah penentuan interval dan posisi perforasi dengan metode ini adalah :
1. Hitung rDe
2. Hitung og/ ow
3. Ambil beberapa kemungkinan harga (misalnya 0,1 ; 0,2 dan seterusnya)
4. Dengan memakai grafik plot antara vs (sesuai dengan harga rDe yang telah
dihitung) dan salah satu dari beberapa kemungkina harga , akan didapat dan g
optimum berdasr harga yang telah dihitung pada langkah 2. Bila aguifer dan gas cap,
kondisi maksimum laju produksi kritis secara teoritis memenuhi Qoptimum = Qog = Qow.
5. Hitung harga melalui Persamaan (4-11) atau (4-12) dengan menggunakan harga-
harga yang telah ditentukan pada langkah 4.
6. Dengan mengetahui kemampuan sumur pada berbagai interval perforasi maka
dari berbagai harga Qoptimum yang telah dihitung pada langkah 5, dapat ditentukan
harga Qoptimum yang sesuai atau laju produksi kritis yang sesuai dengan sumur yang
bersangkutan
7. Perhitungan-perhitungan tersebut diulangi lagi untuk harga interval perforasi
yang lain sampai diperoleh harga Qoptimum yang sama atau hampir dama dengan Qactual.
Hubungan antara rDe, , dengan ditunjukkan pada Gambar 4.17.
3. Metode Pirson
Persamaan -persamaan yang dibuat Pirson untuk menetukan laju produksi kritis dalam
tiga kasus sebagai berikut :
{
Q = 1,535
- K
ln (re / rw)
h - (h - D)
og
o
2 2
( )

o g
o
.............................. (2-36)
Untuk kasus water conning (lihat gambar 4.16)
{
Q = 1,535
-
ln (re/ rw)
h - D
ow
2
( )

w o
o
.......................................... (2-37)
Untuk kasus gas dan water conning yang terjadi bersama-sama seperti yang terlihat pada
gambar (4.18), laju aliran minyak maksimum dibagi menjaadi dua aliran, pertama Qog
yang diambil di atas bidang zo, disebut laju aliran minyak maksimum tanpa gas dari gas
conning, dan Qow yang diambil bidang bagi zo, disebut laju aliran minyak maksimum
tanpa air dari water conning.
Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
Q = 1,535
- K
ln (re / rw)
(h - z ) - (h - D - h - z )
og
o
o c o
2
( )

o g
o
......... (2-38)
Q = 1,535
- K
ln (re / rw)
(z - (z - h + D))
ow
o
o
2
o
( )

w g
o
...................... (2-39)
sehingga
Q
o

maksimum
= Q
og
+ Q
ow
.............................................................. (2-40)
dimana :
Qo maks : laju produksi maksimum tanpa produksi air dan gas, bbl/hari
w : berat spesifik air
o : berat spesifik minyak
g : berat spesifik gas
hc : interval perforasi
D : jarak dari puncak zone minyak ke dasar perforaasi, ft
zo : jarak dari dasar zone minyak ke bidang bagi, ft
Harga-harga D dan zo dapat dihitung dengan persamaan :
D
o g
w g
= h - (h - h )
-
-
c


.......................................................... (2-41)
z
o
o g
w g
= h
-
-


............................................................................ (2-42)
Langkah-langkah penentuan interval dan posisi perforasi :
1. Ambil beberapa kemungkinan harga hc
2. Hitung D dengan persamaan menggunakan persamaan (6-18)
3. Hitung zo dengan persamaan (6-19)
4. Hitung harga-harga Qog dan Qow melalui persamaan (6-15) dan (6-16)
5. Hitung harga Q optimum dengan persamaan (6-17)
6. Dengan mengetahui kemampuan sumur pada berbagai interval perforasi, maka
dari berbagai harga Qoptimum yang telah dihitung diatas, dapat ditentukan harga Qop
yang sesuai atau laju produksi kritis yang cocok untuk sumur yang bersangkutan.
7. Dari harga Qopt yang dipilih pada langkah 6, maka harga interval perforasi hc,
dan posisi D, untuk sumur yang bersangkutan dapat diketahui.
Gambar 2.5
Kondisi Water and Gas Conning Menurut Pirson
3. Penentuan Densitas Perforasi
Densitas perforasi adalah jumlah lubang dalam casing per satuan panjang (feet). Untuk
menentukan densitas perforasi dapat menggunakan penelitian yang dibuat oleh Muskat,
dimana dihasilkan hubungan antara produktivitas ratio (Qp/Qo) densitas perforasi untuk
berbagai jarak penetrasi radial, diameter lubang perforasi dan diameter casing. Hasil
penelitiannya ditunjukkan pada Gambar 6.19.
dimana :
Qp
Qo
=
ln (
re
rw
S + ln (
re
rw
)
p
)
.................................................................... (2-43)
Qp : laju produksi maksimum sumur perforasi, bpd
Qo : laju produksi sumur open hole, bpd
Sp : faktor skin perforasi, yang tergantung pada diameter perforasi, diameter sumur,
dalam penembusannya dan sudut penembakannya.
Misalkan suatu sumur dengan jari-jari casing 3 inchi, akan diperforasi pada suatu interval dan
posisi untuk ini menghasilkan harga Qp/Qo = 0.6 maka dari gambar 6.19 diperoleh bahwa
perforasi ini dapat dilakukan dengan harga density perforasi yang lebih kecil atau sama
dengan 1. Sehingga apabila digunakan peluru dengan diameter 1/2 in atau jari-jari 1/4 inch,
maka density perforasi yang harus digunakan adalah 4 hole/ft.
Hubungan ini diperluas untuk suatu variabel harga dari densitas perforasi untuk suatu varibel
harga dari densitas perforasi x jari-jari lubang perforasi yang berlaku untuk aliran steady state
dalam formasi yang homogen. Kurva garis tebal pada gambar menunjukan jari-jari casing 3
in. dan garis putus-putus adalah untuk jari-jari 6 inchi.
Gambar 2.6
Grafik Hubungan kv/kh terhadap Hubungan Qo/Qp dan Densitas Perforasi
4. Perhitungan Diameter Perforasi
Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa untuk mendapatkan rate sebesar 100 bbl/day,
dengan kedalaman penetrasi perforasi 12 inchi (305 mm) dan dimeter lubang perforasi
sebesar 0,375 inchi (9,5) dibutuhkan drowdown ( P) sebesar 1,0 psi.
Jadi dengan menggunakan persamaan Fanning diatas dapat ditentukan diameter lubang
perforasi pada rate (laju aliran) yang diinginkan, dengan catatan bahwa parameter-parameter
yang lain sesuai seperti yang tertera pada grafik, yaitu :
f (friction faktor) = 0.85
4. L (perforation lengtih) = 12
5. (spesific gravity minyak) = 0.85
K.C. Hong, mengambarkan pengaruh pola perforasi terhadap productivity ratio, seperti
terlihat pada Gambar 2.7.
Gambar tersebut menggambarkan productivity ratio versus kedalaman penetrasi perforasi
untuk tiga pola perforasi.
Gambar 2.7
Produktivity Ratio Diameter Lubang Perforasi
Gambar 2.8
Grafik Drowdown vs Diameter Lubang Perforasi dari Persamaan Fanning
Ketiga pola tersebut disusun secara vertikal dan lurus, dimana pola pertama (yang terbawah)
mempunyai phasing 0
o
yang disebut srtip Shooting, pola yang kedua (ditengah)
mempunyai phasing 90
o
dan pelubangan dilakukan pada suatu bidang horizontal (simple
pattern), sedangkan pola ketiga (teratas) juga mempunyai phasing 90
o
tetapi pelubangan
dilakukan pada dua bidang horizontal . Permeabilitas vertikal dan hirizontal diasumsikan
sama.
Pola pertama (strip shooting) menghasilkan productivity ratio yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan kedua pola lainnya. Hal ini disebabkan oleh distribusi tekanan pada
kedua pola menghasilkan drow-down yang lebih merata untuk memproduksi fluida yang lebih
besar.
Pada formasi yang isotropic (permeabilitas horizontal dan vertikal sama), keseragaman
besarnya drow-down dihubungkan terhadap jarak antara pelubangan yang berdekatan. Jarak
yang terbesar terdapat pada pola ketiga (staggered pattern), (staggered pattern), sehingga
pola tersebut mempunyai productivity ratio yang tertinggi.
Gambar 2.9
Pengaruh Pola Perforasi pada Produktivity Ratio
Kedalaman Penetrasi Perforasi
Dari hasil penelitian Stanley Locke, digambarkan pengaruh dari kedalaman penetrasi
perforasi (perforation length) terhadap productivity ratio, seperti terlihat pada gambar 6.23.
Productivity ratio mencapai harga maksimum pada kedalaman penetrasi kira-kira 12 inch
(395 mm). Juga terlihat bahwa productivity ratio akan makin meningkat dengan pertambahan
kedalaman penetrasi perforasi.
Pada Gambar 6.24, digambarkan untuk suatu kedalaman penetrasi yang sama, maka besarnya
productivity ratio akan bertambah dengan bertambahnya density perforasi. Jadi density
perforasi akan mempengaruhi besarnya productivity ratio pada suatu harga kedalaman
penetrasi dari perforasi.
Gambar 2.10
Produktivity Ratio vs Penetrasi Perforasi
Gambar 2.11
Produktivity ratio vs Kedalaman Penetrasi pada Berbagai
Harga Density Perforasi
5. Perhitungan Faktor Skin Perforasi
Laju aliran dari formasi kedalam sumur pada perforted casing completion, dipengaruhi oleh
kerusakan (damage) dan lubang perforasi. Dalam hal ini keduanya dapat dikatakan sebagai
skin yang sama secara kwantitatif dapat berharga positif atau negatif. Untuk selanjutnya
masing-masing dinyatakan sebagai skin damage (Sd) dan skin perforasi (Sp).
Sedangkan hasil dari analisa tes tekanan memberikan harga skin total (St), dimana :
S
t
= S
d
+ S
p
......................................................................................... (2-44)
Teori analisa fluida menuju ke sumur menganggap geometri aliran radial dengan batas-batas r
= rw (dinding.formasi) dan r = re (batas pengurasan). Apabila faktor skin diperhitungkan
sebagai kehilangan tekanan, maka persamaan menjadi :
q =
7,08 k h ( Pr - Pwf)
B (ln (re / rw) - 1/ 2 +S)
............................................. (2-45)
dimana :
S = St untuk sumur berselubung (ber-casing)
St = Sd atau Sp = 0 untuk open hole completion
Dalam hal ini, makin kecil diameter perforasi, semakin besar skin perforasinya. Dan makin
banyak lubang juga makin dalam perforasinya, maka skin semakin kecil.
Untuk menentukan harga skin faktor akibat perforasi (Sp), K.C. Hong telah membuat
beberapa grafik seperti pada gambar 6.25 (simple pattern) dan gambar (4.26) (Staggered
patterns)
Gambar 6.27 berfungsi untuk koreksi bila diameter perforasi 0,25 dan 1,0 inch.
Langkah-langkah untuk menentukan (Sp) dengan menggunakan grafik sebagai
berikut :
a) Tentukan harga :
Diameter sumur (dw) yaitu diameter outside casing (OD) ditambah dua kali
ketebalan semen.
Ratio permeabilitas vertikal dengan horizontal, kv/kh
Pola perforasi (yaitu harga perforations phasing, 0 dan masing-masing perforasi,
h)
Depth of penetration (dihitung dari muka semen), ap.ap adalah total Berea
Sandstone sebagai dasarnya, yang memiliki compresive strength sebesar 6500 psi.
Jika harga compresive strength untuk suatu formasi diketahui, harga ap dapat
dikoreksi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bullet Perforation :
P = P
C
C
f B
B
f
|
.

`
,

1 15 ,
.................................................................. (2-46)
Jet Perforation :
P P e (C - C )
f B
8,6 x 10
B f
-5
................................................ (2-47)
dimana :
Pf = penetration in formation, in = ap
PB = TCP pada Beroa Sandstone, in
CB = compressive strength pada Barea Sandstone, 6500 psi
Cf = compressive strength pada formasi, psi
b) Gunakan Gambar 4-25 (untuk simple patterns) atau Gambar 6-26 (untuk
staggered patterns) untuk mendapatkan harga (Sp). Mulailah dari sisi kiri nomogram dan
dibuat garis penghubung dengan parameter-parameter dari langkah 1.
c) Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2
untuk diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21. Sedangkan
untuk menetukan productivity ratio-nya dapat menggunakan persamaan :
Produktivity Ratio (PR) =
q
q
=
ln
re
rw
St + ln
re
rw
p
.............................. (2-48)
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih besar dari laju
produksi sumur pada kondisi open hole.
d) Dengan memakai Gambar 4.27, dilakukan koreksi harga Sp dari langkah 2
untuk diameter perforasi yang berbeda. Setelah harga Sp didapat, maka dapat dihitung
harga skin total (St) apabila skin damage (Sd) diketahui, sehingga perhitungan
productivitas sumur bisa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4-21. Sedangkan
untuk menentukan productivity ratio-nya dapat menggunakan persamaan :
Produktivity Ratio (PR) =
q
q
=
ln
re
rw
St + ln
re
rw
p
.............................. (2-49)
Apabila St berharga negatif, berarti PR akan mempunyai harga lebih dari satu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa laju produksi sumur yang diperforasi dapat lebih besar dari laju
produksi sumur pada kondisi open hole.
6. Perhitungan Pressure Drop Perforasi
Salah satu penyebab rendahnya productivitas sumur pada perforated completion adalah
karena program pelubangan selubung (perforasi) yang tidak memadai. Apabila kondisi ini
terjadi akan berakibat timbulnya suatu hambatan terhadap aliran atau bertambahnya
penurunan tekanan (pressure drop) dalam formasi.
Oleh karena itulah, Carl Granger dan Kermit Brown telah menggunakan analisa Nodal untuk
mengevaluasi besarnya penurunan tekanan melalui lubang perforasi, pada berbagai harga
density perforasi.
Analisa Nodal disini, diterapkan untuk Standart Perforated Well, dengan menganggap
perforated hole turn 90
o
dan tidak terjadi damage zone disekeliling lubang bor.
Anggapan-anggapan lain yang digunakan dalam mengevaluasi pressure drop melalui lubang
perforasi ini adalah :
a) Permeabilitas dari crushed zone atau compact zone yaitu :
o dari permeabilitas formasi apabila diperforasi dengan tekanan overbalanced
(tekanan hidrostatis dalam lubang bor lebih besar daripada tekanan formasi).
o dari permeabilitas formasi, apabila diperforasi dengan tekanan underbalanced
(tekanan hidrostatis dalam lubang bor lebih kecil daripada tekanan formasi).
b) Ketebalan crushed zone adalah 1/2 inch.
c) Infiniti reservoir, sehingga Pwst tetap pada sisi dari compact zone, jadi pada
closed outer boundary, konstanta - 3/4 pada persamaan Darcy dihilangkan.
d) Untuk mengevaluasi pressure drop melalui lubang perforasi digunakan
persamaan dari Jones, Blount dan Galze.
Open Perforated Pressure Drop
Persamaan dibawah ini hanya berlaku untuk sumur minyak pada umumnya, yaitu sebagai
berikut :
P - P = aq + bq = P
wfs wf
2
.................................................. (2-50)
( )
P =
2,30 x 10 Bo (1/ rp + 1/ re)

2
q
+ ...

Bo (ln re/ rp)
10 Lp kp
q
-4 2
-3

o
L
o
x
p
2
7 08 ,
|
.

`
,

................ (2-51)
dimana :
( )
a =
2,30 x 10 Bo (1/ rp + 1/ re)

b =
Bo (ln re / rp)
10 Lp kp
q
= turbilenc e faktor, ft =
2,33 x 10
kp
-4 2
-3
-1
10

o
L
o
x
p
2
7 08
1201
,
,
|
.

`
,

dimana :
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
o = densitas minyak, lb/cuft
Lp = perforation length, ft
Kp = permeabilitas compact zone, md (kp = 0,1 k formasi, jika overbalanced dan
kp = 0,4 k formasi, jika konsidi underbalanced).
rp= jari-jari lubang perforasi, ft
re= jari-jari compact zone, ft (re = rp + 0,5 inch)
o = voscositas minyak, cp.
2.6. PERFORASI SUMUR X-3
Well history :
Des, 2004 : Memulai pemboran dengan SPA-10 rig bor. Set 13-
3
/8 casing di
kedalaman 307ft. set 9-
5
/8 casing at 3047ft MD. Melanjutkan
pemboran 8 hole to TD @3405 ft MD. Set 5 " casing FS pada
3393 ft MD dan FC pada 3348 ft MD. Cementing 5 casing got
bump plug 1500 Psi dan tahan selama 5 menit, fluida mengalir balik
0,5 bbls. Rata-rata inklinasi adalah 28 deg.
Des, 2004 : Selesai menggunakan rig pemboran SPA-10 dengan perforasi
formasi baturaja pada 3088-3098 ft MD DIL-SP-GR. Swabbing
sumur dengan total recover 271 bbls. Melakukan matrix acid dengan
12bbls 15% HCL, campuran asam.
Des, 2004 : Mentes sumur, dengan rate 13BOPD, 52 BFPD, 75% WC,
US
/DS
345
/-
120.
Jan, 2005 Mengetes sumur, 585 BFPD, 100%WC,
US
/DS,
380
/120.
Wellhead Configuration
Section A : 9
5
/8 x 11 3000 Psig
Section B : 11 x 7
1
/16 3000 Psig
Section D : 7
1
/16 x 2
9
/16 3000 Psig
1. Status Sumur : sumur ditutup karena water cut yang tinggi. Estimasi tekanan pada
formasi baturaja 800 psig.
2. Gambaran umum dan tujuan pekerjaan
a. Menutup formasi baturaja pada interval 3088 3098 ft MD-DIL-SP-GR
b. Perforasi formasi baturaja pada interval 3058 3072 ft MD-DIL-SP-GR lalu lakukan
acidizing pada sumur tersebut.
c. Tutup sumur selama 12 jam lalu lakukan SBHP survey.
d. Put the well on stream.
Prosedur Kerja
A. Squeeze off Baturaja formasi pada interval 3088-3098 ft MD-DIL-SP-GR
menggunakan 25 sxs G semen
B. Perforasi formasi baturaja @ 3058 3072 ft MD-DIL-SP-GR menggunakan
2
1
/8 link shogun, 5 SPF, 60 deg phasing.
1. R/U EPI logging unit, BOP riser, lubricator dan GIT. Tes GIT pada 200 psi dan 1000 psi,
tahan masing masing 10 menit (tes GIT dengan gun terisi pada lubricator). RIH dengan
perforating tool untuk perforasi formasi baturaja @ 3058 3072 ft MD-DIL-SP-GR
menggunakan 2
1
/8 link shogun, 5 SPF, 60 deg phasing. POOH shooting tool. R/D EPI
logging unit. (harus di saksikan oleh company man atau WOWS/completion engineer).
Stand by selama 10 menit setelah perforasi untuk
menstabilkan lubang bor sebelum menurunkan tools untuk mencatat log perforasi.
Mencatat log sebelum dan setelah perforasi dan SITP.
Mengirim hasil log sebelum dan sesudah perforasi ke
WO/Reservoir Engineer.
2. Mengamati sumur, memeriksa SITP dan turunkan tekanan tekanan jika ada. Sirkulasi sumur
dengan 8,4 ppg SW untuk 1 x BTU (63bbls). Pastikan sumur mati.
3. N/D CB head. Turunkan tubing 2
7
/8 ke 3080 ft MD dan sirkulasikan sumur 1 x BTU.
C. Acidized formasi baturaja pada interval 3058 3072 ft MD-DIL-SP menggunakan
15% HCL campuran asam, 40 GPF dengan 10% excess.
2.7. Pengamatan Peralatan di Lapangan
Peralatan yang ada di lapangan :
1. Rig
a. Sistem pengangkat (Hoisting System)
Berfungsi untuk menyediakan fasilitas untuk mengangkat, menahan, dan menurunkan
drillstring,casing string, tubing dan perlengkapan bawah permukaan lainnya dari dalam
sumur atau ke luar sumur.
o Portable Mast (derrick)
Menyediakan ruang ketinggian vertical yang diperlukan untuk mengangkat pipa dari atau
menurunkan ke sumur.
o Block dan Tackle
Berfungsi untuk memberikan keuntungan mekanik, sehingga mempermudah penanganan
beban berat, yang terdiri dari : Crown block, treveling block, dan drilling line.
o Drawwork
Menyediakan daya untuk mengangkat dan menurunkan beban yang berat, yang terdiri
dari bagian utama yaitu ;Drum, brake, transmisi, dan cathead.
b. circulating system
berfungsi untuk mengangkat serpih dan fluida dari dalam sumur ke permukaan, terdiri dari
pompa, line dan pits (tangki).
c. rotaring sistem
berfungsi untuk mentransfer putaran, yaitu power swivel.
d. BOP system
BOP adalah peralatan yang diletakkan tepat diatas permukaan sumur untuk menyediakan
tenaga untuk menutup sumur bila terjadi kenaikan tekanan yang tiba-tiba dan berbahaya
selama sumur sedang di workover maupun di servis. Bagian dari BOP sendiri adalah :
o Annular Preventer
Didesing untuk menutup disekelililng lubang sumur dengan berbagai jenis ukuran dan
bentuk peralatan yang sedang diturunkan ke dalam sumur. Sehingga annular BOP ini
dapat menutup annulus di sekitar tubing,casing. Annular preventer berupa master valve
yang umumnya ditutup pertama kali bila sumur mengalami well kick, karena
kefleksibelan karet penutupnya.
o Pipe Ram
Didesign untuk menutup annulus di sekeliling peralatan yang berupa tubing dan casing.
o Blind ram
Bentuk dan fungsi mirip dengan pipe ram hanya saja ram ini di design untuk menutup
dan mengisolasi sumur tanpa tubing dan casing.
BOP yang dipakai adalah 7-1/16 x 3000 psi
Dalam pekerjaan workover, wellservice, dan well completion, PT Medco E&P menggunakan
empat rig yang bertipe portable mast yaitu :
o Rig Sky Top-2 (2 jts)
o Rig Ideco- V (2 jts)
o Rig BNP (1 jt)
o RIG Essarindo (2 jts)
2. casing
adalah suatu pipa baja berfungsi antara lain untuk : mencegah gugurnya dinding sumur,
menutup zona tekanan abnormal,zona lost dan sebagainya. Casing yang biasa digunakan
adalah :
o 13-3/8 H-40
o 9-5/8 H-40
o 5-1/2 K-55
3. Tubing
Adalah pipa yang terdapat di dalam casing yang berfungsi sebagai pipa produksi. Tubing yang
biasa digunakan adalah tubing 2-7/8.J-55.
4. Tubing head
Berfunsi untuk menggantung tubing didalam well head.
5. Packer
adalah peralatan bawah permukaan yang digunakan untuk menyekat antara tubing dengan
casing, untuk mencegah aliran vertical disepanjang annulus casing-tubing.
Packer yang dipakai adalah 5-1/2 R-3 packer
6. Bit
Berfungsi untuk member/membuat lubang suatu lapisan, didalam workover biasanya digunakan
untuk mengebor semen.
7. BPV
8. BOP wireline
Adalah BOP yang digunakan pada waktu wire line dan dipasang menyambung dengan tubing.
BOP wire line yang digunakan adalah 5000 psi.
9. Gas lift Mandrell
Rumah tempat gas lift valve yang di sambungkan dengan tubing. Bentuknya adalah tubing yang
mempunyai perut, dimana berdiameter sebesar tubing ditambah diameter gas lift valve. Perut
tersebut harus diisi gas lift dummy agar lubang yang tersedia tertutup pada saat sumur belum
memerlukan gas lift. Mandrell yang digunakan adalah 2-3/8.
10. Gas lift Valve
Valve yang dipasang pada gas lift mandrell yang akan terbuka pada tekanan tertentu
11. dummy valve
valve yang dipasang pada gas lift mandrell apabila sumur belum memerlukan gasliftt atau sumur
sedang dilakukan workover tertentu.
12. well head
kepala sumur dimana terdapat tubing hanger, casing hanger dan x-tree.
13. X-tree
Bagian paling atas dari well head yang ,yang terdiri dari tubing adapter, katup-katub, fitting,,
alat pengukur tekanan dan choke. Fungsi X-tree adalah sebagai pengatur laju aliran produksi.
14. cementing Unit
unit peralatan yang digunakan dalam penyemenan, dan dapat juga digunakan untuk melakukan
accidizing, dengan bagian utamanya adalah pompa dengan kapsitas yang besar. Pada
pelaksanaan cementing dan accidizing, PT Medco E&P menggunakan jasa servis dari
Halliburton, baik untuk cementing maupun untuk acidizing Di cementing unit memiliki pompa
dengan tekanan hingga 15.000 psi .
15. logging unit
unit peralatan yang digunakan dalam logging dan perforasi.
Pada pelaksanaan perforasi, PT Medco E&P menggunakan jasa servis dari EPI (Exspan
Petrogas Internusa). Di Logging unit terdapat wire line, peralatan logging, dan ruang monitoring
16. perforator
alat yang digunakan untuk membuat lubang perforasi.bagian dari perforator adalah :
o Prima Cord
HMX 80 gr
o Detonator
0-22 HE
o Charge
Shogun Link
o Accessories
Perforator yang digunakan adalah 2-1/8 Link Shogun,dan biasanya menggunakan 5 SPF.
17. swab tool
peralatan yang digunakan untuk melakukan swabbing.
18. poor boy separator
alat untuk memisahkan fluida dan gas dari fluida hasil swabbing.
Bahan-bahan :
1. salt water
adalah air yang mengandung garam, sehingga memiliki densitas yang lebih kecil dari fresh
water. Biasanya digunakan sebagai killing fluid yaitu cairan untuk mematikan sumur ketika
sumur akan dilakukan workover dan wellservice. SW yang digunakan adalah 8,4 ppg.
2. fresh water
berupa air tawar ,biasanya digunakan untuk spacer, dan circulation fluid.
3. acid
zat yang digunakan dalam melakukan pengasaman pada sumur. Asam yang digunakan adalah
HCl.
4. Acid Additive
Surfactant
Surfactant merupakan zat kimia yang dapat memperkecil tegangan permukaan dari suatu cairan
dengan mengabsorbsi pada permukaan antara cairan dan gas. Penambahan surfactant harus
sesuai dengan additif yang lain agar tidak menimbulkan masalah lain yang merugikan.
Surfactant yang digunakan adalah Losurf.
Corrosion Inhibitor
Corrosion inhibitor merupakan additif yang selalu digunakan dalam setiap operasi pengasaman,
dengan mengingat kondisi asam yang korosif terhadap peralatan logam. Dengan adanya
corrosion inhibitor, walaupun tidak bisa 100% menghilangkan korosi, tetapi dapat mengurangi
laju korosi hingga batas yang dapat ditolerir. corrosion inhibitor yang digunakanadalh HAL-85.
Mutual Solvent
Umumnya mutual solvent digunakan pada saat after flush (overlfush) di belakang campuran HF-
HCl. Fungsinya adalah untuk membersihkan formasi dari sisa-sisa pengasaman. mutual solvent
yang digunakan adalah MUSOL-A.
Aromatic Solvent (anti sludge)
Formasi dengan minyak berat, sludge (gumpalan atau endapan), asphalt dan scale berlapis
minyak perlu digunakan aromatic solvent untuk melarutkannya agar kerja asam lebih baik lagi.
Solven digunakan sebagai preflush atau pendispersi dalam fluida asam treatment untuk
melarutkan hidrokarbon sehingga asam dapat bereaksi dengan material formasi atau materail
asing penyumbat pori. anti sludge yang dipakai adalah AS-7.
5. cement
adalah material yang dipakai untuk penyemenan. Semen yang digunakan adalah semen G
Indocement dan semen G Kujang. Semen kelas G digunakan untuk penyemenan dibawah
8000 ft dan merupakan semen dasar.
6. cement additive
Accelerator
Accelerator digunakan untuk mempercepat penguatan semen dan mengurangi waktu WOC. Hal
ini sangat penting untuk mempercepat proses pekerjaan selanjutnya setelah penyemenan,
Retarder
Retarder digunakan untuk menambah thickening time bubur semen, jika diperlukan
penambahan waktu untuk penempatan semen.
LCM
Adalah zat yang digunakan untuk mengurangi terjadinya lost cieculation yang berlebihan di
dalam sumur ke formasi. LCM yang digunakan adalah H322L.
Friction Reduction
Adalah zat additive yang digunakan untuk memgurangi gesekan (friksi) dari semen . additive
yang digunakan adalah CFR3L.
Anti Foam
Adalah zat additive yang digunakan untuk mencegah terjadinya gelembung dalam slurry semen.
Gelembung pada semen akan membuat semen kurang kuat setelah kering. Zat yang digunakan
adalah D-Air2.

Anda mungkin juga menyukai