Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di negara maju, penggunaan e-learning saat ini benar-benar telah menjadi suatu fenomena yang luar biasa. John Chambers, CEO dari Cisco Systems mengatakan bahwa e-learning adalah the next killer application atau aplikasi besar berikutnya. Perusahaanperusahaan dunia telah banyak yang mengadopsi penggunaan e-learning untuk para karyawannya (Wahono, 2005). Survey yang diadakan oleh ASTD (American Society for Training & Development) di tahun 2004 mengungkapkan bahwa hampir 60% perusahaan di Amerika telah atau mulai mengimplementasikan e-learning di perusahaan mereka. Departemen perdagangan dan departemen pendidikan Amerika Serikat bahkan bersamasama mencanangkan Visi 2020 berhubungan dengan konsep pendidikan berbasis Teknologi Informasi (e-Learning). Betapa pesatnya kemajuan e-learning ini, mengingat bahwa e-learning ini masih seumur jagung saja. Tidak hanya di organisasi bisnis, e-learning juga telah melanda dunia akademis. Di Amerika Serikat sendiri, e-learning telah digunakan di hampir 90% universitas yang memiliki lebih dari 10,000 siswa. Presiden Stanford University di AS, juga menyatakan yakin bahwa dalam waktu sepuluh tahun ke depan, pendidikan akan berganti dari pendidikan di kelas ke pendidikan online. Di Indonesia, e-learning sudah mulai diterapkan oleh beberapa perusahaan dan akademis. Contohnya Bank Mandiri telah meluncurkan Learning Management System (LMS) dan pelajaran-pelajaran e-learning untuk melatih sekitar 18 ribu orang karyawannya yang tersebar di hampir 700 kantor cabang. Selain itu PT. SAP Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia dan IBM Indonesia juga telah menerapkan e-Learning untuk mengembangkan sumber daya manusia mereka (Wahono, 2005). Perkembangan sistem e-learning, utamanya di institusi pendidikan, semakin pesat karena kebutuhan baik mahasiswa maupun dosen akan sistem pembelajaran yang lebih fleksibel. Selain itu, tekanan ekonomi universitas atau institusi pendidikan juga meningkatkan penggunaan e-learning, karena teknologi e-learning menghemat biaya 1

yang harus dikeluarkan. Meskipun demikian, masih belum banyak penilaian terhadap kualitas sistem e-learning yang digunakan. Permasalahan yang muncul antara lain kinerja, usability, dan customibility yang rendah, menjadikan e-learning sulit untuk memenuhi bermacam kebutuhan dan keinginan siswa (learner). Perjalanan pembuatan standard dalam e-learning sebenarnya sudah dimulai sejak era tahun 1988, dan mulai terimplementasikan dengan baik di era tahun 2000 keatas. Beberapa organisasi dan konsorsium yang mengeluarkan standard dalam dunia e-learning adalah (WG 5 Convenor, 2006): Advanced Distributed Learning (ADL) (http://adlnet.org) Aviation Industry CBT Committee (AICC) (http://aicc.org) IEEE Learning Technology Standards Committee (IEEE LTSC)

(http://ltsc.ieee.org) IMS Global Consortium (IMS) (http://imsproject.org)

Selain standarisasi tersebut, di internet juga terdapat beberapa tools untuk mengevaluasi sistem e-learning. Diantaranya adalah : http://sevaq.com Tools ini menggunakan standar penilaian berbasis ISO 19796-1 dengan

pengembangan yang dilakukan oleh Le PREAU, pusat pengembangan e-learning Paris untuk industri dan perdagangan. SEVAQ (Self Evaluation tool for Quality) ini hanya berfokus pada kategori EO (Evaluation/Optimization) dalam ISO 19796-1. Tujuan tools ini adalah sebagai implementasi standarisasi e-learning untuk regional Eropa. http://www.monochrome.com.au/oles/survey.htm Online learning environment survey (OLES) adalah tool untuk mengevaluasi sistem e-larning dengan menggunakan format dual. Siswa diminta untuk memasukkan nilai aktual dan nilai yang diharapkan dari sistem e-learning yang telah ada. Pilihan nilai berada pada 5 skala, yaitu : hampir tidak pernah, jarang, kadang kadang, sering, dan hampir selalu. Kategori yang digunakan pada OLES adalah : Computer Usage (CU), Teacher Support (TS), Student Interaction & Collaboration (SIC), Personal Relevance

(PR), Authentic Learning (AL), Student Autonomy (SA), Equity (EQU), Enjoyment (EN), and Asynchronicity (AS). Banyaknya standarisasi e-learning memberikan banyak pilihan bagi stakeholder untuk menentukan standarisasi mana yang akan digunakan. Tidak mudah untuk menentukan standarisasi mana yang digunakan karena memerlukan pertimbangan yang matang. ISO sebagai organisasi standar tingkat internasional, yang relatif lebih luas penggunaanya, juga mengeluarkan standarisasi yang dapat digunakan dalam domain elearning. Standarisasi yang dikeluarkan oleh ISO merupakan standarisasi yang generik, sehingga untuk menggunakannya harus diadaptasikan sesuai dengan keadaaan dan kebutuhan masing masing. Pada penelitian sebelumnya, diajukan framework pada ISO 9126 untuk menilai kualitas produk e-learning yaitu Blackboard system (Chua, 2004). ISO 9126 adalah standarisasi yang digunakan untuk penilaian kualitas pada produk Software Engineering. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ISO 9126 mampu diadaptasi untuk menilai kualitas sistem e-learning. Penelitian tersebut juga menghasilkan metrik yang bisa digunakan pada sistem e-learning lainnya dan bisa digunakan sebagai penilaian sistem elearning untuk mendukung keputusan sistem e-learning mana yang akan dibeli. Seiring berjalannya waktu, pada bulan Oktober 2005 ISO melalui tim SC36 mengeluarkan standar ISO yang lebih spesifik yaitu ISO 19796-1 Learning, Education and Training, yang didalamnya mencakup e-learning. Standar ISO 19796-1 ini menyediakan RFDQ (Reference Framework for Description of Quality). Sebagai standar referensi, ISO 19796-1 ini menunjukkan skema deskripsi dan model proses yang bisa digunakan sebagai roadmap untuk membangun sistem e-learning yang komprehensif. Standar ISO 19796-1 bukan bertujuan untuk sertifikasi, tetapi lebih merupakan sebuah tools yang menyediakan keseragaman penilaian kualitas, format data agar penilaian kualitas menjadi interoperable/terstandarisasi, dan menjadi template untuk proses pembuatan, implementasi dan proses perbaikan kualitas e-learning dalam sebuah organisasi. ISO 19796-1 merupakan guideline untuk membangun sistem e-learning yang berkualitas. Untuk menerapkan ISO 19796-1 kedalam sistem e-learning yang telah dibangun, maka diperlukan model adaptasinya. Penelitian sebelumnya mengembangkan 3

penilaian kualitas pada e-learning dan pendidikan berbasis ISO 19796-1 (Stracke, 2005). Berdasarkan definisi yang ada pada pada standar ISO tersebut, maka dibagi tahapan dalam proses adaptasi ISO 19796 kedalam 3 level konsep, yaitu : kepedulian terhadap kualitas (quality awareness) pada level individu, strategi untuk meningkatkan kualitas (quality strategy) pada level organisasi dan pengembangan kualitas (quality development) pada level integrasi dengan stakeholder. Peneliti juga menekankan perlunya adaptasi dengan kebutuhan stakeholder dalam mengimplementasikan ISO 19796-1 ini. Kita bisa menggunakan kategori yang ada dalam ISO 19796-1 sesuai dengan kebutuhan dari tahapan proses yang sedang dilangsungkan. Sebagai contoh, dalam tahapan tertentu misalnya pada tahapan analisa kebutuhan, maka yang diperlukan hanya 2 proses kategori, yaitu Need Analysis dan Framework Analysis. Pada tahun yang sama, terdapat penelitian lain yang mengajukan model yang berbeda untuk mengadaptasi ISO 19796 kedalam sistem e-learning yang telah ada (Pawloski, 2005). Berikut gambar fase dalam quality adaptation model.

Gambar 1.1 Quality Adaptation Model (Pawlowski, 2007)

Peneliti juga mengemukakan key success factor untuk setiap tahapan adaptasi yang diajukan. Model adaptasi tersebut seperti tergambar pada Gambar 1.1. Pada gambar tersebut, terdapat 4 tahapan dalam mengadaptasi ISO 19796-1, yaitu : Context Setting, Model Adaptation, Implementation and Adoption dan Quality Development. Penelitian terkini lainnya adalah melakukan implementasi RFDQ yang terdapat dalam ISO 19796-1 pada Huazhong Normal University (Zhou, 2009). Riset ini dilakukan

untuk melakukan eksplorasi terhadap quality assurance pada platform yang digunakan sistem e-learning. Analisa kebutuhan (need analysis) dan analisa kerangka kerja (framework analysis) tentang platform yang akan digunakan diperoleh dengan melakukan wawancara dan investigasi. Kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan detail desain fungsional pada platform. Berbeda dengan penelitian yang telah ada, maka pada tesis ini dibuat aplikasi / CASE Tool untuk melakukan penilaian kualitas sistem elearning. Dari hasil penilaian tersebut, maka sistem akan mengeluarkan nilai kualitas sistem dan juga rekomendasi perbaikan kualitas sistem e-learning yang diurutkan berdasarkan prioritasnya. Selain itu, CASE Tool yang dibuat memberikan fitur adanya pembobotan proritas tiap kategori dan proses sesuai ISO 19796-1. Fitur ini nantinya diisi oleh stakeholder sistem e-learning. Fitur ini digunakan untuk mengetahui urutan prioritas pengembangan tipa prosesdari stakeholder sistem e-learning.Denan adanya fitur tersebut, maka sehingga CASE Tool bisa memberikan rekomendasi perbaikan yang sesuai dengan urutan prioritas yang diberikan stakeholder, mulai dari yang prioritas tinggi sampai dengan prioritas rendah.

1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mendefinisikan kriteria penilaian kualitas sistem e-learning

berdasarkan ISO 19796-1 untuk tiap ketegori dan proses yang ada didalam tiap kategori. 2. Bagaimana melakukan penghitungan bobot prioritas pada kategori serta proses proses didalamnya menggunakan Analytical Hierarcycal Process (AHP) untuk memberikan rekomendasi perbaikan kualitas sistem e-learning. 3. Bagaimana membuat CASE tool yang dapat menilai kualitas sistem e-learning dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan kualitas sistem.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat CASE Tool yang mampu mengukur kualitas sistem e-learning menggunakan ISO 19796-1. Sedangkan manfaat penelitian ini 5

adalah stakeholder bisa menggunakan tools ini sehingga bisa mengukur kualitas sistem elearning dan juga mengetahui saran untuk peningkatan kualitas sistem e-learning. Kontribusi penelitian ini adalah : 1. Mengajukan kriteria untuk mengukur kualitas sistem elearning menggunakan ISO 19796-1 untuk tiap kategori serta proses proses didalam tiap kategori. 2. Menggunakan pembobotan prioritas kategori dan proses menggunakan Analytical Hierarcycal Process (AHP) untuk memberikan rekomendasi perbaikan kualitas sistem e-learning. 3. Membuat CASE tool untuk melakukan penilaian kualitas terhadap sistem e-learning dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan kualitas sistem.

Anda mungkin juga menyukai