Anda di halaman 1dari 14

Indonesia Masa Depan.. Bonus Demografi, ataukah Bencana Demografi?

Oleh FADILAH NOOR


Latar Belakang Permasalahan klasik, kemiskinan dan pengangguran masih terus saja mengakar pada negara kita saat ini. Globalisasi yang makin lama semakin memperjauh range antara si

kaya dan si miskin juga turut andil dalam merubah struktur demografi . Terus-menerusnya
terjadi peningkatan penduduk, tak terbendung arus fertilitas dan mortalitas ikut memuncak. Hal ini dapat menjadi boomerang bagi kita, akankah dengan peningkatan jumlah penduduk yang berlebih menjadi keuntungan atau kerugian b agi perekonomian negara. Dampa k, baik dari sisi negatif maupun sisi positif akibat melonjaknya jumlah penduduk, harus disikapi dengan bijak agar pemanfaatan dari sisi Sumber Daya Manusia benar -benar sebagai Modal Pembangunan, bukan justru sebagai beban ekonomi negara. Saat ini negara lebih banyak diisi oleh aktivis pengangguran yang sangat tidak produktif, ini jelas mempersulit negara yang dapat menghambat pe mbangunan di segala bidang kehidupan. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan, jelas memperbesar permasalahan pertumbuhan perekonomian negara. Ironisnya, peningkatan jumlah penduduk akibat fertilitas (tingkat kelahiran) yang tinggi, juga dibarengi dengan mortalitas (tingkat kematian) yang tinggi. Jika peningkatan jumlah penduduk ini terus-menerus dibiarkan, sangat mengancam bagi perekonomian negara. Menyikapi hal tersebut, tentu bisa diantisipasi dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Majunya teknologi dalam bidang kesehatan menolong pemerintah, yang ikut serta dalam penurunan mortalitas penduduk. Walaupun kelahiran masih membludak, akhirnya bisa ditekan dengan adanya pemberlakukan program Keluarga Berencana (KB). Tak ketinggalan, pergerakan akan partisipasi masyarakatnya pun ikut andil dalam menciptakan kesejahteraan bersama. Pertumbuhan penduduk Indonesia dari waktu ke waktu menunjukkan trend yang semakin baik. Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15 -64 tahun) pada 2020 -2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di baw ah 15

tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta. Bappenas menyatakan keadaan ini di satu sisi mengindikasikan telah terjadi penurunan persentase penduduk sebagai beban pembangunan ( dependency ratio ) sementara di sisi lain juga merupakan suatu jendela kesempatan (window of opportunity ) karena penduduk tidak lagi menjadi beban b ahkan menguntungkan pembangunan.

Window of Opoortunity Terkenal dengan nama Bonus Demografi, di mana akan


membawa dampak sosial ekonomi, jumlah penduduk yang produktif akan me nanggung penduduk nonproduktif. Harapannya adalah jumlah penduduk usia produktif menjadi modal pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber daya manusia yang potensial. Sehingga perekonomian negara dapat meningkat dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Permasalahannya adalah mampukah negara kita saat ini menghadapi Bonus Demografi? Jika yang terjadi adalah 70 persen penduduk Indonesia mencapai usia produktif untuk bekerja, tersediakah lapangan pekerjaan yang akan menampung sekitar 180 juta penduduk nanti? Sedangkan saat ini pengangguran masih tidak terelakkan. Jangan sampai keunggulan yang ada justru menjadi Bencana Demografi , tidak bermanfaatnya sumber daya manusia produktif yang menjadi sia -sia, karena tidak adanya alokasi dan sarana prasarana lapangan pekerjaan yang cukup untuk mengoptimalkan peran penduduk usia produktif. Oleh karena itu , dibutuhkan kecermatan dari pemerintah sendiri agar negara kita benar -benar siap menghadapi bonus demografi ini. Transisi Demografi memicu Bonus Demografi Perkembangan kebijakan kependudukan menunjukkan bahwa sejak beberapa dekade lalu kebijakan kependudukan memfokuskan perhatiannya pada beberapa perubahan-perubahan demografi, khususnya pada pertumbuhan penduduk yang tinggi. Dalam upaya menurunkan tingkat p ertumbuhan penduduk tersebut maka dilakukan upaya pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah program keluarga berencana . (Nachrowi dalam Alkadrie, 2001) Perubahan-perubahan demografi yang juga dikenal dengan istilah transisi demografi berlangsung secara berkelanjutan dan berjangka panjang. Bonus demograsi akan sangat menguntungkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cepat. Bonus demografi ini sesungguhnya suatu kesempatan yang sangat langka. Hal ini terjadi bila suatu masyarakat atau bangsa berhasil mengubah struktur umur penduduknya dari berbentuk piramid menjadi bentuk kubah dan kemudian berubah lagi menjadi bentuk granat. Dalam perjalanan perubahan itu, akan bisa dihitung berapa banyak penduduk yang berusia produktif (15 59 tahun) dibanding yang berada di usia t idak produktif (0 14 tahun, di tambah 60 tahun ke atas). Bila suatu bangsa struktur umur penduduknya piramid

atau granat maka 100 penduduk usia produktif akan disertai dengan 70 80 atau lebih penduduk usia tidak produktif. Hanya bedanya, kalau pada bentuk piramid yang banyak adalah anak -anak (0 14 tahun), dalam bentuk granat yang banyak adalah lansia (60 tahun ke atas). Suatu masyarakat dikatakan mengalami bonus demografi bila berada dalam struktur yang berbentuk kubah tadi, yakni 100 penduduk usia produktif hanya diimbangi oleh sekitar 40 50 penduduk usia tidak produktif. Artinya bebannya tidak terlalu berat. Bila keberhasilan program KB dapat dipertahankan dan berhasil mencapai Total Fertility Rate (TFR) sekitar 2,1 maka pada 2015 -2025 Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan angka ketergantungan ( dependency ratio ) sekitar 0,4 sampai 0,5 . (BKKBN, 2008) Struktur usia penduduk Indonesia saat ini sangat menguntungkan untuk pembangunan ekonomi. Jumlah penduduk usia kerja relatif jauh lebih besar daripada jumlah penduduk yang merupakan beban (yang masih ama t muda dan yang sudah tua). Ini lah kesempatan emas yang amat berharga . Disebut bonus, karena kondisi ini tidak akan bertahan lama. Angka ketergantungan muda akan terus menurun, tetapi lama kelamaan penurunannya akan makin perlahan. Di pihak lain, peningkatan angka ketergantungan tua akan meningkat dan meningkat dengan cepat . Oleh sebab itu, suatu titik akan tercapai ketika peningkatan angka ketergantungan tu a lebih besar daripada penuruna n angka ketergantungan muda. Di saat itu, angka ketergantungan total meningkat. Dan beban demografis pada perekonomian akan meningkat kemba li. (Krista, 2008) Di atas kertas, transisi demografi yang terjadi sejak beberap a dekade terakhir membuka peluang bagi Indonesia untuk menikmati apa yang oleh PBB disebut sebagai bonus demografi (demographic dividend ) pada tahun 2020 -2030. Pada saat itu, jumlah penduduk usia produktif dua kali lipat dari nonproduktif sehingga dimungkinkan bagi Indonesia untuk melakukan lompatan kesejahteraan (tercermin dalam pendapatan perkapita). (BKKBN, 2009) Hal ini karena disponsori oleh menurunnya tingkat fertilitas, diikuti dengan penurunan pada tingkat mortalitas pula. Keberhasilan kebijakan pemerintah dalam mengambil antisipasi dengan peningkatan teknologi kesehatan di mana penduduk yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun mental mendapat pengobatan sehi ngga angka mortalitas menurun. Di sisi lain program keluarga berencana (KB) yang telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas jelas sekali ikut memperbaiki keadaan, jelas peran perempuan di sini sangat besar dalam menekan tingkat fertilitas. Bonus Demografi untuk Pertumbuhan Ekonomi Bonus demografi menjadi kesempatan berharga di mana muncul peluang bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini, untuk meningkatkan kesejahteraan.

Tentunya harus dipersiapkan kehadirannya, sehingga dapat pertumbuhan perekonomian negara.

benar-benar memicu

Pengertian bonus demografi menurut Adioetomo (2005) adalah : 1) keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga ; 2) keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang. Bongaarts maupun Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) menyatakan bahwa ada empat faktor yang penting dalam menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu : penawaran tenaga kerja ( labour supply ), peranan perempuan, tabungan ( savings) dan modal manusia ( human capital ). a. Penawaran Tenaga Kerja Ada dua hal yang b isa mempengaruhi penawaran tenaga kerja ( labour supply ). Secara umum, adalah generasi baby-boom yang diiringi dengan penurunan kematian bayi, makin lama akan menjadi dewasa dan mencapai usia kerja. Jumlahnya meningkat dengan pesat. Penurunan fertilitas yang kemudian mengikuti penurunan jumlah kematian bayi ini akan menyebabkan proporsi penduduk usia kerja akan semakin besar dibandingkan dengan proporsi penduduk usia muda. Mereka ini akan bekerja, dan pada usia prima yaitu antara 20 -54 tahun, dampaknya terhadap pertumbuha n ekonomi terlihat paling besar. (Bloom dkk. dalam Adioetomo, 2005) Tersedianya lapangan kerja yang menyalurkan penduduk usia produktif untuk bekerja senantiasa meningkatkan pendapatan per kapita, yang nantinya akan memicu peningkatan pendapatan nasional. b. Peranan Perempuan Bongaarts mengatakan bahwa penentu fertilitas adalah proporsi wanita kawin 15 -19 tahun, pemakaian kontrasepsi, aborsi, kemandulan, frekuensi hubu ngan seksual, selibat permanen dan mortalitas janin. Kemudian menurut Kingsley Davis dan Judith Blake yakni penurunan fertilitas diakibatkan oleh adanya faktor -faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi salah satunya adalah dengan pemakaian alat kontrase psi. (Rujiman, 2010). Dengan adanya program KB, wanita akan lebih sedikit untuk mengurus anak dan cenderung untuk bekerja. Emansipasi wanita tempo dulu yang sangat membatasi pergerakan kaum wanita, menjadi penghambat bagi wanita untuk memberikan kontribusi yang nyata bagi perke konomian. Bergerak dengan adanya globalisasi, emansipasi pada wanita sekarang dapat luput sehingga wanita memiliki peran yang

sama dengan pria. Pergerakan wanita tidak dibatasi, justru pemberdayaan pada wanita digalakkan sehingga wani ta lebih produktif dapat ikut meningkatkan pendapatan nasional. c. Tabungan Bonus demografi memicu pertumbuhan tabungan ( savings) dan pada gilirannya akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model -model ekonomi tentang tabungan yang berhubungan l angsung dengan penduduk adalah agedepedency model , dengan landasan pemikiran bahwa terhindarnya kelahiran seorang bayi (a birth averted ) akan menyebabkan menurunnya sejumlah konsumsi yang meningkatkan tabungan, dan menyebabkan terjadinya pembentukan kapital. (Ogawa dkk. dalam Adioetomo, 2005) Sedangkan Higgins dalam Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) mengatakan ada

accounting effects dan behavioral effects . Penduduk muda dan penduduk lansia
mengkonsumsi barang melebihi apa yang mereka bisa produksi. Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat output ekonomi yang lebih tinggi dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi pula. Hal ini sesuai dengan hipotesis Coale dan Hoover dalam Adioetomo (2005) yang m enemukan bahwa penduduk mulai menabung lebih banyak pada usia 40 -65 tahun pada saat mereka sudah tidak terbebani oleh pembiayaan anak -anak. Pada usia ini mereka juga mulai mempersiapkan masa pensiun. Sejalan dengan pergeseran umur dan implikasinya terhadap jumlah usia produktif, akumulasi aset akibat adanya proses penuaan penduduk adalah keuntungan yang harus diperhitungkan selanjutnya. (Maliki, 2010) Bongaarts dalam Adioetomo (2005) juga mengingatkan bahwa tabungan ini akan menjadi pertumbuhan ekonomi d. Modal Manusia Logisnya dengan adanya sumber daya manusia yang produktif bukan lagi menjadi objek pembangunan, tetapi menjadi s ubyek pembangunan. Mereka yang senantiasa akan menjadi pelaksana pembangunan. Partisipasi modal manusia tidak hanya sekedar jumlah yang besar, tetapi dengan jumlah yang besar itu harus diimbangi dengan skill yang potensial pula. Pendidikan seb agai jalan untuk menciptakan produktivitas pada sumber daya modal sehingga dengan orang yang berkualitas akan melahirkan manfaat yang luar bisa pula. Peningkatan jumlah penduduk usia kerja akan meningkatkan tersedianya modal manusia (human capital ) dalam jumlah yang banyak. Berlandaskan pada pemikiran apabila diinvestasikan secara produktif dan ini menyangkut kebijakan pemerintah dalam menyediakan iklim kondusif untuk investasi.

Endogeneous Growth Theory yang berkembang tahun 1980 -an, Williamson dalam
Adioetomo (2005) Transisi demografi juga menyebabkan terjadinya

human capital

deepening . Penurunan kematian dan meningkatnya harapan hidup manusia

akan

meningkatkan propensitas orangtua untuk menanamkan modal manusia dalam diri anak-anaknya. Perbaikan kesehatan dan penurunan kematian akan memicu akumulasi modal manusia (human capital accumulation ). Peningkatan harapan hidup sampai usia 45 - 55 tahun diperkirakan menjadi pemicu terkuat investasi modal manusia karena ini merupakan usia yang menentukan dimana investasi sumber daya manusia dapat terbayar kembali ( pay-off). Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) menambahkan bahwa peningkatan harapan hidup ini t elah mengubah gaya hidup masyarakat pada segala aspek. Sikap dan perilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga, masa pensiun, peranan perempuan dan pekerjaan semuanya mengalami pergeseran. Ini menyangkut perubahan sosial dan budaya, dimana akhirnya pandangan terhadap manusia lebih anak-anaknya meningkat dan dihargai sebagai aset, bukan hanya faktor produksi. Dengan kemungkinan hidup yang lebih lama hasrat masyarakat terhadap investasi pendidikan keempat faktor yang menerangkan bonus demografi ini dan terhadap pertumbuhan penduduk, yakni penawaran tenaga tumbuh karena masyarakat meyakini akan hasilnya bagi ha ri tua anak-anaknya. Akan tetapi peranannya yang positif kerja, peranan perempuan,

tabungan/investasi, serta modal manusia hanya akan bisa terjadi jika kebijakan pemerintah memang kondusif untuk itu . (Bongaarts dalam Adioetomo, 2005) Prediksi Demografi Indonesia Di Masa Depan Kondisi penduduk Indonesia apabila diproyeksikan pada tahun 2030 akan mencapai 285 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar ini merupakan sumber tenaga kerja dan sekaligus juga akan menjadi pasar yang potensial. Kondisi laju pertumbuhan penduduk yang terus menurun, dari 1,3 persen di dekade 2000 -2010 menjadi 1,1 persen di dekade 2010-2020, dan menjadi 0,9 persen pada dekade 2020 - 2030. Sampai dengan tahun 2018, Indonesia masih akan menikmati Bonus Demografi I. Bonus demografi I ini terjadi apabila dipicu oleh penurunan angka kelahiran yang mengurangi beban keluarga. Dan sebagai akibatnya, terjadi penurunan proporsi konsumsi dalam pendapatan, dan selanjutnya meningkatkan potensi tabungan masyarakat. (Tanjung dkk, 2007) Kemudian kondisi setelah tahun 2018, angka ketergantungan akan naik sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup yang mencapai 74 tahun. Pada saat itu terbuka kesempatan untuk memperoleh Bonus Demografi II. Bonus demografi II terjadi apabila usia produktif dapat diperpanjang maka arus pendapatan tidak akan berhenti, sehingga potensi tabungan masih akan terus berlanjut. Kunci dari potensi ini dalah kelompok lanjut usia (lansia) yang sehat, berpendidikan dan produktif . (Tanjung dkk, 2007)

Keadaan Indonesia Saat Ini Bonus demografi tersebut tidak datang dengan sendirinya karena diperlukan berbagai persyaratan, seperti:
y

Tingkat fertilitas harus terus menurun menjadi 1,86 per wanita dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 18,9 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2030. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rujiman dan Iskandar Muda Tahun 2007, tentang determinan fertilitas di negara berkembang, menyebutkan bahwa tingkat kematian berpengaruh positif dan signifikan terhadap fertilitas, semakin tinggi tingkat kematian bayi maka semakin tinggi tingkat fertilitas.

Selain itu dari hasil penelitian juga menyebutkan persentase wanita kawin usia 15 49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat fertilitas. Artinya semakin tinggi angka penggunaan alat kontrasepsi bagi wanita kawin usia 15 49 tahun, maka semakin rendah tingkat fe rtilitas. Pemenuhan persyaratan tersebut memerlukan peran penting perempuan. Peranan perempuan dalam ber-KB selama ini telah menjadikan mereka pahlawan kependudukan karena partisipasinya tersebut (57,43% dibanding pria yang hanya 1,5 %) telah mampu menggeser struktur penduduk pada proporsi penduduk usia produktif yang lebih besar. Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human

development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Permasalah an pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjad i berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek -aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri. Secara proporsional jumlah penduduk muda Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara maju lainnya. Hal ini merupakan potensi untuk mengisi kekurangan (aging daerah angkatan kerja di negara maju yang sudah mengalami penuaan penduduk

population ). Mayoritas penduduk Indonesia (sekitar 70 persen) akan tinggal di


perkotaan, yang salah satunya terbentuk akibat tingginya mobilitas

penduduk.

Kesejahteraan masyarakat tidak saja direfleksikan oleh pendapatan per kapita yang tinggi

dan infrastruktur yang memadai namun juga diwujudkan melalui perbaikan status pendidikan dan kesehatan (Tanjung dkk, 2007). Unsur penting di dalam pembangunan manusia adalah kesehatan, dan salah satu indikator kesehatan adalah angka kematian bayi (IMR). Kematian bayi (anak) secara langsung disebabkan oleh kesakitan bayi (anak) dalam pengertian luas, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung dan salah satunya adalah kekurangan gizi. Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia telah mengalami penuru nan. (SDKI 2007) Banyak masyarakat menilai bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perempuan hanya sebagai pekerjaan sampingan. Pemberdayaan wanita sangat minimalis dibanding pria, padahal tidak ada kebijakan yang mengekang wanita untuk turut berkipra h menjadi pemilik aset. Peluang pengoptimalan peran wanita yang tidak hanya sekedar bisa pengurus rumah kini bisa diandalkan dengan pekerjaan profesional yang tak kalah dengan pria. Adanya kemajuan di semua variabel yang menjadi ukuran pokok HDI, yaitu suatu kenaikan Usia Harapan Hidup dari 66,2 tahun menjadi 66,8 tahun, kenaikan tingkat membaca dari 87,3 persen menjadi 87,9 persen, kenaikan rata -rata partisipasi sekolah dari 64 persen menjadi 65 persen, dan kenaikan tingkat pendapatan rata -rata per kapi ta (GDB) dari US$. 2940 menjadi US$ 3230. Kenaikan -kenaikan itulah yang menyebabkan nilai HDI Indonesia naik dari 0,682 menjadi 0,691. Nilai baru itu mendongkrak posisi Indonesia pada tahun 2002 dari urutan ke 112 menjadi urutan ke 111 dari 177 negara. (Ha ryono, 2005)

Kebijakan yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Tingkat rata-rata kelahiran (TFR-Total Fertility Rate ) diharapkan bisa mencapai 2,1 (satu ibu rata -rata punya 2,1 anak). Diharapkan dengan lebih mengefektifkan program Keluarga Berencana angka ters ebut bisa capai dengan baik. Tapi semuanya pastinya tidak mudah butuh usaha untuk mensosialisasikan dan semangat untuk membangun masyarakat. Tingkat pergantian manusia (NRR -Nett Reproductive Ratio ) NRR merupakan salah satu hasil (output) proyeksi penduduk yang sering diinterpretasikan sebagai banyaknya anak perempuan yang dilahirkan oleh setiap perempuan dalam masa reproduksinya. Sering ditanyakan, kapankah Indonesia akan mencapai NRR = 1, tingkat replacement level , yaitu saat dimana satu ibu diganti secara tepat oleh satu bayi perempuan. (BPS) Bila TFR dan NRR ini telah mencapai target. maka pemerintah harus mengupayakan rata-rata ideal itu dapat terpelihara konstan sampai dengan tahun 2025, agar impian bonus demografi tercapai.

Kebijakan yang dapat dilak ukan dalam upaya memanfaatkan bonus demografi ke depan secara lebih optimum adalah: 1. Menciptakan SDM yang Berkualitas Menurunnya jumlah anak yang dilahirkan memberikan keleluasaan untuk meningkatkan kualitas pengeluaran yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi lebih kompetitif. Peningkatan kualitas penduduk usia produktif dapat dilakukan dengan memberikan bekal keterampilan yang sesuai dengan lapangan pekerjaan dengan kualitas yang kompetitif. Singkatnya, bonus demografi hanya akan terjadi k alau ada upaya rekayasa demografi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM (human capital deepening ). Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran pembangunan pendidikan, perlu mempertimbangkan proyeksi jumlah penduduk dan perubahan struktur penduduk. Informasi jumlah penduduk khususnya penduduk usia sekolah di masa kini dan di masa depan penting untuk diketahui agar dapat dipersiapkan berbagai fasilitas pendidikan menyangkut sarana dan prasarana pendidikan termasuk tenaga pengajar yang dibutuhkan. Sehingg a pendidikan tidak hanya bertumpu pada kuantitas namun juga kualitas anak didik sebagai persiapan memasuki dunia kerja (Prihastuti, 2007). 2. Stabilisasi Iklim Investasi Dalam Negeri Pemerintah diharapkan terus menguatkan lembaga keuangan termasuk lembaga perbankan dan lembaga non-perbankan. Sejauh ini, peran lembaga perbankan dalam membiayai investasi pembangunan masih dominan dibandingkan dengan lembaga non perbankan. Meskipun demikian, lembaga perbankan masih belum secara optimal digunakan oleh masyarakat s ebagai tempat untuk berinvestasi. Pemerintah dalam hal ini dapat memberikan pendidikan finansial yang lebih intensif dan bersifat luas kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa aman dan bervariasi dalam melakukan investasi. Apabila kebijakan pemerintah lebih ke arah stimulasi investasi yang produktif, maka bonus demografi kedua ini akan menjadi lebih nyata. Taiwan, sebagai contoh, telah sangat sukses menjalankan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor dan menghasilkan ba nyak kesempatan kerja untuk menampung akumulasi usia produktif yang terus bertambah pada tahun 1990an. 3. Penduduk Lanjut Usia Sebagai Asset, Bukan Beban Berbagai penelitian menyebutkan bahwa penduduk lanjut usia usia di Indonesia masih terus berproduksi. Pada usia 65 tahun ke atas, mereka masih menggunakan tenaga kerja ( labor ) untuk memenuhi sekitar 40 persen dari kebutuhan konsumsinya (Maliki, 2008), dimana penduduk lanjut usia miskin dan bukan miskin tidak banyak memiliki perbedaan (Maliki, 2009). Peneliti an yang dilakukan oleh Cameron (2000) and

McKee (2005) menyimpulkan hal yang serupa yaitu bahwa kelompok usia tua Indonesia terus bekerja terutama di sektor pertanian dan bukan pertanian. Meskipun alasan utama untuk terus bekerja adalah kurang siapnya perbekalan masa pensiun serta masih adanya anak/cucu yang harus dibantu, tingginya partisipasi kerja penduduk lanjut usia merupakan hal positif untuk terus dioptimalkan. Sebagai kelanjutan bonus demografi pertama dan kedua, peningkatan penduduk lanjut usia dapat dijadikan sebagai potensi dibandingkan beban. Penduduk lanjut usia, dengan permasalahan kesehatan dan produktivitasnya yang terus menurun, dapat menjadi beban. Namun, melalui peningkatan kualitas kesehatan diharapkan dapat menjad i aset yang produktif. 4. Mewujudkan Jaminan Sosial yang Komprehensif Terakhir, melalui Undang -Undang 40/2004 pemerintah berkewajiban untuk mewujudkan jaminan sosial nasional yang komprehensif untuk seluruh lapisan masyarakat sehingga akhirnya dapat meningkat kan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Penyusunan jaminan sosial nasional tersebut harus mempertimbangkan potensi tabungan masyarakat yang telah disebutkan di atas dan menghindar kebijakan yang dapat menstimulasi penurunan tabungan masyarakat. Implikasi yang paling penting adalah kebijakan jaminan sosial dan pengembangan sumber daya manusia. Di satu pihak, pengembangan sumber daya manusia di negara negara maju tersebut banyak yang dapat kita terapkan karena keefektifannya. Di lain pihak, banyak kebijakan jaminan sosial negara maju yang harus kita hindari untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sebagai contoh, kebijakan mengenai jaminan hari tua pola pay-as-you-go yang tidak memberikan stimulasi yang tepat untuk menabung dan berin vestasi akan memperkecil potensi bonus demografi kedua. Oleh karena itu, program pensiun pola 5. Tersedianya Lapangan Kerja Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi. Upaya -upaya mandiri atau upaya yang dikerjakan dengan keluarga sendiri, dibandi ng dengan upaya manufaktur dengan padat modal dan padat tehnologi masih merupakan kegiatan yang menyerap bonus demografi yang mungkin muncul di tahun -tahun sulit diawal abad ke 21 ini. Bonus demografi yang akan menghasilkan perubahan ekonomi secara drastis dalam bidang industri besar dan luar biasa nampaknya belum akan sanggup memberikan kesempatan kerja kepada munculnya bonus berupa banyak ledakan penduduk dewasa berupa angkatan kerja b ermutu rendah di masa depan. Bonus demografi bahkan akan penduduk lanjut usia

pay-as-you-go yang cenderung

berpengaruh negatif terhadap kebiasaan menabung sebisa mungkin dihindari.

10

menjadi malapetaka yang mengerikan kalau ledakan penduduk usia dewasa yang diikuti dengan ledakan penduduk usia tua yang muncul sebagai akibat transisi demografi yang lebih cepat dan tidak bisa diben dung berubah menjadi kesengsaraan yang berkepanjangan. 6. Fasilitas Asuransi dan Kesehatan yang Merata Keberhasilan program KB mendapatkan bonus demografi, yaitu memiliki penduduk muda yang berjumlah besar dengan kualitas SDM yang tinggi, sementara jumlah penduduk anak-anak dan lansia sedikit. Itu artinya, program KB mampu mengurangi beban biaya negara dari sektor pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi dan penyediaan lapangan pekerjaan. Munculnya UU Otonomi Daerah menyebabkan kelembagaan KB menjadi lem ah, karena pemerintah kabupaten/kota lebih mementingkan pembangunan fisik daripada pembangunan sosial dasar. Dukungan kepada keluarga kurang mampu bisa diintegrasikan dengan upaya pengentasan kemiskinan berupa fasilitas asuransi yang diarahkan atau kesemp atan lain. Kesempatan itu misalnya dengan memberikan dukungan pengentasan kemiskinan dalam bentuk usaha produktif yang mengutungkan dimana keuntungannya usaha itu bisa untuk membiayai pelayanan KB dan Kesehatan secara mandiri. Kalau diperlukan subsidi, subsidi itu diberikan kepada rakyat secara langsung, bukan kepada tempat pelayanan atau melalui pembelian obat oleh pemerintah. Dengan cara itu tempat tempat pelayanan KB dan Kesehatan Mandiri akan berusaha tampil bermutu dan memberikan pelayanan kepada mayar akat tanpa membedakan latar belakang keadaan ekonominya. Dengan demikian pelayanan pemerintah dan swasta akan berlomba untuk mendapatkan subsidi pemerintah dengan memberikan pelayanan yang terbaik kepada anggota masyarakat tanpa pandang bulu. 7. Pemantapan Sektor Pertanian Melalui Pemberdayaan Petani Lokal Pemantapan sektor pertanian sebagi basis untuk memberdayakan petani lokal agar lebih produktif. Antisipasi terputusnya keturunan sebagai penerus usaha di pedesaan jangan sampai beralih ke pada sektor di perk otaan. Perbedaan upah di sektor pertanian/desa dengan sektor industri di perkotaan menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertama ke sektor kedua. Maka terjadilah suatu proses migrasi dan urbanisasi. Tenaga kerja yang pindah ke industri mendapat penghasilan yang lebih tinggi daripada sewaktu masih bekerja di pertanian. Perpindahan ini secara tidak langsung akan mengakibatkan penurunan penduduk pada pedesaan yang diakibatkan oleh proses urbanisasi tersebut. para kaum urban yang telah pindah dari desa ke kota banyak mengalami perubahan dalam hal menginginkan anak yang akhirnya akan mengakibatkan penurunan pada fertilitas . (Rujiman, 2010)

11

Bonus demografi yang akan menghasilkan perubahan ekonomi secara drastis dalam bidang industri besar dan luar biasa nampaknya belum akan sanggup memberikan kesempatan kerja kepada munculnya bonus berupa banyak ledakan penduduk dewasa berupa angkatan kerja bermutu rendah di masa depan. Bonus demografi bahkan akan menjadi malapetaka yang mengerikan kalau ledakan penduduk usia dewasa yang diikuti dengan ledakan penduduk usia tua yang muncul sebagai akibat transisi demografi yang lebih cepat dan tidak bisa dibendung berubah menjadi kesengsaraan yang berkepanjangan. (Adietomo dalam Haryono, 2005 )

Kesimpulan Indonesia bersiap akan Bonus Demografi. Hal ini disponsori dengan perubahan struktur transisi demografi Indonesia yaitu dengan menurunnya tingkat fertilitas, diikuti dengan penurunan pada tingkat mortalitas. Jumlah angkatan penduduk muda akan lebih banyak dibandingkan bayi atau penduduk tua. Di mana jumlah penduduk yang produktif menjadi peluang untuk mengangkat perekonomian, di sisi lain sebagai penampung jumlah penduduk non produktif . Bonus Demografi dapat diukur dengan menggunakan TFR ( Total Fertility Rate dan NRR (Net Reproduction Rate) serta melihat perkembangan kualitas sumber daya manusia, modal, tenaga kerja, dan labour supply. Banyak faktor-faktor yang mendasari apakah Indonesia akan mampu menghadapi bonus demografi selanjutnya. Berdasarkan analisis data stati stik menunjukkan Indonesia memiliki peluang untuk mencapainya, tetapi dibutuhkan usaha yang keras dari seluruh masyarakat untuk mendukung kebijakan pemerintah secara bertahap. Indonesia memiliki potensi untuk meraih bonus demografi, karena berdasarkan stat istik data menunjukkan

trend yang membaik daripada masa sebelumnya. Oleh karena itu, produktivitas serta
partisipasi dan keoptimisan seluruh rakyat menjadi modal sekaligus motivasi untuk mewujudkannya. Kebijakan pemerintah dalam menggapai bonus demografi d ilakukan secara bertahap dan konsisten dengan: (i) menciptakan SDM yang berkualitas; (ii) stabilisasi iklim investasi dalanm negeri; (iii) menjadikan penduduk lanjut usia sebagai asset, bukan beban; (iv) mewujudkan jaminan sosial yang komprehensif; (v) ter sedianya lapangan pekerjaan; (vi) fasilitas asuransi dan kesehatan yang merata; dan (vii) pemantapan sektor pertanian melalui pemberdayaan petani lokal. Bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sis i yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan. Kaum produktif dengan jumlah yang besar (sebagai bonus demografi) masih

12

dianggap beban dan belum dianggap asset ekonomi oleh negara (tidak dimanfaatkan benar benar oleh negara ).

Saran Pengangguran masih menjadi masalah yang tidak kunjung selesai. Dengan munculnya bonus demografi jangan sampai masalah pengangguran menjadi penggugur peningkatan perekonomian. Tantangan bagi pemerintah dan seluruh rakyat untuk berpartisipasi aktif membangu n bersama kesejahteraan negara. Perbaikan kualitas sumber daya manusia menjadi aspek yang penting bagi pembangunan, karena sumber daya manusia menjadi pelaksana pembangunan itu sendiri, tidak lagi menjadi sasaran pembangunan. Tidak hanya dengan jumlah kua ntitatif yang menunjukkan angka yang besar, tanpa dibarengi kualitas manusia itu sendiri, maka produktivitas tidak akan tercapai. Hal ini dapat berdampak pada kemelorotan di segala bidang kehidupan. Yang terpenting bagaimana sumber daya manusia itu sendiri dapat menciptakan ruang -ruang peluang usaha guna mengisi kekosongan lapangan kerja. Harapannya membutuhkan komitmen baik pemerintah dan masyarakat dalam menyongsong bonus demografi ini. Peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, iklim investasi serta prod uktivitas ekonomi. Pemerintah lebih mengutamakan aspek -aspek kecil yang mudah sebagai modal awal untuk memulai pembangunan, dan selanjutnya jangan sampai hal -hal yang kecil justru dihancurkan oleh keegoisan para pengantong jabatan yang haus akan materi, masyarakat yang tidak kedapatan jatah . sehingga aset-aset yang memang milik bersama dicuri untuk dinikmati sendiri. Dan imbasnya balik lagi kepada

Daftar Pustaka
Feibe Betrix Purba, Rosaline. 2009. Tesis : Penentuan Lokasi Pengembangan Smk Pertanian Terhadap Upaya Mencapai Bonus Demografi Melalui Peningkatan Kualitas Sdm Pertanian Di Kabupaten Simalungun. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan . http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7308/1/09E01837.pdf (diakses 16/04/2011) ---------. 2010. Mortalitas . http://balatbangbengkulu.files.wordpress.com/2010/06/mortalitas_bkkbn07.pdf (diakses 16/04/2011)

13

Maliki. 2010. Pemanfaatan Bonus Demografi Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan. Majalah Triwulan: Perencanaan Pembangunan. EDISI 01/TAHUN XVI/2010. ISSN 0854-3709. Halaman 2 9. http://bsdm.bappenas.go.id/data/download/majalah -perencanaan-edisi-1-th-2010.pdf (diakses 18/04/2011) Rujiman. 2010. Analisis Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Indonesia . Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18186/4/Chapter%20II.pdf (diakses 16/04/2011) Rujiman dan Iskandar Muda. 2007. Determinan Fertilitas di Negara -Negara Berkembang. Jurnal Wawasan Juni 2007 Volume 13 Nomor 1. Halaman 11 15. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/131071115.pdf (diakses 16/04/2011) ---------.2008. Profil Perempuan dan Anak Indonesia 2007 . Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Kedeputian Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Dan Kesejahteraan Anak . Jakarta. http://oldkesra.menkokesra.go.id/pdf/deputi6/profil_perempuan_ana k_ind_2007.pdf (diakses 16/04/2011) Haryono. 2005. Bab III Menyegarkan Gerakan Keluarga Sejahtera Mandiri . http://www.damandiri.or.id/file/buku/buku3haryono2005bab3.pdf (diakses 16/04/2011) Haryono. 2005. Bab IV Menyegarkan Gerakan Keluarga Sejahtera Mandiri . http://www.damandiri.or.id/file/buku/buku3haryono2005bab4.pdf (diakses 16/04/2011) Haryono. 2009. Siapkan SDM Berkualitas Sambut Bonus Demografi . Artikel dalam Gemari Edisi 105/Gemari Tahun X/Oktober 2009. Halaman 36 - 37. http://www.gemari.or.id/file/edisi105/gemari105 15.pdf (diakses 17/04/2011) Maria, Krista. 2008. Menyongsong Bonus Demografi . http://kristamariapujantoro.blogspot.com/2008/12/bonus -demografi.html (diakses 18/04/2011) Maret, Muthmainnah. 2011. Bonus Demografi Jadikan Berkah, Singkirkan Bencana! http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/14/bonus -demografi-jadikan-berkahsingkirkan-bencana/.htm (diakses 17/04/2011) http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php http://www.datastatistikindonesia.com/component/option,com_staticxt/staticfile,depan.php/Ite mid,17/

14

Anda mungkin juga menyukai