Anda di halaman 1dari 7

Identitas Mujtahid, Mujaddid, dan Mujaahid Secara Etimologis dalam Hubungannga dengan Seorang Sarjana

Paper Halaqoh Disajikan pada tanggal 30 September 2010 Pengasuh: Prof. DR. Kyai H. Ahmad Mudlor, S.H. Oleh: Arif Subekti Mahasiswa Semester XI Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang

Halaqoh Ilmiah LEMBAGA TINGGI PESANTREN LUHUR MALANG September 2010

A. Pendahuluan Sebelum segala sesuatunya dimulai, wajib hukumnya bagi kami untuk menghaturkan sembah syukur yang tulus ikhlas, atas seluruh nikmat, pada Allah Yang Maha Kaya, semoga di pagi yang indah ini, jamaah subuh sedunia selalu terjaga lisannya agar tetap dalam dzikir dan otaknya tetap berfikir. Shalawat salam, semoga senantiasa tercurah pada Nabi Muhammad SAW, ahlul bait, sahabat, syuhada, serta orang-orang yang senantiasa patuh pada jalan yang dituntunkannya, juga ahlul mahad. Pada bulan syawal yang sarat rahmat ini, alhamdulillah, penulis mendapatkan kesempatan untuk mempresentasikan salah satu materi halaqoh yang berjudul Identitas Mujtahid, Mujaddid, dan Mujtahid, Secara Etimologis, dalam Hubungannya dengan Seorang Sarjana. Tema ini sangat penting, mengingat perkembangan pendidikan formal di Indonesia telah sedemikian pesatnya, baik pada tingkat dasar, tingkat lanjut, hingga perguruan tinggi. Hal ini tentu saja harus diimbangi dengan kualitas yang semakin maju (progress), alih alih mandeg di tempat (stagnant) atau justru berjalan mundur (regress). Sehingga tidak muncul ungkapan miring, bahwa perguruan tinggi saat ini tak ubahnya pabrik penghasil roti sarjana, yang produk unggulannya berupa titel S1-S2-S3 yang akan tersemat di belakang nama jutaan konsumen setianya. Topik halaqoh pada kesempatan kali ini, merupakan wawasan yang seyogyanya mampu menumbuh-kembangkan sikap serta mental ilmiah (scientific soul etiquette). Oleh karena, di dalam forum halaqoh nanti, akan didedahkan wujud ideal (das sollen) dari seorang sarjana, yakni sebagaimana seorang Mujtahid, Mujaddid, dan Mujaahid. Sementara itu, santriwan-santriwati Pesantren Luhur sebagai bagian dari cendekiawan muslim Indonesia, dinilai perlu melengkapi kemahirwacanaannya, untuk kemudian menata ulang sikap dan tata perilakunya di hadapan ilmu pengetahuan dan masyarakat umum. Dasar pemikiran sekaligus raison detre (alasan kedirian) inilah yang kiranya menjadikan tema halaqoh ini penting untuk dikaji. Pembahasan dalam paper ini, diawali dengan pendedahan definisi mengenai dari beberapa kata kunci: mujtahid, mujaddid, mujaahid, dan sarjana, secara etimologis atau leksikal (telaah kamus). Selanjutnya, akan dijajarkan identitas dari tiga kata kunci yang pertama, yakni mujtahid, mujaddid, dan mujaahid; kaitannya dengan kata kunci keempat, yakni sarjana sesuai dengan semangat zaman (zeit geist) saat ini. Pada ujung

paper,

dipaparkan

beberapa

kesimpulan

(sementara)

yang

diharapkan

tidak

menjumudkan kreativitas berpikir. Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat. Amin

B. Pembahasan 1. Definisi Secara etimologis, kata mujtahid

()

berasal dari mashdar

ijtihad( 1,)yang bermakna usaha berupa penelitian secara mendalam para ulama untuk mengetahui hukum Allah SWT yang terdapat dalam alQuran, al-Hadits serta dalil yang lainnya.2 Lawan dari mujtahid adalah taqlid (

atau membeo, yang menurut Imam Suyuthi, hukum taqlid adalah

haram bagi seorang mujtahid dan wajib bagi orang yang bukan mujtahid. 3 Sebagaimana diterangkan dalam al-Quran:

( : )
Selanjutnya adalah, mujaddid ( )berasal dari mashdar tajdid (

,)yang berarti pembaharuan atas sesuatu yang kurang baik dan berlaku
di masyarakat.4 Kemudian, Mujaahid ( ,)yang berasal dari mashdar (

,)
ayat 94.

bermakna berjuang dengan keras/ sungguh-sungguh menurut syariat

Allah.5 Dalam al-Quran, kata mujaahid bisa ditemukan dalam QS. An-Nisaa,

. Ijtihaad ( )sendiri secara literal bermakna berusaha dengan sungguh sungguh. Lihat, Ahmad Warson Munawwir. 1997. Al-Munawwir: Kamus ArabIndonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif., hal. 217 2 Lihat, Cyril Glass. 1991, Ensiklopedia Islam (Ed II). London: Stacey International., hal. 120 3 Lihat, KH.Sahal Mahfudh, dalam Duta Masyarakat, 18 Juni 2003 4 Lihat, Ahmad Warson Munawwir., Op.Cit., hal 129 5 Lihat, Ibid., 162, serta Cyril Glass., Op.Cit. 132

:)

2. Identitas Sesuai dengan definisi diatas, bahwa seorang mujtahid adalah orang melakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui hukum Allah SWT yang terdapat dalam al-Quran, al-Hadits serta dalil yang lainnya; maka identitas seorang mujtahid bisa disepadankan dengan ciri-ciri sikap serta mental ilmiah. Dalam halaqoh terdahulu, pernah disinggung mengenai sikap serta mental ilmiah (scientific soul etiquette), yang antara lain ialah:
1. Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi (kuriositas)

2. Objektif serta loyal terhadap kebenaran 3. Selalu meragukan asumsi


4. Terbuka terhadap argumentasi dari luar6

Selanjutnya, identitas dari mujaddid, yang adalah pembaharu atas sesuatu yang berlaku di masyarakat dan biasanya kurang baik, adalah inovativ namun tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Tradisi lisan yang ada dan diwariskan secara turun menurun menyatakan bahwa mujaddid adalah seseorang yang diyakini dipilih oleh Allah pada tiap awal penanggalan Hijriah. Fungsi mujaddid ini ialah untuk memulihkan kembali Islam, menghilangkan unsurunsur yang telah keluar dari garis yang disyariatkan, dan mengembalikannya

Hasil halaqoh, ......

kepada keadaan asli. Mujaddid ini boleh jadi seorang khalifah (negarawan), wali, ulama, cendekiawan ataupun seorang lain yang berpengaruh.7 Sementara identitas mujaahid, yang adalah berjuang dengan keras/ sungguhsungguh menurut syariat Allah, untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din al-Islam atau menjaganya tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan Al-Quran dan garis perjuangan yang diteladankan oleh para Rasul; antara lain adalah tegas serta adil, serta menjaga cita-cita luhur tegaknya syariat Islam di muka bumi sehingga menjamin terciptanya kedamaian seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam Al-Quran QS. Al-Ankabut: 69

( )
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benarbenar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

3. Hubungan Kaitan antara identitas mujtahid, mujaddid, dan mujaahid dengan sarjana, utamanya di Nusantara dapat dinukil dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi yang menjadi landasan konstitusional Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni seorang sarjana semestinya sanggup menjalankan tiga aktivitas vital, dalam ruang kreativitasnya sebagai manusia yang mahir wacana, yakni pendidikan, penelitian, serta pengabdian masyarakat.8 Pertama adalah pendidikan, berarti seorang sarjana diharuskan memiliki kompetensi berkaitan dengan disiplin ilmu yang digelutinya, maupun disiplin ilmu yang menunjang dan melengkapinya. Kedua, penelitian, yang berarti
7

Lihat, http://ms.wikipedia.org/wiki/Mujaddid (online) diakses pukul 02.00 WIB, tanggal 30 September 2010 8 Lihat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361)

seorang sarjana diharuskan mengembangkan kompetensi keilmuan yang telah dimilikinya, dengan tujuan agar dinamika masyarakat dapat diimbangi dengan perkembangan keilmuannya yang dinamis pula. Prinsip pertama dan kedua ini, sesuai dengan identitas mujtahid dan mujaddid; yang meliputi sikap atau mental ilmiah (scientific soul etiquette). Ketiga, pengabdian masyarakat, yakni seorang sarjana dituntut untuk mampu mengaplikasikan kompetensi keilmuan yang dimiliki dan telah dikembangkannya, demi kemaslahatan masyarakat umum. Dharma bhakti sarjana, diharapkan meruntuhkan ungkapan pejor yang mengasumsikan bahwa kampus adalah menara gading yang tidak pernah bisa berbaur dan memajukan masyarakat. Akan halnya mujaahid, yang identitasnya adalah perjuangan untuk menegakkan kedamaian, kesejahteraan, sesuai dengan syariat Allah, maka mujaahid adalah personifikasi ideal bagi seorang sarjana dalam menerapkan Tri Darma Perguruan Tinggi yang terakhir.

C. Penutup

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa sarjana sudah seharusnya melengkapi sikap budi pekertinya dengan identitas seorang mujtahid, mujaddid, dan mujaahid. Secara tidak sepadan, Tri Dharma Perguruan Tinggi menemukan personifikasi idealnya dalam identitas mujtahid, mujaddid, dan mujaahid. Hal ini, seyogyanya semakin menempa kita untuk senantiasa memperbaiki diri, menyempurnakan diri, hingga menjadi insaan kaamil, yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.

DAFTAR RUJUKAN Al-Quran Al-Karim Anonim. http://ms.wikipedia.org/wiki/Mujaddid (online) diakses pukul 02.00 WIB, tanggal 30 September 2010 Glass, Cyril. 1991, Ensiklopedia Islam (Ed II). London: Stacey International. Mahfudh, Sahal dalam Duta Masyarakat, 18 Juni 2003 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361) Warson Munawwir, Ahmad. 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.

Anda mungkin juga menyukai