Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR

Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

BAB III KRITERIA PERENCANAAN


3.1. Tanggul (embankment/ levee) Tanggul adalah salah satu infrastruktur persungaian yang dibuat untuk meng-cover debit banjir sungai. Tanggul biasanya dibuat dari material pasir dan tanah, dan merupakan bangunan hidraulik yang selalu terkena gerusan atau infltrasi akibat aliran air. 3.1.3. Standar bentuk tanggul Bentuk standar tanggul harus dibahas pertama-tama dari pandangan mekanika tanah, rencana muka air tinggi (HWL), durasi hujan, kondisi topografi, mekanika tanah pondasi, bahan timbunan, perkuatan permukaan dan sebagainya yang merupakan hal-hal penting untuk dipelajari. Bahan-bahan timbunan umumnya diambil dari bagian terdekat sehingga kerap kali terjadi material dasar sungai dipakai untuk bahan timbunan. Dalam perencanaan tanggul, permasalahan rembesan (seepage), longsoran dan penurunan (settlement) akan dipelajari lebih cermat. Tinggi Tanggul akan ditentukan berdasarkan rencana HWL dengan penambahan jagaan yang diperlukan. Jagaan adalah tinggi tambahan dari rencana HWL dimana air tidak diijinkan melimpah. Tabel di bawah ini memperlihatkan standar hubungan antara besarnya debit banjir rencana dengan tinggi jagaan yang disarankan. Tabel 3.1 Tinggi Jagaan Tanggul Berdasarkan Debit Banjir Rencana No 1 2 3 4 5 Debit Banjir Rencana (m3/dt) 200 - < 500 500 - < 2.000 200 - < 5.000 5.000 - < 10.000 10.000 atau lebih Jagaan (m) 0,80 1,00 1,20 1,50 2,00

Sumber : Perbaikan dan Pengaturan Sungai (DR. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1984) Sedangkan untuk penentuan lebar puncak tanggul, standar teknisnya adalah sebagai berikut :

III-1

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

No 1 2 3 4 5 1984)

Tabel 3.2 Lebar Puncak Tanggul berdasarkan Debit Rencana Debit Rencana Lebar Puncak Tanggul (m3/dt) (m) 500 3,00 500 - 2000 4,00 2000 - 5000 5,00 5000 - 10000 6,00 10000 7,00

Sumber : Perbaikan dan Pengaturan Sungai (DR. Ir. Suyono Sosrodarsono,

Selain itu, untuk tanggul-tanggul yang relatif tinggi perlu direncanakan berm. Berm dan kemiringan talud mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain dan keduanya harus ditentukan melalui pengujian terhadap bahan badan tanggul, durasi banjir, stabilitas terhadap kebocoran dari air tinggi dan pondasi subsoil dari pada tanggul tersebut.

3.2. Pelindung Tebing (revetment) Dalam merencanakan suatu bangunan pengaman tebing sungai, perlu memperhatikan berbagai macam kriteria sesuai dengan kondisi daerah lokasi rencana pengamanan tebing. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Posisi lokasi tebing yang akan diamankan Tinggi tebing dan kemiringan Jenis kerusakan tebing Kondisi tanah di lokasi Tinggi muka air normal dan muka air banjir. Pemilihan alternatif bangunan pelindung tebing kali : Pemilihan alternatif bangunan pengaman tebing kali, dilakukan dengan kriteriakriteria sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Alternatif yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan banjir; Alternatif yang dipilih memiliki nilai keuntungan (benefit) terbesar yang dihitung secara ekonomis; Alternatif yang dipilih memiliki dampak, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial yang paling sedikit; Alternatif yang dipilih memenuhi syarat secara teknis, yaitu kuat dan aman, yang ditunjukkan dengan hasil perhitungan teknis;

3.2.1.

5.

Alternatif yang dipilih adalah alternatif dengan pekerjaan yang workable dalam arti mudah dilaksanakan dengan kondisi sumber daya yang ada.

III-2

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Dari kondisi di atas tersebut, maka untuk menentukan jenis bangunan pengaman tebing kali akan diajukan beberapa alternatif dengan memperhatikan seluruh kondisi lokasi pekerjaan, baik aspek-aspek teknis maupun non teknis.

3.2.2. Tipe perkuatan bangunan pelindung tebing kali


Pemilihan tipe perkuatan lereng yang cocok untuk suatu sungai tidaklah mudah dan sepenuhnya tergantung pada karakteristik sungai yang bersangkutan, antara lain tergantung pada dimensi sungai, kecepatan arus airnya, bentuk penampang lintangnya, kemiringannya, kedalaman airnya, jenis tnah yang akan dilindungi, dan keadaan tanah pondasinya. Jadi tipe perkuatan lereng untuk suatu lokasi haruslah dipilih dari beberapa tipe yang ada dengan memperbandingkan satu dengan lainnya serta dengan memperhatikan keadaan musim dan jangka waktu pelaksanaan dan memperhatikan sulit tidaknya keadaan lapangan ditinjau dari segi pelaksanaan. Beberapa tipe perkuatan lereng yang cocok untuk kondisi tebing sungai yang pernah dibangun dengan hasil yang cukup baik antara lain adalah sebagai berikut : 1. Tipe Pondasi Rendah Tipe ini merupakan tipe yang paling umum dipergunakan dan dapat dianggap sebagai tipe yang standar karena pelaksanaannya mudah, terutama pada lokasi yang mudah dikeringkan hanya dengan kist dam yang sederhana atau dengan mengalihkan aliran sungai. Pada tipe ini tidak diperlukan adanya pelindung kaki atau pelindung pondasi, karena pondasinya telah diletakkan pada posisinya yang aman dan tidak akan terjangkau oleh gerusan arus sungai. Walaupun demikian pada sungaisungai dengan arus yang deras atau pada bagian-bagian yang kemungkinan terjadi pukulan air, dapat dibuat konsolidasi pondasi ringan guna mencegah kerusakan-kerusakan akibat gerusan untuk masa-masa yang akan datang.

Gambar 3.1.Tipe Pondasi Rendah 2. Tipe Pondasi Tinggi Tipe ini dipergunakan pada sungai-sungai yang sukar dikeringkan, sehingga pekerjaan penggalian dan pembuatan pondasi perkuatan lereng tidak dapat dikerjakan dalam keadaan kering. Dalam hal ini pelindung kaki berfungsi

III-3

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

pula sebagai landasan pondasi dan konstruksi pondasinya terdiri dari turap pancang beton atau baja. Selain itu dilengkapi pula dengan konsolidasi pondasi di depan pelindung kaki yang berfungsi untuk memperkuat pelindung kaki tersebut dan melindungi permukaan dasar sungai di depan kaki perkuatan lereng.

Gambar 3.2. Tipe Pondasi Tinggi 3. Tipe Turap Dibandingkan kedua tipe di atas, biaya untuk pembuatan tipe turap (plank hurdle work type) lebih tinggi, karenanya tipe ini hanya dipergunakan jika sulit dikerjakan dengan kedua tipe di atas. Tipe perkuatan tebing dengan turap pancang ini ada beberap jenis, yaitu :

6. 7. 8. 9.

Turap Pancang Baja (Steel Sheet Pile) Turap Kayu/Papan (Wooden plank hurdle work) Turap Beton (Concrete plank hurdle work) Turap Pancang Beton (Concrete sheet pile)

Perkuatan lereng turap pancang baja dapat dilaksanakan dengan mudah pada sungai yang airnya cukup dalam dan sulit dikeringkan. Selain itu kekedapannya hampir sempurna, sehingga tidak ada kekawatiran tersedotnya butiran tanah dari belakang turap tersebut. pada umumnya untuk perkuatan lereng tipe ini terdiri dari turap pancang baja yang berdiri sendiri. (self standing type). Untuk sungai-sungai yang airnya dalam dan tekanan tanah di belakang turap cukup besar, maka turap dilengkapi dengan angker yang kadang-kadang lebih dari satu, sehingga sebagian dari tekanan tanah dapat ditampung oleh angker tersebut.

III-4

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

( a )

( b )

(a) Perkuatan d engan Turap Pancang Baja (b) Perkuatan dengan Turap Kayu/ Papan

Gambar 3.3. Tipe Pekuatan dengan Turap

3.2.3. Jenis-jenis pelindung tebing kali


Ada beberapa jenis bahan pelindung tebing/ lereng kali, yaitu : 1. Gebalan Rumput Gebalan rumput sangat umum dipergunakan sebagai pelindung lereng guna melindungi lereng tanggul terhadap hempasan air hujan agar tidak terjadi erosi atau longsoran dan terhadap arus sungai agar tidak terjadi gerusan/gogosan. Gebalan rumput berfungsi pula sebagi pelindung lereng yang cukup dapat diandalkan. 2. Bronjong Kawat Silinder Batu kali yang didapat dari sungai atau batu belah dapat ditempatkan di atas permukaan lereng yang akan dilindungi. Kelebihan dari bronjong kawat silinder (wire cylinder work) ini adalah kekasarannya yang tinggi, fleksibel, dapat dikerjakan dengan cepat dan cukup ekonomis, terutama untuk pelindung lereng secara darurat dan sementara. Pelindung bronjong kawat silinder juga dipergunakan sebagai pengganti pelindung permanen, karena lokasi pukulan air berpindah-pindah akibat mudahnya tenjadi penubahan bentuk alur sungai pada sungai yang alurnya mudah berubah. Biasanya bronjong diperkuat dengan tiang pancang kayu, agar tidak mudah hanyut. Jumlah dan kedalaman tiang pancang disesuaikan dengan ukuran lereng yang dilindungi dan kecepatan arus.

III-5

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Gambar 3.4.

Perlindungan dengan Bronjong Kawat Silinder

3.

Blok Beton Fungsinya hampir sama dengan bronjong kawat silinder. Blok beton berbentuk kuadrat dengan ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan di lapangan dan dari hasil perencanaan. Blok-blok beton tersebut satu dengan lainnya dirangkai dengan media kawat menjadi hamparan blok beton yang fleksibel dan menyatu.

Gambar 3.6. 4. Pasangan Batu

Perlindungan dengan Blok Beton

Pelindung lereng atau tebing dari pasangan batu biasanya paling murah dibandingkan dengan jenis pelindung lainnya, apabila pada sungai yang bersangkutan terdapat batu yang mencukupi. Biasanya pasangan batu digunakan untuk pelindung lereng dengan kemiringan 1 : 1 atau lebih. Terdapat 2 jenis pasangan, yaitu pasangan batu kosong (dry masonry) tanpa pengikat dan pasangan batu biasa (wet masonry) dengan pengikat dari adukan semen pasir.

III-6

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

5.

Gambar 3.7.

Perlindungan dengan Pasangan Batu

Pasangan Blok Beton Pelindung lereng dengan pasangan blok beton ini ada 2 (dua) jenis yaitu: Block beton permukaan rata Tipe ini cocok untuk tipe permukaan lereng yang landai (1:2). Block beton Kenchiishi Biasanya blok beton tipe Kenchiishi digunakan untuk pelindung permukaan lereng pada sungai-sungai yang deras arusnya atau pada lereng-lereng yang kemiringannya lebih besar dan 1:1,5. Bentuknya kadang-kadang kuadrat dengan sisi-sisinya antara 30-50 cm atau persegi panjang dengan ukuran (20 x 40) cm2 - (30 x 60) cm2, tebalnya antara 30-40 cm serta permukaannya dibuat sedemikian agar mempunyai kekasaran yang tinggi.

6. Perkerasan

Gambar 3.8. Dengan Beton

Perlindungan dengan Blok Beton

Keuntungan tipe ini adalah tidak terlalu banyak sambungan, seperti halnya pasangan batu atau pasangan blok beton, dimana sambungan adalah merupakan bagian yang paling lemah. Selain itu, bobot setiap bloknya sangat berat, sehingga stabilitasnya lebih terjamin. Karenanya pelindung lereng dengan beton sangat sering dipergunakan pada bagian sungaisungai dengan arus yang deras dan untuk melindungi pantai laut dengan ombaknya yang besar. Ada beberapa jenis tipe perkerasan tebing kali dengan beton, antara lain :

III-7

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Perkerasan beton rata Perkerasan beton berkisi Kelebihan dari tipe ini adalah dapat menghilangkan

Tipe ini sangat cocok untuk lereng yang landai dengan kemiringan lebih kecil dari 1 : 2. kelemahan-kelemahan pada sambungan seperti yang terdapat pada perkerasan beton rata atau pada pasangan block beton, dan secara keseluruhan daya tahannya dapat dinaikkan dengan meningkatkan kekuatan konstruksi kisi-kisinya.

Gambar 3. 9.Perlindungan dengan Perkerasan Beton 3.2.4. Pemilihan alternatif perkuatan tebing/ lereng kali Dalam pemilihan alternatif bangunan pengaman tebing kali seperti di atas, dibutuhkan suatu kriteria pengujian kelayakan tipe bangunan sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk keperluan itu maka dapat dibuat suatu matriks pengujian seperti yang tersaji dalam bentuk tabel di bawah ini. Tabel 3.3 Matriks Pemilihan Alternatif Perkuatan Tebing Kali

1.
Skala Peni Skala Penilaian : 0 2.0 = Buruk ; 2.5 5 = Cukup Baik ; 5.5 7.5 = Baik ; 8.0 10 = Sangat Baik

2.

III-8

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Keterangan : P.1 = Pondasi Rendah P.3 = Turap L.4 = L.5 = L.6 = L.7 = L.8 = 3.2.5. Pelindung tebing utama : Untuk bangunan pelindung tebing utama, dapat direncanakan 3 (tiga) alternatif struktur yang telah teruji lebih dalam, baik dari segi bentuk, beban penahanan dan flesibilitas terhadap penurunan permukaan tanah. Ketiga alternatif struktur bangunan tersebut adalah : 1. Tipe Pondasi Rendah Tembok Penahan Beton I Struktur bangunan tipe ini berupa tembok penahan yang terbuat dari struktur beton bertulang dengan ketebalan dinding sebesar 0.30 m. Tinggi bangunan tersebut sebesar 5.0 m dari elevasi lantai bangunan. Bangunan ini direncanakan dengan pondasi tapak dengan lebar dasar 3.6 m dengan ketebalan lantai/pondasi 0.30 m. Untuk penguat dinding guna mengurangi gaya guling, maka dibuat sirip/ sayap penguat dengan ketebalan 0.30 m dengan bentuk segitiga seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Untuk bangunan konsolidasi pondasi dikombinasikan dengan pasangan matras bronjong batu dengan dimensi 0.6 x 1.5 x 5 m dengan posisi membentang sejajar dengan bangunan penamgan tebing. Jumlah baris matras bronjong dibuat dua baris diletakkan di atas tanah hasil galian.Untuk bangunan pengaman tebing transisi yang terletak diatas bangunan utama, direncakan terbuta dari bangunan matras bronjong batu dengan dimensi 0.6 x 1.5 x 5 m dengan susunan bertumpuk dengan kemiringan 1:1. L.3 L.1 = = = Gebalan Rumput Bronjong Kawat P.2 = Pondasi Tinggi L.2 Pasangan batu Pas. Block Beton Rata Pas. Block Beton Kubus Perkerasan Beton Rata Perkerasan Beton Berkisi.

Block Beton

Gambar 3.10 Tembok Pengaman Tipe I

III-9

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

2.

Tipe Pondasi Rendah Tembok Penahan Beton II Struktur bangunan tipe ini hampir menyerupai tipe bangunan alternatif satu, yaitu berupa tembok penahan yang terbuat dari struktur beton bertulang dengan ketebalan dinding sebesar 0.30 m. Tinggi bangunan tersebut sebesar 4.0 m dari elevasi lantai bangunan. Bangunan ini dapat direncanakan dengan pondasi tapak dengan lebar dasar 3.6 m dengan ketebalan lantai/ pondasi 0.30 m. Untuk penguat dinding guna mengurangi gaya guling, dapat dibuat sirip/ sayap penguat dengan ketebalan 0.30 m dengan bentuk segi empat seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Pada bagian atas bangunan ini dibuat bantaran dengan kontruksi pelat beton praktis selebar bentang pondasi bangunan. Untuk bangunan konsolidasi pondasi dikombinasikan dengan pasangan matras bronjong batu dengan dimensi 0.6 x 1.5 x 5 m dengan posisi membentang sejajar dengan bangunan penamgan tebing. Jumlah baris matras bronjong dibuat dua baris diletakkan di atas tanah hasil galian. Untuk bangunan pengaaman tebing transisi, dapat direncankan dengan perkerasan beton berkisi dengan kemiringan 1:1. Ketinggian bangunan ini 3.0 m dari lantai bantaran.

Gambar 3.11 Tembok Pengaman Tipe II

3.

Tipe Pondasi Rendah Pasangan Blok Beton Kubus Untuk alternatif III bangunan utama pengaman tebing ini, dapat direncanakan dari pasangan blok beton. Blok beton disusun sedemikian rupa dan penampang blok beton seperti terlihat pada gambar di bawah dengan kemiringan bangunan 1:1,5. Blok beton dibuat dengan ukuran lebar 1.0 m tinggi 0.6 m dan bentang 1.0 m. Untuk pondasi, dibuat blok beton dengan ukuran lebar 1.40 m tinggi 0.90 m dan bentang 1.0 m. Susunan Blok beton ini diikat dengan adukan beton tumbuk dengan ketebalan 0.30 m yang membentang sesuai dengan kemiringan bangunan yang direncanakan.

III-10

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Untuk bantaran tebing sungai yang berfungsi sekaligus sebagai pengikat blok beton, dapat dibuat dari beton praktis dengan lebar 2.0 m. Dan untuk bangunan pengaman tebing transisi dapat direncanakan terbuat dari struktur perkerasan beton berkisi.

Gambar 3.12 Pasangan Block Beton 3.2.6. Pelindung tebing transisi Bangunan pelindung tebing transisi berada di atas bangunan utama pelindung tebing yang berguna untuk menahan kondisi tebing yang tidak tercapai dengan ketinggian bangunan utama. Dalam perencanaan bangunan ini direkomendasikan 2 (dua) jenis pelindung transisi yang cukup layak untuk dilaksanakan di lokasi pekerjaan, yakni : 1. Jenis Matras Bronjong Tipe matras bronjong ini merupakan bangunan perkuatan tebing yang sudah umum dipakai sebagai alternatif pengaman tebing sungai. Untuk kondisi di tebing kali di daerah studi, bangunan tipe ini dapat dipakai sebagai bangunan pengaman tebing transisi. Disamping pelaksanaannya mudah, juga bahan baku utama yang berupa batu kosong mudah diperoleh di lokasi studi. Untuk desain matras bronjong ini, maka dapat di-desain dengan ukuran 0.6 x 1.5 m dengan panjang bentang 5.0 m. Posisi penempatan matras bronjong disesuaikan mengikuti kemiringan lereng tebing yang ada dengan bentuk penumpukan seperti terlihat pada gambar di bawah :

Gambar 3.13 Matras Bronjong

III-11

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

2.

Jenis Perkerasan Beton Berkisi Jenis pelindung tebing transisi jenis ini (lihat gambar di bawah), terdiri atas struktur beton bertulang dengan bentuk balok-balok beton dengan ukuran lebar permukaan 0.15 m dan tebal balok 0.30 m. Balok-balok tersebut didesain dengan betuk persegi empat (bercelah/ berkisi) dengan ukuran antara garis tengah antar balok 1.0 m. Bidang yang kosong yang berada diantara balok-balok dengan ketebalan 0.20 m tersebut diisi dengan pasangan batu dan ditutup dengan plesteran biasa. Kemiringan bangunan ini dapat direncanakan dengan kemiringan 1:1. Struktur ini pelaksanaannya dapat dilakukan secar bertahap, setelah bangunan utama pengaman tebing selesai. Tinggi bangunan ini bisa sebesar 3.0 m dari level bantaran tebing yang direncanakan.

iii. iv. v. vi.

vii.

Gambar 3.14 Perkerasan Beton 3.3. Konsolidasi pondasi

Berkisi

Untuk bangunan konsolidasi pondasi perkuatan lereng, perlu dibuat suatu perkuatan agar kondisi pondasi tetap terjaga dari gerusan air sungai. Konsolidasi pondasi diperlukan dalam perencanaan bangunan pengaman tebing sungai ini, terutama bila tipe perkuatan tebing direncanakan dengan tipe pondasi rendah sehingga posisi pondasi rawan terhadap gerusan air. Untuk bangunan konsolidasi pondasi pelindung tebing, dapat dipilih dengan pelindung jenis matras bronjong batu. Pemakaian jenis matras bronjong ini disamping fleksibel terhadap kontur permukaan tanah, dalam pelaksanaan tidak terlalu rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Dari segi bahan baku juga dapat diperoleh dengan mudah di lapangan. 3.4. Kriteria Desain

III-12

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Untuk memudahkan proses perencanaan serta mengontrol tahapan perencanaan maka perlu dibuat suatu kriteria perencanaan, terutama yang berkaitan dengan analisis hidrolika, analisis struktur, pemilihan material konstruksi, analisis pembebanan, hingga analisa stabilitas bangunan. 3.4.3. Elevasi Muka Air, Kedalaman dan Kecepatan Perhitungan elevasi muka air, kedalaman dan kecepatan dilakukan pada beberapa penampang dengan menggunakan berbagai debit rencana (Q2, Q3, Q5, Q10, Q25, Q50, Q100). Dengan kemiringan dan kekasaran yang ada dapat diperoleh harga faktor penampang (A.R 2/3) untuk masing masing debit, yaitu :

AR 2/ 3=
dimana A R P Q n So 3.4.4. Tekanan Tanah : : : : : :

Q . n So
luas penampang (m2) jari-jari hidraulis = A/P (m) panjang penampang basah (m) debit kekasaran kemiringan dasar

Tekanan tanah yang diperhitungkan adalah tekanan tanah horisontal yang diakibatkan oleh tekanan tanah aktif dan pasif yang bekerja pada dinding penahan, misalnya pada dinding penahan tanah, kolam olakan, peluncur, tower dan lain-lain. Tekanan tanah pasif dalam hal ini tidak diperhitungkan. Karena tanah di lokasi proyek umumnya tanah granular maka besarnya tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus berikut ini : Pa = 0,5 . . H2. ka dimana : Pa H = tekanan tanah aktif (ton/m2) = berat isi tanah (ton/m3) = beda tinggi tanah yang dipertahankan (m)

Sin

( + ) sin( + ). sin( ) sin( ). sin( +)

Sin 2 . sin( ).( 1 +


Ka ka =

= Koefisien tekanan tanah aktif. = sudut kemiringan bagian belakang dinding. = sudut gesekan antara tanah dan dinding. untuk beton dan tanah diambil = 2/3 = sudut geser dalam tanah.

III-13

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

3.4.5. Filter

= sudut kemiringan lereng.

Filter sangat penting digunakan untuk menjaga agar butiran tanah di belakang bangunan pengaman tebing tidak terbawa oleh gerakan air yang berada di dalam pori-pori antara bangunan dan tanah tebing. Tekanan air tanah akan mempengaruhi kondisi tanah di belakang bangunan. Dengan tidak adanya penyaluran air tanah dapat mengakibatkan akan merusak struktur bangunan yang ada. Untuk perencanaan filter menggunakan data sebagai berikut :

D5 0F ilte r D5 0T a n a h< 40; sehingga D50 filter < 40 x 0,05

= 2 mm


3.4.6.

D1 5F ilte r D15T a n a h < 40; sehingga D15 filter < 40 x 0,01 = 0,4 mm D1 5F ilte r D8 5T an a h< 5; D1 5F ilte r D15T a n a h < 5;

sehingga D15 filter < 5 x 0,15

= 0,75 mm

sehingga D15 filter < 5 x 0,01

= 0,05 mm

Jadi material filter dekat tanah tebing harus berukuran : D50 < 2 mm .................................. (1)

0,05 mm < D15 < 0,40 mm ............. (2)

Bangunan Konsolidasi Pondasi Untuk pengaman pondasi diperlukan suatu bangunan yang cukup kuat dalam mengatasi arus air dengan tingkat kekasaran permukaan yang besar. Dalam hal ini bangunan yang direncanakan dapat berupa matras bronjong berisi batu. Pemakaian bronjong yang berbentuk kotak-kotak persegi enam yang terbuat dari kawat logam diisi dengan batu-batu atau karang, akan cukup mampu untuk menahan erosi air yang terjadi sehingga perlindungan terhadap pondasi pengaman tebing dapat dilakukan. Keuntungan-keuntungan pemakaian bronjong antara lain :

Kawat bronjong cukup banyak tersedia yang dipabrikasi secara seragam dan tahan lama; Struktur bronjong sudah dikenal di banyak negara dan sudah terbukti keefektifannya; Bronjong cukup lentur dan dapat dipergunakan pada berbagai tempat dan kondisi;

III-14

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Pemakaian struktur bronjong lebih banyak menggunakan tenaga kerja (labor intensive) dan tidak membutuhkan keterampilan yang tinggi sehingga dapat memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya.

Kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan dengan pemakaian bronjong antara lain :


sulit menempatkan struktur bronjong dalam air; keterbatasan segi pemilihan bahan; memerlukan biaya pengiriman yang kadang relatif mahal; pedoman spesifikasi teknis dari pabrik biasanya terlalu umum dan kurang memberikan informasi terhadap kekuatan yang mampu ditahan oleh struktur bronjong tersebut.

Ketebalan bronjong perlu ditencanakan sesuai dengan kecepatan aliran yang ada. Tabel di bawah menunjukan ketebalan yang diijinkan sesuai dengan kecepatan aliaran. Pada tabel di bawah ini juga terlihat bahwa semakin besar kecepatan aliran yang ada maka semakin besar pula ukuran batu yang dibutuhkan, demikian juga semakin tebal bronjong yang dibutuhkan. Terutama pada bronjong yang diletakkan secara mendatar pada sisi lereng, ketabalan bronjong perlu ditambahkan agar kecepatan aliran tidak menggerakkan batu-batu bronjong dan material halus pada lapisan filter. Tabel 3.4 Berbagai Macam Kecepatan aliran yang diijinkan Kecepa tan aliran Kritis (m3/det) Batas Kecepatan aliran (m/det)

Tipe

Batu Isian Ketebal an (m) Ukuran Batu (mm) D.50 (mm) 0.085 0.085 0.085 0.085 0.085 0.085

Bronjon g

0.23 0.30 0.50

70-100 70-100 70-100 70-100 70-100 70-100

3.6 4.5 4.2 5.0 5.8 6.4

5.5 6.7 5.5 6.4 7.6 8.0

Sumber : Pedoman Pengendalian Banjir, Vol : III , DPI Pengairan 1996 Catatan : 1. Kecepatan aliran kritis adalah kecepatan aliran yang mana batuan mulai bergerak 2. Kecepatan aliran batas adalah kecepatan aliran aliran dimana struktur bronjong mengalami perubahan bentuk.

III-15

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

3. Nilai kecepetan aliran pada tabel dicatat menurut percobaan yang dilakukan dengan angka Froude < 1 Contoh perhitungan ukuran batu kosong :

Kedalaman air, h25 Kecepatan rata-rata, v 25 Kekentalan kinematis, Non-dimensional diameter : D* = = = D50 ((s-1) g/ 2)1/3

= 5.0 m = 2.5 m/det = 1 x 10-6 m2/det

Diameter batuan, d50 = 0,25 m

0,25 ((2,6-1) 9,81/ 10-12)1/3 6259

Dari grafik Shields diperoleh particle mobility parameter ( cr) = 0,055. Kecepatan kritis yang menyebabkan butiran bergerak : vcr = 5,75 [(s-1) g d50]0,5
cr 0,5

log[12 h / (2 d50)]

Dengan demikian disyaratkan diameter batuan d50=0,25 m jika tersedia, minimal d50=0,20 m untuk bagian bawah.

Gambar 3.15. Grafik Penentuan ukuran batu 3.4.7. Daya Dukung Tanah Menurut Terzaghi, daya dukung tanah untuk pondasi dangkal didasarkan pada anggapan bahwa kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dengan : s s c = c + tan , dimana : = kekuatan geser tanah = kohesi = sudut perlawanan geser

= tegangan normal pada bidang geser

Dengan anggapan bahwa dasar fondasi tidak licin sehingga gesekan antara dasar fondasi dengan tanah cukup tinggi, maka teori Terzaghi ini menghasilkan sebuah rumus daya dukung sebagai berikut :

III-16

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Untuk Fondasi Jalur q = cNc + D Nq + 0.5 B N

Fondasi Lingkaran q = 1.3 cNc + D Nq + 0.6 + R N dimana : R = jari-jari fondasi

Fondasi Bujur Sangkar :

q = 1.3 cNc + D Nq + 0.4 + B N dimana : q = daya dukung keseimbangan (ultimate bearing capacity) lebar fondasi dalam fondasi berat isi tanah kohesi sudut perlawanan geser = Faktor daya dukung yang tergantung pada besarnya B = D = c = = =

Nc, Nq, N

sudut perlawanan geser ( ) Berdasarkan hasil peninjauan lapangan pendahuluan menunjukkan bahwa tanah yang ada di lokasi pada umumnya banyak mengandung pasir dan gravel, dimana daya dukung yang ada dihitung dengan menggunakan kekuatan geser undrained. Dengan cara ini sudut geser tanah dianggap nol ( menjadi : q = c Nc + D Nilai daya dukung tersebut di atas adalah besarnya tegangan yang dapat dipukul di atas tanah tersebut. Untuk mendapatkan tegangan yang dipakai dalam perencanaan pondasi, nilai itu mesti dibagi dengan suatu angka faktor keamanan. = 0) dan kekuatan geser, s = c (kohesi), maka rumus daya dukung yang digunakan

D a y a u k u nK e s e im b a n g D g F a k toK e a m a n a n r Tegangan tanah yang diperbolehkan :

Daya dukung di lapangan dapat dihitung berdasarkan atas kondisi tanah lempung dengan data-data sebagai berikut :

Untuk mendapatkan data kekuatan geser lempung yang lebih tepat


ditentukan dari hasil vane shear (in-situ vane test) Berat isi tanah didapatkan dari hasil uji laboratorium

Nilai Nc untuk = 0 ditentukan dari grafik Skempton

III-17

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Bila kondisi tanah di lokasi pekerjaan telah memiliki daya dukung yang cukup besar (misal jenis tanah di dasar sungai terdiri atas lapisan gravel yang cukup keras), maka perhitungan daya dukung tanah untuk lokasi rencana perkuatan tebing tidak perlu dilakukan.

3.4.8. Stabilitas Lereng


Metode yang akan digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng disini adalah dengan cara Bishop, yaitu dengan cara keseimbangan batas dimana besarnya kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan kestabilan dibandingkan dengan kekuatan geser yang ada. Dari perbandingan itu akan dapat diketahu faktor keamanan (SF).

Metode Irisan Bishop yang disederhanakan Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih dari pada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungan.

Fs =
dimana :

( cb +W tan )
n n n =1

n= p

1 m [ n ]

W sin
n n =1

n= p

m [ n ] = c o s n +

ta n s in n Fs

Perlu diperhatikan bahwa Fs muncul pada kedua sisi. Oleh karena itu, cara coba-coba (trial & error) perlu dilakukan untuk mendapatkan harga Fs. Seperti pada metode irisan sederhana, beberapa bidang longsor harus diselidiki untuk mendapatkan bidang longsor yang paling kritis yang akan memberikan angka keamanan minimum. Persamaan di atas menganggap tekanan air pori akan sama dengan nol. Akan tetapi, untuk rembasan tetap yang melalui talud, seperti pada kenyataan yang ada di lapangan, tekanan air pori harus ikut

dipertimbangkan bila menggunakan parameter kekuatan geser efektif. Jadi persamaan di atas perlu dimodifikasi. Tekanan air pori rata-rata pada dasar potongan adalah sama dengan un = hn w.

III-18

LAPORAN AKHIR
Pekerjaan Review Design Wilayah Tengah

Gaya total yang disebabkan oleh tekanan air pori pada dasar potongan nomor n adalah dengan un Ln. Jadi, persamaan di atas untuk metode irisan Bishop yang sederhana akan disempurnakan guna menentukan besarnya angka faktor keamanan sebagai berikut :

Fs =

[ cb +(W U b )tan ]
n n n n n =1

n= p

1 m [ n ]

W sin
n n =1

n= p

III-19

Anda mungkin juga menyukai