Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis sepenuhnya sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca agar dapat bermanfaat bagi penulis dalam pembuatan makalah di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat memeberikan manfaat yang sebesarbesarnya kepada pembaca sekalian.

Bandung, Januari 2009

Penulis

BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Upaya pembelaan Negara memiliki hubungan dengan ketahanan nasional suatu Negara. Kegiatan pembelaan Negara pada dasarnya merupakan usaha dari warga Negara untuk mewujudkan ketahanan nasional. Bela Negara biasananya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela Negara hanya terletak pada tentara nasional Indonesia. Masalah bela Negara dan pertahanan Negara, merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara Republik Indonesia. Bela Negara adalah upaya setiap warga Negara. Untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri. Dimasa demokrasi dan keterbukaan sekarang ini, tentu timbul pertanyaan apakah bela begara masih sesuai dan dibutuhkan? dan seperti apakah upaya bela Negara yang harus dilakukan generasi muda dewasa ini. Generasi Muda sebagai pewaris, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber insani bagi pembangunan nasional, ibarat mata rantai yang tergerai panjang, posisi generasi muda dalam masyarakat menempati mata rantai yang paling sentral dalam artian bahwa, pemuda berperan sebagai pelestari nilai budaya, kejuangan, pelopor dan perintis pembaruan melalui karsa, karya dan dedikasi. Selain itu pemuda juga mempunyai peran dalam menggerakkan pembangunan sekaligus menjadi pelaku aktif dalam proses pembangunan nasional serta berperan dalam memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa. 28 Oktober merupakan moment penting bagi pemuda Indonesia, dimana pada tanggal tersebut, secara resmi diperingati Hari Sumpah Pemuda. Tak terasa sudah 79 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan oleh pemuda dari berbagai suku dan bahasa yang ada di saentero Nusantara. Dengan kesadaran bersama akan pentingnya persatuan dari kalangan pemuda inilah yang akhirnya mengantarkan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Satu sikap yang amat terpuji dari para perintis dan pendiri bangsa adalah begitu kentalnya komitmen terhadap persatuan dan kesatuan. Setiap langkah yang dilakukan selalu diarahkan kepada upaya untuk dapat menjamin kesatuan bangsa. Jika dilihat dari perjalanan sejarah dan penggalan waktu, bangsa Indonesia bisa mencapai satu konsensus untuk tetap bersatu seperti yang terjadi pada tahun 1908, 1928, 1945 dan 1965, semua itu tidak dapat dilepaskan dari landasan kultural bangsa. Indonesia memiliki banyak potensi yang dapat mengancam bentuk negara kesatuan. Potensi itu antara lain adalah faktor geografi, heterogenitas etnis, agama dan kultur, kesenjangan ekonomi dan sosial yang amat besar, pertikaian politik ideologis serta fragmentasi dikotomis. Indonesia memang telah berhasil melampaui satu tahapan kritis, suku dan agama yang pernah menjadi isu sentral dalam pertentangan politik pada masa lalu, tidak lagi menjadi kendala bagi integrasi bangsa. Sayang, justru akhir-akhir ini kedua isu itu muncul kembali, bahkan makin marak serta menjadi agenda sentral yang telah berhasil dikemas untuk mengancam NKRI. Selain itu, isu yang sangat berperan besar dalam membangun komitmen NKRI adalah persaingan global dalam bentuk perekonomian. Meskipun demikian sesungguhnya masih banyak lagi isu-isu lainnya yang ikut menjadi tantangan bangsa indonesia kedepan, karena itu dalam makalah ini akan dipaparkan secara singkat pemuda dan nasionalisme dan aksi nyata apa saja yang harus dilakukan sebagai bentuk penegasan gerakan pemuda Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang dijadikan sebagai pokok permasalahan makalah ini adalah : 1. 2. 3. 4. Apakah bela negara masih sesuai dan dibutuhkan ? Seperti apakah upaya bela Negara yang harus dilakukan generasi muda Bagaimana cara menumbuhkan dan menanamkan upaya bela Negara Bagaimana hubungan antara sikap dan perilaku generasi muda dewasa

dewasa ini. kepada generasi muda? ini dengan upaya bela Negara?

1.3 Metode Penulisan Melalui pendekatan literatur atau referensi buku, Internet dan Tokoh perjuangan 1.4 Tujuan Tujuan Penulisan makalah ini untuk edukasi dan pemenuhan tugas penelitian kewarganegaraan.

BAB II KAJIAN TEORI A. PEMUDA DAN NASIONALISME Hampir sebahagian besar orang berpendapat bahwa Pemuda selalu menjadi Bintang lapangan dalam setiap pergolakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya tidak bisa melupakan peranan Pemuda pada momen-momen penting perjalanan dan dinamika bangsa Indonsia, seperti yang terjadi pada tahun 1966 dan 1998. Dengan kata lain, rasanya sulit akan bisa menikmati alam reformasi dan iklim demokrasi tanpa keterlibatan pemuda. Jack New Field (1971) menyebut pemuda sebagai komunitas kecil yang memiliki kekuatan untuk merubah sejarah, karena perubahan sejarah selalu dimulai dari kelompok kecil. Mereka bisa dikatagorikan sebagai kekuatan minority profetic yaitu kekuatan kecil yang bertindak seperti seorang nabi untuk merubah kondisi sosial kemasyarakatan. Sejumlah prediket melekat dalam setiap diri pemuda, agent of social change, social control dan moral force. Namun pantas dipertanyakan secara kritis, kemana arah gerakan Pemuda dan juga termasuk mahasiswa pasca 1998 dan sampai sejauh mana komitmen serta kontribusinya untuk menciptakan kepemimpinan nasional yang kredibel, profesional, akuntabel dan mempunyai integritas etika dan moral. Kini, setelah melewati momen-momen lain seperti tahun 1966 (Orde Baru), 1974 (Malari), 1977-1978 (asal tunggal), dan 1998 (reformasi), kemampuan para pemuda Indonesia kembali diuji untuk meluruskan perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di usianya yang ke-62, NKRI memang sudah bebas dari penjajahan fisik. Akan tetapi, penjajahan ekonomi, sosial budaya, dan bentuk-bentuk penjajahan lain menjadi dominan. Menilik dari problem bangsa yang kian hari kian mengkhawatirkan, maka perlu kiranya disusun grand startegi pemuda Indonesia yang lebih praksis dan bersifat real. Hal ini perlu dilakukan guna menangkis stigma negatif yang melekat di dalam diri pemuda beberapa waktu terakhir.

Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan pemuda untuk menjaga NKRI adalah pertama, merekatkan kembali kohesi nasional, yaitu dengan memperkukuh persatuan dan kesatuan yang tidak bisa dilakukan secara parsial, dan harus melibatkan semua komponen bangsa. Langkah ini bisa dilakukan dengan menghimpun generasi muda dalam kegiatan nyata yang jauh dari kepentingan golongan, untuk lebih praktis bisa dilakukan simposium dan sarasehan pemuda yang diisi dengan kegiatan-kegiatan sosial budaya, media yang paling efektif untuk membangkitkan persatuan dan kesatuan pemuda adalah seni budaya, yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya bangsa, karena itu perlu di rumuskan jenis dan bentuknya. Kedua, melakukan reorientasi dan revitalisasi wawasan kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa, serta integrasi nasional. Perlu di sadari, terjadinya berbagai stagnasi dan distorsi dalam kehidupan kebangsaan ini menuntut peran pemuda dengan serius untuk kritis dan selektif terhadap berbagai aliran politik yang masuk. Terlebih saat ini politik partai politik dan politik aliran sudah mulai merambah masuk dengan derasnya kesetiap pelosok tanah air, sehingga hal ini memungkinkan terjadinya pergesekan kepentingan antar kelompok dan golongan. Menurut penulis, pemuda Indonesia harus mengambil peran yang strategis dalam menghadapi gelombang politik ini. Namun, harus diingat bahwa peran yang dimainkan pemuda bukan dalam artian parsial dikotomis, melainkan peran yang konstruktif dan holistik. Aksi-aksi yang lebih detail dapat penulis kemukakan secara garis besar sebagai berikut : 1. Mengadakan kajian dan memberi solusi pemikiran terhadap berbagai isu aktual dan kebijakan pemerintah yang menyangkut kehidupan rakyat banyak. 2. Membangun silaturahim yang berkelanjutan antara Pemuda dengan institusi legislatif, eksekutif, yudikatif, ormas dan LSM sebagai upaya menyamakan visi, misi mengawal reformasi pembangunan di segala bidang. 3. Mensinergikan seluruh potensi Pemuda seperti politisi, birokrat, pengusaha dan intelektual untuk mengemban misi pencerahan bangsa. 4. Membentuk posko-posko gerakan anti korupsi dan penyalahgunaan jabatan (abuse of power) dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih (good governance).

5. Meningkatkan kepekaan Pemuda terhadap persoalan-persoalan pembangunan dan politik lokal, dalam rangka melakukan social control sekaligus sebagai social support terhadap seluruh proses pembangunan nasional di segala bidang. 6. Membangun kekuatan Pemuda yang berperan sebagai tenda besar bagi pemuda Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya dalam rangka mengemban misi keumatan. 7. Membentuk dan mengembangkan simpul-simpul aksi kepedulian terhadap berbagai persoalan umat menuju kearah kesejahteraan bersama. 8. Menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan kualitas Pemuda, baik dalam bidang IPTEK maupun politik, birokrasi, pengusaha dan intelektual. 9. Proaktif membangun dan mengembangkan solidaritas umat dan manusia terhadap berbagai persoalan regional dan nasional yang menyangkut ketidakadilan, HAM dan kemanusiaan atau SARA.

B. PERAN GENERASI MUDA DALAM MENEGAKKAN NKRI

Setelah pengakuan Kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, para pelajar mulai memasuki babak baru dalam menegakkan NKRI yang saat pengakuan kedaulatan, negara Indonesia terpaksa berbentuk negara federal sesuai hasil perundingan Konferensi Meja Bundar yang diselenggarakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus s/d 2 November 1949. Rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang meresap dalam sanubari bangsa Indonesia ternyata tidak dapat dibendung, negara Republik Indonesia Serikat RIS akhirnya hanya berumur beberapa minggu saja. Pada tanggal 17 Agustus 1950 saat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia kelima Presiden Sukarno sebagai Presiden RIS menyatakan kembali kepada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 1 April 1951 Brigade XVII TNI dibubarkan dan seluruh anggota Brigade XVII TNI dapat memilih tetap di TNI atau melanjutkan sekolah. Bagi yang melanjutkan sekolah disediakan ikatan dinas berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1949, yang diatur oleh Kantor Urusan Demobilisasi Pelajar (KUDP). Pada kurun waktu 1950 s/d 1960 para pelajar lebih fokus untuk mencapai pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi untuk mengisi kemerdekaan yang telah dicapai dengan pengorbanan jiwa dan raga. Dan mereka setelah lulus pendidikan pemerintah saat itu banyak menyalurkan keahlian mereka sebagai tenaga-tenaga guru ke daerah-daerah sebagai usaha pemerataan pendidikan. Setelah masuk kurun waktu 1960 dimana saat itu berlangsung kampanye Pembebasan Irian Barat Trikora dan kampanye Ganyang Malaysia Dwikora, para pelajar saat itu memberikan dukungan secara tidak langsung.

Peran langsung para pelajar dan mahasiswa kembali terlihat setelah meletusnya pemberontakan berdarah G 30 S PKI, melalui demonstrasi KAMI dan KAPPI serta ormas

lainnya secara besar-besaran untuk menuntut kepada pemerintah 3 (tiga) tuntutan rakyat atau lebih dikenal dengan: Tritura 1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia 2. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur Partai Komunis Indonesia 3. Turunkan harga-harga. Perjuangan para pelajar dan mahasiswa beserta seluruh elemen masyarakat saat itu menghasilkan penyerahan kekuasaan Orde Lama dari Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966 yang kemudian disebut Orde Baru. Melewati kurun waktu ini para pelajar dan mahasiswa mulai mereda mereka kembali ke bangku sekolah dan kampus. Aktivitas mereka pada kurun waktu setelah 1970 lebih memfokuskan kepada pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Pada bulan Mei 1998 para pelajar dan mahasiswa kembali menunjukkan peran dalam Gerakan Reformasi Nasional yang bertujuan menumbangkan kekuasaan Orde Baru dalam hal ini Presiden Soeharto yang dianggap kurang demokratis dan penuh korupsi. Aksi mereka berujung pada pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

C. KONDISI NEGARA KESATUAN REPUBLIK IINDONESIA SAAT INI.

Setelah resesi ekonomi Indonesia tahun 1998 yang mengakibatkan jatuhnya Presiden Soeharto tenyata proses pemulihan ekonominya berjalan sangat lambat dan perlu diingat yang paling merasakan dampak resesi ekonomi adalah rakyat kecil karena pemerintah disibukkan menghadapi tuntutan demonstrasi-demonstrasi yang silih berganti. Masalah yang sangat mendasar saat ini adalah ancaman disintegrasi dan dampak globalisasi dalam memperjuangkan keutuhan NKRI. Bahaya laten gerakan separatisme disintegratif itu terlihat nyata di Indonesia, baik yang bersifat teritorial maupun ideologis. Untuk itu perlu dikumandangkan perlunya membangun kembali wawasan kebangsaan. Keadaan ini memerlukan instrospeksi diri dikalangan generasi muda apabila ingin tetap menjadi potensi bangsa dalam menjaga dan menegakkan NKRI, karena banyak generasi muda yang saat ini hanyut dalam euforia menuntut pelaksanaan Demokrasi dan Hak Azasi Manusia, tanpa mengindahkan falsafah hidup bangsa yaitu UUD 1945 dan Pancasila, sangat sangat mengecewakan sekali, karena mereka tidak segan-segan mengorbankan kehormatan dan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Sikap kebersamaan didasarkan atas keyakinan dan cinta tanah air selalu akan lebih baik dari pada memecahkan masalah dengan argumen pribadi atau kelompok sendiri. Apabila nilainilai kebangsaan diindahkan untuk menegakkan NKRI maka akan membuat pengambil keputusan negara ini dapat membuat kebijakan yang baik dan benar.

D . SIKAP PEMUDA TERHADAP PERSOALAN BANGSA

Potensi yang dimiliki oleh generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan bangsa. Persoalan bangsa, bahkan menuju pada makin memudarnya atau tereliminasinya jiwa dan semangat bangsa, sebagaimana yang dimaksudkan Socrates sebagai discovery of the soul . Berbagai gejala sosial dengan mudah dapat dilihat, mulai dari rapuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat, rendahnya sensitivitas sosial, memudarnya etika, lemahnya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, kedudukan dan jabatan bukan lagi sebagai amanah penederitaan rakyat, tak ada lagi jaminan rasa aman, mahalnya menegakan keadilan dan masih banyak lagi problem sosial yang kita harus selesaikan. Hal ini harus menjadi catatan agar pemuda lebih memiliki daya sensitivitas, karena bangsa ini sesungguhnya sedang menghadapi problem multidimensi yang serius, dan harus dituntaskan secara simultan tidak fragmentasi. Oleh karena itu, rekonstruksi nilai-nilai dasar bangsa ke depan perlu bberapa langkah strategis dalam mengatasi persoalan bangsa ; pertama, komitmen untuk meningkatkan kemandirian dan martabat bangsa. Kemandirian dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia adalah terpompanya harga diri bangsa. Seluruh aktivitas pembangunan sejauh mungkin dijalankan berdasar kemampuan sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat berdikari. Kedua, harmonisasi kehidupan sosial dan meningkatkan ekspektasi masyarakat sehingga berkembang mutual social trust yang berawal dari komitmen seluruh komponen bangsa. Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi korupsi, tidak boleh dipaksa tunduk pada kemauan pribadi pucuk pimpinan negara. Ketiga, penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa harus terjalin dalam satu kesatuan jiwa Kata kucinya adalah segera terwujudnya sistem kepemimpinan nasional yang kuat dan berwibawa di mata rakyat yang memiliki integritas tinggi (terpercaya, jujur dan adil), adanya kejelasan visi (ke depan) pemimpin yang jelas dan implementatif, pemimpin yang mampu memberi inspirasi (inspiring) dan mengarahkan (directing) semangat rakyat secara kolektif, memiliki semangat jihad, komunikatif terhadap rakyat, mampu membangkitkan semangat solidaritas (solidarity maker) atau conflict resolutor. Dan untuk pemuda, mereka harus mempu memperjuangkan sistem nilai-nilai yang merepresentasikan aspirasi, sensitivitas dan integritas para generasi muda terhadap gejala ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.

E. STRATEGI PEMUDA DALAM MEMPERKUAT KETAHANAN NASIONAL

Strategi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang berwawasan kebangsaan, cerdas, terampil, kreatif, memiliki daya saing dan berakhlak mulia adalah : 1. pemberdayaan generasi muda yang dilaksanakan harus terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh kembangnya wawasan generasi muda dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan generasi muda bangsa-bangsa lain. Usaha pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari tahap sebelumnya dan merupakan rangkaian yang berkelanjutan. 2. pemberdayaan generasi muda merupakan program pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral, harus dikoordinasikan sedini mungkin dari perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanserta melibatkan peran serta masyarakat. 3. menempatkan posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada tingkat tertentu diharapkan agar generasi muda dapat berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif. Dalam pelaksanaan strtategi ini, perlu dirancang rumusan hak dan kewajiban yang merupakan proses gradual semenjak kanak-kanak hingga mencapai usia dewasa. Proses gradual ini secara sosiologis merupakan proses sosialisasi (penanaman) nilai dan norma masyarakat sesuai dengan tahapan usianya. Proses ini dapat dikelompokkan sesuai usia; 0-6 tahun, 6-18 tahun, 18-21 tahun dan 21-35 tahun. Kelompok 6-18 tahun harus mulai melakukan interaksi sosial dalam rangka memperoleh keterampilan sosial sebagai bekal untuk menjadi orang dewasa sehingga ketika mereka mencapai usia kelompok berikutnya (usia 21-35 tahun), diharapkan mampu mencapai tingkat kematangan pemikiran sekaligus mampu menerapkannya dalam lingkungannya.

Namun demikian, perlu sarana kondusif untuk mencapai puncak kematangan sebuah generasi. Pemuda, dan masyarakat umumnya, memerlukan fasilitas untuk mencapai

kemandirian. Pertama, harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki pandangan yang positif dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi muda memiliki potensi, bakat, dan minat masing-masing. Kedua, pemberdayaan generasi muda membutuhkan suatu strategi kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan berarti kita harus menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai obyek, melainkan sebagai subyek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan. Ketiga, memberikan kesempatan dan kebebasan kepada para generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik. Kecenderungan untuk menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan lama ternyata justru menumbuhkan semangat berkompetisi.

Anda mungkin juga menyukai