BAB I Pendahuluan
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah diseluruh dunia. Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina, akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi pada kedua mata pada waktu yang tidak bersamaan. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan (jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu (diabetes mellitus). Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai pada usia anak-anak maupun dewasa. Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang progresif. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin dan keracunan obat. Katarak menyebabkan penurunan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena itu sangat penting untuk membahas katarak komplikata lebih mendalam.
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
yang dikenal zona germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi kearah ekuator, dan berdiferensiasi menjadi serabut-serabut.2 Setelah serabut-serabut baru mulai terbentuk, mereka menambah dan memadatkan serabut-serabut yang terbentuk sebelumnya, dengan lapisan tertua di bagian paling tengah. Serabut-serabut yang terluar merupakan serabut yang paling baru dibentuk dan membentuk korteks lensa. 2 Sutura lentis dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel apical (sutura anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Sutura Y terletak di dalam nucleus lentis, zona optis multiple dapat dilihat menggunakan biomikroskop slit-lamp. Zona perbatasan ini terjadi karena tingkatan sel-sel epitel dengan kepadatan optis yang berbeda yang menetap seumur hidup.2
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih. 4 Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit mata lain, dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Namun beberapa orang yang secara klinis memperlihatkan katarak yang cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan dengan oftalmoskop atau slitlamp dapat melihat cukup baik sehingga dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Yang lain mengalami penurunan ketajaman penglihatan berlebihan dibandingkan dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati. Hal ini disebabkan distorsi bayangan oleh lensa yang mengalami kekeruhan parsial. The Cataract Management Guideline Panel menganjurkan bahwa petunjuk terbaik untuk perlu tidaknya tindakan bedah adalah penilaian berdasarkan gambaran klinis dan uji ketajaman penglihatan Snellen dengan memperhatikan fleksibilitas berkaitan dengan kebutuhan fungsional dan visual spesifik pasien, lingkungan, dan faktor resiko lain-yang kesemuanya dapat berbeda-beda. 4 Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau menahan perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum berhasil.4
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
IV.I.2. Uveitis Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan slit lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses peradangan akut. Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan berulang, maka
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
sel-sel radang melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan komplikasi. Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior. Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular yang melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus, total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit kalsium dapat diamati pada kapsul anterior atau dalam substansi lensa.2
IV.I.3. Miopia Maligna Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek. Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang merupakan proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena lensa pada miopia kehilangan transparasi sehingga menyebabkan katarak. 5
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
IV.II.2. Galaktosemia Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa menjadi glukosa yang diwariskan secara autosom resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4-epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat, dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan galaktosa. Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali, jaundice, dan defisiensi mental muncul pada beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya substansi galaktosa reduksi non glukosa di urin. Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak, biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Akumulasi galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan peningkatan tekanan osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran tetesan minyak pada retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembang menjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah mengeliminasi susu dan produk susu dari diit. Pada beberapa kasus, pembentukan katarak awal dapat dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit. Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik.2
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
10
IV.II.3. Hipokalsemia (Katarak Tetani) Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul sebagai hasil dari perusakan yang tidak disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak diantara kapsul lensa dan biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa yang jernih. Kekeruhan ini mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.2
IV.III. Trauma
IV.III.1. Katarak Diinduksi Radiasi Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion; bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara klinis. Periode laten ini berhubungan dengan dosis radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan subkapsular anterior yang halus menjalar kearah ekuator lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi kekeruhan lensa total. Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan radiasi inframerah dan panas yang terus menerus ke mata pada waktu yang lama dapat menyebabkan lapisan terluar kapsul lensa anterior mengelupas dan menjadi lapisan tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang terlihat saat ini. Katarak kortikal mungkin berkaitan dengan keadaan ini. Radiasi ultraviolet. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa lensa rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet pada daerah UVB 290-320 nm. Bukti epidemiologis dan penelitian berbasiskan populasi mengindikasikan bahwa paparan jangka
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
11
lama terhadap UVB dari paparan sinar matahari berhubungan dengan peningkatan risiko katarak kortikal dan subkapsular posterior.2 IV.III.2. Mekanis IV.III.2.1. Trauma Tembus dan Trauma Tak Tembus Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler. Trauma fisik baik tembus maupun tidak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan COA masuk ke dalam lensa dan timbul katarak. Trauma tak tembus (tumpul) dapat menimbulkan katarak dengan berbagai bentuk : a. Vossious ring Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk vossious ring yaitu lingkaran yang terbentuk oleh granula coklat kemerah-merahan dari pigmen iris dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin vossious cenderung untuk menghilang sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan tersebar dapat ditemui sesudah menghilangnya pigmen. b. Roset (bintang) Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera sesudah trauma tetapi dapat juga beberapa minggu sesudahnya. Trauma tumpul mengakibatkan perubahan susunan serat-serat lensa dan susunan sisten suture (tempat pertemuan serat lensa) sehingga terjadi bentuk roset. Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga menetap. c. Katarak zonuler atau lamellar Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah trauma. Penyebabnya karena adanya perubahan permeabilitas kapsul lensa yang mengakibatkan degenerasi lapisan korteks superfisial. Trauma tumpul akibat tinju atau bola dapat menyebabkan robekan kapsul, walaupun tanpa trauma tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui robekan kapsul ini dan bila diabsorbsi maka mata akan menjadi afakia. Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering mengakibatkan kekeruhan korteks pada sisi yang rupture, biasanya berkembang secara cepat menjadi kekeruhan total. Kadang-
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
12
kadang trauma perforasi kecil pada kapsul lensa dapat sembuh, sehingga menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.5
IV.III.2.2 Pasca Bedah Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatic yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah dua hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah trauma yang memecah lensa. Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi. Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya. 1
IV.IV. Kimia
IV.IV.1. Obat-obatan Kortikosteroid Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior. Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan semprot hidung.
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
13
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan. Fenotiazin Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di epithelium lensa anterior dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian obat. Deposit lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin, terutama klorpromazin dan thloridazin, daripada jenis yang lainnya. Miotikum Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium bromide dapat menyebabkan katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasienpasien setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah posterior kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat berubah juga. 2
IV.IV.2. Trauma Basa Trauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan timbulnya katarak, selain merusak kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa mempenetrasi mata, menyebabkan peningkatan pH aqueous dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat aqueos. Pembentukan katarak kortikal dapat terjadi secara akut atau sebagai efek yang tertunda dari trauma kimia. Karena asam cenderung mempenetrasi mata tidak semudah basa, trauma asam jarang menyebabkan pembentukan katarak.2
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
14
BAB V Terapi
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kacamatanya, menggunakan kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Indikasi operasi : a. Pada bayi : kurang dari 1 tahun Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja b. Pada usia lanjut Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glaucoma, meskipun visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan operasi setelah keadaan menjadi tenang
Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang yang terpelajar 5/20
Dua macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa : a. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan mencegah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Robekan tersebut diambil melalui insisi limbus superior yang lebarnya 140-1600. Insisi Limbus yang kecil akan mempermudah penyembuhan luka pasca bedah. Setelah kapsul anterior dirobek dan diambil, inti dekstraksi, dan korteks lensa diirigasi dan diaspirasi agar keluar dari mata, sedangkan kapsul posterior dipertahankan tetap pada tempatnya. Larutan larutan yang dapat dipakai untuk irigasi lensa ada bermacam macam, yaitu : Nacl
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
15
0,9% larutan Ringer dan larutan BSS yang merupakan larutan yang relatif lebih baik. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.5 b. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonulla zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsuler tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.1
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
16
BAB VI Kesimpulan
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Kedepan berhubungan dengan cairan bilik mata, kebelakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung pada prosesus siliaris oleh zonula zinnia, yang melekat pada ekuator lensa. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel untuk menyerap air dan elektrolit untuk makanannya. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal dan sistemik, miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007 2. Leo. Lens and Cataract. Ed 11. Jakarta : 2004
3. http://majiidsumardi.blogspot.com/2011 4. Vaughan Daniel, Asbury Taylor : Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika.
Jakarta : 2000 5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta : 1993
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD Kota Semarang (Periode 30 April 2011 2 Juli 2011)
18