Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS

Pembimbing : Prof. dr Supomo Sukardono, Sp. THT-KL (K)

Disusun oleh :
Jorza Sepmiko 2009.061.312

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Maret April 2011 I. IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis kelamin Suku bangsa Tanggal periksa II.

: An. Dj : 15 tahun : Laki-laki : Jawa : 30 Maret 2011

ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis) : sakit menelan

Keluhan Utama

Riwayat Penyakit Sekarang : 4 hari SMRS, pasien merasa badannya panas. Panas naik dan turun dengan kompresan, tidak diukur. Pasien juga mengeluhkan kepalanya terasa pusing, mata terasa bengkak, hidung mampet, batuk berdahak serta pilek. Dahak kental, berwarna coklat sebanyak 1,5 sendok makan. Pasien kadang kadang merasa kedua telinganya berbunyi kresek, kresek. Semenjak sakit, suara pasien menjadi sengau dan leher terasa sakit bila menelan, pasien menjadi sulit makan. Pasien tidak merasa sesak di dada ataupun kesulitan bernafas. Pasien merasa mual dan muntah 1 kali 1 hari SMRS, berisi makanan berwarna coklat, tidak ada darah. Berat badan pasien tetap, tidak menurun. Tidak ada keluhan berkemih ataupun buang air besar. Pada saat pasien tertidur, ibu pasien mendengar bunyi ngorok dari anaknya. Pasien tetap beraktivitas seperti biasanya. Kebiasaan : Pasien suka makan gorengan (tahu dan tempe) berkali kali dalam sehari dan indomie telur, setiap hari makan snack (chiki) sebanyak 1-2 bungkus. Setelah makan tidak suka minum. Air untuk minum adalah air dingin dari kulkas. Pasien tidak suka makan nasi, kebanyakan makan kentang goreng. Riwayat Penyakit Dahulu :

Batuk, panas, dan pilek Pertama kali merasa tidak enak di leher sejak kelas 4 SD (sekarang sudah kelas 3 SMP) : sudah ada pembesaran. Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah Ibu : Sehat, riwayat penyakit TBC tidak ada, riwayat menderita tumor tidak ada, riwayat kelainan kongenital tidak ada : Ibu pernah dioperasi amandel pada saat kelas 5 SD, riwayat penyakit TBC tidak ada, riwayat menderita tumor tidak ada, riwayat kelainan kongenital tidak ada. Kakak : Sehat. Riwayat operasi amandel tidak ada.

Riwayat Pengobatan : Pasien belum melakukan pengobatan Imunisasi lengkap III. HASIL PEMERIKSAAN Keadaan umum : Pasien tampak sadar penuh (compos mentis), status gizi kurang, status tumbuh kembang baik. Tanda vital Suhu Tekanan darah Respirasi Laju nadi Pemeriksaan fisik : o Inspeksi wajah allergic shinner -, allergic salute - , allergic crease , adenoid face + o Pemeriksaan hidung : 37,00C : 110/70 mmHg : 20 x/menit, teratur : 80 x/menit, teratur-kuat-penuh

- inspeksi dan palpasi hidung luar - rinoskopi anterior - rinoskopi posterior

: dbn : dbn : dbn

o Pemeriksaan telinga - inspeksi - palpasi - otoskopi AD/AS : aurikula dan tragus tidak ada kelainan : nyeri tekan tragus : dbn

o Pemeriksaan mulut dan orofaring Tonsil hipertrofi, T4/T4 (kissing tonsil) Hiperemis Kriptae melebar Eksudat Pseudomembran Uvula dbn Post nasal drip

o Pemeriksaan leher : tidak terlihat dan tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening IV. RESUME 4 hari SMRS, febris, sefalgia, mata terasa bengkak, hidung mampet, batuk berdahak, rinorea. Dahak kental, berwarna coklat sebanyak 1,5 sendok makan, kedua telinganya berbunyi kresek, kresek, suara sengau, disfagia, odinofagia, mual, muntah, berisi makanan berwarna coklat, stridor. Adenoid face, Tonsil (T/4/T4, hipermis, kripta lebar, detritus) Kebiasaan : suka makan gorengan berkali kali dan snack (chiki) sebanyak 1-2 bungkus perhari. Setelah makan tidak suka minum, minum air dingin kulkas (+), minum susu (+). Riwayat Penyakit Dahulu : Batuk, febris, rinorea Pertama kali merasa tidak enak di leher sejak kelas 1 SD (sekarang sudah kelas 4 SD) : sudah ada pembesaran. Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah Ibu Kakak : Sehat, riwayat penyakit TBC -, riwayat menderita tumor -, riwayat kelainan kongenital : Riwayat tonsilektomi +, riwayat : Sehat. Riwayat tonsilektomi -. penyakit TBC -, riwayat menderita tumor -, riwayat kelainan kongenital -.

Riwayat Pengobatan : -, imunisasi lengkap (Tabel Diagnosis Banding Terlampir)

Diagnosis Banding Quinsy Tonsilitis akut Hipertrofi adenoid Pemeriksaan mulut dan orofaring V. Tonsil hipertrofi, T4/T4 (kissing tonsil) Hiperemis Kriptae melebar

DIAGNOSIS KERJA Rhinitis Akut Faringitis Akut Tonsilitis Kronis eksaserbasi Akut

VI.

PENATALAKSANAAN Konservatif Medikamentosa Klindamisin Kotrimoksazol Kalium diklofenak Paracetamol Methyl Prednisolone Oxymethazoline 0,05% NS Tindakan Edukasi : kumur air garam hangat 3 kali/hari : (3 x 300 mg) (2 x 500 mg) (2 x 50 mg) (4 x 50 mg, prn) (2 x 4 mg) (3 x 2 spray)

: Pro tonsilektomi : Tidak makan gorengan, minum air putih biasa minimal 8 gelas sehari, makan makanan bergizi

VII.

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : bonam : bonam : bonam

TONSILITIS

I.

DEFINISI

Tonsilitis adalah : peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari Cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfe yang terdapat dalam rongga mulut; yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne infection), tangan, dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur; terutama pada anak anak. II. KLASIFIKASI

Tonsilitis Akut A. Etiologi Tonsilitis bakterialis supurativa akut paling sering disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A, meskipun pneumokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Virus Epstein barr adalah penyebab yang tersering dan Coksakie dapat menyebabkan luka kecil kecil pada palatum dan tonsil. Kadang kadang streptokokus non hemolitikus atau Streptococcus viridans ditemukan dalam biakan, biasanya pada kasus kasus berat. Streptokokus non hemolitikus dan Streptococcus viridans mungkin dibiakkan dari tenggorokan orang yang sehat, khususnya pada bulan bulan musim dingin. Sedangkan pada saat epidemi infeksi pernafasan akut, Streptokokus hemolitikus dapat ditemukan dalam tengggorokan orang yang kelihatannya sehat.

B. Patologi Terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila dengan pengumpulan leukosit, sel sel epitel mati, dan bakteri patogen dalam kripta. Mungkin adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat menjelaskan variasi dari fase fase patologis berikut : 1. peradangan biasa daerah tonsila saja 2. pembentukan eksudat 3. selulitis tonsila dan daerah sekitarnya 4. pembentukan abses peritonsilar 5. nekrosis jaringan Macam macam bentuk tonsil : tonsilitis folikularis : tonsilitis akut + detritus tonsilitis lakunaris : bercak detritus menjadi satu, membentuk alur alur. Bercak detritus dapat melebar menjadi membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. C. Gejala Penderita mengeluh sakit tenggorokan dan beberapa derajat disfagia, dan pada kasus yang berat, penderita dapat menolak untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita tampak sakit akut dan pasti mengalami malaise. Suhu biasanya tinggi, kadang kadang mencapai 400C. Nafasnya bau. Mungkin terdapat otalgia dalam bentuk nyeri alih. Kadang kadang otitis media merupakan komplikasi peradangan pada tenggorokan. Seringkali terdapat adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Tonsila biasanya berbercak bercak dan kadang kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu abuan atau kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul dan membentuk membran, dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal.

D. Pengobatan Pada umumnya, penderita dengan tonsilitis akut dan menderita demam sebaiknya tirah baring, diberikan cairan adekuat, serta diet ringan. Aplikasi lokal seperti obat tenggorokan, dianggap mempunyai arti yang relatif kecil. Analgesik oral efektif dalam mengendalikan rasa tidak enak. Efektifitas obat kumur sampai sekarang masih dipertanyakan. Apakah benar bahwa kegiatan berkumur tidak membawa banyak cairan berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal, cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina. Walaupun pengalaman klinis menunjukkan bahwa berkumur yang dilakukan dengan rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit. Kecuali kalau diinstruksikan khusus, penderita mungkin merasa bahwa pengobatan telah selesai bila satu gelas cairan obat kumur hangat telah digunakan. Hal ini tidak adekuat. Penderita sebaiknya diberi petunjuk untuk menggunakan tiga gelas penuh cairan obat kumur setiap kali. Gelas pertama sebaiknya hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat. Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara khusus pada penderita untuk menggunakan cairan obat kumur setiap dua jam. Hal yang praktis adalah memberikan daftar waktu untuk setiap kali pengobatan sehingga penderita dapat mencoret setiap pengobatan yang telah dilakukan sampai selesai. Hal ini akan meyakinkan bahwa sejumlah besar instruksi telah diselesaikan dengan tepat. Mungkin bahwa panas dari cairan obat kumur lebih efektif dibandingkan isi obat obatan di dalamnya. Cairan cairan berikut, juga ramuan obat tersedia yang dijual bebas berguna : cairan saline isotonik (setengah sendok teh garam dalam 225 ml air hangat) bubuk sodium perborat (satu sendok teh bubuk dalam 225 ml air hangat). Hal ini terutama berguna pada Infeksi Vincent atau penyakit mulut.

Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Jika dianjurkan adalah pilihan pengobatan untuk faringitis bakterialis akut, penisilin masih obat pilihan, kecuali kalau organismenya resisten atau penderita sensitif terhadap penisilin. Pada kasus tersebut, eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan untuk seluruh perjalanan klinis, antara 5 sampai 10 hari. Jika Streptokokus beta hemolitikus grup A dibiak, penting untuk mempertahankan terapi antibiotik yang adekuat untuk 10 hari guna menurunkan kemungkinan dari komplikasi non supurativa seperti penyakit jantung rematik dan nefritis. Suntikan dosis tunggal 1,2 juta unit benzatin penisilin intramuskular juga efektif dan disukai jika terdapat keraguan bahwa penderita telah menyelesaikan seluruh terapi antibiotik oral. Penderita tertentu tetap menunjukkan biakan positif setelah pengobatan yang adekuat dengan penisilin. Mekanisme untuk ini tampaknya paling mungkin adalah dihasilkannya beta laktamase oleh organisme yang hidup bersama, seperti : Branhamella catarrhalis, yang seringkali terdapat dalam flora mulut campuran. Percobaan dengan klindamisin dianjurkan untuk membasmi organisme organisme yang resisten ini. E. Komplikasi Pada anak sering terjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis, serta septikemia akibat infeksi V. Jugularis interna (Sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil, pasien akan bernafas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea, yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

Tonsilitis membranosa Penyakit yang termasuk golongan ini adalah : a. tonsilitis difteri b. tonsilitis septik (septic sore throat) c. Angina Plaut Vincent d. Penyakit kelainan darah, seperti : leukemia akut, anemia pernisiosa, neutropenia maligna, serta infeksi mononukleosis. e. Proses spesifik lues dan TB f. Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis, blastomikosis g. Infeksi virus morbili, pertusis, dan skarlatina Tonsilitis Kronik A. Etiologi Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah : rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebab sama dengan tonsilitis akut, tapi kadang kadang kuman berubah menjadi gram negatif. B. Patologi Jaringan limfoid tergantikan oleh jaringan parut, sehingga kripti melebar. Detritus mengisi kripti ini. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan mengakibatkan perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula. C. Diagnosis Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosis sebagian besar tergantung pada inspeksi. Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukkan kategori tonsilitis kronis.

Pada satu jenis, tonsila membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat yang seringkali purulen. Pada beberapa kasus, satu atau dua kripta membesar dan suatu bahan seperti keju atau seperti dempul amat banyak dapat diperlihatkan dari kripta. Infeksi kronis biasanya berderajat rendah adalah nyata. Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan, di mana tepinya adalah hiperemis, dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari kripta. Biakan tonsila dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relatif rendah dan pada kenyataannya, jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus. Ditemukan juga nafas yang berbau dan rasa mengganjal di tenggorokan D. Pengobatan Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus kasus di mana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif, gagal untuk meringankan gejala gejala. Penatalaksanaan medis temasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang. E. Komplikasi Rhinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen, dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridoksiklitis, dermatitis, pruritis, urtikaria, dan furunkulosis.

TONSILEKTOMI A. Indikasi absolut 1. timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis. 2. hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur. 3. hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta. 4. biopsi eksisi yang dicurigai keganasan. (limfoma) 5. abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. 6. tonsilitis yang menimbulkan kejang demam. B. Indikasi relatif 1. terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberi pengobatan medis yang adekuat. 2. halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak memberi respon dengan pemberian medis. 3. tonsilitis kronis atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan antibiotik (kuman resisten terhadap beta laktamase / episode berulang dari infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A) . Sekarang ini, di samping indikasi indikasi absolut, indikasi tonsilektomi yang paling dapat diterima pada anak anak adalah berikut ini : 1. serangan tonsilitis berulang yang tercacat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat) 2. tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan patogenik (keadaan karier) 3. hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya : penelanan) 4. hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan setelah infeksi mononukleois (biasanya pada dewasa muda) 5. riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk.

6. radang tonsil kronis yang menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda). 7. hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas. 8. tonsilitis berulang atau kronis yang persisten. Kontraindikasi 1. infeksi pernafasan bagian atas yang berulang 2. infeksi sistemik atau kronis 3. demam yang tidak diketahui penyebabnya 4. pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi 5. rhinitis alergika 6. asma 7. diskrasia darah 8. ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh 9. tonus otot yang lemah 10. sinusitis berhubungan dengan adenopati servikal

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E.A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta. 2006. Hal 176 - 184 2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Minnesota. 1997. Hal 320 - 355

Anda mungkin juga menyukai