Anda di halaman 1dari 8

Instrumen pemerintah Yang dimaksud dengan instrumen pemerintahan adalah alat atau sarana yang digunakan oleh pemerintah

atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. Instrumen pemerintahan merupakan bagian dari instrumen penyelenggaraan negara secara umum (pemerintahan dalam arti luas). Pada dasarnya, pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling tidak dilakukan oleh 3 lembaga(organ), yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif, dan yudikatif. Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara, masingmasing organ negara tersebut diberikan kewenangan untuk mengeluarkan instrumen hukumnya . Pemerintah sebagai salah satu organ Negara diberikan tugas untuk mengurus berbagai segi kehidupan masyarakat. Untuk itu pulalah pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan administrasi negara (TUN) melalui instrumen hukum tersebut. Secara garis besar, perbuatan administrasi Negara (TUN) ini dapat dikelompokkan kedalam 3 macam perbuatan yaitu:
y y y

Mengeluarkan peraturan prundang -undangan(Regeling) Mengeluarkan keputusan(Basicing) Melakukan perbuatan Materil

Sebelum diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), istilah keputusan digunakan secara bersamaan untuk hal yang bersifat pengaturan (regeling) dan hal yang bersifat penetapan (beschikking). Misalnya, dulu ditemukan Keputusan Presiden yang bersifat pengaturan dan juga ada Keputusan Presiden yang bersifat penetapan. Begitu juga di tingkat menteri atau pejabat-pejabat lainnya. Namun, dengan diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 dibedakan secara tegas antara istilah peraturan dan keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan, maka sebutannya adalah peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan adalah keputusan. Dengan demikian, yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah peraturan. Oleh karena itu, setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur seharusnya menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan keputusan. Keputusan hanya digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan saja, misalnya pengangkatan seseorang dalam jabatan, kenaikan pangkat, penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya. 1. Peratuaran Perundang-undangan Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan peratu ran perundangundangan, Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat

secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peraturan perundangundangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan unsur-unsur antara lain:
o o o o

Waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja Tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja, Orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, Fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu saja, tetapi untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-ulang.

Menurut UU NO.10 Thn 2004,Susunan/Hierarki perundang -undangan terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. UUD 1945 dan perubahan UUD 1945 Undang-undang/perpu Peraturan pemerintah(PP) Peraturan President(Perpes) Peraturan Daerah(Perda),

2. Keputusan Tata Usaha Negara


Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004, unsur utama dari Keputusan TUN adalah: 1) merupakan penetapan tertulis, 2) dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, 3) merupakan tindakan hukum TUN yang berdasarkan pada peraturan perundang undangan, 4) bersifat konkret, individual, dan final, 5) menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukumperdata.

3.Peraturan Kebijakan Keberadaan peraturan kebijakan tidak terlepas dari kewenangan bebas dari pemerintah yang dikenal dengan freies Ermessen. Freies Ermessen merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies Ermessen diberikan kepada pemerintah karena fungsi pemerintah atau administrasi negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan umum, berbeda dengan fungsi yudisial yang berfungsi menyelesaikan sengketa. Keputusan yang diambil oleh pemerintah lebih mengutamakan pencapaian tujuan (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum (rechmatigheid).

Batas-batas fress emmersen 1. ditujukan untuk melaksanakan tugas pelayanan publik; 2. merupakan tindakan yang aktif dari administrasi negara; 3. tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum; d) tindakan tersebut diambil atas inisiatif sendiri; 4. tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara tiba-tiba; 5. dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, freies Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut:
y

y y

Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelesaian secara kongkret atas suatu masalah, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera; Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya; Aparat pemerintah tersebut diberi kewenangan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya merupakan kewenangan aparat yang lebih tinggi tingkatannya.

Ada 2 kemungkinan kedudukan pemerintah dalam menggunakan instrumen hukum keperdataan, yaitu: I. Pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan hukum keperdataan dengan kedudukan yang tidak bebrbeda dengan orang perseorangan atau badan hukum perdata Pemerintah menggunakan Instrumen hokum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan orang perseorangan atau badan hokum

II.

Bentuk instrumen hukum keperdataan yang lazim dipergunakan oleh pemerintah adalah perjanjian, yang antara lain dapat berbentuk:
o o o o

Perjanjian perdata biasa; Perjanjian perdata dengan syarat-syarat standar; perjanjian mengenai pelaksanaan kewenangan publik; Perjanjian mengenai kebijakan pemerintah.

Soerjono Soekanto mengemukakan ada dua pengertian penegakkan hukum, yaitu: 1. Pengertian dalam arti luas yang mencakup 1. Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian; 2. Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau Penegak Hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi; 3. Segi Adminsitratif seperti proses peradilan, pengusutan, penahanan, dan seterusnya; 4. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan; 5. Batas-batas wewenang antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer, dan Pengadilan Agama. 2. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup penerapan hukum oleh lembaga lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya), kejaksaan dan kepolisian Pendapat berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang menyatakan bahwa penegakan hukum itu maknanya adalah pelaksanaan hukum itu atau implementasi hukum itu sendiri. Dalam pelaksanaan hukum akan terkait dengan tiga komponen, yaitu: 1. Adanya seperangkat peraturan yang berfungsi mengatur prilaku manusia menyelesaikan sengketa yang timbul diantar anggota masyarakat. 2. Adanya seperangkat orang atau lembaga yang melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak dilanggar. 3. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam penegakan hukum, yaitu: 4. a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi; 5. b. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal; 6. c. Peraturan harus banyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara obyektif dapat ditentukan; 7. d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena peraturan itu dan mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum). APARAT PENEGAK HUKUM : Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak hukum Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan.

Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (ii) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan (iii) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata. PENEGAKKAN HUKUM BERDASARKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Ten Berge menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi negara meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, dan juga adanya jaminan terhadap masyarakat dari tindakan-tindakan pemerintahan sebagai konsekuensi konsep welfarestate pemerinta campur tangan sangat luas dalam kehidupan masyarakat seperti bidang politik, agama, sosial, budaya, dan sebagainya, perlu adanya perlindungan kepentingan masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk pengawasan terhadap kegiatan pemerintah. Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa a. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/ organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan atas: Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/ struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah b. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau kontrol dibedakan atas: Kontrol a-priori terjadi bila pengawasan dilaksanakan sebelum

dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah c. Ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari Kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah Kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid) dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya

1. Pengawasan Intern Pengawasan atau kontrol intern Adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control). Pengawasan intern dapat dibedakan antara: (a).Pengawasan intern dalam arti sempit; dimana antara pejabat yang diawasi itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam satu lembaga. Contoh: Insperktorat Jenderal (Irjen) Departemen Dalam Negeri dan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota, masing-masing bernaung dalam DEPDAGRI. Pengawasan intern dalam arti sempit ini dapat dilihat sebagai aktivitas yang dilakukan oleh komponen-komponen eksekutif sendiri demi mendukung dan mengamankan tanggung jawab pimpinan. (b) Pengawasan intern dalam arti luas. pengawasan ini pada hakikatnya sama dengan pengawasan intern dalam arti sempit. Perbedaannya hanya terletak pada adanya korelasi langsung antara pengawas dan pejabat yang diawasi, artinya pengawas yang melakukan pengawasan tidak bernaung dalam satu Departemen/Lembaga Negara, tetapi masih berada dalam satu kelompok eksekutif, dalam arti aparat pengawas tersebut diangkat dan bertanggung jawab kepada pimpinan eksekutif. Aparat yang melakukan pengawasan dalam arti luas adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2. Pengawasan Ekstern Adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di luar lingkungan unit organisasi yang bersangkutan yang tidak mempunyai hubungan kedinasan dengan unit organisasi yang diawasi Pengawas tidak tunduk terhadap pimpinan organisasi/unit kerja yang diawasinya. Oleh karenanya obyektivitas pemeriksaan dapat dipertahankan Pengawasan intern dilakukan bukan untuk kepentingan unit organisasi yang diawasi, tetapi untuk kepentingan masyarakat

atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang pengawasan Contoh pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan negara oleh pemerintah. 3. Pengawasan a-priori Pengawasan a-priori Adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun sebelum dilaksanakan nya suatu kegiatan. Oleh karena itu, pengawasan ini dapat pula dikatakan sebagai pengawasan preventif. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpanganpenyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun dalam penerbitan keputusan atau ketetapan oleh pemerintah. Pengawasan a-priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur ataupun persyaratan-persyaratan yang harus ditempuh ataupun dipenuhi sebelum suatu keputusan atau ketetapan dikeluarkan, ataupun suatu tindakan dilaksanakan oleh pemerintah. Prosedur-prosedur atau syarat-syarat mana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan atau ketetapan ataupun tindakan pemerintah. 4. Pengawasan a-posteriori Pengawasan a-posteriori dapat pula dikatakan sebagai pengawasan represif. Pengawasan a-posteriori adalah pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun setelah kegiatan dilakukan. Dalam hal keputusan atau ketetapan pemerintah, maka pengawasan jenis ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan keputusan atau ketetapan tersebut, apakah dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan tujuan atau maksud diterbitkan keputusan atau ketetapan tersebut. Dalam hal kegiatan pemerintah, lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, dengan pengawasan represif dimaksudkan untuk mengetahui apkah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan MACAM-MACAM SANKSI DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA a. b. c. d. Paksaan Pemerintahan (Bestuurswang/Politiedwang) Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom) Pengenaan Denda Administratif

Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain: I. Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986) Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri. Bentuk upaya administrasi: 1. Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan. 2. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu. II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986) Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 pihak, yaitu:
y

Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat atau di daerah. Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai