Anda di halaman 1dari 274

Memoir Suster Lucia

Edisi Pertama, Juli 2005 Cover depan : Suster Maria Lucia dari Yesus dan dari Hati Maria yang tak bernoda dalam kunjungan ke Loca do Cabeco (16 Mei 2000) Cover belakang: Basilika Fatima dengan potret kedua gembala cilik, setelah beatifikasi mereka pada 13 Mei 2000 ISBN: 972-8524-49-8

Memoir Suster Lucia

Disunting oleh Romo Luis Kondor, SVD Pengantar oleh Romo Joaquin M. Alonso, CMF (almarhum 1981) Diterjemahkan oleh T. Hermaya dan Felicianus Kanisius Sila

Secretariado dos Pastorinhos FATIMA, PORTUGAL

Imprimatur, Fatimae, Julii 2005 Seraphinus, Episc. Leir.-Fatimensis

PENGANTAR PENYUNTING
Penerbitan edisi ketiga belas jilid pertama Memoir Suster Lucia dalam bahasa Inggris sudah selesai, termasuk teks Apendiks III sebagaimana disajikan dalam edisi kesebelas. Pada keempat Memoir yang pertama, yang ditulis atas perintah Uskup Leiria, Jose Alves Correia da Silva, dan pada Apendiks I dan II, kisah-kisah tentang penampakan-penampakan di Pontevedra dan Tuy sebagai pemenuhan janji tanggal 13 Juli 1917: ... aku akan datang untuk minta Penyerahan Rusia kepada Hatiku Yang tak Ternoda dan Komuni Silih pada hari-hari Sabtu pertama sekarang digabung dengan teks dokumen penting yang berjudul Pesan dari Fatima, dengan bagian ketiga dari rahasia tersebut, yang oleh Paus Yohanes Paulus II diserahkan kepada Konggregasi Kudus untuk Pengajaran Iman dengan tugas mengumumkannya setelah mempersiapkan sebuah komentar yang memadai. Begitulah, dengan terbitnya bagian ketiga rahasia yang diterima dari Ibu Kita oleh ketiga gembala kecil tanggal 13 Juli 1917 (lihat Apendiks III), seluruh Pesan dari Fatima sekarang ini tercakup dalam jilid pertama ini. Keempat Memoir pertama ini, selain Penampakanpenampakan Malaikat dan Ibu Kita, melukiskan pula bagaimana Gembala-gembala kecil menjawab dengan berani permintaanpermintaan Bunda Maria, dan di situ mereka memperlihatkan kepada setiap orang, dan dengan cara istimewa kepada anak-anak, sebuah jalan yang pasti menuju kekudusan. Tulisan yang diberi judul Memoir Kelima (tentang ayahnya) dan Memoir Keenam (tentang ibunya) ditulis oleh Suster Lucia, di Biara Karmel Coimbra, diterbitkan dalam jilid tersendiri yakni Memoir Suster Lucia II. Beatifikasi Francisco dan Jacinta Marto (13 Mei 2000) menandai sebuah era baru bagi Gereja. Bapa, kepadaMu aku menyampaikan pujian, sebab Engkau telah mengungkapkan hal-hal ini kepada anak-anak yang paling hina. Sekarang ini pujian Yesus mengambil bentuk khidmad beatifikasi Gembala-gembala Kecil, Francisco dan Jacinta. Dengan upacara ini Gereja ingin menempatkan dua batang lilin di tempat lilin. Dua batang lilin yang telah dinyalakan Tuhan untuk menerangi
5

umat manusia dalam masa-masa yang gelap dan cemas ini... Semoga pesan kehidupan mereka tetap hidup untuk menerangi jalan umat manusia (Kotbah Paus Yohanes Paulus II, di Fatima, pada Misa Beatifikasi). Isi dari Memoir-memoir ini menjadi alasan kuat untuk usaha besar yang digunakan dalam mempersiapkan edisi baru ini. Atas izin yang murah hati dari Uskup Leiria-Fatima, Serafim de Sousa Ferreira e Silva, kami telah menggunakan naskah-naskah asli empat Memoir pertama. Kami juga menggunakan karya biarawan Claresian, Pater Dr. Joaquin Maria Alonso, (wafat 1981) dan kami mengandalkan bantuan Pater Dr. Luciano Cristino, Direktur dari Pusat Studi dan Difusi Basilik Fatima. Dengan ini, kami menyampaikan ungkapan terima kasih atas bantuan mereka yang berharga, atas nama kami dan semua pembaca jilid ini. Demikianlah, dalam edisi baru ini, kepada Anda para pembaca yang budiman, disampaikan kepastian kata-kata Suster Lucia sejauh mungkin, meskipun telah dikoreksi tulisannya dan penyajiannya dalam dialog-dialog, dengan harapan agar kata-kata itu merasuki lubuk hati Anda dan berakar dalam ketaatan yang penuh semangat terhadap Roh Kudus. Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan atas rahmat bahwa sekarang di tangan kami tersedia karya lengkap tentang Pesan dari Fatima, yang akan begitu banyak menolong mengetahui dan mencintai semakin lama semakin hebat Bunda Allah yang kudus dan Bunda kami juga.

Romo Luis Kondor, SVD Wakil Postulator bagi alasan-alasan kanonisasi Beato Francisco dan Beata Jacinta.

PENGANTAR MEMOIR-MEMOIR SUSTER LUCIA


Menjelang pengantar yang sesungguhnya untuk seluruh penerbitan Memoir-Memoir, pembaca kiranya akan menyambut baik sebuah penyajian pendek tentang maksud-maksud kami, batas-batas yang telah kami tentukan untuk kami sendiri, dan prosedur kerja yang kami tempuh. Edisi Memoir-Memoir Suster Lucia ini adalah terjemahan sejati dan setia atas teks Portugis surat-surat asli yang disimpan di arsip Keuskupan di Leiria. Kami berhutang budi kepada Yang Mulia Bapa Uskup Dom Serafim Ferreira e Silva, atas izinnya untuk menerbitkan naskah itu. Terbitan ini tentu saja bukanlah edisi kritis dalam arti sempit. Kami menerjemahkan teks-teks asli, dan mengungkapkan kembali kata-kata penulisnya sendiri, dengan setiap ketepatan dan keandalan yang mungkin. Edisi final dan kritis sedang diterbitkan dalam bahasa Portugis sebagai karya mendetail. Karya yang sekarang ini, oleh karenanya, adalah edisi populer dan sederhana atas sebuah teks yang berharga, yang akan mengagetkan dunia. Kami tidak menyebutnya populer agar dibebaskan dari tuntutan-tuntutan kritik sastra, meskipun kami tidak ingin memenuhi semua tuntutan itu di sini; misalnya, tidaklah perlu untuk menarik perhatian para pembaca kami ke semua rujukan dan sumber-sumber yang mendukung pernyataan-pernyataan kami. Mereka boleh tetap yakin bahwa dalam pengantar dan dalam catatan-catatan, kami tidak akan membuat satu pernyataan pun yang tak kami dukung dengan bukti dalam edisi kritis yang kami harap akan terbit tak lama lagi. Tetapi karya populer semacam itu, bagaimana pun, tentulah memiliki sejumlah pembatasan. Tidaklah perlu memperbanyak rujukan dan catatan. Agar supaya para pembaca dapat memahami teksnya tanpa kesulitan, kami menyajikan keterangan-keterangan yang perlu di mana kami merasa bahwa pilihan kata-kata atau alur gagasan si penulis memerlukan keterangan. Ini pun merupakan landasan prosedur kerja kami. Kami merasa tak perlu menyunting teks seperti teksnya Lucia itu yang pada dirinya sendiri luarbiasa jernih dan lugu tanpa membuat pembagian-pembagian wajar yang berasal dari teksnya itu sendiri. Oleh karena itu, kami telah membagi Memoir-Memoir menjadi seksi-seksi, bab-bab dan alinea-alinea, sebagaimana disarankan oleh teksnya sendiri atau struktur pemikirannya. Untuk menjelaskan kepada
7

para pembaca bahwa judul-judul itu telah dipilih oleh kami dan bukan oleh Suster Lucia, kami telah menulisnya dengan huruf miring. Dengan cara ini kami harap memberi pembaca jeda singkat di mana penggambaran-penggambarannya panjang, dan bahwa judul-judul itu sekaligus akan mempersiapkan pikiran bagi isi apa yang akan datang. Catatan-catatan pada akhir bab yang bersangkutan dimaksudkan untuk membantu pembaca guna mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu, misalnya menjelaskan berbagai keadaan yang tampaknya aneh pertama kali, atau pokok-pokok lain yang tanpa penjelasan tersebut segi-segi tertentu teks asli tak mungkin dipahami. Pertama-tama, kami menyajikan sebuah biografi singkat tentang Suster Lucia, diikuti oleh sebuah deskripsi kemampuan-kemampuan sasteranya, dan akhirnya sebuah pengantar umum bagi MemoirMemoirnya.

BIOGRAFI PENDEK SUSTER LUCIA


Pada tanggal 30 Maret 1907, seorang bayi perempuan bernama Lucia, telah dipermandikan. Ia lahir di Aljustrel ... pada tanggal 22 Maret tahun yang sama, pada jam tujuh malam. Inilah rumusan kata-kata yang terlihat di Buku Permandian Paroki. Orangtuanya adalah Antonio dos Santos dan Maria Rosa, penduduk Aljustrel, sebuah desa yang tergolong paroki Fatima. Sebagai anak bungsu tujuh bersaudara, enam gadis dan satu lakilaki, Lucia menjadi kesayangan keluarga dan dikelilingi kasih dari awal masa kanak-kanaknya. Meskipun keluarga itu menghadapi banyak kesulitan dan nasib malang, ibu Lucia menanggung semuanya itu dengan semangat Kristiani yang pantas dicontoh. Pada usia enam tahun, Lucia menerima Komuni pertamanya, kisahnya akan menggerakkan para pembaca kami ke arah kegembiraan dan kekaguman. Keadaan keluarga memaksanya untuk memulai kehidupan langung sebagai gembala. Pertama-tama di tahun 1915, temantemannya adalah gadis-gadis dan anak-anak laki-laki Aljustrel dan sekitarnya. Sejak 1917, sepupunya Jacinta dan Francisco Marto menjadi teman-temannya. Itulah tahun di mana Perawan Suci tampak. Lucia mempunyai peran istimewa selama penampakan-penampakan itu, sebab penampakan itu hanya berbicara kepadanya saja, dan memberinya pesan yang hanya boleh diungkapkan di masa depan. Ia hidup dan menderita, bersama Francisco dan Jacinta, akibat
8

penampakan-penampakan itu. Dia sajalah yang masih hidup di dunia untuk jangka yang lebih lama, guna memenuhi tugasnya. Perawan Suci benar-benar memintanya untuk belajar membaca ... Tetapi ia mulai bersekolah hanya setelah penampakan-penampakan itu; tetapi dengan bakat-bakat dan ingatannya yang bagus ia belajar membaca dan menulis dengan amat cepat. Tentu saja segera setelah penampakan-penampakan itu usai, Lucia menemukan dirinya dalam kedudukan seorang visioner (nabi), dengan semua bahaya yang timbul dari situ. Oleh karena itu harus dilakukan sesuatu untuknya. Salah satu minat pertama Uskup baru dari Keuskupan Leiria yang didirikan kembali adalah pendidikan Lucia; Uskup mencoba menjauhkan Lucia dari bahaya-bahaya yang mengancamnya di sebuah atmosfir yang begitu dirasuki dengan halhal ajaib. Pada pagi tanggal 17 Juni 1921, Lucia masuk Kolese para Suster St. Dorotea di Vilar, yang sekarang merupakan bagian dari kota Porto. Kami menyampaikan gambaran bagaimana penampilannya harihari itu yang, secara sambil lalu sesuai sekali dengan foto-foto yang telah terkenal: Kepala tinggi dan lebar; mata besar warna coklat dan hidup; alis tipis; hidung pesek, mulut lebar, bibir tebal, dagu bulat. Wajah itu memancarkan sesuatu yang adikodrati. Rambutnya lembut dan warna terang; badannya kurus, tetapi tinggi untuk usianya; 13 tahun enam bulan. Ciri-ciri kuat, tetapi wajahnya menye-nangkan. Periang, cerdas, tetapi rendah hati dan tanpa pura-pura. Tangannya ukuran biasa, dibuat kasar karena pekerjaan. Sebagai gadis muda umur 14 tahun dan tiga bulan, Lucia memasuki Kolese Porto, dan di situ ia menerima pendidikan moral dan keagamaan yang unggul. Tetapi pendidikan sekolahnya agak kurang memadai, karena pendidikan tersebut hampir-hampir tak lebih daripada tingkat dasar. Dari awal, ia amat terlatih dalam hal pekerjaan mengurus rumah tangga. Namun, dengan kemampuannya yang besar, dan ingatannya yang bagus, ketekunannya dan perilakunya yang serius, gadis muda ini berhasil memperoleh pendidikannya yang cukup lengkap. Bahkan sebelum ia masuk Kolese itu, Lucia sudah merasa tertarik untuk mengabdikan dirinya kepada Allah dengan hidup membiara. Tetapi kehidupan yang amat saleh di Kolese itu membuatnya berpikir lebih keras, dan gagasannya yang pertama adalah pergi ke para Karmelit.... Tetapi suri teladan guru-gurunya dan rasa terima kasihnya kepada mereka membuatnya untuk memutuskan masuk ke Institut St. Dorothy. Novisiat Portugis pada waktu itu, 1921 1925, berada di Tuy, ke situlah Lucia masuk pada tanggal 24 Oktober 1925, pada usia 18
9

tahun. Semula ia pergi ke biara di Pontevedra, di situ ia menghabiskan beberapa bulan sebagai postulan. Biara ini terletak di jalan samping yang dikenal sebagai Travesia de Isabel II, dan di sini ia tinggal dari 25 Oktober 1925 hingga 20 Juli 1926. Kemudian ia pergi ke Rumah Novisiat Tuy untuk menyelesaikan postulatnya, dan memulai novisiatnya dengan penerimaan jubah tanggal 2 Oktober 1926. Setelah dua tahun, ia mengucapkan kaul pada tanggal 3 Oktober 1928. ia tinggal di rumah yang sama, tetapi bersama para suster profes (telah kaul kekal), sampai ia mengucapkan kaul kekalnya pada tanggal 3 Oktober 1934. Beberapa hari sesudahnya, ia pindah ke Biara Pontevedra dan baru kembali ke Tuy pada bulan Mei 1937, di mana ia tinggal sampai ia dikirim ke Portugal pada akhir Mei 1946. Setelah kunjungan beberapa hari ke Cova da Iria dan Aljustrel, tempat ia mengidentifikasi tempat-tempat penampakan-penampakan, Suster Lucia ditugasi ke rumah di Sardao di Vila Nova de Gaia dekat Porto. Dan akhirnya, ketika muncul kembali keinginannya yang telah lama untuk hidup dalam kesunyian dan kesendirian, ia menerima izin, berkat kebaikan Paus Pius XII, untuk pindah ke Para Karmelit Tak Berkasut, tempat ia bergabung pada tanggal 25 Maret 1948. Dan di situ, sejak saat itu, ia menjalani kehidupan doa dan laku tapa. Suster Maria Lucia dari Hati Tak Ternoda meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 2005 sedikit waktu sebelum mencapai usia 98 tahun.

CIRI-CIRI SASTERA LUCIA


Menyangkut segala sesuatu yang ditulis mengenai Fatima, orang mau-tak-mau setuju dengan apa yang secara penuh semangat ditulis oleh penulis Portugis Antero de Figueiredo tentang bukunya sendiri: Tetapi cahaya, cahaya menakjubkan dari buku ini, mempunyai asalusulnya dalam jiwa murni, mendalam dan luarbiasa sederhana milik si pelihat, Lucia dari Yesus. Pertama-tama marilah kita sebutkan bahwa naskah-naskah Lucia itu memang mengungkapkan kekurangan tertentu dalam pendidikan sastra. Tetapi, bakat-bakat alam Lucia yang besar telah mengimbangi apa yang dengan cara lain akan merupakan kekurangan yang hampir-hampir tak dapat diperbaiki. Ia mengakui lebih dari satu kali dan cukup terbuka betapa ia itu tidak mampu dan kurang pantas. Mengutip kata-katanya sendiri, ia berkata: Bahkan tulisan tanganku hampir-hampir tidak layak. Apa pun kekurangannya, kekurangan tersebut tidak menghambat susunan kalimatnya yang jelas
10

dan tegas; terkadang sungguh-sungguh, ia menulis dengan gaya yang anggun dan luhur. Ciri-ciri gaya sastranya boleh diringkaskan sebagai berikut: ketepatan dan kejelasan gagasan; perasaan halus dan dalam; khayalannya hidup dan rasa humornya benar-benar artistik, memberi kehangatan pada kisahnya; ironi peka yang tak pernah melukai hati; ingatan luar biasa menyangkut detail-detail dan keadaan-keadaan yang terkait. Dialog-dialog Lucia itu mengalir keluar seolah-olah orangorangnya sendiri hadir. Dalam imajinasinya, ia melihat pemandangan seolah-olah pemandangan itu berada di depan matanya. Ia melukiskan Jacinta dan Francisco, bapa-bapa pengakuannya dan orang-orang lain dengan kata-kata yang mengungkapkan pemahaman kejiwaan yang luarbiasa. Ia sepenuhnya sadar akan penyimpanganpenyimpangannya, dan senantiasa kembali dengan keterampilan besar ke titik awalnya. Dalam segi tertentu, gayanya itu terkadang dipengaruhi oleh bacaan biara yang agak berbunga-bunga, tetapi sifat alamiahnya, keceriaannya dan kegembiraannya senantiasa menang. Siapa yang dapat melupakan malam itu ketika ia mengucapkan selamat tinggal kepada tempat-tempat tercinta di mana terjadi penampakan-penampakan, pada malam sebelum ia berangkat ke Porto? Siapa yang tak dapat mengagumi cara anggun yang digunakannya untuk melukiskan sepatu seorang Kanon tertentu dengan gesper-gesper peraknya? Siapa yang tidak terkagum-kagum bagaimana dengan mudahnya ia merekam Nyanyian Pegunungan? Sejak dari awalnya, Lucia pandai mengungkapkan apa yang ingin dikatakannya, dan ia mengatakannya dengan caranya sendiri. Karena dibantu oleh imajinasinya yang hidup, ia berhasil menuliskan apa yang ingin ditulisnya, dan bahkan bila untuk sementara waktu pekerjaan rumah tangga memecah perhatiannya, ia melanjutkan tulisannya tanpa menyela sebuah kisah yang koheren atau logika permenunganpermenungannya. Sesuatu semacam itu tak akan mungkin tanpa sikap mental yang hebat. Memang benar bahwa Lucia merasa terilhami untuk menulis, sebagaimana sering dikatakannya ... Keyakinannya bahwa ia dapat merasakan kehadiran Ilahi ketika menulis tidak harus diartikan dalam arti sempit kata ilham, yakni sifat kenabian, sebagaimana kritikus yang amat tajam melukiskannya. Ia merasa bahwa dalam menulis dia ditolong oleh Tuhan. Namun pembacaan seksama atas karyanya membuat seseorang segera mengenali bahwa Lucia tidak bermaksud
11

menggunakan kata-kata itu dalam arti sepenuhnya. Ia sendiri memberi kita sebuah jawaban tegas dengan berkata: Kata terilhami menunjukkan bahwa ada sebuah rangsangan mental terhadap tindakan-tindakan kita. Oleh karena itu, masalahnya bukanlah sifat tak dapat keliru sebagaimana diterapkan pada Kitab Suci. Lucia dapat terkecoh dalam penafsiran mistis tentang pengalaman-egnalamannya, sebab amat sulitnya interpretasi-interpretasi semacam itu. Terkadang, ia sendiri ragu-ragu mengenai apakah yang berbicara kepadanya itu Tuhan; pada waktu lainnya, ia mengaku bahwa kiranya mustahil mengetahui sesuatu yang telah dialaminya melalui rahmat mistik. Kritik cerdas akan menemukan sejumlah kekeliruan tanggal, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan sekitar. Bahkan bila ia meyakinkan kita pada saatsaat kritis bahwa dia benar-benar menyampaikan kepada kita ipsissima verba (kata-katanya sendiri),artinya kata-kata Sang Perawan Suci sendiri, ini sebetulnya tak berarti apa-apa selain daripada usahanya bersikap sejujur mungkin. Apa yang senantiasa terasa diyakini Lucia dan dia mengatakannya demikian adalah makna kata-katanya. Sejauh menyangkut tanggal-tanggal, ketidakpastian Lucia itu sudah dikenal baik; misalnya, dia, Francisco dan Jacinta, karena kanak-kanak, tak mampu menghitung hari atau bulan, apalagi tahun-tahun. Jadi Lucia tidak mempunyai ingatan tentang tanggal-tanggal di mana malaikat menampakkan diri; ia hanya dapat mengingat tanggal-tanggal itu secara kira-kira berdasarkan musim-musim, yang membuat kesan kuat pada anak-anak kecil pegunungan ini. Alasan utama bagi segi lemah ingatannya itu tentulah dapat ditemukan dalam ciri realistis ingataningatan Lucia, yang senantiasa diarahkan kepada yang pokok-pokok. Selain itu, pembaca kenang-kenangan Lucia tidak boleh melupakan sebuah prinsip utama menyangkut penafsiran pesan-pesan itu, yang diterima para mistikus dalam kaitannya dengan pengalamanpengalaman adikodrati mereka: masalahnya senantiasa soal penafsiran, dan ini tidak dengan begitu saja berarti bahwa segala sesuatu yang dikatakan mistikus-mistikus ini, secara kata-demi-kata sama dengan Pesan-Pesan Ilahi. Tetapi ini tidaklah menyiratkan bahwa orang hanya harus percaya pada apa yang alamiah belaka dalam gejala-gejala luarbiasa yang dialami Lucia. Kami ingin mengutarakan satu kesulitan terakhir, agar pembaca akan lebih siap untuk membaca teks-teks indah ini. Orang harus membedakan antara sebuah Pesan dari Surga sebagaimana disajikan
12

kepada kita oleh Suster Lucia, dan permenungan atas pesan itu atau penafsiran atas pesan itu yang diberikan oleh Lucia. Dalam kesulitan-kesulitan yang melekat pada penafsiran mistis, yang terdahulu itu memberi kita jaminan kesetiaan lebih besar daripada yang terakhir. Bila Tuhan telah memberikan tanda-tanda yang sebegitu jelas, untuk mengungkapkan kehadiranNya dalam peristiwa-peristiwa di Fatima, maka orang boleh merasa terjamin bahwa Tuhan juga campurtangan dengan cara istimewa, agar pesanNya, yang dikirimkan lewat Maria, akan disampaikan secara utuh oleh para pelihat kecil yang telah dipilih untuk maksud ini. Sebagaimana kami tegaskan bahwa Tuhan telah menyampaikan sebuah pesan penyelamatan kepada GerejaNya, kita pun harus pula menerima bahwa Dia telah pula menganugerahi GerejaNya dengan karisma Kebenaran untuk menyampaikan pesan ini kepada kita tanpa salah. Kita sering mengamati Lucia memikirkan kata-kata dan peristiwa-peristiwa ... dengan begitu Lucia merupakan seorang penafsir istimewa, tetapi hanya dan senantiasa seorang penafsir saja. Oleh karena itu, dalam segi ini, kata-kata Suster Lucia tak harus memiiki bantuan khusus yang kami klaim bagi kasus yang disebut pertama.

JENIS SASTRA YANG DISEBUT KENANG-KENANGAN


Kami menyebut naskah-naskah yang kami taruh di hadapan pembaca itu kenang-kenangan, sebab naskah-naskah itu sungguh paling mirip dengan jenis sastra ini, bahkan bila terkadang tampak seperti surat-surat atau otobiografi. Semenjak awal Suster Lucia tidak memiliki ambisi literer dalam menuliskan dokumen-dokumen mengagumkan ini. Ia menulis karena ia diminta untuk melakukannya. Kita boleh yakin bahwa ia tak pernah menulis apa pun atas kemauannya sendiri. Itu tidaklah berarti bahwa, dalam perjalanan karyanya, ia tidak kadang-kadang terbawa oleh peristiwa-peristiwa yang disebutkannya, atau oleh kesan bahwa ia sungguh menciptakan sastera. Tetapi sastra ini selalu jelas dan spontan, dan muncullah sebuah gaya anggun tanpa usaha atau niat di pihaknya. Suter Lucia samasekali tidak peduli tentang jenis sastra yang ditulisnya, dan ia tak mempunyai gagasan samasekali bahwa katakata kenang-kenangan itu dapat berarti sesuatu yang lain daripada ingatan. Satu kali ia menyebutkan bahwa ia tidak tahu bagaimana melaksanakan perintah yang telah diterimanya untuk memberikan kisah hidup Jacinta, dan oleh karena itu dengan cukup wajar ia berpaling
13

kepada Bapa Uskup seolah-olah Lucia sedang menceritakan kepadanya sebuah kisah berdasarkan ingatan-ingatan Lucia sendiri. Oleh karena itu, naskah-naskah yang ditujukan kepada Uskup Leiria ini tidak boleh dianggap sebagai surat panjang. Prosedur ini sekadar fiksi, sebuah prosedur literer dalam hal ini, untuk keluar dari kesulitan tadi. Apa yang sebenarnya dikehendaki Lucia adalah menuliskan kenangan-kenangannya, dan demi alasan itu naskah tadi disebut kenang-kenangan, sebab ini betul-betul sebuah jenis sastra di mana penulisnya ingin menyampaikan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan dirinya dan orang-orang lain, dengan pengalamannya sendiri atau pengalaman orang-orang lain. Tetapi naskah-naskah ini samasekali tak dapat disebut biografi atau otobiografi dalam arti sempit istilah itu. Lucia tidak bermaksud dan tak mungkin berniat memberi kita entah biografi Jacinta atau Francisco, atau biografinya sendiri. Masalahnya adalah sekadar sejumlah kenangan yang berkaitan dengan fakta-fakta pokok dalam kehidupan Jacinta dan Francisco dan tentu saja kehidupan Lucia sendiri, meskipun bukan maksud Lucia untuk terpaku pada dirinya sendiri. Biografi dan otobiografi, bagaimanapun, berbeda dengan kenangkenangan, sejauh yang terakhir ini tidak ingin menyampaikan lebih daripada sekadar kenang-kenangan. Jenis-jenis sastra yang terdahulu itu bertujuan ke arah sesuatu yang lebih lengkap dan sistematis, dan didasarkan bukan pada ingatan-ingatan belaka, melainkan pada analisis dokumen-dokumen. Namun dalam karyanya Lucia hanya perlu menoleh ke belakang dan menuliskan ingatan-ingatannya! Karena ingatan-ingatan itu menyangkut kehidupan Francisco dan Jacinta, kenangan-kenangan tersebut mau tak mau menyangkut kehidupannya sendiri pula. Di lain pihak, segala sesuatu yang terkait dengan penampakan-penampakan Bunda Maria tak lagi dilihat sebagai kenangan belaka, melainkan sebagai sebuah kehadiran yang dicapkan pada jiwanya seolah-olah dengan api. Ia sendiri mengutarakan kepada kita bahwa hal-hal ini tinggal tercetak dalam jiwanya sedemikian rupa sehingga ia tak mungkin melupakannya. Oleh karena itu kenang-kenangan Suster Lucia ini agak mirip dengan membaca ulang prasasti-prasasti yang untuk selamanya tertera di bagian terdalam jiwa penulisnya. Tampaknya ia melihat bukannya mengingat. Lancarnya ingatan Lucia sungguh hebat sehingga ia hanya tinggal membaca, seolah-olah, dari jiwanya.

14

TEMA MEMOIR-MEMOIR
Dalam setiap pengantar untuk setiap Memoir kami mengembangkan tema sentral yang disebutnya itu menjadi detail-detail. Tetapi kami merasa perlu mengatakan di sini bahwa salah satu maksud utama buku Fatima dalam kata-kata Lucia sendiri ialah membuat kisah hidup Beato Francisco dan Beata Jacinta itu lebih dikenal dan menonjolkan keutamaan-keutamaan mereka untuk dicontoh. Tak ada keraguan bahwa sejak awal, keterusterangan dan keramahan alamiah saudara dan saudari kecil itu menarik kita. Dan karena kami berpendapat bahwa ini barangkali merupakan langkah pertama untuk mendapatkan rasa cinta yang lebih besar dan sampai ke tingkat untuk meniru mereka, kami akan merekam deskripsi historis pertama, yang kami yakini ada tentang mereka. Kami merujuk kepada surat terkenal Dr. Carlos de Azevedo Mendes kepada pacarnya, di situ ia memberikan kesannya tentang sebuah kunjungan ke Aljustrel dan Cova da Iria pada tanggal 7 September 1917. Ia melukiskan Jacinta dan bagaimana Jacinta mengesan padanya: Jacinta, kecil dan amat malu-malu, lambat laun datang mendekati saya. Saya mendudukkannya di atas sebuah kotak dan saya duduk di dekatnya. Kemudian saya mengamatinya dengan amat seksama. Saya menjamin Anda bahwa dia adalah seorang malaikat. Sehelai skarf merah kembang-kembang, dengan dua ujungnya diikat ke belakang, menutup kepalanya. Kerudung itu sudah usang dan sobek. Ia mengenakan baju luar kecil yang tidak terlalu bersih, dan sebuah rok amat lebar berwarna merah yang digunakan di wilayah itu. Begitulah pakaian malaikat kita itu. Saya ingin melukiskan wajahnya, tetapi saya merasa saya hanya akan mampu memberi sebuah gambaran amat kasar. Kerudung kepala sebagaimana dikenakannya menekankan ciricirinya. Ia memiliki mata hitam yang amat menarik, sebuah ungkapan malaikat dan kebaikan hati yang menawan; seluruh penampilannya menakjubkan dan saya tak dapat menunjuk persis apa yang menarik kami. Ia amat pemalu dan kami kesulitan mendengarkan sedikit katakata yang diucapkannya sebagai jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan saya. Setelah menghabiskan beberapa waktu berbicara dan bermain dengan dia, Francisco tiba. Jacinta mulai merasa percaya diri. Tak lama kemudian muncul Lucia. Engkau tak dapat membayangkan kegembiraan Jacinta ketika melihatnya. Ini merupakan adegan yang amat indah ...
15

Bukti yang lebih pendek dari Kanon Formigao, amat sesuai dengan yang di atas: Ia disebut Jacinta de Jesus dan umurnya tujuh tahun ... Tinggi untuk usianya, sedikit kurus tetapi toh orang tak akan menyebutnya kurus, ciri-ciri tubuhnya seimbang, wajahnya agak coklat, berpakaian sederhana, roknya langsung sampai ke tumit, penampilannya adalah penampilan anak sehat, samasekali normal baik jasmaniah maupun akhlaknya. Karena terkejut oleh kehadiran orangorang yang tak dikenalnya, yang menyertai saya, dan tak diharapkannya hadir, semula ia amat malu-malu dan menjawab dengan sepatah-sepatah, dan dengan nada suara yang hampir tak terdengar, terhadap pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan kepadanya. Dr. Carlos Mendez mengatakan sedikit saja tentang Francisco, namun gambaran yang diberikannya lengkap dan kuat: ... Francisco datang. Topi stocking yang ditekan jauh ke bawah, jaket yang amat pendek, kaosnya mengintip di bawah bajunya, celana panjang ketat, sungguh seperti pria kecil. Seorang pemuda yang ganteng. Pandangan cerah dan wajah nakal. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan cara terus terang. Dua puluh hari kemudian, pada tanggal 27 September, Kanon Formigao juga pergi mewawancarai anak-anak itu di Aljustrel. Pertamatama ia mewawancarai Francisco. Untuk saat ini konteks jawabanjawabannya tidaklah penting, tetapi kesan-kesan imam yang terpelajar dan saleh berikut ini menjadi perhatian kita. Seorang anak laki-laki umur sembilan tahun masuk ke ruangan di mana kami berada, tanpa ragu-ragu, sambil tetap mengenakan topinya, tentu karena ia tidak ingat bahwa ia harus melepasnya. Saya mempersilahkannya untuk duduk di samping saya. Ia segera menurut dan tidak memperlihatkan rasa keberatan. Dua ringkasan dari dokumen-dokumen asli dan benar memperlihatkan kepada kita bahwa Francisco sebelum dan selama waktu penampakan-penampakan Bunda Maria, adalah anak gembala yang gembira, periang dan terus terang, seorang pemuda gunung sejati tanpa masalah, cacat moral atau kompleks kejiwaan apa pun.

16

Harian O Seculo, terbitan 15-10-1917, untuk pertama kalinya memuat foto gembala-gembala kecil sambil menyiarkan berita tentang Keajaiban Matahari ke seluruh negeri 17

Francisco (9), Lucia (10) dan Jacinta (7) dekat pohon holmoak kecil tempat Bunda Maria menampakkan diri mulai tanggal 13 Mei hingga Oktober 1917.

Kapel kecil yang dibangun tahun 1918, persis di tempat penampakanpenampakan berlangsung.

Patung yang sejak 13 Juni 1920 dihormati di Kapel Penampakan. Patung itu dimahkotai dengan meriah pada tanggal 13 Mei 1946 oleh Kardinal Masella, dan yang tertanam di dalam mahkota itu adalah peluru yang ditemukan dalam mobil Bapa Suci setelah serangan tanggal 13 Mei 1981.

Ketiga gembala kecil di depan plengkungan yang didirikan di tempat penampakan-penampakan bagi tanggal 13 Oktober 1917.

Jendela di Vila Nova de Ourem tempat para gembala kecil ditahan tanggal 13 Agustus 1917.

Kapel yang dibangun di tempat penampakan di Valinhos.

Jalan Salib Hungaria yang dibangun pada jalur para gembala kecil menghubungkan Cova da Iria dengan tempat-tempat penampakan lain dan dengan Aljustrel, tempat lahir ketiga pelihat.

Rumah orangtua Lucia.

Rumah tempat Francisco dan Jacinta lahir dan tempat Francisco wafat.

Maria Rosa (1869 1942), ibu Lucia, dengan berbagai anggota keluarga dan teman-teman.

Orangtua, saudara-saudari Jacinta dan Francisco. Ayah, Manuel Pedro Marto (wafat 1957) dan ibunya, Olimpia de Jesus (wafat 1956).

Gereja Paroki Fatima pada waktu penampakan-penampakan.

Jambangan pembaptisan di Gereja Fatima, tempat ketiga pelihat itu dipermandikan.

Patung Bunda Rosario di Gereja Paroki Fatima.

Para gembala kecil di bawah salib halaman Gereja Paroki.

Romo Manuel Marques Ferreira, pastor paroki Fatima dari 1914 hingga 1919.

Romo Faustino J. Jacinto Ferreira, pastor paroki Olival.

Kanon Manuel Nunes Formigao yang melakukan banyak wawancara dengan gembala-gembala kecil dalam tahun 1917.

Romo Cruz yang mendengarkan pengakuan dosa Lucia yang pertama.

Ketiga gembala kecil di kebun rumah Francisco dan Jacinta.

Lucia dan Jacinta di Reixida (September 1917).

Francisco

Loca do Cabeco

Sumur di tanah milik orangtua Lucia tempat berlangsungnya penampakan Malaikat yang kedua.

Monumen yang menggambarkan penampakan Malaikat yang ketiga di Loca do Cabeco.

Monumen yang memperingati penampakan Malaikat yang kedua di sumur kebun milik Lucia.

Kamar Lucia di Pontevedra tempat Bunda Maria meminta Komuni Silih pada Sabtu-Sabtu pertama tanggal 10 Desember 1920.

Kamar Lucia di Pontevedra sekarang diubah menjadi kapel.

Biara Dorotea di Tuy tempat Bunda Maria meminta penyerahan Rusia pada tanggal 13 Juni 1929.

Sebuah lukisan penampakan Tritunggal Kudus dan Bunda kita.

Untuk memenuhi permintaan Bunda Maria, Pius XII mempersembahkan seluruh umat manusia kepada Hati Maria yang tak bernada, pada tanggal 31 Oktober 1942.

Di Roma, di depan patung Bunda kita dari Fatima, Paus Yohanes Paulus II dengan semua uskup gereja, memperbaharui penyerahan seluruh dunia dan Rusia (25 Maret 1984).

D. Jose Alves Correia da Silva, Uskup Leiria, menerima teks rahasia bagian ketiga. Pada tahun 1957 teks itu dikirim ke Roma kepada Konggregasi Kudus. Kardinal Sodano mengungkapkan bagian ketiga rahasia itu pada tanggal 13 Mei 2000 di Fatima.

Lukisan yang mengilustrasikan bagian ketiga rahasia tersebut (J. Gil).

Lukisan yang mengilustrasikan penampakan tanggal 13 Juni 1917 (Sr. M. Conceicao, OCD)

Jenazah Jacinta yang tidak rusak pada waktu petinya dibuka tanggal 12 September 1935.

Identifikasi kanonik atas sisa jenasah Francisco pada tanggal 17 Februari 1952.

Setelah beatifikasi Francisco dan Jacinta, Yohanes Paulus II mengunjungi makam para Beato-Beata baru.

Saat khidmat beatifikasi Francisco dan Jacinta pada tanggal 13 Mei 2000.

Paus Yohanes Paulus II dengan Suster Lucia (13 Mei 2000). Pada saat beatifikasi, kerumunan umat yang luarbiasa besar dengan hangat menyoraki para Beato-Beata baru.

Biara Karmel di Coimbra tempat Lucia tinggal sejak 25 Maret 1948 sampai 13 Februari 2005. Patung Hati Bunda Maria yang tak ternoda di biara Karmel, Coimbra.

Lucia sedang mengunjungi rumah keluarganya dan tempat-tempat penampakan pada tanggal 16 Mei 2000.

32

MEMOIR PERTAMA
PENGANTAR
Ini tentulah bukan naskah pertama yang kita miliki dari pena Suster Lucia, tetapi ini adalah dokumen panjang pertama yang ditulisnya. Sebelumnya, kita memiliki surat-surat, banyak surat sebetulnya, interogasi-interogasi, laporan-laporan dan seterusnya; tetapi sekarang kita memiliki sebuah dokumen panjang dan penting di depan kita. Andaikata Lucia tidak menuliskannya atas kemauannya sendiri, lalu bagaimana itu dapat selesai? Pada tanggal 12 September 1935, sisa-sisa jenazah Jacinta diambil dari Vila Nova de Ourem ke makam Fatima. Pada kesempatan ini banyak foto diambil atas jenazah itu, beberapa diantaranya dikirim oleh Uskup kepada Suster Lucia, yang pada waktu itu berada di biara Pontevedra. Pada tanggal 17 November 1935, Lucia, ketika menulis ucapan terimakasihnya, antara lain berkata: Terima kasih banyak atas foto-fotonya. Saya tak pernah dapat mengungkapkan betapa saya menghargainya, terutama foto-foto Jacinta. Saya merasa seperti mengurai bungkusbungkus untuk melihat dia seluruhnya... Saya begitu terpesona! Kegembiraan saya ketika melihat teman terdekat masa kanak-kanak saya sekali lagi amatlah besar. Saya sangat menghargai harapan bahwa Tuhan, demi kemuliaan Perawan Tersuci, semoga menganugerahkan kepadanya mahkota kekudusan. Ia hanyalah kanakkanak hanya dalam tahun. Sedangkan mengenai lain-lainnya, ia sudah tahu bagaimana menjadi saleh, dan bagaimana memperlihatkan cintanya kepada Tuhan dan Perawan Suci melalui pengorbanan ... Kenang-kenangan amat hidup tentang sepupunya yang kecil, Jacinta, menyebabkan Bapa Uskup meminta Lucia untuk menuliskan segala sesuatu yang masih dapat ia ingat. Naskah, yang dimulainya selama minggu kedua bulan Desember, benar-benar selesai pada Hari Natal 1935, artinya kurang dari lima belas hari. Naskah yang ditulis Lucia ini merupakan sebuah kesatuan utuh sempurna; naskah itu menyajikan gambaran Jacinta, yang jiwanya diterangi terusmenerus oleh cahaya Fatima, Hati Maria yang Tak Bernoda. Maksud utama naskah ini ialah memberi kita suatu gambaran tentang Jacinta sebagaimana tercermin dalam kenang-kenangan Lucia. Oleh karena itu, ia tidak bermaksud untuk menulis sebuah kisah tentang Penampakan-Penampakan bagi kita. Kenang-kenangan ini, seolah-olah, merupakan kerangka dari mana bersinar gambaran tentang Jacinta. Bahasanya secara keseluruhan sederhana, dan orang boleh bahkan menyebutnya kekanak-kanakan terkadang, karena konteks membutuhkannya. Lucia tak pernah kehilangan citarasanya akan realisme, apa pun peristiwa-peristiwa yang sedang dilukiskannya.
33

PROLOG
1. Doa dan ketaatan
J.M.J. Yang Mulia, (1) Setelah memohon perlindungan dari hati Yesus dan Maria yang amat kudus, Ibu kita yang lembut, dan mencari cahaya dan rahmat di kaki tabernakel, agar tidak menulis apa pun yang bukan melulu untuk kemuliaan Yesus dan Perawan tersuci, saya sekarang ini memulai tugas ini, meski saya merasa berat sekali, sebab saya hampir-hampir tak dapat mengatakan apa pun tentang Jacinta tanpa berbicara entah secara langsung atau tidak langsung tentang diri saya yang malang ini. Namun saya toh menuruti kehendak Yang Mulia, yang bagi saya, merupakan ungkapan kehendak Tuhan kita yang baik. Kemudian saya memulai tugas ini dengan memohon hati Yesus dan Maria yang amat kudus agar berkenan memberkatinya, dan memanfaatkan tindak ketaatan ini untuk mendapatkan pertobatan para pendosa malang, untuk merekalah dengan begitu murah hati Jacinta mengorbankan dirinya. Saya tahu bahwa Yang Mulia tidak menantikan sebuah kisah yang ditulis dengan baik dari saya, sebab Anda tahu betapa saya tidak mampu dan tidak cakap. Oleh karena itu saya akan memberi tahu Anda apa yang dapat saya ingat tentang jiwa ini, sebab atas rahmat Tuhan saya adalah orang kepercayaannya. Saya sangat menghargai kesalehannya, sehingga saya sangat menghormatinya dan sangat menyayangi kenangan tentang dirinya.

2. Menyimpan rahasia-rahasia
Meski saya berniat baik untuk taat, saya percaya bahwa Yang Mulia akan mengizinkan saya untuk menahan beberapa perkara menyangkut saya sendiri maupun Jacinta, yang saya harap tidak dibaca orang sebelum saya masuk keabadian. Anda tak akan
(1) Dom Jos Alves Correia da Silva, 1872-1957, Uskup pertama dari Diosis Leiria yang didirikan kembali, Fatima termasuk diosis ini.

34

merasa aneh bahwa saya akan menyimpan untuk keabadian beberapa rahasia dan perkara-perkara lain. Bagaimanapun, bukankah Perawan Suci itu sendiri yang memberi contoh itu? Bukankah Injil Suci memberi tahu kita bahwa Maria menyimpan segala sesuatu dalam hatinya? (2) Dan siapakah yang dapat lebih baik mengungkapkan rahasia-rahasia belaskasihan Ilahi itu kepada kita daripada Hati Tak Ternoda ini? Namun, ia menyimpan hal-hal itu untuk dirinya sendiri seolah-olah di taman tertutup, dan membawanya bersama dia ke istana Raja Ilahi. Selain itu saya ingat sebuah perkataan yang saya dengar dari seorang imam yang suci ketika saya baru berumur sebelas tahun. Sama dengan begitu banyak orang lain, ia datang untuk menanyai saya, dan di antara banyak hal lain menanyakan kepada saya tentang sesuatu yang tak ingin saya bicarakan. Setelah ia selesai menumpahkan seluruh daftar pertanyaannya, tanpa berhasil mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang hal ini, sambil menyadari barangkali bahwa ia menyentuh suatu masalah yang amat peka, imam yang baik itu memberikan berkatnya kepadaku dan berkata: Engkau benar anakku. Rahasia puteri raja harus tetap tersembunyi di dalam kedalaman lubuk hatinya. Pada waktu itu saya tidak mengerti makna apa yang dikatakannya, tetapi saya sadar bahwa ia menyetujui tindakan saya. Tetapi saya tidak melupakan kata-katanya, dan sekarang saya mengetahui artinya. Imam yang suci itu pada waktu itu menjabat Vikaris untuk Torres Novas (3). Ia tak banyak tahu segala kebaikan yang dilakukan oleh kata-kata singkat itu untuk jiwa saya, dan itulah sebabnya saya ingat dia dengan rasa terimakasih yang begitu besar. Demikianlah pada suatu hari saya meminta nasihat seorang imam yang suci tentang sikap hati-hati saya dalam hal-hal seperti itu, sebab saya tidak tahu bagaimana menjawab kalau mereka menanyai saya apakah Perawan Tersuci telah mengatakan hal-lah lain lagi kepadaku. Imam ini, yang waktu itu adalah Vikaris untuk Olival(4) mengatakan kepada kami: Engkau bertindak benar, anak-anakku, untuk menyimpan rahasia-rahasia jiwamu antara Tuhan dengan

(2) Lukas, 2,19-51 (3) Romo Antonio de Oliveira Reis, meninggal 1962, waktu itu Vicaris Torres Novas. (4) Romo Faustino Jose Jacinto Ferreira, meninggal 1924.

35

dirimu sendiri. Bila mereka mengajukan pertanyaan itu kepadamu, jawablah saja: Ya, beliau memang mengatakan lebih banyak, tetapi itu rahasia. Bila mereka mencecarmu lebih lanjut tentang masalah itu, pikirkanlah rahasia yang diberitahukan oleh Perawan ini kepadamu, dan katakan:Bunda kita mengatakan kepada kami untuk tidak mengatakan apa pun kepada siapa pun juga; atas alasan ini, kami tidak mengatakan apa pun. Dengan cara ini, engkau dapat menyimpan rahasiamu di bawah selimut Bunda Kita. Betapa baiknya saya memahami penjelasan dan bimbingan imam tua yang terhormat ini! Saya sudah terlampau banyak menghabiskan waktu dengan pembukaan ini, dan Yang Mulia akan bertanya-tanya apa maksud semuanya ini. Saya harus berusaha apakah saya dapat mulai dengan kisah saya tentang apa yang dapat saya ingat mengenai kehidupan Jacinta. Karena saya tidak mempunyai waktu luang, saya harus memanfaatkan jam-jam ketika kami bekerja dengan diam, untuk mengenang dan menulis, dengan bantuan kertas dan pensil yang saya sembunyikan di bawah baju saya, semua hal yang dikehendaki oleh hati kudus Yesus dan Maria agar saya ingat.

3. Bagi Jacinta
Begitu cepat engkau terbang melintasi dunia, Jacinta yang tercinta, Sambil mencintai Yesus dalam penderitaan paling dalam. Jangan lupa permintaan dan doaku kepadamu: Jadilah sahabatku selamanya Di depan takhta Perawan Maria, Bunga Lily ketulusan hati, Mutiara yang kemilau, Di atas sana, di Surga Engkau hidup dalam kemuliaan, O Malaikat cinta, bersama adikmu Di kaki Sang Guru, Doakanlah aku (5).
(5) Meskipun sekolahnya kurang, Lucia memiliki bakat puitis besar, dan menulis berbagai puisi.

36

I.PERANGAI JACINTA
1.Ciri-ciri alamiahnya
Yang Mulia, Sebelum peristiwa-peristiwa 1917, selain ikatan-ikatan persaudaraan yang mempersatukan kami, tak ada rasa sayang lain yang membuat saya lebih suka ditemani oleh Jacinta dan Francisco daripada ditemani oleh anak lain mana pun. Sebaliknya, terkadang saya merasa bahwa kehadiran Jacinta itu tidak menyenangkan, karena perangainya yang amat peka. Pertengkaran sedikit saja yang muncul di antara anak-anak ketika bermain sudahlah cukup untuk membuatnya cemberut di pojokan mengikat keledai, menurut ungkapan kami. Bahkan pemaksaan dan pengusap-usapan yang diketahui dengan begitu baik oleh anak-anak bagaimana memberikannya pada saat-saat semacam itu, masih belum cukup juga untuk membawanya kembali bermain; ia sendiri harus dibiarkan memilih permainannya, dan pasangannya juga. Tetapi hatinya bersikap baik. Tuhan telah memberinya sifat yang lembut dan halus yang membuatnya sekaligus mudah dicintai dan menarik. Saya tidak tahu mengapa, tetapi Jacinta dan saudaranya Francisco secara khusus menyukai saya, dan hampir selalu datang mencari saya bila mereka ingin bermain. Mereka tidak suka ditemani anak-anak lain, dan mereka biasa meminta saya untuk pergi bersama mereka ke sumur di dasar kebun milik orangtua saya. Setelah kami sampai ke situ, Jacinta memilih permainan apa yang akan kami mainkan. Yang paling disukainya biasanya adalah kerikil dan kancing baju yang kami mainkan sambil duduk di lembaranlembaran batu yang menutupi sumur itu, di bayangan sebatang pohon zaitun dan dua pohon prem. Permainan kancing baju seringkali membuat saya amat sedih sebab ketika mereka memanggil kami untuk makan, saya menemukan diri saya tidak mempunyai kancing baju. Seringkali, Jacinta mendapatkan semua kancing itu, dan itu sudah cukup membuat ibu saya memarahi saya. Saya terpaksa menjahitnya lagi dengan terburu-buru. Tetapi bagaimana saya dapat membujuk Jacinta untuk memberikan kembali kancing itu kepada saya, sebab selain caranya merajuk, ia
37

memiliki cacat kecil lainnya: ia amat lekat pada miliknya! Ia ingin menyimpan semua kancing itu untuk permainan berikutnya, agar jangan sampai melepas kancing bajunya sendiri! Hanya dengan mengancam untuk tidak bermain lagi dengannya, saya berhasil mendapatkannya kembali! Seringkali, saya menemukan diri saya tak mampu melakukan apa yang dikehendaki kawan kecil saya. Salah satu kakak perempuan saya adalah tukang tenun dan lainnya tukang jahit, dan keduanya ada di rumah sepanjang hari. Oleh karena itu tetangga-tetangga biasa bertanya kepada ibu saya apakah mereka boleh menitipkan anak-anak mereka di halaman orangtua kami, sementara mereka sendiri pergi bekerja di ladangladang. Anak-anak itu tinggal bersama saya dan bermain, sementara kakak perempuan saya mengawasi kami. Ibu kami senantiasa rela melakukan ini, meskipun ini berarti cukup banyak waktu yang diboroskan bagi kakak-kakak perempuan saya. Oleh karenanya saya bertugas menghibur anak-anak, dan mengawasi agar mereka tidak jatuh ke sumur di halaman itu. Tiga pohon ara menaungi anak-anak dari sengatan matahari. Kami menggunakan cabang-cabangnya untuk ayunan, dan sebuah lantai tua tempat menampi untuk kamar makan. Pada hari-hari seperti ini, ketika Jacinta datang dengan kakaknya untuk mengundang saya untuk pergi bersama mereka ke tempat kegemaran kami, biasanya saya katakan kepada mereka bahwa saya tak dapat pergi, sebab ibu saya telah menyuruh saya tinggal di tempat ini. Kemudian, sambil kecewa, tetapi pasrah, kedua anak kecil itu ikut permainan kami. Pada waktu tidur siang, ibu saya biasanya memberikan pelajaran katekismus kepada anak-anaknya, terutama ketika masa prapaska sudah dekat, sebab seperti dikatakannya: Aku tak ingin merasa malu gara-gara kamu, ketika imam menanyai kalian tentang katekismusmu pada masa Paskah. Semua anak lainnya, oleh karena itu, hadir pada pelajaranpelajaran katekismus kami dan Jacinta pun ada di situ.

2. Kepekaannya
Pada suatu hari salah satu anak-anak ini menuduh anak lain tentang percakapan yang tidak semestinya. Ibu saya memarahinya
38

sungguh-sungguh, sambil mengatakan bahwa orang tidak mengucapkan hal-hal jelek seperti itu, sebab hal-hal itu adalah dosa dan membuat Kanak-Kanak Yesus sedih; dan bahwa mereka yang melakukan dosa semacam itu dan tidak mengakukannya, akan masuk ke neraka. Jacinta kecil tidak akan melupakan pelajaran itu. Kali berikutnya ketika anak-anak datang, ia berkata: Apakah ibumu mengizinkan engkau hari ini? Tidak. Kalau begitu aku akan pergi ke halaman kami sendiri bersama Francisco. Dan mengapa engkau tidak tinggal di sini saja? Ibuku tidak ingin kami untuk tinggal ketika anak-anak lain ada di sini. Ia memberitahu kami agar pergi dan bermain di halaman kami sendiri. Ia tak ingin aku mempelajari hal-hal menjijikkan itu, yang merupakan dosa dan yang tidak disukai oleh Kanak-Kanak Yesus. Kemudian ia berbisik ke telinga saya: Bila ibumu memberi izin, maukah engkau datang ke rumahku? Ya. Lalu, pergilah dan mintalah izin kepadanya. Dan sambil menggandeng kakaknya ia pulang. Bicara tentang mainan kegemaran Jacinta, salah satunya adalah denda. Sebagaimana barangkali Yang Mulia ketahui, pihak yang kalah harus melakukan apa saya yang diperintahkan oleh si pemenang. Jacinta suka menyuruh pihak yang kalah untuk mengejar kupu-kupu, menangkap seekor dan membawanya kepada dia. Lain waktu, kami memainkan denda di rumah saya, dan saya menang, jadi kali ini sayalah yang menyuruh apa yang harus dilakukannya. Saudaraku sedang duduk di meja, menulis. Saya menyuruh Jacinta untuk memeluk dan menciumnya, tetapi Jacinta tidak mau: Tidak mau! Suruh aku melakukan sesuatu yang lain. Mengapa engkau tidak menyuruh aku pergi dan mencium Tuhan Kita di sana? Ada sebuah salib tergantung di dinding. Baiklah, jawabku, naiklah ke atas kursi, bawa salib itu kemari, berlututlah dan peluklah Dia dan ciumlah Dia tiga kali: satu untuk Francisco, satu untuk aku, dan lainnya untukmu sendiri. Untuk Tuhan kita, yah, aku akan melakukannya sebanyak yang kau maui, dan ia lari untuk mendapatkan salib itu. Kemudian, sambil memandang Tuhan kita dengan penuh perhatian, ia bertanya:
39

Mengapa Tuhan kita dipaku di salib seperti itu? Sebab Ia mati untuk kepentingan kita. Katakan padaku bagaimana itu terjadi, katanya.

3. Cintanya kepada Juruselamat yang tersalib


Pada petang hari ibu saya biasanya mendongeng. Ayah dan kakak-kakak perempuan saya mendongengkan kisah-kisah peri tentang kutukan-kutukan ajaib, puteri-puteri yang pakaiannya emas dan merpati-merpati kerajaan. Kemudian datanglah ibu saya dengan cerita-cerita tentang Kisah Sengsara, St. Yohanes Pemandi, dan seterusnya. Begitulah caranya saya mengetahui tentang kisah Sengsara Tuhan kita. Karena bagi saya cukup mendengar cerita satu kali saja, untuk dapat mengulang dengan semua detaildetailnya, saya mulai menceritakan kepada teman-teman saya, kata demi kata, apa yang biasa saya sebut Kisah Tuhan kita. Tepat waktu itu, saudara perempuan saya lewat (6), dan mengamati bahwa salib itu ada di tangan kami (7). Ia mengambilnya dari kami dan memarahi kami, dengan berkata bahwa ia tak ingin kami menyentuh benda sesuci ini. Jacinta berdiri dan mendekati kakak perempuan saya, dengan berkata: Maria, jangan memarahi dia! Akulah yang melakukannya. Tetapi aku tak akan melakukannya lagi. Kakak saya mengusapnya, dan memerintahkan kami untuk pergi dan bermain di luar, sebab kami mengacaukan segala sesuatunya di rumah itu. Kami pergi keluar untuk melanjutkan kisah kami di sumur yang telah kami sebutkan. Karena sumur itu tersembunyi di balik beberapa pohon ara dan tumpukan batu dan semak berduri, kami memilih tempat ini beberapa tahun kemudian untuk pembicaraan-pembicaraan kami yang lebih intim, doa-doa kami yang menyala-nyala, dan untuk mengatakan kepada Anda segala sesuatunya, airmata kami juga dan terkadang airmata yang amat pahit. Kami mencampurkan airmata kami dengan air dari sumur tempat kami minum juga. Bukankah ini membuat sumur itu sendiri sebuah gambaran Maria, di dalam hati beliau kami menumpahkan airmata kami dan meminum penghiburan yang paling murni?
(6) Maria dos Anjos, kakak sulung Lucia meninggal 1986. (7) Para pengunjung masih dapat melihat salib ini di rumah lama Lucia.

40

Tetapi marilah kita kembali ke kisah kita. Ketika si kecil itu mendengarkan saya menyampaikan penderitaan-penderitaan Tuhan kita, ia tergerak hatinya hingga menangis. Sejak itu, ia sering meminta saya untuk mengulangi kisah itu. Ia akan menangis dan berkata: Tuhan kami yang malang! Aku tak akan berdosa lagi! Aku tak ingin membuat Tuhanku menderita lagi!

4. Perasaannya yang halus


Jacinta juga suka keluar pada waktu petang tiba menuju tempat menampi yang terletak dekat rumah itu, di situ ia mengamati tenggelamnya matahari yang indah, dan menatap langit yang berbintang. Ia amat suka dengan malam hari yang disinari bulan. Kami saling berlomba untuk melihat siapa yang paling banyak dapat menghitung bintang-bintang. Kami menyebut bintang-bintang sebagai lampu malaikat, bulan sebagai lampu Bunda kita dan matahari sebagai lampu Tuhan kita. Engkau tahu, aku lebih suka lampu Bunda kita; ia tidak membakar atau membuat kita buta, seperti lampu Tuhan kita. Sungguh, matahari dapat amat terik di sini pada musim-musim panas, dan Jacinta, anak yang lembut, amat menderita bila kepanasan.

5. Ia melihat dan belajar


Karena kakak saya menjadi anggota perkumpulan Hati Kudus Yesus, setiap kali ada komuni pertama anak-anak, ia membawa saya untuk memperbaharui komuni saya. Pada suatu kesempatan bibi saya membawa puteri kecilnya untuk melihat upacara itu, dan Jacinta terpesona oleh malaikat-malaikat yang menebar bunga. Sejak hari itu, ia terkadang meninggalkan kami ketika kami sedang bermain, dan pergi mengumpulkan bunga satu celemek penuh. Kemudian ia kembali dan menaburkan bunga-bunga itu di atas saya, satu demi satu. Jacinta, mengapa gerangan engkau melakukan ini? Aku melakukan apa yang dilakukan oleh para malikat kecil: aku menebar bunga padamu.
41

Setiap tahun, pada pesta besar, mungkin Tubuh Kristus, biasanya kakak saya membuat pakaian-pakaian untuk anak-anak yang dipilih menjadi malaikat-malaikat dalam arak-arakan. Mereka berjalan di samping tudung dan menebarkan bunga. Saya senantiasa termasuk mereka yang dipilih, dan pada suatu hari setelah kakak perempuan saya mencobakan baju saya, saya memberitahu Jacinta semua hal tentang pesta yang akan datang, dan bagaimana saya akan menebarkan bunga di depan Yesus. Jacinta memohon saya agar minta kepada kakak saya agar dia boleh juga ikut. Kami berdua pergi untuk mengajukan permintaan itu. Kakak kami berkata bahwa Jacinta boleh ikut, dan mencobakan pakaian untuk Jacinta. Pada acara latihan, ia menjelaskan bagaimana kami harus menebarkan bunga di depan Kanak-Kanak Yesus. Akankah kita melihat Dia? tanya Jacinta. Ya, jawab kakak saya, pastor paroki akan membawaNya. Jacinta melompat kegirangan, dan terus-menerus bertanya berapa lama lagi kami harus menunggu pesta itu. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba, dan Jacinta amat gembira. Kami berdua mengambil tempat dekat altar. Belakangan, dalam arak-arakan, kami berjalan di samping tudung, kami masing-masing membawa sekeranjang bunga. Kapan saja kakak saya menyuruh menebarkan bunga, saya menebarkan bunga-bunga saya di depan Yesus, meskipun saya memberi tanda-tanda kepada Jacinta, saya tak dapat membuatnya menebarkan bunga satu pun. Ia tetap mengarahkan matanya kepada pastor, dan itu saja. Ketika upacaranya selesai, kakak saya membawa kami berdua keluar gereja dan bertanya: Jacinta, mengapa engkau tidak menebarkan bunga-bungamu di depan Yesus? Sebab aku tidak melihat Dia. Kemudian Jacinta bertanya kepada saya: Tetapi apakah engkau melihat Kanak-Kanak Yesus? Tentu saja tidak. Tahukah engkau bahwa Kanak-Kanak Yesus dalam hosti itu tidak dapat dilihat? Dia tersembunyi. Dialah yang kita terima dalam komuni! Dan engkau, apakah kalau engkau komuni, engkau berbicara dengan Dia? Ya, aku bicara sama dia. Lalu mengapa engkau tidak melihatNya? Karena Dia tersembunyi.
42

Aku akan minta kepada ibuku agar mengizinkan aku menerima komuni pula. Pastor paroki tak akan mengizinkan engkau sampai umurmu sepuluh tahun. Tetapi umurmu belum sepuluh tahun, dan engkau sudah menerima komuni! Sebab aku hafal seluruh katekismus, sedangkan engkau tidak. Setelah peristiwa ini kedua temanku itu meminta saya untuk mengajarkan katekismus kepada mereka. Maka aku menjadi katekis mereka, dan mereka belajar dengan semangat luarbiasa. Tetapi meskipun saya dapat senantiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan kepada saya, kalau menyangkut masalah mengajar, aku hanya dapat mengingat beberapa hal di sana-sini. Ini membuat Jacinta berkata kepadaku pada suatu hari: Ajarkanlah lebih banyak hal lagi kepada kami; kami sudah tahu semua yang itu. Saya terpaksa mengakui bahwa saya hanya dapat mengingat hal-hal bila orang menanyakannya kepada saya, dan saya menambahkan: Mintalah kepada ibumu untuk mengizinkan kalian pergi ke gereja guna belajar katekismus. Kedua anak, yang amat ingin menerima Yesus yang tersembunyi begitu julukan mereka untukNya, pergi meminta izin kepada ibu mereka, dan bibi saya mengizinkannya. Tetapi ia jarang membiarkan mereka pergi ke sana, sebab ia berkata: Gereja itu cukup jauh dari sini, dan engkau amat kecil. Bagaimanapun, pastor tidak akan memberimu komuni suci sebelum umurmu sepuluh tahun. (8) Jacinta tak pernah berhenti bertanya kepada saya tentang Yesus yang tersembunyi, dan saya ingat bagaimana pada suatu hari ia bertanya kepada saya: Bagaimana gerangan begitu banyak orang menerima Yesus kecil yang tersembunyi pada waktu yang sama? Apakah ada satu potongan kecil bagi masing-masing orang? Samasekali tidak! Tidakkah engkau melihat bahwa ada banyak hosti, dan bahwa ada Kanak-Kanak Yesus di dalam masing-masing hosti!
(8) Jacinta lahir 11 Maret 1910.

43

Betapa banyak omong kosong yang tentunya telah saya katakan kepadanya!

6. Jacinta si gembala cilik


Saya cukup umur untuk dikirimkan keluar mengurusi dombadomba kami, persis seperti ibu saya telah mengirimkan anakanaknya yang lain pada usia saya. Karolina kakak saya (9) waktu itu berusia tiga belas tahun, dan tibalah saatnya bagi dia untuk pergi bekerja. Oleh karena itu ibu saya menyuruh saya untuk menggembalakan kawanan kami. Saya menyampaikan berita itu kepada kedua teman saya, dan mengatakan kepada mereka bahwa saya tak akan bermain lagi bersama mereka; tetapi mereka tak dapat menanggung perpisahan semacam ini. Segera mereka meminta ibu mereka agar memperbolehkan mereka pergi bersama saya, tetapi ibu mereka menolak. Kami tidak memiliki pilihan selain menerima perpisahan itu. Hampir setiap hari setelah itu, mereka datang untuk menjumpai saya dalam perjalanan pulang saya sore hari. Kemudian kami pergi ke tempat penampian, dan berlari-lari keliling sejenak, menunggu Bunda Maria dan para malaikat menyalakan lampu-lampu mereka atau menaruh lampu-lampu itu, sebagaimana biasa kami katakan, di jendela untuk memberi penerangan bagi kami. Pada malam-malam tanpa cahaya bulan, kami biasa berkata bahwa tak ada minyak bagi lampu Bunda kita! Jacinta dan Francisco menemukan bahwa amatlah sulit membiasakan diri dengan ketidakhadiran bekas teman mereka. Atas alasan ini, mereka meminta ibu mereka berulang kali agar membiarkan mereka menggembalakan domba mereka juga. Akhirnya bibi saya, karena berharap mungkin agar lepas dari permintaan yang terus-menerus itu, meskipun ia tahu bahwa anakanak itu terlampau kecil, menyerahkan kepada mereka penggembalaan kawanan domba mereka sendiri. Dengan wajah memancarkan kegembiraan, mereka berlari memberitahu saya tentang kabar itu dan membicarakan bagaimana kami dapat mempersatukan kawanan kami setiap hari. Setiap orang harus membuka kandang, kapan saja ibu mereka menentukan, dan siapa
(9) Karolina, meninggal pada tanggal 13 Maret 1992.

44

pun yang mencapai Barreiro terlebih dahulu harus menunggu datangnya kawanan lain. Barreiro adalah nama sebuah kolam di kaki bukit. Segera setelah kami bertemu di kolam itu, kami memutuskan ke mana kami akan menggembalakan kawanan hari itu. Kemudian kami pergi, dengan hati gembira dan puas seperti kalau kami pergi ke pesta. Dan sekarang, Yang Mulia, kami melihat Jacinta dalam kehidupannya yang baru sebagai gembala. Kami mengambil hati kawanan itu dengan membagikan makan siang kami dengan mereka. Ini berarti bahwa ketika kami mencapai perumputan, kami dapat bermain dengan santai, karena yakin bahwa mereka tidak akan berkelana jauh-jauh daripada kami. Jacinta gemar mendengarkan suaranya bergaung di dasar lembah-lembah. Atas alasan ini, salah satu kegemaran kami adalah mendaki ke puncak bukitbukit, duduk di batu yang paling besar yang dapat kami temukan, dan menyebutkan berbagai macam nama dengan sekeraskerasnya. Nama yang paling jelas bergaung kembali adalah Maria. Terkadang Jacinta biasa mengucapkan seluruh Salam Maria dengan cara ini, baru menyebutkan kata berikutnya ketika kata yang terdahulu telah berhenti bergema. Kami pun gemar menyanyi pula. Yang terselip di antara nyanyiannyanyian populer celakanya kami banyak hafal adalah lagulagu pujian kegemaran Jacinta: Salve Nobre Padroeira (Salam Pelindung Mulia), Virgem Pura, (Perawan Murni), Anjos, Cantai Comigo, (Malaikat-malaikat, bernyanyilah bersamaku). Kami amat suka menari, dan setiap alat musik yang kami dengar sedang dimainkan oleh gembala-gembala lain sudah cukup untuk membuat kami mulai menari. Jacinta, meskipun masih kecil, mempunyai bakat khusus untuk menari. Kami telah disuruh untuk mendoakan rosario setelah makan siang, tetapi karena seluruh hari tampaknya begitu pendek bagi kami untuk bermain, kami memikirkan sebuah cara yang bagus untuk melaksanakan doa itu dengan cepat. Kami sekadar melewatkan butir-butir rosario itu di antara jari-jari kami, sambil mengucapkan tak lebih daripada Salam Maria, Salam Maria, Salam Maria ... Pada akhir setiap misteri, kami berhenti sejenak, kemudian sekadar mengucapkan Bapa Kami dan seterusnyua, dalam sekejap mata, sebagaimana kata mereka, kami menyelesaikan doa rosario kami!
45

Jacinta gemar pula memegang erat-erat anak-anak domba kecil dengan kedua tangannya, sambil mendudukkan mereka di pangkuannya, mengusap-usapnya, mencium mereka, dan membawa mereka pulang malam hari di atas pundaknya, agar mereka tidak kelelahan. Pada suatu hari dalam perjalanan pulangnya, ia berjalan di tengah-tengah kawanan. Jacinta, apa yang kaulakukan, tanya saya kepadanya, di tengah-tengah domba-domba? Aku ingin melakukan hal yang sama seperti Tuhan kita dalam gambar suci yang mereka berikan kepadaku. Dia persis seperti ini, tepat di tengah-tengah mereka semua, dan Ia memegangi salah satu di antara mereka di kedua tanganNya.

7. Penampakan pertama
Dan sekarang, Yang Mulia, Anda telah mengetahui kurang lebih bagaimana Jacinta menghabiskan tujuh tahun pertama dalam hidupnya, tepat sampai tanggal 13 Mei 1917, yang fajarnya merekah kemilau dan terang seperti begitu banyak hari lain sebelumnya. Hari itu, secara kebetulan seandainya dalam rancanganrancangan Penyelenggaraan Ilahi ada hal yang disebut kebetulan kami memilih menggembalakan ternak kami di suatu lahan milik orangtua kami, yang disebut Cova da Iria. Kami memilih perumputan sebagaimana biasa kami lakukan, di Barreiro yang sudah saya sebut. Ini berarti bahwa kami terpaksa melintasi sebuah tanah tandus berawa untuk sampai ke sana, ini membuat perjalanan dua kali lebih lama. Kami terpaksa berjalan lambat untuk memberi kesempatan kepada domba-domba untuk merumput sepanjang jalan, jadi ketika kami sampai, waktu sudah menjelang tengah hari. Saya tidak akan memboroskan waktu di sini untuk mengatakan kepada Anda apa yang terjadi hari itu, sebab Yang Mulia sudah tahu dengan baik. Selain karena ketaatan, usaha saya menulis ini tampaknya bagi saya merupakan pemborosan waktu juga. Sebab saya tidak dapat melihat manfaat apa yang dapat diambil oleh Yang Mulia dari semua ini, selain bahwa boleh jadi Yang Mulia menjadi lebih akrab dengan polosnya kehidupan Jacinta. Sebelum mulai memberitahu Yang Mulia apa yang saya ingat tentang periode baru kehidupan Jacinta, pertama-tama saya harus
46

mengakui bahwa ada beberapa segi penampakan-penampakan Bunda kita yang kami sepakati untuk tidak diberitahukan kepada siapa pun. Tetapi sekarang, boleh jadi saya terpaksa berbicara mengenai penampakan-penampakan itu untuk menjelaskan dari mana Jacinta mendapat begitu banyak cinta bagi Yesus, bagi penderitaan dan bagi para pendosa, untuk keselamatan merekalah Jacinta mengorbankan dirinya dengan begitu murah hati. Yang Mulia tahu bahwa ia adalah orang yang, karena tak mampu menahan kebahagiaan, melanggar kesepakatan kami untuk menjaga seluruh perkara itu melulu bagi kami sendiri. Sore itu juga, sementara kami tetap merenungkan dan bahagia atas keajaiban, Jacinta terusmenerus menyerukan pernyataan-pernyataan yang penuh semangat: Oh, betapa cantiknya Sang Puteri! Aku dapat melihat apa yang akan terjadi, kata saya, akhirnya engkau akan mengatakan hal itu kepada orang lain lagi. Tidak. Aku tak akan mengatakannya, jawabnya jangan khawatir. Hari berikutnya, Francisco datang berlari untuk mengatakan kepada saya bagaimana Jacinta telah memberitahu mereka tentang segala sesuatunya di rumah malam sebelumnya. Jacinta mendengarkan tuduhan itu tanpa menjawab sepatah pun. Engkau tahu, itulah apa yang saya pikir akan terjadi kata saya kepadanya. Ada sesuatu di dalam hatiku yang tak membiarkan aku diam, katanya, dengan airmata berlinang-linang. Baiklah, jangan menangis sekarang, dan jangan mengatakan apa pun lagi kepada siapa pun tentang apa yang dikatakan Sang Perawan kepada kita. Tetapi aku sudah mengatakannya kepada mereka. Dan apakah yang telah kaukatakan? Aku berkata bahwa Sang Perawan berjanji membawa kita ke Sorga. Kaupikir engkau mengatakan itu kepada mereka! Maafkan aku. Aku tak akan mengatakan apa pun lagi kepada siapa pun juga!

47

8. Renungan tentang neraka


Hari itu, ketika kami mencapai padang penggembalaan, Jacinta duduk termenung di atas sebuah batu. Jacinta, datanglah dan bermainlah. Aku tidak ingin bermain hari ini. Mengapa tidak? Sebab saya sedang berpikir. Puteri itu menyuruh kita berdoa rosario dan melakukan pengorbanan-pengorbanan bagi bertobatnya para pendosa. Jadi sejak sekarang, kalau kita berdoa rosario kita harus mengucapkan seluruh Salam Maria dan seluruh Bapa Kami! Dan tentang pengorbanan-pengorbanan itu bagaimana kita akan melakukannya? Francisco segera memikirkan sebuah pengorbanan yang baik: Marilah kita berikan makan siang kita kepada domba-domba dan berkorban dengan tidak makan siang. Dalam beberapa menit, isi kantung makan siang kami telah terbagi habis di antara para domba. Jadi pada hari itu, kami berpuasa sehebat seperti biarawan Kartusian yang paling ketat! Jacinta tinggal duduk di atas batu, sambil tampak amat dalam merenung, dan bertanya: Puteri itu juga mengatakan bahwa banyak jiwa masuk neraka! Apakah neraka itu? Neraka itu seperti sebuah sumur besar amat dalam dengan binatang-binatang buas, dengan sebuah api yang besar sekali di dalamnya begitulah ibu saya biasa menjelaskannya untukku dan ke situlah perginya orang-orang yang melakukan dosa dan tidak mengakukannya. Mereka tinggal di situ dan terbakar selamanya! Dan mereka tak pernah keluar lagi dari situ selamanya? Tidak! Tidak keluar bahkan setelah bertahun-tahun? Tidak! Neraka itu tidak bernah berakhir! Dan surga pun tak pernah berakhir juga? Siapa pun yang masuk surga tidak akan pernah meninggalkannya. Dan siapa pun yang masuk neraka, tak pernah meninggalkannya pula?
48

Mereka itu kekal, tidakkah engkau paham! Mereka itu tidak pernah berakhir. Begitulah untuk pertama kalinya, kami melakukan permenungan tentang neraka dan keabadian. Apa yang paling berkesan bagi Jacinta adalah gagasan keabadian. Bahkan di tengah permainan, ia akan berhenti dan bertanya: Tetapi dengarlah! Bukankah neraka itu berhenti setelah bertahun-tahun? Atau sekali lagi: Orang-orang yang terbakar di neraka itu, apakah mereka tak pernah mati? Dan bukankah mereka berubah menjadi abu? Dan seandainya orang berdoa banyak-banyak bagi para pendosa, tidak maukah Tuhan kita mengeluarkan mereka dari situ? Dan seandainya mereka juga berkorban? Para pendosa yang malang! Kita harus berdoa dan membuat banyak pengorbanan bagi mereka! Kemudian ia melanjutkan: Betapa baik hatinya Sang Perawan itu! Ia telah berjanji membawa kita ke Sorga!

9. Pertobatan para pendosa


Jacinta amat dalam memasukkan masalah membuat pengorbanan bagi pertobatan para pendosa ini ke dalam hatinya, sehingga ia tak pernah melepaskan satu kesempatan pun. Ada dua keluarga di Moita (10) yang anak-anaknya biasa pergi berkeliling mengemis dari pintu ke pintu. Kami bertemu dengan mereka pada suatu hari, sewaktu kami pergi bersama domba-domba kami. Segera Jacinta melihat mereka dan berkata kepada kami: Marilah kita berikan makan siang kita kepada anak-anak miskin itu, demi pertobatan para pendosa. Dan ia berlari untuk mengambilnya dan memberikan kepada mereka. Sore itu, Jacinta mengatakan kepada saya bahwa ia lapar. Di dekat situ ada pohon holm-oak dan ek. Buah-buahnya masih cukup hijau. Tetapi, saya katakan kepadanya bahwa kami dapat memakannya. Francisco memanjat sebatang holm-oak untuk
(10) Pada waktu itu merupakan desa kecil di utara Cova da Iria sekitar 1 kilometer dari tempat penampakan-penampakan.

49

mengisi saku-sakunya, tetapi Jacinta mengingatkan bahwa kami dapat makan buah-buah yang ada di pohon ek sebagai gantinya, dan dengan demikian melakukan pengorbanan dengan memakan jenis yang lebih pahit. Jadi begitulah, pada sore itu, kami menikmati hidangan yang lezat ini! Jacinta menjadikan yang satu ini sebagai pengorbanannya yang biasa, dan seringkali memungut buah-buah dari pohon ek atau buah zaitun dari pohon-pohon itu. Pada suatu hari saya berkata kepadanya: Jacinta, jangan makan itu; itu terlampau pahit! Justru karena pahit itulah aku memakannya, demi pertobatan para pendosa. Ini bukanlah satu-satunya kesempatan kami berpuasa. Kami sepakat bahwa kapan saja kami menjumpai anak miskin semacam ini, kami akan memberikan makan siang kami kepada mereka. Mereka terlampau kegirangan untuk menerima derma seperti ini, dan mereka berusaha baik-baik untuk berjumpa dengan kami; mereka biasa menunggu kami sepanjang jalan. Segera setelah kami melihat mereka, Jacinta berlari memberi mereka semua makanan yang kami miliki hari itu, dengan rasa bahagia sepertinya ia sendiri tak membutuhkan makanan itu. Pada hari-hari semacam itu, satusatunya makanan kami adalah buah-buah pinus, dan buni-buni kecil sekitar ukuran buah zaitun yang tumbuh di akar-akar pohon bunga lonceng kuning, dan juga buni hitam, jamur, dan bahan-bahan lain yang kami temukan pada akar pinus sekarang saya tidak dapat mengingat apa namanya itu. Bila ada buah-buahan yang tersedia di lahan milik orangtua kami, kami biasa memakannya. Rasa haus Jacinta untuk melakukan pengorbanan tampaknya tak terpuaskan. Pada suatu hari seorang tetangga menawarkan sebuah lahan perumputan yang bagus bagi domba-domba kami kepada ibu saya. Meski lahan itu cukup jauh dan kami berada pada puncak musim panas, ibu saya menerima tawaran yang amat murah hati itu, dan mengirim saya ke sana. Ia mengatakan kepada saya bahwa kami harus tidur siang di tempat teduh di bawah pohonpohon, karena ada kolam dekat situ tempat kawanan domba dapat pergi dan minum. Dalam perjalanan, kami berjumpa dengan anakanak miskin yang kami cintai, dan Jacinta berlari untuk memberikan derma kami yang biasa itu. Hari itu adalah hari yang menyenangkan, tetapi matahari begitu panas bersinar, dan di padang gurun yang
50

kering dan berbatu-batu itu, rasanya seolah-olah matahari akan membakar segala sesuatunya. Kami terbakar oleh rasa haus, dan kami tak memiliki setetes air pun untuk diminum! Semula, kami menyampaikan pengorbanan itu dengan murah hati demi pertobatan para pendosa, tetapi setelah tengah hari, kami tak sanggup lagi bertahan. Karena ada sebuah rumah cukup dekat dari situ, saya menyarankan kepada rekan-rekan saya bahwa saya sebaiknya pergi dan meminta sedikit air. Mereka setuju, jadi saya pergi dan mengetuk pintunya. Seorang wanita tua bertubuh kecil bukan saja memberi sekantung air, melainkan pula sejumlah roti, yang saya terima dengan penuh syukur. Saya berlari untuk membagikannya dengan teman-teman cilik saya, dan kemudian menawarkan tempat air itu kepada Francisco, dan menyuruhnya untuk minum. Aku tidak mau minum, jawabnya. Mengapa? Aku ingin menderita demi pertobatan para pendosa. Engkau harus minum pula Jacinta! Tetapi aku ingin mempersembahkan pengorbanan ini bagi para pendosa juga. Kemudian saya menuang air itu ke sebuah ceruk di batu, agar domba-domba dapat meminumnya, dan pergi untuk mengembalikan kantung itu kepada pemiliknya. Panas matahari semakin hebat. Bunyi gemetar jengkerik-jengkerik dan belalang bercampur dengan bunyi katak di kolam dekat situ membuat bunyi keras yang hampirhampir tak tertahankan. Jacinta, meski kurus badannya, dan diperlemah oleh kurang makan dan minum, berkata kepada saya dengan kesederhanaan yang menjadi sifat alamiahnya: Katakan kepada jengkerik-jengkerik dan katak-katak itu supaya diam! Aku mengalami sakit kepala hebat. Kemudian Francisco bertanya kepadanya: Bukankah engkau menghendaki ini bagi para pendosa? Anak kecil yang malang itu, sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya yang kecil, menjawab: Ya, memang. Biarkan mereka bernyanyi!

51

10. Perlawanan keluarga


Sementara itu, telah tersebar berita tentang apa yang terjadi. Ibu saya menjadi risau, dan mati-matian ingin agar saya menyangkal apa yang telah saya katakan. Pada suatu hari, sebelum kami berangkat bersama kawanan domba, ia memaksa saya untuk mengaku bahwa saya berbohong, dan untuk maksud ini ia menggunakan baik usapan maupun ancaman, bahkan gagang sapu. Terhadap semuanya ini ia hanya mendapat jawaban bisu, atau penegasan atas apa yang telah saya katakan. Ia berkata kepada saya supaya pergi dan melepaskan domba-domba, dan selama siang itu merenungkan baik-baik bahwa ia tak akan pernah membiarkan satu kebohongan pun di antara anak-anaknya, apalagi kebohongan semacam ini. Ia mengancam saya bahwa ia akan memaksa saya, pada petang itu juga, untuk pergi ke orang-orang yang telah saya bohongi, mengaku bahwa saya telah berbohong dan meminta maaf kepada mereka. Saya pergi dengan domba-domba saya, dan hari itu teman-teman kecil saya sudah menunggu saya. Ketika mereka melihat saya menangis, mereka berlari mendekat dan bertanya kepada saya apa sebabnya. Saya katakan kepada mereka semua yang telah terjadi, dan menambahkan: Katakan sekarang padaku, apa yang harus kuperbuat? Ibuku sungguh-sungguh berniat untuk memaksa aku mengatakan bahwa aku berbohong. Tetapi bagaimana aku dapat berbohong? Kemudian Francisco berkata kepada Jacinta: Lihatlah! Itu salahmu. Mengapa engkau mengatakan kepada mereka? Anak kecil yang malang itu sambil menangis berlutut, mengatupkan kedua tangannya, dan memohon ampun kepada kami: Aku telah berbuat salah, katanya sambil menangis tetapi aku tidak akan pernah lagi mengatakan apa pun kepada siapa pun juga. Yang Mulia boleh jadi bertanya-tanya siapakah yang mengajar Jacinta untuk membuat tindak kerendahan hati seperti itu? Saya tidak tahu. Boleh jadi ia telah melihat saudara-saudaranya dan saudari-saudarinya meminta maaf kepada orangtua mereka sebelum menerima komuni; atau kalau tidak, menurut pendapat
52

saya, Jacintalah yang menerima rahmat melimpah lebih banyak dari Bunda kita, dan pengetahuan tentang Allah dan keutamaan. Ketika pastor paroki (11) mengundang kami beberapa waktu kemudian, untuk menginterogasi kami, Jacinta menundukkan kepalanya, dan hanya dengan susah payah pastor itu mendapatkan satu atau dua patah kata darinya. Setelah keluar, saya bertanya kepada Jacinta: Mengapa engkau tidak menjawab imam itu? Sebab aku telah berjanji kepadamu untuk tidak lagi mengatakan apa pun kepada siapa pun juga! Pada suatu hari ia bertanya kepada saya: Mengapakah kita tidak dapat mengatakan bahwa Sang Perawan itu menyuruh kita untuk berkorban bagi para pendosa? Agar mereka tidak akan menanyakan jenis pengorbanan apa yang sedang kita buat. Ibu saya menjadi semakin risau dengan perkembangan segala sesuatunya ini. Ini membuatnya untuk sekali lagi mencoba memaksa saya mengaku bahwa saya berbohong. Pada suatu pagi sekali, ia memanggil saya dan menyuruh saya untuk menghadap pastor paroki, dan berkata: Kalau engkau sampai ke sana, berlututlah, katakan kepada pastor bahwa engkau sudah berbohong, dan mintalah maaf. Sewaktu kami lewat rumah bibi saya, ibu saya masuk ke rumah selama beberapa menit. Ini memberi saya kesempatan memberi tahu Jacinta apa yang sedang terjadi. Ketika melihat saya murung, ia menangis sedikit dan berkata: Aku akan pergi dan memanggil Francisco. Kami akan pergi dan berdoa untukmu di sumur itu. Setelah engkau pulang, datanglah dan temuilah kami di sana. Setelah saya pulang, saya lari ke sumur itu, dan mereka berdua ada di sana sambil berlutut, berdoa. Segera setelah mereka melihat saya, Jacinta berlari memeluk saya, dan kemudian ia berkata: Engkau lihat! Kita tak boleh takut akan apa pun! Puteri itu akan senantiasa menolong kita. Ia adalah teman kita yang begitu baik! Sejak Bunda Maria mengajar kami untuk mempersembahkan

(11) Interogasi pertama oleh pastor paroki Romo Manuel M. Ferreira berlangsung pada akhir Mei 1917.

53

pengorbanan kami kepada Yesus, kapan saja kami harus menderita sesuatu, atau sepakat untuk berkorban, Jacinta bertanya: Sudahkah engkau mengatakan kepada Yesus bahwa ini demi cinta kepadaNya? Bila saya berkata bahwa saya belum melakukannya, ia menjawab: Kalau begitu aku akan memberitahukan kepadaNya, dan sambil mengatupkan kedua tangannya, ia mengangkat matanya ke langit dan berkata: Oh, Yesus, ini demi cinta kepadaMu, dan demi pertobatan para pendosa!

11. Cinta kepada Bapa Suci


Dua imam, yang datang untuk menanyai kami, menyarankan agar kami berdoa bagi Bapa Suci. Jacinta bertanya siapakah Bapa Suci itu. Imam-imam yang baik itu menjelaskan siapa dia dan betapa dia membutuhkan doa-doa. Ini memberi Jacinta cinta yang besar kepada Bapa Suci sehingga, setiap kali ia memper-sembahkan pengorbanan-pengorbanannya kepada Yesus, ia menambahkan: dan untuk Bapa Suci. Pada akhir doa rosario, ia senantiasa mengucapkan tiga Salam Maria bagi Bapa Suci, dan terkadang ia akan berkata: Betapa senangnya aku melihat Bapa Suci! Begitu banyak orang datang kemari, tetapi Bapa Suci tak pernah datang! (12) Dalam kesederhanaannya yang kekanak-kanakan, ia mengandaikan bahwa Bapa Suci dapat melakukan perjalanan ini persis seperti setiap orang lain! Pada suatu hari, ayah dan paman saya (13) dipanggil untuk menghadap Administrator (14) bersama kami bertiga. Aku tidak akan membawa anak-anakku, kata pamanku, atau menghadapkan mereka di depan pengadilan mana pun. Mengapa, mereka belum cukup umur untuk bertanggung jawab atas tindakan(12) Paulus VI pada 13 Mei 1967, dan Yohanes Paulus II pada 13 Mei 1982, 1991, 2000 berkunjung ke Fatima. (13) Nama ayahnya adalah Antonio dos Santos, meninggal 1919. Pamannya adalah Manuel Pedro Marto, meninggal 1957, ayah Francisco dan Jacinta. (14) Administrator itu adalah Artur de Oliveira Santos, meninggal 1955.

54

tindakan mereka, dan selain itu, mereka tak akan pernah mampu menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki menuju Vila Nova de Ourem. Aku sendiri akan pergi dan melihat apa yang mereka kehendaki. Ayah saya berpikir lain: Tentang gadisku, aku akan membawanya! Biarkanlah dia menjawab sendiri; aku samasekali tak tahu apa pun tentang hal ini. Mereka semua memanfaatkan kesempatan ini untuk menakutnakuti kami dengan cara apa pun yang mungkin. Hari berikutnya, sewaktu kami melewati rumah paman saya, ayah saya harus menunggu paman selama beberapa menit. Saya berlari untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Jacinta, yang masih di ranjang. Karena ragu-ragu apakah kami masih akan saling bertemu lagi, saya memeluknya. Sambil berlinang airmata, anak malang itu tersedu-sedu: Bila mereka membunuhmu, katakan kepada mereka bahwa Francisco dan aku sama saja dengan dirimu, dan bahwa kami ingin mati juga. Aku akan langsung pergi sekarang ke sumur bersama Francisco, dan kami akan berdoa dengan hebat untukmu. Ketika kami tiba kembali pada senja hari, saya berlari menuju sumur itu, dan mereka berdua masih berlutut, sambil bersandar ke sisi sumur, kepala mereka terbenam di tangan mereka, sambil menangis sejadi-jadinya. Segera setelah mereka melihat saya, mereka berteriak karena kaget: Jadi engkau sudah datang? Mengapa, kakak perempuanmu datang kemari untuk menimba air dan memberitahu kami bahwa mereka akan membunuhmu! Kami telah berdoa dan menangis begitu hebat untukmu!

12. Di penjara Ourem


Ketika beberapa waktu kemudian kami dijebloskan ke penjara, apa yang paling membuat Jacinta menderita adalah perasaan bahwa orangtua mereka telah meninggalkan mereka. Dengan airmata menetes di pipinya, ia berkata: Baik orangtuamu maupun orangtuaku tidak menengok kita. Mereka tidak peduli lagi kepada kita!
55

Jangan menangis, kata Francisco, kita dapat mempersembahkan ini kepada Yesus bagi para pendosa. Jacinta menambahkan: Dan juga bagi Bapa Suci, dan sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak bernoda. Setelah dipisahkan untuk sementara waktu, kami dipersatukan di salah satu ruangan lain di penjara itu. Ketika mereka memberi tahu kami bahwa mereka akan datang segera untuk membawa kami supaya dibakar hidup-hidup, Jacinta pergi ke pinggir dan berdiri dekat jendela yang menghadap ke pasar ternak. Pertama saya pikir bahwa ia mencoba menghibur diri dengan pandangan itu, tetapi segera saya menyadari bahwa ia sedang menangis. Saya mendekatinya dan menariknya kepadaku, sambil bertanya mengapa ia menangis: Sebab kami akan mati, jawabnya, tanpa pernah melihat orangtua kami lagi, ibu kami pun tidak! Dengan airmata mengalir di pipinya, ia menambahkan: Saya ingin bertemu sekurang-kurangnya dengan ibuku. Bukankah kau mau mempersembahkan pengorbanan ini bagi pertobatan para pendosa? Aku ingin, aku ingin! Dengan wajah berlinang airmata, ia mengatupkan kedua tangannya, mengarahkan matanya ke langit dan melakukan persembahannya: Oh, Yesusku! Ini demi kasih kepadaMu, bagi pertobatan para pendosa, bagi Bapa Suci, dan sebagai silih bagi dosa-dosa terhadap Hati Maria yang tak bernoda! Para narapidana yang hadir pada adegan ini, berusaha menghibur kami: Tetapi yang perlu kalian lakukan, kata mereka, adalah mengatakan kepada Administrator tentang rahasia itu! Tak pernah! begitu jawab Jacinta tegas, lebih baik aku mati.

13. Rosario di penjara


Kemudian, kami memutuskan untuk berdoa rosario. Jacinta mengambil medali yang dikenakan sekeliling lehernya, dan meminta seorang narapidana untuk menggantungkannya dengan sebuah paku di dinding. Sambil berlutut di hadapan medali ini, kami mulai
56

berdoa. Para narapidana berdoa bersama kami, itu kalau mereka tahu bagaimana berdoa, tetapi sekurang-kurangnya mereka berlutut. Setelah rosario selesai, Jacinta mendekati jendela, dan mulai menangis lagi. Jacinta, tanyaku, tidakkah engkau mau mempersembahkan korban ini kepada Tuhan kita? Ya, aku mau, tetapi aku terus memikirkan ibuku, dan aku tak dapat berhenti menangis. Karena Perawan Tersuci telah memberitahu kami untuk mempersembahkan doa-doa kami dan korban-korban kami juga sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak bernoda, kami setuju bahwa kami masing-masing akan memilih salah satu maksud itu. Seorang akan mempersembahkan bagi para pendosa, yang lain bagi Bapa Suci dan satu orang lagi bagi silih untuk dosa-dosa terhadap Hati Maria yang tak bernoda. Setelah mengambil keputusan ini, saya berkata kepada Jacinta supaya memilih tujuan mana yang disukainya. Aku mempersembahkan bagi semua ujud itu, sebab aku mencintai mereka semua.

14. Dan akhirnya... menari


Di antara para narapidana, ada satu orang yang memainkan concertina (semacam akordion). Untuk mengalihkan perhatian kami, ia mulai bermain dan mereka semua mulai bernyanyi. Mereka bertanya kepada kami apakah kami dapat menari. Kami berkata bahwa kami dapat menari fandango dan vira. Pasangan Jacinta adalah seorang pencuri miskin yang, karena merasa Jacinta terlalu kecil, ia mengangkatnya ke atas dan terus menari bersamanya sambil digendong dengan tangannya! Kami hanya berharap bahwa Bunda Maria mengasihani jiwanya dan mentobatkannya! Nah, boleh jadi Yang Mulia akan berkata: Betapa sikap-sikap yang amat bagus untuk martir! Memang benar. Tetapi kami hanyalah kanak-kanak dan kami tidak berpikir lebih dari ini. Jacinta amat senang menari, dan berbakat khusus untuk itu. Saya ingat bagaimana ia menangis pada suatu hari tentang salah satu saudarasaudaranya yang telah pergi berperang dan konon meninggal dalam tugas. Untuk menghibur dia, saya mengatur tarian kecil bersama
57

dua saudaranya. Si anak malang itu berdansa sambil menyeka airmata yang mengalir di pipinya. Kegemarannya untuk menari sedemikian besar, sehingga bunyi seorang gembala yang memainkan alat musiknya sudahlah cukup untuk membuatnya menari sendirian. Meski demikian, ketika waktu karnaval atau pesta St Yohanes tiba, ia mengatakan: Aku tidak mau menari lagi. Dan mengapa tidak? Sebab aku ingin mempersembahkan ini kepada Tuhan kita.

II. SETELAH PENAMPAKAN-PENAMPAKAN


1. Doa-doa dan pengorbanan-pengorbanan di Cabeco
Bibi saya bosan sekali karena harus terus-menerus meminta seseorang untuk memanggilkan anak-anaknya, sekadar untuk memuaskan orang-orang yang datang untuk minta bicara dengan mereka. Oleh karena itu ia menyerahkan penggembalaan ternaknya kepada Yohanes, anaknya yang lain (15). Keputusan ini amat berat bagi Jacinta atas dua alasan: pertama, karena ia terpaksa berbicara kepada setiap orang yang datang mencarinya, dan kedua, karena ia tak dapat lagi menghabiskan seluruh hari bersama saya. Tetapi ia terpaksa harus pasrah, bagaimana pun. Untuk melepaskan diri dari para pengunjung yang tidak disambut baik, ia dan Francisco biasa pergi dan bersembunyi di lubang gua sebuah batu (16) di sisi bukit yang menghadap desa saya. Di puncak bukit itu terdapat gilingan dengan kincir angin. Karena terletak di lereng timur, tempat persembunyian ini sedemikian bagus terbentuk sehingga memberi perlindungan ideal bagi mereka baik dari hujan maupun dari matahari yang menyengat, terutama karena tempat itu dinaungi oleh banyak pohon ek dan pohon zaitun. Betapa banyak doa dan pengorbanan yang dipersembahkan Jacinta kepada Tuhan kita!

(15) Yohanes Marto, kakak Jacinta (meninggal 28 April 2000). (16) Bukit itu disebut Cabeco, dan gua di lerengnya dikenal sebagai Loca do Cabeco.

58

Di seluruh lereng itu tumbuh berbagai macam bunga. Di antaranya ada banyak iris, dan Jacinta menyukai iris terutama. Setiap petang ia menunggu saya dalam perjalanan pulang saya, sambil memegang sekuntum iris yang dipetiknya untuk saya, atau suatu bunga lain bila tidak menemukan iris. Memetiki daun bunganya satu demi satu dan menebarkannya ke atas saya merupakan kebahagiaan sejati bagi dia. Ibu saya merasa puas untuk sementara waktu dengan memutuskan setiap hari ke mana saya harus menggembalakan ternak, agar ia tahu ke mana menemukan saya bila saya diperlukan. Kalau tempatnya dekat, saya memberitahu teman-teman kecil saya, dan mereka tak membuang-buang waktu untuk datang bergabung dengan saya. Jacinta tak pernah berhenti berlari sampai ia melihat saya. Kemudian, setelah kelelahan, ia duduk dan terus-menerus memanggil saya, sampai saya menjawab dan lari menjumpainya.

2. Interogasi-interogasi yang menyusahkan


Akhirnya ibu saya, karena capai melihat kakak saya menghabiskan waktunya untuk datang dan memanggil saya dan menggantikan saya menggembalakan domba, memutuskan untuk menjual lahan itu. Ia membicarakan segala sesuatunya dengan bibi saya, dan mereka sepakat untuk mengirimkan kami bersekolah. Pada waktu bermain, Jacinta suka mengunjungi Sakramen Mahakudus. Tampaknya mereka menduga, begitu dia akan berkata. Segera setelah kita ada di dalam gereja sekelompok orang datang menanyai kami! Saya ingin sekali sendirian lama dengan Yesus yang tersembunyi dan berbicara kepadaNya, tetapi mereka tak pernah membiarkan kita melakukannya. Memang benar, orang-orang desa sederhana tak pernah membiarkan kami sendiri. Dengan keluguan yang amat besar, mereka memberitahukan kebutuhan-kebutuhan mereka dan kesulitan-kesulitan mereka kepada kami. Jacinta memperlihatkan rasa belaskasihan yang paling besar, terutama kalau menyangkut seorang pendosa, sambil berkata: Kita harus berdoa dan mempersembahkan korban-korban kepada Tuhan kita, agar si pendosa itu ditobatkan dan tidak masuk neraka, manusia malang!
59

Dalam kaitan ini boleh jadi ada baiknya menyampaikan di sini sebuah peristiwa yang memperlihatkan sejauh mana Jacinta berusaha melepaskan diri dari orang-orang yang datang mencarinya. Kami sedang dalam perjalanan menuju Fatima pada suatu hari (17), dan mendekati jalan utama, ketika kami mengamati sekelompok pria dan wanita keluar dari sebuah kereta. Kami tahu dengan pasti bahwa mereka mencari kami. Lari merupakan hal yang mustahil, sebab mereka akan melihat kami. Kami berjalan terus, dengan harapan melewatinya tanpa dikenali. Setelah mencapai kami, wanita-wanita itu bertanya apakah kami kenal para gembala kecil yang mendapat penampakan Bunda Maria. Kami berkata kami kenal. Tahukah kalian di mana mereka tinggal? Kami memberi mereka petunjuk-petunjuk tepat, kemudian berlari untuk bersembunyi di ladang-ladang di antara semak-semak berduri. Jacinta begitu gembira dengan hasil strategi kecilnya, sehingga ia berseru: Kita harus senantiasa melakukan hal ini bila mereka tidak mengenal kita.

3. Romo Cruz yang saleh


Pada suatu hari datanglah Romo Cruz (18) dari Lisbon, menurut gilirannya, untuk menanyai kami. Setelah ia selesai, ia meminta kami untuk memperlihatkan kepadanya tempat di mana Bunda Maria menampakkan diri kepada kami. Dalam perjalanan itu kami berjalan di kiri kanan romo tersebut, yang menunggang seekor bagal yang begitu kecil sehingga kedua kaki beliau hampir menyentuh tanah. Sewaktu kami berjalan, ia mengajar kami litani doa-doa singkat, dua di antaranya dijadikan doanya sendiri oleh Jacinta dan tak pernah berhenti melafalkannya sesudah itu: Oh, Yesusku, aku sayang padaMu! Hati Maria yang manis, jadilah keselamatanku! Pada suatu hari dalam sakitnya, ia berkata kepada saya: Aku amat senang mengatakan kepada Yesus bahwa aku mencintaiNya! Berkali-kali, ketika aku mengatakan kepadaNya, tampaknya ada api di hatiku, tetapi tubuhku tidak terbakar.
(17) Ini terjadi pada 1918 atau 1919, satu tahun setelah penampakan-penampakan. (18) Romo Francisco Cruz SJ, 1858-1948, hamba Tuhan yang sedang dalam proses beatifikasi.

60

Lain waktu ia berkata: Aku mencintai Tuhan kita dan Ratu kita begitu hebat, sehingga aku tak pernah lelah mengatakan kepada mereka bahwa aku mencintai mereka.

4. Rahmat-rahmat melalui Jacinta


Ada seorang perempuan tetangga kami yang mengumpat kami setiap kali kami menjumpainya. Pada suatu hari kami berjumpa dengan dia, sewaktu ia keluar dari kedai minum, sedikit agak mabuk. Karena tidak puas dengan sekadar umpatan, ia melangkah lebih lanjut. Setelah ia selesai, Jacinta berkata kepada saya: Kita harus memohon kepada Ratu kita dan mempersembahkan korban untuk pertobatan perempuan ini. Ia mengucapkan begitu banyak hal yang penuh dosa hingga bila ia tidak pergi mengaku dosa, ia akan masuk neraka. Beberapa hari kemudian, kami berlari melewati pintu rumah perempuan itu ketika tiba-tiba Jacinta berhenti, dan sambil berpaling ia bertanya: Dengar! Bukankah kita besok pagi akan melihat Perawan itu? Ya, memang. Oleh karena itu janganlah kita bermain lagi. Kita dapat menjadikan ini sebagai korban bagi pertobatan para pendosa. Tanpa menyadari bahwa mungkin ada orang yang mengamatinya, ia menaikkan kedua tangan dan matanya ke langit, dan melakukan persembahannya. Sementara itu si perempuan, mengintip melalui tirai di rumahnya. Ia mengatakan kepada ibu saya sesudahnya bahwa apa yang dibuat Jacinta amat berkesan kepadanya, sehingga ia tidak membutuhkan bukti untuk mempercayai kebenaran penampakan-penampakan itu; sejak itu, ia tidak hanya tidak mengumpat kami lagi, melainkan akan terus meminta kami untuk beroda kepada Sang Perawan, agar dosa-dosanya diampuni. Lagi-lagi, seorang wanita yang mengidap penyakit mengerikan menjumpai kami pada suatu hari. Sambil menangis, ia berlutut di depan Jacinta dan memohon kepadanya agar meminta Bunda Maria untuk menyembuhkannya. Jacinta sedih melihat seorang wanita berlutut di depannya, dan memegangnya dengan tangan gemetar untuk mengangkatnya. Tetapi melihat hal ini merupakan sesuatu
61

yang di luar kekuatannya, ia pun berlutut dan mendoakan tiga Salam Maria bersama wanita tadi. Kemudian Jacinta meminta wanita itu untuk berdiri, dan menjamin kepadanya bahwa Ratu kita akan menyembuhkannya. Setelah itu, ia terus berdoa setiap hari untuk wanita itu, sampai ia kembali kemudian hari untuk mengucapkan terima kasih kepada Ratu kita karena kesembuhannya. Pada kesempatan lain, ada seorang prajurit yang menangis seperti anak kecil. Ia telah mendapat perintah untuk berangkat ke medan perang, meskipun isterinya sedang sakit di ranjang dan ia mempunyai tiga anak kecil. Ia memohon entah isterinya akan disembuhkan atau agar perintah itu dibatalkan. Jacinta menyuruhnya untuk berdoa rosario bersamanya, dan kemudian berkata kepadanya: Jangan menangis. Bunda Maria itu baik sekali! Ia tentu akan memberikan rahmat yang kauminta. Sejak itu ia tak pernah lupa kepada prajurit tadi. Pada akhir rosario, ia senantiasa mendoakan satu Salam Maria baginya. Beberapa bulan kemudian, prajurit itu muncul dengan isteri dan ketiga anaknya yang masih kecil, untuk mengucapkan terima kasih kepada Bunda Maria atas kedua rahmat yang baru diterimanya. Karena menderita demam pada malam sebelum ia berangkat, ia dibebaskan dari dinas militer, dan tentang isterinya, ia berkata isterinya itu secara ajaib telah disembuhkan oleh Ratu kita.

5. Semakin banyak pengorbanan


Pada suatu hari, kami diberitahu bahwa seorang imam akan datang untuk menjumpai kami. Ia amat suci dan dapat mengatakan apa yang terjadi pada lubuk hati terdalam seseorang. Ini berarti bahwa ia akan menemukan apakah kami berbohong atau tidak. Dengan penuh kegembiraan, Jacinta berseru: Kapan Romo itu akan datang? Bila dia dapat betul-betul meramal, maka ia akan tahu bahwa kita mengatakan sejujurnya. Pada suatu hari kami sedang bermain di sumur yang telah saya sebut. Dekat dari situ, terdapat kebun anggur milik ibu Jacinta. Ia memetik beberapa tandan dan membawanya kepada kami agar kami makan. Tetapi Jacinta tak pernah melupakan para pendosanya. Kami tak mau memakannya, katanya, kami akan mempersembahkan pengorbanan ini bagi para pendosa.
62

Kemudian ia lari keluar dengan buah-buah anggur itu dan memberikannya kepada anak-anak lain yang bermain di jalanan. Ia kembali dengan wajah ceria kegirangan, sebab ia telah menemukan anak-anak miskin kami, dan memberikan anggur itu kepada mereka. Lain kesempatan, bibi saya mengundang kami untuk datang dan menyantap sejumlah buah ara yang telah dibawanya pulang, dan sungguh buah-buah itu akan membangkitkan selera siapa pun. Jacinta dengan gembira duduk dekat keranjang itu, bersama kami yang lain, dan mengambil buah ara pertama. Ia baru saja akan memakannya, ketika tiba-tiba ingat, dan berkata: Memang benar! Hari ini kita belum membuat satu pengorbanan pun bagi para pendosa! Kita akan melakukan pengorbanan yang satu ini. Ia menaruh kembali buah ara itu ke dalam keranjang, dan melakukan persembahan; dan kami pun meninggalkan buah ara kami di keranjang itu demi pertobatan para pendosa. Jacinta membuat pengorbanan semacam itu berulang kali, tetapi saya tidak akan berhenti untuk menceritakannya lagi, atau saya tak akan pernah berhenti.

III. SAKIT DAN MENINGGALNYA JACINTA


1. Sakitnya Jacinta
Beginilah Jacinta menghabiskan hari-harinya, sampai Tuhan kita mengirimkan influensa yang memaksanya tinggal di ranjang, dan saudaranya Francisco juga (19). Petang menjelang ia jatuh sakit, ia berkata: Kepala saya sakit sekali dan saya amat haus! Tetapi saya tidak mau minum, karena saya ingin menderita bagi para pendosa. Selain bersekolah atau tugas-tugas kecil yang diberikan kepada saya untuk saya kerjakan, saya meluangkan setiap waktu bebas bersama rekan-rekan cilik saya. Pada suatu hari, ketika saya berkunjung dalam perjalanan saya ke sekolah, Jacinta berkata kepada saya:
(19) Jacinta jatuh sakit pada bulan Oktober 1918, dan segera setelah itu Francisco sakit juga.

63

Dengarlah! Katakan kepada Yesus yang tersembunyi bahwa aku sangat mencintainya, bahwa aku sungguh-sungguh amat menyayanginya. Pada lain kesempatan, ia berkata: Katakan kepada Yesus bahwa aku mengirimkan cintaku kepadaNya, dan rindu melihatNya. Kapan saja saya mengunjungi ruangannya terlebih dahulu, ia biasa berkata: Sekarang pergilah dan temuilah Francisco. Aku akan membuat pengorbanan dengan tinggal sendiri di sini. Pada kesempatan lain, ibunya membawakan secangkir susu untuknya dan menyuruh Jacinta untuk meminumnya. Aku tidak menginginkannya, Bu, jawabnya, sambil mendorong cangkir itu jauh-jauh dengan tangannya yang kecil. Bibi saya sedikit mendesak, dan kemudian meninggalkan kamar, sambil berkata: Saya tidak tahu bagaimana caranya menyuruh dia makan sesuatu; ia tidak punya nafsu makan. Segera setelah kami sendirian, saya bertanya kepadanya: Bagaimana engkau dapat tidak taat terhadap ibumu seperti itu, dan tidak mempersembahkan pengorbanan ini kepada Tuhan kita? Ketika ia mendengar ini, ia menitikkan beberapa airmata yang dengan senang hati saya keringkan, dan berkata: Kali ini aku lupa. Ia memanggil ibunya, meminta maaf kepadanya, dan berkata ia akan minum apa saja yang diinginkan ibunya. Ibunya membawa kembali secangkir susu tadi, dan Jacinta meminumnya tanpa tanda penolakan sedikit pun. Belakangan, ia berkata kepada saya: Seandainya engkau tahu betapa sulitnya meminum susu itu! Lain kali, ia berkata kepada saya: Makin lama makin sulit bagiku untuk minum susu atau sop, tetapi saya tidak mengatakan apaapa. Saya meminum semuanya demi cinta bagi Tuhan kita dan Hati Maria yang tak bernoda, Bunda surgawi kita yang tercinta. Sekali lagi saya bertanya kepadanya: Apakah engkau bertambah baik? Engkau tahu aku tidak bertambah baik, jawabnya, dan menambahkan: Dadaku sakit sekali! Tetapi saya tidak mengatakan apa pun. Saya menderita demi pertobatan para pendosa. Pada suatu hari ketika saya datang, ia bertanya: Apakah engkau membuat banyak pengorbanan hari ini? Aku membuat banyak. Ibuku pergi keluar, dan aku ingin pergi dan mengunjungi Francisco berkali-kali, dan aku tidak pergi.
64

2. Kunjungan Perawan Suci


Bagaimana pun Jacinta membaik sedikit. Ia bahkan mampu berdiri, dan dengan demikian dapat menghabiskan hari-harinya dengan duduk di sebelah ranjang Francisco. Pada satu kesempatan, ia memanggil saya supaya datang dan mengunjunginya segera. Saya langsung berlari. Ratu kita datang mengunjungi kami, kata Jacinta. Ia memberitahu kami bahwa ia akan datang untuk segera mengambil Francisco ke surga, dan ia bertanya kepada saya apakah aku masih ingin menobatkan lebih banyak pendosa. Aku berkata ya memang. Ia memberitahu saya bahwa saya akan pergi ke rumah sakit di mana saya akan banyak menderita; dan bahwa saya akan menderita bagi pertobatan para pendosa, sebagai silih bagi dosadosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak ternoda, dan demi kasih kepada Yesus. Saya bertanya apakah engkau mau pergi bersamaku. Bunda Maria berkata bahwa engkau tidak akan pergi, dan itulah hal paling sulit saya terima. Ia berkata bahwa ibuku akan membawa saya, dan kemudian saya akan tinggal di sana sendirian! Setelah ini, ia merenung sejenak, dan kemudian menambahkan: Seandainya saja engkau dapat bersamaku! Bagian tersulit adalah pergi tanpa engkau. Boleh jadi, rumah sakit itu adalah sebuah rumah besar yang gelap, di mana engkau tak dapat melihat, dan aku akan berada di sana menderita sendirian! Tetapi tidak mengapalah! Aku akan menderita demi kasih kepada Tuhan kita, untuk membuat silih bagi Hati Maria yang tak bernoda, bagi pertobatan para pendosa dan bagi Bapa Suci. Ketika tiba saatnya bagi kakaknya untuk pergi ke surga, ia mengatakan kepada Francisco pesan-pesan terakhir ini:( 20) Berikanlah seluruh cintaku kepada Tuhan kita dan Ratu kita, dan katakan kepada mereka bahwa aku akan menderita sebanyak mereka mau, demi pertobatan para pendosa dan sebagai silih kepada Hati Maria yang tak bernoda. Jacinta amat menderita ketika saudaranya meninggal. Ia lama terpendam dalam pikirannya, dan bila seseorang bertanya kepadanya apa yang dipikirkannya, ia menjawab: Francisco. Aku
(20) Francisco meninggal 4 April 1919.

65

akan memberikan apa saja untuk melihat dia lagi! Kemudian matanya berlinang-linang. Pada suatu hari saya berkata kepadanya: Tak akan lama lagi engkau akan pergi ke surga. Tetapi bagaimana dengan aku! Kasihan engkau! Jangan menangis! Aku akan banyak-banyak berdoa untukmu kalau aku sudah sampai di sana. Tentang dirimu, begitulah kehendak Ratu kita. Bila ia menghendakinya untuk aku, dengan senang hati aku tinggal dan menderita lebih banyak bagi para pendosa.

3. Di rumah sakit Ourem


Tibalah hari bagi Jacinta untuk masuk rumah sakit (21). Memang di situ ia akan banyak menderita. Ketika ibunya pergi untuk menengoknya, ia bertanya apakah Jacinta menginginkan sesuatu. Ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin melihat saya. Ini bukanlah masalah ringan bagi bibi saya, tetapi ia membawa saya pada kesempatan pertama. Segera setelah Jacinta melihat saya, dengan riang hati ia memeluk saya, dan meminta ibunya untuk meninggalkan saya bersamanya sejurus, sementara si ibu pergi belanja. Kemudian saya bertanya kepada Jacinta apakah ia banyak menderita. Ya, saya banyak menderita. Tetapi saya mempersembahkan segala sesuatunya bagi para pendosa, dan sebagai silih bagi Hati Maria yang tak bernoda. Kemudian, dengan penuh semangat, ia berbicara tentang Tuhan kita dan Ratu kita: Oh, betapa aku suka menderita demi cinta kepada Mereka, sekadar memberi kesenangan bagi Mereka! Mereka itu amat mencintai orang-orang yang menderita bagi pertobatan para pendosa. Waktu berkunjung berlalu dengan cepat, dan bibi saya tiba untuk membawa saya pulang. Ia bertanya kepada Jacinta apakah ia menginginkan sesuatu. Anak itu memohon kepada ibunya untuk mengajak saya lain kali ia datang untuk berkunjung. Jadi bibi saya yang baik, yang suka membuat puteri kecilnya itu bahagia, membawa saya untuk kedua kalinya bersama dia. Saya mendapati
(21) Sumah sakit St. Agustinus di Vila Nova de Ourem, ia masuk ke situ tanggal 1 Juli dan keluar 31 Agustus 1919.

66

Jacinta senantiasa bahagia, senang menderita bagi cintanya akan Tuhan yang baik dan terhadap Hati Maria yang tak bernoda, bagi para pendosa dan bagi Bapa Suci. Itulah cita-citanya, dan ia tak dapat bicara tentang hal lain.

4. Kembali ke Aljustrel
Ia kembali ke rumah orangtuanya untuk beberapa saat. Ia mengalami sebuah luka besar yang terbuka di dadanya yang harus diobati setiap hari, tetapi ia menanggung ini tanpa mengeluh dan tanpa sedikitpun tanda terganggu. Apa yang paling mem-buatnya murung adalah kerapnya kunjungan dan pertanyaan-pertanyaan dari pihak banyak orang yang ingin melihatnya, dan yang tak lagi dapat dihindarinya dengan berlari untuk bersembunyi. Aku pun mempersembahkan korban ini, bagi pertobatan para pendosa, katanya dengan pasrah. Aku mau memberikan apa saja agar dapat naik ke Cabeo dan mendoakan rosario di situ, di tempat kegemaranku! Tetapi aku tidak mampu melakukan itu lagi. Kalau engkau pergi ke Cova da Iria berdoalah untukku. Renungkan saja, aku tak pernah lagi pergi ke situ! Airmata mengalir di pipinya. Pada suatu hari bibi saya mengajukan permintaan ini: Tanyailah Jacinta apa yang dipikirkannya, ketika ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan tinggal tak bergerak begitu lama. Aku telah bertanya kepadanya, tetapi ia sekadar tersenyum dan tidak menjawab. Saya menyampaikan pertanyaan itu kepada Jacinta. Aku memikirkan Tuhan kita, jawabnya, Ratu kita, para pendosa, dan tentang ... (dan ia menyebutkan beberapa bagian dari Rahasia itu). Aku suka merenung. Bibi saya bertanya kepada saya bagaimana jawabnya. Aku sekadar tersenyum. Ini membuat bibiku mengatakan kepada ibuku apa yang telah terjadi. Kehidupan anak-anak kecil ini merupakan sebuah rahasia bagiku, serunya, aku tak dapat memahaminya! dan ibu saya menambahkan: Ya, dan bila mereka sendirian, mereka berbicara dengan penuh semangat. Tetapi tak peduli betapa kerasnya engkau mendengarkan, engkau tak dapat menangkap satu patah kata pun! Aku sekadar tak dapat memahami seluruh misteri ini.

67

5. Kunjungan-kunjungan ulangan oleh Perawan Suci


Sekali lagi, Perawan Suci berkenan mengunjungi Jacinta, untuk mengatakan kepadanya tentang salib-salib dan pengorbananpengorbanan baru yang menunggunya. Jacinta menyampaikan kabar itu kepada saya dengan berkata: Ia mengatakan kepadaku bahwa aku akan pergi ke Lisbon ke rumah sakit lain; bahwa aku tidak akan melihat engkau lagi, ataupun orangtuaku, dan setelah banyak menderita, aku akan mati sendirian. Tetapi ia juga berkata bahwa aku tidak boleh takut, sebab ia sendiri akan datang membawa aku ke surga. Ia memeluk saya dan menangis: Aku tidak akan bertemu engkau lagi! Engkau tak akan datang menjenguk aku di sana. Silahkan berdoa sungguh-sungguh untukku, sebab aku akan mati sendirian! Jacinta menderita hebat sekali sampai hari keberangkatannya ke Lisbon. Ia tetap memeluk saya dan terisak-isak: Aku tidak akan melihat engkau lagi! Ataupun ibuku, saudara-saudaraku, bapaku! Aku tak lagi akan melihat siapa pun juga! Dan kemudian aku akan mati sendirian! Jangan memikirkannya, nasihatku pada suatu hari. Biarkan aku memikirkannya, jawabnya, sebab semakin banyak aku memikirkannya, semakin besar penderitaanku, dan aku ingin menderita demi cinta pada Tuhan kita dan para pendosa. Bagaimanapun, aku tak peduli! Ratu kita akan datang kepadaku kemari dan membawaku ke surga. Kadang-kadang ia mencium dan memeluk sebuah salib, sambil berkata: Oh, Yesus! Aku cinta padaMu, dan aku ingin menderita amat banyak demi kasih kepadaMu. Betapa seringnya ia berkata: Oh Yesus! Sekarang Engkau dapat menobatkan banyak pendosa, sebab ini benar-benar pengorbanan yang besar! Sekali-sekali, ia bertanya kepadaku: Apakah aku akan mati tanpa menerima Yesus yang tersembunyi? Seandainya saja Ratu kita mau membawa Yesus kepadaku, sewaktu ia datang mengambilku! Pada suatu hari saya bertanya kepadanya: Apa yang hendak kaulakukan di surga? Aku akan mencintai Yesus begitu hebat, dan Hati Maria yang tak ternoda pula. Aku akan banyak berdoa untukmu, bagi para pendosa, bagi Bapa Suci, bagi orangtuaku dan saudara-saudara
68

serta saudari-saudariku, dan bagi semua orang yang telah meminta doaku untuk mereka... Ketika ibunya tampak sedih karena melihat anaknya yang begitu sakit, Jacinta biasanya berkata: Jangan cemas, Bu. Aku akan pergi ke surga, dan di sana aku akan banyak berdoa untukmu. Atau lagi: Jangan menangis. Aku baik-baik saja. Bila mereka menanyainya apakah ia memerlukan sesuatu, Jacinta menjawab: Tidak, aku tidak perlu apa-apa, terima kasih. Kemudian setelah mereka meninggalkan ruangan, ia berkata: Aku begitu haus, tetapi aku tidak ingin minum. Aku mempersembahkan ini untuk Yesus bagi para pendosa. Pada suatu hari ketika bibi saya sudah mengajukan banyak pertanyaan kepadaku, Jacinta memanggil saya kepadanya dan berkata Aku tak ingin engkau mengatakan kepada siapa pun bahwa aku menderita, bahkan kepada ibuku; aku tak ingin membuatnya sedih. Pada suatu kesempatan, saya menemukan Jacinta sedang menggenggam gambar Ratu kita ke hatinya, dan berkata, Oh Bunda surgawiku yang tercinta, apakah aku harus mati sendirian? Bocah malang itu tampaknya begitu ketakutan akan gagasan mati sendirian! Saya mencoba menghiburnya, dengan berkata: Memang kenapa kalau engkau mati sendirian, sepanjang Ratu kita datang untuk membawamu? Memang benar, tidak menjadi soal, sebenarnya. Aku tidak tahu mengapa begitu, tetapi terkadang aku lupa bahwa Ratu kita akan datang menjemputku. Aku hanya ingat bahwa aku akan mati tanpa engkau di dekatku.

6. Berangkat ke Lisbon
Akhirnya tibalah hari (22) ketika ia harus pergi ke Lisbon. Ini merupakan perpisahan yang menyayat hati. Lama sekali ia memeluk saya dengan kedua tangannya di leher saya, dan terisak-isak: Kita
(22) Tanggal 21 Januari 1920 ia dibawa ke Lisbon, di mana dia masuk Rumah Yatim-Piatu yang diselenggarakan oleh Madre Godinho, Rua da Estrela, 17. Pada tanggal 2 Februari 1920 dia masuk rumah sakit Dona Estefania, tempatnya meninggal tanggal 20 Februari 1920 jam 10.30 malam.

69

tak akan pernah saling melihat lagi! Banyak-banyaklah berdoa untukku, sampai aku naik ke surga. Kemudian aku akan berdoa banyak-banyak bagimu. Jangan pernah mengatakan Rahasia itu kepada siapa pun, bahkan bila mereka membunuhmu. Cintailah Yesus dan Hati Maria yang tak bernoda, dan buatlah banyak pengorbanan bagi para pendosa. Dari Lisbon, ia memberi kabar kepada saya bahwa Ratu kita telah datang untuk mengunjunginya lagi; ia telah mengatakan kepada saya hari dan jam kematiannya. Akhirnya Jacinta mengingatkan saya untuk bersikap amat baik. EPILOG Dan sekarang, saya telah menyelesaikan menceritakan kepada Yang Mulia apa yang saya ingat tentang kehidupan Jacinta. Saya mohon kepada Tuhan yang baik agar sudi menerima tindak ketaatan ini, agar kisah ini dapat menyalakan api cinta dalam jiwa-jiwa terhadap Hati Yesus dan Maria. Aku hanya ingin meminta satu pertolongan. Bila Yang Mulia mau menerbitkan sesuatu (23) dari apa yang telah saya tulis, sudilah Yang Mulia melakukannya sedemikian rupa sehingga tak ada menyebutnyebut apa pun tentang diri saya yang miskin dan malang ini. Apalagi saya harus mengaku bahwa seandainya saya mengetahui bahwa Yang Mulia membakar kisah ini, bahkan tanpa membacanya, saya akan sangat bahagia betul, sebab saya menuliskannya melulu karena ketaatan akan kehendak Tuhan kita yang baik, sebagaimana saya ketahui melalui kehendak jelas Yang Mulia.

(23) Kenang-kenangan Lucia ini pertama kali digunakan oleh Dr. Jose Galamba de Oliveira untuk bukunya Jacinta, Kembang Fatima (Mei 1938).

70

MEMOIR KEDUA
PENGANTAR
Naskah pertama Memoir Lucia ini menjelaskan kepada para Pembesarnya bahwa ia masih amat hati-hati menyimpan cukup banyak hal yang boleh jadi hanya akan diungkapkannya atas nama ketaatan. Dalam bulan April 1937, Romo Fonseca menulis kepada Bapa Uskup: ...Memoir yang pertama membuat orang berpikir bahwa ada detail-detail lebih lanjut dalam kisah penampakan-penampakan.... yang belum diketahui. Mungkinkah, atau adakah kesulitan untuk membujuk Suster Lucia menuliskan secara mendetail, dengan sadar dan dengan kesederhanaan Injil, dan sebagai penghormatan terhadap Perawan Suci, segala sesuatu yang masih diingatnya? Ini merupakan sebuah gagasan, dan seandainya Anda merasa ada manfaatnya, hanya Yang Mulia sajalah yang dapat melaksanakannya... Atas persetujuan Ibu Provinsial para suster Dorothean, Madre Maria do Carmo Corte Real, Uskup Jose memberi Lucia perintah yang diperlukan. Sebagai jawaban, ia menulis surat kepada Uskup itu pada tanggal 7 November 1937: Hari ini aku telah mulai, sebab ini merupakan kehendak Tuhan. Begitulah naskah ini dimulai pada tanggal 7 November, dan dirampungkannya, sebagaimana kita ketahui, pada tanggal 21 November... Itu berarti bahwa Lucia hanya memerlukan empat belas hari untuk menyusun dokumen sepanjang itu. Selain itu ia sering terganggu oleh pekerjaan rumah, yang tidak memungkinkannya mendapat waktu luang. Sebagaimana telah disebut, dokumen itu terdiri atas 38 halaman, penuh dari depan hingga belakang dengan tulisan tangan rapat, hampir-hampir tanpa pembetulan. Sekali lagi, kita melihat bagaimana ini mengungkapkan pikiran Suster Lucia yang jernih, sikapnya yang tenang dan keseimbangan mentalnya. Pokok-pokok yang dibahas dalam Memoir ini lebih menakjubkan lagi: penampakanpenampakan malaikat, rahmat-rahmat istimewa pada saat komuni pertamanya, Hati Maria yang tak bernoda dalam penampakan bulan Juni 1917, dan banyak detail lain yang sampai saat itu samasekali tidak diketahui. Apa yang dimaksudkan Suster Lucia ketika menuliskan kisah ini dijelaskan olehnya sebagai mengungkapkan kisah Fatima sebagaimana adanya. Oleh karena itu, masalahnya bukanlah beberapa kenangan biografi seperti dalam Memoir yang pertama, di mana masalah penampakan-penampakan itu tetap disimpan di latar belakang. Dalam Memoir yang sekarang ini, penampakan-penampakan itu sendiri lebih ditonjolkan. Semangat yang digunakan Lucia dapat disimpulkan dari kata-kata: Aku tidak lagi mencecap kebahagiaan menyampaikan kepada Anda sendiri rahasia-rahasia cintaMu, tetapi sejak sekarang, orang-orang lain juga akan melantunkan kebesaran belaskasihMu... Lihatlah hamba Tuhan! Semoga Dia tetap menggunakannya, sebagaimana dirasaNya paling baik.
71

PRAKATA
J.M.J. O Kehendak ilahi, Engkau adalah surgaku (1) Yang Mulia Inilah aku dengan pena di tangan siap melakukan kehendak Tuhanku. Karena aku tidak memiliki tujuan selain ini, saya memulainya dengan kata bijak yang diwariskan kepada saya oleh Pendiri kami yang suci, dan yang, seturut suri tauladannya, akan saya ulangi berkali-kali dalam perjalanan kisah ini: O Kehendak ilahi, engkau adalah surgaku! Izinkanlah saya, Yang Mulia, untuk mengukur kedalaman kata bijak itu. Kapan saja rasa segan atau cinta akan rahasia saya membuat saya ingin tetap menyembunyikan segala sesuatunya, maka kata bijak ini akan menjadi pedoman dan norma saya. Saya memiliki pikiran yang menanyakan apakah gerangan gunanya menuliskan kisah semacam ini, sebab bahkan tulisan tangan saya tidak bagus (2). Tetapi saya tidak bertanya apa-apa. Saya tahu bahwa kesempurnaan ketaatan tidak menanyakan alasan-alasan. Perkataan Yang Mulia cukuplah bagiku, sebab katakata itu menjamin saya bahwa ini demi kemuliaan Bunda tersuci di surga. Dalam kepastian seperti itu, saya memohon berkat dan perlindungan Hatinya yang tak ternoda dan, dengan rendah hati tersungkur di depan kakinya, saya menggunakan kata-katanya sendiri yang amat suci untuk berbicara dengan Tuhanku: Aku, hamba terhina di antara hamba-hambaMu perempuan, O Tuhanku, sekarang datang dengan penyerahan penuh kepada kehendakMu yang amat kudus, untuk mengungkap tabir dari rahasia saya, dan mengungkapkan kisah Fatima seperti adanya. Tak lagi aku akan mengecap kebahagiaan berbagi denganMu saja tentang rahasia-rahasia kasihMu; tetapi sejak sekarang, orang-orang lain pun akan menyanyikan kebesaran belaskasihMu bersama saya!

(1) Ini diucapkan oleh pendiri Konggregasi St. Dorotea, St. Paula Frassinetti. (2) Meski seringkali ejaannya tidak sempurna, ini tidak mempengaruhi gaya naskah Lucia yang jelas dan teratur.

72

I. SEBELUM PENAMPAKAN-PENAMPAKAN
1. Masa kanak-kanak Lucia
Yang Mulia Tuhan telah memperhatikan hambanya yang hina dina(3): itulah sebabnya semua bangsa akan menyanyikan kebesaran belaskasihNya. Bagi saya tampaknya, Yang Mulia, bahwa Tuhan kita yang terkasih itu berkenan menganugerahi aku dengan penggunaan nalar sejak awal masa kanak-kanak saya. Saya ingat tindakan-tindakan sadar saya, bahkan sejak dari pangkuan ibu saya. Saya ingat digoyang-goyang, dan jatuh tertidur karena bunyi nyanyian pengantar tidur. Tuhan kita menganugerahi orangtua saya dengan lima gadis dan satu anak laki-laki (4), saya adalah yang termuda (5), dan saya ingat bagaimana mereka biasa cekcok, karena mereka semua ingin menggendong saya di tangan mereka dan bermain dengan saya. Pada kesempatan-kesempatan seperti itu tak seorang pun di antara mereka berhasil, sebab ibu saya biasanya membawa saya menjauh dari mereka semua. Apabila ia terlalu sibuk untuk menggendong saya sendiri, ia akan memberikan saya kepada ayah saya, dan ia pun akan mengusap-usap saya dan membelai-belai saya. Hal pertama yang saya pelajari adalah Salam Maria. Sementara menggendong saya di tangannya, ibu saya mengajarkannya kepada Carolina kakak saya, yang nomer dua dari bungsu, dan lima tahun lebih tua dari saya. Dua kakak saya yang tertua sudah dewasa. Ibu saya, setelah tahu bahwa saya mengulangi segala sesuatu seperti beo, menghendaki agar mereka membawa saya ke mana saja mereka pergi. Mereka itu, seperti kata orang-orang di kampung kami, lampu utama di antara orang muda. Tak ada pesta atau dansa yang tidak mereka hadiri. Pada waktu karnaval, pada hari raya St. Yohanes dan pada hari Natal, tentulah ada dansa.
(3) Lukas 1:48. (4) Nama saudara-saudarinya adalah: Maria dos Anjos, Teresa, Manuel, Gloria, Carolina, dan gadis lain yang meninggal waktu bayi. (5) Lucia lahir 22 Maret 1907.

73

Selain itu, ada pula panen anggur. Ada masa memetik buah zaitun, dengan dansa hampir setiap hari. Ketika pesta-pesta besar paroki tiba, misalnya pesta-pesta Hati Kudus Yesus, Ratu Rosario, St. Antonius, dan seterusnya, kami senantiasa mengadakan perlombaan makan kue-kue; setelah itu diadakan dansa, tentu. Kami diundang hampir pada setiap pernikahan sejauh bermil-mil keliling, sebab andaikata mereka tidak mengundang ibu saya sebagai pemimpin kehormatan, mereka pasti membutuhkannya untuk masak-memasak. Pada pernikahan-pernikahan ini, tari-tariannya berlangsung dari perjamuan makan sampai jauh ke pagi berikutnya. Karena kakak-kakak perempuan saya selalu harus membawa saya, mereka berusaha keras untuk mendandani saya sebab mereka itu terbiasa berdandan sendiri. Karena salah satu di antaranya adalah tukang jahit, saya senantiasa diberi pakaian regional lebih anggun daripada pakaian gadis lain sekitarnya. Saya mengenakan rok berlipat-lipat, ikat pinggang mengkilat, kain kepala dari bahan kasmir dengan ujung-ujungnya menggantung ke bawah di belakang, dan topi yang dihiasi dengan manik-manik emas dan bulu-bulu berwarna cerah. Boleh jadi Anda terkadang berpikir bahwa mereka itu mendandani sebuah boneka bukan anak kecil.

2. Hiburan-hiburan rakyat
Pada dansa-dansa itu, mereka menaruh saya di atas sebuah kotak atau perabotan lain yang tinggi, untuk menyelamatkan saya dari diinjak-injak orang. Setelah bertengger, saya harus menyanyikan beberapa lagu dengan iringan gitar atau concertina. Kakakkakak saya telah mengajar saya untuk menyanyi, maupun untuk menarikan beberapa waltz kalau ada pasangan yang tidak datang. Yang terakhir ini saya lakukan dengan keterampilan yang langka, dengan demikian menarik perhatian dan tepuk tangan setiap orang yang hadir. Beberapa di antara mereka memberi saya hadiahhadiah, dengan harapan untuk merebut hati kakak-kakak saya. Pada hari-hari Minggu sore, semua orang muda ini biasanya berkumpul di halaman rumah kami, dalam bayangan tiga pohon ara besar di musim panas, dan di musim dingin di sebuah pelengkungan yang kami miliki tempat di mana sekarang berdiri rumah Maria saudariku. Di situlah mereka menghabiskan sore hari,
74

bermain dan bercakap-cakap dengan saudari-saudariku. Di situlah biasanya kami mengadakan perlombaan buah almond bergula pada waktu Paskah, dan sebagian besar daripadanya masuk ke kantung saya, karena beberapa pemenang dengan begitu berharap mendapatkan simpati kami. Ibu saya akan menghabiskan sore-sore hari itu dengan duduk di pintu dapur sambil melihat ke halaman, agar ia dapat memantau semua yang terjadi. Terkadang ia memegang sebuah buku di tangannya dan akan membaca sebentar; lain waktu, ia berbicara dengan bibi-bibi saya atau tetangga-tetangga saya, yang duduk di sampingnya. Ia senantiasa amat serius, dan setiap orang tahu bahwa apa yang dikatakannya itu seperti Alkitab dan harus ditaati tanpa ribut-ribut. Saya tidak pernah mengetahui ada orang yang mengucapkan sepatah kata yang kurang ajar di hadapannya, atau memperlihatkan rasa kurang hormat kepadanya, bahwa ibu saya itu lebih bernilai daripada semua anaknya dijadikan satu. Seringkali saya mendengar ibu berkata: Aku tidak tahu bagaimana orang-orang itu menikmati berlari keliling sambil mengobrol dari rumah ke rumah! Sedangkan bagiku, tak ada hal sebaik tinggal di rumah untuk membaca buku bagus tenang-tenang! Buku-buku ini penuh dengan hal-hal yang begitu indah! Dan mengenai kisah hidup orang-orang kudus, kisah-kisah itu sekadar indah! Rasanya saya telah mengatakan kepada Yang Mulia bagaimana, selama minggu itu, saya biasa menghabiskan hari di sekitar kerumunan anak-anak tetangga. Ibu-ibu mereka pergi bekerja di ladang, jadi mereka biasa bertanya kepada ibu saya apakah mereka boleh meninggalkan anak-anak itu bersama saya. Ketika saya menulis kepada Yang Mulia tentang sepupu saya, saya rasa saya juga telah melukiskan permainan dan kesenangan-kesenangan kami, jadi saya tidak akan membahasnya di sini. Di tengah kehangatan belaian yang begitu mesra dan lembut, dengan gembira saya menghabiskan enam tahun pertama saya. Terus terang, dunia mulai tersenyum kepada saya, dan terutama, suatu kegemaran berdansa sudah mengakar jauh di dalam hati saya yang malang. Dan saya harus mengaku bahwa setan itu akan menggunakan ini untuk menghancurkan saya, seandainya Tuhan yang baik tidak memperlihatkan belaskasihanNya yang istimewa terhadapku.
75

Kalau aku tidak salah, aku telah mengatakan kepada Yang Mulia dalam kisah yang sama, bagaimana ibu saya biasa mengajar katekismus kepada anak-anaknya selama musim panas pada waktu tidur siang. Pada musim dingin, kami mendapat pelajaran itu setelah makan malam, setelah berkumpul sekitar perapian, sewaktu kami duduk sambil membakar dan memakan buah kenari dan sejenis buah ek yang manis.

3. Komuni pertama Lucia


Hari di mana pastor paroki menentukan bagi komuni pertama anak-anak paroki itu, telah mendekat. Mengingat kenyataan bahwa saya telah menghafal katekismus dan sudah berumur enam tahun, ibu saya berpikir bahwa barangkali saya sekarang dapat ikut komuni pertama. Untuk maksud ini, ia menyuruh saya bersama Karolina kakak saya menghadiri pelajaran-pelajaran katekismus yang diberikan oleh pastor paroki kepada anak-anak, sebagai persiapan untuk hari yang besar itu. Oleh karena itu saya pergi dengan kegembiraan yang bersinar-sinar, sambil berharap segera dapat menerima Tuhan saya untuk pertama kalinya. Pastor itu menyampaikan pengajarannya dengan duduk di kursi di atas sebuah panggung. Ia memanggil saya ke sampingnya, dan ketika salah satu anak atau lainnya tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya, ia menyuruh saya untuk memberi jawaban sebagai gantinya, sekadar untuk mempermalukan mereka. Malam menjelang hari besar itu tiba, dan pastor menyuruh anakanak supaya datang ke gereja sebelum tengah hari, agar dia dapat memberi keputusan terakhir siapa-siapa yang akan menerima komuni pertama. Betapa kecewanya saya ketika ia memanggil saya ke sampingnya, mengusap saya dan kemudian berkata bahwa saya harus menunggu sampai umur saya tujuh tahun! Saya segera mulai menangis, dan persis sebagaimana akan saya lakukan dengan ibu saya sendiri, saya meletakkan kepala saya di pangkuannya dan menangis tersedu-sedu. Kebetulan ada imam lain (6) yang telah dipanggil untuk membantu pengakuan dosa, masuk ke gereja tepat pada saat itu. Melihat saya dalam posisi ini, ia bertanya alasan
(6) Belakangan ia diidentifikasi sebagai Romo Cruz SJ yang saleh itu, wafat 1948.

76

saya menangis. Setelah mendapat informasi, ia membawa saya ke sakristi dan menguji saya tentang katekismus dan misteri Ekaristi. Setelah ini, ia menggandeng saya dan membawa saya ke pastor paroki, sambil berkata; Romo Pena, Anda boleh mengizinkan anak ini menerima Komuni. Ia memahami apa yang dilakukannya dengan lebih baik daripada banyak anak lain. Tetapi usianya baru enam tahun, sergah imam yang baik itu. Tidak mengapa! Saya akan bertanggung jawab untuk itu. Kalau begitu baiklah, kata imam yang baik itu kepada saya. Pergilah dan katakan kepada ibumu bahwa engkau akan menerima komuni pertamamu besok pagi. Saya tak pernah dapat mengungkapkan rasa bahagia yang saya alami. Saya langsung keluar, sambil bertepuk tangan karena senang, dan berlari dalam perjalanan ke rumah untuk menyampaikan kabar baik ini kepada ibu saya. Segera ia mulai mempersiapkan saya untuk pengakuan dosa yang saya lakukan sore itu. Ibu saya mengantar saya ke gereja, dan ketika kami sampai, saya katakan kepadanya bahwa saya ingin mengaku dosa dengan imam yang lain itu. Jadi kami pergi ke sakristi, di situ ia sedang duduk di sebuah kursi untuk menerima pengakuan-pengakuan. Ibu saya berlutut di depan altar yang tinggi dekat pintu sakristi, bersama dengan ibu-ibu lain yang sedang menunggu anak-anak mereka mengaku bergantian. Tepat di situ di depan Sakramen Mahakudus, ibu saya memberi saya saran-sarannya yang terakhir.

4. Ratu Rosario tersenyum kepada Lucia


Ketika tiba giliran saya, saya pergi dan berlutut di kaki Tuhan kita yang diwakili oleh pelayanNya, sambil mohon ampun atas dosadosa saya. Setelah saya selesai, saya mengamati bahwa semua orang tertawa. Ibu saya memanggil saya dan berkata: Anakku, tidakkah kamu tahu bahwa pengakuan dosa itu masalah rahasia dan bahwa dilakukan dengan berbisik-bisik? Semua orang mendengar engkau! Hanya ada satu hal yang tidak didengar semua orang: yakni apa yang kauucapkan pada akhir. Dalam perjalanan pulang, ibu saya membuat beberapa usaha untuk menemukan apa yang disebutnya rahasia pengakuan saya.
77

Tetapi satu-satunya jawaban yang diterimanya adalah diam seribu bahasa. Tetapi sekarang saya akan mengungkapkan rahasia pengakuan pertama saya. Setelah mendengarkan saya, imam yang baik itu mengatakan beberapa patah kata: Anakku, jiwamu adalah tempat kediaman Roh Kudus. Jagalah agar tetap murni, agar Ia dapat melanjutkan perbuatan ilahiNya di dalam jiwamu itu. Setelah mendengar kata-kata ini, saya merasa diri saya dipenuhi oleh rasa hormat terhadap isi hati saya, dan bertanya kepada bapa pengakuan yang baik hati itu apa yang harus kulakukan. Berlututlah di sana di depan Ratu kita dan mintalah kepadanya dengan kepercayaan yang besar agar memelihara hatimu, untuk mempersiapkannya guna menerima Puteranya yang tercinta dengan pantas besok pagi, dan untuk menjaganya demi Dia saja! Di gereja itu ada lebih dari satu patung Ratu kita; tetapi karena kakak-kakak saya merawat altar Ratu Rosario (7), saya biasanya pergi ke situ untuk berdoa. Itu sebabnya saya pergi ke situ untuk berdoa pada kesempatan ini pula, untuk meminta Bunda Maria dengan segala kegairahan jiwa saya, agar memelihara hati saya yang malang bagi Tuhan saja. Ketika saya mengulangi permohonan sederhana saya ini berulangkali, dengan mata terpaku pada patung itu, tampaknya bagiku Bunda Maria tersenyum dan, dengan pandangan yang penuh kasih dan gerak tangan yang lembut, menjamin saya bahwa ia akan melakukannya. Hati saya penuh kegembiraan, dan saya hampir-hampir tak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

5. Penantian yang penuh semangat


Kakak-kakak perempuan saya bergadang malam itu untuk membuatkan rok putih bagi saya dan sebuah rangkaian bunga. Mengenai saya sendiri, saya sedemikian bahagianya sehingga tidak dapat tidur, dan tampaknya seolah-olah jam-jam itu tak pernah berlalu! Saya terus-menerus bangun untuk menanyakan kepada mereka apakah harinya sudah tiba, atau apakah mereka
(7) Patung indah ini masih berdiri di Gereja Paroki itu di sayap kanan.

78

menginginkan saya untuk mencoba rok saya, atau karangan bunga saya, dan seterusnya. Hari yang bahagia itu akhirnya tiba; tetapi jam sembilan betapa lamanya tiba jam sembilan itu! Saya mengenakan rok putih saya, dan kemudian Maria kakak saya membawa saya ke dapur untuk minta maaf kepada orangtua saya, mencium tangan mereka dan minta berkat mereka. Setelah upacara kecil ini, ibu saya menyampaikan saran-saran terakhirnya kepada saya. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia ingin agar saya memohon kepada Tuhan kita kalau saya menerimaNya dalam hati saya, dan mengucapkan perpisahan dengan saya dengan berkata: Terutama, mintalah kepadaNya untuk membuatmu menjadi orang kudus. Kata-katanya membuat kesan yang begitu tak terhapuskan dalam hati saya, sehingga kata-kata itu menjadi kata-kata pertama yang saya ucapkan kepada Tuhan kita ketika saya menerimaNya. Bahkan sampai sekarang, tampaknya saya masih mendengar gema suara ibu saya mengulangi kata-kata itu kepada saya. Saya berangkat ke gereja bersama kakak-kakak saya, dan kakak laki-laki saya menggendong saya selama seluruh perjalanan itu di tangannya, agar jangan ada debu satu pun dari jalanan akan menyentuh saya. Segera setelah saya sampai di gereja, saya lari untuk berlutut di hadapan altar Ratu kita guna memperbaharui permohonan saya. Di situ saya tinggal dalam permenungan atas senyum Ratu kita pada hari sebelumnya, sampai kakak-kakak perempuan saya datang mencari saya dan membawa saya ke tempat yang sudah ditentukan. Di situ ada sejumlah besar anak-anak, diatur dalam empat barisan dua baris anak laki-laki dan dua baris anak perempuan dari belakang gereja langsung hingga pagar altar. Karena badan saya paling kecil, maka saya menjadi orang yang paling dekat dengan malaikat-malaikat di anak-anak tangga dekat pagar altar.

6. Hari yang besar itu


Setelah missa cantata dimulai dan saat yang agung itu mendekat, jantung saya berdenyut lebih cepat, karena menantikan kunjungan Tuhan yang agung yang segera turun dari surga, untuk mempersatukan DiriNya dengan jiwaku yang hina. Pastor paroki turun dan
79

melewati barisan anak-anak, sambil membagikan roti para malaikat itu. Saya beruntung menjadi orang pertama yang menerima. Sewaktu imam turun dari anak-anak tangga altar, saya merasa seolah-olah jantung saya mau melompat dari dadaku. Tetapi begitu imam menaruh hosti suci ke lidah saya, saya merasakan suatu kedamaian dan keteduhan yang tak dapat digantikan. Saya merasa diri saya diguyur sebuah suasana adikodrati begitu rupa sehingga kehadiran Tuhan kita yang terkasih menjadi sama jelasnya bagi saya seperti seandainya saya telah melihat dan mendengarNya dengan pancaindera tubuh saya. Kemudian saya mengarahkan doaku kepadaNya. O, Tuhan, buatlah aku menjadi orang kudus. Buatlah hatiku senantiasa murni, untukMu saja. Kemudian rasanya di lubuk hati saya, Tuhan kita yang terkasih itu dengan jelas mengucapkan kata-kata ini kepadaku: Rahmat yang diberikan hari ini kepadamu akan tinggal hidup di dalam jiwamu, sambil menghasilkan buah-buah bagi kehidupan abadi. Saya merasa seolah-olah diubah dalam Tuhan. Hampir jam satu siang upacara-upacaranya baru selesai, karena terlambatnya kedatangan para imam yang datang dari jauh, khotbah dan pembaharuan janji-janji permandian. Ibu saya datang mencari saya, agak khawatir, karena berpikir saya akan pingsan akibat kelelahan. Tetapi saya, karena penuh hingga melimpah dengan roti para malaikat itu, merasa tak mungkin makan makanan apa pun. Setelah ini, saya kehilangan cita rasa dan daya tarik bagi hal-hal duniawi, dan hanya merasa krasan di suatu tempat sunyi di mana, karena sendirian saja, saya dapat mengenang kenikmatankenikmatan komuni pertama saya.

7. Keluarga Lucia
Saat-saat menyendiri semacam itu sungguh jarang. Sebagaimana telah diketahui dengan baik oleh Yang Mulia, saya harus mengawasi anak-anak yang dipercayakan tetangga agar saya asuh; dan selain ini, ibu saya amat dibutuhkan sebagai perawat di wilayah sekitar. Dalam kasus-kasus sakit ringan, orang datang ke rumah kami untuk meminta nasihatnya, tetapi bila orang yang sakit
80

itu tidak dapat pergi keluar, mereka meminta ibu saya untuk pergi ke rumah mereka. Seringkali ia menghabiskan berhari-hari di situ, dan bahkan beberapa malam. Kalau penyakitnya berkepanjangan, atau keadaan orang yang sakit membutuhkannya, ia terkadang mengirim kakak-kakak saya untuk tinggal di sisi ranjang si sakit pada malam hari, untuk memberi kesempatan istirahat kepada keluarga itu. Kapan saja orang yang sakit itu adalah ibu sebuah keluarga muda, atau seseorang yang tak dapat menenggang suara anak-anak, ibu saya membawa anak-anak kecil itu ke rumah kami dan menyuruh saya untuk membuat mereka tetap sibuk. Saya membuat anak-anak itu senang, dengan mengajar mereka bagaimana mempersiapkan benang untuk ditenun: mereka memutar penggulung dari kayu untuk menggulung benang menjadi bola-bola; mereka menggulungnya ke dalam tika-tika; mereka merentangkannya pada gelendong untuk membuatnya menjadi tukal-tukal; dan mereka menjaga bola-bola benang sewaktu benang tenun arah memanjang itu dipersiapkan dalam bingkai. Dengan cara ini, kami senantiasa memiliki banyak hal yang dikerjakan. Biasanya ada beberapa gadis di rumah kami, yang datang untuk belajar menenun dan membuat pakaian. Biasanya gadis-gadis ini memperlihatkan rasa sayang kepada keluarga kami, dan biasanya mengatakan bahwa hari-hari terbaik dalam hidup mereka adalah hari-hari yang dihabiskan di rumah kami. Pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, kakak-kakak perempuan saya harus pergi ke ladang selama siang hari, jadi mereka menenun dan menjahit pada malam hari. Makan malam diikuti dengan doadoa yang dipimpin oleh ayah saya, dan kemudian pekerjaan dimulai. Setiap orang memiliki sesuatu yang dikerjakan: Maria kakak saya pergi ke alat tenun; ayah saya mengisi gelendong-gelendong; Teresa dan Gloria pergi ke pekerjaan jahit-menjahit mereka; ibu saya melanjutkan pekerjaannya memintal; Carolina dan saya, setelah membereskan dapur, harus membantu jahit-menjahit, membongkar jelujuran, memasang kancing-kancing, dan seterusnya; untuk mengusir kantuk, kakak laki-laki saya memainkan concertina, dan kami bergabung dalam menyanyikan segala macam lagu. Tetangga seringkali mampir untuk menemani kami dan meskipun itu berarti kehilangan waktu tidur, mereka biasanya mengatakan kepada kami bahwa bunyi kebahagiaan itu sendiri
81

melenyapkan segala kerisauan mereka dan memenuhi mereka dengan kegembiraan. Terkadang saya mendengar perempuan lain mengatakan kepada ibu saya: Betapa beruntungnya engkau itu! Betapa Tuhan telah menganugerahkan anak-anak yang manis-manis kepadamu! Kalau waktu panen jagung tiba, kami membuang kulitnya di malam yang diterangi bulan. Saya duduk di atas tumpukan jagung, dan dipilih untuk memeluk orang-orang sekeliling kapan saja muncul bonggol jagung berwarna hitam.

8. Tinjauan kembali
Saya tidak tahu apakah fakta-fakta yang telah saya ceritakan di atas tentang komuni pertama saya itu adalah kenyataan atau khayalan anak kecil. Apa yang saya ketahui ialah bahwa fakta-fakta itu dahulu dan sekarang ini masih mempunyai pengaruh besar dalam mempersatukan saya dengan Tuhan. Yang juga tidak saya ketahui adalah mengapa aku menceritakan kepada Yang Mulia semua hal tentang kehidupan keluarga kami ini. Tetapi Tuhanlah yang mengilhami saya untuk berbuat begitu, dan Ia tahu alasan untuknya. Boleh jadi maksudnya adalah memungkinkan Anda melihat bagaimana, setelah mengalami begitu banyak kasih yang diberikan kepada saya, saya akan merasakan semakin dalam penderitaan yang diminta daripadaku oleh Tuhan kita yang terkasih. Sebagaimana Yang Mulia telah menyuruh saya untuk menceritakan segala penderitaan yang telah dikirimkan oleh Tuhan kita kepadaku, dan semua rahmat yang telah diberikannya kepadaku dalam belaskasihNya, saya rasa amatlah baik menceritakan hal-hal itu tepat sebagaimana terjadi sesungguhnya (8). Apalagi, saya merasa cukup tenang tentang hal itu, sebab saya tahu bahwa Yang Mulia akan membakar apa saja yang Anda rasakan tidak akan memajukan kemuliaan Allah dan Maria yang tersuci.

(8) Ini benar-benar mengungkapkan kesederhanan Lucia, dan terlebih lagi keterusterangannya dan kejujurannya dalam semua tulisannya.

82

II.PENAMPAKAN-PENAMPAKAN
1. Ramalan misterius dalam tahun 1915
Beginilah keadaan segala sesuatunya sampai saya berumur tujuh tahun. Kemudian ibu saya memutuskan bahwa saya harus mengambil tanggung jawab penggembalaan domba-domba kami. Ayah saya tidak setuju, demikian pula kakak-kakak perempuan saya. Mereka begitu senang dengan saya, sehingga mereka menghendaki ada kekecualian dengan saya. Ibu saya tidak mau menyerah. Ia persis sama dengan yang lain, katanya, Karolina sudah dua belas tahun umurnya. Itu berarti bahwa sekarang ia dapat mulai bekerja di ladang, kalau tidak, belajar menjadi penenun atau penjahit, mana saja yang disukainya. Kemudian penggembalaan kawanan domba kami diserahkan kepada saya (9). Berita bahwa saya memulai hidup saya sebagai gembala dengan cepat menyebar di antara para gembala lain; hampir semua datang dan menawarkan menjadi teman-teman. Saya katakan ya kepada semua orang, dan mengatur dengan mereka masing-masing untuk berjumpa di lereng-lereng perbukitan. Hari berikutnya, lereng-lereng perbukitan itu menjadi penuh domba dan gembala-gembala mereka, seolah-olah sebuah awan telah turun padanya. Tetapi saya merasa tidak krasan di tengah-tengah kerumunan semacam itu. Oleh karenanya, saya memilih tiga teman di antara para gembala, dan tanpa mengatakan sepatah pun pada siapa saja, kami mengatur untuk menggembalakan domba-domba kami di lereng-lereng sebaliknya. Inilah mereka bertiga yang saya pilih: Teresa Matias, saudarinya Maria Rosa dan Maria Justino (10). Pada hari berikutnya, kami berangkat ke arah bukit yang dikenal sebagai Cabeo. Kami mendaki lereng utara. Valinhos, tempat yang namanya sudah dikenal oleh Yang Mulia, berada di sisi selatan bukit yang sama. Di lereng timur terdapat gua yang telah saya sebut, dalam kisah saya tentang Jacinta. Bersama dengan kawanan kami, kami mendaki hampir sampai ke puncak bukit. Di kaki kami

(9) Ini dalam tahun 1915. (10) Ketiganya selagi masih hidup diwawancarai oleh Romo Kondor tentang apa yang diceritakan Lucia di sini.

83

terhampar pepohonan luas zaitun, ek, pinus, holmoak, dan seterusnya, yang terbentang sampai ke lembah di bawah. Sekitar tengah hari, kami menyantap makan siang kami. Setelah itu, saya mempersilahkan teman-teman saya untuk berdoa rosario bersama saya, mereka setuju dengan bersemangat. Kami belum juga mulai ketika, di depan mata kami, kami melihat sosok terletak di udara di atas pepohonan; sosok itu tampak seperti patung terbuat dari salju, dibuat hampir tembus pandang oleh cahaya matahari. Apa itu? tanya teman-teman saya, yang amat terkejut. Aku tidak tahu! Kami terus berdoa, dengan mata kami terpaku pada sosok di depan kami itu, dan sewaktu kami selesai dengan doa kami, sosok itu menghilang. Sebagaimana biasa dengan saya, saya berniat untuk tidak mengatakan apa-apa; tetapi teman-teman saya mengatakan kepada keluarga-keluarga mereka tentang apa yang telah terjadi segera pada saat mereka sampai ke rumah. Kabar itu segera menyebar, dan pada suatu hari ketika saya pulang, ibu saya menanyai saya: Lihat kemari! Mereka mengatakan engkau telah melihat entah apa aku tak tahu, di atas sana. Apakah yang kaulihat itu? Aku tidak tahu, dan karena aku sendiri tak dapat menjelaskannya kepada diriku, saya melanjutkan: Kelihatannya seperti seseorang yang berpakaian sprei! Karena saya mau mengatakan bahwa saya tak dapat membedakan dengan jelas ciri-cirinya, saya menambahkan: Engkau tak dapat melihat jelas matanya, atau tangan padanya. Ibu saya mengakhiri semuanya ini dengan gerak tangan tanda meremehkan: Omong kosong anak kecil! (10)

2. Penampakan-penampakan malaikat dalam tahun 1916


Setelah beberapa waktu, kami kembali ke kawanan domba kami ke tempat yang sama dan hal yang persis sama terjadi lagi. Sekali lagi teman-teman saya menyampaikan semua kisah itu. Setelah jeda singkat, hal yang sama diulangi. Sudah ketiga kalinya ibu saya mendengar semua hal ini dibicarakan di luaran, tanpa saya pernah
(10) Boleh jadi penampakan-penampakan Malaikat yang tidak begitu jelas itu dimaksudkan untuk mempersiapkan Lucia guna masa depan.

84

mengatakan sepatah kata pun tentang hal-hal itu di rumah. Oleh karena itu ia memanggil saya, amat tidak senang, dan mendesak: Sekarang, mari kita lihat! Apakah yang menurut kalian gadisgadis, kalian lihat di atas sana? Aku tidak tahu, Bu. Aku tidak tahu apa itu! Sejumlah orang mulai mengolok-olok kami. Kakak-kakak perempuan saya, ketika mengingat bahwa untuk beberapa waktu setelah komuni pertama, saya suka merenung, biasa bertanya kepada saya dengan agak marah: Apakah engkau melihat seseorang terbungkus sprei? Saya merasakan kata-kata dan gerak-gerik penghinaan ini dengan amat dalam, karena sampai sekarang saya hanya terbiasa dibelai-belai saja. Tetapi sebetulnya ini belum apa-apa. Anda tahu, saya tidak tahu apa yang akan dikehendaki oleh Tuhan yang baik untuk saya di masa depan. Sekitar waktu ini, sebagaimana telah saya sampaikan kepada Yang Mulia, Francisco dan Jacinta berusaha mendapatkan izin dari orangtua mereka untuk mulai menggembalakan kawanan mereka sendiri. Jadi saya meninggalkan teman-teman baik saya, dan saya bergabung dengan sepupu-sepupu saya, Francisco dan Jacinta, sebagai gantinya. Untuk menghindari pergi ke perbukitan bersama dengan semua gembala yang lain, kami mengatur untuk menggembalakan kawanan kami di tanah-tanah milik paman dan bibi saya serta orangtua saya. Pada suatu hari yang cerah, kami berangkat bersama dombadomba kami ke suatu lahan yang dimiliki orangtua saya, yang terletak di kaki lereng utara bukit yang telah saya sebut. Lahan ini disebut Chousa Velha. Segera setelah kami tiba, sekitar pertengahan pagi, mulai jatuh hujan rintik-rintik, sebegitu halus sehingga tampaknya seperti kabut. Ketika kami naik ke atas lereng bukit, diikuti oleh kawanan domba kami, sambil mencari sebuah batu besar yang mengganjur di mana kami dapat berteduh. Jadi begitulah untuk pertama kalinya kami memasuki gua yang terberkati di antara batubatu itu. Ia berdiri di tengah-tengah kebun zaitun milik bapa permandian saya Anastacio. Dari situ, Anda dapat melihat desa kecil tempat saya dilahirkan, rumah orangtua saya, dan desa Casa Velha dan Eira da Pedra. Kebun zaitun yang dimiliki oleh beberapa orang itu, melebar dalam batas-batas kedua desa itu sendiri. Kami menghabiskan hari kami di situ di antara batu-batu, meski hujan
85

sudah selesai dan matahari bersinar terang benderang. Kami menyantap makan siang kami dan mengucapkan doa rosario kami. Saya tidak yakin apakah kami hari itu mendoakannya dengan cara yang telah saya lukiskan kepada Yang Mulia atau tidak, dengan hanya mengucapkan Salam Maria dan Bapa kami untuk setiap butir, karena begitu besarnya keinginan kami untuk segera mulai bermain! Setelah doa kami selesai, kami mulai bermain kerikil-kerikil! Kami baru sebentar menikmati permainan itu ketika sebuah angin kencang mulai mengguncang pohon-pohon itu. Kami menatap ke atas, terkejut, melihat apa yang terjadi, sebab hari itu biasanya luarbiasa tenang. Kemudian kami melihat sosok yang telah kami sebutkan (11) datang ke arah kami, di atas pohon-pohon zaitun. Jacinta dan Francisco belum pernah melihat sebelumnya, dan saya pun tak pernah menyebutkannya kepada mereka. Sewaktu sosok itu semakin dekat, kami dapat membedakan ciri-cirinya. Ia adalah seorang pemuda, sekitar empat belas atau lima belas tahun, lebih putih daripada salju, bening seperti kristal bila matahari bersinar menembusnya, dan begitu indahnya. Setelah mencapai kami, ia berkata: Jangan takut! Aku adalah Malaikat Perdamaian. Berdoalah bersamaku. Sambil berlutut di tanah, ia membungkuk sampai dahinya menyentuh tanah, dan menyuruh kami mengulangi kata-kata ini tiga kali: Tuhanku, aku percaya, aku menyembah, aku berharap dan aku mencintaiMu! Aku mohon ampun dariMu bagi mereka yang tidak percaya, tidak menyembah, tidak berharap dan tidak mencintaiMu. Kemudian sambil bangkit, ia berkata: Berdoalah begitu. Hati Yesus dan Hati Maria itu memperhatikan suara permohonanpermohonanmu. Kata-katanya begitu menggores dalam-dalam di benak kami sehingga kami tak pernah dapat melupakannya. Sejak itu kami biasa menghabiskan jangka-jangka waktu lama, tersungkur seperti Malaikat itu, sambil mengulangi kata-katanya, sampai terkadang kami jatuh, kelelahan. Saya mengingatkan teman-teman kami,

(11) Ini adalah penampakan Malaikat yang pertama, yang nampak tiga kali dalam tahun 1916.

86

langsung saat itu, bahwa ini harus tetap dirahasiakan dan, syukur kepada Allah, mereka melakukan yang saya kehendaki. Selang beberapa waktu (12), tibalah musim panas, ketika kami harus pulang untuk tidur siang. Pada suatu hari, ketika kami sedang bermain di lembaran-lembaran batu sumur di bagian bawah kebun yang menjadi milik orangtua saya, yang kami sebut Arneiro. (Saya telah menyebut sumur ini kepada Yang Mulia dalam kisah saya tentang Jacinta). Tiba-tiba, kami melihat sosok yang sama di samping kami, atau lebih tepat Malaikat, begitu kelihatannya bagiku. Apa yang kaulakukan? tanyanya. Berdoalah, berdoalah banyak-banyak! Hati Yesus dan Maria yang amat kudus telah memiliki rencana-rencana belaskasih untukmu. Persembahkanlah doa-doa dan korban-korban terus-menerus kepada Yang Mahatinggi. Bagaimana kami harus berkorban? tanya saya. Buatlah apa saja yang dapat kaubuat sebagai pengorbanan, dan persembahkanlah itu kepada Allah sebagai tindak silih bagi dosa-dosa yang telah melukai hatiNya, dan sebagai permohonan bagi bertobatnya para pendosa. Dengan demikian kalian akan mendatangkan damai bagi negerimu. Aku adalah Malaikat Pelindungnya, Malaikat Portugal. Terutama, terimalah dan tanggunglah dengan pasrah, penderitaan-penderitaan yang akan dikirimkan Tuhan kepadamu. Selang cukup banyak waktu, ketika pada suatu hari kami pergi menggembalakan domba-domba kami di lahan milik orangtua saya, yang terletak di lereng bukit yang telah saya sebut, sedikit lebih ke atas daripada Valinhos. Lahan itu berada di kebun zaitun yang disebut Pregueira. Setelah makan siang, kami memutuskan untuk pergi dan berdoa di gua di antara batu-batuan di sebelah lain bukit itu. Untuk sampai ke situ, kami mengitari lereng, dan harus mendaki sejumlah batu di atas Pregueira. Domba-domba hanya dapat pontang-panting mencari jalan di antara batu-batu ini dengan susah payah. Segera setelah kami sampai ke situ, kami berlutut, dengan dahi kami menyentuh tanah, dan mulai mengulangi doa Malaikat: Tuhanku, aku percaya, aku menyembah, aku berharap dan aku
(12) Penampakan kedua oleh Malaikat yang sama.

87

mencintaiMu... Saya tidak tahu berapa kali kami mengulangi doa ini, ketika sebuah cahaya luarbiasa menyinari kami. Kami melompat untuk melihat apa yang terjadi, dan melihat Malaikat itu. Ia memegang sebuah piala di tangan kirinya, dengan hosti tergantung di atasnya, dari situ beberapa tetes darah jatuh ke dalam piala tadi (13). Sementara membiarkan piala itu tergantung di udara, Malaikat itu berlutut di samping kami dan menyuruh kami mengulangi tiga kali: Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus, aku menyembahMu secara mendalam, dan aku mempersembahkan kepadaMu tubuh, darah, jiwa dan keilahian Yesus Kristus yang amat berharga, yang hadir di dalam setiap tabernakel di dunia, sebagai silih atas umpatan-umpatan, sakrilegi-sakrilegi dan ketidakpedulian yang menyakiti hatiNya sendiri. Dan, karena jasa besar tak terbatas hatiNya yang mahakudus, dan hati Maria yang tak bernoda, saya mohon daripadaMu pertobatan para pendosa yang malang. Kemudian, sambil bangkit, ia mengambil piala dan hosti ke dalam tangannya. Ia memberikan hosti suci itu kepadaku, dan membagikan darah dari piala itu untuk Jacinta dan Francisco (14), sambil berkata: Ambillah dan minumlah tubuh dan darah Yesus Kristus, yang diumpat secara mengerikan oleh manusia-manusia yang tak tahu terimakasih! Buatlah silih bagi kejahatan-kejahatan mereka dan hiburlah Tuhanmu. Sekali lagi ia tersungkur di tanah dan mengulangi bersama kami, tiga kali lagi, doa yang sama Tritunggal yang mahakudus... dan kemudian lenyap. Kami tinggal lama dalam posisi ini, seraya mengulangi kata-kata yang sama berulang kali. Ketika pada akhirnya kami berdiri, kami melihat hari sudah mulai gelap, dan oleh karena itu tiba waktunya pulang ke rumah. 3. Kesulitan di rumah Inilah aku, Yang Mulia, pada akhir masa tiga tahunku sebagai gembala, sejak waktu aku berumur tujuh tahun sampai sepuluh tahun. Selama tahun-tahun ini, rumah tangga kami, dan saya berani
(13) Penampakan ketiga dan terakhir oleh Malaikat yang sama. (14) Francisco dan Jacinta belum menerima Komuni Pertama mereka. Tetapi, mereka tak pernah menganggap ini sebagai komuni sakramental.

88

mengatakan paroki kami juga, mengalami perubahan hampir menyeluruh. Romo Pena tidak lagi menjadi pastor paroki kami, dan telah digantikan oleh Romo Boicinha (15). Ketika imam yang amat bersemangat ini mengetahui bahwa kebiasaan kapir seperti berdansa tanpa berhenti sekadar terlampau lazim di paroki itu, ia segera mulai berkhotbah menentangnya dari mimbar di hari-hari minggu. Secara terbuka dan sendiri-sendiri, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyerang kebiasaan buruk ini. Segera setelah ibu saya mendengar pastor yang baik ini berbicara seperti itu, ia melarang kakak-kakak perempuan saya untuk menghadiri hiburan seperti itu. Karena teladan kakak-kakak perempuan saya menyebabkan orang-orang lain tidak hadir, kebiasaan ini lamakelamaan mati. Hal yang sama terjadi di antara anak-anak yang biasa menyelenggarakan tari-tarian mereka secara terpisah, sebagaimana telah saya jelaskan kepada Yang Mulia ketika menulis tentang sepupu saya Jacinta. Mengenai hal ini, seseorang pada suatu hari berkata kepada ibu saya: Sampai sekarang, pergi ke dansa bukanlah dosa, tetapi hanya karena kita memiliki pastor paroki baru, menjadi dosa. Bagaimana dapat begini? Aku tidak tahu, jawab ibu saya. Yang saya tahu ialah bahwa imam itu tidak ingin ada tarian, jadi anak-anakku tidak akan menghadiri perkumpulan semacam itu lagi. Setidak-tidaknya, saya akan membiarkan mereka berdansa sedikit dalam keluarga, sebab imam itu mengatakan dalam hal ini tak ada jeleknya. Selama periode ini, dua kakak perempuan saya yang tertua meninggalkan rumah, setelah menerima sakramen perkawinan. Ayah saya jatuh ke dalam persahabatan yang buruk, dan membiarkan kelemahannya ini menguasainya; ini berarti kehilangan sebagian pekarangan kami (16). Ketika ibu saya menyadari bahwa

(15) Namanya adalah Romo Manuel Marques Ferreira. Ia meninggal dalam bulan Januari 1945. (16) Orang tidak boleh melebih-lebihkan perilaku ayahnya. Bahkan bila benar ia suka anggur, tentunya ia tidak boleh dianggap kecanduan alkohol. Tentang tugas-tugas keagamaannya, tentulah ia tidak memenuhi tugas itu di Paroki Fatima selama beberapa tahun, karena tidak cocok dengan pastornya. Namun ia memang merayakan Paskah di Vila Nova de Ourem.

89

kekayaan kami berkurang, ia berniat mengirimkan dua kakak saya, Gloria dan Carolina, untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Di rumah, hanya tinggal saudara saya, untuk mengurus beberapa lahan kami yang tersisa; ibu saya, mengurus rumah; dan saya sendiri mengurus ternak untuk digembalakan. Ibu saya yang malang tampaknya sekadar tenggelam dalam kepedihan mendalam. Ketika kami berkumpul di sekitar perapian di malam hari, menunggu ayah saya pulang untuk makan malam, ibu saya akan memandangi tempat-tempat anak-anaknya yang kosong dan berseru dengan kepedihan mendalam: Oh Tuhanku, ke manakah perginya kegembiraan rumah tangga kami? Kemudian, sambil menaruh kepalanya di sebuah meja kecil di sampingnya, ia akan menangis sejadijadinya. Kakak laki-lakiku dan saya menangis bersamanya. Itu merupakan salah satu adegan paling menyedihkan yang pernah saya saksikan. Karena kerinduan akan kakak-kakak saya, dan melihat ibu saya begitu sengsara, saya merasakan hati saya hancur. Meskipun saya masih kecil, saya sepenuhnya memahami situasi kami. Kemudian saya mengingat kata-kata Malaikat itu: Terutama, terimalah dengan pasrah pengorbanan-pengorbanan yang akan dikirim kepadamu oleh Tuhan. Pada saat-saat seperti itu, saya biasa mengundurkan diri ke sebuah tempat sunyi, agar tidak menambah penderitaan ibu saya, dengan melihat penderitaan saya. Tempat ini biasanya adalah sumur kami. Di situ, dengan berlutut, sambil bersandar pada pinggiran lembaran-lembaran batu yang memagari sumur itu, airmata saya bercampur dengan air di bawah dan saya mempesembahkan penderitaan ini kepada Allah. Terkadang, Jacinta dan Francisco akan datang dan menemukan saya seperti ini, dalam kepedihan mendalam. Karena suara saya tertahan oleh isakan dan saya tak dapat mengucapkan sepatah kata pun, mereka ikut dalam penderitaan saya sedemikian rupa sehingga mereka pun menangis hebat. Kemudian Jacinta mengu-capkan persembahan kami keraskeras: Tuhanku, ini adalah laku silih, dan demi pertobatan para pendosa, kami mempersembahkan kepadaMu semua penderitaan dan pengorbanan ini. Rumusan persembahan tidaklah senantiasa persis, tetapi maknanya senantiasa sama. Begitu banyak penderitaan mulai menggerogoti kesehatan ibu saya. Ia tak lagi mampu bekerja, jadi ia memanggil Gloria supaya datang dan merawatnya, dan merawat rumah pula. Semua ahli
90

bedah dan dokter di sekitar wilayah itu telah dimintai nasihatnya. Kami dapat menggunakan berbagai macam obat, tetapi tak ada perbaikan sedikit pun. Pastor paroki yang baik dengan ramah menawarkan untuk membawa ibu saya ke Leiria dengan kereta keledainya, guna meminta nasihat dokter-dokter di sana. Dengan ditemani oleh Teresa kakak saya, Ibu pergi ke Leiria. Tetapi ia tiba di rumah setengah mati karena perjalanan seperti itu, lelah setelah begitu banyak berkonsultasi, dan karena tidak mendapat hasil-hasil yang baik apa pun. Akhirnya, seorang ahli bedah di S. Mamede dimintai pendapat. Ia mengatakan bahwa ibu saya mengalami luka jantung, sebuah tulang belakang yang bergeser letaknya, dan ginjalginjal yang melorot. Ia meresepkan untuknya suatu pengobatan ketat dengan jarum-jarum panas membara dan berbagai macam obat, dan ini membawa sedikit perbaikan keadaan ibu. Beginilah keadaan kami ketika tanggal 13 Mei 1917 itu tiba. Sekitar waktu itulah ketika kakak laki-laki saya mencapai usia untuk dinas militer. Karena kesehatannya baik sekali, ada alasan yang bagus bahwa ia akan diterima. Selain itu, sedang ada perang, dan akan sulit untuk mendapatkan perkecualian dari dinas militer. Ibu saya, karena takut ditinggal sendirian dan tidak ada orang yang mengurus ladang, memanggil pula Carolina kakak saya untuk pulang. Sementara itu bapa permandian kakak laki-laki saya berjanji mengusahakan pembebasan dinas militer. Ia menyampaikan kabar kepada dokter yang bertanggung jawab untuk pemeriksaan kesehatannya, dan dengan demikian Tuhan yang baik itu berkenan memberikan kelegaan ini kepada ibu saya. 4. Penampakan-penampakan Ratu kita Saya tidak akan menunda dengan melukiskan penampakan tanggal 13 Mei itu. Peristiwa itu sudah diketahui dengan baik oleh Yang Mulia, dan oleh karena itu akan merupakan pemborosan waktu bagi saya untuk masuk ke situ. Anda juga tahu bagaimana ibu saya akhirnya tahu apa yang terjadi, dan bagaimana ia tak menyianyiakan usaha untuk memaksa saya mengaku bahwa saya telah berbohong. Kami sepakat untuk tak pernah mengungkapkan kepada siapa pun kata-kata yang disampaikan Ratu kita pada hari itu kepada kami. Setelah berjanji membawa kami ke surga, ia bertanya:
91

Maukah kamu mempersembahkan dirimu sendiri kepada Allah untuk menanggung semua pernderitaan yang akan dikirimkanNya kepadamu, sebagai tindakan silih untuk dosa-dosa yang telah menyakiti hatiNya, dan untuk permohonan bagi bertobatnya para pendosa? Ya, kami bersedia, itulah jawaban kami. Maka, engkau akan harus banyak menderita, tetapi rahmat Allah akan menjadi penghiburanmu. Tanggal 13 Juni, pesta St. Antonius, senantiasa merupakan hari pesta besar-besaran di paroki kami. Pada hari itu, kami biasanya mengeluarkan kawanan domba pagi-pagi sekali, dan pada jam sembilan kami mengunci mereka di kandang lagi, dan kami pergi ke pesta. Ibu saya dan kakak-kakak saya, yang tahu betapa saya amat menyukai pesta, terus berkata kepada saya: Kami masih harus mengawasi apakah kamu akan meninggalkan pesta itu untuk sekadar pergi ke Cova da Iria, dan berbicara kepada Ratu itu! Pada hari itu sendiri tak ada seorang pun yang berbicara kepadaku. Sejauh menyangkut saya, mereka bertindak seolah-olah mereka itu berkata: Biarkanlah dia sendiri; dan segera kita akan melihat apa yang akan dilakukannya! Saya melepaskan kawanan saya pada waktu fajar merekah, dengan maksud mengandangkannya lagi pada jam sembilan, pergi ke misa pada jam sepuluh dan setelah itu, pergi ke Cova da Iria. Tetapi matahari belum lagi naik ketika saudara laki-laki saya memanggil saya. Ia mengatakan bahwa saya harus pulang ke rumah, karena ada sejumlah orang yang ingin berbicara kepada saya. Ia sendiri tetap tinggal bersama kawanan domba, dan saya pergi untuk melihat apa yang mereka kehendaki. Saya menemukan beberapa wanita, dan pria juga, yang telah datang dari tempattempat seperti Minde, dari sekitar Tomar, Carrascos, Boleiros, dan seterusnya (17). Mereka ingin menyertai saya ke Cova da Iria. Saya katakan kepada mereka bahwa sekarang masih terlalu pagi, dan mempersilahkan mereka untuk bersama saya menghadiri misa jam delapan. Setelah itu, saya kembali ke rumah. Orang-orang baik ini menunggu saya di halaman, dalam bayangan pohon-pohon ek kami.

(17) Tempat-tempat ini terletak dekat Fatima, ada yang jauhnya 25 Km.

92

Ibu dan kakak-kakak perempuan saya bertahan dalam sikap mereka yang menghina, dan ini menyayat saya sampai ke hati, dan sungguh menyakitkan bagi saya seperti umpatan-umpatan. Sekitar jam sebelas, saya meninggalkan rumah dan mengunjungi rumah paman saya, tempat Jacinta dan Francisco menunggu saya. Kemudian kami berangkat ke Cova da Iria, dalam penantian saatsaat yang telah dirindukan itu. Semua orang tadi mengikuti kami, sambil mengajukan ribuan pertanyaan. Pada hari itu, saya dilanda kepahitan. Saya dapat melihat bahwa ibu saya sangat tertekan, dan bahwa ia ingin dengan segala cara mamaksa saya, sebagaimana dikatakannya, untuk mengakui bahwa saya telah berdusta. Saya amat ingin melakukan seperti diharapkan ibu, tetapi satusatunya jalan untuk saya dapat melakukan itu adalah dengan berbohong. Dari ayunan, ia telah menyalakan di hati anak-anaknya suatu rasa ngeri akan kebohongan, dan ia biasa menyiksa dengan hebat salah satu di antara kami yang berbohong. Saya telah mengusahakannya, begitu ia sering berkata, agar anak-anak saya senantiasa mengatakan kebenaran, dan sekarang apakah saya harus membiarkan si bungsu lolos begitu saja dengan hal seperti ini? Seandainya itu hanya masalah kecil...! Tetapi kebohongan sebesar itu, dengan menipu begitu banyak orang dan membawa mereka jauh-jauh kemari! Setelah mengeluh dengan pahit seperti itu, ia akan berpaling kepada saya, dan berkata: Bulatkanlah hatimu, mana yang kaumau! Entah membongkar semua kebohongan ini dengan mengatakan kepada orang-orang ini bahwa engkau telah berdusta, atau aku akan mengurungmu di ruang gelap di mana engkau bahkan tidak akan melihat sinar matahari. Setelah semua kesulitan yang saya hadapi, dan sekarang terjadi hal seperti ini! Kakak-kakak perempuanku berpihak kepada ibuku, dan di sekelilingku suasananya adalah suasana amarah dan penghinaan hebat. Kemudian saya ingat hari-hari masa lalu, dan bertanya kepada diri sendiri: Ke manakah segala rasa sayang itu sekarang, yang dimiliki keluargaku untukku hanya beberapa saat yang baru lalu? Satu-satunya penghiburanku adalah menangis di hadapan Tuhan, sewaktu saya mempersembahkan pengorbanan saya. Pada hari inilah, selain dari apa yang telah saya ceritakan, Ratu kita, seolaholah menebak apa yang telah terjadi, berkata kepada saya:
93

Apakah engkau banyak menderita? Jangan berkecil hati. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Hatiku yang tak ternoda akan menjadi tempat pelarianmu dan jalanmu yang menuntunmu kepada Tuhan. Ketika Jacinta melihat saya menangis, ia mencoba menghibur saya, dengan berkata: Jangan menangis. Tentu, inilah pengorbanan-pengorbanan yang telah dikatakan Malaikat akan dikirim Tuhan kepada kita. Itulah sebabnya engkau menderita, agar engkau dapat membuat silih kepadaNya dan menobatkan para pendosa. 5. Keragu-raguan dan godaan-godaan Lucia (18) Sekitar waktu itu pastor paroki kami mengetahui apa yang sedang terjadi, dan menyuruh ibu saya membawa saya ke rumahnya. Ibu saya merasa ia dapat bernapas kembali, karena berpikir bahwa pastor itu akan memikul tanggung jawab sendiri untuk peristiwaperistiwa ini. Oleh karena itu ia berkata kepadaku: Besok pagi, kita akan mengikuti misa, hal pertama di pagi hari. Kemudian, engkau akan pergi ke rumah pastor. Biarkanlah saja dia memaksamu untuk mengatakan kebenaran, tanpa mempedulikan bagaimana ia melakukannya; biarkanlah ia menghukummu; biarkanlah dia melakukan apa saja yang disukainya kepadamu, sepanjang ia memaksamu untuk mengaku bahwa engkau telah berbohong; maka aku akan puas. Kakak-kakak perempuan saya ikut berpihak kepada ibu dan menemukan ancaman-ancaman yang tak ada habisnya, sekadar untuk menakut-nakuti saya tentang wawancara dengan pastor paroki. Saya katakan kepada Jacinta dan kakaknya tentang semua ini. Kami pergi juga, jawab mereka. Pastor itu menyuruh ibu kami untuk membawa kami pula, tetapi ibu tidak mengatakan sesuatu seperti itu kepada kami. Tidak mengapalah! Bila mereka memukuli kita, kita akan menderitanya demi kasih akan Tuhan kita dan bagi para pendosa.
(18) Orang hendaknya mencatat bahwa keadaan kebingungan dan keputusasaan ini, bukannya keragu-raguan sebenarnya, dan ini disebabkan oleh kesulitankesulitan di keluarganya, selain sikap hati-hati imam itu.

94

Hari berikutnya saya berjalan di belakang ibu saya, yang tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada saya selama seluruh perjalanan itu. Saya harus mengakui bahwa saya gemetar karena gambaran apa yang akan terjadi. Selama misa, saya mempersembahkan penderitaan saya kepada Tuhan. Setelah itu saya mengikuti ibu saya keluar gereja menuju rumah pastor, dan mulai menapaki anak tangga menuju beranda. Kami baru naik beberapa langkah, ketika ibu saya berbalik dan berseru: Jangan mengganggu aku lagi! Katakan kepada Romo sekarang bahwa engkau telah berbohong, dan bahwa itulah akhir seluruh perkara ini. Bikin perkara saja! Semua kerumunan orang ini berlari ke Cova da Iria, hanya untuk berdoa di depan semak pohon holmoak! Tanpa banyak cincong, ia mengetuk pintu. Saudara perempuan pastor itu membukakan pintu dan mempersilahkan kami untuk duduk di bangku dan menunggu sebentar. Akhirnya, pastor paroki itu muncul. Ia membawa kami ke tempat kerjanya, mempersilahkan ibu untuk duduk, dan memanggil saya ke mejanya. Ketika saya menemukan bahwa Romo itu menanyai saya dengan cukup tenang, dan dengan cara yang begitu ramah, saya merasa takjub. Namun saya masih ketakutan tentang apa yang akan datang. Interogasi itu amat mendetail dan, bahkan boleh saya katakan melelahkan. Romo menyimpulkan dengan pengamatan singkat ini: Bagi saya tampaknya bukan sebuah wahyu dari surga. Biasanya dalam hal-hal seperti itu, Tuhan kita mengatakan kepada jiwa-jiwa yang diberi pesan-pesan olehNya untuk memberi laporan apa yang telah terjadi kepada bapa pengakuan atau pastor paroki. Tetapi anak ini, sebaliknya, menyimpan segalanya sejauh mungkin untuk dirinya sendiri. Boleh jadi ini merupakan tipuan iblis. Kami akan melihat. Masa depan akan memperlihatkan kepada kita bagaimana kita harus mengartikan ini semua. 6. Dorongan dari Jacinta dan Francisco Seberapa banyak permenungan ini membuat saya menderita, hanya Tuhan yang tahu, sebab Dia saja yang dapat menembus lubuk hati kita yang terdalam. Waktu itu saya mulai merasa raguragu tentang apakah penampakan-penampakan ini boleh jadi
95

berasal dari iblis, yang dengan cara-cara ini berusaha untuk membuat saya kehilangan jiwa saya. Karena saya mendengar orang-orang mengatakan bahwa iblis itu selalu membawa konflik dan kekacauan, saya mulai berpikir bahwa, memang benar, semenjak saya mulai melihat hal-hal ini, rumah tangga kami tidak lagi sama, sebab kegembiraan dan kedamaian telah lenyap. Betapa besar kecemasan yang saya rasakan! Saya memberitahukan keraguan ini kepada sepupu-sepupu saya. Bukan, itu bukan iblis! jawab Jacinta, samasekali tidak! Mereka mengatakan bahwa iblis itu amat buruk dan bahwa ia jauh di bawah tanah di neraka. Sedangkan Sang Ratu itu begitu cantik, dan kita melihatnya pergi ke surga! Tuhan kita memanfaatkan ini untuk sedikit mengurangi keraguraguan yang saya alami. Tetapi selama perjalanan bulan itu, saya kehilangan semua semangat untuk membuat pengorbananpengorbanan dan laku-laku matiraga, dan akhirnya meragu-ragukan apakah tidak lebih baik mengatakan bahwa saya telah berbohong, dan dengan demikian mengakhiri seluruh perkara ini. Jangan melakukan itu! teriak Jacinta dan Francisco. Tidakkah engkau melihat bahwa sekarang engkau akan berbohong, dan berbohong itu dosa? Sementara dalam keadaan pikiran seperti ini, saya bermimpi yang hanya memperburuk kegelapan jiwa saya. Saya melihat iblis tertawa karena telah menipu saya, sewaktu ia mencoba menarik saya ke neraka. Ketika menemukan diri saya dicengkeramnya, saya mulai berteriak begitu keras dan memanggil Ratu kita untuk minta tolong sehingga membangunkan ibu saya. Ia memanggil saya dengan cemas, dan bertanya kepada saya ada apa. Saya tidak ingat apa yang saya katakan kepadanya, tetapi saya ingat bahwa saya dilumpuhkan oleh rasa takut sehingga saya tidak dapat tidur lagi malam itu. Mimpi ini membuat jiwa saya digelapkan oleh rasa takut dan kecemasan nyata. Satu-satunya hiburan saya adalah pergi sendirian ke sebuah tempat yang sunyi, di situ menangis sejadijadinya. Bahkan kehadiran sepupu-sepupu saya mulai tampak membebani, dan atas alasan ini, saya mulai menyembunyikan diri dari mereka pula. Anak-anak yang malang! Terkadang, mereka akan mencari saya, memanggil-manggil nama saya dan tidak mendapat jawaban, tetapi saya ada di situ senantiasa, tersembunyi tepat dekat
96

mereka di sudut tertentu ke mana mereka tak pernah berpikir untuk mencari. Tanggal 13 Juli sudah mendekat, dan saya masih ragu-ragu tentang ke mana saya harus pergi. Saya berpikir sendiri: Bila ini iblis, mengapa saya harus pergi untuk melihatnya? Bila mereka bertanya kepadaku mengapa aku tidak pergi, aku akan berkata bahwa aku khawatir jangan-jangan yang menampakkan diri kepada kita itu iblis, dan atas alasan itu saya tidak akan pergi. Biarkan Jacinta dan Francisco berbuat apa yang mereka mau; saya tidak akan kembali ke Cova da Iria lagi. Setelah keputusan saya buat, dengan tegas saya berniat untuk melaksanakannya. Pada petang tanggal 12, orang-orang sudah berkumpul, untuk menantikan peristiwa-peristiwa hari berikutnya. Oleh karena itu saya mengunjungi Jacinta dan Francisco, dan memberitahukan keputusan saya kepada mereka. Kami akan pergi, jawab mereka. Sang Ratu berkata kita harus pergi. Jacinta merelakan diri untuk bicara dengan Perawan itu, tetapi ia begitu kecewa karena saya tidak pergi, sehingga ia mulai menangis. Saya bertanya alasannya menangis. Sebab engkau tidak mau pergi! Tidak, aku tak akan pergi. Dengarlah! Bila Perawan itu menanyakan tentang aku, katakan padanya bahwa aku tidak pergi, sebab aku takut boleh jadi ia adalah iblis. Kemudian saya meninggalkan mereka, untuk pergi dan bersembunyi, dan dengan demikian menghindari untuk harus bicara kepada semua orang yang datang untuk mencari saya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Ibu saya berpikir bahwa saya bermain dengan anak-anak desa, padahal sepanjang waktu saya bersembunyi di balik semak-semak berduri di pekarangan tetangga yang berdekatan dengan keluarga Arneiro, sedikit ke timur dari sumur yang telah begitu sering saya sebut. Ia memarahi saya, segera setelah saya pulang malam itu: Patung orang kudus kecil terbuat dari marmer, itulah engkau! Sepanjang waktu engkau telah meninggalkan penggembalaan domba-domba, engkau tidak mengerjakan apa-apa selain bermain, terlebih-lebih lagi engkau melakukannya begitu rupa sehingga orang lain tak dapat menemukanmu!
97

Pada hari berikutnya, ketika waktunya hampir tiba untuk berangkat, tiba-tiba saya merasa bahwa saya harus pergi, terdorong oleh suatu kekuatan aneh yang hampir tak dapat saya lawan. Kemudian saya berangkat, dan mengunjungi rumah paman saya untuk melihat apakah Jacinta masih ada di situ. Saya menemukannya di kamarnya, bersama dengan kakaknya Francisco, sambil berlutut di samping tempat tidurnya, menangis. Lalu apakah engkau akan pergi? tanya saya. Tidak bila tanpamu! Kami tidak berani. Ayolah datang! Ya, aku akan pergi, jawab saya. Wajah mereka bersinar karena kegembiraan, dan mereka berangkat bersama saya. Kerumunan orang-orang menunggu kami sepanjang jalan, dan hanya dengan susah payah akhirnya kami sampai ke sana. Inilah hari di mana Ratu kita berkenan mengungkapkan rahasia itu kepada kami. Setelah itu, untuk menghidupkan kembali semangat saya yang kendor, ia berkata kepada kami: Korbankanlah dirimu bagi para pendosa, dan katakanlah berulangkali kepada Jesus, terutama kapan saja engkau membuat pengorbanan: O Yesus, ini demi kasih kepadaMu, demi pertobatan para pendosa, dan sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap Hati Maria yang tak bernoda.

7. Ibu Lucia mengalami keragu-raguannya


Berkat Tuhan kita yang baik, penampakan ini mengusir kabut dari jiwa saya dan kedamaian saya dipulihkan. Ibu saya yang malang makin cemas, sewaktu ia melihat kerumunan orang yang datang berkumpul dari segala bagian. Orang-orang yang malang ini, katanya, datang kemari, karena terjebak oleh tipuanmu, engkau boleh yakin tentang hal itu, dan saya benar-benar tidak tahu apa yang dapat saya lakukan untuk menyadarkan mereka. Seorang pria malang yang menyombongkan diri dengan mengolok-olok kami, mengumpat kami dan bahkan melangkah begitu jauh hingga memukuli kami, pada suatu hari bertanya kepada ibu saya: Yah, Bu, apa katamu tentang penampakan-penampakan puterimu?
98

Aku tidak tahu, jawab ibu. Bagiku tampaknya ia tak lebih daripada kepalsuan, yang menyesatkan separo dunia. Jangan katakan itu keras-keras, atau seseorang akan cenderung membunuhnya. Saya rasa ada banyak orang sekitar sini yang senang sekali melakukan itu. Oh, aku tidak peduli, sepanjang mereka sekadar memaksanya untuk mengakui kebenaran. Mengenai aku, aku senantiasa mengatakan kebenaran, entah terhadap anak-anakku, atau siapa pun saja, atau bahkan terhadap diriku sendiri. Dan memang demikianlah halnya. Ibu saya senantiasa mengatakan kebenaran, bahkan terhadap dirinya sendiri. Kami, anakanaknya, berutang budi kepadanya karena contoh bagus ini. Pada suatu hari, ia berniat mencoba lagi untuk memaksa saya menarik kembali semua yang telah saya ucapkan, begitu katanya. Ia membulatkan hatinya untuk membawa saya kembali ke rumah pastor paroki hari berikutnya. Setelah berada di situ, saya harus mengaku bahwa saya telah berdusta, minta maaf kepadanya, dan melakukan hukuman apa saja yang dirasa cocok oleh Romo atau ingin diterapkannya kepadaku. Kali ini serangannya begitu kuat, sehingga saya tidak tahu harus berbuat apa. Dalam perjalanan, ketika saya melewati rumah paman saya, saya lari masuk untuk memberitahu Jacinta, yang masih di tempat tidur, apa yang sedang terjadi. Kemudian saya bergegas keluar dan mengikuti ibu saya. Dalam kisah saya tentang Jacinta, saya telah bercerita kepada Yang Mulia tentang bagian yang dimainkan olehnya dan kakaknya dalam percobaan yang dikirimkan oleh Tuhan kepada kami, dan bagaimana mereka berdoa sewaktu menunggu saya di sumur dan seterusnya. Sewaktu kami berjalan, ibu saya menyampaikan sebuah khotbah yang bagus kepada saya. Pada tahap tertentu, saya berkata kepadanya, sambil gemetar: Tetapi, Bu, bagaimana saya mengatakan bahwa saya tidak melihat, kalau saya memang melihat? Ibu saya terdiam. Ketika kami mendekati rumah pastor, ibu berkata: Dengarkan saja aku! Apa yang kukehendaki adalah bahwa engkau mengatakan kebenaran. Bila engkau melihat, katakan begitu! Tetapi bila engkau tidak melihat, akuilah bahwa engkau telah berbohong. Tanpa berkata-kata lagi, kami naik anak tangga, dan pastor yang baik itu menerima kami di ruang kerjanya dengan kelembutan hati yang amat besar dan bahkan saya hampir boleh berkata dengan
99

rasa sayang. Ia menanyai saya dengan serius, tetapi amat sopan, dan menggunakan berbagai strategi untuk memeriksa apakah saya melawan diri saya sendiri, atau tidak konsisten dalam pernyataanpernyataan saya. Akhirnya, ia menyuruh kami pulang, sambil mengangkat bahu, seolah-olah menyiratkan: Aku tidak tahu apa makna semuanya ini! 8. Ancaman-ancaman Administrator Selang beberapa hari kemudian, orangtua kami diberitahu bahwa kami bertiga, Jacinta, Francisco dan saya sendiri, bersama dengan kedua ayah kami, harus menghadap Administrator pada jam tertentu hari berikutnya di Vila Nova de Ourem. Ini berarti bahwa kami terpaksa melakukan perjalanan sekitar sembilan mil, suatu jarak yang cukup jauh bagi ketiga anak kecil itu. Satu-satunya sarana angkutan waktu itu adalah entah kedua kaki kami sendiri atau naik keledai. Paman saya memberi jawaban langsung bahwa ia akan menghadap sendiri, tetapi tentang anak-anaknya, ia tidak akan membawa mereka. Mereka tak akan sanggup menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki, katanya, dan karena tidak terbiasa naik keledai, mereka tak akan mampu menunggang keledai. Dan bagaimana pun, tak ada gunanya membawa dua anak seperti itu ke hadapan sebuah pengadilan. Orangtua saya berpikir sebaliknya. Puteriku akan pergi. Biarkanlah dia menjawab sendiri. Mengenai aku, aku tidak tahu apa-apa tentang perkara ini. Bila ia berbohong, baiklah bila ia dihukum karenanya. Pagi-pagi sekali hari berikutnya (19), mereka menaruh saya di atas seekor keledai dan berangkatlah saya ditemani oleh ayah dan paman saya. Saya jatuh dari keledai itu tiga kali selama perjalanan. Saya pikir saya sudah bercerita kepada Yang Mulia betapa berat penderitaan Jacinta dan Francisco hari itu, karena berpikir bahwa saya akan dibunuh. Sedangkan tentang saya, apa yang paling menyakitkan hati saya adalah ketidakpedulian yang diperlihatkan oleh orangtua saya kepada saya. Ini menjadi semakin jelas, sebab
(19) Tanggal itu adalah 11 Agustus.

100

saya dapat melihat bagaimana dengan penuh kasih bibi dan paman saya memperlakukan anak-anak mereka. Saya ingat berpikir sendiri sewaktu kami berjalan: Betapa bedanya orangtua saya dengan paman dan bibi saya. Mereka menempuh bahaya dengan membela anak-anak mereka, sementara orangtua saya menyerahkan saya dengan perasaan tak peduli yang amat besar, dan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau terhadap saya! Tetapi aku harus sabar, begitu saya mengingatkan diri sendiri dalam lubuk hatiku, sebab ini berarti saya memiliki kebahagiaan lebih banyak menderita bagi kasih kepadaMu, Oh Tuhanku, dan bagi pertobatan para pendosa. Permenungan ini tak pernah gagal membawa penghiburan bagiku. Di kantor Administrator (semacam bupati), saya diinterogasi oleh administrator, di hadapan ayah saya, paman saya dan beberapa pria lain yang tidak saya kenal. Administrator itu berniat teguh untuk memaksa saya mengungkapkan rahasia itu dan agar saya berjanji kepadanya untuk tidak lagi kembali ke Cova da Iria. Untuk mencapai tujuan ini, ia tidak ragu-ragu menggunakan janji-janji, atau ancamanancaman. Setelah melihat bahwa ia tidak mendapatkan hasil apaapa, ia menyuruh saya pulang, namun memprotes, bahwa ia akan mencapai tujuannya, bahkan bila itu berarti ia harus mencabut nyawa saya. Kemudian ia dengan keras memarahi paman saya karena tidak melaksanakan perintahnya, dan akhirnya ia membiarkan kami pulang. 9. Kesulitan dalam keluarga Lucia Di tengah-tengah keluarga kami sendiri, ada kesulitan baru, dan yang dipersalahkan untuk masalah ini adalah aku. Cova da Iria adalah sebidang tanah milik orangtua saya. Di gua itu, tanahnya lebih subur, dan di situ kami menanam jagung, sayur-mayur, kacangkacangan dan sayuran lain. Di lereng-lerengnya tumbuh pohon zaitun, ek dan holmoak. Sekarang, sejak orang datang ke situ, kami tidak dapat menaman apa-apa samasekali. Apa saja terinjak-injak orang. Karena sebagian besar datang dengan tunggangan, binatang-binatang mereka memakan apa saja yang dapat mereka temukan dan merusak seluruh tempat itu. Ibu saya menangisi kerugiannya: Engkau, sekarang, katanya kepadaku, bila engkau
101

ingin makan sesuatu, pergi dan mintalah Ratu itu! Kakak-kakak perempuan saya menimpali dengan: Ya, engkau boleh memiliki apa yang tumbuh di Cova da Iria! Omongan-omongan ini menyayat hati saya, sedemikian rupa sehingga saya hampir-hampir tidak berani mengambil sekerat roti untuk makan. Untuk memaksa saya mengatakan kebenaran itu, sebagaimana dikatakannya, ibu saya, lebih sering daripada tidak, memukuli saya sungguh-sungguh dengan gagang sapu atau sebatang kayu dari tumpukan kayu dekat perapian. Tetapi meski begini, karena ia seorang ibu, ia kemudian mencoba untuk menghidupkan kembali kekuatan saya yang berkurang. Ia penuh keprihatinan ketika ia melihat saya begitu kurus dan pucat, dan takut barangkali saya jatuh sakit. Ibu yang malang! Sekarang, sungguh, setelah saya memahami bagaimana situasi sebetulnya waktu itu, betapa saya merasa kasihan kepadanya! Sungguh, ia benar ketika menilai saya tidak layak mendapat kasih semacam itu, dan oleh karenanya ia berpikir saya berdusta. Berkat rahmat khusus dari Tuhan kita, saya tak pernah mengalami gagasan atau rasa marah sedikit pun mengenai cara ibu memperlakukan saya. Sebagaimana telah diberitakan oleh Malaikat itu bahwa Tuhan akan mengirim penderitaan-penderitaan kepada saya, saya senantiasa melihat tangan Tuhan dalam semuanya ini. Kasih, penghargaan, rasa hormat yang harus saya berikan kepadanya, semakin bertambah, seolah-olah saya disayangi dengan amat sangat. Dan sekarang, saya semakin berterima kasih kepadanya karena telah memperlakukan saya seperti itu, daripada bila ia terus mengelilingi saya dengan rasa sayang dan belaian. 10. Pembimbing rohani Lucia yang pertama Bagi saya tampaknya Romo Dr. Formigao datang untuk pertama kalinya guna menanyai saya pada perjalanan bulan ini ( 20). Interogasinya serius dan mendetail. Saya amat menyukai dia, sebab ia banyak berbicara kepadaku tentang pelaksanaan keutamaan,

(20) Dr. Manuel Nunes Formigao Junior, belakangan menjadi rasul besar Fatima, pertama kali pergi ke Cova tempat berlangsungnya penampakan-penampakan pada tanggal 13 September, bukan Agustus.

102

dan mengajar saya tentang berbagai macam cara melatih diri saya dalam hal tersebut. Dia memperlihatkan kepada saya sebuah gambar kudus St. Agnes, mengatakan kepada saya tentang kemartirannya dan mendorong saya untuk menirunya. Romo ini terus datang setiap bulan untuk menginterogasi, dan senantiasa mengakhiri dengan memberi saya suatu nasihat bagus, yang dimaksudkan untuk menolong saya secara rohani. Pada suatu hari ia berkata kepada saya: Anakku, engkau harus mencintai Tuhan kita sungguh-sungguh, sebagai balasan atas begitu banyak anugerah dan rahmat yang telah diberikanNya kepadamu. Kata-kata ini begitu mendalam tergores dalam jiwaku sehingga sejak saat itu saya mempunyai kebiasaan untuk terus-menerus berkata kepada Tuhan kita: Tuhanku, aku mencintaiMu, dengan bersyukur atas rahmat-rahmat yang Kauberikan kepadaku. Saya begitu suka akan seruan singkat ini, sehingga saya memberikannya pula kepada Jacinta dan kakaknya. Jacinta sedemikian terkesan sehingga di tengah-tengah permainan yang paling mengasyikkan, ia akan bertanya: Apakah engkau lupa mengatakan kepada Tuhan kita betapa engkau mengasihi Dia atas rahmat-rahmat yang diberikanNya kepada kita? 11. Pemenjaraan di Ourem Sementara tanggal 13 Agustus telah tiba. Semenjak petang sebelumnya, kerumunan orang telah tumpah masuk dari segala bagian. Mereka ingin melihat dan menanyai kami, dan menyampaikan permohonan-permohonan mereka kepada kami, agar kami menyampaikannya kepada Perawan tersuci. Di tengah kerumunan itu, kami ini seperti sebuah bola di tangan pemudapemuda yang sedang bermain. Kami ditarik ke sana kemari, setiap orang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada kami tanpa memberi kami kesempatan untuk menjawab siapa pun. Di tengah hiruk-pikuk ini, datanglah perintah dari Pak Administrator, yang menyuruh kami pergi ke rumah bibi saya, di situ ia menunggu saya. Ayah saya mendapat perintah itu dan dialah yang membawa saya ke sana. Ketika saya datang, dia berada di sebuah ruangan bersama sepupu-sepupu saya. Ia menginterogasi kami di situ, dan membuat
103

upaya-upaya baru untuk memaksa kami mengungkapkan rahasia itu dan untuk berjanji bahwa kami tidak akan kembali ke Cova da Iria. Karena ia tidak mendapat apa-apa, ia memberi perintah kepada ayah saya dan paman saya untuk membawa kami ke rumah pastor paroki. Saya tidak akan berpanjang lebar sekarang menceritakan kepada Yang Mulia tentang segala sesuatu lainnya yang terjadi selama kami dipenjarakan, sebab Anda sudah mengetahui semuanya. Sebagaimana telah saya jelaskan kepada Yang Mulia sebelumnya, apa yang paling dalam saya rasakan dan apa yang paling menyebabkan saya menderita pada kesempatan itu adalah bahwa saya samasekali ditinggalkan oleh keluarga saya; dan sama halnya dengan sepupu-sepupu kecil saya. Setelah perjalanan atau pemenjaraan ini, sebab saya sungguh tidak tahu harus menyebut apa, saya kembali ke rumah, sejauh saya ingat, pada tanggal 15 Agustus. Untuk merayakan kedatangan kami, mereka langsung memanggil saya untuk langsung mengeluarkan domba-domba dan membawa mereka ke perumputan. Paman dan bibi saya menghendaki agar anak-anak mereka tetap di rumah, dan oleh karena itu menyuruh saudara mereka Yohanes untuk menggantikannya. Karena hari sudah sore, kami tinggal di dekat dusun kami yang kecil, di sebuah tempat bernama Valinhos (21). Apa yang terjadi berikutnya, juga telah diketahui dengan baik oleh Yang Mulia; oleh karena itu saya tidak akan berlama-lama melukiskannya di sini. Sekali lagi, Perawan tersuci itu menyarankan kepada kami untuk melakukan matiraga, dan mengakhiri dengan berkata: Berdoalah, banyak-banyak, dan buatlah pengorbanan bagi para pendosa; sebab banyak jiwa masuk neraka, sebab tak ada orang yang mengorbankan diri mereka sendiri dan berdoa untuk mereka.

(21) Lucia di sini dan di tempat lain menyebut bahwa penampakan itu terjadi di Valinhos pada tanggal 15 Agustus, artinya pada hari Lucia kembali dari Vila Nova de Ourem. Ini keliru: hari Lucia kembali dari Ourem tentulah tanggal 15 Agustus, tetapi penampakan itu terjadi pada Minggu berikutnya, 19 Agustus 1917.

104

12. Laku-laku tapa dan penderitaan-penderitaan Beberapa hari kemudian, sewaktu kami berjalan sepanjang jalan bersama domba-domba kami, saya menemukan sekerat tali yang jatuh dari pedati. Saya mengambilnya dan sekadar untuk mainmain, saya mengikatkannya sekeliling lengan saya. Tak lama kemudian, saya mengamati bahwa tali itu membuat saya sakit. Lihat, ini sakit! kata saya kepada sepupu-sepupu saya. Kita dapat mengikatkannya keliling pinggang kita dan mempersembahkan pengorbanan ini kepada Tuhan. Segera anak-anak malang ini sepakat dengan usul saya. Kemudian kami mulai membagi-baginya di antara kami bertiga, dengan menempatkannya di atas sebuah batu dan memukulnya dengan sisi tajam batu lain yang berfungsi sebagai pisau. Entah karena tebalnya atau kerasnya tali itu, atau karena kami terkadang mengikatkannya terlalu ketat, alat matiraga ini menyebabkan penderitaan yang mengerikan bagi kami. Kadang-kadang, Jacinta tak dapat menahan airmatanya, begitu hebat rasa sakit yang ditimbulkan oleh alat ini baginya. Kapan saja saya mendesaknya untuk melepasnya, ia menjawab: Jangan! Saya ingin mempersembahkan pengorbanan ini kepada Tuhan kita sebagai silih, dan untuk pertobatan para pendosa. Lain hari kami bermain dengan memunguti tumbuhan-tumbuhan kecil dari dinding-dinding dan menekannya ke tangan kami untuk mendengarnya gemeretak. Sementara Jacinta memetik tumbuhan ini, kebetulan ia menangkap sejumlah jelatang dan tertusuk olehnya. Segera setelah ia merasa sakit, ia meremaskan semakin ketat di tangannya, dan berkata kepada kami: Lihat! Lihat! Inilah sesuatu lain yang dapat kita gunakan untuk bermatiraga! Sejak itu, kami biasa memukuli kaki kami dengan jelatang-jelatang, untuk mempersembahkan pengorbanan lain lagi kepada Tuhan. Kalau saya tidak salah, juga selama bulan inilah kami mempunyai kebiasaan memberikan makan siang kami kepada anak-anak kecil miskin kami, sebagaimana telah saya ceritakan kepada Yang Mulia dalam kisah tentang Jacinta. Juga selama bulan ini pula ibu saya mulai merasa sedikit tenang. Ia akan berkata: Seandainya ada satu lagi orang yang melihatnya, mengapa tidak, boleh jadi aku percaya! Tetapi di antara semua orang ini, mereka sajalah yang melihat sesuatu!
105

Sekarang, selama bulan terakhir ini, berbagai macam orang mengatakan bahwa mereka telah melihat berbagai macam hal. Ada yang telah melihat Ratu kita, yang lain, berbagai tanda di matahari, dan seterusnya. Ibu saya berkata: Sebelumnya saya biasa berpikir, bila seandainya ada satu orang lagi yang melihat sesuatu, maka aku mau percaya; tetapi sekarang begitu banyak orang mengatakan bahwa mereka telah melihat sesuatu, dan saya masih belum percaya! Sekitar waktu itu, ayah saya pun mulai membela saya, dan membungkam orang-orang yang mulai memarahi saya; sebagaimana ia biasa berkata: Kami tidak tahu apakah itu benar, tetapi kami pun tidak tahu apakah itu tipuan. Kemudian paman dan bibi saya, karena bosan oleh permintaanpermintaan yang meresahkan dari semua orang luar yang terusmenerus ingin melihat dan berbicara dengan kami, mulai mengirimkan anaknya Yohanes untuk menggembalakan kawanan domba, dan mereka sendiri tinggal di rumah bersama Jacinta dan Francisco. Tak lama setelah itu akhirnya mereka menjual habis domba-domba itu. Karena saya tidak menyukai teman-teman lain, saya mulai pergi keluar sendirian bersama domba-domba saya. Sebagaimana telah saya ceritakan kepada Yang Mulia, kapan saja saya kebetulan berada dekat mereka, Jacinta dan kakaknya akan datang bergabung dengan saya; dan ketika perumputan itu jauh, mereka akan menunggu saya dalam perjalanan pulang saya. Saya dapat benar-benar berkata bahwa inilah hari-hari yang sungguh bahagia. Sendirian, di tengah domba-domba saya, entah di puncak bukit-bukit atau di kedalaman lembah-lembah di bawah, saya memandang keindahan langit dan bersyukur kepada Tuhan yang baik atas semua rahmat yang telah diberikanNya kepadaku. Ketika suara salah satu kakak perempuan saya memecah keheningan saya, karena memanggil saya untuk pulang guna berbicara dengan orang tertentu atau orang lain yang telah datang mencari saya, saya merasakan suatu rasa tidak senang yang hebat, dan satusatunya hiburan saya adalah dapat mempersembahkan satu korban lagi kepada Tuhan kita yang terkasih. Pada hari tertentu, tiga pria datang untuk berbicara dengan kami. Setelah bertanya-tanya, yang samasekali tidak menyenangkan, mereka pergi dengan berkata begini: Usahakanlah agar kamu memutuskan untuk mengatakan rahasiamu itu. Kalau tidak, Ad106

ministrator berniat sungguh-sungguh untuk membunuh kalian! Jacinta, dengan wajah yang bersinar karena kegirangan yang tidak disembunyikannya, berkata: Betapa indahnya! Saya begitu mencintai Tuhan kita dan Ratu kita, dan dengan begini kami akan melihat mereka segera! Terdengar kabar burung bahwa Pak Administrator memang mau membunuh kami. Ini membuat bibi saya, yang menikah dan tinggal di Casais, untuk datang ke rumah kami dengan maksud tegas untuk membawa kami ke rumahnya bersama dia, sebab, sebagaimana dijelaskannya: Saya tinggal di distrik lain dan oleh karenanya, Pak Administrator ini tak dapat menyentuh kalian di sana. Tetapi rencana bibi itu tak pernah terlaksana, sebab kami tidak mau pergi, dan menjawab: Seandainya mereka membunuh kami, sama saja! Kami akan masuk surga!

13. Tanggal 13 September


Kini tanggal 13 September makin dekat. Selain daripada apa yang telah saya ceritakan, Ratu kita berkata kepada kami hari ini: Tuhan senang dengan korban-korban kalian, tetapi Ia tidak ingin kalian tidur dengan mengenakan tali itu; kenakan selama siang hari saja. Tentu saja, kami segera mengikuti perintahNya. Karena tampaknya Tuhan kita sebulan sebelumnya ingin memberi suatu tanda nyata yang luarbiasa, dengan penuh semangat ibu saya berharap bahwa pada hari ini tanda-tanda semacam itu masih akan lebih jelas dan nyata. Tetapi Tuhan yang baik, boleh jadi untuk memberi kami kesempatan mempersembahkan kepadanya sebuah pengorbanan lagi, tidak mengizinkan cahaya kemuliaanNya tampak pada hari ini. Ibu saya sekali lagi berkecil hati, dan penganiayaan di rumah mulai lagi. Ia sungguh memiliki banyak alasan untuk menjadi begitu marah. Cova da Iria itu sekarang merupakan kerugian total, bukan saja sebagai perumputan yang bagus bagi domba-domba kami, tetapi juga menyangkut apa saja yang dapat dimakan yang telah kami tanam di situ. Tambahan lagi adalah keyakinan ibu saya yang hampir pasti, sebagaimana telah diungkapkannya, bahwa peristiwa-peristiwa itu sendiri tak lebih daripada khayalan-khayalan tolol dan sekadar bayangan-bayangan anak-anak. Salah satu kakak saya hampir-hampir tidak mengerjakan
107

apa-apa selain pergi dan memanggil saya, dan menggantikan saya menggembalakan domba, sementara saya pergi untuk berbicara dengan orang-orang yang meminta untuk melihat saya dan berbicara dengan saya. Pemborosan waktu ini tak berarti apa-apa bagi sebuah keluarga kaya, tetapi bagi kami sendiri, yang harus hidup dengan bekerja, ini besar sekali artinya. Setelah beberapa waktu, ibu saya menemukan dirinya terpaksa menjual domba-domba kami, dan ini membuat perbedaan besar dalam penghasilan keluarga itu. Saya dipersalahkan untuk semuanya ini, dan pada saat-saat gawat, hal itu dilemparkan ke wajah saya. Saya berharap Tuhan kita yang tercinta telah menerima semuanya itu dari saya, sebab saya telah mempersembahkannya kepadaNya, senantiasa senang mampu mengorbankan diri saya untukNya dan bagi para pendosa. Pada pihaknya, ibu saya menanggung semuanya itu dengan kesabaran yang tabah dan sikap pasrah; dan bila ia memarahi saya dan menghukum saya, itu karena ia betul-betul berpikir bahwa saya berbohong. Ia samasekali pasrah terhadap salib-salib yang dikirimkan oleh Tuhan kita kepadanya, dan kadang-kadang ia akan berkata: Mungkinkah bahwa semuanya ini adalah karya Tuhan, sebagai hukuman bagi dosa-dosa saya? Bila demikian, maka terberkatilah Tuhan!

14. Semangat pengorbanan Lucia


Pada suatu hari seorang tetangga punya inisiatif sendiri, mengapa sebabnya saya tidak tahu, untuk mengatakan bahwa sejumlah pria telah memberi saya sejumlah uang, meski saya tidak ingat berapa jumlahnya. Tanpa banyak cincong, ibu saya memanggil saya dan menanyakannya. Ketika saya katakan kepadanya bahwa saya tidak menerima apa pun, ia ingin memaksa saya untuk menyerahkannya kepadanya, dan untuk maksud ini, ia menggunakan gagang sapu. Ketika kotorannya telah betul-betul dibersihkan dari pakaian saya, Karolina, salah satu kakak saya, campurtangan, bersama seorang gadis tetangga kami yang bernama Virginia. Mereka berkata bahwa mereka hadir pada interogasi itu, dan mereka telah menyaksikan bahwa para pria itu sebenarnya tidak memberi apa-apa kepada saya. Berkat pembelaan mereka, saya dapat lolos dan pergi ke
108

sumur saya yang tercinta, dan di situ mempersembahkan satu pengorbanan lagi kepada Tuhan kita yang baik.

15. Seorang tamu yang tinggi perawakannya


Seorang pria muda muncul di rumah kami, kalau saya tidak keliru itu pun terjadi dalam bulan ini (22). Perawakannya begitu tinggi sehingga saya gemetar ketakutan. Ketika saya melihat bahwa dia harus membungkuk untuk dapat lewat pintu guna mencari saya, saya pikir itu tentulah orang Jerman. Pada waktu itu kami sedang dalam perang, dan orang-orang dewasa akan mencoba menakutnakuti anak-anak dengan berkata: Nih, ada orang Jerman datang mau membunuhmu. Oleh karena itu saya berpikir bahwa saat terakhir saya telah tiba. Ketakutan saya terlihat oleh pria muda itu, yang berusaha menenangkan saya; ia menyuruh saya duduk di pangkuannya dan menanyai saya dengan kelembutan hati yang besar. Setelah interogasinya selesai, ia meminta ibu saya agar mengizinkan saya untuk pergi dan menunjukkan kepadanya tempat penampakanpenampakan, dan berdoa dengannya di situ. Ia mendapat izin yang diinginkannya dan kami pergi. Tetapi, sepanjang jalan, saya gemetar ketakutan karena menemukan diri saya sendirian ditemani oleh orang asing ini. Kemudian saya mulai merasa tenang lagi karena gagasan bahwa seandainya dia membunuh saya, saya akan melihat Tuhan kita dan Ratu kita. Sesampainya di tempat itu, ia berlutut dan meminta saya untuk berdoa rosario bersamanya untuk memperoleh rahmat khusus dari Ratu kita yang amat ia inginkan: agar seorang gadis tertentu mau menerimanya dalam sakramen perkawinan. Saya heran akan permintaan semacam itu, dan berpikir dalam hati: Seandainya gadis itu amat takut kepadanya seperti halnya saya, ia tak pernah akan berkata Ya! Ketika doa rosario itu usai, pria muda yang baik itu menemani saya selama sebagian besar perjalanan pulang, dan kemudian mengucapakan selamat berpisah dengan ramah, sambil menyampaikan permintaannya sekali lagi kepada saya. Saya lari
(22) Ini merujuk pada kujungan Dr. Carlos de Azevedo Mendes pada tanggal 8 September 1917.

109

terbirit-birit ke rumah bibi saya, masih ketakutan jangan-jangan ia berbalik arah dan kembali lagi! Betapa terkejutnya saya kemudian, pada tanggal 13 Oktober, ketika tiba-tiba saya menemukan diri saya, setelah penampakanpenampakan itu, berada di tangan orang yang sama ini, berlayar di atas kepala-kepala manusia. Tindakan ini benar-benar berfungsi memuaskan rasa ingin tahu setiap orang yang ingin melihat saya! Setelah beberapa waktu, pria yang baik, yang tidak dapat melihat ke mana ia pergi, terantuk dan jatuh. Saya tidak jatuh, karena saya ditangkap oleh kepadatan orang-orang yang berdesakan di sekitar saya. Langsung, orang-orang lain memegangi saya, dan pria tadi itu hilang. Baru setelah lama kemudian, ia muncul kembali, kali ini ditemani oleh gadis yang disebut tadi, yang sekarang adalah isterinya! Ia datang untuk berterima kasih kepada Perawan suci atas rahmat yang diterimanya, dan memohon banyak berkatnya untuk masa depan mereka. Pria muda ini sekarang adalah Dr. Carlos Mendes dari Torres Novas.

16. Tanggal 13 Oktober


Sekarang, Yang Mulia, kita berada pada tanggal 13 Oktober. Anda sudah tahu segala yang terjadi pada tanggal itu (23). Dari semua perkataan yang diucapkan pada penampakan ini, kata-kata yang paling dalam tergores di hatiku adalah kata-kata permintaan yang dibuat oleh Bunda surgawi kita: Jangan menyakiti hati Tuhan dan Allah kita lagi, sebab Ia sudah begitu banyak disakiti! betapa penuh kasih keluhan itu, betapa lembutnya permintaan itu! Siapa yang akan menganugerahi saya untuk membuatnya bergema ke seluruh dunia, agar semua anak Ibu surgawi kita dapat mendengar bunyi suaranya! Tersebar kabar burung bahwa pihak-pihak berwenang berniat untuk meledakkan sebuah bom amat dekat dengan kami, tepat pada saat penampakan. Ini samasekali tidak membuat saya takut. Saya membicarakannya dengan sepupu-sepupu saya. Betapa in-

(23) Kami memiliki laporan pastor paroki yang berharga itu; peristiwa-peristiwa yang sama dimunculkan selama setiap interogasi.

110

dahnya! seru kami, seandainya kita diberi rahmat pergi ke surga dari sana, bersama dengan Ratu kita! Tetapi orangtua kami amat ketakutan, dan untuk pertama kalinya mereka ingin menemani saya, dengan mengatakan bahwa bila puteri mereka akan mati, mereka ingin mati di sebelahnya. Kemudian ayah saya menggandeng saya menuju tempat penampakan-penampakan itu. Tetapi sejak saat penampakan itu sendiri, saya tidak mengarahkan mata saya kepada ayah lagi sampai saya kembali ke rumah dengan keluarga malam itu. Saya menghabiskan sore itu dengan sepupu-sepupu saya. Kami seperti makhluk-makhluk aneh yang menjadi tontonan dan bahan pengamatan orang banyak. Pada malam hari saya benar-benar kelelahan setelah begitu banyak pertanyaan dan interogasi. Halhal itu bahkan tidak berhenti dengan datangnya malam. Beberapa orang, yang tidak dapat menanyai saya, tetap bertahan sampai keesokan harinya, menunggu giliran mereka. Beberapa di antara mereka bahkan mencoba untuk berbicara dengan saya malam itu, tetapi karena dilanda kelelahan, saya sekadar jatuh tertidur di lantai. Syukur kepada Allah, harkat manusia dan mencintai diri sendiri, waktu itu, belum saya kenal. Atas alasan itu, saya sama ramahnya dengan semua orang, sepertihalnya dengan orangtua saya. Pada hari berikutnya, atau tepatnya, pada hari-hari berikutnya, pertanyaan-pertanyaan itu berlanjut. Hampir setiap hari, sejak itu, orang pergi ke Cova da Iria untuk memohon perlindungan Bunda surgawi kita. Setiap orang ingin bertemu para pelihat, untuk menanyai mereka, dan untuk berdoa rosario bersama mereka. Kadang-kadang, saya begitu lelah mengucapkan kata-kata yang sama berulangkali, dan juga berdoa, sehingga saya mencari alasan untuk minta maaf, dan menghindar. Tetapi orang-orang itu begitu hebat mendesak, sehingga saya terpaksa berusaha keras, dan sungguh bukan ringan, untuk memuaskan mereka. Kemudian saya mengulangi doa saya yang biasa itu jauh di dalam hatiku: O Tuhanku, ini demi kasih kepadaMu, sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap hati Maria yang tak ternoda, demi pertobatan para pendosa, dan untuk Bapa Suci!

111

17. Ditanyai oleh imam-imam Dalam kisah yang telah saya tulis tentang sepupu saya, saya telah bercerita kepada yang Mulia bagaimana dua imam suci datang dan berbicara dengan kami tentang Bapa Suci, dan mengatakan kepada kami betapa beliau membutuhkan banyak doa. Sejak waktu itu, tak ada satu doa atau pengorbanan yang kami persembahkan kepada Tuhan yang tidak mencantumkan sebuah doa untuk Bapa Suci. Kami semakin mencintai Bapa Suci demikian mendalam, sehingga ketika pastor paroki mengatakan kepada ibu saya bahwa saya boleh jadi harus pergi ke Roma untuk diinterogasi oleh Bapa Suci, saya bertepuk tangan dengan rasa girang dan berkata kepada sepupu-sepupu saya: Bukankah indah sekali bila saya dapat pergi dan bertemu Bapa Suci! Mereka menangis dan berkata: Kami tidak mungkin pergi, tetapi kami dapat mempersembahkan pengorbanan ini baginya. Pastor paroki menanyai saya untuk terakhir kalinya. Peristiwaperistiwa itu telah berakhir pada waktu yang ditentukan, dan Romo itu masih pula belum tahu harus bilang apa tentang seluruh perkara ini. Ia pun mulai pula memperlihatkan rasa tidak senangnya. Mengapa semua orang itu pergi tersungkur dalam doa di sebuah tempat terpencil seperti itu, sementara di sini Tuhan yang hidup di altar-altar kami, dalam sakramen mahakudus, ditinggalkan sendirian, kesepian, di tabernakel? Untuk apa semua uang itu, uang yang mereka tinggalkan tanpa maksud apa pun di bawah pohon holmoak, sementara gereja ini, yang sedang diperbaiki, tak dapat diselesaikan karena kekurangan dana? (24) Saya sepenuhnya memahami mengapa ia berkata seperti itu, tetapi apa yang dapat kuperbuat! Seandainya aku diberi wewenang atas hati orang-orang ini, tentulah aku telah membimbing mereka ke gereja paroki, tetapi karena aku tidak memiliki kewenangan itu, aku mempersembahkan satu perngorbanan lagi kepada Tuhan. Karena Jacinta memiliki kebiasaan menundukkan kepalanya, mengarahkan matanya ke tanah dan hampir-hampir tidak

(24) Dokumen-dokumen dari periode itu memperlihatkan bahwa salah satu sebab kepergian pastor itu adalah kesulitan yang dihadapinya dalam kaitannya dengan restorasi bangunan gereja.

112

mengucapkan sepatah kata pun selama interogasi, saya biasanya dipanggil untuk memenuhi rasa ingin tahu para peziarah. Atas alasan itu saya terus-menerus dipanggil ke rumah pastor paroki. Pada salah satu kesempatan, seorang imam dari Torres Novas datang menanyai saya (25). Ketika ia melakukan itu, ia memasuki detail-detail yang amat kecil, dan berusaha begitu keras untuk menjebak saya, sehingga sesudahnya saya merasakan keraguraguan tentang menyembunyikan hal-hal tertentu daripadanya. Saya meminta nasihat sepupu-sepupu saya tentang masalah ini: Saya tidak tahu tanya saya kepada mereka, apakah kita berbuat salah dengan tidak mengungkapkan segala sesuatunya, ketika mereka bertanya apakah Ratu kita memberi tahu kita sesuatu lain lagi. Ketika kita hanya mengatakan bahwa ia memberitahu kita sebuah rahasia, saya tidak tahu apakah kita berdusta atau tidak, dengan tidak mengungkapan apa pun lagi. Aku tidak tahu, jawab Jacinta, itu terserah kamu! Engkaulah orang yang tidak menghendaki kami mengatakan apa pun. Tentu saja saya tak ingin kalian mengatakan apa pun, jawab saya. Mengapa, mereka mulai menanyai kita jenis-jenis matiraga apa yang kita lakukan! Dan itu akan menjadi batas kesabaranku! Dengar! Bila kalian tutup mulut, dan tidak mengatakan apa pun, tak akan ada orang tahu sekarang ini bahwa kita melihat Ratu kita, atau berbicara kepadanya, atau kepada Malaikat; tak ada orang yang perlu mengetahuinya bagaimana pun! Segera setelah mendengar argumen saya, anak yang malang itu mulai menangis. Tepat sebagaimana dilakukannya pada bulan Mei, ia minta maaf kepada saya sebagaimana telah saya lukiskan dalam kisah saya tentang hidupnya. Jadi saya ditinggalkan dengan keragu-raguan saya, dan tidak mempunyai bayangan bagaimana saya harus menyelesaikan keragu-raguan saya. Tak berapa lama kemudian, muncul seorang imam lain, ia berasal dari Santarem. Ia tampak seperti saudara dari imam pertama yang baru saja saya bicarakan, atau sekurang-kurangnya mereka itu tampaknya telah melatih segala sesuatunya bersama: mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama, mencoba usaha-usaha yang
(25) Kanon Ferreira, imam dari Torres Novas waktu itu, pada suatu hari mengakui bahwa dialah salah satu interogator yang menyulitkan itu.

113

sama untuk menjebak saya, tertawa dan mengolok-olok saya dengan cara yang sama; sungguh tinggi dan ciri-ciri mereka hampir sama. Setelah interogasi ini, keragu-raguan saya menjadi lebih kuat daripada sebelumnya, dan saya benar-benar tidak tahu arah tindakan apa yang harus saya ikuti. Saya terus-menerus memohon kepada Tuhan kita dan Ratu kita untuk memberi tahu saya apa yang harus dilakukan. Oh Tuhanku, dan Ibuku terkasih di surga, engkau tahu bahwa aku tidak ingin melukai hatimu dengan berbohong; tetapi engkau tahu betul bahwa tidaklah betul mengatakan kepada mereka semua yang kauberitahukan kepadaku! Di tengah-tengah kebingungan ini, saya mendapat kebahagiaan berbicara dengan Vikaris dari Olival (26). Saya tidak tahu mengapa, tetapi Romo ini mengilhami saya dengan keyakinan, dan saya menyatakan keraguan saya kepada beliau. Saya sudah menjelaskan, dalam kisah saya tentang Jacinta, bagaimana ia mengajar saya untuk menyimpan rahasia kami. Dia juga memberi kami sejumlah petunjuk lebih lanjut tentang kehidupan rohani. Terutama ia mengajar kami untuk menyenangkan Tuhan kita dalam segala hal, dan bagaimana mempersembahkan kepadaNya korban-korban kecil yang tak terbilang banyaknya. Kalau engkau merasa mau memakan sesuatu, anak-anakku, begitu ia akan berkata, tinggalkanlah dan makanlah sesuatu lain sebagai gantinya; dan dengan demikian mempersembahkan sebuah korban kepada Tuhan. Bila engkau merasa cenderung untuk bermain, jangan melakukannya, dan persembahkanlah kepada Tuhan satu korban lain lagi. Bila orang menanyai engkau, dan engkau tak dapat menghindar untuk menjawab mereka, Tuhanlah yang menghendaki demikian: persembahkanlah korban ini pula. Imam yang suci ini menggunakan bahasa yang dapat benarbenar saya pahami dan saya amat mencintainya. Sejak itu, ia tak pernah tidak memperhatikan jiwa saya. Kadang-kadang, ia berkunjung untuk bertemu saya, atau berhubungan dengan saya melalui seorang janda saleh yang bernama Senhora Emillia yang tinggal di sebuah desa kecil dekat Olival. (27) Ia amat saleh, dan
(26) Ini adalah Romo Faustino. (27) Tempat itu disebut Soutaria. Rumah Senhora Emillia dibangun kembali menjadi kapel.

114

sering pergi berdoa di Cova da Iria. Setelah itu, ia biasa datang ke rumah kami dan meminta agar saya boleh pergi dan menghabiskan beberapa hari bersamanya. Kemudian kami mengunjungi Romo Vicaris itu, yang cukup berbaik hati untuk mengundang saya tinggal selama dua atau tiga hari untuk menemani salah satu saudarinya. ( 28) Pada waktu-waktu semacam ini, dia cukup sabar untuk meluangkan berjam-jam sendirian dengan saya, mengajar saya praktik keu-tamaan dan membimbing saya dengan nasihatnasihatnya yang bijaksana. Meski pada waktu itu saya tidak memahami apa pun tentang bimbingan rohani, saya dapat betulbetul mengatakan bahwa beliau adalah pembimbing rohani saya yang pertama. Oleh karena itu saya amat menghargai kenangkenangan penuh kasih dan suci tentang imam yang saleh ini.

III. SETELAH PENAMPAKAN-PENAMPAKAN


1. Lucia bersekolah
Waduh, inilah aku menulis tanpa sanjak atau nalar, begitu ungkapan kami, dan menyisakan berbagai macam hal yang seharusnya sudah saya katakan! Tetapi saya melakukan sebagaimana diperintahkan oleh Yang Mulia: sekadar menuliskan apa yang saya ingat dan dalam segala kesederhanaan. Itulah apa yang ingin saya lakukan, tanpa merisaukan tentang urutan dan gaya. Dengan cara itu, saya rasa ketaatan saya lebih sempurna, dan oleh karena itu, lebih menyenangkan bagi Tuhan kita dan hati Maria yang tak ternoda. Oleh karena itu saya akan kembali ke rumah orangtua saya. Saya telah menceritakan kepada Yang Mulia bahwa ibu saya terpaksa menjual kawanan domba kami. Kami hanya menyisakan tiga domba, yang kami bawa serta kalau kami pergi ke ladang. Kapan saja kami tinggal di rumah, kami memasukkan mereka ke kandang dan memberi makan mereka di situ. Ibu saya kemudian mengirim saya bersekolah, dan dalam waktu bebas saya, ia ingin saya belajar menenun dan menjahit. Dengan cara ini, ia membuat saya tetap di
(28) Dr. Galamba kemudian mengoreksinya menjadi kemenakan perempuan dalam bukunya Jacinta.

115

rumah, dan tidak usah membuang waktu mencari saya. Pada suatu hari yang indah, kakak-kakak perempuan saya diminta untuk pergi bersama sejumlah gadis-gadis lain untuk membantu memanen anggur di lahan seorang pria kaya di Pe de Cao (29). Ibu saya memutuskan untuk mengizinkan mereka pergi, sepanjang saya dapat ikut serta. Di muka telah saya katakan, bahwa ibu saya tak pernah mengizinkan mereka pergi ke mana pun, selain mereka membawa saya beserta mereka. 2. Lucia dan pastor paroki Pada waktu itu pula, pastor paroki mulai mempersiapkan anakanak untuk sebuah komuni meriah. Sejak umur enam tahun, saya telah mengulangi komuni meriah saya setiap tahun, tetapi tahun ini ibu saya memutuskan agar saya tidak melakukannya. Atas alasan ini, saya tidak menghadiri pelajaran-pelajaran katekismus. Seusai sekolah, anak-anak lain pergi ke beranda pastor paroki, sementara saya pulang untuk melanjutkan jahit-menjahit atau menenun. Imam yang baik itu marah atas ketidakhadiran saya pada pelajaranpelajaran katekismus itu. Pada suatu hari, dalam perjalanan pulang saya dari sekolah, saudarinya menyuruh murid lain untuk mengejar saya. Ia menjumpai saya dalam perjalanan ke Aljustrel, dekat rumah seorang miskin yang diberi julukan Siput. Ia mengatakan bahwa saudari pastor menginginkan saya, dan bahwa saya harus langsung kembali. Karena berpikir bahwa saya sekadar dikehendaki untuk ditanyatanya, saya minta maaf tidak dapat datang, dengan berkata bahwa ibu saya telah menyuruh saya langsung pulang sehabis sekolah. Tanpa banyak ribut, saya berlari melintasi ladang-ladang seperti orang gila, mencari tempat bersembunyi di mana tak seorang pun dapat menemukan saya. Tetapi kali ini, tipuan ini amat mahal akibatnya bagi saya. Beberapa hari kemudian, ada sebuah pesta besar di paroki, dan beberapa imam datang dari daerah sekitar untuk merayakan misa. Ketika misa selesai, pastor paroki memanggil saya, dan di depan semua imam itu, memarahi saya dengan hebat karena tidak menghadiri pelajaran-pelajaran katekismus, dan
(29) Lahan dekat Torres Novas ini milik insinyur, Mario Godinho. Pada 13 Juli 1917 dia sendiri mengambil foto pertama anak-anak, yang sekarang ada pada kami.

116

karena tidak berlari kembali kepada saudarinya ketika ia memanggil saya. Pendek kata, semua kesalahan dan cacat saya diutarakan, dan khotbah itu berlangsung cukup lama. Pada akhirnya, meski saya tidak tahu bagaimana, seorang imam suci muncul dalam adegan itu, dan berusaha membela saya. Ia mencoba memberi alasan bagi saya, dengan berkata boleh jadi ibu saya tidak memberi izin kepada saya. Tetapi imam yang baik itu menjawab: Ibunya! Mengapa, ia seorang suci! Tetapi tentang anak ini, orang tetap harus melihat apa jadinya nanti! Imam baik yang kemudian menjadi Vikaris untuk Torres Novas itu kemudian bertanya kepada saya dengan amat lembut mengapa saya tidak menghadiri pelajaran katekismus. Oleh karena itu saya mengatakan bahwa itu keputusan ibu saya. Romo itu kelihatan tidak mempercayai saya, dan memanggil Gloria kakak saya yang ada di gereja, untuk memeriksa kebenaran perkara itu. Setelah menemukan bahwa memang seperti yang saya katakan, romo itu sampai pada kesimpulan ini: Baiklah! Entah anak ini mengikuti pelajaran katekismus selama hari-hari yang tersisa, dan setelah itu datang kepada saya untuk mengaku dosa, dan kemudian menerima komuni dengan meriah bersama anak-anak yang lain, atau ia tak akan pernah menerima komuni lagi di paroki ini! Ketika kakak saya mendengar usulan ini, ia mengatakan bahwa saya harus pergi dengan kakak-kakak saya lima hari sebelum itu, dan pengaturan semacam itu amat tidak cocok. Ia menambahkan bahwa, bila Romo menghendaki demikian, saya dapat mengaku dosa dan komuni pada hari lain sebelum kami pergi. Imam yang baik itu tidak memperhatikan permintaan kakak saya, dan tetap pada keputusannya. Ketika kami sampai di rumah, kami menceritakan semuanya kepada ibu saya. Ia pun pergi menghadap Romo untuk meminta dia mendengarkan pengakuan dosa saya dan memberi saya komuni suci pada hari lainnya. Tetapi semuanya sia-sia. Ibu saya kemudian memutuskan bahwa, setelah hari komuni meriah, saudara saya akan melakukan perjalanan itu bersama saya, meski jaraknya jauh dan kesulitan-kesulitan yang disebabkan oleh jalan yang amat buruk, yang berkelok-kelok dan naik turun bukit dan dataran tinggi. Saya pikir tentunya saya berkeringat hebat sekadar membayangkan terpaksa pergi mengaku dosa kepada pastor paroki itu! Saya begitu sedih sehingga menangis.
117

Pada hari sebelum komuni meriah itu, Romo memanggil semua anak ke gereja di sore itu untuk mengaku dosa. Sewaktu saya pergi, rasa cemas mencekam hati saya seperti tanggem. Sewaktu saya masuk gereja, saya melihat bahwa ada beberapa imam yang mendengarkan pengakuan. Pada ujung gereja ada Romo Cruz dari Lisbon. Saya telah pernah berbicara dengan Romo ini dan saya sungguh amat menyukainya. Tanpa mengamati bahwa Romo paroki berada dalam sebuah tempat pengakuan terbuka di pertengahan gereja, saya berpikir: Pertama-tama aku akan pergi dan mengaku dosa kepada Romo Cruz dan bertanya kepadanya apa yang harus kuperbuat, dan kemudian aku akan pergi ke pastor paroki. Dr. Cruz menerima saya dengan amat baik. Setelah mendengarkan pengakuan saya, ia memberi saya nasihat tertentu, mengatakan kepada saya bahwa bila saya tidak mau pergi ke pastor paroki, saya tidak perlu berbuat demikian; dan bahwa pastor paroki tak boleh menolak komuni saya untuk alasan semacam itu. Saya bersinar kegirangan setelah mendengar nasihat itu dan mengucapkan denda saya. Kemudian saya keluar dari gereja dengan hati-hati, jangan sampai ada orang yang memanggil saya untuk kembali. Hari berikutnya, saya pergi ke gereja dengan pakaian serba putih, masih khawatir bahwa boleh jadi saya ditolak menerima komuni. Tetapi Romo itu memuaskan dirinya dengan mengatakan kepada saya setelah pestanya usai, bahwa ketidaktaatan saya dengan mengaku dosa kepada pastor lain itu diamatinya. Pastor yang baik itu menjadi semakin tidak senang dan bingung tentang peristiwa-peristiwa ini sampai suatu hari ia meninggalkan paroki itu. Kemudian tersiar berita bahwa pastor itu pergi karena saya (30), sebab ia tidak mau memikul tanggung jawab atas peristiwaperistiwa ini. Ia adalah imam yang bersemangat dan amat disukai di antara umat, dan dengan demikian saya terpaksa banyak menderita karenanya. Beberapa wanita saleh, kapan saja mereka ketemu saya, melampiaskan rasa tidak senang mereka dengan mengumpat saya; dan terkadang menyuruh saya pergi dengan beberapa pukulan atau tendangan.
(30) Ini pastilah bukan alasannya. Melainkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pastor paroki dengan anggota-anggota parokinya dalam hal perbaikan gereja itu.

118

3. Teman-teman dalam simpati dan pengorbanan


Belaian-belaian yang dikirimkan oleh surga ini jarang diperuntukkan bagi Jacinta dan Francisco, sebab orangtua mereka tidak akan membiarkan siapa pun memukul mereka. Tetapi mereka menderita bila mereka melihat saya murung atau dihina. Pada suatu hari, Jacinta berkata kepada saya: Seandainya saja orangtuaku seperti orangtuamu, maka aku memiliki lebih banyak pengorbanan untuk dipersembahkan kepada Tuhan kita. Tetapi, ia tahu bagaimana memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatankesempatan untuk matiraga. Terkadang pula, kami mempunyai kebiasaan mempersembahkan kepada Tuhan korban selama sembilan hari atau satu bulan tidak minum. Suatu ketika, kami membuat pengorbanan ini bahkan di bulan Agustus, ketika panasnya mencekik. Ketika pada suatu hari kami pulang dari Cova da Iria di mana kami berdoa rosario, kami sampai di sebuah kolam di samping jalan, dan Jacinta berkata kepada saya: Oh, betapa hausnya aku, dan kepalaku sakit sekali! Aku akan minum beberapa tetes air ini. Jangan air ini, jawab saya. Ibuku tidak ingin kami minum ini, sebab ini tidak baik bagi kami. Kita akan pergi dan minta sedikit air dari Maria dos Anjos. (Ia adalah tetangga kami, yang akhir-akhir ini menikah dan tinggal dekat situ di sebuah rumah kecil). Memang, air itu kotor. Orang membasuh pakaian di dalamnya, dan binatang-binatang datang kemari untuk minum dan berjalanjalan langsung di dalamnya. Itulah sebabnya ibu saya mengingatkan anak-anaknya untuk tidak meminum air ini. Lain waktu Jacinta akan berkata: Tuhan kita tentunya senang dengan pengorbanan-pengorbanan kita, sebab saya begitu haus, sedemikian haus! Namun aku tidak mau minum. Aku ingin menderita demi kasih kepadaNya. Pada suatu hari, kami sedang duduk di pintu rumah paman saya, ketika kami melihat beberapa orang mendekat. Karena tidak mempunyai waktu untuk melakukan apa pun lagi, Francisco dan saya lari ke dalam rumah di kolong tempat-tempat tidur, dia di satu kamar dan saya di kamar lainnya. Jacinta berkata: Aku tidak akan bersembunyi. Aku akan mempersembahkan pengorbanan ini kepada Tuhan kita.
119

Orang-orang ini datang dan berbicara dengan dia, sambil menunggu cukup lama sampai saya dapat ditemukan. Akhirnya, mereka pergi. Saya keluar dari tempat persembunyian saya dan bertanya kepada Jacinta: Apa jawabmu ketika mereka bertanya apakah kautahu di mana kami? Aku tidak menjawab apa-apa. Aku menundukkan kepalaku, mengarahkan mataku ke tanah dan tidak berkata apa-apa. Aku selalu berbuat begitu, kalau aku tidak ingin mengatakan kebenaran, dan aku tidak ingin berbohong juga, sebab berbohong itu dosa. Ia memang biasa melakukan ini saja, dan tak ada gunanya menanyai dia, sebab bagi mereka yang bertanya, tidak akan mendapat jawaban apa pun. Bila mungkin melarikan diri, kami biasanya merasa sedikit cenderung untuk mempersembahkan jenis pengorbanan ini. Lain hari, kami sedang duduk di bayangan dua pohon ek yang menaungi jalan yang terletak dekat rumah sepupu saya. Francisco mulai bermain sedikit jauh. Ia melihat beberapa ibu datang ke arah kami dan lari kembali untuk mengingatkan kami. Kami segera memanjat pohon-pohon ek itu. Di waktu itu, para wanita lazim memakai topi dengan pinggiran yang lebar seperti kalo (saringan santan), dan kami yakin bahwa dengan topi semacam itu, mereka tidak akan melihat kami yang ada di atas. Segera setelah para ibu itu pergi, kami turun cepat-cepat, melarikan diri dan bersembunyi di ladang jagung. Kebiasaan kami untuk melarikan diri ini, kapan saja mungkin, merupakan salah satu sebab lain keluhan pastor paroki. Ia dengan sengit mengeluhkan cara kami mencoba menghindari imam-imam terutama. Romo ini tentulah benar. Terutama para imamlah yang menginterogasi kami dengan amat sengit melalui pengecekan ulang, dan kemudian kembali menanyai kami dari awal sekali lagi. Kapan saja kami menemukan diri kami berhadapan dengan imam, kami siap-siap untuk mempersembahkan kepada Tuhan salah satu pengorbanan kami yang terbesar!

120

4. Perlawanan pemerintah
Sementara itu, pemerintah memperlihatkan rasa tidak senang atas perkembangan peristiwa-perisiwa ini. Di tempat penampakanpenampakan beberapa orang mendirikan tiang-tiang untuk membentuk sebuah plengkungan, yang digantungi lampu-lampu yang dengan hati-hati mereka jaga agar senantiasa menyala. Pada suatu malam datanglah perintah kepada beberapa orang untuk merobohkan tiang-tiang ini, dan juga menebang pohon holmoak tempat berlangsungnya penampakan-penampakan, mereka menebang pohon-pohon holmoak lain yang tumbuh di dekatnya! Kemudian saya meminta kepada Ratu kita untuk mengampuni orang-orang malang ini dan saya berdoa demi pertobatan mereka. Beberapa waktu kemudian, pada tanggal 13 Mei, saya tidak ingat apakah itu tahun 1918 atau 1919 (31), terdengar berita bahwa prajuritprajurit kavaleri berada di Fatima untuk mencegah orang-orang datang ke Cova da Iria. Setiap orang ketakutan, dan datang memberitahukan kabar itu kepada saya, sambil menjamin saya bahwa tanpa ragu-ragu inilah hari terakhir saya. Tanpa menganggap amat serius berita ini, saya berangkat ke gereja. Ketika saya mencapai Fatima, saya lewat di antara kuda-kuda itu yang ada di mana-mana di halaman gereja, dan masuk ke gereja. Saya mengikuti misa yang dipersembahkan oleh imam yang tidak saya kenal, menerima komuni kudus, mengucapkan syukur, dan kembali pulang ke rumah tanpa seorang pun mengatakan sepatah kata kepada saya. Saya tidak tahu apakah itu karena mereka tidak melihat saya, atau karena mereka menganggap saya tidak layak diperhatikan. Terbetik berita bahwa tentara tidak berhasil menghalangi orangorang pergi ke Cova da Iria. Meski demikian, saya pergi ke situ pula untuk berdoa rosario. Di tengah jalan saya diikuti oleh sebuah rombongan ibu-ibu yang telah datang dari jauh. Ketika kami mendekati tempat itu, dua prajurit kavaleri mencambuk kuda mereka dan berlari dengan kecepatan penuh menuju kelompok itu. Mereka berhenti di samping kami dan bertanya ke mana kami pergi. Para wanita itu dengan berani menjawab bahwa ini bukan urusan mereka.

(31) Tanggal yang dipertanyakan itu adalah 13 Mei 1920. Inilah tanggal-tanggal yang tak dapat diidentifikasi sendiri oleh Lucia.

121

Mereka mencambuk kuda mereka lagi, seolah-olah mereka bermaksud mengejar ke depan dan menginjak kami. Para ibu itu terpencar ke segala arah dan tak lama kemudian saya menemukan diri saya bersama dengan dua prajurit kavaleri itu. Kemudian mereka menanyakan nama saya, dan saya menjawab tanpa ragu-ragu. Kemudian mereka bertanya apakah saya pelihat itu, dan saya jawab ya. Mereka memerintahkan saya untuk keluar ke tengah jalan di antara dua kuda itu, dan berjalan ke arah Fatima. Ketika kami mencapai telaga yang saya bicarakan di muka, seorang wanita miskin yang tinggal di situ dan yang juga telah saya sebut, ketika melihat saya datang di kejauhan di antara dua kuda, berlari, sewaktu saya mendekat, di tengah jalan, seperti Veronika. Tentara-tentara itu tak menyia-nyiakan waktu untuk menyingkirkan wanita tersebut dari jalan, dan wanita malang itu menangis hebat, meratapi nasib saya dengan keras. Beberapa langkah lebih jauh, mereka berhenti dan bertanya kepada saya apakah wanita itu ibu saya. Saya bilang bukan. Mereka tidak percaya kepada saya, dan bertanya apakah rumah itu rumah saya. Sekali lagi saya bilang bukan. Masih juga belum percaya tampaknya, mereka memerintahkan saya untuk berjalan sedikit lebih ke depan sampai saya tiba di rumah orangtua saya. Ketika kami sampai pekarangan yang terletak di pinggiran Aljustrel, tempat ada sebuah mata air kecil, mereka berhenti, dan berkata satu sama lain, mungkin untuk menakut-nakuti saya: Di sini ada sejumlah parit terbuka. Marilah kita penggal kepalanya dengan salah satu pedang kita, dan meninggalkannya di sini dalam keadaan mati dan terkubur. Kemudian kita akan menghabisi semua urusan ini sekali untuk selama-lamanya. Ketika saya mendengar kata-kata ini, saya pikir saat terakhir saya telah benar-benar tiba, tetapi saya sama tenangnya seolah-olah hal itu samasekali tidak menyangkut saya. Setelah satu atau dua menit di mana mereka tampaknya memikirkannya lagi, yang lain menjawab: Jangan, kita tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal seperti ini. Mereka memerintahkan saya untuk berjalan terus. Jadi saya langsung berjalan menerabas desa kecil kami, sampai saya tiba di rumah orangtua saya. Semua tetangga berada di pintu atau jendela rumah mereka untuk melihat apa yang sedang terjadi. Beberapa
122

orang tertawa dan memperolok-olokan saya, yang lain menyesali nasib malang saya. Ketika kami sampai rumah saya, mereka menyuruh saya memanggil orangtua saya, tetapi mereka tidak ada di rumah. Salah satu prajurit itu turun dari kuda dan pergi untuk memeriksa apakah orangtua saya bersembunyi di dalam. Ia menggeledah rumah itu, tetapi tak menemukan siapa pun; setelah itu ia memerintahkan saya agar tinggal di dalam rumah selama sisa hari itu. Mereka naik kuda lagi dan mereka berdua pergi. Belakangan sore itu, tersiar kabar bahwa tentara telah ditarik, setelah dikalahkan oleh rakyat. Pada waktu senja, saya sedang berdoa rosario di Cova da Iria, ditemani oleh ratusan orang. Selama saya ditahan, menurut apa yang kami dengar kemudian, beberapa orang pergi memberitahu ibu saya apa yang terjadi, dan ia menjawab: Bila memang benar ia melihat Ratu kita, Ratu kita akan membelanya, dan bila ia berdusta, baiklah dia dihukum. Dan ia tetap tenang seperti sebelumnya. Kini, bila seseorang bertanya kepada saya Di manakah teman-teman kecil Anda, sementara ini semua terjadi? Saya tidak tahu. Saya tak dapat mengingat apa pun tentang keberadaan mereka waktu itu. Boleh jadi, mengingat berita yang beredar, orangtua mereka tidak mengizinkan mereka meninggalkan rumah sepanjang hari itu.

5. Ibu Lucia sakit keras


Penderitaan saya seperti itu tentunya telah menyenangkan Tuhan kita, sebab Ia mau mempersiapkan sebuah piala paling pahit bagi saya, yang segera harus saya minum. Ibu saya jatuh sakit begitu hebat, sehingga pada salah satu tahap, kami berpikir ia sekarat. Semua anaknya berkumpul sekitar tempat tidurnya untuk menerima berkat terakhirnya, dan untuk mencium tangan ibunya yang sekarat. Karena saya adalah bungsu, saya mendapat giliran terakhir. Ketika ibu saya yang malang melihat saya, ia sedikit ceria, memelukkan kedua tangannya ke leher saya dan, dengan napas dalam, berseru: Anakku yang malang, apa jadinya kamu tanpa ibumu! Aku sekarat dengan hatiku tertusuk karena engkau. Kemudian, sambil menangis dan terisak-isak hebat, ia memeluk saya semakin erat dengan kedua tangannya. Kakak sulung saya dengan paksa menarik saya dari ibu saya, membawa saya ke dapur dan melarang saya untuk kembali ke
123

kamar sakit, dengan berkata: Ibu akan mati karena sedih, akibat semua kesusahan yang telah kautimbulkan baginya! Saya berlutut, menaruh kepala saya ke meja, dan dengan kepedihan yang lebih pahit daripada yang pernah saya ketahui sebelumnya, saya mempersembahkan pengorbanan saya kepada Tuhan kita yang terkasih. Beberapa menit kemudian, kedua kakak saya, karena berpikir bahwa kasusnya tak ada harapan, datang kepada saya dan berkata: Lucia! Bila memang benar engkau melihat Ratu kita, pergilah sekarang juga ke Cova da Iria, dan mohonlah kepadanya agar menyembuhkan ibu kita. Janjikanlah apa saja yang kaumau dan kami akan melakukannya; dan kemudian kami akan percaya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saya berangkat. Agar tidak terlihat orang, saya melintasi ladang-ladang melewati jalan-jalan samping, sambil berdoa rosario sepanjang jalan. Setelah sampai di situ, saya mengucapkan permohonan saya kepada Ratu kita dan melepaskan semua kepedihan saya, sambil menangis hebat. Kemudian saya pulang, karena dihibur oleh pengharapan bahwa Ibu saya tercinta di surga akan mendengar permohonan saya dan mengembalikan kesehatan ibu saya yang di bumi. Tiga hari kemudian, ia mampu mengerjaan pekerjaannya di sekitar rumah. Saya telah berjanji kepada Perawan yang tersuci bahwa, bila ia memberikan apa yang saya minta, saya akan pergi ke situ selama sembilan hari berturut-turut bersama kakak-kakak saya, berdoa rosario dan berjalan dengan berlutut dari jalan raya ke pohon holmoak itu; dan pada hari kesembilan kami akan membawa sembilan anak miskin bersama kami, dan sesudahnya memberi mereka makan. Kemudian kami pergi untuk memenuhi janji saya, dan ibu saya turut bersama kami. Betapa anehnya! katanya. Ratu kita telah menyembuhkan aku, dan entah bagaimana aku masih belum percaya! Aku tidak percaya bagaimana dapat begini!

6. Ayah Lucia meninggal


Tuhan kita yang baik memberi saya penghiburan ini, tetapi sekali lagi Ia datang mengetuk pintu saya untuk meminta pengorbanan lain lagi, dan bukan pengorbanan kecil pula. Ayah saya adalah seorang pria sehat, dan kuat; ia berkata ia tak pernah mengenal
124

apa itu sakit kepala. Tetapi, dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, sebuah serangan pneumonia ganda membawanya ke alam keabadian (32). Kesedihan saya begitu besar sehingga saya berpikir saya akan mati juga. Dia adalah satu-satunya orang yang tak pernah gagal memperlihatkan kepada saya sebagai sahabat saya, dan satu-satunya yang membela saya kalau timbul pertengkaran di rumah tentang saya. Allahku! Allahku! seru saya dalam kesendirian kamar saya. Saya tak pernah berpikir Engkau menyimpan begitu banyak penderitaan untukku! Tetapi saya menderita demi kasih kepadaMu, sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan terhadap hati Maria yang tak bernoda, bagi Bapa suci dan bagi pertobatan para pendosa.

7. Sepupu-sepupu Lucia sakit keras


Sekitar waktu itu, Jacinta dan Francisco juga menjadi semakin buruk (33), Jacinta terkadang biasa berkata kepada saya: Dadaku sakit sekali, tetapi aku tidak berkata apa-apa kepada ibuku! Aku ingin menderita demi Tuhan kita, sebagai silih bagi dosadosa yang dilakukan terhadap hati Maria yang tak bernoda, bagi Bapa suci dan bagi pertobatan para pendosa. Pada suatu pagi, ketika saya pergi menengoknya, ia bertanya kepada saya: Berapa banyak korban yang kaupersembahkan kepada Tuhan kita semalam? Tiga. Saya bangun tiga kali untuk melakukan doa Malaikat itu. Baiklah, saya mempersembahkan kepadaNya banyak sekali pengorbanan. Saya tidak tahu berapa, tetapi saya menderita sakit hebat, dan saya tidak mengeluh. Francisco sedikit sekali bicara. Ia biasanya melakukan apa saja yang dilihatnya kami lakukan, dan jarang menyarankan sesuatu sendiri. Selama sakit, ia menderita dengan kesabaran yang tegar, tanpa pernah mengeluarkan keluhan sedikit pun atau rintihan sekecil apa pun tidak keluar dari bibirnya.

(32) Ayah Lucia meninggal 31 Juli 1919. (33) Francisco dan Jacinta jatuh sakit hampir bersamaan, yakni menjelang akhir Oktober 1918.

125

Pada suatu hari, tak lama sebelum meninggal, saya bertanya kepadanya: Apakah engkau banyak menderita, Francisco? Ya, tetapi saya menderita semuanya demi kasih kepada Tuhan kita dan Ratu kita. Pada suatu hari, ia memberi saya tali yang telah saya ceritakan, dengan berkata: Ambillah sebelum ibuku melihatnya. Aku tidak merasa sanggup mengenakannya lagi di sekitar pinggangku. Ia memakan apa saja yang diberikan ibunya, dan ibunya tak pernah tahu apa yang tidak disukai Francisco. Ia terus begini sampai hari ia pergi ke surga (34). Hari sebelum ia meninggal, ia berkata kepada Jacinta dan saya: Aku akan pergi ke surga, tetapi kalau aku di sana, aku akan banyak berdoa kepada Tuhan kita dan Ratu kita, meminta mereka untuk membawa kalian ke sana pula, segera. Saya rasa saya sudah melukiskan, betapa besar penderitaan yang disebabkan oleh perpisahan ini bagi kami dalam kisah saya tentang Jacinta. Atas alasan ini, saya tidak akan mengulanginya di sini. Jacinta sudah amat sakit, dan makin lama makin buruk. Tidak ada perlunya menjelaskan di sini sekarang, karena saya sudah menceritakannya. Saya sekadar menceritakan satu atau dua praktik keutamaan, yang saya lihat dilakukannya, dan yang saya rasa belum saya ceritakan. Ibunya tahu betapa sulitnya bagi Jacinta untuk minum susu. Jadi, pada suatu hari, ia membawakannya setandan anggur bersama semangkuk susu, sambil berkata: Jacinta, makanlah ini. Bila engkau tidak dapat meminum susunya, biarkanlah saja di situ, dan makanlah buah anggurnya. Tidak, Bu, aku tidak ingin anggur; bawalah pergi, dan berilah aku susunya. Aku akan meminumnya. Kemudian, tanpa memperlihatkan tanda menolak sedikit pun, ia meminumnya. Bibi saya pergi dengan gembira, karena berpikir bahwa nafsu makan puteri kecilnya itu telah kembali. Segera setelah bibi pergi, Jacinta berpaling kepada saya dan berkata:

(34) Francisco meninggal tanggal 4 April 1919.

126

Aku begitu ingin makan anggur-anggur itu dan begitu sulit meminum susu tadi! Tetapi saya ingin mempersembahkan pengorbanan ini kepada Tuhan kita. Pada suatu pagi, saya menemukannya kelihatan mengerikan, dan bertanya kepadanya apakah ia merasa semakin buruk. Kemarin malam, jawabnya, saya amat menderita, dan saya ingin mempersembahkan kepada Tuhan kita korban untuk tidak berbalik di tempat tidur; oleh karena itu saya tidak tidur samasekali. Pada satu kesempatan lain, ia mengatakan kepada saya: Kalau saya sendirian, saya keluar dari tempat tidur untuk mendaraskan doa Malaikat itu. Tetapi sekarang saya tidak mampu menyentuh tanah lagi dengan kepala saya, sebab saya jatuh; oleh karena itu saya hanya berdoa dengan berlutut. Pada suatu hari, saya mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Romo Vikaris. Romo ini menanyai saya tentang Jacinta dan bagaimana keadaannya. Saya katakan kepadanya apa yang saya pikirkan tentang keadaannya, dan sesudah itu saya menyampaikan apa yang dikatakan Jacinta kepada saya tentang ketidakmampuannya menyentuh tanah bila berdoa. Romo mengutus saya untuk mengatakan kepada Jacinta bahwa ia tidak boleh keluar tempat tidur untuk berdoa, tetapi bahwa ia harus berdoa sambil berbaring saja, dan kemudian hanya sepanjang dia dapat melakukannya tanpa merasa kelelahan. Saya menyampaikan pesan pada kesempatan pertama. Dan apakah Tuhan kita akan berkenan? tanyanya. Ia berkenan, jawab saya. Tuhan kita ingin agar kita melakukan apa yang dikatakan oleh Romo Vikaris. Kalau begitu baiklah. Saya tidak akan bangun lagi. Kapan saja saya mampu, saya senang pergi ke Cabeco untuk berdoa di gua kegemaran kami. Jacinta amat menyukai bunga-bunga, dan kalau menuruni lereng bukit dalam perjalanan pulang, saya biasa memetik setumpuk bunga iris dan peoni, kalau ada yang dapat diambil, dan membawanya kepadanya, dengan berkata: Lihatlah! Ini dari Cabeco! Ia akan mengambil bunga-bunga itu dengan senang, dan terkadang, dengan airmata berlinang-linang menetes di pipinya, ia akan berkata: Membayangkan bahwa aku tak akan pernah lagi ke situ! Ataupun ke Valinhos, ataupun ke Cova da Iria! Aku merindukan semuanya begitu hebat!
127

Tetapi lalu apa itu penting, bila engkau akan pergi ke surga untuk melihat Tuhan kita dan Ratu kita? Memang benar, jawabnya. Kemudian ia berbaring di situ dengan tenang, sambil memetik daun-daun bunga dan menghitungnya satu demi satu. Beberapa hari setelah jatuh sakit, ia memberi saya talinya yang telah dikenakannya, dan berkata: Simpanlah untukku; saya khawatir ibuku akan melihatnya. Kalau saya menjadi lebih baik, saya menginginkannya lagi! Tali ini memiliki tiga simpul, dan agak ternoda dengan darah. Saya menyembunyikannya sampai akhirya saya meninggalkan rumah ibu saya. Kemudian, karena tidak tahu harus diapakan, saya membakarnya, dan milik Francisco juga.

8. Kesehatan Lucia memburuk


Beberapa orang yang datang dari jauh untuk menemui kami, mengamati bahwa saya tampak amat pucat dan kekurangan darah, meminta ibu saya untuk mengizinkan saya pergi dan menghabiskan beberapa hari di rumah-rumah mereka, dengan mengatakan bahwa perubahan udara akan bermanfaat bagi saya. Dengan melihat tujuan ini, ibu saya memberikan izinnya, dan mereka membawa saya, sekarang ke satu tempat, lain waktu ke tempat lain. Kalau jauh dari rumah seperti ini, saya tidak senantiasa menjumpai penghargaan dan kasih-sayang. Meski ada beberapa orang yang mengagumi saya dan menganggap saya sebagai orang kudus, senantiasa ada orang-orang lain yang menimpakan pelecehan kepada saya dan menyebut saya orang munafik, seorang tukang ramal dan seorang tukang sihir. Ini merupakan cara Tuhan yang baik untuk menaburkan garam ke air untuk mencegah agar tidak busuk. Berkat penyelenggaraan Ilahi, saya menempuh api itu tanpa terbakar, atau tanpa menjadi bersahabat dengan cacing kecil kesombongan yang mempunyai kebiasaan menggerogoti jalannya ke segala sesuatu. Pada kesempatan-kesempatan seperti itu, saya biasa berpikir sendiri: Mereka semua keliru. Saya bukanlah orang kudus, sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang, dan saya bukan pula pembohong, sebagaimana dikatakan oleh orang-orang lain. Hanya Tuhan tahu siapa saya. Ketika saya sampai di rumah, saya akan berlari melihat Jacinta, yang berkata:
128

Dengarlah! Jangan pergi lagi. Aku begitu kesepian menunggumu! Sejak engkau pergi, aku tidak berbicara kepada siapa pun. Aku tidak tahu bagaimana berbicara dengan orang lain. Akhirnya tibalah saatnya bagi Jacinta untuk berangkat ke Lisbon. Saya telah melukiskan perpisahan kami, dan oleh karena itu saya tidak akan mengulanginya di sini. Betapa sedihnya aku menemukan diri sendirian! Dalam waktu yang begitu singkat, Tuhan kita yang terkasih telah mengambil ke surga ayah saya yang tercinta, dan kemudian Francisco; dan sekarang Ia mengambil Jacinta, yang tak akan pernah saya lihat lagi di dunia ini. Segera semampu saya, saya pergi diam-diam ke Cabeco, dan bersembunyi di dalam gua kami di antara batu-batu. Di situ, sendirian dengan Tuhan, saya menumpahkan kesedihan saya dan menangis sejadi-jadinya. Ketika kembali melewati lereng, segala sesuatu mengingatkan saya akan teman-teman terkasih saya; batu-batu tempat kami biasa duduk, bunga-bunga yang tak lagi saya petik, karena tidak ada lagi orang yang saya beri; Valinhos, tempat kami bertiga menikmati kesenangan-kesenangan surgawi! Seolah-olah saya telah kehilangan rasa realitas, dan masih sedikit terabstraksi, saya pergi ke rumah bibi saya pada suatu hari dan pergi ke kamar Jacinta, sambil memanggilnya. Teresa saudarinya, ketika melihat saya seperti itu, menghalang-halangi jalan saya, dan mengingatkan saya bahwa Jacinta sudah tidak di situ lagi! Tak lama setelah itu, datanglah berita bahwa ia telah terbang ke surga (35). Jenazahnya kemudian dibawa kembali ke Vila Nova de Ourem. Bibi saya membawa saya ke sana pada suatu hari untuk berdoa di sebelah kuburan puteri kecilnya, dengan harapan menghibur saya. Tetapi lama sesudahnya, kesedihan saya tampaknya hanya bertambah hebat. Kapan saja saya mendapatkan pintu kuburan itu terbuka, saya pergi dan duduk di kuburan Francisco, atau di samping kuburan ayah saya, dan saya menghabiskan berjam-jam di situ. Ibu saya, syukur kepada Allah, memutuskan beberapa waktu sesudahnya untuk pergi ke Lisbon, dan membawa serta saya (36).
(35) Jacinta meninggal tanggal 20 Februari 1920 di Rumah Sakit Dona Stefania, Lisbon, jam 10.30 malam. (36) Lucia berada di Lisbon dari 7 Juli hingga 6 Agustus. Setelah itu ia pergi ke Santarem, dan dari situ ia kembali ke Aljustrel pada 12 Agustus.

129

Berkat kebaikan Dr. Formigao, seorang ibu yang baik menerima kami di rumahnya, dan menawarkan untuk membiayai pendidikan saya di sebuah sekolah berasrama, bila saya mau tinggal. Ibu saya dan saya dengan penuh syukur menerima tawaran yang murah hati dari nyonya yang penuh amal ini, namanya adalah Dona Assuncao Avelar. Ibu saya, setelah berkonsultasi dengan para dokter, menemukan bahwa ia perlu dioperasi untuk ginjal-ginjal dan tulang belakang, tetapi para dokter tidak mau bertanggung jawab atas nyawanya, sebab ia juga menderita lesi jantung. Oleh karena itu ibu pulang ke rumah, dengan meninggalkan saya dalam asuhan nyonya ini. Ketika semuanya siap, dan hari telah ditentukan bagi saya untuk masuk ke sekolah berasrama itu, saya mendapat informasi bahwa Pemerintah Portugal tahu bahwa saya ada di Lisbon, dan berusaha mencari keberadaan saya. Oleh karena itu mereka membawa saya ke Santarem ke rumah Dr. Formigao, dan selama berhari-hari saya tinggal bersembunyi, tanpa bahkan diperbolehkan keluar untuk misa. Akhirnya, saudari Romo datang untuk membawa saya ke ibu saya, sambil berjanji untuk mengatur saya masuk ke asrama yang dimiliki oleh para Suster Dorothea di Spanyol, dan meyakinkan kami bahwa segera setelah segala sesuatunya tenang, ia akan datang dan membawa saya. Semua peristiwa ini agak menghibur saya, dan dengan demikian kesedihan yang menekan itu mulai menghilang. 9. Pertemuan pertama Lucia dengan Uskup Kira-kira pada waktu inilah Yang Mulia diangkat sebagai Uskup Leiria, dan Tuhan kita yang terkasih menyerahkan ke tangan Anda umat malang ini yang telah bertahun-tahun tidak mendapat seorang gembala (37). Tidak kurang orang-orang yang mencoba menakutnakuti saya tentang kedatangan Yang Mulia, tepat sebagaimana mereka lakukan sebelumnya tentang seorang imam saleh lainnya. Mereka mengatakan kepada saya bahwa Yang Mulia itu tahu segala sesuatunya, sehingga Anda mampu membaca pikiran dan menembus kedalaman suara hati, dan bahwa Anda sekarang akan
(37) Uskup baru datang ke diosis itu pada tanggal 5 Agustus 1920.

130

menemukan semua kebohongan saya. Jauh daripada membuat saya takut, tindakan itu membuat saya sangat ingin berbicara kepada Anda, dan saya berpikir dalam hati: Seandainya betul ia mengetahui segala sesuatunya, ia akan tahu bahwa saya tidak berbohong. Atas alasan ini, segera setelah nyonya yang baik hati dari Leiria menawarkan kepada saya untuk menjumpai Yang Mulia, saya menerima sarannya itu dengan gembira. Inilah aku, dengan pengharapan penuh, menantikan saat yang membahagiakan ini. Akhirnya tibalah hari itu, dan nyonya itu bersama saya pergi ke Istana Uskup. Kami dipersilahkan masuk, dan diantar ke sebuah kamar, di situ aku diminta menunggu sebentar. Beberapa saat kemudian, sekretaris Yang Mulia datang (38), dan berbicara dengan ramah kepada Dona Gilda yang mengantar saya itu. Sekali-sekali beliau mengajukan sejumlah pertanyaan kepada saya. Karena saya sudah dua kali mengaku dosa kepada beliau, saya sudah mengenalnya, dan oleh karena itu saya senang berbicara dengan beliau. Tak lama setelah itu, masuklah Romo Dr. Marques dos Santos (39), mengenakan sepatu dengan gespergesper dan mengenakan jubah kebesaran indah. Karena baru pertama kali saya melihat seorang imam berpakaian seperti ini, hal itu menarik perhatian saya. Kemudian ia memulai seluruh rentetan pertanyaan yang tampaknya tak kunjung habis. Kadang-kadang, ia tertawa, seolaholah mengolok-olok jawaban saya, dan tampaknya seolah-olah saat kapan saya dapat berbicara dengan Yang Mulia itu tak pernah datang. Akhirnya, sekretaris Anda kembali untuk berbicara dengan nyonya yang bersama saya itu. Ia mengatakan kepada nyonya itu bahwa kalau Yang Mulia datang, nyonya itu harus minta diri dan pergi, dengan mengatakan bahwa ia harus pergi ke tempat lain, sebab mungkin Yang Mulia ingin berbicara dengan saya sendirian. Saya amat senang ketika saya mendengar pesan ini, dan saya berpikir dalam hati: Karena Yang Mulia tahu semuanya, ia tak akan banyak bertanya kepadaku, dan ia akan sendirian bersama saya. Rahmat besar sekali! Ketika Yang Mulia tiba, nyonya yang baik itu memainkan perannya dengan amat bagus, dan dengan demikian saya mendapat
(38) Romo Augusto Maia, meninggal 1959. (39) Mgr. Manuel Marques dos Santos, 1892-1971.

131

kebahagiaan berbicara sendirian dengan Anda. Saya tidak akan melukiskan sekarang ini apa yang terjadi selama wawancara ini, sebab Yang Mulia tentu ingat lebih baik daripada saya. Sebenarnya, ketika saya melihat Yang Mulia menerima saya dengan keramahan seperti itu, tanpa sedikitpun berusaha mengajukan pertanyaan siasia atau ingin tahu, melulu prihatin demi kebaikan jiwa saya, dan amat rela mengasuh anak domba kecil yang malang ini yang baru saja dipercayakan oleh Tuhan kepada Anda, maka saya menjadi lebih yakin daripada sebelumnya bahwa Yang Mulia memang mengetahui segalanya; dan saya tidak ragu-ragu sejurus pun untuk menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam tanganmu. Untuk itu, Yang Mulia menetapkan syarat-syarat tertentu yang, karena sifat saya, saya rasa amat mudah: yakni tetap sepenuhnya merahasiakan semua yang dikatakan oleh Yang Mulia kepadaku, dan untuk menjadi orang baik. Saya menyimpan rahasia itu, sampai hari ketika Yang Mulia meminta izin ibu saya. 10. Perpisahan dengan Fatima Akhirnya, hari keberangkatan saya ditentukan. Petang sebelumnya, saya pergi untuk mengucapkan selamat tinggal kepada semua tempat akrab yang begitu kami cintai. Hati saya terkoyak oleh kesepian dan kerinduan, sebab saya yakin saya tidak takan menginjakkan kaki lagi ke Cabeco, Batu itu, Valinhos, atau Gereja paroki di mana Tuhan kita yang terkasih memulai karya belaskasihannya, dan kuburan, di mana terdapat jenazah ayahku tercinta dan Francisco, yang tak pernah dapat kulupakan. Saya mengucapkan selamat tinggal kepada sumur kami, yang sudah diterangi oleh sinar-sinar bulan yang pucat, dan kepada lantai tua tempat menampi di mana saya seringkali menghabiskan berjam-jam merenungkan keindahan langit yang diterangi bintang-bintang, dan keindahan matahari terbit dan tenggelam yang begitu mempesona saya. Saya suka mengamati sinar-sinar matahari yang dipantulkan oleh titik-titik embun, sehingga pegunungan itu tampaknya diselimuti oleh mutiara-mutiara dalam matahari pagi yang bersinar; dan di sore hari, setelah hujan salju, melihat serpihan-serpihan salju berkilauan di pohon-pohon pinus seperti mencicipi keindahan surga. Tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada siapa pun saya berangkat keesokan harinya (40) pada jam dua pagi, disertai oleh
132

ibu saya dan seorang pekerja miskin bernama Manuel Correia, yang akan pergi ke Leiria. Saya membawa rahasia saya besertaku tanpa cacat. Kami melewati Cova da Iria, agar saya dapat mengucapkan selamat tinggalku yang terakhir. Di situ, untuk terakhir kalinya, saya berdoa rosario. Sepanjang tempat ini masih tampak, saya terus menengok ke belakang untuk mengucapkan selamat tinggal yang terakhir. Di situ saya menjumpai Dona Filomena Miranda, yang disuruh Yang Mulia untuk menemani saya. Wanita ini belakangan menjadi Ibu Penguatan saya. Keretanya berangkat pada jam dua sore hari dan inilah aku berada di stasiun, memeluk ibuku untuk terakhir kalinya, meninggalkannya dalam keadaan dilanda oleh kesedihan dan menangis sejadi-jadinya. Kereta berjalan, dan bersama itu hati saya yang malang terjun ke dalam lautan kesepian dan dipenuhi kenangan-kenangan yang tak pernah dapat saya lupakan.

EPILOG
Saya rasa, Yang Mulia, saya baru saja memetik bunga yang paling indah dan buah yang paling lezat dari kebun kecil saya, dan saya sekarang menempatkannya di tangan Tuhan yang baik yang penuh kasih, yang Anda wakili, sambil berdoa agar Ia sudi membuatnya menghasilkan panenan yang melimpah yakni jiwajiwa bagi hidup abadi. Dan karena Tuhan kita yang terkasih suka akan ketaatan bersahaja dari makhlukNya yang paling hina, saya mengakhiri dengan kata-kata Ibu Maria, yang telah diberikanNya kepadaku sebagai Ibu, Pelindung dan Teladan, kata-kata yang sama yang saya gunakan untuk memulai: Lihatlah hamba Tuhan! Semoga Ia terus menggunakannya, sebagaimana dirasaNya paling baik.

(40) Lucia meninggalkan Aljustrel pada awal pagi 16 Juni 1921, dan mencapai Leiria beberapa jam kemudian. Dari situ, ia pergi ke Kolese di Porto, tempat ia sampai pagi berikutnya.

133

1. Kenang-kenangan lebih lanjut tentang Jacinta


Catatan: Saya lupa mengatakan bahwa ketika Jacinta masuk rumah sakit di Vila Nova de Ourem dan sekali lagi di Lisbon, ia tahu ia tidak akan disembuhkan, tetapi hanya akan menderita. Jauh sebelum semua orang berbicara kepadanya tentang kemungkinan masuknya ke rumah sakit di Vila Nova de Ourem, ia berkata pada suatu hari: Ratu kita menginginkan saya pergi ke dua rumah sakit, bukan untuk disembuhkan melainkan untuk menderita lebih banyak demi kasih kepada Tuhan kita dan bagi para pendosa. Saya tidak tahu kata-kata Ratu kita setepatnya dalam penampakan-penampakan kepada Jacinta saja, sebab saya tak pernah bertanya kepadanya apakah kata-katanya itu. Saya membatasi diri sekadar mendengarkan apa yang terkadang diungkapkannya kepada saya. Dalam kisah ini, saya mencoba untuk tidak mengulangi apa yang telah saya tulis sebelumnya, agar tidak menjadi terlalu panjang.

2. Kepribadian Lucia seperti magnet


Boleh jadi dari kisah ini bahwa di desa saya, tak seorang pun memperlihatkan kasih atau kelembutan. Tetapi tidak demikianlah halnya. Ada bagian terpilih yang terkasih di antara umat Tuhan, yang memperlihatkan kasih istimewa kepadaku. Mereka adalah anak-anak kecil. Mereka berlari menuju saya, berceloteh dengan gembira, dan ketika mereka tahu saya menggembalakan dombadomba di dekat desa kecil kami, seluruh kelompok anak-anak kecil biasa datang dan menghabiskan siang hari bersama saya. Ibu saya biasa berkata: Aku tidak tahu daya tarik apa yang kaumiliki bagi anak-anak! Mereka mengejarmu seolah-olah mereka itu mau ke pesta! Kalau saya sendiri, saya tidak merasa nyaman di tengah-tengah keramaian semacam itu, dan atas alasan itu, saya mencoba menghindar dari mereka. Hal yang sama terjadi pada saya dengan teman-teman saya di Vilar; dan saya hampir-hampir berani berkata bahwa hal yang sama terjadi pada saya dengan suster-suster saya di biara. Beberapa tahun yang lalu, saya diberitahu oleh Ibu Biara, yang sekarang menjadi Ibu Provinsial:
134

Engkau mempunyai pengaruh begitu besar kepada para suster lain sehingga, kalau engkau mau, engkau dapat membuat banyak kebaikan dengan mereka.(41) Dan baru-baru ini, Ibu Superior di Pontevedra (42) berkata kepada saya: Sampai tingkat tertentu, engkau bertanggung jawab kepada Tuhan kita bagi keadaan bersemangat atau kelalaian dalam pelaksanaan aturan, pada pihak para suster lain, sebab semangat mereka itu bertambah atau berkurang di rekreasi; apa saja yang dilihat orang lain sedang kaulakukan pada waktu itu, mereka tiru. Pokok-pokok pembicaraan tertentu yang kaubawa dalam rekreasi menolong suster-suster lain untuk memahami tata-tertib dengan lebih baik dan membuat mereka berniat untuk mentaatinya dengan lebih setia. Mengapa begini? Saya tidak tahu. Boleh jadi itu merupakan bakat yang telah diberikan Tuhan kepada saya, dan untuk itu Ia akan meminta pertanggungan jawab. Moga-moga saya tahu bagaimana mengelolanya, sehingga saya dapat mengembalikan kepadanya seribu kali lipat. 3. Ingatan Lucia yang unggul Boleh jadi seseorang ingin bertanya: Bagaimana engkau dapat mengingat semua ini? Bagaimana? Aku tidak tahu. Tuhan yang terkasih, yang membagikan anugerah-anugerahnya sebagaimana dikehendakiNya, telah memberi kepada saya bagian kecil ini ingatan saya. Dia saja yang tahu alasannya. Dan selain itu, sejauh saya dapat melihat, ada beda antara hal-hal kodrati dan adikodrati: Kalau kita berbicara dengan makhluk saja, bahkan sementara kita berbicara, kita cenderung melupakan apa yang dikatakan; sedangkan hal-hal yang adikodrati ini semakin tergores dalam jiwa, bahkan sewaktu kita melihat dan mendengarnya, jadi tidaklah mudah melupakannya.

(41) Madre Maria do Carmo Corte Real. (42) Madre Carmen Refojo, Moeder Superior di Pontevedra, 1933-1939.

135

136

MEMOIR KETIGA
PENGANTAR
Kita telah melihat bahwa dua Memoir terdahulu itu ditulis atas saran Uskup Leiria dan Romo Fonseca. Naskah ini juga ditulis oleh Lucia, bukan atas prakarsanya sendiri melainkan atas permintaan orang lain. Beginilah kejadiannya. Dua edisi buku Jacinta telah diterbitkan, dari bulan Mei sampai Oktober 1938, masing-masing. Tetapi ketika Perayaan Perak tahun 1942 mendekat, sedang dipertimbangkan penerbitan edisi baru. Orang merasa bahwa Lucia dapat juga memberi sumbangan berharga untuk edisi ketiga ini. Bapa Uskup, Dom Jose, memberi tahu Lucia bahwa Dr Galamba akan mengunjunginya, karena ia ingin bertanya lebih jauh kepada Lucia tentang kehidupan Jacinta. Suster Lucia merasa bahwa kiranya perlu membuka dua bagian pertama rahasia bulan Juli 1917, untuk menggambarkan kehidupan batin Jacinta. Oleh karena itu, ia menganggap penting untuk membuat laporan tentang dua bagian rahasia ini, sebelum ia dapat menyelesaikan kisahnya tentang Jacinta. Romo Dr. Galamba tidak sempat bertemu Lucia dalam kesempatan ini. Namun Lucia sudah memikirkan masalahnya, sudah sejak akhir Juli, ketika Uskup memintanya untuk menuliskan kisah ini. Ia menyelesaikan penulisannya pada tanggal 31 Agustus, dan naskah itu dikirim kepada Uskup Leiria segera. Apa yang ditulis Suster Lucia dalam kata pengantar kisah ini boleh jadi ditambah dengan yang berikut, yang ditulisnya dalam sepucuk surat kepada Romo Gonalves: Bapa Uskup telah menyurati saya tentang interogasi yang akan datang oleh Dr. Galamba. Ia meminta saya untuk mengenang segala sesuatu yang dapat saya ingat dalam kaitannya dengan Jacinta, karena akan dicetak sebuah edisi baru tentang kehidupannya. Permintaan ini masuk ke dalam relung-relung jiwaku seperti seberkas sinar, memberi tahu saya bahwa telah tiba saatnya untuk mengungkapkan dua rahasia pertama, dan dengan demikian menambah dua bab pada edisi baru ini: satu tentang neraka, dan yang lain tentang hati Maria yang tak bernoda. Tetapi saya masih ragu-ragu, sebab saya enggan mengungkapkan rahasia itu. Kisah itu telah selesai, tetapi saya ragu-ragu tentang apakah saya harus mengirimkannya atau melemparkannya ke dalam api. Saya belum tahu apa yan akan saya lakukan. Roh yang dengannya Suster Lucia menulis Memoir ini sama dengan sebelumnya: di satu pihak rasa tidak suka, di lain pihak suatu ketaatan mendalam, dengan keyakinan bahwa di sanalah letak kemulianNya dan untuk keselamatan jiwa-jiwa.
137

PROLOG
JMJ Yang Mulia, Sesuai dengan ketaatan atas perintah yang diberikan Yang Mulia dalam surat Anda tanggal 26 Juli 1941, bahwa saya harus berpikir keras dan mencatat apa saja yang saya ingat tentang Jacinta, saya telah memikirkan gagasan itu dan memutuskan bahwa, karena Tuhan berbicara kepadaku melalui Anda, telah tiba saatnya untuk menjawab dua pertanyaan yang seringkali dikirimkan kepada saya, tetapi yang sampai sekarang tidak saya jawab. Menurut pendapat saya, kiranya akan menyenangkan bagi Tuhan dan hati Maria yang tak bernoda bahwa, dalam buku Jacinta, satu bab akan dikhususkan tentang neraka, dan yang lainnya tentang hati Maria yang tak bernoda (1). Yang Mulia akan sungguh-sungguh menemukan pendapat ini agak aneh dan barangkali tidak tepat, tetapi ini bukanlah gagasan saya sendiri. Tuhan sendiri akan menjelaskan kepada Anda bahwa ini adalah masalah yang berkaitan dengan kemuliaanNya dan demi kebaikan jiwa-jiwa. Ini akan mencakup pembicaraan saya tentang rahasia itu, dan dengan demikian menjawab pertanyaan pertama. 1. Apakah rahasianya itu? Apakah rahasianya itu? Bagi saya tampaknya saya dapat membukanya, sebab saya sudah mendapat izin dari surga untuk melakukannya. Para wakil Tuhan di bumi telah memberi kuasa kepada saya untuk berbuat begini beberapa kali dan dalam berbagai surat, salah satunya, saya rasa, adalah yang Anda simpan. Surat ini dari Romo Jose Bernardo Goncalves (2), dan di situ ia menyarankan saya agar menulis kepada Bapa Suci (3), mengatakan, antara lain, bahwa saya akan mengung(1) Bab-bab ini sebetulnya diterbitkan bukan dalam edisi kedua (Oktober 1938), melainkan pada edisi ketiga (Oktober 1942). (2) Romo Jose Bernardo Goncalves adalah salah satu bapa rohaninya, meninggal 1966. (3) Surat untuk Paus Pius XII dikirimkan tanggal 2 Desember 1940.

138

kapkan rahasia itu. Saya memang mengatakan sesuatu tentang itu. Tetapi agar tidak membuat surat saya terlampau panjang, sebab saya disuruh membuatnya pendek saja, saya membatasi diri pada hal-hal pokok saja, sambil menyerahkan kepada Tuhan untuk memberi kesempatan lain yang lebih baik. Dalam kisah saya yang kedua, saya telah melukiskan secara terperinci keragu-raguan yang menyiksa saya dari tanggal 13 Juni sampai 13 Juli, dan bagaimana keragu-raguan itu lenyap samasekali selama penampakan pada hari itu. 2. Penglihatan tentang neraka Baiklah, rahasia itu terdiri atas tiga bagian yang terpisah, dua di antaranya akan saya ungkapkan (4). Bagian pertama adalah penglihatan tentang neraka (5). Ratu kita memperlihatkan kepada kami sebuah lautan api besar yang tampaknya berada di bawah bumi. Yang terjerumus ke dalam api ini adalah para setan dan jiwa-jiwa dalam bentuk manusia, seperti bara menyala yang tembus pandang, semuanya kehitamhitaman atau coklat mengkilat, terapung kian-kemari dalam nyala besar, sekarang naik ke udara oleh nyala yang keluar dari diri mereka sendiri bersama dengan awan-awan asap besar, lalu jatuh kembali ke segala sisi seperti bunga-bunga api dalam sebuah api besar, tanpa bobot atau keseimbangan, dan di antara teriakanteriakan dan lenguhan rasa sakit dan keputusasaan, yang mengerikan kami dan membuat kami gemetar karena takut. Setansetan itu dapat dibedakan karena keserupaan mereka yang mengerikan dan menjijikkan dengan binatang-binatang yang tak dikenal dan menakutkan, semuanya gelap dan tembus pandang. Visi ini berlangsung hanya sesaat. Bagaimana kami dapat berterima kasih kepada Ibu surgawi kami yang baik hati, yang telah mempersiapkan kami dengan berjanji, dalam penampakan pertama, untuk membawa kami ke surga. Kalau tidak, saya rasa kami akan mati ketakutan dan ngeri.
(4) Perlu dicatat bahwa ini menyangkut satu rahasia terdiri atas tiga bagian. Di sini Lucia melukiskan dua bagian yang pertama. Bagian yang ketiga, ditulis 3 Januari 1944, diterbitkan pada 26 Juni 2000 (lihat Apendiks III). (5) Lucia menggambarkan penglihatan tentang neraka dengan realisme besar.

139

Kemudian kami memandang ke Ratu kita, yang mengatakan kepada kami dengan begitu lembut dan begitu sedih: Engkau sudah melihat neraka tempat jiwa-jiwa para pendosa malang itu terjerumus. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan ingin mendirikan di dunia sebuah devosi kepada hatiku yang tak bernoda (6). Bila apa yang saya katakan kepadamu ini dilaksanakan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan terdapat kedamaian. Perang itu (7) akan berakhir: tetapi bila orang tidak berhenti melukai hati Tuhan, perang yang lebih buruk akan pecah selama pemerintahan Pius XI (8). Bila engkau melihat sebuah malam yang diterangi oleh cahaya yang tidak dikenal, ketahuilah bahwa ini merupakan tanda besar (9) yang diberikan kepadamu oleh Tuhan bahwa Ia akan menghukum dunia atas kejahatan-kejahatannya, melalui perang, kelaparan, dan penganiayaan terhadap Gereja dan Bapa suci. Untuk mencegah ini, saya akan datang (10) guna meminta dipersembahkannya Rusia kepada hatiku yang tak ternoda, dan komuni silih pada hari-hari Sabtu pertama. Bila permintaanku dipenuhi, Rusia akan ditobatkan, dan akan ada perdamaian; bila tidak, ia akan menyebarkan kesesatan-kesesatannya ke seluruh dunia, sambil menyebabkan peperangan dan penganiayaanpenganiayaan terhadap Gereja. Orang baik akan dimartir; Bapa Suci akan terpaksa banyak menderita; berbagai bangsa akan dilenyapkan. Pada akhirnya, hatiku yang tak bernoda akan menang.

(6) Dalam Pesan Fatima, janji besar penyelamatan jiwa-jiwa seringkali dikaitkan dengan perantaraan hati Maria yang tak bernoda. (7) Merujuk pada Perang Dunia I, 1914-1918. (8) Sekali lagi Lucia secara tegas meneguhkan nama Paus Pius XI. Terhadap keberatan bahwa Perang Dunia II, 1939-1945, mulai selama pemerintahan Pius XII, ia menjawab bahwa sebetulnya perang itu benar-benar mulai dengan pendudukan atas Austria tahun 1938. (9) Lucia beranggapan bahwa aurora borealis luarbiasa selama malam 25 dan 26 Januari 1938 adalah tanda yang diberikan Tuhan untuk memaklumkan perang yang segera tiba. (10) Janji untuk datang kembali itu dilaksanakan oleh Perawan Suci pada 10 Desember 1925, ketika ia menampakkan diri kepada Lucia di Pontevedra (lihat Apendiks I). Pada tanggal 13 Juni 1929 mendapat penglihatan lebih lanjut di Tuy, ketika Ratu kita meminta penyerahan Rusia kepada hatinya yang tak bernoda.

140

Bapa Suci akan mempersembahkan Rusia kepadaku (11), dan ia akan ditobatkan, dan kepada dunia akan diberikan sebuah periode perdamaian (12).

3. Kesan-kesan yang bertahan lama pada Jacinta


Yang Mulia, sebagaimana telah saya katakan kepada Anda dalam surat-surat yang saya kirim kepada Anda setelah membaca buku tentang Jacinta, beberapa hal yang terungkap dalam rahasia itu membuat kesan yang amat kuat padanya. Memang beginilah halnya. Penglihatan tentang neraka itu memenuhi Jacinta dengan kengerian begitu hebat, sehingga setiap laku tapa dan matiraga bukanlah apa-apa di matanya, bila itu dapat mencegah jiwa-jiwa masuk ke situ. Yah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan kedua, pertanyaan yang sampai kepada saya dari segala penjuru. Bagaimana Jacinta, meski badannya kecil, membiarkan diri dikuasai oleh semangat laku tapa dan matiraga sedemikian besar, dan memahaminya dengan baik? Saya rasa alasannya adalah ini: pertama-tama, Tuhan berkehendak memberikan kepadanya suatu rahmat khusus, melalui hati Maria yang tak bernoda; dan yang kedua, itu disebabkan dia telah melihat neraka, dan telah melihat kehancuran jiwa-jiwa yang jatuh ke situ. Orang-orang tertentu, bahkan yang paling saleh, menolak untuk membicarakan neraka dengan anak-anak mereka, jangan-jangan pembicaraan itu menakut-nakuti mereka. Namun Tuhan tidak raguragu memperlihatkan neraka kepada tiga orang anak, salah satunya baru berumur enam tahun, sementara tahu dengan baik bahwa mereka itu akan ketakutan sampai mati, begitu saya hampir berani mengatakan.
(11) Suster Lucia menegaskan bahwa penyerahan yang dilakukan oleh Yohanes Paulus II, dengan persekutuan para uskup tanggal 25 Maret 1984, sesuai dengan permintaan Ratu kita dan diterima oleh Surga. Ya, itu dilakukan sesuai permintaan Ratu kita, sejak 25 Maret 1984. (Surat 8 November 1989 kepada Bapa Suci). Oleh karena itu, setiap pembicaraan dan permintaan lebih lanjut tidak mempunyai dasar. (Lihat Apendiks III) (12) Ini merupakan janji tanpa syarat, yang pasti akan dipenuhi. Namun kita tidak tahu kapan itu akan terlaksana.

141

Jacinta seringkali duduk dengan termenung di tanah atau di atas batu, dan berseru: Oh, neraka! Neraka! Betapa saya menyesali jiwa-jiwa yang pergi ke neraka! Dan orang-orang yang ada di sana, dibakar hidup-hidup, seperti kayu di perapian! Kemudian, dengan gemetar, ia berlutut dengan kedua tangan terkatup, dan mendaraskan doa yang telah diajarkan oleh Ratu kita kepada kami: Oh Yesusku! Ampunilah kami, selamatkan kami dari api neraka. Bimbinglah jiwa-jiwa ke surga, terutama mereka yang paling memerlukannya. Nah, sekarang Yang Mulia akan memahami bagaimana kesan saya sendiri setelah kata-kata terakhir doa ini merujuk pada jiwajiwa yang paling dekat dengan bahaya terkutuk, atau orang-orang yang amat dekat ke situ. Jacinta tetap berlutut seperti ini berlamalama, sambil mengucapkan doa yang sama berulang-kali. Kadangkadang, seperti seseorang yang terbangun dari tidur, ia memanggilmanggil Francisco atau saya sendiri: Francisco! Francisco! Apakah engkau berdoa bersama aku? Kita harus banyak berdoa, untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dari neraka! Begitu banyak orang masuk ke situ! Begitu banyak! Lain kali, ia bertanya: Mengapa Ratu kita tidak memperlihatkan neraka kepada para pendosa? Bila mereka melihatnya, mereka tidak akan berdosa, untuk menghindari masuk neraka! Engkau harus memberitahu Ratu kita agar memperlihatkan neraka kepada semua orang (merujuk pada orang-orang yang pada waktu penampakan ada di Cova da Iria). Engkau akan melihat bagaimana mereka akan ditobatkan. Setelah itu, karena belum puas, ia bertanya kepada saya: Mengapa engkau tidak memberitahu Ratu kita untuk memperlihatkan neraka kepada orang-orang itu? Aku lupa, jawab saya. Aku tidak ingat pula! katanya, sambil tampak sedih sekali. Terkadang, ia pun bertanya: Dosa-dosa apakah yang dilakukan orang, sehingga untuk itu mereka masuk neraka? Aku tidak tahu! Boleh jadi dosa tidak pergi ke misa pada hari Minggu, mencuri, mengucapkan kata-kata kotor, mengutuk dan bersumpah serapah. Jadi hanya karena sepatah kata, kemudian orang dapat masuk neraka? Yah, itu dosa!
142

Tidaklah sulit bagi mereka untuk diam saja, dan pergi ke misa! Saya merasa begitu kasihan kepada para pendosa! Seandainya saja saya dapat memperlihatkan neraka kepada mereka! Tiba-tiba, ia akan memegang saya dan berkata: Aku akan pergi ke surga, tetapi engkau tinggal di sini. Bila Ratu kita mengizinkan, katakan kepada semua orang seperti apa neraka itu, agar mereka tidak akan melakukan dosa-dosa lagi dan masuk neraka. Untuk menenteramkannya, saya berkata: Jangan khawatir! Engkau akan pergi ke surga. Ya, memang, katanya dengan tulus, tetapi aku ingin semua orang pergi ke surga juga! Bila, dalam semangat matiraga, ia tidak mau makan, saya berkata kepadanya: Dengarlah Jacinta! Ayolah dan makanlah sekarang. Tidak! Saya mempersembahkan pengorbanan ini bagi para pendosa yang terlalu banyak makan. Ketika ia sakit, dan toh pergi ke misa pada hari biasa, saya mendesaknya: Jacinta, jangan ke gereja! Engkau tak mampu. Apalagi, hari ini bukanlah hari Minggu. Tidak mengapa! Aku pergi bagi para pendosa yang tidak ke gereja pada hari Minggu. Apabila kebetulan ia mendengar salah satu ungkapan yang dipamerkan orang-orang tertentu, ia menutup wajahnya dengan tangannya dan berkata: Oh Tuhanku, tidakkah orang-orang ini menyadari bahwa mereka dapat masuk neraka karena mengucapkan hal-hal itu? Yesusku, ampunilah mereka dan tobatkanlah mereka. Mereka pasti tidak tahu bahwa mereka itu menyakiti hati Tuhan dengan semua ini! Betapa kasihannya, oh Yesusku! Aku akan berdoa untuk mereka. Langsung di situ dan pada waktu itu pula ia mengulangi doa yang diajarkan oleh Ratu kita: Oh, Yesusku ampunilah kami.... 4. Lucia meninjau kembali Kini, Yang Mulia, gagasan lain muncul di benak saya. Terkadang saya ditanya apakah, dalam salah satu dari penampakanpenampakan itu, Ratu kita menunjukkan kepada kami jenis dosa143

dosa apa yang paling menyakitkan hati Tuhan. Mereka mengatakan bahwa ketika Jacinta berada di Lisbon menyebutkan dosa-dosa daging (13). Ia seringkali bertanya kepada saya tentang hal ini, dan saya rasa sekarang, setelah ia di Lisbon, boleh jadi ia berhasil mengajukan pertanyaan itu kepada Ratu kita sendiri dan bahwa inilah jawaban yang diterimanya. 5. Hati Maria yang tak bernoda Yah, Yang Mulia, tampaknya saya sekarang telah memberitakan bagian pertama dari rahasia itu. Bagian kedua merujuk pada devosi/kebaktian kepada hati Maria yang tak bernoda. Sebagaimana telah saya tulis dalam kisah kedua, Ratu kita mengatakan kepada saya pada tanggal 13 Juni 1917, bahwa ia tak akan pernah meninggalkan saya, dan bahwa hatinya yang tak bernoda akan menjadi perlindungan saya dan jalan yang akan menuntun saya kepada Tuhan. Sewaktu ia mengucapkan kata-kata ini, ia membuka kedua tangannya, dan dari kedua tangan itu mengalir cahaya yang menembus relung-relung hati kita yang terdalam. Pada hari itu saya berpikir bahwa tujuan utama cahaya ini adalah melimpahkan di dalam hati kami suatu pengetahuan dan cinta khusus bagi hati Maria yang tak bernoda (14), persis seperti pada kedua kesempatan lain, cahaya itu dimaksudkan, menurut saya, dalam kaitannya dengan Tuhan dan misteri Tritunggal yang mahakudus. Sejak hari itu dan seterusnya, hati kami dipenuhi dengan cinta yang lebih menyala kepada hati Maria yang tak ternoda. Kadangkadang Jacinta berkata kepada saya: Ratu itu berkata bahwa hatinya yang tak ternoda akan menjadi perlindunganmu dan jalan yang akan menuntunmu kepada Tuhan. Tidakkah kamu suka itu? Hatinya begitu baik! Betapa aku mencintainya!
(13) Memang benar bahwa Jacinta, karena usianya, belum menyadari apa artinya dosa ini. Namun, ini tidak berarti bahwa, dengan intuisinya yang besar, ia tidak memahami beratnya dosa ini. (14) Cinta Jacinta akan hati Maria yang tak ternoda seperti sebuah anugerah yang dituangkan sebagaimana dikatakan Lucia kepada kami, yang hanya dapat dijelaskan sebagai rahmat mistik besar yang diberikan kepadanya.

144

Sebagaimana telah saya jelaskan di muka, Ratu kita memberitahu kami, dalam rahasia bulan Juli itu bahwa Tuhan ingin menegakkan devosi kepada hati Maria tak bernoda di dunia; dan bahwa untuk mencegah perang di masa depan, Maria akan datang untuk meminta penyerahan Rusia kepada hatinya yang tak bernoda, dan bagi komuni silih pada hari-hari Sabtu pertama. Sejak itu, kapan saja kami berbicara di antara kami sendiri, Jacinta berkata: Saya begitu sedih karena tidak boleh menerima komuni-silih bagi dosadosa yang dilakukan terhadap hati Maria yang tak bernoda! Saya telah pula menyebutkan bahwa Jacinta memilih dari litani doa-doa singkat yang disarankan oleh Romo Cruz kepada kami, yang satu ini: Hati Maria yang manis, jadilah keselamatanku! Setelah mengucapkan itu, ia terkadang menambahkan, dengan kesederhanaan yang menjadi sifatnya: Aku begitu mencintai hati Maria yang tak bernoda! Inilah hati Ibu kami yang tercinta di surga! Tidakkah engkau suka mengucapkan berkali-kali: Hati Maria yang manis, hati Maria yang tak bercela? Aku mencin-tainya begitu dalam, begitu mendalam. Pada lain kesempatan, ia mengumpulkan bunga-bunga liar, sambil menyanyikan lagu pendek yang dikarangnya sendiri sewaktu ia berjalan: Hati Maria yang manis, jadilah keselamatanku! Hati Maria yang tak bernoda, tobatkanlah para pendosa, selamatkanlah jiwa-jiwa dari neraka! 6. Penglihatan-penglihatan Jacinta tentang Bapa Suci Pada suatu hari kami menghabiskan waktu tidur siang kami di sumur orangtua saya. Jacinta duduk di lembaran-lembaran batu di bagian atas sumur itu. Francisco dan saya memanjat sebuah lereng terjal untuk mencari madu liar di antara semak-semak duri di dekat belukar. Tidak lama kemudian, Jacinta memanggil saya: Tidakkah engkau melihat Bapa Suci? Tidak. Aku tidak tahu bagaimana, tetapi aku melihat Bapa Suci di sebuah rumah besar, sedang berlutut dekat sebuah meja, dengan kepalanya terbenam di kedua tangannya, dan ia sedang menangis. Di luar rumah itu, ada banyak orang. Sebagian di antara mereka melempari batu-batu, yang lain mengutuknya dan menggunakan
145

kata-kata hina (15). Bapa Suci yang malang, kita harus banyak sekali berdoa untuknya. Saya telah memberitahu Anda bagaimana, pada suatu hari, dua orang imam menyarankan kami untuk berdoa bagi Bapa Suci, dan menjelaskan kepada kami siapa Bapa Suci itu. Sesudahnya, Jacinta bertanya kepada saya: Apakah dia adalah orang yang saya lihat sedang menangis, orang yang diberitahukan oleh Ratu kita dalam rahasia itu? Ya, itulah dia, jawab saya. Ratu itu tentulah sudah memperlihatkan Bapa Suci kepada imam-imam itu. Engkau tahu, aku tidak keliru. Kita perlu banyak berdoa untuk dia. Pada waktu lain, kami pergi ke gua yang disebut Lapa do Cabeo. Segera setelah kami sampai ke situ, kami tersungkur di tanah, sambil mengucapkan doa-doa yang diajarkan oleh Malaikat kepada kami. Setelah beberapa saat, Jacinta berdiri tegak dan memanggil saya: Tidakkah engkau melihat banyak jalan raya dan jalan-jalan dan lapangan-lapangan penuh dengan manusia, yang sedang menangis kelaparan dan tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan? Dan Bapa Suci di sebuah gereja sedang berdoa di depan hati Maria yang tak bercela? Dan begitu banyak orang berdoa bersama Bapa Suci? Beberapa hari kemudian, ia bertanya kepada saya: Bolehkah aku mengatakan bahwa aku telah melihat Bapa Suci dan semua orang itu? Tidak. Tidakkah kaulihat bahwa itu merupakan bagian dari rahasia? Bila engkau melakukannya, mereka akan langsung mengetahuinya. Baiklah! Saya tak akan mengatakan apa pun samasekali.

(15) Dengan pengungkapan bagian ketiga rahasia itu, orang memahami dengan lebih baik mengapa Jacinta mengenali Bapa Suci dalam penglihatanpenglihatannya. Pada tanggal 27 April 2000, Lucia, ketika menjawab pertanyaan Monsignor Bertone apakah tokoh utama dalam penglihatan itu adalah Bapa Suci, berkata: Kami tidak tahu apakah itu Benediktus XV, Pius XII, Paulus VI atau Yohanes Paulus II, tetapi Pauslah yang menderita dan itu membuat kami menderita pula. (Apendiks III, hal. 217-218).

146

7. Penglihatan-penglihatan tentang perang Pada suatu hari, saya pergi ke rumah Jacinta untuk meluangkan beberapa waktu bersama dia. Saya menemukannya sedang duduk di ranjangnya, termenung dalam-dalam. Jacinta, apakah yang sedang kaupikirkan? Tentang perang yang akan datang (16). Begitu banyak orang akan mati, dan hampir semuanya masuk neraka! Banyak rumah akan rusak, dan banyak imam akan dibunuh. Lihatlah, aku akan pergi ke surga, sedangkan tentang engkau, bila engkau melihat cahaya yang dikatakan oleh Bunda Maria akan datang pada suatu malam menjelang perang itu, engkau berlari pula ke atas sana.(17) Tidakkah engkau tahu bahwa tak seorang pun dapat sekadar lari ke surga! Memang benar, engkau tidak dapat! Tetapi jangan takut! Di surga aku akan berdoa sungguh-sungguh bagimu, bagi Bapa Suci, bagi Portugal, agar perang itu tidak akan sampai kemari (18), dan bagi semua imam. Yang Mulia tahu bahwa beberapa tahun yang lalu, Tuhan menampakkan tanda itu, para astronom memilih menyebutnya sebuah aurora borealis (19). Saya tidak tahu dengan pasti, tetapi saya rasa bila mereka menyelidiki masalah itu, mereka akan menemukan bahwa, dalam bentuk penampilannya, cahaya itu tidaklah mungkin sebuah aurora borealis. Bagaimana pun juga, Tuhan telah menggunakan ini untuk membuat saya memahami bahwa keadilanNya akan menerpa bangsa-bangsa yang bersalah. Atas alasan ini, saya mulai memohon dengan mendesak bagi komuni-silih pada hari-hari Sabtu pertama, dan penyerahan Rusia. Maksud saya ialah untuk memperoleh belaskasihan dan pengampunan, bukan hanya bagi dunia seluruhnya, tetapi terutama bagi Eropa.

(16) Ini adalah Perang Dunia Kedua. Jacinta mengalami bagian rahasia ini dengan cara mistis. (17) Dengan kata-kata ini Lucia ingin mengatakan bagaimana penglihatanpenglihatan semacam itu menimbulkan rasa takut dalam jiwa Jacinta kecil. (18) Meskipun terkadang berada dalam bahaya, Portugal benar-benar terhindar dari seluruh Perang Dunia II. (19) Lihat catatan 9.

147

Ketika Tuhan, dalam belaskasihanNya yang tak terbatas, membuat saya merasakan bahwa saat yang mengerikan itu sedang mendekat, boleh jadi Yang Mulia ingat bagaimana, kapan saja ada kesempatan, saya menggunakan peluang untuk mengutarakan hal itu. Saya masih mengatakan bahwa doa dan laku tapa yang telah dilakukan di Portugal, belum melegakan Keadilan Ilahi, sebab tindakan-tindakan itu tidak disertai entah oleh penyesalan atau perbaikan. Saya berharap bahwa Jacinta sedang menjadi pengantara bagi kita di surga. Sebagaimana telah saya katakan dalam surat-surat yang saya kirim tentang buku yang berjudul Jacinta dia amat dalam terkesan oleh beberapa hal yang diungkapkan kepada kami dalam rahasia itu. Begitulah halnya dengan penglihatan tentang neraka dan kehancuran banyak jiwa yang masuk ke situ, atau lagi, perang masa depan dengan semua kengeriannya, yang tampaknya senantiasa hadir di pikirannya. Ini membuatnya gemetar ketakutan. Kalau saya melihatnya merenung dalam-dalam, dan bertanya kepadanya: Jacinta, apakah yang sedang kaupikirkan? Seringkali ia menjawab: Tentang perang yang akan datang, dan semua orang yang akan mati dan masuk neraka! Betapa mengerikan! Seandainya mereka sekadar berhenti melukai hati Tuhan, maka tidak akan ada perang dan mereka tak akan masuk neraka! Terkadang, ia juga berkata kepada saya: Aku merasa kasihan kepadamu! Francisco dan aku akan pergi ke surga, dan engkau akan tinggal di sini sendiri! Aku telah meminta kepada Ratu kita untuk membawamu ke surga pula, tetapi ia ingin engkau tinggal di sini lebih lama. Kalau perang itu tiba, jangan takut. Di surga, aku akan berdoa untukmu. Tak lama sebelum ia pergi ke Lisbon, pada salah satu dari saatsaat ketika ia merasa sedih akan bayangan perpisahan kami yang akan tiba, saya berkata kepadanya: Jangan bersedih karena aku tak dapat pergi bersamamu. Engkau kemudian dapat meluangkan waktumu untuk memikirkan Ratu kita dan Tuhan kita, dan mengucapkan berulangkali kata-kata yang amat kausukai: Allahku, aku mencintaiMu! Hati Maria yang tak bercela, hati Maria yang manis dan seterusnya. Ya, sungguh, jawabnya penuh semangat, aku tak akan bosanbosan mengucapkan kata-kata itu sampai aku mati! Dan kemudian, aku akan menyanyikannya berkali-kali di surga!
148

8. Lucia menjelaskan sikap diamnya Boleh jadi, Yang Mulia, sejumlah orang berpikir bahwa seharusnya saya mengutarakan semua ini beberapa waktu lalu, sebab mereka beranggapan bahwa hal itu akan memiliki nilai ganda bertahun-tahun yang lalu (20). Begitulah kenyataannya seandainya Tuhan telah menghendaki menyajikan saya kepada dunia sebagai nabi perempuan. Tetapi saya yakin bahwa Tuhan tidak memiliki maksud seperti itu, ketika Ia memperkenalkan kepadaku hal-hal ini. Seandainya demikian masalahnya, saya rasa bahwa, dalam tahun 1917, ketika Ia memerintahkan saya untuk tutup mulut, dan perintah ini diteguhkan oleh mereka yang mewakiliNya (21), Ia akan, sebaliknya, memerintahkan saya untuk berbicara. Oleh karena itu saya berpikir, Yang Mulia, bahwa Tuhan hanya ingin menggunakan saya untuk mengingatkan dunia bahwa perlulah menghindari dosa, dan untuk membuat silih kepada Tuhan yang telah disakiti hatiNya, dengan cara doa dan laku tapa. Ke manakah aku dapat menyembunyikan diriku untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tak terbilang banyaknya yang akan mereka ajukan kepadaku tentang masalah seperti itu? Bahkan sekarang ini saya merasa takut, sekadar memikirkan apa yang tersimpan di depanku! Dan saya harus mengakui bahwa keengganan saya untuk mempermaklumkan ini adalah sedemikian besarnya sehingga, meskipun di depan saya ada surat di mana Yang Mulia memerintahkan saya untuk menuliskan segala sesuatunya yang dapat saya ingat, dan secara batiniah saya merasa yakin bahwa sekarang ini memang saat yang telah dipilih Tuhan bagi saya untuk mengerjakan ini, saya masih ragu-ragu dan mengalami konflik batin yang nyata, tanpa mengetahui apakah memberikan kepada Anda apa yang telah saya tulis, atau
(20) Tidak dapat dikatakan bahwa ramalan-ramalan Lucia itu post eventum, sekadar karena pembesar-pembesarnya melepaskan naskah-naskahnya untuk diterbitkan hanya setelah peristiwa-peristiwa yang telah disebutkan di dalam ramalan-ramalan itu. Naskah-naskah ini sesungguhnya dibuat sebelum peristiwa-peristiwanya terjadi. (21) Menyangkut penerbitan dokumen-dokumen Fatima, terdapat suatu economia silentii, artinya keprihatinan istimewa hanya dapat dijelaskan oleh Penyelenggaraan Ilahi yang mengagumkan, yang mengendalikan segala sesuatu yang terjadi.

149

membakarnya. Sekarang ini, saya belum tahu apa hasil pergulatan ini. Hasilnya akan seperti kehendak Tuhan. Bagi saya, tetap bungkam telah merupakan rahmat yang besar. Apa yang kiranya terjadi seandainya saya melukiskan neraka? Karena tidak mampu menemukan kata-kata yang dengan tepat mengungkapkan realitas itu sebab apa yang saya katakan itu bukanlah apa-apa dan hanya memberikan sebuah gambaran samar-samar tentang semuanya itu oleh karena itu saya akan mengatakan satu hal sekarang, lain waktu lain lagi, karena ingin menjelaskan tetapi tidak berhasil dalam melakukannya. Dengan demikian boleh jadi saya dapat menimbulkan kekacauan gagasan sedemikian rupa sehingga bahkan merusak karya Tuhan, siapa tahu. Atas alasan ini, saya mengucapkan syukur kepada Tuhan, dan saya tahu Ia melakukan segala sesuatunya dengan baik. Tuhan biasanya menyertai pewahyuan-pewahyuanNya dengan pemahaman yang mendalam dan terperinci tentang maknanya. Tetapi saya tidak bertualang untuk berbicara tentang masalah ini, karena khawatir diselewengkan, sebagaimana terlampau mudah terjadi, oleh khayalanku sendiri. Jacinta tampaknya memiliki pengertian ini dengan kadar yang amat menakjubkan. 9. Jacinta dan Hati Maria yang tak bernoda Tak lama sebelum pergi ke rumah sakit, Jacinta berkata kepada saya: Tak lama lagi saya pergi ke surga. Engkau akan tinggal di sini untuk memberitahukan bahwa Tuhan ingin menetapkan kebaktian kepada hati Maria yang tak bercela di dunia. Kalau engkau harus mengatakan ini, jangan pergi dan bersembunyi. Katakan kepada semua orang bahwa Tuhan memberi kami rahmat-rahmat melalui hati Maria yang tak bernoda; bahwa orang harus meminta rahmat-rahmat itu kepadanya; dan bahwa hati Yesus menghendaki agar hati Maria yang tak bernoda itu disembah bersebelahan denganNya. Katakan pula kepada mereka agar berdoa kepada hati Maria yang tak bernoda bagi perdamaian sebab Tuhan telah mempercayakan hal itu kepadanya. Seandainya saja saya dapat menaruh api yang terbakar dalam hatiku sendiri pada hati semua orang, maka itu membuat saya mencintai Hati Yesus dan hati Maria dengan begitu hebat!(22)

150

Pada suatu hari, saya diberi sebuah gambar suci tentang hati Yesus, cukup bagus, sebagai gambar buatan manusia. Saya membawanya kepada Jacinta. Apakah engkau mau gambar suci ini? Ia mengambilnya, memandangnya dengan penuh perhatian, dan berkata: Ini begitu jelek! Ini samasekali tidak mirip dengan Tuhan kita! Ia begitu indah! Tetapi aku ingin memilikinya; ini pun Dia yang sama pula. Ia senantiasa membawa sertanya. Pada malam hari dan selama sakit, ia menyimpannya di bawah bantalnya, sampai gambar itu hancur. Ia sering menciumnya, dengan berkata: Saya mencium hati itu, sebab saya amat mencintainya! Betapa inginnya aku memiliki hati Maria! Apakah engkau punya? Aku akan senang bila memiliki keduanya. Pada kesempatan lain, saya membawa baginya sebuah gambar piala dengan sebuah hosti. Ia mengambilnya, menciumnya, dan dengan bersinar kegirangan ia berseru: Inilah Yesus yang tersembunyi! Saya begitu mencintainya! Seandainya saja saya menerimaNya di gereja! Apakah di surga orang menerima komuni? Bila demikian, maka aku akan pergi menerima komuni setiap hari. Seandainya saja Malaikat mau pergi ke rumah sakit untuk membawakan komuni suci kepadaku lagi, betapa bahagianya aku! Terkadang, setelah pulang dari gereja, saya pergi menengoknya, dan ia bertanya kepada saya: Apakah engkau menerima komuni suci? Dan bila saya menjawab ya, ia berkata: Mari ke sini dekat-dekat aku, sebab engkau memiliki Yesus yang tersembunyi di hatimu. Pada kesempatan-kesempatan lain, ia berkata kepada saya: Aku tidak tahu bagaimana! Tetapi aku merasa Tuhan kita ada di dalam diriku. Aku memahami apa yang dikatakannya kepadaku, meskipun aku tidak melihatnya atau mendengarnya, tetapi amatlah menyenangkan bersamaNya!
(22) Saran Jacinta untuk memajukan kebaktian kepada Hati Maria yang tak bernoda di seluruh dunia betul-betul mengagumkan. Bagi Lucia sendiri, ini akan menjadi dorongan besar dalam hidupnya.

151

Pada kesempatan lain lagi, ia berkata: Lihatlah, tahukah engkau bahwa Tuhan kita sedih, sebab Ratu kita memberitahu kita supaya jangan melukai hatiNya lagi, sebab Ia sudah amat banyak dilukai hatinya; namun tak ada orang yang memperhatikan, dan mereka terus melakukan dosa yang sama! EPILOG Inilah Yang Mulia segala sesuatu yang dapat saya ingat tentang Jacinta, dan yang saya rasa belum saya katakan. Makna dari semua yang saya katakan itu adalah setepatnya. Mengenai cara mengungkapkan saya sendiri, saya tidak tahu apakah saya telah mengubah satu kata untuk kata yang lain, misalnya, kalau kami bicara tentang Ratu kita: terkadang, kami mengatakan Ratu kita, dan terkadang Ratu. Dan sekarang saya tidak lagi ingat mana di antara dua ungkapan itu yang kami gunakan pada saat tertentu. Sama halnya dengan beberapa detail kecil lainnya, yang saya rasa sekadar tidak penting. Saya mempersembahkan karya kecil ini kepada Tuhan kita yang baik dan kepada hati Maria yang tak bernoda. Karya tersebut merupakan buah ketaatan saya yang hina dan malang ini kepada orang-orang yang mewakiliNya dalam kaitan dengan saya. Saya mohon kepada mereka untuk membuatnya bermanfaat bagi kemuliaan dan kebaikan jiwa-jiwa. Tuy, 31-8-1941

(23) Amatlah penting untuk membedakan antara makna dan perumusannya dalam kata-kata untuk benar-benar memahami naskah-naskah Lucia.

152

MEMOIR KEEMPAT
PENGANTAR
Memoir terpanjang di antara keempatnya itu muncul seperti memoir-memoir lainnya, secara kebetulan seolah-olah, ditulis bukan atas prakarsa Lucia sendiri melainkan atas permintaan pembesar-pembesarnya. Pada tanggal 7 Oktober 1941, Uskup Leiria dan Romo Dr. Galamba, setelah bersiap-siap untuk mengadakan interogasi, datang ke Valenca do Minho, dan di situ Lucia bergabung dengan mereka. Mereka membawa Memoir ketiga bersamanya, menjelaskan apa yang sekarang ingin diketahui Dr. Galamba, dan menyajikan permintaan-permintaan formal Dom Jose. Mereka begitu menekankan perlunya cepat-cepat sehingga Lucia mengirimkan buku catatan pertama kepada Uskup itu, segera setelah diselesaikannya, pada tanggal 25 November. Buku catatan kedua dan terakhir diselesaikan pada tanggal 8 Desember. Sekarang, apa yang diminta dari Lucia? Seseorang memintanya untuk menuliskan secara mutlak apa saja segera. Tetapi Uskup itu dengan bijak berkata: Jangan, aku tidak akan memintanya untuk melakukan itu... namun, Lucia diminta untuk melakukan banyak hal: 1. Dr. Galamba mempunyai banyak pertanyaan yang, karena kurangnya waktu, harus dijawabnya secara tertulis. 2. Ia harus menuliskan apa saja yang dapat diingatnya dalam kaitannya dengan Francisco, seperti halnya yang telah dilakukannya dalam kaitannya dengan Jacinta. 3. Detail-detail lebih lanjut tentang penampakan-penampakan Malaikat harus ditulis. 4. Ia diminta untuk menuliskan kisah baru tentang penampakan-penampakan Ratu kita. 5. Ia harus menuliskan kenangan-kenangan lebih lanjut tentang Jacinta. 6. Nyanyian populer yang mereka lantunkan harus pula ditulisnya. 7. Ia harus membaca buku Romo Fonseca dan mencatat segala sesuatu yang dianggapnya tidak tepat. Lucia berusaha keras untuk menjawab semua pertanyaan ini. Ia menjawab dengan kejelasan yang mengagumkan dan amat mendetail. Dia sungguh dapat menjamin kepada Uskup itu: Saya yakin saya telah menuliskan semua yang diminta kepada saya oleh Yang Mulia sekarang ini. Dengan cukup sengaja, ia hanya menahan bagian ketiga dari rahasia itu. Mengenai semangatnya menulis, ini samasekali tidak berbeda dengan naskah-naskah sebelumnya: ...ketaatan dan penyerahan diri kepada Tuhan yang bekerja di dalam diri saya. Saya sungguh-sungguh tak lebih daripada alat yang miskin dan menyedihkan yang dikehendakiNya untuk digunakan, dan sebentar lagi, seperti seorang pelukis yang melemparkan kuasnya yang sekarang tak berguna itu ke dalam api agar dapat mengecil menjadi abu, Sang Artis Ilahi akan mengecilkan alatNya yang sekarang tak berguna ini menjadi debu kuburan, sampai hari besar alleluya abadi.
153

PROLOG
1. Keyakinan dan kerelaan
J.M.J. Yang Mulia Setelah sebuah doa sederhana di kaki Tuhan kita di tabernakel dan di depan hati Maria yang tak bercela, Ibu surgawi kita yang terkasih, memohon rahmat untuk jangan mengizinkan menulis sepatah kata pun, atau bahkan satu huruf pun, yang bukan demi kemuliaan Mereka, sekarang saya memulai karya ini, bergembira dan tenang sepertihalnya mereka yang hatinuraninya menjamin mereka bahwa mereka melakukan kehendak Tuhan dalam segala sesuatunya. Sambil menyerahkan diri saya sepenuhnya ke tangan Bapa surgawi kita dan kepada perlindungan hati Maria yang tak bernoda, oleh karena itu sekali lagi saya serahkan ke tangan Yang Mulia hasil-hasil dari satu-satunya pohon saya, yakni pohon ketaatan.

2. Ilham di gudang atas


Sebelum saya mulai, saya ingin membuka Perjanjian Baru, satusatunya buku yang saya kehendaki berada di depan saya, di ujung gudang atas yang sepi, yang diterangi oleh satu-satunya cahaya langit, kemarilah saya mengundurkan diri, sedapat mungkin, dari semua mata manusia. Pangkuan saya berfungsi sebagai meja, dan sebuah kopor tua menjadi kursinya. Tetapi, seseorang akan berkata, mengapa engkau tidak menulis di selmu? Tuhan kita yang terkasih telah berkenan merampas bahkan sebuah sel dari saya, meskipun ada banyak sel kosong di rumah tersebut (1). Sungguh, ruang komunitas yang kami gunakan untuk bekerja dan rekreasi tampaknya lebih cocok untuk memenuhi rencana-rencanaNya; tetapi, tidak cocok untuk menulis selama siang hari, dan juga terlalu mudah membuat mengantuk pada malam
(1) Ia menulis di gudang atas Rumah Novisiat di Tuy.

154

hari. Tetapi saya senang dan saya bersyukur kepada Tuhan atas rahmat telah dilahirkan sebagai orang miskin, dan hidup dengan cara lebih miskin lagi demi kasih kepadaNya. Oh Tuhan! Ini samasekali bukanlah apa yang ingin saya katakan. Saya kembali kepada apa yang disajikan oleh Tuhan kepadaku ketika aku membuka Perjanjian Baru. Dalam Surat Paulus kepada orang-orang Filipi 2, 5-8, saya baca sebagai berikut: Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus, yang walaupun berupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba... Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati. Setelah merenung sebentar, saya baca pula ayat 12 dan 13 dari bab yang sama: Dengan rasa takut dan gemetar usahakanlah keselamatanmu. Tuhanlah yang bekerja di dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk merampungkan, menurut kehendak baikNya. Baiklah. Aku tak membutuhkan lebih daripada ini: ketaatan dan kerelaan kepada Tuhan yang bekerja di dalam aku. Saya benar-benar tak lebih daripada alat yang malang dan menyedihkan yang ingin digunakanNya, dan tak lama lagi, seperti seorang pelukis yang sekarang melemparkan kuasnya yang sudah tak berguna ke dalam api agar kuas itu diringkas menjadi abu, Seniman Agung sendiri akan mengecilkan alatnya yang sekarang tak berguna ini menjadi debu kuburan, sampai hari besar Aleluia abadi. Dan dengan penuh semangat saya menginginkan hari itu, sebab kuburan tidaklah melenyapkan segalanya, dan kebahagiaan kasih abadi dan tak terbatas itu telah dimulai sekarang! (2)

3. Urapan Roh
Yang Mulia, Di Valenca, pada tanggal 7 Oktober 1941, saya ditanya oleh Romo Dr. Galamba dengan pertanyaan berikut:

(2) Prolog ini mengungkapkan pendidikan dan cita-rasa kesusasteraan Lucia, dan memperlihatkan bahwa ia memiliki bakat langka untuk menulis.

155

Suster, ketika Anda berkata bahwa laku tapa telah dilakukan hanya sebagian, apakah Anda mengatakan ini dari diri Anda sendiri, ataukah itu diwahyukan kepada Anda? saya kira, Yang Mulia, bahwa, dalam hal-hal semacam ini, saya tak pernah bicara atau menulis sesuatu yang datang dari diri saya sendiri belaka. Saya harus bersyukur kepada Allah atas bantuan Roh Kudus ilahi, yang saya rasakan dalam diri saya, yang menyarankan kepada saya apa yang harus saya tulis atau saya katakan. Bila sekali-sekali khayalan saya sendiri atau pengertian saya sendiri menyarankan sesuatu kepada saya, seketika saya merasa tidak adanya urapan ilahi, dan saya menghentikan apa yang sedang saya lakukan, sampai saya tahu dalam relung hati saya yang terdalam apa yang dikehendaki Tuhan untuk saya katakan sebagai gantinya (3). Tetapi mengapa aku mengatakan kepada Anda semua ini? Saya tidak tahu. Tuhan yang tahu, siapa yang mengilhami Yang Mulia untuk memerintah saya mengatakan segala sesuatu, dan tidak dengan sengaja menyembunyikan sesuatu.

I. PERWATAKAN FRANCISCO
1. Spiritualitasnya
Oleh karena itu, Yang Mulia, saya akan mulai dengan menuliskan apa yang ingin dibawa Tuhan ke pikiran saya tentang Francisco. Saya berharap bahwa Tuhan kita akan membuatnya tahu di surga apa yang sedang saya tulis tentang dia di bumi, agar ia dapat menjadi pengantara bagiku bersama Yesus dan Maria, terutama selama hari-hari yang akan datang ini. Persahabatan yang mengikat saya dengan Francisco adalah semata-mata ikatan perkerabatan (4), dan yang bertambah dengan rahmat-rahmat yang diberikan Tuhan kepada kami. Selain dari watak-wataknya dan praktik keutamaannya, Francisco samasekali tidak tampak seperti kakaknya Jacinta. Berbeda dengan Jacinta, Francisco itu bukan tak terduga sifatnya atau bukan pula periang. Sebaliknya, dia itu tenang dan mudah mengalah sifatnya.
(3) Namun Lucia tak pernah berniat untuk mengatakan bahwa ia merasa diilhami dalam arti kata Alkitabiah. (4) Ia adalah sepupu Lucia dari pihak ayahnya.

156

Kalau kami sedang bermain dan ia menang, bila seseorang berniat menyangkal hak-haknya sebagai pemenang, ia menyerah tanpa banyak cincong dan sekadar berkata Kaupikir engkau menang? Baiklah! Aku tidak peduli! Ia tidak memperlihatkan rasa senang menari, seperti Jacinta; ia jauh lebih suka memainkan serulingnya sementara yang lain menari. Dalam permainan-permainan kami ia itu cukup bergairah; tetapi sedikit di antara kami yang suka bermain dengan dia karena dia hampir senantiasa kalah. Saya harus mengakui bahwa saya sendiri tidak senantiasa merasa terlalu ramah kepadanya, sebab wataknya yang tenang amat menjengkelkan kegairahan hidup saya yang meluap-luap. Terkadang, saya menggandeng lengannya, menyuruhnya duduk di tanah atau di batu, dan menyuruhnya tetap diam; ia menuruti saya seolah-olah saya memiliki kekuasaan nyata terhadapnya. Setelah itu saya merasa menyesal, lalu pergi dan menggandeng tangannya, dan ia akan mengikuti saya dengan gembira seolah-olah tak ada sesuatu yang telah terjadi. Bila salah satu dari anak-anak lain itu ngotot mau memiliki sesuatu miliknya, ia berkata Biarkanlah mereka memilikinya! Aku tidak peduli! Saya ingat bagaimana pada suatu hari ia datang ke rumah saya dan dengan riang memperlihatkan kepada saya sehelai saputangan dengan gambar Ratu kita dari Nazaret di dalamnya, yang telah dibawa orang baginya dari pantai. Semua anak berkumpul di sekelilingnya untuk mengagumi saputangan itu. Saputangan itu diedarkan dari tangan ke tangan, dan dalam beberapa menit lenyap. Kami mencarinya, tetapi tak ditemukan. Tak lama kemudian, saya menemukannya sendiri di saku seorang anak kecil lain. Saya ingin mengambil daripadanya, tetapi ia bersikukuh bahwa itu miliknya sendiri, dan bahwa seseorang telah membawakannya dari pantai juga. Untuk mengakhiri pertengkaran itu, Francisco kemudian pergi kepadanya dan berkata: Biarkanlah ia memilikinya! Apa artinya sebuah saputangan bagiku? Pendapat saya sendiri ialah bahwa seandainya ia hidup sampai dewasa, cacatnya yang terbesar kiranya ialah sikapnya yang tak mengapa! itu. Ketika saya berumur tujuh tahun dan mulai membawa keluar domba-domba kami ke perumputan, ia tampaknya amat tidak peduli. Pada petang-petang hari, ia menunggu saya di halaman orangtua saya, dengan adiknya, tetapi ini bukanlah karena rasa sayang
157

kepada saya, melainkan untuk menyenangkan adiknya. Segera setelah Jacinta mendengar bunyi kelintingan domba, ia berlari menemui saya; sementara Francisco menunggu saya, sambil duduk di atas anak tangga yang menuju ke pintu depan rumah kami. Sesudah itu ia datang bersama kami untuk bermain di lantai tua untuk menampi, sementara kami menonton Ratu kita dan para Malaikat menyalakan lampu-lampu mereka. Ia dengan semangat menghitung bintang bersama kami, tetapi tak ada yang membuat hatinya lebih girang daripada keindahan matahari terbit atau terbenam. Sepanjang ia dapat melihat satu berkas sinar matahari yang tenggelam, ia tidak berusaha mengamati lampu pertama yang dinyalakan di langit. Tidak ada lampu seindah lampu Tuhan kita, begitu ia biasa berkata kepada Jacinta, yang jauh lebih suka akan lampu Ratu kita, sebagaimana dijelaskannya, ia tidak membikin sakit mata kita. Dengan gembira, Francisco mengamati cahaya matahari yang terpantul pada kaca-kaca jendela rumah-rumah di desa-desa tetangga, atau berkilau dalam titik-titik air yang berkelap-kelip di pohon-pohon dan semak-semak berduri pegunungan itu, sambil membuat mereka itu bersinar seperti begitu banyak bintang; di matanya ini merupakan seribu kali lebih indah daripada lampu-lampu para Malaikat. Ketika ia tetap bertahan meminta Ibunya agar diperbolehkan mengurus kawanan domba dan oleh karena itu mengikuti saya, hal itu lebih untuk menyenangkan hati Jacinta daripada apa pun lainnya, sebab Jacinta jauh lebih suka ditemani Francisco daripada ditemani Yohanes saudaranya. Pada suatu hari, ibunya yang sudah amat terganggu, menolak izin itu, dan Francisco menjawab dengan ketenangannya yang biasa: Bu, bagiku tidak mengapa. Jacintalah yang ingin pergi. Ia menegaskan ini pada kesempatan lain lagi. Salah satu bekas rekan saya datang ke rumah saya untuk mengundang saya pergi bersamanya, karena ia memiliki sebuah perumputan yang amat bagus untuk hari itu. Karena langit mendung, saya pergi ke rumah bibi saya untuk bertanya siapa yang akan keluar hari itu, Francisco dan Jacinta, atau saudara mereka Yohanes; bila yang terakhir yang pergi, saya lebih suka ditemani oleh mantan rekan saya itu. Bibi saya sudah memutuskan bahwa, karena tampaknya hari mau hujan, Yohanes yang pergi. Francisco
158

menerima jawaban pendek dan tega Tidak, atas jawaban itu ia berkata: Buat aku sama saja. Jacintalah yang merasa amat sedih dengan jawaban itu.

2. Kecenderungan-kecenderungan alami
Apa yang paling dinikmati oleh Francisco kalau kami berada di pegunungan bersama-sama, adalah bertengger di atas batu yang paling tinggi, dan menyanyikan atau memainkan serulingnya. Bila adiknya turun untuk berlomba dengan saya, ia tinggal di atas sana sambil menghibur diri dengan musiknya dan nyanyiannya. Nyanyian yang paling sering dilantunkannya bunyinya seperti ini: PADUAN SUARA Aku mencintai Tuhan di surga, Aku mencintaiNya pula di bumi, Aku mencintai bunga-bunga di ladang, aku mencintai domba-domba di pegunungan. Aku seorang gadis gembala miskin, Aku senantiasa berdoa kepada Maria; Di tengah kawananku, Aku seperti matahari di tengah hari. Bersama dengan anak-anak kambing saya Saya belajar untuk melompat dan melompat; Aku adalah kegembiraan pegunungan Dan bunga bakungnya lembah ini. Francisco senantiasa mengambil bagian dalam permainanpermainan kami ketika kami mengundangnya, tetapi ia jarang menjadi bersemangat, sambil berkata: Aku akan pergi, tetapi aku tahu aku akan kalah. Inilah permainan-permainan yang kami kenal dan kami rasa paling menyenangkan: kerikil-kerikilan, dendadendaan, melewati lingkaran, kancing-kancing baju, melempar sasaran, gelang-gelang, dan permainan kartu seperti permainan bisca, menemukan raja, ratu, dan jack, dan seterusnya. Kami
159

mempunyai dua pak kartu; saya memiliki satu dan mereka memiliki satu pak lainnya. Francisco paling suka bermain kartu, dan bisca adalah permainan kegemarannya.

3. Francisco melihat Malaikat


Selama penampakan Malaikat, ia tersungkur seperti adiknya dan saya, terbawa oleh kekuatan adikodrati yang sama yang menggerakkan kami untuk berbuat demikian; tetapi ia mempelajari doa itu dengan mendengarkan kami mengulanginya, sebab, ia mengatakan kepada kami, ia tidak mendengar apa pun yang dikatakan oleh Malaikat. Setelah itu, ketika kami tersungkur untuk mengucapkan doa itu, ia adalah yang pertama merasakan beban sikap badan seperti ini; tetapi ia tetap berlutut atau duduk, dan masih berdoa, sampai kami selesai. Belakangan ia berkata: Aku tak sanggup bersikap badan seperti itu lama-lama, seperti kalian. Punggungku sakit sekali sehingga aku tak mampu melakukannya. Pada penampakan Malaikat yang kedua, di sumur itu, Francisco menunggu beberapa saat setelah penampakan itu usai, kemudian bertanya: Engkau berbicara dengan Malaikat. Apa yang dikatakannya kepadamu? Tidakkah engkau mendengarnya? Tidak. Aku dapat melihat bahwa ia sedang berbicara kepadamu; tetapi aku tak tahu apa yang dikatakannya kepadamu. Ketika suasana adikodrati di mana Malaikat itu meninggalkan kami, belum sepenuhnya lenyap, saya katakan kepadanya agar bertanya kepada Jacinta atau saya sendiri besok pagi. Jacinta, katakan padaku apa yang dikatakan Malaikat. Aku akan memberitahu engkau besok pagi. Sekarang aku tak dapat membicarakan hal itu. Hari berikutnya, segera setelah ia menghampiri saya, ia bertanya: Apakah engkau tidur semalam? Aku terus memikirkan Malaikat itu, dan apa kiranya yang dikatakannya. Kemudian saya mengatakan kepadanya semua yang dikatakan oleh Malaikat itu pada penampakan pertama dan kedua. Tetapi tampaknya ia tidak menerima pemahaman tentang makna semua kata-kata itu, sebab ia bertanya:
160

Siapakah Yang Mahatinggi itu? Apa arti Hati Yesus dan hati Maria memperhatikan suara doa-doamu?... Setelah menerima jawaban, ia memikirkan dalam-dalam sejenak, dan kemudian mengajukan pertanyaan lain. Tetapi pikiran saya belumlah bebas, jadi saya katakan kepadanya agar menunggu hari berikutnya, sebab pada saat itu saya merasa tak mampu berbicara. Ia menunggu dengan cukup puas, tetapi ia tidak membiarkan lewat kesempatan berikutnya untuk bertanya lebih banyak. Ini membuat Jacinta berkata kepadanya: Dengar! Kami tidak banyak membicarakan hal-hal ini. Kalau kami berbicara tentang malaikat itu, saya tidak tahu apa yang kita rasakan. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku, kata Jacinta. Aku tak lagi dapat berbicara, atau bernyanyi, atau bermain. Aku tidak memiliki cukup banyak kekuatan untuk apa saja. Aku pun demikian, jawab Francisco, tetapi bagaimana tentang dia? Malaikat itu jauh lebih indah daripada semua ini. Marilah kita merenungkannya. Dalam penampakan ketiga, kehadiran suasana adikodrati terasa lebih kuat lagi. Selama beberapa hari bahkan Francisco tidak dapat berusaha untuk bicara. Belakangan ia berkata: Aku suka melihat Malaikat itu, tetapi yang terburuk tentang hal itu ialah bahwa sesudahnya kita tak mampu melakukan apa pun. Aku bahkan tidak mampu berjalan. Aku tak tahu apa yang tak beres dengan aku. Meski ada segala hal itu, setelah penampakan ketiga Malaikat itu, Franciscolah yang mengamati bahwa hari mulai gelap, dan yang menarik perhatian kami ke kenyataan itu, dan berpendapat bahwa sebaiknya kami membawa pulang kawanan kami. Setelah beberapa hari pertama itu usai dan kami kembali ke situasi normal, Francisco bertanya: Malaikat itu memberi komuni kudus kepadamu, tetapi apa yang diberikannya kepadaku dan kepada Jacinta? Komuni kudus pula, jawab Jacinta, dengan kegembiraan yang tak terucapkan. Tidakkah engkau melihat bahwa yang jatuh dari hosti itu adalah darah? Aku merasa bahwa Tuhan ada dalam diriku, tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya!
161

Kemudian sambil tersungkur di tanah, dia dan adiknya tetap dalam posisi demikian untuk jangka lama, sambil mengucapkan doa Malaikat Tritunggal mahakudus.... berulangkali. Sedikit demi sedikit suasana adikodrati itu lenyap, dan pada tanggal 13 Mei, kami bermain dengan kegembiraan dan kebebasan batin yang hampir sama dengan sebelumnya.

4. Kesan-kesan tentang penampakan pertama


Penampakan Ratu kami menceburkan kami sekali lagi ke dalam suasana adikodrati, tetapi kali ini lebih lembut. Sebagai pengganti pelenyapan ke dalam kehadiran ilahi, yang melelahkan kami bahkan secara fisik, penampakan itu membuat kami penuh damai dan kegembiraan yang meluap, yang tidak menghalangi kami untuk berbicara sesudahnya tentang apa yang telah terjadi. Tetapi, dalam kaitannya dengan cahaya yang diberikan kepada kami ketika Ratu kita membuka kedua tangannya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan cahaya ini, kami mengalami semacam dorongan batin yang memaksa kami untuk diam. Setelah itu kami mengatakan kepada Francisco semua yang dikatakan Ratu kita. Ia amat gembira dan mengungkapkan kegembiraan yang dirasakannya itu ketika ia mendengar janji bahwa ia akan pergi ke surga. Sambil menyilangkan tangannya di dadanya, ia berseru, Oh Ratuku yang terkasih! Aku akan mendoakan rosario sebanyak yang kau mau! Dan sejak itu, ia membuat kebiasaan untuk menjauhi kami, seolah-olah mau jalan-jalan. Kalau kami memanggilnya dan bertanya apa yang dilakukannya, ia mengangkat tangannya dan memperlihatkan rosarionya kepada saya. Kalau kami memanggilnya untuk datang dan bermain, dan berdoa rosario bersama sesudahnya, ia menjawab: Aku akan berdoa pula. Tidakkah engkau ingat bahwa Ratu kita mengatakan bahwa aku harus berdoa rosario banyak-banyak? Pada suatu ketika ia berkata kepada saya: Aku suka melihat malaikat, tetapi aku masih lebih suka melihat Ratu kita. Apa yang paling saya sukai adalah melihat Tuhan kita dalam cahaya dari Ratu kita yang menembus hati kita. Aku begitu hebat menyanyangi Tuhan! Tetapi ia amat sedih karena begitu banyak dosa! Kita tak pernah boleh melakukan dosa-dosa lagi.
162

Aku telah menceritakan, dalam kisah kedua tentang Jacinta, bagaimana Francisco adalah orang yang menyampaikan kabar kepadaku bahwa Jacinta melanggar perjanjian kami untuk tidak mengatakan apa-apa. Karena ia berpendapat sama dengan saya bahwa masalah ini harus tetap dirahasiakan, ia menambahkan dengan sedih: Tentang aku, kalau ibuku bertanya apakah itu benar, aku terpaksa mengatakan bahwa memang benar, agar tidak berbohong. Sekali sekali ia berkata: Ratu kita memberi tahu kita bahwa kita harus banyak menderita, tetapi aku tidak peduli. Aku akan menanggung semua penderitaan yang diinginkannya! Apa yang aku mau adalah pergi ke surga! Pada suatu hari, ketika saya menunjukkan betapa aku tidak bahagia dengan penganiayaan yang dimulai baik dalam keluarga saya maupun di luar, Francisco mencoba membesarkan hati saya dengan kata-kata ini: Tidak mengapalah! Bukankah Ratu kita mengatakan bahwa kita akan banyak menderita, untuk membuat silih kepada Tuhan kita dan kepada hati Maria yang tak bernoda bagi semua dosa yang telah melukai hati Mereka? Mereka itu amat sedih! Andaikata kita dapat menghibur mereka dengan penderitaan ini, betapa bahagianya kita nanti! Ketika kami sampai di tempat perumputan kami beberapa hari setelah penampakan pertama Ratu kita, Francisco mendaki ke puncak sebuah batu terjal dan mengatakan kepada kami: Jangan datang ke atas sini; biarkan aku di sini sendirian. Baiklah. Dan pergilah aku, mengejar kupu-kupu bersama Jacinta. Tak lama setelah kami menangkap mereka kami membuat pengorbanan dengan melepaskan mereka untuk terbang menjauh, dan kami tak pernah memikirkan Francisco lagi. Ketika tiba waktu makan siang, kami tidak melihatnya dan pergi memanggilnya: Francisco, tidakkau engkau mau datang makan siang? Tidak, kamu saja makan. Dan berdoa rosario? Itu, ya, nanti belakangan. Panggil aku lagi. Ketika saya datang memanggilnya lagi, ia berkata kepada saya: Kamu datang kemari ke atas dan berdoa bersamaku.
163

Kami mendaki sampai ke puncak, tempat kami bertiga hampirhampir tak dapat mendapat tempat untuk berlutut, dan saya bertanya kepadanya: Tetapi apa yang telah kamu lakukan selama ini? Aku memikirkan Tuhan, yang begitu sedih karena begitu banyaknya dosa! Seandainya saja aku dapat memberiNya kegembiraan!(5) Pada suatu hari, kami mulai bernyanyi dalam paduan suara gembira tentang kebahagiaan pegunungan: PADUAN SUARA Ah! Tra lala, lala Tra lala, la la La la la! Dalam hidup ini segalanya bernyanyi, Dan siapa yang menyanyi lebih baik daripadaku? Gembala di pegunungan, Atau gadis yang sedang mencuci di kali! Kicau gembira kutilang Yang datang membangunkan aku, Segera setelah matahari terbit, Semak berduri itu menjadi hidup oleh nyanyiannya. Burung hantu berteriak di malam hari Berusaha menakut-nakuti aku, Gadis di sinar bulan itu menyanyi Sewaktu dengan riang ia mengupas jagung. Burung bulbul di perumputan Menghabiskan seluruh hari dengan menyanyi, Burung perkutut berkicau di hutan, Bahkan pedati pun berderit mengeluarkan bunyi nyanyian. Pegunungan itu adalah taman yang ditebari batu-batu Tersenyum bahagia sepanjang hari, Berpendar dengan titik-titik embun yang berkilau Yang meluncur di lereng gunung!
164

Kami selesai menyanyikanya satu kali, dan siap untuk mengulanginya, ketika Francisco memotong kami: Janganlah kita bernyanyi lagi. Sejak kita melihat Malaikat dan Ratu kita, menyanyi tidak lagi menarik hatiku.

5. Kesan-kesan penampakan kedua


Pada penampakan kedua tanggal 13 Juni 1917, Francisco amat terkesan dengan cahaya yang, sebagaimana telah saya katakan dalam kisah kedua, diberikan kepada kami oleh Ratu kita pada saat ia berkata: Hatiku yang tak bernoda akan menjadi perlindunganmu dan jalan yang menuntunmu kepada Tuhan. Pada waktu itu, ia tampaknya tidak memahami makna apa yang sedang terjadi, boleh jadi karena ia tidak diperkenankan mendengar kata-kata yang menyertainya. Atas alasan ini, ia kemudian bertanya: Mengapakah Ratu kita membawa hati di tangannya, sambil menyebarkan cahaya hebat yakni Tuhan, ke seluruh dunia? Engkau bersama dengan Ratu kita dalam cahaya yang turun ke bawah ke arah bumi, dan Jacinta bersama aku dalam cahaya yang naik ke arah langit! Itu karena engkau dan Jacinta akan segera pergi ke surga, jawab saya, sementara aku, bersama dengan hati Maria yang tak bernoda, akan tinggal beberapa waktu lebih lama di bumi. Berapa tahun lebih lama engkau akan tinggal di sini? tanyanya. Aku tidak tahu, cukup banyak. Apakah yang bilang begitu adalah Ratu kita? Ya, dan saya melihatnya dalam cahaya yang dipancarkannya ke dalam hati kita. Jacinta meneguhkan hal yang sama dengan berkata: Peristiwa itu demikian! Begitulah setepatnya yang saya lihat juga! Terkadang ia berkata: Orang-orang ini begitu bahagia hanya karena engkau mengatakan kepada mereka bahwa Ratu kita menghendaki orang mendoakan rosario, dan bahwa engkau harus belajar membaca!

(5) Boleh dikatakan bahwa Francisco menerima rahmat kontemplasi yang amat tinggi.

165

Bagaimana perasaan mereka seandainya mereka tahu apa yang telah diperlihatkan oleh Ratu kita dalam Tuhan, dalam hatinya yang tak bernoda, dalam cahaya hebat itu! Tetapi ini adalah rahasia; tidak boleh dipercakapkan. Lebih baik tidak ada orang yang mengetahuinya. Setelah penampakan ini, kapan saja mereka bertanya kepada kami apakah Ratu kita mengatakan sesuatu yang lain, kami mulai memberi jawaban ini: Ya, memang, tetapi ini rahasia. Bila mereka bertanya kepada kami mengapa rahasia, kami mengangkat bahu, menundukkan kepala kami dan diam saja. Tetapi, setelah tanggal 13 Juli, kami berkata: Ratu kita menyuruh kami untuk tidak mengatakan kepada siapa pun, dengan demikian menyebutkan bahwa rahasia itu diperintahkan oleh Ratu kita kepada kami.

6. Francisco memperkuat keberanian Lucia


Dalam perjalanan bulan ini, aliran orang bertambah hebat, dan demikian pulalah dengan pertanyaan dan kontradiksi terusmenerus. Francisco menderita cukup banyak dari segalanya ini, dan mengeluh kepada adiknya, dengan berkata: Sayang sekali! Andaikata engkau tinggal diam, tak akan ada orang yang tahu! Seandainya bukan kebohongan, kita dapat mengatakan kepada orang-orang bahwa kita tidak melihat apa-apa, dan akan berakhir sampai di sini. Tetapi ini tak mungkin dilakukan! Kalau ia melihat saya kebingungan dan ragu-ragu, ia menangis, dan berkata: Tetapi bagaimana engkau dapat berpikir bahwa ini adalah iblis? Bukankah engkau melihat Ratu kita dan Tuhan kita dalam cahaya besar itu? Bagaimana kami akan pergi ke situ tanpamu, bila engkau yang harus berbicara? Malam itu setelah makan, ia datang kembali ke rumah saya, memanggil saya ke tempat penampian lama, dan berkata: Lihatlah! Tidakkah engkau akan pergi besok? Aku tidak akan pergi. Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa aku tidak akan kembali ke sana lagi. Tetapi betapa menyedihkan! Mengapa engkau berpikiran begitu? Tidakkah engkau melihat bahwa itu tak mungkin iblis? Tuhan sudah cukup sedih atas begitu banyak dosa, dan sekarang bila engkau
166

tidak pergi, Ia akan menjadi lebih sedih lagi! Ayolah, katakan engkau mau pergi! Aku sudah mengatakan kepadamu bahwa aku tidak akan pergi. Tak ada gunanya meminta kepadaku. Dan saya tiba-tiba kembali ke rumah. Beberapa bulan kemudian, ia berkata kepada saya: Engkau tahu, aku tak pernah tidur sepicing pun malam itu. Aku menghabiskan seluruh malam dengan menangis dan berdoa, memohon kepada Ratu kita untuk memaksamu pergi!

7. Kesan-kesan penampakan ketiga


Dalam penampakan ketiga, penglihatan tentang neraka tampaknya paling sedikit berkesan bagi Francisco meski penglihatan itu memiliki pengaruh yang cukup besar baginya. Apa yang paling dahsyat berkesan padanya dan apa yang sepenuhnya menyerapnya adalah Tuhan, Trinitas mahakudus, yang dilihat dalam cahaya yang menembus relung-relung jiwa kami yang terdalam. Sesudah itu ia berkata: Kita berada dalam api cahaya yakni Tuhan, dan toh kita tidak terbakar! Siapakah Tuhan itu? ... Kita tak pernah dapat merumuskannya dalam kata-kata. Yah, sungguh ini merupakan sesuatu yang tak akan pernah dapat kita ungkapkan! Tetapi betapa sayangnya bahwa Dia sedemikian sedih! Seandainya saja aku dapat menghiburNya!... Pada suatu hari saya ditanya apakah Ratu kita telah memberitahu kami untuk berdoa bagi para pendosa, dan saya berkata tidak. Pada kesempatan pertama, sementara orang masih menanyai Jacinta, Francisco memanggil saya ke samping dan berkata: Engkau baru saja berdusta! Bagaimana engkau dapat berkata bahwa Ratu kita tidak menyuruh kita untuk berdoa bagi para pendosa? Bukankah ia meminta kita untuk berdoa bagi para pendosa, waktu itu? Bagi para pendosa, tidak! Ia menyuruh kita untuk berdoa bagi perdamaian, bagi perang agar berakhir. Tetapi bagi para pendosa, ia menyuruh kita untuk berkorban. Ah! Itu benar. Aku mulai berpikir tadi bahwa engkau telah berdusta.
167

8. Francisco di penjara
Saya telah melukiskan bagaimana Francisco menghabiskan harinya dengan berdoa dan menangis, boleh jadi bahkan lebih sedih daripada saya, ketika ayah saya menerima perintah untuk menghadapkan saya kepada Administrator di Vila Nova de Ourem (6). Di penjara, ia cukup berani, dan mencoba untuk menghibur Jacinta ketika Jacinta merasa rindu dengan rumah. Ketika kami sedang berdoa rosario di penjara, ia mengamati bahwa salah satu narapidana berlutut dengan masih mengenakan topinya. Francisco menghampirinya dan berkata: Kalau Anda ingin berdoa, Anda harus melepaskan topimu. Langsung, pria malang itu menyerahkan topi itu kepadanya dan ia pergi dan menaruhnya di meja di atas topinya sendiri. Selama interogasi atas Jacinta, ia mengatakan kepada saya dengan kegembiraan dan kedamaian yang tak terbatas: Seandainya mereka membunuh kita sebagaimana mereka katakan, kita akan segera berada di surga! Betapa indahnya! Tak ada apaapa lagi yang berarti! Kemudian setelah diam sejenak ia menambahkan: Tuhan membuat Jacinta tidak takut. Aku akan berdoa Salam Maria untuknya! Segera ia melepaskan topinya dan berdoa. Penjaga, yang melihat Francisco berdoa, bertanya kepadanya: Apa yang kaukatakan? Aku mengucapkan Salam Maria agar Jacinta tidak akan takut. Penjaga itu melakukan gerakan marah dan membiarkannya terus. Pada suatu hari, setelah kembali dari Vila Nova de Ourem, kami menyadari kehadiran adikodrati di sekitar kami, dan merasa bahwa kami akan menerima suatu pesan surgawi. Segera Francisco memperlihatkan keprihatinannya akan ketidakhadiran Jacinta. Betapa sayangnya nanti,serunya, seandainya Jacinta tidak sampai kemari pada waktunya! Ia meminta saudaranya untuk pergi cepat dan memanggilnya, seraya menambahkan: Katakan kepadanya untuk lari kemari.
(6) Pada tanggal 11 Agustus Lucia dibawa oleh Ayahnya untuk hadir di depan Administrator. Namun paman Marto tidak mau membawa anak-anaknya ke situ.

168

Setelah saudaranya meninggalkan kami, Francisco berkata: Jacinta akan sangat sedih bila ia tak datang tepat waktu. Setelah penampakan itu, saudarinya ingin tinggal di situ seluruh sore hari, jadi Francisco berkata: Jangan! Engkau harus pulang sebab ibu tidak membiarkanmu keluar bersama domba-domba. Dan untuk menghibur Jacinta, Francisco mengantar pulang adiknya. Di penjara, ketika kami tahu bahwa hari sudah lepas tengah hari, dan bahwa mereka tidak akan mengizinkan kami pergi ke Cova da Iria, Francisco berkata: Boleh jadi Ratu kita akan datang dan menampakkan diri kepada kita di sini. Pada hari berikutnya, ia tak dapat menyembunyikan kesedihannya, dan dengan hampir menangis ia berkata: Ratu kita tentunya amat bersedih sebab kita tidak pergi ke Cova da Iria, dan ia tak akan menampakkan diri kepada kita lagi. Aku akan amat senang melihatnya! Selama di penjara, Jacinta menangis sejadi-jadinya, sebab ia begitu rindu kepada ibunya dan seluruh keluarga. Francisco mencoba menghiburnya dengan berkata: Bahkan seandainya kita tidak akan melihat ibu kita lagi, marilah bersabar! Kita dapat mempersembahkannya demi pertobatan para pendosa. Hal terburuk ialah bila Ratu kita tak pernah kembali lagi! Itulah apa yang paling menyakitkan hati saya. Tetapi saya mempersembahkan ini untuk para pendosa pula. Setelah itu, ia bertanya kepada saya: Katakan padaku! Akankah Ratu kita tidak datang dan menampakkan diri kepada kita lagi? Saya tidak tahu. Saya rasa ia akan datang. Saya amat merindukannya! Oleh karena itu, penampakan di Valinhos merupakan kegembiraan ganda baginya. Ia telah disiksa oleh rasa takut bahwa Bunda Maria tak akan kembali. Ia berkata kepada saya belakangan: Besar kemungkinannya, Bunda Maria tidak akan menampakkan diri pada tanggal 13, agar menghindari pergi ke rumah Administrator, boleh jadi karena ia adalah orang yang begitu jahat.

169

9. Kesan-kesan penampakan-penampakan terakhir


Setelah tanggal 13 September, ketika saya memberitahu bahwa dalam bulan Oktober Tuhan kita akan datang pula, ia menjadi terlanda dengan kegembiraan. Oh, betapa indahnya! Saya baru melihatNya dua kali, dan saya begitu mencintaiNya!(7) Kadangkadang, ia bertanya: Berapa banyak hari tersisa hingga tanggal 13? Aku merindukan hari itu, agar aku dapat melihat Tuhan kita lagi. Kemudian ia berpikir sejurus, dan menambahkan: Tetapi dengarkanlah! Masihkah Ia begitu sedih? Saya amat kasihan melihat Dia sedih seperti itu! Saya mempersembahkan kepadaNya semua pengorbanan yang dapat saya bayangkan. Terkadang, saya bahkan tidak lari dari semua orang itu, sekadar untuk membuat pengorbanan! Setelah tanggal 13, ia berkata kepada saya: Saya suka melihat Tuhan kita, tetapi saya masih lebih suka melihat Dia dalam cahaya di mana kita bersama dengan Dia pula. Sekarang tak akan lama lagi, dan Tuhan kita akan membawa saya ke atas mendekati Dia, dan kemudian saya dapat memandangNya untuk selamanya. Pada suatu hari, saya bertanya kepadanya: Ketika engkau ditanya, mengapa engkau menundukkan kepala dan tidak mau menjawab? Sebab aku ingin engkau yang menjawab, dan Jacinta juga. Aku tidak mendengar apa pun. Aku hanya dapat mengatakan bahwa aku melihat. Kemudian, misalnya saya mengatakan sesuatu yang tidak kaukehendaki aku katakan? Sekali-sekali, ia pergi dan meninggalkan kami tanpa memberi peringatan. Kalau kami merindukannya, kami pergi mencarinya, memanggil-manggil namanya. Ia menjawab dari balik dinding kecil, atau semak atau sekelompok semak duri dan di situ ia berlutut, berdoa. Mengapa engkau tidak memberitahu kami agar kami dapat datang dan berdoa bersamamu?
(7) Ia merujuk pada penampakan-penampakan bulan Juni dan Juli. Mereka melihat Tuhan kita dalam cahaya misterius yang disampaikan oleh Ratu kita kepada mereka.

170

Karena aku lebih suka berdoa sendirian. Dalam catatan-catatan saya dalam buku yang berjudul Jacinta, saya telah mengungkapkan apa yang terjadi pada sebidang lahan yang dikenal sebagai Varzea. Saya rasa saya tidak usah mengulanginya di sini. Dalam perjalanan kami ke rumah pada suatu hari, kami harus melewati rumah ibu permandianku. Ia baru saja membuat minuman madu campur air, dan memanggil kami untuk memberi kami satu gelas. Kami masuk, dan Francisco adalah orang pertama yang ditawari satu gelas. Ia mengambilnya, dan tidak meminumnya, ia menyerahkannya kepada Jacinta, agar dia dan saya dapat minum lebih dahulu. Sementara itu, ia balik badan dan lenyap. Ke mana Francisco? tanya ibu permandian saya. Aku tidak tahu! Ia baru saja di sini. Francisco tidak kembali, jadi Jacinta dan saya mengucapkan terima kasih kepada ibu permandian saya atas minuman itu dan pergi mencari Francisco. Kami tahu dengan pasti bahwa ia sedang duduk di pinggiran sumur yang telah sering saya sebut. Francisco, engkau tidak minum gelas madumu! Ibu permandianku memanggil engkau berkali-kali, dan engkau tidak muncul! Ketika aku mengambil gelas, tiba-tiba teringat olehku bahwa aku dapat mempersembahkan kurban itu untuk menghibur Tuhan kita, jadi sementara kalian berdua minum, aku lari kemari.

10. Anekdot-anekdot dan nyanyian-nyanyian populer


Di antara rumah saya dan rumah Francisco tinggallah Anastacio bapa permandian saya, yang menikah dengan seorang wanita lebih tua yang tidak dikarunia anak oleh Tuhan. Mereka adalah petanipetani dan cukup kaya, jadi mereka tidak perlu bekerja. Ayah saya menjadi pengawas peternakan mereka dan bertanggung jawab atas para pekerja harian. Sebagai ucapan terima kasih untuk ini, mereka memperlihatkan kesenangan khusus kepadaku, terutama isteri bapa permandianku, yang kupanggil Ibu permandian Teresa. Kalau saya tidak berkunjung pada siang hari, saya harus pergi dan tidur di situ malamnya, sebab ia tak dapat hidup tanpa daging manis kecil miliknya, begitu ia memanggil saya. Pada kesempatan pesta-pesta, ia senang mendandani saya dengan kalung emasnya dan anting-antingnya yang berat yang
171

menggelantung di bawah pundak saya, dan sebuah topi kecil yang indah dengan banyak sekali bulu warna-warni dan dikencangkan dengan serangkaian butir-butir emas. Pada pesta-pesta itu, tak ada orang yang berdandan lebih hebat daripada saya, dan sekarang betapa kakak-kakak saya dan ibu permandian saya bangga akan kenyataan itu! Anak-anak lain berkerumun mengelilingi saya dan mengagumi kemilaunya perhiasan saya. Sebenarnya, saya sendiri amat menyukai pesta itu, dan kesombongan merupakan perhiasan saya yang paling buruk. Setiap orang memperlihatkan kesukaan dan penghargaan kepadaku, selain seorang gadis yatim malang yang telah diambil oleh Teresa ibu permandian saya ke dalam rumahnya sejak kematian ibunya. Tampaknya ia khawatir bahwa saya akan mendapat bagian warisan yang diidam-idamkannya itu, dan sungguh ia tak akan salah paham, andaikata Tuhan kita tidak mentakdirkan saya untuk mendapatkan warisan yang jauh lebih berharga. Segera setelah kabar penampakan-penampakan itu beredar, bapa permandian saya memperlihatkan sikap tidak peduli, dan ibu permandian saya samasekali menentang semuanya itu. Ia tidak menyembunyikan ketidaksetujuannya terhadap karangankarangan semacam ini, begitu ia menyebutnya. Oleh karena itu saya mulai menjauh dari rumahnya sebanyak mungkin. Kepergian saya segera diikuti oleh lenyapnya kelompok anak-anak yang begitu sering berkumpul di situ. Ibu permandian saya suka mengamati mereka bernyanyi dan menari. Ia mentraktir mereka dengan buah ara kering, kacang-kacangan, almon, kenari, buah-buahan dan sebagainya. Pada suatu hari Minggu sore, saya melewati dekat rumahnya bersama Francisco dan Jacinta, ketika ia memanggil kami: Masuklah, penipu-penipu kecilku, ayolah! Kalian sudah lama tidak kemari! Setelah masuk, ia memberikan perhatiannya yang biasa kepada kami. Anak-anak lain tampaknya menduga kami ada di situ, dan mulai berdatangan pula. Ibu permandian saya yang baik hati, senang melihat kami semua berkumpul di rumahnya sekali lagi setelah sekian lama absen, menyuguhi kami dengan kudapan, dan ingin melihat kami menyanyi dan menari. Ayolah, kata kami, yang mana, yang ini atau yang itu? Ibu permandian saya sendiri yang memilih. Lagunya adalah Selamat tanpa ilusi, sebagian untuk pemuda dan pemudi:
172

I. PADUAN SUARA Engkau adalah matahari bola dunia, Janganlah menahan sinarmu baginya! Inilah senyuman musim semi Ah! Jangan mengubahnya menjadi keluhan! Selamat bagi para pemudi, Wangi seperti embun fajar, Sambil tersenyum, kaunantikan Belaian pagi berikut. Tahun itu kaya akan bunga, Kaya buah-buahan dan semua barang! Dan semoga tahun yang akan datang Mempunyai banyak harapan bagimu! Pengharapan adalah anugerah terbaik, Harapan terhangat bagimu! Taruhlah di keningmu, Mereka itu adalah mahkota terbaik! Kalau masa lalu itu menyenangkan, Masa depan pun akan demikian! Selamat bagi tahun yang lewat, Dan juga bagi tahun yang datang! Dalam perjamuan kehidupan yang gembira ini, Bunga Atlantik yang menawan, Tukang kebun dan kebun yang indah Dipuji dalam lagu yang gembira. Hatimu merindukan bunga-bunga Yang mekar di tanah kelahiranmu, Bagi rumahmu dan cintanya yang paling murni Yang melilit di hatimu!

173

II. PADUAN SUARA Apakah menurut pendapatmu benar, Tuan yang baik, Manakala layar paling atas terlihat miring, Bahwa Berlenga dan Carvoeiro (8) Ah! Memadamkan berkas sinar mercusuarnya? Tetapi laut dicambuk untuk mengamuk: Sebuah olakan besar abadi! Setiap malam merupakan gejolak yang mengaum Yang menjurus ke kuburan laut. Pantai-pantai pasir Papoa, Estelas dan Farilhoes (9) yang sedih! Tragedi manakah yang pernah bergema lagi Dalam benturan gelombang-gelombang yang berbuih! Setiap karang kokoh di perairan ini Adalah pertanda suram kematian! Setiap gelombang melantunkan lagu kematian yang menyakitkan Setiap salib mengingatkan sebuah kapal kandas! Lalu, mengapa engkau dapat begitu kejam! Dan memadamkan cahayamu yang merupakan kehidupan Jauh di perairan yang gelap Membimbing perahu-perahu dengan aman sampai ke pantai. III. PADUAN SUARA Saya tidak lagi menitikkan airmata Ketika saya mengucapkan perpisahan kita, Keragu-raguanku berlangsung sebentar Ah! Kehilanganku berlangsung sepanjang hidup. Pergilah dan suruhlah langit menghentikan Mengalirnya hujan rahmatnya, Biarkanlah bunga-bunga keriput dan layu Mereka tidak lagi meminta perhatianmu.
(8) Tebing-tebing karang berbahaya di pantai Atlantik Portugal. (9) Estelas dan Farilhoes adalah pulau-pulau karang di tengah laut dekat Berlenga.

174

Pergilah, aku terlampau sedih Tempat perlindunganku semuanya bersedih, Jauh di atas menara yang tinggi Lonceng perunggu mewartakan kematian. Tetapi engkau meninggalkan aku dalam sedih dan sepi Di kuburan abu-abu dan suram, Tergores di batu nisanmu yang hitam Kutinggalkan keluhan-keluhan abadiku. Kebun ini sekarang begitu tandus, Tetapi dahulu semuanya tersenyum gembira, Ia tidak kekurangan perhatian, Yang mati meninggalkannya adalah si tukang kebun. Aku percaya akan penyelenggaraan ilahi yang menyuruh Belaian lembut supaya datang! Moga-moga siap bagi setiap orang, Semua yang meninggalkan rumah.

11. Francisco, moralis kecil


Para tetangga di pemukiman itu setelah mendengar nyanyian gembira itu segera datang bergabung dengan kami, dan pada akhirnya mereka meminta kami untuk menyanyikannya sekali lagi. Tetapi Francisco datang kepada saya dan berkata: Janganlah menyanyikan lagu itu lagi. Ratu kita tentulah tidak ingin kita menyanyikan hal-hal seperti itu sekarang. Oleh karenanya, kami menyelinap di antara anakanak lain, dan lari ke sumur kegemaran kami. Sebenarnya, sekarang setelah saya selesai menuliskan nyanyian itu demi ketaatan, saya menutupi wajah saya dengan rasa malu. Tetapi Yang Mulia, atas permintaan Romo Dr. Galamba telah menganggap pantas memerintah saya untuk menuliskan nyanyiannyanyian rakyat yang kami hafal. Nah inilah dia! Saya tidak tahu mengapa nyanyian-nyanyian itu mereka inginkan, tetapi bagi saya cukuplah tahu bahwa dengan begini saya memenuhi kehendak Tuhan. Sementara itu, waktu karnaval tahun 1918 telah mendekat. Pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi sekali lagi bertemu tahun itu
175

untuk mempersiapkan hidangan-hidangan pesta dan acara hiburan untuk hari-hari itu. Setiap orang membawa sesuatu dari rumah misalnya minyak zaitun, tepung, daging, dan seterusnya ke salah satu dari rumah itu, dan gadis-gadis kemudian memasak hidangan jamuan yang mewah. Selama hari-hari itu, pesta dan dansa berlangsung jauh sampai malam, terutama pada hari terakhir karnaval. Anak-anak di bawah umur empat belas tahun melangsungkan perayaan mereka sendiri di rumah lain. Beberapa gadis datang untuk meminta saya agar membantu mereka mengurus pesta kami. Semula saya menolak. Tetapi akhirnya saya menurut seperti seorang pengecut, terutama setelah mendengar permohonan putera dan puteri Jose Carreira, sebab dialah yang merelakan rumahnya di Casa Velha untuk kami gunakan. Dia dan isterinya dengan mendesak meminta saya untuk pergi ke sana. Kemudian saya mengalah, dan pergi bersama kerumunan orang-orang muda untuk melihat tempat itu. Ada sebuah ruangan besar dan bagus, hampir sama besar dengan aula, yang amat cocok untuk hiburanhiburan, dan halaman luas untuk makan malam! Setelah segala sesuatunya diatur, dan saya pulang, dari segi lahiriah suasananya amat gembira, tetapi dalam hati, nurani saya protes keras. Segera setelah saya menjumpai Jacinta dan Francisco, saya katakan kepada mereka apa yang telah terjadi. Apakah engkau kembali lagi ke pesta-pesta dan permai-nanpermainan itu? tanya Francisco kepada saya dengan tegas. Sudahkah engkau lupa bahwa kita telah berjanji untuk tidak pernah melakukannya lagi? Aku samasekali tidak ingin pergi. Tetapi engkau dapat melihat bagaimana mereka tak henti-hentinya meminta saya untuk pergi; dan saya tidak tahu harus berbuat apa! Sungguh tak ada habis-habisnya hiburan ini, dan tidak pula ada habisnya jumlah gadis-gadis yang datang mendesak saya agar saya bermain dengan mereka. Beberapa orang bahkan datang dari desadesa yang amat jauh dari Moita datang Rosa, Ana Caetano dan Ana Brogueira; dari Fatima, dua puteri Manuel Caracol; dari (Montelo) dua puteri Manuel da Ramira dan dua anak Joaquim Chapeleta pula; dari Amoreira, dua gadis Silva; dari Currais, Laura Gato, Josefa Valinho, dan beberapa orang lain yang namanya saya lupa mereka datang dari Boleiros, dari Lomba, dari Pederneira, dan seterusnya; dan ini selain daripada mereka yang datang dari Eira
176

da Pedra, Casa Velha dan Aljustrel. Bagaimana secara begitu mendadak saya dapat mengecewakan gadis-gadis itu semuanya, yang tampaknya tidak tahu bagaimana bersenang-senang tanpa saya, dan membuat mereka memahami bahwa saya harus berhenti menghadiri pertemuan-pertemuan ini sekali dan untuk selamanya? Tuhan mengilhami Francisco dengan jawabnya: Tahukah engkau bagaimana engkau dapat melakukannya? Setiap orang tahu bahwa Ratu kita telah menampakkan diri kepadamu. Oleh karena itu, engkau dapat mengatakan bahwa engkau telah berjanji kepadanya untuk tidak berdansa lagi, dan atas alasan ini engkau tidak akan pergi! Kemudian, pada hari-hari semacam itu, kita dapat lari dan bersembunyi di gua Cabeco. Di atas sana tak ada orang yang akan menemukan kita! Saya menerima usulannya, dan setelah saya membuat keputusan saya, tak ada orang lain lagi yang berpikir untuk mengorganisasi pertemuan semacam itu. Berkat Tuhan menyertai kami. Teman-teman saya itu, yang sampai kini mencari saya untuk bergabung dalam acara-acara hiburan mereka, sekarang mengikuti contoh saya, dan datang ke rumah saya pada minggu-minggu sore untuk meminta saya pergi bersama mereka untuk berdoa rosario di Cova da Iria.

12. Francisco pencinta keheningan dan doa


Francisco adalah anak laki-laki yang tak banyak bicara. Kapan saja ia berdoa atau mempersembahkan pengorbanan-pengorbanan, ia lebih suka memisahkan diri dan bersembunyi, bahkan dari Jacinta dan saya sendiri. Amat sering, kami mengagetkannya ketika bersembunyi di dinding atau sekelompok semak arbei, di mana dia dengan cerdik telah menyelinap untuk berlutut dan berdoa, atau memikirkan, begitu istilahnya, Tuhan kita, yang bersedih karena begitu banyaknya dosa. Seandainya saya bertanya kepadanya: Francisco, mengapa engkau tidak memberitahu saya untuk berdoa bersamamu, dan juga Jacinta? Aku lebih suka berdoa sendirian, jawabnya, agar aku dapat memikirkan dan menghibur Tuhan kita, yang begitu sedih! Pada suatu hari saya menanyainya:
177

Francisco, mana yang lebih kausukai menghibur Tuhan kita, atau mempertobatkan para pendosa, agar tak ada lagi jiwa yang masuk neraka? Aku lebih suka menghibur Tuhan kita. Tidakkah engkau memperhatikan betapa sedihnya Ratu kita pada bulan lalu, ketika ia berkata bahwa banyak orang tidak boleh melukai hati Tuhan kita lagi, sebab Dia sudah terlalu banyak dilukai hatiNya? Saya akan suka menghibur Tuhan kita, dan setelah itu menobatkan para pendosa agar mereka tidak melukai hatiNya lagi. Terkadang dalam perjalanan kami ke sekolah, segera setelah kami mencapai Fatima, ia akan berkata kepada saya: Dengar! Engkau pergi ke sekolah dan aku akan tinggal di sini di gereja, dengan Yesus yang tersembunyi. Tak ada gunanya bagiku belajar membaca, sebab aku akan segera pergi ke surga. Dalam perjalananmu pulang, datanglah kemari dan panggillah aku. Sakramen mahakudus waktu itu disimpan dekat pintu masuk gereja, di sisi kiri, karena gereja itu sedang dipugar. Francisco pergi ke sana, antara bejana pembaptisan dengan altar, dan di situlah saya menemukannya pada perjalanan pulang saya. Belakangan, ketika ia jatuh sakit, ia sering mengatakan kepada saya, ketika saya masuk untuk menengoknya dalam perjalanan saya ke sekolah: Lihatlah! Pergilah ke gereja dan sampaikan kasih saya kepada Yesus yang tersembunyi. Yang paling menyakitkan hati saya ialah bahwa saya tidak dapat pergi ke sana sendiri dan tinggal sejenak bersama Yesus yang tersembunyi. Ketika saya sampai di rumahnya pada suatu hari, saya mengucapkan selamat tinggal kepada sekelompok anak sekolah yang datang bersama saya, dan saya masuk untuk menengoknya dan saudarinya. Karena ia mendengar semua keributan itu, ia bertanya kepada saya: Apakah engkau datang dengan semua rombongan itu? Ya, memang. Jangan pergi bersama mereka, sebab engkau dapat belajar berdosa. Kalau engkau keluar dari sekolah, pergilah dan tinggallah sebentar dekat Yesus yang tersembunyi, dan setelah itu pulanglah sendirian. Pada suatu kesempatan, saya bertanya kepadanya: Francisco, apakah engkau merasa amat sakit?
178

Memang, tetapi saya menderita untuk menghibur Tuhan kita. Ketika Jacinta dan saya pergi ke kamarnya pada suatu hari, ia berkata kepada kami: Jangan banyak omong hari ini, sebab kepalaku sakit sekali. Jangan lupa mempersembahkan pengorbanan untuk para pendosa, kata Jacinta mengingatkan. Ya. Tetapi terlebih dahulu saya melakukannya untuk menghibur Tuhan kita dan Ratu kita dan baru kemudian bagi para pendosa dan Bapa Suci. Pada kesempatan lain, saya menemukannya amat girang ketika saya datang. Apakah engkau lebih baik? Tidak. Aku merasa lebih buruk. Tak lama lagi aku akan pergi ke surga. Kalau aku di sana, aku akan sangat menghibur Tuhan kita dan Ratu kita. Jacinta akan banyak sekali berdoa untuk para pendosa, untuk Bapa Suci dan untukmu. Engkau akan tinggal di sini, sebab Ratu kita menghendaki demikian. Dengarlah, engkau harus melakukan apa saja yang dikatakannya kepadamu. Sementara Jacinta tampaknya melulu prihatin dengan satu gagasan yakni mempertobatkan para pendosa dan menyelamatkan jiwa-jiwa dari neraka, Francisco hanya berpikir untuk menghibur Tuhan dan Ratu kita, yang baginya tampak begitu bersedih.

13. Francisco melihat iblis


Betapa bedanya peristiwa yang saya ingat sekarang. Pada suatu hari kami pergi ke tempat bernama Pedreira, dan sementara dombadomba merumput, kami berlompatan dari batu ke batu, mengeluarkan suara kami bergema ke bawah di jurang-jurang yang dalam. Francisco mundur, sebagaimana kebiasaannya, ke sebuah gua di antara batu-batu. Cukup banyak waktu telah berlalu, ketika kami mendengarnya berteriak dan menangis kepada kami dan kepada Ratu kita. Karena khawatir jangan-jangan terjadi sesuatu dengan dia, kami berlari mencarinya, menyebut-nyebut namanya. Di mana kamu? Di sini! Di sini! Tetapi kami masih memerlukan beberapa waktu sebelum kami dapat menemukannya. Pada akhirnya, kami menemukannya,
179

sedang gemetar ketakutan, sambil masih berlutut, dan begitu sedih sehingga ia tak mampu bangun. Ada apa? Apa yang terjadi padamu? Dengan suara yang setengahnya tercekek oleh rasa takut, ia menjawab: Ada salah satu binatang yang kita lihat di neraka. Ia tadi berada tepat di sini menghembuskan nyala-nyala api! Saya tidak melihat apa pun, demikian pula Jacinta, jadi saya tertawa dan berkata kepadanya: Engkau tidak pernah mau memikirkan neraka, agar tidak takut; dan sekarang engkau menjadi orang pertama yang takut! Sungguh, kapan saja Jacinta tampaknya sangat tergerak oleh kenangan akan neraka, Francisco biasa berkata kepada adiknya: Janganlah terlalu banyak berpikir tentang neraka! Pikirkanlah Tuhan dan Ratu kita sebagai gantinya. Aku tidak memikirkan neraka, agar tidak menjadi takut. Ia samasekali tidak takut. Ia akan pergi ke mana pun dalam gelap sendirian di malam hari, tanpa ragu-ragu sedikit pun. Ia bermain dengan kadal, dan kalau ia bertemu dengan ular, ia membuatnya melingkari sebatang kayu, dan bahkan menuangkan susu domba ke lubang-lubang di batu-batuan agar mereka dapat minum. Ia pergi berburu sarang-sarang serigala dan kelinci, musang dan binatangbinatang liar lainnya.

14. Francisco dan sahabat-sahabatnya yang bersayap


Francisco itu amat senang burung-burung, dan tak tahan melihat orang yang merampas sarang mereka. Ia senantiasa menyisihkan roti dari makan siangnya, memecahkannya menjadi remukan dan menebarkannya ke atas batu-batuan, agar burung-burung dapat memakannya. Sambil bergerak menjauh sedikit, ia memanggil mereka, seolah-olah ia mengharapkan mereka itu memahaminya. Ia tidak ingin siapa pun mendekat, agar mereka tidak takut. Makhluk-makhluk kecil yang malang! Kalian lapar, katanya, seolah-olah berbicara dengan mereka. Datanglah, datanglah dan makanlah! Dan mereka, yang senantiasa awas, tidak menunggu dipersilahkan, melainkan datang berkerumun di sekitar Francisco. Kesenangannya adalah melihat burung-burung itu terbang kembali
180

ke puncak-puncak pohon dengan tembolok kecil mereka penuh, sambil bernyanyi dan berkicau dengan suara yang memekakkan, di situ Francisco bergabung dengan keterampilannya yang langka. Pada suatu hari kami menjumpai seorang anak laki-laki kecil yang membawa seekor burung kecil yang baru ditangkap di tangannya. Dengan penuh belaskasihan, Francisco berjanji kepadanya memberi dua keping uang, bila bocah itu mau melepaskan burung tadi agar terbang menjauh. Bocah itu segera sepakat. Tetapi ia mau melihat uangnya dulu di tangan Francisco. Francisco berlari ke rumah dari kolam Carreira, yang terletak tak jauh dari Cova da Iria, untuk mengambil mata uang itu, dan dengan demikian melepaskan narapidana kecil itu. Kemudian, sewaktu ia mengamati burung itu terbang, ia bertepuk tangan kegirangan, dan berkata: Berhati-hatilah! Jangan membiarkan dirimu tertangkap lagi. Di dekat situ tinggallah seorang perempuan tua bernama bibi Maria Carreira, yang anak-anaknya terkadang menyuruhnya keluar untuk menggembalakan kambing dan domba mereka. Binatangbinatang itu agak liar, dan sering ngeluyur ke berbagai arah. Kapan saja kami menjumpai bibi Maria dalam kesulitan ini, Francisco adalah orang pertama yang lari menolongnya. Ia menolongnya dengan membimbing ternak itu ke perumputan, mengejar binatang yang berkeliaran dan mengumpulkan mereka lagi. Wanita tua yang malang itu mengucapkan terimakasih bertubi-tubi kepada Francisco dan menyebutnya sebagai malaikat pelindungnya yang terkasih. Kalau kami menjumpai orang sakit mana pun juga, ia dipenuhi oleh belaskasihan dan berkata: Aku tidak tahan melihat mereka, karena aku merasa kasihan kepada mereka! Katakan kepada mereka bahwa aku akan berdoa untuk mereka. Pada suatu hari, mereka ingin membawa kami ke Montelo ke rumah seorang pria bernama Joaquim Chapeleta. Francisco tidak ingin pergi. Aku tak mau pergi, sebab aku tidak tahan melihat orang yang ingin berbicara dan tidak mampu. (Ibu orang ini bisu). Ketika Jacinta dan saya kembali ke rumah pada senja hari, saya bertanya kepada bibi saya di mana Francisco. Bagaimana aku tahu! jawabnya. Aku bosan mencari dia sepanjang sore. Beberapa ibu datang dan ingin bertemu kalian. Tetapi kalian berdua tidak ada di sini. Ia lenyap, dan tak pernah muncul kembali. Sekarang pergilah dan carilah dia!
181

Kami duduk sebentar di bangku di dapur, sambil berpikir bahwa kami akan pergi ke Loca do Cabeco belakangan, yakin bahwa kami akan menemukannya di situ. Tetapi segera setelah bibi saya meninggalkan rumah, suara Francisco datang dari gudang atas melalui sebuah lubang kecil di langit-langit. Ia telah naik ke situ kalau menurutnya ada orang yang datang. Dari titik pandang ini ia mengamati segala sesuatu yang terjadi, dan setelah itu memberitahu kami: Ada begitu banyak orang! Semoga Tuhan menolong aku bila mereka menemukan aku sendiri! Apa kiranya yang akan kukatakan kepada mereka? (Di dapur ada pintu jebakan, yang dengan mudah dijangkau dengan menempatkan sebuah kursi di atas meja, dengan demikian memberi akses ke gudang atas).

15. Kasih dan semangat Francisco


Sebagaimana telah saya ceritakan, bibi saya menjual kawanan ternaknya sebelum ibu saya menjual ternak kami. Sejak itu, sebelum saya pergi keluar di pagi hari, saya membiarkan Jacinta dan Francisco mengetahui tempat ke mana kami akan menggembalakan domba-domba kami hari itu; segera setelah mereka dapat keluar, mereka datang bergabung dengan saya. Pada suatu hari, mereka menunggu saya ketika saya tiba. Oh! Bagaimana kalian sampai kemari begitu pagi? Aku datang, jawab Francisco, karena aku tidak tahu mengapa bersama denganmu tidak banyak berarti bagiku sebelumnya, dan aku sekedar datang hanya karena Jacinta; tetapi sekarang, aku tak dapat tidur di pagi hari sebab aku amat ingin bersamamu. Setelah penampakan-penampakan setiap tanggal 13 itu selesai, ia berkata kepada kami pada malam menjelang tanggal 13 berikutnya: Lihat! Besok pagi-pagi sekali, aku akan menyelinap keluar dari kebun belakang menuju gua Cabeco. Segera semampumu, datanglah dan bergabunglah dengan aku di sana. Aduh! Inilah aku, menuliskan hal-hal tentang sakitnya dan hampir meninggal, dan sekarang saya melihat bahwa saya telah kembali ke saat-saat gembira yang kami alami di pegunungan, dengan
182

burung-burung yang berkicau riang sekeliling kami. Saya minta maaf kepada Yang Mulia. Dalam menuliskan apa yang dapat saya ingat, saya seperti seekor kepiting yang berjalan maju dan mundur tanpa merisaukan akhir dari perjalanannya. Saya meninggalkan karya saya kepada Dr. Galamba, kalau-kalau dia dapat memanfaatkan sesuatu darinya, meskipun saya rasa ia tak akan menemukan apaapa atau sedikit hal saja. Oleh karena itu saya kembali ke penyakit Francisco. Tetapi, terlebih dahulu, saya akan menceritakan kepada Anda sesuatu tentang masa sekolahnya yang singkat itu. Pada suatu hari saya keluar dari rumah dan menjumpai kakak saya Teresa, yang sudah menikah dan tinggal di Lomba. Seorang wanita lain dari dusun tetangga telah memintanya untuk datang menjumpai saya mengenai puteranya yang telah dituduh melakukan suatu kejahatan yang tidak saya ingat lagi, dan bila ia tidak dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, ia akan dihukum, entah dikucilkan atau masuk penjara beberapa tahun. Teresa meminta saya dengan mendesak, atas nama wanita malang yang untuknya ia ingin berbuat kebaikan itu, untuk memohon rahmat ini dari Ratu kita. Setelah menerima pesan itu, saya berangkat ke sekolah, dan dalam perjalanan, saya mengatakan kepada sepupu-sepupu saya semua hal ini. Ketika kami mencapai Fatima, Francisco berkata kepada saya: Dengarlah! Sementara kalian pergi ke sekolah, aku akan tinggal bersama Yesus yang tersembunyi, dan saya akan meminta rahmat itu kepadaNya. Ketika saya pulang sekolah, saya pergi memanggilnya dan bertanya: Apakah engkau berdoa kepada Tuhan kita untuk memberikan rahmat itu? Ya. Katakan kepada Teresa bahwa pemuda itu akan pulang dalam beberapa hari. Dan sugguh, beberapa hari kemudian, pemuda malang itu kembali ke rumah. Pada tanggal 13, ia dan seluruh keluarganya datang untuk berterima kasih kepada Ratu kita atas rahmat yang telah mereka terima. Pada kesempatan lain, saya mengamati sewaktu kami meninggalkan rumah bahwa Francisco berjalan amat lambat: Mengapa? tanya saya kepadanya. Tampaknya engkau tidak mampu berjalan!
183

Aku mengalami pusing hebat sekali, dan aku merasa seolaholah mau jatuh. Kalau begitu jangan datang. Tinggal saja di rumah! Aku tidak mau. Aku lebih suka tinggal di gereja bersama Yesus yang tersembunyi, sementara kalian pergi ke sekolah. Francisco sudah sakit, tetapi masih mampu berjalan sedikit, jadi pada suatu hari saya pergi bersamanya ke gua di Cabeco, dan ke Valinhos. Dalam perjalanan pulang, kami menemukan bahwa rumah penuh manusia. Seorang wanita malang berdiri dekat meja, berpurapura memberkati benda-benda suci yang tak terbilang banyaknya: butir-butir rosario, medali, salib dan seterusnya. Jacinta dan saya segera dikerumuni oleh sekelompok orang yang ingin menanyai kami. Francisco ditangkap oleh pemberi berkat itu, yang memintanya untuk menolongnya. Aku tidak dapat memberi berkat, jawabnya dengan amat serius, dan engkau pun tidak! Hanya imam-imam yang dapat melakukannya. Kata-kata bocah kecil itu beredar di antara kerumunan orang seperti kilat, seolah-olah dikatakan melalui pengeras suara, dan wanita malang itu terpaksa pergi cepat-cepat di tengah rentetan umpatan dari orang-orang yang meminta kembali benda-benda yang baru saja mereka serahkan kepadanya. Saya sudah menceritakan dalam kisah saya tentang Jacinta, bagaimana Francico mampu pergi ke Cova da Iria pada suatu hari; bagaimana ia mengenakan tali itu dan kemudian menyerahkannya kembali kepada saya; bagaimana dia adalah yang pertama, pada suatu hari ketika udara amat panas mencekik, mempersembahkan pengorbanan untuk tidak minum; dan bagaimana ia terkadang mengingatkan adiknya tentang menderita bagi para pendosa, dan seterusnya. Oleh karena itu saya menduga bahwa tidak perlu mengulanginya di sini. Pada suatu hari, saya berada di sisi ranjangnya, menemani dia. Jacinta, yang telah bangun lebih dahulu, ada di situ pula. Tiba-tiba, saudarinya Teresa datang mengingatkan kami bahwa ada amat banyak orang datang dari jalan, dan jelas mencari kami. Segera setelah Teresa pergi, saya berkata kepada Francisco: Baiklah! Kalian berdua menunggu mereka di sini. Aku akan bersembunyi. Jacinta berhasil lari keluar mengikuti saya, dan kami berdua berhasil menyembunyikan diri di dalam sebuah tong yang terbaring
184

tepat di luar pintu yang menuju ke kebun belakang. Tak lama kemudian kami mendengar suara orang-orang yang menggeledah rumah, keluar lewat kebun dan bahkan berdiri tepat di samping tong itu; tetapi kami diselamatkan oleh fakta bahwa mulut tong itu menghadap ke arah sebaliknya. Ketika kami merasa bahwa mereka telah pergi, kami keluar dari tempat persembunyian kami, dan pergi bergabung dengan Francisco, yang memberitahu kami semua yang terjadi. Ada begitu banyak orang dan mereka menghendaki agar saya memberitahu di mana kalian, tetapi saya sendiri pun tidak tahu. Mereka berharap menemui kita dan menanyakan banyak hal kepada kita. Selain itu ada seorang perempuan dari Alqueidao, yang menghendaki kesembuhan seseorang yang sakit dan pertobatan seorang pendosa. Saya akan berdoa untuk perempuan itu, dan kalian berdoa bagi orang-orang yang lain ada banyak sekali. Tak lama setelah kematian Francisco, wanita ini datang menjumpai kami, dan meminta saya untuk memperlihatkan kuburan Francisco. Ia ingin pergi ke situ dan berterima kasih kepada Francisco atas dua rahmat yang telah dimintanya agar didoakan oleh Francisco. Pada suatu hari, kami sedang berada di luar Aljustrel, dalam perjalanan kami ke Cova da Iria, ketika sekelompok orang mendatangi kami dengan mendadak sekitar tikungan jalan. Untuk dapat melihat dan mendengar kami dengan lebih baik, mereka menempatkan Jacinta dan saya sendiri di atas sebuah tembok. Francisco tidak mau ditaruh di situ, karena ia takut jatuh. Kemudian, sedikit demi sedikit, ia beringsut keluar dan bersandar pada tembok yang sudah rusak di sisi sebaliknya. Seorang wanita malang dan puteranya, ketika melihat bahwa mereka tak dapat berbicara kepada kami secara pribadi, sebagaimana mereka harapkan, pergi dan berlutut di depan Francisco. Mereka mohon kepadanya untuk mendapatkan rahmat dari Ratu kita agar ayah keluarga itu disembuhkan dan agar ia tidak perlu pergi ke medan perang. Francisco berlutut pula, melepaskan topinya dan bertanya apakah mereka mau berdoa rosario bersamanya. Mereka berkata mau, dan mulailah berdoa. Segera, semua orang itu berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang penuh rasa ingin tahu, dan juga berlutut untuk berdoa. Setelah itu, mereka pergi bersama kami ke
185

Cova da Iria, sambil berdoa rosario sepanjang perjalanan. Setelah sampai di sana, kami berdoa rosario lagi, dan kemudian mereka pulang dengan amat senang. Wanita malang itu berjanji untuk datang dan berterima kasih kepada Ratu kita atas rahmat-rahmat yang telah dimintanya, andaikata dikabulkan. Ia datang lagi beberapa kali ditemani bukan saja oleh anaknya tetapi juga oleh suaminya, yang sekarang telah sembuh. Mereka datang dari paroki Santu Mamede, dan kami menyebut mereka keluarga Casaleiros.

16. Francisco sakit


Sementara ia sakit, Francisco senantiasa gembira dan puas. Terkadang saya bertanya kepadanya: Apakah engkau banyak menderita, Francisco? Cukup banyak, tetapi tak mengapalah! Aku menderita untuk menghibur Tuhan kita, dan sesudahnya, dalam waktu singkat, aku akan pergi ke surga! Setelah engkau sampai di sana, jangan lupa mohon kepada Ratu kita agar membawa saya ke sana pula segera. Itu, aku tak mau memintanya! Engkau tahu dengan baik sekali bahwa dia belum menginginkan engkau di sana. Sehari sebelum meninggal ia berkata kepada saya: Lihat! Aku sakit parah; sekarang tak lama lagi aku akan pergi ke surga. Maka dengarlah ini. Kalau engkau sampai di sana, jangan lupa banyak berdoa untuk para pendosa, bagi Bapa suci, bagi aku dan bagi Jacinta. Ya, aku akan berdoa. Tetapi lihatlah, lebih baik engkau minta Jacinta untuk berdoa bagi ha-hal ini, sebab aku khawatir aku akan lupa kalau aku melihat Tuhan kita. Dan kemudian, lebih daripada segala sesuatu lainnya aku ingin menghiburNya. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, Teresa saudarinya datang mencari saya. Datanglah cepat ke rumah kami! Francisco amat memburuk, dan katanya ia ingin menyampaikan sesuatu kepadamu. Saya berpakaian secepat mungkin dan datang ke sana. Ia meminta ibunya dan saudara-saudara dan saudari-daudarinya agar meninggalkan ruangan itu, dengan berkata bahwa ia ingin
186

menanyakan sebuah rahasia kepada saya. Mereka pergi keluar, dan ia berkata kepada saya: Aku akan mengaku dosa agar aku dapat menerima komuni suci, dan kemudian mati. Aku ingin engkau memberitahu aku apakah engkau pernah melihat aku melakukan dosa, dan kemudian pergilah dan tanyailah Jacinta apakah ia pernah melihat aku melakukan suatu dosa. Engkau tidak mematuhi ibumu beberapa kali, jawab saya, ketika ia menyuruhmu tinggal di rumah, dan engkau lari bersama aku atau pergi dan bersembunyi. Itu benar. Aku ingat itu. Sekarang pergilah dan tanyalah Jacinta apakah ia ingat sesuatu yang lain. Saya pergi, dan Jacinta berpikir sejenak, kemudian menjawab: Yah, katakan padanya, sebelum Ratu kita menampakkan diri kepada kita, ia mencuri satu uang logam dari ayah saya dan membeli sebuah kotak musik dari Jose Marto dari Casa Velha; dan ketika anak-anak dari Aljustrel melempari batu ke arah pemuda-pemuda Boleiros, ia ikut melempar pula! Ketika saya menyampaikan pesan dari adiknya kepadanya, ia menjawab: Aku sudah mengakukan dosa itu, tetapi aku akan mengakukannya lagi. Boleh jadi, karena dosa-dosa yang kulakukan itulah Tuhan kita menjadi begitu sedih! Tetapi bahkan bila aku tidak mati, aku tak akan pernah melakukannya lagi. Aku sungguhsungguh menyesali dosa-dosa itu sekarang. Sambil mengatupkan kedua tangannya, ia mengucapkan doa: Oh Yesusku, ampunilah aku, selamatkan kami dari api neraka, bimbinglah semua jiwa ke surga, terutama jiwa-jiwa yang paling membutuhkan. Kemudian ia berkata: Sekarang dengarlah! Engkau juga harus memohon Tuhan kita untuk mengampuni dosa-dosaku. Aku akan memohon itu, jangan cemas. Bila Tuhan kita belum mengampuninya, Ratu kita tidak akan mengatakan kepada Jacinta baru-baru ini bahwa ia akan segera membawamu ke surga. Sekarang, aku akan pergi ke misa, dan di situ aku akan berdoa kepada Yesus yang tersembunyi untukmu. Kemudian, mintalah kepadaNya untuk mengizinkan pastor paroki memberi aku komuni kudus. Tentu akan kulakukan.
187

Ketika saya kembali dari gereja, Jacinta telah bangun dan sedang duduk di ranjangnya. Segera setelah Francisco melihat saya, ia bertanya: Apakah engkau meminta kepada Yesus yang tersembunyi agar pastor paroki mau memberi komuni suci kepadaku? Aku sudah melakukannya. Nanti, di surga, aku akan berdoa untukmu. Engkau mau? Baru-baru ini engkau bilang tidak mau! Itu tentang membawamu ke sana segera. Tetapi bila engkau mau agar aku berdoa untuk itu, aku bersedia, dan kemudian membiarkan Ratu kita melakukan apa yang diinginkannya. Yah, lakukanlah. Berdoalah. Baiklah. Jangan cemas, aku akan berdoa. Kemudian saya meninggalkan mereka, dan pergi ke pelajaranpelajaran dan pekerjaan saya sehari-hari seperti biasanya. Ketika saya pulang malam hari, saya mendapatkannya cerah karena gembira. Ia telah mengakukan dosanya, dan pastor paroki telah berjanji membawakannya komuni suci pada hari berikutnya. Pada hari berikutnya, setelah menerima komuni kudus, ia berkata kepada saudarinya: Aku lebih gembira daripada kamu hari ini, sebab aku memiliki Yesus yang tersembunyi dalam hatiku. Aku akan pergi ke surga, tetapi aku akan berdoa banyak-banyak kepada Tuhan kita dan kepada Ratu kita agar segera membawa kalian ke sana. Jacinta dan saya menghabiskan seluruh hari itu di sisi ranjangnya. Sewaktu ia sudah tidak mampu berdoa, ia meminta kami untuk berdoa rosario baginya. Kemudian ia berkata kepada saya: Aku yakin aku akan sangat merindukan kalian di surga. Seandainya saja Ratu kita mau membawa kalian segera ke sana pula! Engkau tidak akan merindukan aku! Bayangkan saja! Maka engkau berada langsung di sana bersama Tuhan kita dan Ratu kita! Mereka begitu baik! Memang benar! Boleh jadi, aku tidak akan ingat! Dan sekarang saya menambahkan: Boleh jadi ia lupa! Tetapi tidak mengapalah!

188

17. Kematian Francisco yang suci


Malam itu saya mengucapkan selamat berpisah kepadanya. Selamat berpisah, Francisco! Bila engkau pergi ke surga malam ini, jangan lupa kepadaku bila engkau sampai ke sana, apakah engkau mendengar aku? Tidak, aku tak akan lupa. Yakinlah. Kemudian, sambil meraih tangan kanan saya, ia memegangnya erat-erat lama, sambil menatap saya, dengan airmata di kedua matanya. Apakah engkau menginginkan sesuatu lagi? tanya saya, dengan airmata mengalir di kedua pipi saya juga. Tidak! jawabnya dengan suara lirih, amat terharu. Karena adegan itu menjadi begitu menyentuh hati, bibi saya berkata kepada saya untuk meninggalkan kamar itu. Kalau begitu selamat tinggal, Francisco! Sampai kita bertemu di surga, selamat berpisah!... Surga makin dekat. Ia terbang ke surga hari berikutnya di tangan ibu surgawinya (10). Saya tak pernah dapat melukiskan betapa saya merindukannya. Kesedihan ini merupakan sebuah duri yang menembus hati saya selama bertahun-tahun ke depan. Inilah sebuah kenangan masa lalu yang bergema selamanya sampai keabadian. Saat itu malam hari: saya tertidur dengan tenang dan bermimpi Bahwa pada hari pesta yang telah lama ditunggu ini Hari penyatuan surgawi, para Malaikat di atas Berlomba dengan kita di sini dalam peneladanan kudus! Manakah mahkota emas yang tak terkatakan indahnya, Manakah rangkaian bunga yang disusun di bawah sini Dapat menandingi mahkota yang diberikan oleh surga Keindahan malaikat, memadamkan semua kerinduan duniawi. Kegembiraan, senyuman, Ibu kita yang penuh kasih Di surga, Francisco tinggal dalam Tuhan Setelah diambil dengan cepat dengan cinta, dengan kegembiraan yang melampaui apa saja, Tahun-tahun di bumi itu begitu cepat, begitu melintas .... Selamat jalan!
(10) Hari berikutnya adalah tanggal 4 April 1919.

189

18. Sebuah nyanyian rakyat


Karena Dr. Galamba telah meminta kata-kata nyanyian rakyat, saya telah menuliskan sebagian daripadanya dalam perjalanan kisah saya tentang Francisco. Sebelum saya membahas masalah lain, saya akan menuliskan beberapa nyanyian lagi, agar Romo itu dapat memilihnya, bilamana kebetulan dia dapat memanfaatkannya entah untuk maksud apa yang ada di benaknya. GADIS GUNUNG Gadis gunung, gadis gunung, Dengan mata berwarna coklat tua, Siapakah yang memberikan kepadamu, oh gadis gunung yang manis Daya tarik yang tiada banding? Daya tarik yang tiada banding! Aku belum pernah melihat seperti ini! Gadis gunung, gadis gunung Lihatlah padaku dengan ramah Lihatlah padaku dengan ramah, Gadis gunung, gadis gunung, Lihatlah padaku dengan ramah! Gadis gunung, gadis gunung Dengan rok yang berkibar-kibar, Bagaimana mungkin, gadis gunung yang manis, Begitu anggunnya engkau, Aku belum pernah melihat seperti ini! (Diulang seperti di atas) Gadis gunung, gadis gunung, Dalam masa mudamu yang merah segar Siapakah yang memberimu, oh gadis gunung yang manis Bunga mekar tanpa tanding? Bunga mekar tanpa tanding, Aku belum pernah melihat seperti ini!

190

Gadis gunung, gadis gunung, Semuanya tertutup emas, Siapakah yang memberimu, oh gadis gunung yang manis Rokmu yang dengan riang berputar-putar? Rokmu yang dengan riang berputar-putar, Aku belum pernah melihat seperti ini! BERHATI-HATILAH Bila engkau pergi ke pegunungan Pergilah dengan langkah ringan! Berhati-hatilah agar jangan terpeleset kakimu Dan jatuh ke dalam jurang yang dalam, Dan jatuh ke dalam jurang yang dalam. Sungguh aku tak mungkin pernah jatuh, Sebab semua gadis gunung itu Akan datang berduyun-duyun menolong aku, Akan datang berduyun-duyun menolong aku. Entah engkau menghendakinya atau tidak Gadis-gadis manis, hatiku adalah milikmu seluruhnya! Mereka akan datang berduyun-duyun menolong aku, Mereka akan merawat aku dengan baik: Gadis-gadis gunung yang riang gembira, Betapa baiknya mencintaimu, Betapa baiknya mencintaimu, Entah engkau menghendakinya atau tidak, Gadis-gadis manis, hatiku adalah milikmu seluruhnya!

II.KISAH PENAMPAKAN-PENAMPAKAN
PROLOG
Sekarang, Yang Mulia, kita sampai pada bagian paling sulit yang Anda perintahkan kepadaku agar aku tulis. Pertama-tama, Yang Mulia dengan tegas meminta saya menulis tentang penampakanpenampakan Malaikat, menuliskan setiap keadaannya dan detailnya dan bahkan sejauh mungkin, akibat-akibat batiniahnya bagi kami.
191

Kemudian, datanglah Dr. Galamba yang meminta Anda untuk menyuruh saya menuliskan pula penampakan-penampakan Ratu kita. Perintahkanlah dia, Yang Mulia, katanya beberapa waktu yang lalu di Valenca. Ya, Yang Mulia, perintahlah dia untuk menuliskan segala sesuatunya, benar-benar segala sesuatunya. Ia harus masuk api pencucian berkali-kali karena telah bungkam tentang begitu banyak hal! Sedangkan mengenai api pencucian, aku samasekali tidak takut padanya, dari sudut pandang ini. Aku senantiasa taat, dan ketaatan itu tidak pantas didenda atau dihukum. Pertama-tama, saya taat kepada ilham-ilham batin dari Roh Kudus, dan yang kedua, saya mematuhi perintah-perintah orang-orang yang berbicara kepadaku atas namaNya. Hal ini merupakan perintah dan nasihat pertama yang diberikan Tuhan kepada saya melalui Yang Mulia. Dengan gembira dan puas, saya mengenang kata-kata yang telah saya dengar sejak lama dari bibir imam suci itu, Vikaris dari Torres Novas: Rahasia milik puteri raja hendaknya tetap tersembunyi dalam relung-relung hatinya. Waktu itu, ketika mulai meresapi maknanya, saya berkata: Rahasiaku adalah untuk diriku sendiri. Tetapi sekarang, saya tidak lagi dapat mengatakan demikian. Setelah dikorbankan di altar ketaatan, saya lebih baik berkata: Rahasiaku adalah milik Tuhan. Aku telah meletakkannya di tanganNya; semoga Ia menggunakannya menurut apa yang dipandangnya paling berkenan kepadaNya. Dr. Galamba waktu itu berkata Yang Mulia, perintahkanlah dia untuk mengatakan segala sesuatu, segala-galanya, dan jangan menyembunyikan apa pun. Dan Yang Mulia, yang tentunya dibantu oleh Roh Kudus, memutuskan begini: Tidak, aku tidak akan memerintahkannya demikian! Aku tidak mau berurusan dengan masalah-masalah rahasia.(11) Syukur kepada Allah! Setiap perintah lain mana pun bagi saya akan menjadi sumber kebingungan dan kebimbangan yaag tak ada habisnya. Seandainya saya menerima perintah yang berlawanan, kiranya saya akan bertanya kepada diri sendiri, berulang kali:
(11) Inilah sebabnya mengapa Lucia tidak menuliskan bagian ketiga dari rahasia itu di sini.

192

Siapakah yang harus saya taati? Tuhan atau wakilnya? Dan barangkali, karena tidak mampu mencapai keputusan, saya akan mengalami siksaan batin yang nyata! Kemudian Yang Mulia terus berbicara dalam nama Tuhan: Suster, tuliskanlah penampakan-penampakan Malaikat dan Ratu kita, sebab, Susterku yang terkasih, ini demi kemuliaan Tuhan dan Ratu kita. Betapa baiknya Tuhan! Dia adalah Tuhan perdamaian, dan melalui jalan-jalan perdamaian yang panjang itulah Ia membimbing mereka yang percaya kepadaNya. Oleh karena itu saya akan memulai tugas baru saya dan dengan demikian memenuhi perintah-perintah yang saya terima dari Yang Mulia maupun keinginan Romo Dr. Galamba. Dengan perkecualian bagian rahasia yang tidak memperoleh izin untuk diungkapkan sekarang, saya akan mengatakan semuanya. Saya tidak akan secara sengaja menghilangkan sesuatu, meskipun saya rasa dapat saja melupakan beberapa detail kecil yang tidak penting.

1. Penampakan-penampakan Malaikat
Meskipun saya tidak dapat memberikan tanggal yang tepat, rasanya bagi saya peristiwa penampakan pertama itu terjadi dalam tahun 1915. Sejauh saya dapat menilai, itu adalah malaikat, meskipun pada waktu itu ia tidak berusaha membuat dirinya terlihat sepenuhnya. Dari apa yang dapat saya ingat tentang iklimnya, saya rasa tentunya terjadi antara bulan-bulan April dan Oktober dalam tahun 1915. Rekan-rekan saya dari Casa Velha, yang namanya Teresa Matias dan saudarinya Maria Rosa, dan Maria Justino, bersama saya di sisi selatan Cabeco. Kami baru akan mulai berdoa rosario ketika saya melihat, berdiri di udara di atas pohon-pohon yang terbentang sampai ke bawah ke lembah yang berada di kaki kami, apa yang tampaknya sebuah awan dalam bentuk manusia, lebih putih daripada salju dan hampir-hampir tembus pandang. Rekanrekan saya bertanya kepada saya apakah itu. Saya menjawab bahwa saya tidak tahu. Ini terjadi pada dua kesempatan lain, tetapi pada hari-hari yang berbeda. Penampakan ini membuat kesan tertentu pada saya, dan saya tak tahu bagaimana menjelaskannya. Sedikit demi sedikit, kesan
193

ini lenyap, dan seandainya bukan karena peristiwa-peristiwa yang menyusul, saya rasa saya sudah melupakannya samasekali. Tanggal-tanggalnya tak dapat saya pastikan, sebab, pada waktu itu, saya tidak tahu bagaimana menghitung tahun, bulan, atau bahkan hari-hari dalam seminggu. Tetapi saya rasa peristiwa itu tentunya berlangsung dalam musim semi tahun 1916, yakni ketika Malaikat itu menampakkan diri kepada kami untuk pertama kalinya di Loca do Cabeco. Sebagaimana telah saya tulis dalam kisah saya tentang Jacinta, kami mendaki lereng gunung untuk mencari tempat berteduh. Setelah menyantap makan siang kami dan mengucapkan doa kami, kami mulai melihat, dari agak jauh, di atas pepohonan yang membentang menuju ke timur, sebuah cahaya, lebih putih daripada salju, dalam bentuk seorang pria muda, tembus pandang, dan lebih terang daripada kristal yang ditembus oleh cahaya matahari. Sewaktu ia makin mendekat, kami dapat membedakan ciri-cirinya secara lebih jelas. Kami terkejut, takjub dan tercenung karena heran. Setelah mencapai kami, ia berkata: Jangan takut. Aku adalah Malaikat perdamaian. Berdoalah bersamaku. Sambil berlutut di tanah, ia membungkuk sampai dahinya menyentuh tanah. Karena dipimpin oleh dorongan ilahi, kami melakukan hal yang sama, dan mengulangi kata-kata yang kami dengar diucapkan olehnya: Tuhanku, aku percaya, aku menyembah aku berharap dan aku mencintaiMu! Aku mohon ampun padaMu untuk mereka yang tidak percaya, tidak menyembah, dan tidak berharap dan tidak mencintaiMu! Setelah mengulangi kata-kata ini tiga kali, ia bangkit dan berkata: Berdoalah begitu. Hati Yesus dan Hati Maria itu memperhatikan suara doa-doamu. Kemudian ia lenyap. Suasana adikodrati yang meliputi kami itu sedemikian dahsyat sehingga untuk jangka waktu lama kami hampir-hampir tidak menyadari keberadaan kami, tetap berada dalam sikap tubuh yang sama di mana malaikat itu meninggalkan kami, dan terus-menerus mengulangi doa yang sama. Kehadiran Tuhan menjadi amat terasa secara begitu intim dan dahsyat sehingga kami bahkan tidak berani berbicara satu sama lain. Hari berikutnya, kami masih terbenam
194

dalam suasana adikodrati ini, yang hanya perlahan-lahan mulai lenyap. Tidak terlintas di benak kami untuk membicarakan penampakan ini, dan kami pun tidak menyarankan untuk meraha-siakannya. Penampakan itu sendiri memaksakan kerahasiaan. Peristiwa itu sedemikian intim, sehingga samasekali tidak mudah untuk membicarakannya. Kesan yang ditimbulkannya pada kami adalah semakin hebat, boleh jadi, karena itu merupakan penampakan pertama yang kami alami. Penampakan kedua tentunya terjadi pada puncak musim panas, ketika panasnya siang hari sedemikian hebat sehingga kami terpaksa membawa pulang domba-domba itu sebelum tengah hari dan baru melepaskan mereka lagi pada awal petang hari. Kami pergi menghabiskan jam-jam tidur siang di keteduhan pepohonan yang mengelilingi sumur yang telah saya sebutkan beberapa kali itu. Tiba-tiba, kami melihat Malaikat yang sama tepat di sebelah kami. Apa yang sedang kalian kerjakan? tanyanya. Berdoalah! Berdoalah banyak-banyak! Hati Yesus dan hati Maria mempunyai rencana-rencana belaskasih bagi kalian. Persembahkanlah doadoa dan pengorbanan-pengorbanan terus-menerus kepada Yang Mahatinggi. Bagaimana kami membuat pengorbanan-pengorbanan? tanya saya. Jadikanlah segala sesuatu yang dapat kaulakukan sebagai pengorbanan, dan persembahkanlah itu kepada Allah sebagai tindak silih bagi dosa-dosa yang melukai hatiNya, dan sebagai permohonan bagi pertobatan para pendosa. Dengan demikian kalian akan menurunkan perdamaian atas negerimu. Aku adalah Malaikat pelindungnya, Malaikat untuk Portugal. Di atas semuanya itu, terima dan tanggunglah dengan rasa pasrah, penderitaan yang akan dikirimkan oleh Tuhan kepada kalian. Kata-kata ini secara tak terhapuskan tergores di pikiran kami. Kata-kata itu mirip dengan sebuah cahaya yang membuat kami memahami siapa Tuhan itu, bagaimana Ia mencintai kami dan ingin dicintai, nilai pengorbanan, betapa itu menyenangkanNya, dan karenanya, Ia memberi rahmat pertobatan kepada para pendosa. Atas alasan inilah kami memulai mempersembahkan segala yang membuat kami bermatiraga sejak itu, tetapi tanpa mencari-cari
195

bentuk-bentuk laku tapa dan matiraga lainnya, selain bahwa selama berjam-jam kami menyentuh tanah dengan dahi kami, sambil mengulangi doa yang diajarkan oleh Malaikat itu kepada kami. Rasanya bagi saya penampakan ketiga itu terjadi tentunya dalam bulan Oktober, atau menjelang akhir September, sebab kami tidak lagi pulang untuk tidur siang. Sebagaimana telah saya ceritakan dalam kisah saya tentang Jacinta, kami pergi pada suatu hari dari Pregueira (sebuah kebun zaitun kecil milik orangtua saya) menuju Lapa, sambil menempuh jalan sepanjang lereng bukit di sisi yang menghadap Aljustrel dan Casa Velha. Kami mengucapkan rosario kami di situ dan doa yang diajarkan Malaikat kepada kami pada penampakan pertama. Sementara kami ada di situ, Malaikat itu menampakkan diri kepada kami untuk ketiga kalinya, sambil memegang sebuah piala di tangannya, dengan sebuah hosti di atasnya, dari hosti ini beberapa tetes darah berjatuhan ke dalam piala kudus itu. Sambil meninggalkan piala dan hosti itu tergantung di udara, Malaikat itu tersungkur di tanah dan mengulangi doa ini tiga kali: Tritunggal mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus, aku menyembahMu sungguh-sungguh, dan aku mempersembahkan kepadaMu tubuh, darah, dan jiwa dan keilahian Yesus Kristus yang amat berharga, yang hadir di semua tabernakel di dunia, sebagai silih bagi amarah, sakrilegi dan ketidakacuhan yang melukai hatiNya. Dan, melalui jasa tak terhingga hatiNya yang amat kudus, dan hati Maria yang tak bernoda, aku mohon kepadaMu bagi pertobatan para pendosa yang malang. Kemudian sambil bangkit, sekali lagi ia mengambil piala dan hosti ke dalam tangannya. Ia memberikan hosti itu kepada saya, dan kepada Jacinta dan Francisco ia memberikan isi piala itu supaya diminum, sambil berkata: Ambillah dan minumlah tubuh dan darah Yesus Kristus, yang secara mengerikan dibuat marah oleh orangorang yang tidak tahu berterimakasih. Berilah silih kejahatan mereka dan hiburlah Tuhanmu. Sekali lagi ia tersungkur di tanah dan mengulangi bersama kami tiga kali lagi doa yang sama Tritunggal yang mahakudus...., dan kemudian lenyap. Terdorong oleh kekuatan adikodrati yang meliputi kami, kami menirukan semua yang telah dilakukan malaikat itu, sambil tersungkur di tanah seperti dia dan mengulangi doa-doa yang diucapkannya. Kekuatan kehadiran Allah begitu dasyat sehingga
196

menyerap kami dan hampir melenyapkan kami sama sekali. Tampaknya kekuatan itu bahkan merampas dari kami kemampuan menggunakan pancaindera jasmaniah kami untuk jangka waktu cukup lama. Selama hari-hari itu, kami melakukan tindakan-tindakan luar kami seolah-olah dibimbing oleh makhluk adikodrati yang sama yang mendesak kami ke situ. Kedamaian dan kebahagiaan yang kami rasakan itu besar sekali, tetapi seluruhnya bersifat batiniah, sebab jiwa-jiwa kami samasekali terbenam dalam Tuhan. Kelelahan jasmaniah yang melanda kami pun besar pula.

2. Bungkamnya Lucia
Saya tidak tahu mengapa, tetapi penampakan-penampakan Ratu kita menghasilkan akibat-akibat yang amat berbeda dalam diri kami. Kami merasakan kegembiraan mendalam yang sama, kedamaian dan kebahagiaan yang sama, tetapi sebagai ganti rasa lelah jasmaniah, terdapat rasa mudah bergerak yang luas; sebagai ganti pelenyapan ke dalam kehadiran ilahi, terdapat luapan kegembiraan; sebagai ganti kesulitan bicara, kami merasakan semangat berkomunikasi tertentu. Tetapi meski ada perasaanperasaan ini, kami merasa diilhami untuk diam, terutama menyangkut hal-hal tertentu. Kapan saja saya diinterogasi, saya mengalami inspirasi batin yang mengarahkan saya bagaimana menjawab, tanpa entah berbohong atau mengungkapkan apa yang harus tetap tersembunyi untuk sementara. Dalam hal ini, saya masih memiliki satu keraguan ini: Haruskah saya tidak mengungkapkan segalanya dalam penyelidikan kanonik? Tetapi saya tidak ragu-ragu tentang masalah harus tetap bungkam mulut, sebab pada waktu itu saya belum menyadari pentingnya interogasi semacam ini. Saya menganggapnya, pada waktu itu, sekadar sama dengan banyak interogasi lain yang sudah biasa saya hadapi. Satu-satunya hal yang saya anggap aneh adalah perintah untuk bersumpah. Tetapi karena yang menyuruh saya berbuat demikian adalah bapa pengakuan saya, dan karena saya bersumpah demi kebenaran, saya bersumpah tanpa kesulitan. Pada waktu itu sedikit saja saya menduga bahwa iblis akan memanfaatkan ini sebaik-baiknya untuk menyiksa saya dengan kebimbangan tak berkesudahan belakangan. Tetapi, syukur kepada Allah, semuanya sudah lewat sekarang.
197

Masih ada alasan lagi yang meneguhkan saya akan keyakinan saya untuk tetap diam. Dalam perjalanan penyelidikan kanonik, salah satu interogator, Romo Dr. Marques dos Santos, merasa bahwa ia dapat memperluas sedikit daftar pertanyaannya, dan oleh karena itu mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang lebih menyelidik. Sebelum menjawab, saya menoleh ke bapa pengakuan saya dengan nada bertanya. Beliau menyelamatkan saya dari siksaan saya, dan menjawab atas nama saya. Ia mengingatkan sang interogator bahwa ia telah melampaui hak-haknya dalam hal ini. Hal yang hampir sama terjadi ketika saya ditanya oleh Romo Dr. Fisher. Ia mendapat kewenangan dari Yang Mulia dan Muder Provinsial, dan tampaknya memiliki hak untuk menanyai saya tentang apa saja. Tetapi, syukur kepada Allah, ia datang disertai oleh bapa pengakuan saya. Pada saat tertentu, ia mengajukan sebuah pertanyaan yang disusun dengan amat hati-hati tentang rahasia itu. Saya merasa bingung, dan tidak tahu bagaimana menjawabnya. Saya melirik ke arah bapa pengakuan saya; ia memahami saya, dan menjawab atas nama saya. Sang interogator memahaminya pula, dan membatasi diri dengan mengambil beberapa majalah yang tergeletak dekat situ dan memegangnya di depan wajah saya. Dengan cara ini, Tuhan memperlihatkan kepada saya bahwa saat yang ditentukan olehNya belum tiba. Sekarang saya akan melanjutkan dengan menulis tentang penampakan-penampakan Ratu kita. Saya tidak akan membuang waktu untuk menceritakan keadaan yang mendahului atau menyusulnya, sebab Romo Dr. Galamba dengan baik hati telah membebaskan saya dari tugas itu.

3. Tanggal 13 Mei 1917


Jauh tinggi di lereng di Cova da Iria, saya sedang bermain dengan Jacinta dan Francisco dengan membangun sebuah dinding batu kecil sekitar sebuah kumpulan semak. Tiba-tiba kami melihat apa yang tampak sebagai sambaran kilat. Lebih baik kita pulang, kata saya kepada sepupu-sepupu saya, itu halilintar; boleh jadi kita akan mengalami hujan deras. Ya, memang! jawab mereka. Kami mulai menuruni lereng itu, sambil mengejar-ngejar dombadomba menuju jalan. Kami kurang lebih sampai di tengah lereng,
198

dan hampir setinggi dengan sebuah pohon holmoak besar yang ada di situ, ketika kami melihat sambaran petir lain. Kami baru maju beberapa langkah ketika di depan kami di atas sebuah holmoak kecil, kami melihat seorang Ratu yang berpakaian serba putih. Ia lebih cemerlang dari matahari, dan memancarkan sinar yang lebih cerah dan hebat daripada sebuah gelas kristal yang diisi dengan air yang kemilau, ketika sinar-sinar matahari yang menyengat bersinar menembusnya. Kami berhenti, takjub, di depan penampakan itu. Kami begitu dekat, hanya beberapa meter daripadanya, sehingga kami diguyur dalam sinar yang mengelilinginya, atau lebih tepat, yang memancar darinya. Kemudian Ratu kita berbicara kepada kami: Jangan takut. Saya tidak akan menyakiti kamu. Dari manakah Anda? Aku dari surga. Apa yang Anda kehendaki dari saya? Aku telah datang untuk memintamu datang kemari selama enam bulan berturut-turut, pada tanggal 13 siang, pada jam seperti ini. Nanti, aku akan memberitahumu siapa aku dan apa yang kukehendaki. Setelah itu, aku akan kembali kemari ketujuh kalinya.(12) Akankah aku pergi ke surga juga? Ya, engkau akan masuk surga juga. Dan Jacinta? Ia pun akan naik surga juga. Dan Francisco? Ia akan naik surga juga, tetapi ia harus banyak berdoa rosario. Kemudian saya teringat untuk menanyakan tentang dua gadis yang baru meninggal. Mereka adalah teman saya dan biasa datang ke rumah untuk belajar menenun pada kakak sulung saya. Apakah Maria das Neves di surga? Ya, ia di surga. (Saya rasa usianya sekitar 16 tahun). Dan Amelia? Ia akan masuk api pencucian sampai akhir dunia. (Tampaknya bagiku usianya antara 18 dan 20 tahun).
(12) Kali ketujuh ini adalah tanggal 16 Juni 1921, pada malam menjelang keberangkatan Lucia ke Vilar de Porto. Ini merupakan penampakan dengan pesan pribadi bagi Lucia, yang oleh karena itu, tidak diungkapkan.

199

Apakah engkau mau mempersembahkan dirimu kepada Tuhan dan menanggung semua penderitaan yang akan dikirimkanNya kepadamu, sebagai laku silih bagi dosa-dosa yang melukai hatiNya, dan memohon bagi pertobatan para pendosa? Ya, kami bersedia. Oleh karena itu engkau akan banyak menderita, tetapi rahmat Tuhan akan menjadi penghiburanmu. Sewaktu ia mengucapkan kata-kata terakhir ini ... rahmat Tuhan akan menjadi penghiburanmu, Ratu kita membuka kedua tangannya untuk pertama kalinya, sambil menyampaikan kepada kami sebuah cahaya yang sedemikian hebat sehingga, sewaktu sinar itu mengalir dari kedua tangannya, sinar-sinarnya menembus hati kami dan relung-relung jiwa kami yang paling dalam, sehingga membuat kami melihat diri kami sendiri dalam Tuhan, yang adalah sinar itu, lebih cemerlang daripada kita melihat diri sendiri dalam cermin yang paling baik. Kemudian, setelah digerakkan oleh dorongan batiniah yang juga diberikan kepada kami, kami jatuh berlutut, sambil mengulangi dalam hati: Oh, Tritunggal yang mahakudus, saya menyembahMu! Tuhanku, Tuhanku, aku mencintaimu dalam sakramen mahakudus! Setelah beberapa saat, Ratu kita berbicara lagi: Berdoalah rosario setiap hari, untuk mendapatkan perdamaian dunia dan berakhirnya perang Kemudian ia mulai naik dengan tenang, naik ke atas ke arah timur, sampai ia lenyap dalam keluasan ruang angkasa. Cahaya yang mengelilinginya tampaknya membuka jalur di depannya di langit, dan atas alasan ini terkadang kami berkata bahwa kami melihat surga terbuka. Saya rasa saya telah menjelaskan dalam kisah saya tentang Jacinta, atau dalam sebuah surat, bahwa rasa takut yang kami rasakan sebetulnya bukanlah rasa takut akan Ratu kita, melainkan rasa takut akan hujan lebat yang kami pikir akan datang, dan dari hujan lebat inilah kami berusaha melarikan diri. Penampakanpenampakan Ratu kita tidak mengilhami rasa takut maupun khawatir, melainkan rasa terkejut. Ketika saya ditanya apakah saya mengalami rasa takut, dan saya berkata bahwa kami mengalaminya, saya merujuk rasa takut yang kami rasakan ketika kami melihat sambaran-sambaran kilat dan berpikir bahwa hujan badai akan datang. Dari hujan badai inilah kami ingin melarikan diri, sebab kami
200

terbiasa melihat kilat hanya bila hujan badai. Selain itu, sambaransambaran kilat itu sebetulnya bukanlah kilat, melainkan pantulan sinar-sinar yang mendekat. Karena kami melihat cahaya itu, terkadang kami berkata kami melihat Ratu kita datang; tetapi sebenarnya, kami hanya melihat Ratu kita dalam cahaya itu ketika ia sudah berada di pohon holmoak. Fakta bahwa kami tidak tahu bagaimana menjelaskan ini, dan bahwa kami ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan, menyebabkan kami terkadang mengatakan kami melihat dia datang, dan lain kali tidak melihat dia datang. Kalau kami mengatakan kami melihatnya datang, kami merujuk pada datangnya cahaya itu, yang bagaimana pun adalah dia sendiri. Dan bila kami mengatakan kami tidak melihat dia datang, kami merujuk pada fakta bahwa kami benar-benar melihat Ratu kita hanya ketika ia sudah ada di atas semak holmoak itu.

4. Tanggal 13 Juni 1917


Segera setelah Jacinta, Francisco dan saya selesai berdoa rosario, dengan sejumlah orang lain yang hadir, kami melihat sekali lagi kilatan yang memantulkan cahaya yang mendekat (yang kami sebut halilintar). Saat berikutnya, Ratu kita sudah berada di atas semak berduri, tepat seperti pada bulan Mei. Apa yang Anda kehendaki dari aku? tanya saya. Aku ingin engkau datang kemari pada tanggal 13 bulan depan, untuk berdoa rosario setiap hari dan untuk belajar membaca. Kemudian akan kukatakan kepadamu apa yang kukehendaki. Saya memohon kesembuhan seorang yang sakit. Kalau ia bertobat, ia akan sembuh dalam tahun ini. Aku ingin memohon Anda agar kami dibawa ke surga. Ya. Aku akan membawa Jacinta dan Francisco segera. Tetapi engkau harus tinggal di sini lebih lama. Yesus ingin menggunakan engkau untuk membuat aku dikenal dan dicintai, ia ingin menetapkan kebaktian kepada hatiku yang tak ternoda di dunia.(13)

(13) Karena Lucia tergesa-gesa, ia menghilangkan akhir alinea yang, dalam dokumen-dokumen lain, berbunyi sebagai berikut: Aku menjanjikan keselamatan bagi mereka yang memeluknya, dan jiwa-jiwa itu akan dicintai oleh Tuhan seperti bunga-bunga yang kutaruh untuk menghiasi tahtanya.

201

Apakah saya harus tinggal di sini sendirian? tanya saya dengan sedih. Tidak, anakku, apakah engkau banyak menderita? Jangan berkecil hati. Aku tak akan pernah meninggalkan engkau. Hatiku yang tak tercela akan menjadi tempat pelarianmu dan jalanmu yang akan membimbingmu menuju Tuhan. Sewaktu Ratu kita mengucapkan kata-kata terakhir ini, ia membuka kedua tangannya dan untuk kedua kalinya, ia menyampaikan kepada kami berkas-berkas cahaya dari sinar luarbiasa yang sama itu. Kami melihat diri kami dalam cahaya ini, seolah-olah, terbenam di dalam Tuhan. Jacinta dan Francisco tampaknya dalam bagian cahaya yang naik menuju surga, dan saya di dalam bagian yang tertumpah ke bumi. Di depan telapak tangan kanan Ratu kita terdapat sebuah jantung yang dikelilingi duri-duri yang menembusnya. Kami memahami bahwa ini adalah hati Maria yang tak bernoda, yang dibuat marah oleh dosa-dosa umat manusia, dan mencari pemulihan. Sekarang Anda tahu Yang Mulia, apa yang kami sebutkan ketika kami berkata bahwa Ratu kita telah mengungkapkan suatu rahasia kepada kami di bulan Juni. Pada waktu itu, Ratu kita tidak menyuruh kami menyimpan rahasia itu tetapi kami merasa terdorong oleh Tuhan untuk bungkam.

5. Tanggal 13 Juli 1917


Beberapa saat setelah tiba di Cova da Iria, dekat semak holmoak itu, di mana ada sejumlah besar orang sedang berdoa rosario, kami melihat kilasan cahaya sekali lagi, dan sesaat kemudian Ratu kita tampak di atas semak itu. Apa yang Anda kehendaki dari aku? tanya saya. Aku ingin agar engkau datang kemari pada tanggal 13 bulan depan, untuk terus berdoa rosario setiap hari untuk menghormati Ratu Rosario, untuk mendapatkan kedamaian bagi dunia dan berakhirnya perang, sebab hanya dialah yang dapat menolongmu. Aku ingin meminta Anda agar mengatakan kepada kami siapakah engkau itu, dan melakukan sebuah mukjizat agar setiap orang mau percaya bahwa Anda menampakkan diri kepada kami. Teruslah datang kemari setiap bulan. Dalam bulan Oktober, aku akan mengatakan kepadamu siapa aku ini dan apa yang
202

kukehendaki, dan aku akan membuat mukjizat agar semua orang melihat dan percaya. Kemudian saya mengajukan beberapa permintaan, tetapi saya tidak dapat mengingat sekarang apa permintaan itu. Apa yang saya ingat ialah bahwa Ratu kita mengatakan perlulah agar orang seperti itu berdoa rosario untuk memperoleh rahmat-rahmat ini selama tahun tersebut. Dan ia melanjutkan: Korbankanlah dirimu bagi para pendosa, dan katakan berkalikali, terutama bila engkau melakukan pengorbanan: O Yesus, ini demi cinta kepadaMu, demi pertobatan para pendosa, dan sebagai silih bagi dosa-dosa yang dilakukan melawan hati Maria yang tak bernoda. Sewaktu Ratu kita mengucapkan kata-kata terakhir ini, ia membuka kedua tangannya sekali lagi, sebagaimana telah dilakukannya selama dua bulan terdahulu. Berkas-berkas sinar tampak menembus bumi, dan kami melihat seolah-olah seperti lautan api. Yang terjerumus ke dalam api ini adalah iblis dan jiwa dalam rupa manusia, mirip bara yang tembus pandang, semuanya kehitam-hitaman atau coklat mengkilat, mengapung kian kemari dalam kobaran api, sekali waktu dinaikkan ke udara oleh nyala api yang keluar dari dalam diri mereka sendiri bersama dengan awanawan asap besar yang kemudian jatuh kembali ke setiap sisi seperti bunga-bunga api dalam nyala besar, tanpa bobot dan keseimbangan, di tengah teriakan-teriakan dan keluhan-keluhan rasa sakit dan putus asa, yang membuat kami ngeri dan gemetar ketakutan. (Tentunya penglihatan inilah yang telah membuat saya berteriak, karena orang mendengar saya begitu). Iblis-iblis itu dapat dibedakan berkat kemiripan mereka yang menjijikkan dan mengerikan dengan binatang-binatang yang tak dikenal dan menakutkan, hitam dan tembus pandang seperti batubara yang terbakar. Karena ketakutan dan seolah-olah mohon pertolongan, kami menatap Ratu kita, yang berkata kepada kami dengan begitu lembut dan begitu sedih: Engkau baru saja melihat neraka tempat jiwa-jiwa para pendosa yang malang. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan ingin menetapkan kebaktian kepada hatiku yang tak bernoda di dunia. Bila apa yang kukatakan kepadamu itu dilaksanakan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada perdamaian. Perang itu akan berakhir;
203

tetapi kalau orang-orang tidak berhenti melukai hati Tuhan, perang yang lebih buruk akan pecah selama pemerintahan Pius XI. Ketika engkau melihat sebuah malam yang diterangi oleh cahaya yang tidak dikenal (14), ketahuilah bahwa ini merupakan tanda besar yang diberikan Tuhan kepadamu bahwa Ia akan menghukum dunia atas kejahatan-kejahatannya, dengan perang, kelaparan, dan penganiayaan terhadap gereja dan Bapa Suci. Untuk mencegah ini, aku akan datang untuk meminta penyerahan Rusia kepada hatiku yang tak bernoda, dan komunisilih pada hari-hari Sabtu pertama (15). Bila permintaanku dipenuhi, Rusia akan bertobat, dan akan ada perdamaian (16), bila tidak, Rusia akan menyebarkan kesesatannya ke seluruh dunia, sambil menyebabkan perang dan penganiayaan terhadap gereja. Orang baik akan dimartir, Bapa Suci akan banyak menderita, berbagai bangsa akan lenyap. Pada akhirnya, hatiku yang tak bercela akan menang. Bapa Suci akan mempersembahkan Rusia kepadaku dan ia akan ditobatkan, dan kepada dunia akan diberikan periode damai. Di Portugal, dogma iman akan senantiasa dilestarikan; dan seterusnya... Jangan memberitahukan ini kepada siapa pun. Francisco, ya, engkau boleh memberitahukan kepadanya. Kalau engkau berdoa rosario, katakanlah sehabis setiap misteri: O Yesusku, ampunilah kami, selamatkanlah kami dari api neraka. Bimbinglah semua jiwa menuju surga, terutama mereka yang paling membutuhkan. Setelah ini, ada saat hening, dan kemudian saya bertanya: Adakah sesuatu lagi yang kaukehendaki daripadaku? Tidak, aku tidak menginginkan apa-apa lagi daripadamu hari ini. Kemudian seperti sebelumnya, Ratu kita mulai naik ke arah timur, sampai akhirnya ia lenyap dalam langit yang amat jauh.

(14) Inilah aurora borealis pada malam 25 Januari 1938, yang istimewa, dan senantiasa dianggap Lucia sebagai tanda yang diberikan Tuhan yang telah dijanjikan. (15) Lihat Apendiks I. (16) Lihat Apendiks II

204

6. Tanggal 13 Agustus 1917


Sebagaimana telah saya katakan apa yang terjadi pada hari ini, saya tidak akan membahasnya lagi di sini, melainkan terus pada penampakan yang menurut pendapat saya berlangsung pada tanggal 15 sore (17). Sebab pada waktu itu saya belum dapat menghitung hari-hari dalam bulan, boleh jadi saya keliru. Tetapi saya masih punya bayangan bahwa penampakan itu berlangsung pada hari kami tiba kembali dari Vila Nova de Ourem. Saya ditemani oleh Francisco dan Yohanes saudaranya. Kami bersama dengan domba-domba di sebuah tempat bernama Valinhos, ketika kami merasakan ada sesuatu adikodrati yang mendekat dan menyelimuti kami. Karena menduga bahwa Ratu kita akan menampakkan diri kepada kami, dan merasa menyesal jangan-jangan Jacinta tidak sempat melihatnya, kami meminta saudaranya itu untuk pergi dan memanggil Jacinta. Karena dia tidak mau pergi, saya menawarkan dua keping mata uang kepadanya, dan segera berlarilah dia. Semenara itu, Francisco dan saya melihat kilatan cahaya, yang kami sebut halilintar. Jacinta datang, dan beberapa saat kemudian, kami melihat Ratu kita di atas semak holmoak. Apa yang Anda kehendaki dari aku? Aku ingin engkau terus pergi ke Cova da Iria pada tanggal 13, dan terus berdoa rosario setiap hari. Dalam bulan terakhir, aku akan membuat mukjizat agar semua orang dapat percaya. Apa yang Anda kehendaki dengan uang yang ditinggalkan orang di Cova da Iria? Buatlah dua tandu. Yang satu harus diusung olehmu dan Jacinta dan dua gadis lain berpakaian putih; yang lainnya harus dibawa oleh Francisco dan tiga anak laki-laki lain. Uang dari tandu-tandu itu untuk pesta Ratu Rosario, dan sisanya akan digunakan untuk membantu mendirikan kapel yang harus dibangun di sini. Saya ingin meminta Anda untuk menyembuhkan sejumlah orang sakit.

(17) Lucia keliru menganggap bahwa penampakan itu terjadi pada hari yang sama di mana ia kembali dari penjara di Vila Nova de Ourem. Penampakan itu terjadi pada hari Minggu berikutnya yakni 19 Agustus.

205

Ya, aku akan menyembuhkan beberapa di antara mereka dalam tahun ini. Kemudian, sambil tampak amat sedih, Ratu kita berkata: Berdoalah, berdoalah banyak-banyak, dan buatlah perngorbanan-pengorbanan bagi para pendosa; sebab banyak jiwa masuk neraka, sebab tak ada orang yang mengorbankan diri dan berdoa bagi mereka. Dan Ratu kita mulai naik seperti biasanya ke arah timur.

7. Tanggal 13 Semptember 1917


Ketika saatnya mendekat, saya berangkat bersama Jacinta dan Francisco, tetapi karena ada kerumunan-kerumunan orang di sekeliling kami, kami hanya dapat maju dengan susah payah. Jalanjalan padat oleh manusia, dan setiap orang ingin melihat dan berbicara dengan kami. Di situ tak ada rasa hormat sedikit pun terhadap manusia. Orang-orang sederhana, dan bahkan bapakbapak dan ibu-ibu, berjuang untuk menerobos kerumunan yang berdesakan di sekitar kami. Setelah mereka sampai kepada kami, segera mereka berlutut di depan kami, memohon kami untuk menyampaikan permintaan-permintaan mereka kepada Ratu kita. Orang-orang lain yang tak dapat mendekati kami meneriakkannya dari kejauhan: Demi kasih kepada Allah, mintalah Ratu kita untuk menyembuhkan anakku yang lumpuh! Yang lain lagi berteriak: Dan untuk menyembuhkan anakku yang buta!... Untuk menyembuhkan anakku yang tuli!... Untuk membawa kembali suamiku, anak lakilakiku, yang pergi berperang!... Untuk mempertobatkan seorang pendosa!... Untuk mengembalikan kesehatanku karena aku terkena tuberkulosis! dan seterusnya. Semua kesengsaraan manusia terkumpul di situ. Beberapa orang memanjat puncak-puncak pohon dan dinding-dinding untuk melihat kami lewat, dan meneriaki kami ke bawah. Sambil mengatakan ya kepada sejumlah orang, mengulurkan tangan kepada orang-orang lainnya dan menolong mereka bangun dari tanah yang berdebu, kami berhasil maju, berkat sejumlah pria yang maju ke depan dan membuka jalan bagi kami menerobos kerumunan itu.
206

Kini, kalau saya membaca dalam Perjanjian Baru tentang adegan-adegan menggembirakan ketika Tuhan kita lewat Palestina, saya membayangkan adegan-adegan yang diizinkan oleh Tuhan kita untuk saya alami, meski masih kanak-kanak, di jalan besar dan kecil yang jelek dari Aljustrel ke Fatima dan di Cova da Iria! Saya bersyukur kepada Allah, sambil mempersembahkan kepadaNya iman bangsa Portugis yang baik, dan berpikir: Kalau orang-orang ini sedemikian merendahkan diri di depan ketiga anak kecil yang miskin, hanya karena mereka mendapat rahmat berbicara kepada Bunda Allah, apa yang tak akan mereka lakukan seandainya mereka melihat Tuhan kita sendiri di depan mereka? Yah, tak satu pun dibutuhkan di sini! Ini merupakan penyimpangan pena saya, membawa saya menjauh ke mana saya tak ingin pergi. Tetapi biarlah saja! Ini sekadar kemunduran lain yang tidak berguna. Saya tidak merobeknya, agar tidak merusak buku tulis saya. Akhirnya, kami tiba di Cova da Iria, dan setelah sampai di semak holmoak itu, kami mulai berdoa rosario bersama orang-orang. Tak lama setelah itu, kami melihat kilatan cahaya, dan kemudian Ratu kita menampakkan diri di semak itu. Lanjutkan berdoa rosario untuk berakhirnya perang. Dalam bulan Oktober, Tuhan kita akan datang, maupun Ratu Kepedihan dan Ratu kita dari Karmel. Santo Yusuf akan tampak dengan kanakkanak Yesus untuk memberkati dunia. Tuhan senang dengan pengorbanan kalian. Tetapi Ia tidak ingin kalian tidur dengan tali itu, kenakanlah tali itu hanya pada siang hari. Saya diminta untuk memohon kepadamu banyak hal, kesembuhan sejumlah orang sakit, bisu-tuli... Ya, aku akan menyembuhkan sebagian, tetapi yang lain, tidak. Dalam bulan Oktober aku akan membuat mukjizat agar semua dapat percaya. Kemudian Ratu kita mulai naik seperti biasanya, dan menghilang.

8. Tanggal 13 Oktober 1917


Kami meninggalkan rumah cukup pagi, dengan perhitungan bahwa kami akan diperlambat dalam perjalanan. Kerumunan orang memadati jalan-jalan. Jatuh hujan deras. Ibu saya, yang hatinya terkoyak oleh ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi, dan
207

khawatir bahwa ini merupakan hari terakhir saya, ingin menyertai saya. Dalam perjalanan, adegan-adegan bulan lalu, masih lebih banyak dan mengharukan, terulang kembali. Bahkan jalan-jalan berlumpur tidak mencegah orang-orang ini untuk berlutut dalam sikap yang paling rendah hati dan memohon. Kami mencapai semak holmoak di Cova da Iria. Di situ, karena digerakkan oleh sebuah dorongan batin, saya meminta orang-orang untuk menutup payungnya dan berdoa rosario. Tak lama kemudian, kami melihat kilasan cahaya, dan kemudian Ratu kita tampak di semak holmoak itu. Apa yang Anda kehendaki dari aku? Aku ingin memberitahu engkau bahwa sebuah kapel harus didirikan di sini untuk menghormati aku. Aku adalah Ratu rosario. Teruslah berdoa rosario setiap hari. Perang itu akan berakhir, dan serdadu-serdadu akan segera pulang ke rumah mereka. Saya mempunyai banyak hal yang ingin saya minta daripadamu: kesembuhan sejumlah orang sakit, pertobatan para pendosa, dan hal-hal lain... Sebagian ya, tetapi tidak bagi yang lain. Mereka harus memperbaiki hidup mereka dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Sambil tampak amat sedih, Ratu kita berkata: Jangan lagi melukai hati Tuhan Allah kita, sebab Ia sudah terlalu banyak dilukai hatiNya. Kemudian sambil membuka kedua tangannya, ia membuatnya memantul ke matahari, dan sewaktu ia naik, pantulan cahayanya sendiri terus diproyeksikan ke matahari itu sendiri. Di sini, Yang Mulia, alasan saya mengapa saya berteriak kepada orang-orang untuk melihat matahari. Tujuan saya bukan untuk mengundang perhatian mereka ke matahari, sebab saya bahkan tidak tahu akan kehadiran mereka. Saya digerakkan untuk berbuat begitu di bawah bimbingan dorongan batin. Setelah Ratu kita menghilang ke dalam luasnya langit, kami melihat Santu Yusuf dengan Kanak-kanak Yesus dan Ratu kita berbaju putih dengan mantel biru, di samping matahari. Santo Yusuf dan Kanak-kanak Yesus tampaknya memberkati dunia, sebab mereka membuat tanda salib dengan tangan mereka. Ketika, beberapa saat kemudian, penampakan ini lenyap, saya melihat
208

Tuhan kita dan Ratu kita; tampaknya bagiku itu adalah Ratu Kepedihan. Tuhan kita tampaknya memberkati dunia dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Santo Yusuf. Penampakan ini juga lenyap, dan saya melihat Ratu kita sekali lagi, kali ini mirip dengan Ratu kita dari Karmel.

EPILOG
Nah, inilah Yang Mulia, Anda telah memiliki kisah penampakan Ratu kita di Cova da Iria dalam tahun 1917. Kapan saja dan untuk motif apa pun saya harus membicarakannya, saya telah berbuat demikian dengan kata-kata sesedikit mungkin, dengan harapan agar menyimpan untuk saya sendiri segi-segi yang lebih intim yang begitu sulit bagi saya untuk mengungkapkannya. Tetapi karena hal-hal itu milik Tuhan dan bukan milik saya, dan karena sekarang Ia melalui Yang Mulia memintanya dari saya, nah inilah dia. Saya kembalikan apa yang bukan milik saya. Seingat saya, saya tak menyimpan apaapa lagi. Saya rasa saya hanya menghilangkan sejumlah detail yang tidak penting yakni permintaan-permintaan yang saya buat. Karena permintaan itu sekadar hal-hal materiil, saya tidak menganggapnya terlalu penting, dan boleh jadi karena itu, permintaan-permintaan tersebut tidak berkesan hidup-hidup bagi saya dan kemudian ada begitu banyak jumlahnya! Boleh jadi karena saya amat ingin mengingat rahmat-rahmat tak terhitung jumlahnya yang telah saya minta dari Ratu kita, maka saya keliru ketika saya anggap bahwa perang itu akan berakhir pada tanggal 13 itu (18). Bukan sedikit orang yang mengungkapkan rasa heran yang besar akan ingatan yang telah Tuhan berikan kepadaku. Dalam hal ini saya memang diberi anugerah besar dalam setiap seginya, berkat kebaikanNya yang tak terbatas. Di mana menyangkut hal-hal adikodrati, ini tidak perlu dikagumi, sebab hal-hal ini digoreskan ke dalam pikiran sedemikian rupa sehingga hampir mustahil melupakannya.

(18) Lucia sebenarnya tidak bermaksud mengatakan bahwa perang itu akan berakhir pada hari yang sama; ia digiring untuk berbuat demikian oleh banyaknya pertanyaan mendesak yang diajukan kepadanya.

209

Sekurang-kurangnya makna apa yang diberitahukan itu tak pernah dilupakan selain Tuhan menghendaki agar ini untuk dilupakan pula.

III. KENANGAN-KENANGAN LEBIH LANJUT TENTANG JACINTA


1. Penyembuhan ajaib
Lebih lanjut, Romo Dr. Galamba telah meminta saya untuk menuliskan rahmat lain yang boleh jadi diperoleh melalui Jacinta. Saya telah memikirkan masalah ini dan hanya dapat mengingat dua peristiwa. Saya membicarakan ibu Emilia dalam kisah kedua tentang Jacinta. Pertama kalinya ibu yang baik ini datang untuk membawa saya ke rumah seorang imam di Olival, Jacinta pergi ke sana pula dengan saya. Ketika kami sampai ke desa tempat janda itu tinggal, hari sudah malam. Meski demikian, kabar tentang kedatangan kami dengan cepat menyebar, dan rumah ibu Emilia segera dikelilingi sekelompok orang. Mereka semua ingin melihat kami, menanyai kami, memohon rahmat-rahmat, dan seterusnya. Terjadilah bahwa seorang wanita saleh dari sebuah desa kecil tetangga terbiasa berdoa rosario di rumahnya sendiri, bersama dengan setiap tetangga yang ingin bergabung dengannya. Oleh karena itu, ia mengundang kami untuk pergi dan berdoa rosario di rumahnya. Kami berusaha pamit, dengan menjelaskan bahwa kami akan berdoa rosario bersama dengan ibu Emilia, tetapi ia mendesak begitu hebat sehingga tak dapat berbuat lain kecuali memenuhi permintaannya. Ketika berita ini menyebar, bahwa kami akan pergi ke situ, berduyun-duyun orang bergegas ke rumah wanita baik ini dengan harapan mendapatkan tempat yang baik. Untunglah bagi kami sebab kami menemukan jalanan agak sepi. Dalam perjalanan kami ke rumah itu, seorang gadis berumur sekitar dua puluh tahun datang menjumpai kami. Sambil menangis ia berlutut, dan memohon kami untuk masuk ke rumahnya dan sekurang-kurangnya mendoakan satu Salam Maria untuk kesembuhan ayahnya yang selama tiga tahun terakhir tak dapat
210

beristirahat karena terus-menerus kecegukan. Dalam keadaan ini, mustahil menolak. Saya menolong gadis malang itu berdiri. Karena hari sudah larut malam, dan kami mencari jalan dengan obor, oleh karena itu saya menyuruh Jacinta untuk tinggal di situ, sementara saya terus untuk berdoa rosario bersama orang-orang, dan berjanji untuk memanggilnya waktu pulang. Ia setuju. Ketika saya pulang, saya pun masuk ke rumah itu. Saya menemukan Jacinta sedang duduk di kursi, menghadap seorang pria yang juga duduk. Ia tidak terlalu tua tetapi tampak kurus kering, dan ia menangis penuh emosi. Beberapa orang berkumpul di sekitarnya, anggota-anggota keluarga, rasa saya. Ketika melihat saya, Jacinta bangun, mengucapkan selamat tinggal dan berjanji ia tak akan lupa kepada pria itu dalam doa-doanya. Kemudian kami kembali ke rumah ibu Emilia. Awal pagi berikutnya, kami berangkat menuju Olival, dan baru kembali tiga hari kemudian. Ketika kami mencapai rumah ibu Emilia, di situ kami menemukan gadis bahagia yang ditemani oleh bapaknya. Bapaknya sekarang tampak jauh lebih sehat, dan telah kehilangan semua bekas ketegangan syaraf dan kelemahan yang luarbiasa. Mereka datang untuk berterima kasih kepada kami atas rahmat yang baru mereka terima, sebab kata mereka, ia tidak lagi diganggu oleh cegukan yang menyusahkan itu.

2. Anak yang nakal


Rahmat lainnya diterima oleh seorang bibi saya yang bernama Vitoria, yang menikah dan tinggal di Fatima. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang benar-benar nakal. Saya tidak tahu alasannya, tetapi ia pergi meninggalkan rumah orangtuanya, dan tak ada yang tahu bagaimana jadinya. Dalam kesedihannya, bibi saya datang ke Aljustrel pada suatu hari untuk meminta saya berdoa kepada Ratu kita bagi anaknya itu. Karena tidak berjumpa dengan saya, ia meminta Jacinta sebagai gantinya, yang berjanji akan berdoa bagi anaknya itu. Beberapa hari kemudian, anak itu tiba-tiba kembali pulang, memohon ampun kepada orangtuanya, dan kemudian pergi ke Aljustrel untuk menyampaikan kisahnya. Ia mengatakan kepada kami, bahwa setelah menghabiskan segala yang dicuri dari orangtuanya, ia berkelana cukup lama seperti gelandangan sampai, karena alasan tertentu yang saya lupa, ia
211

masuk penjara di Torres Novas. Setelah berada di penjara beberapa waktu, ia berhasil kabur pada suatu malam dan melarikan diri ke pegunungan dan hutan-hutan pinus yang jauh. Karena sadar bahwa ia samasekali kehilangan arah, dan terkoyak antara takut ditangkap dan kegelapan malam dengan hujan lebat, ia menemukan bahwa satu-satunya pertolongan adalah doa. Sambil berlutut, ia mulai berdoa. Beberapa menit berlalu, katanya, ketika Jacinta tampak kepadanya, menggandeng tangannya dan membimbingnya ke jalan utama yang membentang dari Alqueidao ke Reguengo, sambil memberi isyarat padanya untuk meneruskan ke arah tersebut. Ketika fajar tiba, ia menemukan dirinya ke jalan menuju Boleiros. Setelah mengenali tempat ia berada, ia dilanda emosi dan mengarahkan langkahnya langsung ke rumah orangtuanya. Sekarang apa yang dimaklumkannya ialah bahwa Jacinta telah menampakkan diri kepadanya, dan bahwa ia mengenalinya dengan sempurna. Saya bertanya kepada Jacinta apakah benar ia pergi ke sana dan membimbingnya. Jacinta menjawab bahwa tidak, bahwa ia tidak mempunyai bayangan samasekali tentang lokasi hutan pinus dan bukit-bukit tempat pemuda itu kehilangan arah. Aku hanya berdoa dan memohon dengan amat sangat kepada Ratu kita baginya, sebab saya merasa kasihan kepada bibi Vitoria. Begitulah Jacinta menjawab saya. Lalu bagaimana itu terjadi? Aku tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu.

IV. REPUTASI JACINTA KARENA KESUCIANNYA


1. Satu pertanyaan terakhir
Masih tersisa satu pertanyaan lagi dari Dr. Galamba, yang belum saya jawab: Bagaimana perasaan orang kalau berada dekat Jacinta? Tidaklah mudah menjawab sebab biasanya saya tidak tahu apa yang terjadi dalam diri orang lain, dan oleh karena itu saya tidak tahu bagaimana perasaan mereka. Ini berarti bahwa saya hanya dapat mengatakan apa yang saya rasakan sendiri, dan melukiskan setiap ungkapan luar dari perasaan orang lain.

212

2. Jacinta, cerminan Tuhan


Apa yang saya rasakan sendiri biasanya banyak miripnya dengan perasaan orang lain bila berdekatan dengan seorang suci yang tampaknya menjalin komunikasi terus-terusan dengan Tuhan. Wajah Jacinta itu senantiasa serius dan malu-malu, tetapi ramah. Semua tindakannya tampaknya mencerminkan kehadiran Tuhan khas orang yang dewasa usianya dan berkeutamaan besar. Saya tak pernah melihat kegembiraan luarbiasa atau antusiasme kekanak-kanakan untuk permainan-permainan dan hal-hal yang cantik dalam dirinya, begitu khas untuk anak-anak kecil. Ini tentu saja setelah penampakan-penampakan; sebelum itu, ia adalah contoh antusiasme dan sifat berubah-ubah tanpa alasan! Saya tak dapat mengatakan bahwa anak-anak lain berkumpul di sekitarnya sebagaimana mereka berkumpul sekitar saya. Ini boleh jadi akibat kenyataan bahwa ia tidak hafal begitu banyak cerita dan nyanyian untuk mengajar dan menghibur mereka, atau barangkali bahwa di dalam dirinya terdapat sifat serius yang jauh melebihi usianya. Kalau di depannya seorang anak kecil, atau bahkan seorang dewasa mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak senonoh, ia akan memarahi mereka dengan berkata: Jangan berbuat begitu, sebab Anda melukai hati Tuhan Allah kita, dan Ia sudah terlalu banyak dilukai hatiNya! Bila, sebagaimana sering terjadi, anak atau orang dewasa itu membantah, dan menyebutnya seorang Maria yang saleh atau Santo Marmer, atau cemoohan lain semacam itu, ia akan menatap mereka dengan amat serius dan berjalan menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Boleh jadi ini merupakan salah satu alasan mengapa dia tidak memiliki popularitas lebih besar. Kalau saya bersamanya, berpuluh-puluh anak akan berkumpul sekeliling kami dalam sekejap; tetapi kalau saya pergi, ia akan segera menemukan dirinya sendirian. Tetapi kalau saya bersamanya, anak-anak itu tampaknya suka ditemani Jacinta. Mereka akan memeluk dan menciumnya dengan cara mesra layaknya anakanak yang lugu. Mereka suka menyanyi dan bermain dengan Jacinta, dan terkadang meminta saya untuk pergi dan mencari Jacinta kalau ia belum datang untuk bermain. Bila saya mengatakan kepada anak-anak itu bahwa ia tidak ingin datang sebab mereka nakal, mereka berjanji menjadi baik bila Jacinta mau keluar:
213

Pergilah dan jemputlah dia, dan katakan kepadanya bahwa kami berjanji menjadi baik asal dia datang. Ketika saya pergi menengoknya selama dia sakit, seringkali saya menemukan sekelompok besar anak menunggu di pintu, berharap dapat masuk bersama saya dan melihatnya. Mereka tampaknya dihambat oleh suatu rasa hormat. Terkadang, sebelum saya pergi, saya bertanya kepadanya: Jacinta, apakah engkau mau aku menyuruh sebagian dari mereka itu untuk tinggal di sini bersamamu dan menemani engkau? Oh, ya! Tetapi hanya yang lebih kecil daripada aku. Kemudian mereka berlomba di antara mereka sendiri, sambil berkata: Aku akan tinggal! Aku akan tinggal! Setelah itu, Jacinta menghibur mereka dengan mengajarkan Bapa Kami, Salam Maria, bagaimana memberkati diri sendiri, dan bernyanyi. Sambil duduk di ranjangnya atau, kalau dia bangun, di lantai kamar tamu, mereka bermain kerikil-kerikilan, menggunakan apel kecil, kenari, buah ek manis, buah ara kering dan sebagainya, semuanya dengan senang hati disediakan oleh bibi saya, agar gadis kecilnya dapat menikmati kehadiran anak-anak itu. Ia berdoa rosario bersama mereka, dan menasihati mereka untuk jangan berdosa, dan untuk jangan melukai hati Tuhan Allah kita lalu masuk neraka. Beberapa di antara mereka menghabiskan seluruh pagi dan sore hari bersama Jacinta, tampaknya mereka amat senang ditemani Jacinta. Tetapi setelah mereka meninggalkannya, mereka tidak berani kembali dengan penuh kepercayaan sebagaimana wajarnya anak-anak. Terkadang mereka datang mencari saya, meminta saya untuk menyertai mereka, atau mereka menunggu saya di luar rumah, atau mereka menunggu di pintu sampai bibi saya atau Jacinta sendiri mempersilahkan mereka untuk menjenguknya. Mereka tampaknya menyukainya dan menikmati kehadirannya, tetapi mereka merasa terhambat oleh semacam rasa malu atau rasa hormat yang membuat mereka agak menjaga jarak.

3. Jacinta contoh keutamaan


Orang-orang dewasa juga berkunjung kepadanya. Mereka dengan jelas memperlihatkan betapa mereka mengagumi sikapnya yang senantiasa sama, senantiasa sabar tanpa sedikit pun menuntut atau mengeluh. Apa pun posisi di mana dia berbaring ketika ibunya
214

meninggalkannya, begitulah ia tetap berada. Kalau mereka bertanya kepadanya apakah ia merasa lebih baik, ia menjawab: Aku sama saja, atau Saya rasa bertambah buruk, terima kasih banyak. Ada suasana sedih di sekitarnya, sementara ia terbaring diam di depan para pengunjung. Tetapi orang-orang duduk di sampingnya dalam jangka waktu lama, dan tampak seolah-olah mereka merasa bahagia di situ. Di situ pulalah Jacinta harus menjalani interogasi-interogasi yang mendetail dan melelahkan. Ia tidak pernah memperlihatkan rasa tak sabar atau perlawanan sedikit pun, tetapi sekadar mengatakan kepada saya belakangan: Kepalaku sakit sekali setelah mendengarkan semua orang itu! Sekarang setelah aku tidak dapat lari dan bersembunyi, aku mempersembahkan lebih banyak korban semacam ini kepada Tuhan kita. Tetangga-tetangganya terkadang membawa pakaian-pakaian yang sedang mereka buat, agar mereka dapat duduk dan menjahit di samping ranjangnya. Aku akan bekerja sedikit di samping Jacinta, kata mereka; Aku tidak tahu ada apanya dia itu, tetapi rasanya senang dekat dia. Mereka pun membawa anak-anak mereka pula. Anak-anak itu menghibur diri mereka dengan bermain bersama Jacinta, dan dengan demikian ibu-ibu mereka bebas untuk menjahit. Kalau orang bertanya, Jacinta menjawab dengan ramah, tetapi singkat. Bila mereka mengatakan sesuatu yang dirasanya tidak pada tempatnya, ia segera menjawab: Jangan berkata begitu; itu melukai hati Tuhan Allah kita. Bila mereka menceritakan sesuatu yang tidak senonoh tentang keluarga mereka, ia menjawab: Jangan membiarkan anak-anakmu melakukan dosa, atau mereka dapat masuk neraka. Kalau menyangkut orang dewasa, ia berkata: Katakan kepada mereka agar jangan berbuat begitu, sebab itu dosa. Mereka melukai hati Tuhan Allah kita, dan kemudian mereka dapat dikutuk. Orang yang datang mengunjungi kami dari jauh, entah karena rasa ingin tahu atau karena kebaktian, tampaknya merasakan sesuatu adikodrati tentang Jacinta. Kadang-kadang, bila mereka datang ke rumah saya untuk berbicara kepada saya, mereka berkata:
215

Kami baru saja berbicara dengan Jacinta dan Francisco; bila bersama mereka kami merasa ada sesuatu yang adikodrati di sekitar mereka. Terkadang, mereka melangkah begitu jauh sehingga menghendaki agar saya menjelaskan mengapa mereka merasa seperti itu. Karena saya tidak tahu, saya sekadar mengangkat bahu dan tidak berkata apa-apa. Seringkali saya mendengar orang berkomentar tentang hal ini. Pada suatu hari, dua orang imam dan seorang pria datang ke rumah saya. Sementara ibu saya membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk dan duduk, saya naik ke gudang atas untuk bersembunyi. Ibu saya, setelah mempersilahkan mereka, membiarkan mereka sendirian, sementara ia keluar ke halaman untuk memanggil saya, sebab ia baru saja meninggalkan saya di situ. Karena tidak menemukan saya, ia menunda sebentar mencari saya. Sementara itu, pria-pria yang baik tadi membahas masalahnya: Kita akan melihat apa yang dikatakan oleh yang satu ini. Apa yang mengesankan bagiku, kata pria itu, ialah bahwa keluguan dan ketulusan Jacinta dan kakaknya. Bila yang satu ini tidak menentang dirinya sendiri, aku akan percaya. Aku tidak tahu bagaimana rasanya di hadapan kedua anak itu! Seolah-olah orang merasakan sesuatu hal adikodrati dalam kehadiran mereka, tambah salah satu imam: Jiwaku senang berbicara dengan mereka. Ibu tidak menemukan saya, dan pria-pria yang baik itu terpaksa menyerah dan pulang tanpa berbicara dengan saya. Terkadang, kata ibu saya kepada mereka, ia pergi bermain dengan anak-anak lain, dan tak ada orang yang dapat menemukannya! Kami sangat menyesal! Kami sangat senang berbicara dengan kedua anak kecil itu, dan kami ingin berbicara dengan gadis kecilmu juga;tetapi kami akan kembali lain waktu. Pada suatu hari Minggu, teman-teman saya dari Moita, Maria, Rosa dan Ana Caetano, dan Maria serta Ana Brogueira, datang setelah misa untuk meminta ibu saya agar mengizinkan saya pergi dan melewatkan hari itu bersama mereka. Setelah saya mendapat izin, mereka meminta saya untuk membawa Jacinta dan Francisco pula. Saya minta bibi saya dan ia setuju, dan kami bertiga pergi ke Moita. Setelah makan malam, Jacinta begitu mengantuk sehingga
216

kepalanya yang kecil mulai mengangguk. Tuan Jose Alves menyuruh salah satu keponakannya untuk pergi dan menaruhnya di ranjang. Dalam waktu singkat, ia tertidur lelap. Orang-orang dusun kecil itu mulai berkumpul untuk menghabiskan sore hari bersama kami. Mereka begitu ingin melihat Jacinta sehingga mereka mengintip untuk melihat apakah dia terbangun. Mereka dipenuhi rasa kagum ketika mereka melihat bahwa meski dalam tidur lelap, Jacinta tersenyum, penampilan seorang malaikat, dan kedua tangannya yang kecil terkatup dan terangkat ke arah surga. Ruangan itu segera dipenuhi orang-orang yang ingin tahu. Setiap orang ingin melihatnya, tetapi mereka yang ada di dalam tidak mau segera keluar dan memberi ruang kepada orang lain. Istreri tuan Jose Alves dan keponakan-keponakannya berkata: Ini tentulah seorang malaikat. Seolah-olah karena dilanda rasa takjub, mereka tetap berlutut di samping ranjang itu, sampai sekitar setengah lima, saya pergi memanggilnya, agar kami dapat pergi dan berdoa rosario di Cova da Iria dan kembali pulang. Keponakan-keponakan Tuan Jose Aves adalah gadis-gadis Caetano yang disebut di muka.

4. Francisco itu beda


Berbeda dengan Jacinta, Francisco itu amat lain. Gayanya santai, dan senantiasa ramah dan tersenyum, bermain dengan semua anak tanpa membeda-bedakan. Ia tidak memarahi siapa pun. Yang dilakukannya hanyalah menyingkir kapan saja ia melihat sesuatu yang tidak sepatutnya. Kalau ditanya mengapa ia pergi, ia menjawab: Sebab engkau tidak baik, atau Sebab saya tidak lagi mau bermain. Selama sakitnya, anak-anak berlari keluar masuk kamarnya dengan kebebasan penuh, berbicara kepadanya lewat jendela dan bertanya kepadanya apakah ia merasa lebih enak, dan seterusnya. Bila ia ditanya apakah ia ingin agar beberapa anak tinggal bersamanya dan menemaninya, ia biasanya mengatakan lebih baik tidak, sebab ia suka menyendiri. Ia akan mengatakan kepada saya kadang-kadang Aku lebih suka kautemani di sini, dan Jacinta juga.
217

Kalau orang-orang dewasa datang menengoknya, ia tetap diam, hanya menjawab bila ditanya secara langsung, dan kemudian dengan sesedikit mungkin kata-kata. Orang yang datang mengunjunginya, entah mereka itu tetangga atau orang asing, seringkali duduk berlama-lama di samping ranjangnya, dan berkata: Saya tidak tahu ada apa dengan Francisco tetapi saya merasa begitu nyaman berada di sini! Beberapa wanita dari desa itu berkomentar pada suatu hari kepada bibi saya dan ibu saya, setelah meluangkan cukup banyak waktu di kamar Francisco: Ini sebuah misteri yang tak dapat dimengerti orang! Mereka adalah anak-anak persis seperti setiap anak yang lain, mereka tidak mengatakan apa pun kepada kami, dan toh dalam kehadiran mereka orang merasakan sesuatu yang tak dapat dijelaskan, dan itu membuat mereka berbeda dari anak-anak lainnya. Tampaknya bagi saya kalau kami pergi ke kamar Francisco, kami merasa persis seperti kami rasakan kalau masuk gereja, kata salah satu tetangga bibi saya, seorang wanita bernama Romana, yang kiranya tidak percaya akan penampakan-penampakan itu. Ada tiga orang lain lagi dalam kelompok ini pula: isteri-isteri Manuel Faustino, Jose Marto dan Jose Silva. Saya tidak kaget bahwa orang merasa seperti itu, karena terbiasa menemukan pada setiap orang lain sekadar kesibukan dengan halhal materiil yang berkaitan dengan sebuah kehidupan yang kosong dan dangkal. Sungguh, melihat anak-anak ini sudah cukup untuk mengangkat pikiran mereka kepada bunda surgawi kita, yang diyakini berkomunikasi dengan anak-anak ini; kepada keabadian, sebab mereka melihat betapa penuh semangat, gembira dan bahagianya mereka itu pada gagasan pergi ke sana; kepada Tuhan, sebab mereka berkata bahwa mereka mencintai Tuhan lebih dari orangtua mereka sendiri; dan bahkan ke arah neraka, sebab anakanak itu memperingatkan mereka bahwa orang akan masuk ke situ bila mereka terus berdosa. Dari segi lahiriah mereka itu, katakan saja, anak-anak seperti yang lainnya. Tetapi bila orang-orang baik ini, yang begitu terbiasa dengan sisi materiil kehidupan, mengetahui bagaimana mengangkat sedikit pikiran mereka, mereka akan melihat tanpa kesulitan bahwa dalam diri anak-anak ini, ada sesuatu yang mengkhususkan mereka sebagai berbeda dengan yang lain-lainnya.
218

Saya baru saja ingat sesuatu hal lain yang berkaitan dengan Francisco, dan saya akan menceritakannya di sini. Seorang wanita bernama Mariana, dari Casa Velha, pada suatu hari datang ke kamar Francisco. Ia amat kecewa karena suaminya telah mengusir anak laki-lakinya dari rumah, dan ia meminta rahmat agar anak laki-lakinya didamaikan dengan bapaknya. Sebagai jawaban Francisco berkata: Jangan cemas. Aku akan pergi ke surga segera, dan kalau saya sampai ke sana, saya akan memohonkan rahmat itu dari Ratu kita. Saya tidak ingat berapa hari tersisa sebelum ia terbang ke surga, tetapi apa yang saya ingat ialah bahwa pada sore hari saat kematian Francisco, anak laki-laki itu pergi untuk terakhir kalinya untuk mohon maaf kepada bapaknya, yang semula menolaknya karena anaknya itu tidak mematuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Pemuda itu menerima segala sesuatu yang dituntut ayahnya, dan kedamaian sekali lagi meraja di keluarga itu. Saudari perempuan pemuda ini, Leocadia namanya, kemudian menikah dengan saudara Jacinta dan Francisco, dan menjadi ibu keponakan mereka, yang bertemu dengan Yang Mulia di Cova da Iria ketika ia mau masuk konggregasi Dorotea. EPILOG Saya rasa, Yang Mulia, saya telah menuliskan segala sesuatu yang telah Anda minta dari saya untuk sekarang ini. Sampai di sini, saya telah melakukan apa yang dapat saya lakukan untuk menyembunyikan segi-segi yang lebih intim dari penampakanpenampakan Ratu kita di Cova da Iria. Kapan saja saya menemukan diri terpaksa berbicara tentang hal itu, saya berhati-hati untuk menyentuh perkara itu dengan amat ringan, agar jangan sampai mengungkapkan apa yang amat saya inginkan agar tetap tersembunyi. Tetapi sekarang setelah ketaatan menuntut ini dari saya, nah ini dia! Saya tertinggal seperti tengkorak, setelah ditelanjangi segala sesuatunya, bahkan dari kehidupan sendiri, ditaruh di Museum Nasional untuk mengingatkan para pengunjung tentang kesengsaraan dan kefanaan semua hal yang sementara sifatnya. Setelah dirampas habis seperti ini, saya akan tingal di museum dunia, sambil mengingatkan semua orang yang lewat,
219

bukan tentang kesengsaraan dan kefanaan, melainkan kebesaran belaskasihan ilahi. Semoga Tuhan yang baik dan hati Maria yang tak bernoda berkenan menerima pengorbanan-pengorbanan hina yang mereka minta dari saya, untuk menghidupkan semangat iman, kepercayaan dan kasih dalam jiwa-jiwa. Tuy, 8 Desember 1941.

220

APENDIKS I
PENGANTAR
Naskah berikut adalah dokumen yang ditulis oleh Suster Lucia, dalam kata ganti orang ketiga, menjelang akhir 1927, atas permintaan bapa rohaninya, Romo Aparicio SJ. Tak lama setelah penampakan ini, yang berlangsung di kamarnya pada tanggal 10 Desember 1925, Suster Lucia menuliskan kisah pertama tentang peristiwa itu, tulisan itu dihancurkannya sendiri. Oleh karena itu dokumen yang sekarang ini adalah kisah kedua. Kisah ini tepat seperti yang pertama, selain fakta bahwa ia menambah alinea pengantar, tertanggal 17 Desember 1927, di situ ia menjelaskan bagaimana ia menerima izin dari surga untuk membuka sebagian dari rahasia itu. Kami memberi judul dokumen ini Teks janji besar Hati Maria. Sungguh, ini merupakan ungkapan kehendak Tuhan yang penuh belaskasihan dan cuma-cuma, yang memberikan kepada kita sebuah jalan keselamatan yang mudah dan pasti, asalkan didukung oleh tradisi katolik yang amat sehat tentang keampuhan jasa pengantaraan Maria. Teks ini memberitahu kita syarat-syarat yang diperlukan untuk menanggapi ajakan Ratu kita selama lima kali hari Sabtu pertama dalam bulan, sebagai silih bagi luka-luka yang dibuat terhadap hati Maria. Dan intensi silih yang lebih dalam untuk hati Maria yang tak bernoda ini tak pernah dilupakan.

TEKS JANJI BESAR HATI MARIA DALAM PENAMPAKAN DI PONTEVEDRA, SPANYOL


J.M.J. Pada tanggal 17 Desember 1927, ia pergi menghadap tabernakel untuk meminta Yesus bagaimana ia harus memenuhi apa yang telah diminta dari padanya, yakni, untuk mengatakan apakah asal-usul kebaktian kepada hati Maria yang tak bernoda itu termasuk dalam rahasia yang diberikan oleh Perawan tersuci kepadanya. Yesus membuat dia mendengar dengan amat jelas kata-kata ini: Anakku, tulislah apa yang mereka minta daripadamu. Tuliskanlah juga semua yang diungkapkan oleh Perawan tersuci kepadamu dalam penampakan itu, di mana ia berbicara tentang kebaktian ini. Tentang sisa rahasia itu, teruskanlah menyimpannya.
221

Apa yang dikatakan tentang masalah ini dalam tahun 1917, adalah sebagai berikut: Ia meminta agar mereka dibawa ke surga, dan Perawan tersuci menjawab: Ya. Aku akan membawa Jacinta dan Francisco segera. Tetapi engkau (1) harus tinggal di sini lebih lama. Yesus ingin menggunakan engkau untuk membuat aku dikenal dan dicintai. Ia ingin mendirikan kebaktian kepada hatiku yang tak bernoda di dunia. Aku menjanjikan keselamatan kepada mereka yang memeluknya, dan jiwa-jiwa ini akan disayangi oleh Tuhan, seperti bunga-bunga yang kutempatkan untuk menghias tahtaNya. Apakah aku harus tinggal di sini sendirian? tanyanya dengan sedih. Tidak, anakku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Hatiku yang tak bernoda akan menjadi perlindunganmu dan jalan yang menuntunmu kepada Tuhan. Pada tanggal 10 Desember 1925, Perawan tersuci itu menampakkan diri kepadanya, dan di sisinya, terangkat di sebuah awan yang terang, terdapat seorang anak kecil. Perawan tersuci itu menaruh tangannya ke pundak Suster itu, dan sewaktu ia berbuat demikian, ia memperlihatkan kepadanya sebuah jantung/hati yang dikelilingi duri, yang dipegangnya di tangannya yang lain. Pada waktu yang sama, Anak itu berkata: Kasihanilah hati Ibumu yang tersuci, yang dipenuhi duri, yang digunakan oleh orang-orang yang tak tahu terimakasih untuk menusuknya setiap saat, dan tak ada orang yang melakukan tindak silih untuk menghilangkannya. Kemudian Perawan tersuci itu berkata: Lihatlah anakku, pada hatiku, yang dikelilingi duri yang digunakan oleh orang-orang yang tidak tahu berterimakasih untuk menusuk aku setiap saat dengan hujatan-hujatan dan sikap tak berterimakasih. Sekurang-kurangnya engkau mencoba untuk menghibur aku dan mengatakan bahwa aku berjanji untuk membantu pada saat kematian, dengan rahmat-rahmat yang perlu bagi keselamatan, semua saja yang selama lima Sabtu pertama secara berurutan dalam lima bulan, mengaku dosa, menerima komuni kudus,
(1) Kami menghormati harapan Suster Lucia di sini, yakni bahwa setelah menuliskan namanya sendiri, kemudian ia menghapuskannya, tetapi tidak begitu sempurna sehingga masih terlacak.

222

mendoakan Rosario, dan menemani aku selama 15 menit sementara merenungkan lima belas misteri rosario, dengan niat untuk memberi silih kepadaku. Pada tanggal 15 Februari 1926, Kanak-kanak Yesus menampakkan diri lagi kepadanya. Kanak-kanak itu bertanya kepadanya apakah ia sudah menyebarkan kebaktian kepada ibuNya yang tersuci. Dia mengatakan kepadaNya tentang kesulitan-kesulitan bapa pengakuannya, dan berkata bahwa Ibu Superior sudah siap untuk menyebarkannya, tetapi bapa pengakuan mengatakan bahwa dia sendiri tak dapat berbuat apa-apa. Yesus menjawab: Memang benar bahwa Superiormu sendiri tak dapat berbuat apa-apa, tetapi dengan rahmatKu, ia dapat melakukan semuanya. Ia menempatkan di depan Yesus kesulitan yang dihadapi sementara orang untuk mengaku dosa pada hari Sabtu, dan bertanya apakah sah untuk mengaku dosa dalam jangka delapan hari. Yesus menjawab: Ya, dan itu masih dapat lebih lama lagi, asalkan, ketika mereka menerima Aku, mereka ada dalam keadaan berahmat dan memiliki niat untuk memberi silih kepada hati Maria yang tak bercela. Suster Lucia kemudian bertanya: Yesusku, bagaimana tentang mereka yang lupa untuk membuat niat itu? Yesus menjawab: Mereka dapat melakukannya pada pengakuan mereka berikutnya, dengan memanfaatkan kesempatan pertama untuk pergi mengaku dosa. Beberapa hari kemudian, Suster Lucia menuliskan kisah lengkap penampakan ini, yang dikirimkannya kepada Mgr. Manuel Pereira Lopes, yang kemudian menjadi Vikaris Jendral diosis Porto, yang pernah menjadi bapa pengakuan Lucia selama ia tinggal di Asilo de Vilar, di kota Porto. Dokumen yang tidak diedit ini dipublikasipan oleh Romo Dr. Sebastiao Martins dos Reis dalam bukunya yang berjudul: Sebuah kisah hidup dalam pengabdian bagi Fatima lihat halaman 336-357. Pada tanggal 15 (Februari 1926), saya amat sibuk dengan pekerjaan saya, dan tidak memikirkan hal itu samasekali. Saya pergi mau membuang sampah ke atas kebun sayur, di tempat yang sama di mana beberapa bulan sebelumnya saya berjumpa dengan
223

seorang anak kecil. Saya bertanya kepadanya apakah ia hafal Salam Maria, dan ia menjawab Ya. Saya kemudian memintanya untuk mendoakannya agar saya dapat mendengarnya. Tetapi, sewaktu dia tidak berusaha untuk mengucapkannya sendiri, saya mengucapkan bersamanya sebanyak tiga kali, setelah selesai saya memintanya untuk mengucapkan doa itu sendirian. Tetapi karena ia tetap diam saja dan tidak sanggup mengucapkan Salam Maria sendirian, saya bertanya kepadanya apakah ia tahu di mana Gereja Santa Maria itu, ia menjawab tahu. Saya berkata kepadanya agar dia pergi ke gereja itu setiap hari dan mengatakan ini: Oh Bunda surgawiku, berilah aku Kanak-kanak Yesus milikmu itu! Saya ajarkan ini kepadanya, dan kemudian meninggalkannya. Pada tanggal 15 Februari 1926, ketika pergi ke gereja itu seperti biasanya, saya menemukan seorang anak kecil yang tampak bagi saya sama dengan anak yang sebelumnya berjumpa dengan saya, jadi saya bertanya kepadanya: Apakah engkau sudah meminta kanak-kanak Yesus kepada Bunda surgawi kita? Anak itu berbalik kepada saya dan berkata: Dan sudahkah engkau menyebarkan ke seluruh dunia apa yang diminta oleh Bunda surgawi kita daripadamu? Dengan itu, ia berubah menjadi Anak yang bersinar-sinar. Setelah tahu bahwa itu adalah Yesus, saya berkata: Yesusku, engkau tahu dengan amat baik apa yang dikatakan bapa pengakuanku kepadaku dalam sepucuk surat yang kubacakan kepadaMu. Ia memberitahu aku bahwa penampakan ini harus diulang, agar peristiwa-peristiwa selanjutnya terbukti dapat dipercaya, dan ia menambahkan bahwa Ibu Superior, bila sendirian, tak dapat berbuat apa-apa untuk menyebarkan kebaktian ini. Memang benar bahwa Pembesarmu sendirian tak dapat berbuat apa-apa, tetapi dengan rahmatKu, ia dapat melakukan semuanya. Cukuplah bahwa bapa pengakuanmu memberi engkau izin dan bahwa Pembesarmu membicarakannya, agar dipercayai, bahkan tanpa harus mengetahui kepada siapa hal itu telah diungkapkan. Tetapi bapa pengakuan saya berkata dalam surat itu bahwa kebaktian ini tidak kurang di dunia, sebab ada banyak jiwa yang menerima Anda pada hari-hari Sabtu pertama, sebagai penghormatan kepada Ratu kita dan kelimabelas misteri rosario.
224

Memang benar Anakku, bahwa banyak jiwa memulai hari Sabtu pertama, tetapi sedikit yang menyelesaikannya, dan mereka yang menyelesaikannya melakukannya untuk menerima rahmat-rahmat yang dijanjikan. Aku akan lebih senang bila mereka melakukan kelima komuni itu dengan semangat dan dengan niat untuk membuat silih kepada hati Bunda surgawimu, daripada mereka melakukan limabelas kali, dengan cara setengah hati dan acuh tak acuh...

APENDIKS II
PENGANTAR
Naskah apendiks ini bukanlah sebuah dokumen tulisan tangan Suster Lucia sendiri, tetapi memiliki semua jaminan keaslian, sebab pembimbing rohaninyalah Romo Jose Bernardo Goncalves SJ pada waktu itu, yang menyalinnya langsung dan secara harafiah dari catatan-catatan si pelihat. Penglihatan yang disebut-sebut oleh naskah ini diberikan kepada Suster Lucia pada tanggal 13 Juni 1929, di kapel biaranya di Tuy, Spanyol. Naskah ini dimulai dengan kisah penampakan Tritunggal Mahakudus, bersama Ratu kita yang memperlihatkan hatinya, seperti dalam penampakan-penampakan bulan Juni dan Juli 1917. Janji yang dibuatnya pada waktu itu sekarang terwujud, dan Suster Lucia mendengar Perawan Suci itu meminta penyerahan Rusia kepada hatinya yang tak bernoda dengan syarat-syarat yang dirumuskan dengan baik.

TEKS PERMINTAAN AGAR RUSIA DIPERSEMBAHKAN KEPADA MARIA


Romo Goncalves terkadang datang ke kapel kami untuk mendengarkan pengakuan. Saya pergi mengaku kepadanya dan, karena saya merasa nyaman dengannya, saya terus mengaku kepadanya selama tiga tahun keberadaannya di sini sebagai asisten Romo Provinsial. Pada waktu inilah Ratu kita memberi tahu saya bahwa saatnya telah tiba di mana ia menghendaki saya memberitahu Gereja Kudus tentang kehendaknya bagi penyerahan Rusia, serta janjinya untuk mempertobatkannya. Pernyataan itu sebagai berikut:
225

13-6-1929. Saya meminta dan mendapatkan izin dari pembesarpembesar saya dan bapa pengakuan saya untuk melakukan tuguran dari jam sebelas hingga tengah malam, setiap Kamis hingga Jumat. Sendirian pada suatu malam, saya berlutut dekat pagar altar di tengah kapel dan, sambil tersungkur, saya mengucapkan doa-doa Malaikat. Karena merasa lelah, saya kemudian bangkit dan terus mengucapkan doa-doa itu dengan tangan saya membentuk salib. Satu-satunya lampu adalah lampu kudus. Tiba-tiba seluruh kapel diterangi oleh cahaya adikodrati, dan di atas altar tampak sebuah salib bercahaya, mencapai langit-langit. Dalam cahaya lebih terang pada bagian atas salib itu, dapat terlihat wajah seorang pria dan tubuhnya sampai pinggang, di atas dadanya terdapat sebuah merpati bercahaya dan sebuah tubuh pria lain lagi terpaku pada salib itu. Sedikit di atas pinggangnya, saya dapat melihat sebuah piala dan sebuah hosti besar yang tergantung di udara, ke situlah menetes darah yang jatuh dari wajah Yesus Tersalib dan dari luka di sisi tubuhnya. Tetes-tetes ini melewati hosti tadi dan jatuh ke dalam piala. Di bawah lengan kanan salib terdapat Ratu kita dan di tangannya terdapat hatinya yang tak bernoda. (Itulah Ratu kita dari Fatima, dengan hatinya yang tak bernoda di tangan kirinya, tanpa pedang atau mawar, tetapi dengan sebuah mahkota duri dan nyala api). Di bawah lengan kiri salib itu, ada huruf-huruf besar, sepertinya dari air yang jernih sekali yang mengalir ke altar, membentuk katakata: Rahmat dan belaskasih. Saya memahami bahwa itulah misteri Tritunggal mahakudus yang diperlihatkan kepada saya, dan saya menerima peneranganpenerangan tentang misteri ini yang tidak boleh saya ungkapkan. Ratu kita kemudian berkata kepada saya: Telah tiba saatnya Tuhan meminta Bapa Suci, bersama semua uskup di dunia, untuk mempersembahkan Rusia kepada hatiku yang tak bernoda, yang menjanjikan untuk menyelamatkan melaluinya. Ada begitu banyak jiwa yang dihukum oleh keadilan Allah karena dosa-dosa terhadap saya, sehingga saya telah datang untuk meminta silih: korbankanlah dirimu bagi intensi ini dan berdoalah. Saya menceritakan ini kepada bapa pengakuan saya, yang memerintahkan saya untuk menuliskan apa yang dikehendaki oleh Ratu kita agar dilaksanakan.
226

Belakangan, dalam sebuah pesan yang intim, Bunda kita mengeluh kepada saya dengan berkata: Mereka tidak ingin mendengarkan permintaan saya!.... Seperti Raja Perancis,* mereka akan bertobat dan melakukannya, tetapi sudah terlambat. Rusia sudah menyebarkan kesesatankesesatannya ke seluruh dunia, sambil menimbulkan peperangan, dan penganiayaan terhadap gereja: Bapa Suci akan banyak menderita.

Dalam tahun 1689, setahun sebelum kematiannya, Santa Margareta Maria mencoba berbagai cara dan sarana untuk mencapai Raja Matahari, Louis XIV dari Prancis, dengan pesan dari Hati Kudus Yesus, dengan empat permintaan untuk melukis Hati Kudus Yesus di bendera-bendera kerajaan; untuk membangun tempat pemujaan untuk menghormatiNya di mana Ia akan menerima penghormatan dari istana; Raja harus melakukan persembahannya kepada Hati Kudus, dan ia harus menyerahkan wewenangnya di depan Tahta Suci untuk mendapatkan misa untuk menghormati Hati Kudus Yesus. Tetapi tak ada yang dicapai. Tampaknya pesan ini tak pernah diketahui oleh Raja itu. Baru seabad kemudian, keluarga kerajaan menanggapi, dalam ukuran yang mungkin, pesan ini. Luis XVI, dalam tahun 1792, merumuskan gagasannya untuk berkaul kepada Hati Yesus, tetapi ia baru dapat melaksanakan itu di penjara Temple, sambil menjanjikan untuk memenuhi permintaanpermintaan yang disampaikan oleh Santa Margareta Maria, setelah dia dibebaskan. Tetapi, bagi Penyelenggaraan Ilahi sekarang sudah terlambat: Luis XVI dipenggal kepalanya pada tanggal 21 Januari 1793.

227

APENDIKS III
Bagian rahasia Fatima yang tersimpan dengan paling baik, disertai komentar yang memadai dari Konggregasi Pengajaran Iman, diterbitkan tanggal 26 Juni 2000. Dengan pengumuman ini Pesan Fatima mendapatkan aktualitas dan nilai yang luarbiasa. Di sini kami menuliskan teks dokumen yang disebut itu seluruhnya.

PESAN DARI FATIMA


PENGANTAR Ketika milenium kedua digantikan oleh milenium ketiga, Paus Yohanes Paulus II telah memutuskan untuk menerbitkan teks bagian ketiga dari Rahasia Fatima. Abad kedua puluh merupakan salah satu abad paling penting dalam sejarah manusia, dengan peristiwa-peristiwa tragis dan kejam yang memuncak pada usaha pembunuhan atas Kristus yang manis di dunia. Kini sehelai tudung telah diungkap kembali atas serangkaian peristiwa yang membuat sejarah dan menafsirkannya secara mendalam, dalam sebuah titik pandang rohani yang asing bagi sikapsikap zaman sekarang, yang seringkali dinodai oleh rasionalisme. Sepanjang sejarah telah terdapat penampakan-penampakan dan tanda-tanda adikodrati yang menembus ke jantung peristiwa-peristiwa manusia dan yang memainkan bagian mereka dalam tergelarnya sejarah ini mengejutkan kaum beriman maupun yang tidak beriman. Penampakan-penampakan ini tak pernah dapat menyangkal isi iman, dan oleh karena itu memiliki fokusnya dalam inti pernyataan Kristus: kasih Bapa yang membimbing kaum pria dan wanita untuk bertobat dan memberi rahmat yang diperlukan untuk menyerahkan diri sendiri kepadaNya dengan kebaktian layaknya seorang anak. Ini pulalah pesan dari Fatima yang, dengan ajakannya yang mendesak untuk bertobat dan bermatiraga, menarik kita kepada inti Injil. Jelaslah bahwa Fatima merupakan penampakan paling sarat makna kenabian di antara penampakan-penampakan moderen. Bagian pertama dan kedua dari rahasia itu yang di sini diterbitkan berurutan agar melengkapi dokumentasi merujuk terutama pada penglihatan tentang neraka yang menakutkan, kebaktian kepada hati Maria yang tak bercela, Perang Dunia kedua, dan akhirnya ramalan kerusakan hebat yang akan dilakukan Rusia terhadap kemanusiaan dengan meninggalkan iman Kristen dan memeluk totalitarianisme Komunis.
228

Dalam tahun 1917 tak ada orang yang dapat membayangkan semuanya ini: tiga orang gembala kecil dari Fatima melihat, mendengar dan mengingat, dan Lucia, saksi yang masih hidup, menuliskannya ketika diperintahkan untuk berbuat demikian oleh Uskup Leiria dan dengan izin Ratu kita. Bagi kisah bagian pertama dan kedua rahasia itu, yang telah diterbitkan dan oleh karena itu sudah diketahui, kami memilih naskah yang ditulis oleh Suster Lucia dalam Memoir Ketiga tanggal 31 Agustus 1941; sejumlah catatan ditambahkan pada Memoir Keempat tanggal 8 Desembar 1941. Bagian ketiga dari rahasia itu ditulis atas perintah Yang Mulia Uskup Leiria dan Bunda Maria .... pada tanggal 3 Januari 1944. Hanya ada satu naskah, yang di sini disajikan secara fotostatik. Amplop tertutup semula disimpan oleh Uskup Leiria. Untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi rahasia itu, amplop tersebut diserahkan kepada Arsip Rahasia Takhta Suci pada tanggal 4 April 1957. Uskup Leiria memberitahu Suster Lucia tentang hal ini. Menurut catatan Arsip tersebut, Komisaris Kantor Kepausan untuk Ofisi Suci, Romo Pierre Paul Philippe OP, dengan persetujuan Kardinal Alfredo Ottaviani, membawa amplop berisi bagian ketiga rahasia Fatima itu kepada Paus Yohanes XXIII pada tanggal 17 Agustus 1959. Setelah sedikit bimbang, Bapa Suci berkata Kita harus menunggu. Aku akan berdoa. Aku akan memberitahu apa yang kuputuskan. (1)
(1) Dari buku harian Yohanes XXIII, 17 Agustus 1959: Audiensi: Romo Philippe, komisaris kantor kepausan untuk Ofisi Suci, yang membawa surat berisi bagian ketiga rahasia Fatima kepada saya. Saya berniat membacanya dengan Bapa pengakuan saya.

229

Sungguh, Paus Yohanes XXIII memutuskan untuk mengembalikan amplop tertutup itu kepada Kantor Kepausan untuk Ofisi Suci dan tidak mengungkapkan bagian ketiga dari rahasia tersebut. Paulus VI membaca isi itu bersama wakilnya, Uskup Agung Angelo DellAcqua pada tanggal 27 Maret 1965, dan mengembalikan amplop itu kepada Arsip Kantor Kepausan untuk Ofisi Suci, sambil memutuskan untuk tidak mengumumkannya. Yohanes Paulus II, pada pihaknya, meminta amplop yang berisi bagian ketiga rahasia itu setelah usaha pembunuhan pada tanggal 13 Mei 1981. Pada tanggal 18 Juli 1981 Kardinal Franjo Seper, Perfek Konggregasi itu, menyerahkan dua amplop kepada Uskup Agung Eduardo Martinez Somalo, Asisten Menteri Luarnegeri; yang satu amplop putih, berisi teks asli Suster Lucia dalam bahasa Portugis; yang lain berwarna kuning tua, dengan terjemahan rahasia itu dalam bahasa Italia. Pada tanggal 11 Agustus berikutnya, Uskup Agung Martinez mengembalikan dua amplop itu kepada Arsip Kantor Kepausan untuk Ofisi Suci.(2) Sebagaimana sudah diketahui, Paus Yohanes Paulus II segera berpikir untuk menyerahkan dunia kepada hati Maria yang tak bercela dan dia sendiri menyusun sebuah doa untuk apa yang disebutnya sebuah Tindak Penyerahan, yang akan dirayakan di Basilika Santa Maria Majore pada tanggal 7 Juni 1981, kemeriahan Pentekosta, hari yang dipilih untuk mengenang 1600 tahun Konsili Konstantinopel I dan 1550 tahun Konsili Efesus. Karena Paus berhalangan hadir, pidatonya yang telah direkam, disiarkan. Berikut ini adalah bagian yang merujuk secara khusus tentang Tindak Penyerahan: Ibu dari semua orang dan bangsa, engkau tahu semua penderitaan dan harapan mereka. Dalam hati keibuanmu engkau merasakan semua perjuangan antara yang baik dengan yang jahat, antara terang dengan kegelapan, yang mengaduk-aduk dunia dengan hebat: terimalah permohonan yang kami ajukan dalam Roh Kudus langsung menuju hatimu, untuk memeluk, dengan cinta seorang Bunda Allah dan Hamba perempuan Tuhan, orang-orang yang paling menantikan pelukan ini, dan juga mereka yang yang tindak penyerahannya engkau nantikan dengan cara istimewa. Ambillah seluruh keluarga umat
(2) Komentar Bapa Suci pada audiensi umum tanggal 14 Oktober 1981 tentang Apa yang terjadi pada bulan Mei: Percobaan ilahi yang besar perlu diingat: Insegnamenti di Giovanni Paolo II, IV, 2 (Vatican, 1981), 409-412.

230

manusia dalam perlindungan keibuanmu, yang kami serahkan kepadamu dengan kasih yang hangat, Oh Bunda. Semoga terbitlah fajar masa damai dan kebebasan, saat kebenaran, saat keadilan, dan pengharapan bagi setiap orang.(3) Untuk secara lebih lengkap menanggapi permintaan Ratu kita, Bapa Suci menghendaki memperjelas tindak penyerahan tanggal 7 Mei 1981 selama tahun suci penebusan, penyerahan itu diulangi di Fatima pada tanggal 13 Mei 1982. Pada tanggal 25 Maret 1984 di Lapangan Santu Petrus, sementara mengingat kata fiat yang diucapkan Maria pada anunciatio, Bapa Suci dalam persekutuan rohani dengan semua uskup di dunia, yang sebelumnya diundang untuk berkumpul, mempercayakan semua pria dan wanita dan semua bangsa kepada hati Maria yang tak bernoda, dalam ekspresi-ekspresi yang mengingatkan kata-kata hangat yang diucapkan tahun 1981: Oh Ibu semua pria dan wanita, dan segala bangsa, engkau yang mengetahui segala penderitaan dan pengharapan mereka, engkau yang memiliki kesadaran seorang ibu atas segala pergulatan antara yang baik dengan yang jahat, antara cahaya dengan kegelapan, yang menyiksa dunia moderen, terimalah tangis yang kami sampaikan langsung ke Hatimu, yang didorong oleh Roh Kudus. Peluklah dengan kasih seorang Bunda Allah dan Hamba perempuan Tuhan, dunia manusia kami ini, yang kami percayakan dan kami persembahkan kepadamu, sebab kami sangat prihatin akan nasib duniawi maupun surgawi orang-orang dan bangsa-bangsa. Dengan cara khusus kami menyerahkan dan mempersembahkan kepadamu orang-orang dan bangsa-bangsa yang secara istimewa harus diserahkan dan dipersembahkan dengan cara demikian. Kami telah menggunakan perlindunganmu, Bunda Allah yang suci! Jangan meremehkan permohonan-permohonan kami dalam kebutuhan-kebutuhan kami. Paus kemudian melanjutkan dengan lebih kuat dan dengan penyebutan-penyebutan yang lebih rinci, seolah-olah mengomentari pesan Fatima dalam perwujudannya yang menyedihkan: Lihatlah, sewaktu kami berdiri di hadapanmu, Bunda Kristus, di depan hatimu yang tak bernoda, kami ingin, bersama dengan seluruh
(3) Pesan radio selama upacara penghormatan, syukur dan penyerahan kepada Perawan Maria Bunda Allah di Basilika St. Maria Majore. Insegnamenti di Giovanni Paolo II, IV, 1 (Vatican, 1981), 1246.

231

gereja, untuk mempersatukan diri kami dengan penyerahan yang, demi kasih kepada kami, telah dilakukan oleh Puteramu kepada Bapa: Demi mereka, kataNya, aku mempersembahkan diriku sendiri agar mereka pun dapat dipersembahkan dalam kebenaran (Yoh 17:19). Kami ingin mempersatukan diri kami dengan Penebus kami dalam persembahan ini demi dunia dan demi umat manusia, yang, dalam hatiNya yang ilahi, memiliki kekuasaan untuk mendapatkan pengampunan dan untuk mendapatkan silih. Kekuatan persembahan ini berlangsung sepanjang waktu dan mencakup semua orang, bangsa-bangsa dan negara-negara. Kekuatan itu mengalahkan setiap kejahatan yang dapat dibangkitkan oleh roh kegelapan, dan sungguh telah membangkitkannya di zaman kita, dalam hati manusia dan dalam sejarahnya. Betapa dalamnya kami merasakan kebutuhan untuk mempersembahkan umat manusia dan dunia dunia moderen kita dalam persatuan dengan Kristus sendiri! Sebab karya penebusan Kristus harus dirasakan bersama oleh dunia melalui Gereja. Tahun Penebusan sekarang ini memperlihatkannya: Yubileum Agung seluruh Gereja. Di atas segala makhluk, semoga engkau terberkati, engkau, Hamba perempuan Tuhan, yang dengan cara paling lengkap menaati panggilan ilahi! Terberkatilah engkau, yang sepenuhnya dipersatukan dengan persembahan penyelamatan Puteramu! Bunda Gereja! Terangilah umat Allah sepanjang jalan-jalan iman, pengharapan, dan kasih! Terangilah terutama bangsa-bangsa yang penyerahannya dan persembahannya oleh kami tengah engkau nantikan. Bantulah kami untuk hidup dalam kebenaran pengorbanan Kristus bagi seluruh keluarga umat manusia dunia moderen. Dalam mempercayakan kepadamu, Oh Bunda, dunia, semua orang dan bangsa, kami juga mempercayakan kepadamu penyerahan dunia ini, dengan menempatkannya ke dalam hati keibuanmu. Oh hati yang tak bernoda! Bantulah kami dalam mengalahkan ancaman si jahat, yang dengan mudah berakar dalam hati orangorang zaman sekarang, dan yang efek-efeknya yang tak terukur sudah membebani dunia moderen kami dan tampaknya menghambat jalanjalan ke arah masa depan! Dari kelaparan dan peperangan, bebaskanlah kami. Dari perang nuklir, dari penghancuran diri yang tak terperikan, dari setiap jenis perang, bebaskanlah kami.
232

Dari dosa-dosa melawan kehidupan manusia sejak awalnya, bebaskanlah kami. Dari kebencian dan dari penghinaan terhadap martabat anak-anak Allah, bebaskanlah kami. Dari setiap jenis ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat, baik nasional maupun internasional, bebaskanlah kami. Dari kesediaan untuk menginjak-injak perintah Allah, bebaskanlah kami. Dari usaha-usaha untuk mencekik kebenaran Allah dalam hati manusia, bebaskanlah kami. Dari hilangnya kesadaran akan kebaikan dan kejahatan, bebaskanlah kami. Dari dosa-dosa melawan Roh Kudus, bebaskanlah kami, bebaskanlah kami. Terimalah, O Bunda Kristus, seruan yang penuh dengan penderitaan-penderitaan setiap manusia, penuh dengan penderitaanpenderitaan seluruh masyarakat. Bantulah kami dengan kekuatan Roh Kudus untuk mengalahkan semua dosa: Dosa perorangan dan dosa dunia, dosa dalam segala perwujudannya. Biarkanlah kekuatan penyelamatan tak terbatas dari penebusan itu diungkapkan sekali lagi dalam sejarah dunia: kekuatan kasih yang penuh belaskasih! Semoga kekuatan kasih itu menghentikan kejahatan! Semoga kekuatan kasih itu mengubah hati nurani! Semoga hatimu yang tak bercela mengungkapkan cahaya pengharapan bagi semua orang!(4) Suster Lucia secara pribadi meneguhkan bahwa penyerahan meriah dan universal ini sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Ratu kita (Sim, est feita, tal como Nossa Senhora a pediu, desde o dia 25 de Maro de 1984: Ya itu telah dilakukan seperti diminta oleh Ratu kita, pada tanggal 25 Maret 1984: Surat tertanggal 8 November 1989). Oleh karena itu setiap pembahasan atau permintaan lebih lanjut tidak berdasar.

4. Pada hari Yubileum untuk Keluarga, Paus mempersembahkan orang-orang dan bangsa-bangsa kepada Ratu kita: Insegnamenti di Giovanni Paolo II, VII, 1 (Vatican, 1984), 775-777.

233

Dalam dokumentasi yang disajikan di sini telah ditambahkan empat teks lain selain dari naskah-naskah Suster Lucia: 1) surat Bapa Suci tertanggal 19 April 2000 kepada Suster Lucia; 2) kisah percakapan dengan Suster Lucia tertanggal 27 April 2000; 3) pernyataan yang atas penunjukan Bapa Suci harus dibacakan oleh Kardinal Angelo Sodano, Menteri Luarnegeri, pada tanggal 13 Mei 2000; 4) komentar teologis oleh Kardinal Joseph Ratzinger, Prefek Konggregasi Pengajaran Iman. Suster Lucia telah memberikan sebuah petunjuk bagi penafsiran bagian ketiga rahasia dalam sepucuk surat kepada Bapa Suci tertanggal 12 Mei 1982: Bagian ketiga rahasia itu merujuk pada kata-kata Ratu kita: Kalau tidak, (Rusia) akan menyebarkan kesesatan-kesesatannya ke seluruh dunia, sambil menimbulkan peperangan dan penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang baik akan dimartir; Bapa Suci akan terpaksa banyak menderita; berbagai bangsa akan lenyap (13-7-1917). Bagian ketiga rahasia itu merupakan pewahyuan simbolis, merujuk pada bagian pesan ini, yang dipersyaratkan dengan apakah kita menerima atau tidak menerima apa yang diminta oleh pesan itu sendiri dari kita: Bila permintaan-permintaanku diindahkan, Rusia akan ditobatkan, dan akan ada perdamaian; bila tidak, ia akan menyebarkan kesesatan-kesesatannya ke seluruh dunia, dan seterusnya. Karena kita tidak mengindahkan ajakan pesan itu, kita melihat bahwa pesan itu telah dipenuhi, Rusia telah menyerang dunia dengan kesesatan-kesesatannya. Dan bila kita belum melihat pelaksanaan lengkap bagian terakhir ramalan ini, kita akan menuju ke situ sedikitdemi sedikit dengan langkah-langkah besar, bila kita tidak menolak jalan-jalan dosa, kebencian, balas dendam, ketidakadilan, pelanggaran-pelanggaran hak-hak manusia, imoralitas dan kekejaman, dan seterusnya. Dan janganlah kita mengatakan bahwa Tuhanlah yang sedang menghukum kita dengan cara ini; sebaliknya orang-orang itu sendirilah yang mempersiapkan hukuman mereka sendiri. Dalam kebaikan hatiNya Tuhan mengingatkan kita dan memanggil kita ke jalan yang benar, sementara menghormati kebebasan yang telah diberikanNya kepada kita; dari sinilah manusia itu bertanggung jawab.(5)

234

Keputusan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II untuk mempermaklumkan bagian ketiga rahasia Fatima telah mengakhiri sebuah periode sejarah yang ditandai oleh nafsu tragis manusia akan kekuasaan dan kejahatan, namun dikalahkan oleh cinta Tuhan yang penuh belaskasihan dan asuhan penuh perhatian Ibu Yesus dan Ibu Gereja. Tindakan Allah, Tuhan sejarah, dan tanggung jawab manusia dalam drama kebebasan kreatifnya, adalah dua pilar di atas mana terbangun sejarah manusia. Ratu kita, yang menampakkan diri di Fatima, mengingatkan nilainilai ini. Ia mengingatkan kita bahwa masa depan manusia itu ada dalam Tuhan, dan bahwa kita adalah rekan-rekan yang aktif dan bertanggung jawab dalam menciptakan masa depan. Tarcisio Bertone, SDB Uskup Agung Emeritus untuk Vercelli Sekretaris Konggregasi Pengajaran Iman

(5) Teks asli

235

RAHASIA FATIMA Bagian pertama dan kedua rahasia itu menurut versi yang disajikan oleh Suster Lucia dalam Memoir Ketiga tertanggal 31 Agustus 1941 bagi Uskup Leiria-Fatima (teks asli)

236

237

(terjemahan) (6) ... Ini akan mencakup pembicaraan saya tentang rahasia itu, dan dengan demikian menjawab pertanyaan pertama. Apakah rahasianya itu? Tampaknya bagiku aku boleh mengungkapkannya, sebab aku sudah memiliki izin dari surga untuk berbuat demikian. Wakil-wakil Tuhan di bumi telah memberi wewenang kepadaku untuk melakukan ini beberapa kali dan dalam berbagai surat, salah satunya, saya rasa, Anda simpan. Surat ini dari Romo Jose Bernardo Goncalves, dan di situ ia menyuruh saya untuk menyurati Bapa Suci, antara lain menyarankan agar saya harus mengungkapkan rahasia tersebut. Saya memang mengatakan sesuatu tentang itu. Tetapi untuk tidak memperpanjang suratku, sebab aku disuruh pendek-pendek saja, aku membatasi diri pada ha-hal yang pokok, membiarkan Tuhan untuk memberi kesempatan lain yang lebih baik. Dalam kisah saya yang kedua saya sudah melukiskan keraguraguan yang menyiksa saya secara terperinci sejak 13 Juni sampai 13 Juli, dan bagaimana keraguan itu lenyap samasekali selama penampakan pada hari itu.
(6) Dalam Memoir Keempat tanggal 8 Desember 1941, Suster Lucia menulis: Aku akan memulai tugas baruku, dan dengan demikian memenuhi perintah yang diterima dari Yang Mulia maupun keinginan-keinginan Dr. Galamba. Dengan perkecualian bagian rahasia yang tak boleh saya ungkapkan sekarang, saya akan mengatakan segala sesuatunya. Saya tak akan menghilangkan sesuatu pun secara sengaja, meskipun saya kira saya mungkin lupa beberapa detail kecil yang tidak penting.

238

Yah, rahasia itu terdiri atas tiga bagian terpisah, dua di antaranya akan saya ungkapkan sekarang. Bagian pertama adalah penglihatan tentang neraka. Ratu kita memperlihatkan kepada kami sebuah lautan api yang besar yang tampaknya ada di bawah bumi. Yang terjerumus ke dalam api ini adalah setan-setan dan jiwa-jiwa dalam rupa manusia, seperti bara-bara api yang menyala dan tembus pandang, semuanya berwarna kehitam-hitaman atau coklat mengkilat, terapungapung ke sana kemari dalam nyala itu, terkadang melesat ke udara berkat nyala api yang keluar dari diri mereka sendiri bersama dengan awan-awan asap besar, terkadang jatuh kembali ke segala sisi seperti bunga-bunga api dalam sebuah api besar, tanpa bobot atau keseimbangan, dan di tengah jeritan-jeritan dan keluhan-keluhan rasa sakit dan keputusasaan, yang mengerikan kami dan membuat kami gemetar ketakutan. Setan-setan dapat dibedakan oleh keserupaan mereka yang mengerikan dan menjijikkan dengan binatang-binatang yang menakutkan dan tidak dikenal, semuanya gelap dan tembus pandang. Penglihatan ini hanya berlangsung sesaat. Bagaimana kita dapat bersyukur kepada Ibu surgawi kita yang baik hati, yang telah mempersiapkan kami dengan menjanjikan untuk membawa kami ke surga, dalam penampakan pertama. Kalau tidak, saya rasa kami sudah mati ketakutan dan ngeri. Kemudian kami menatap ke Ratu kita, yang berkata kepada kami dengan begitu lembut dan begitu sedih: Kamu baru saja melihat neraka tempat perginya jiwa-jiwa pendosa yang malang. Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan ingin menetapkan kebaktian kepada hatiku yang tak bernoda di dunia. Bila apa yang kukatakan kepadamu dilaksanakan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada perdamaian. Perang itu akan berakhir; tetapi bila orang tidak berhenti melukai hati Tuhan, sebuah perang yang lebih buruk akan pecah selama pemerintahan Pius XI. Kalau engkau melihat malam yang diterangi oleh cahaya yang tidak dikenal, ketahuilah bahwa inilah tanda besar yang diberikan oleh Tuhan kepadamu bahwa Ia akan menghukum dunia karena kejahatan-kejahatannya dengan perang, kelaparan, dan penganiayaan terhadap Gereja dan Bapa Suci. Untuk mencegah hal ini, aku akan datang untuk meminta penyerahan Rusia kepada hatiku yang tak bernoda,
239

dan komuni silih pada hari-hari Sabtu pertama. Kalau permintaan-permintaanku dipenuhi, Rusia akan ditobatkan, dan akan ada perdamaian; bila tidak, Rusia akan menyebarkan kesesatankesesatannya ke seluruh dunia sambil menimbulkan peperangan dan penganiayaan-penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang baik akan dimartir; Bapa Suci akan terpaksa banyak menderita; berbagai bangsa akan lenyap. Pada akhirnya, hatiku yang tak bernoda akan menang. Bapa Suci akan menyerahkan Rusia kepadaku, dan Rusia akan ditobatkan, dan sebuah periode perdamaian akan diberikan kepada dunia.(7)

(7) Dalam Memoir Keempat Suster Lucia menambahkan: Di Portugal, dogma iman akan senantiasa terjaga, dst.....

240

BAGIAN KETIGA RAHASIA ITU


(teks asli)

241

242

243

244

(terjemahan) (8) J.M.J. Bagian ketiga dari rahasia yang diungkapkan di Cova da Iria, Fatima, pada tanggal 13 Juli 1917. Saya menulis dalam ketaatan kepadaMu, Tuhanku, yang memerintahkan aku untuk berbuat begini melalui Yang Mulia Uskup Leiria dan melalui IbuMu dan Ibuku yang amat kudus. Setelah kedua bagian yang telah saya jelaskan, di sebelah kiri Ratu kita dan sedikit di atas, kami melihat seorang Malaikat dengan sebuah pedang menyala di tangan kirinya; sambil berkilat-kilat, pedang itu mengeluarkan api yang tampaknya seolah-olah mau membakar dunia; tetapi api itu mati setelah bersentuhan dengan kemuliaan yang dipancarkan oleh Ratu kita kepadanya dari tangan kanan Ratu kita: sambil menunjuk ke bumi dengan tangan kanannya, Malaikat itu berteriak dengan suara nyaring: Matiraga, Matiraga, Matiraga! dan kami melihat dalam cahaya yang amat luas yakni Tuhan: sesuatu seperti layaknya orang tampak di sebilah cermin ketika mereka lewat di depannya seorang uskup yang berpakaian putih-putih kami mendapat kesan bahwa itu adalah Bapa Suci. Uskup-uskup lain, imam-imam, biarawan-biarawati mendaki sebuah bukit terjal, di atasnya ada sebuah salib besar terbuat dari batang kayu yang dipotong kasar-kasar seperti pohon gabus dengan kulitnya; sebelum sampai ke situ Bapa Suci melewati sebuah kota besar yang setengah hancur dan setengah gemetar dengan langkah yang tertatih-tatih, karena terkena rasa sakit dan kepedihan, ia berdoa bagi jiwa mayat-mayat yang dijumpainya di jalan; setelah mencapai puncak gunung, ia berlutut di kaki salib besar itu. Ia dibunuh oleh sekelompok serdadu yang menembakkan peluru-peluru dan panah-panah kepadanya, dan dengan cara yang sama, di situ mati pula satu persatu, uskup-uskup, imam-imam, biarawan-biarawati, dan berbagai awam dengan berbagai pangkat dan kedudukan. Di bawah kedua lengan salib terdapat dua Malaikat masing-masing membawa bejana kristal di tangannya, menadah darah para martir dan dengannya mereciki jiwa-jiwa yang berjalan menuju Allah. Tuy, 3-1-1944.
(8) Dalam transkripsi, teks asli diperhatikan, bahkan mengenai tanda baca yang tidak tepat, yang toh tidak menghambat pemahaman apa yang ingin dikatakan oleh si pelihat.

245

PENAFSIRAN RAHASIA SURAT BAPA SUCI YOHANES PAULUS II KEPADA SUSTER LUCIA
(TERJEMAHAN)

Kepada yang terhormat: Suster Maria Lucia dari Biara Coimbra Dalam kegembiraan Paskah yang besar, saya menyambutmu dengan kata-kata Yesus yang telah bangkit kepada para murid: Damai bersamamu! Saya akan sangat senang dapat berjumpa denganmu pada hari yang telah lama ditunggu yakni beatifikasi Francisco dan Jacinta, yang, atas perkenaan Tuhan, akan saya rayakan tanggal 13 Mei tahun ini. Sebab pada hari itu hanya akan ada waktu untuk sambutan singkat dan bukan untuk bercakap-cakap, maka saya kirimkan Yang Mulia Uskup Agung Tarcisio Bertone, Sekretaris Konggregasi untuk Ajaran Iman, supaya berbicara denganmu. Inilah Konggregasi yang bekerja paling erat dengan Paus dalam membela iman katolik sejati, dan yang sejak 1957, sebagaimana Anda ketahui, telah menyimpan surat tulisan tanganmu yang berisi bagian ketiga rahasia yang diwahyukan pada tanggal 13 Juli 1917 di Cova da Iria, Fatima. Uskup Agung Bertone, disertai oleh Uskup Leiria, Yang Mulia Uskup Serafim de Sousa Ferreira e Silva, akan datang atas nama saya untuk mengajukan pertanyaan tertentu tentang penafsiran bagian ketiga rahasia itu.

246

Suster Maria Lucia, Anda boleh berbicara secara terbuka dan terus terang dengan Uskup Agung Bertone, yang akan melaporkan jawaban-jawabanmu langsung kepadaku. Saya berdoa dengan hangat kepada Ibu Tuhan yang sudah bangkit, bagi Suster Yang Terhormat, bagi komunitas Coimbra dan bagi seluruh Gereja. Semoga Maria Ibu peziarahan manusia, senantiasa menjaga agar kita tetap bersatu dengan Yesus, puteranya yang terkasih dan saudara kita, Tuhan kehidupan dan kemuliaan.

Dengan berkat khusus apostolik saya. Yohanes Paulus PP. II Dari Vatikan, 19 April 2000

247

PEMBICARAAN DENGAN SUSTER MARIA LUCIA DARI YESUS DAN HATI YANG TAK BERNODA.
Pertemuan antara Suster Lucia dengan Uskup Agung Tarcisio Bertone, Sekretaris Konggregasi Ajaran Iman, yang dikirim oleh Bapa Suci, dan Uskup Serafim de Sousa Ferreira e Silva, Uskup LeiriaFatima, berlangsung pada hari Kamis 27 April 2000 di biara Karmel St. Teresa di Coimbra. Suster Lucia pikirannya jernih dan santai; ia amat gembira bahwa Bapa Suci akan pergi ke Fatima untuk beatifikasi Francisco dan Jacinta, sesuatu yang sudah lama dinanti-nantikannya. Uskup Leiria-Fatima membacakan surat tulisan tangan Bapa Suci, yang menjelaskan alasan-alasan kunjungan itu. Suster Lucia merasa terhormat dengan ini dan membaca ulang surat itu sendiri, sambil memandangnya di tangannya sendiri. Ia berkata bahwa ia siap menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Pada saat ini, Uskup Agun Bertone menyampaikan dua amplop kepadanya: yang pertama berisi amplop yang kedua, yang memuat bagian ketiga rahasia Fatima. Segera, sambil menyentuhnya dengan jari-jarinya, ia berkata: Inilah suratku, dan kemudian sementara membacanya: Ini tulisanku. Naskah asli, dalam bahasa Portugis, dibaca dan ditafsirkan dengan bantuan Uskup Leiria-Fatima. Suster Lucia setuju dengan penafsiran bahwa bagian ketiga rahasia itu adalah penglihatan kenabian, mirip dengan yang ada dalam Kitab Suci. Ia mengulangi keyakinannya bahwa penglihatan di Fatima itu terutama mengenai perjuangan Komunisme yang ateistik melawan Gereja dan orang-orang Kristen, dan melukiskan penderitaan mengerikan para korban iman dalam abad keduapuluh. Ketika ditanya: Apakah tokoh utama dalam penglihatan itu adalah Paus? suster Lucia segera menjawab memang. Ia mengingat bahwa ketiga anak itu amat sedih atas penderitaan Paus, dan bahwa Jacinta terus berkata: Coitadinho do Santo Padre, tenho muita pena dos pecadores! (Bapa Suci yang malang, aku sangat sedih atas para pendosa!). Suster Lucia melanjutkan: Kami tidak tahu nama Paus itu; Ratu kita tidak mengatakan kepada kami nama Paus itu; kami tidak tahu apakah itu Benediktus XV atau Pius XII atau Paulus VI atau Yohanes Paulus II; tetapi Bapa Sucilah yang menderita dan itu membuat kami menderita pula.
248

Mengenai adegan tentang Uskup yang berpakaian putih, yakni Bapa Suci sebagaimana segera dikenali oleh anak-anak tersebut dalam penglihatan itu yang ditembak mati dan jatuh ke tanah, Suster Lucia setuju sekali dengan pernyataan Bapa Suci bahwa tangan seorang Ibulah yang menuntut jalannya peluru dan dalam perjuangannya terhenti di ambang kematian (Paus Yohanes Paulus II, Meditasi bersama para Uskup Italia dari Poliklinik Gemelli, 13 Mei 1994). Sebelum menyerahkan amplop tertutup berisi bagian ketiga rahasia itu kepada Uskup Leiria-Fatima waktu itu, Suster Lucia menulis di luar amplop itu bahwa amplop ini hanya boleh dibuka setelah tahun 1960, entah oleh Patriark Lisbon atau Uskup Leiria. Oleh karena itu Uskup Agung Bertone bertanya: Mengapa hanya setelah 1960? apakah Ratu kita yang menentukan tanggal itu? Suster Lucia menjawab: Bukan Ratu kita. Saya yang menentukan tanggal itu sebab saya memiliki intuisi bahwa sebelum tahun 1960, surat itu tidak dapat dipahami. Sekarang surat itu dapat dimengerti lebih baik. Saya menuliskan apa yang saya lihat; namun bukan tugaskulah untuk menafsirkannya, melainkan tugas Bapa Suci. Akhirnya, disebutkan pula naskah yang tidak dipublikasikan yang telah dipersiapkan Suster Lucia sebagai jawaban atas banyak surat yang datang dari para pencinta Maria dan dari para peziarah. Karya itu berjudul Os apelos da Mensagem de Fatima, dan karya itu mengumpulkan dengan gaya katekismus dan gagasan-gagasan ajakan serta permenungan yang mengungkapkan perasaan Suster Lucia dan spiritualitasnya yang jernih dan tidak emosional. Ia ditanya apakah ia akan bahagia menerbitkannya, dan ia menjawab Bila Bapa Suci setuju, maka aku bahagia, kalau tidak, aku akan mentaati apa saja yang diputuskan oleh Bapa Suci. Suster Lucia ingin menyajikan naskah itu untuk disetujui oleh Gereja, dan ia berharap bahwa apa yang telah ditulisnya itu akan menolong membimbing kaum pria dan wanita yang berkehendak baik sepanjang jalan yang menuntun kepada Allah, tujuan akhir setiap kerinduan manusia. Percakapan itu diakhiri dengan saling menukar rosario. Suster Lucia diberi sebuah rosario yang dikirim oleh Bapa Suci, dan sebagai balasannya ia mempersembahkan sejumlah rosario yang dibuatnya sendiri. Pertemuan itu diakhiri dengan berkat yang diberikan atas nama Bapa Suci.

249

PENGUMUMAN YANG DIBUAT OLEH KARDINAL ANGELO SODANO, MENTERI LUAR NEGERI VATIKAN
Pada akhir misa yang dipimpin oleh Bapa Suci di Fatima, Kardinal Angelo Sodano, Menteri Luar negeri, membuat pernyataan ini dalam bahasa Portugis, yang disajikan di sini dalam terjemahan bahasa Indonesia:

Saudara-saudari dalam Tuhan! Pada penutupan perayaan agung ini, saya merasa wajib menyampaikan kepada Bapa Suci kita yang tercinta Paus Yohanes Paulus II, atas nama semua hadirin, selamat sehangat-hangatnya atas ulangtahunnya yang ke-80 yang akan datang dan untuk berterima kasih kepadanya atas pelayanan pastoralnya yang vital bagi kemaslahatan seluruh Gereja Allah yang kudus; kami menyampaikan selamat sehangat-hangatnya dari seluruh Gereja. Pada kesempatan agung kunjungannya ke Fatima ini, Bapa Suci telah menyuruh saya untuk membuat pengumuman bagi Anda. Sebagaimana Anda ketahui, maksud kunjungannya ke Fatima adalah untuk beatifikasi kedua gembala kecil itu. Namun ia juga ingin agar peziarahannya menjadi ungkapan terimakasih baru kepada Ratu kita atas perlindungannya selama tahun-tahun pemerintahannya. Perlindungan ini tampaknya juga berkaitan dengan apa yang disebut bagian ketiga rahasia Fatima. Teks itu memuat sebuah penglihatan simbolis yang mirip dengan yang ada dalam Kitab Suci, yang tidak melukiskan secara fotografis detail-detail peristiwa-peristiwa masa depan, melainkan mensintesakan dan memadatkan fakta-fakta pada satu latar belakang. Fakta-fakta yang meluas melewati waktu dalam sebuah urutan dan kelangsungan yang tidak tertentu. Sebagai akibatnya, teks itu harus ditafsirkan dalam sebuah kunci simbolis. Penglihatan Fatima terutama menyangkut perang yang dilakukan oleh sistem-sistem ateistik terhadap Gereja dan orang-orang Kristen, dan penglihatan itu melukiskan penderitaan luarbiasa yang ditanggung oleh para saksi iman dalam abad terakhir milenium kedua. Ini merupakan Jalan Salib yang tak berkesudahan yang dipimpin oleh para Paus abad keduapuluh. Menurut interpretasi para gembala kecil, yang juga baru-baru ini diteguhkan oleh Suster Lucia, Uskup yang berpakaian putih250

putih yang berdoa bagi semua umat beriman adalah Paus. Sewaktu dia melangkah dengan sangat sulit menuju salib itu di tengah-tengah mayat-mayat orang-orang yang dimartir (uskup-uskup, imam-imam, biarawan-biarawati dan banyak kaum awam), ia pun jatuh ke tanah, tampaknya meninggal, di bawah berondongan tembakan senapan. Setelah usaha pembunuhan tanggal 13 Mei 1981, tampaknya jelas bahwa tangan seorang Ibulah yang telah membimbing jalannya peluru itu, sehingga memungkinkan Bapa Suci dalam pergulatannya untuk berhenti pada ambang kematian (Paus Yohanes Paulus II, Meditasi bersama para Uskup Italia dari Poliklinik Gemelli, Insegnamenti, XVII, 1 (1994), 1061). Dalam sebuah kesempatan kunjungan ke Roma oleh Uskup Leiria-Fatima waktu itu, Paus memutuskan untuk memberikan kepadanya peluru yang tertancap di jeep setelah usaha pembunuhan itu, agar peluru itu dapat disimpan di tempat peziarahan. Dengan keputusan Uskup tadi, peluru itu kemudian ditaruh di mahkota patung Ratu kita dari Fatima. Peristiwa-peristiwa yang berurutan tahun 1989 telah membuat jatuhnya rezim-rezim komunis yang memajukan ateisme baik di Uni Soviet dan di sejumah negara EropaTimur. Untuk ini pun Bapa Suci mengucapkan rasa terima kasihnya yang hangat kepada Perawan Tersuci. Namun di bagian-bagian dunia lain, seranganserangan terhadap Gereja dan terhadap orang-orang Kristen, dengan beban penderitaan yang dibawanya, berlanjut secara tragis. Bahkan seandainya peristiwa-peristiwa yang disebutkan dalam bagian ketiga rahasia Fatima itu sekarang ini tampaknya menjadi bagian masa lampau, ajakan Ratu kita untuk bertobat dan bermatiraga, yang dikeluarkan pada awal abad keduapuluh, tetap segar dan mendesak hari ini. Ratu pemberi pesan itu tampaknya membaca tanda-tanda zaman tanda-tanda zaman kita dengan pemahaman istimewa.... Ajakan teguh Maria yang tersuci untuk bermatiraga tak lain daripada perwujudan keprihatinan seorang ibu terhadap nasib keluarga manusia, yang perlu bertobat dan membutuhkan pengampunan [Paus Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Orang Sakit Sedunia-1997, No. 1, dalam Insegnamenti di Giovanni Paolo II, XIX, 2 (Vatican, 1996), 561]. Agar umat beriman dapat menerima pesan Ratu kita dari Fatima dengan lebih baik, Paus telah memberi tugas kepada Konggregasi
251

Ajaran Iman untuk mempublikasikan bagian ketiga rahasia itu, setelah mempersiapkan sebuah komentar yang memadai. Saudara-saudari, marilah kita berterima kasih kepada Ratu kita dari Fatima atas perlindungannya. Kepada pengantaraannya sebagai ibu, marilah kita mempercayakan Gereja pada milenium ketiga. Sub tuum praesidium confugimus, Sancta Dei Genitrix! Intercede pro Ecclesia. Intercede pro Papa nostro Ioanne Paulo II. Amen. Fatima, 13 Mei 2000

KOMENTAR TEOLOGIS
Sebuah pembacaan seksama atas naskah yang disebut rahasia ketiga dari Fatima, yang diterbitkan di sini seluruhnya lama setelah faktanya dan dengan keputusan Bapa Suci, boleh jadi terbukti mengecewakan atau mengagetkan setelah semua spekulasi yang ditimbulkannya. Tak ada misteri besar yang diwahyukan; masa depan tidak pula diungkapkan. Kita melihat Gereja para martir abad yang baru saja berlalu yang digambarkan dalam adegan yang dilukiskan dengan sebuah bahasa simbolis dan tidak mudah dimaknai. Inikah yang ingin disampaikan oleh Ibu Tuhan kepada umat kristen, kepada umat manusia dalam masa-masa penuh persoalan dan kesedihan? Hal ini menbantu kita di awal milenium baru? Atau bukankah ini mungkin hanya proyeksi-proyeksi dari dunia interior anak-anak yang bertumbuh dalam lingkungan dengan kesalehan mendalam, tetapi secara serentak ditakutkan oleh badaibadai yang mengancam mereka? Bagaimana seharusnya memahami sebuah penglihatan dan bagaimana mimikirkannya?

Pewahyuan Umum dan Pewahyuan-Pewahyuan pribadi status teologis masing-masing


Sebelum mencoba sebuah interpretasi, garis-garis utama interpretasi itu dapat ditemukan dalam pernyataan yang dibacakan oleh Kardinal Sodano pada tanggal 13 Mei tahun ini di Fatima pada akhir misa yang dirayakan oleh Bapa Suci di Fatima, perlu ada
252

suatu penjelasan dasar tentang cara di mana, menurut ajaran Gereja, fenomena seperti Fatima itu harus dimengerti dalam kehidupan iman. Ajaran Gereja membedakan antara pewahyuan publik dan pewahyuan-pewahyuan pribadi. Kedua kenyataan itu bukan saja berbeda dalam derajat melainkan pula dalam hakikatnya. Istilah pewahyan publik itu merujuk pada tindakan pewahyuan Allah yang diarahkan kepada manusia secara keseluruhan dan yang menemukan ungkapan kesusasteraannya dalam dua bagian Alkitab: Perjanjian Lama dan Baru. Itu disebut pewahyuan karena di dalamnya Tuhan secara bertahap memperkenalkan diriNya kepada manusia, hingga tahap dimana Ia sendiri menjadi manusia, untuk menarik seluruh dunia kepada diriNya sendiri dan mempersatukannya dengan diriNya melalui puteraNya yang menjelma, yakni Yesus Kristus. Oleh karena itu perkaranya bukanlah perkara komunikasi intelektual, melainkan sebuah proses pemberian hidup di mana Tuhan datang menjumpai manusia. Pada waktu yang sama proses ini tentu saja menghasilkan data yang menyangkut pikiran dan dengan pemahaman tentang misteri Allah. Ini merupakan proses yang menyangkut manusia secara keseluruhan dan oleh karenanya menyangkut pikiran juga, tetapi bukan pikiran saja. Karena Allah itu satu, maka sejarah yang ditempuhNya bersama umat manusia juga satu. Pewahyuan itu berlaku untuk semua zaman, dan pewahyuan itu mencapai puncaknya dalam hidup, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Dalam Kristus, Tuhan telah mengatakan segalanya, artinya, Ia telah mewahyukan diriNya secara lengkap, dan oleh karena itu pewahyuan berakhir dengan terpenuhinya misteri Kristus yang diwartakan dalam Perjanjian Baru. Untuk menjelaskan finalitas dan kesempurnaan pewahyuan, Katekismus Gereja Katolik mengutip sebuah teks dari St. Yohanes dari Salib Suci: Dengan memberikan PuteraNya kepada kita, SabdaNya yang tunggal (sebab Dia tidak memiliki sabda lainnya), Ia mengatakan segala sesuatu sekaligus dalam satu-satunya Sabda ini dan Ia tak lagi mempunyai sesuatu yang perlu dikatakan... sebab apa yang sebelumnya dikatakanNya kepada para nabi secara parsial, sekarang dikatakanNya secara total dengan memberi kita KepenuhanNya yakni puteraNya sendiri. Siapa pun yang mempertanyakan Allah atau menghendaki suatu penglihatan atau pewahyuan akan bersalah bukan saja karena
253

berlaku tolol melainkan juga karena melukai hatiNya, dengan tidak mengarahkan kedua matanya seluruhnya kepada Kristus dan dengan menghayati sebuah hasrat bagi suatu kabar baru lainnya (No. 65; St. Yohanes dari Salib Suci, Pendakian Gunung Karmel, II, 22). Karena satu-satunya pewahyuan Allah yang ditujukan kepada semua bangsa dirampungkan dengan Kristus dan kesaksian yang diberikan untukNya dalam buku-buku Perjanjian Baru, maka Gereja terikat dengan peristiwa khas sejarah suci ini dan dengan sabda Alkitab, yang menjamin dan menafsirkannya. Tetapi ini tidaklah berarti bahwa Gereja sekarang hanya dapat menoleh ke belakang dan bahwa ia terjebak dalam pengulangan-pengulangan yang mandul. Katekismus Gereja Katolik dalam hal ini berkata: ... meskipun bila wahyu itu sudah lengkap, wahyu itu belum dibuat jelas sepenuhnya; tugas iman Kristenlah untuk secara perlahan-lahan memahami makna sepenuhnya selama perjalanan abad-abad (No. 66). Cara di mana Gereja terikat baik pada kekhususan peristiwanya maupun kemajuan dalam pemahamannya diilustrasikan dengan baik dalam sabda perpisahan Tuhan ketika berpamitan dengan para muridNya, Ia berkata: Aku masih memiliki banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang engkau belum dapat menanggungnya. Kalau Roh Kebenaran datang, Dia akan membimbingmu ke dalam semua kebenaran; sebab Dia tidak akan berbicara atas namaNya sendiri.... Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan mengambil apa yang menjadi milikKu dan mempermaklumkannya kepadamu (Yoh 16: 12-14). Di satu pihak, Roh itu bertindak sebagai pembimbing yang mengungkapkan suatu pengetahuan yang sebelumnya tak terjangkau karena premisnya tidak ada inilah lebar dan dalamnya iman Kristen yang tak terbatas. Di lain pihak, dibimbing oleh Roh juga berarti menimba dari kekayaan Yesus Kristus itu sendiri, kedalaman-kedalamannya yang tak ada habis-habisnya nampak dalam cara Roh itu memimpin. Dalam hal ini, Katekismus Gereja Katolik tadi mengutip kata-kata mendalam Paus Gregorius Agung: Kitab Suci tumbuh dengan orang yang membacanya (No. 94; Gregorius Agung, Homilia in Ezechielem I, 7, 8). Konsili Vatikan II mencatat tiga cara di mana sabda itu tumbuh: melalui meditasi dan studi kaum beriman, melalui pemahaman mendalam yang
254

datang dari pengalaman rohani dan melalui khotbah orang-orang yang dalam suksesi episkopal, telah menerima karisma kebenaran yang pasti (Dei Verbum, 8). Dalam konteks ini, sekarang menjadi mungkin untuk memahami dengan benar konsep pewahyuan pribadi, yang merujuk pada semua penglihatan dan pewahyuan yang telah berlangsung sejak rampungnya Perjanjian Baru. Inilah kategori yang harus kita gunakan untuk pesan Fatima. Dalam hal ini, marilah kita mendengarkan sekali lagi Katekismus Gereja Katolik: Sepanjang abad-abad, telah ada apa yang disebut pewahyuan-pewahyuan pribadi, sebagian di antaranya telah diakui oleh pihak berwenang Gereja... Bukanlah peran wahyu pribadi untuk melengkapi pewahyuan definitif Kristus, melainkan menolong menghayatinya secara lebih penuh dalam periode sejarah tertentu (No. 67). Ini menjelaskan dua hal: 1. Otoritas wahyu-wahyu pribadi itu pada dasarnya berlainan dengan otoritas wahyu umum definitif. Ini menuntut iman; di dalamnya Tuhan sendiri berbicara kepada kita melalui kata-kata manusia dan perantaraan komunitas hidup yakni gereja. Iman kepada Tuhan dan kepada sabdaNya berbeda dengan kepercayaan, penyerahan atau pendapat manusiawi lainnya. Kepastian bahwa Tuhanlah yang berbicara, memberi saya jaminan bahwa saya bersentuhan dengan kebenaran itu sendiri. Ini memberi kepastian kepada saya yang melampaui pembuktian oleh cara mengetahui manusiawi lain mana pun. Atas kepastian inilah saya membangun kehidupan saya dan pada kepastian inilah saya mempercayakan diri saya sewaktu mati. 2. Wahyu pribadi itu merupakan bantuan bagi iman ini, dan memperlihatkan kredibilitasnya justru dengan membimbing saya kembali ke wahyu umum definitif. Dalam hal ini, Kardinal Prospero Lambertini, yang kemudian menjadi Paus Benediktus XIV, mengatakan dalam traktat klasiknya, yang belakangan menjadi normatif bagi beatifikasi-beatifikasi dan kanonisasi-kanonisasi: Persetujuan atas iman Katolik bukanlah disebabkan oleh pewahyuan-pewahyuan yang disetujui dengan cara ini; hal itu bahkan tidak mungkin. Pewahyuan-pewahyuan pribadi ini lebih-lebih mencari persetujuan iman manusia sesuai dengan tuntutan-tuntutan kehati-hatian, yang menempatkan wahyu-wahyu pribadi itu di depan kita sebagai hal yang mungkin dan boleh dipercaya demi
255

kesalehan. Teolog Vlandren E. Dhanis, seorang pakar terkemuka dalam bidang ini, menyatakan dengan padat bahwa persetujuan gerejani atas sebuah wahyu pribadi memiliki tiga unsur: pesan itu tidak mengandung sesuatu yang bertentangan dengan iman atau akhlak; diperbolehkan oleh undang-undang untuk mengumumkannya; dan umat beriman diberi wewenang untuk menerimanya dengan kehati-hatian (E. Dhanis, Sguardo su Fatima e bilancio di una discussione, dalam La Civilta Cattolica 104 (1953), II, 392-406, terutama 397). Pesan semacam itu dapat merupakan pertolongan asli dalam memahami Injil dan menghayatinya dengan lebih baik pada saat tertentu dalam waktu; oleh karena itu wahyu pribadi tidak boleh diabaikan. Ia merupakan bantuan yang ditawarkan, tetapi tidak mewajibkan orang untuk menggunakannya. Oleh karena itu, kriteria bagi kebenaran dan nilai sebuah wahyu pribadi adalah orientasinya kepada Kristus sendiri. Ketika wahyu pribadi itu membuat kita menjauhi Kristus, bila wahyu pribadi itu menjadi terlepas dari Kristus atau bahkan menampilkan diri sebagai rencana keselamatan yang lain dan lebih baik, lebih penting daripada Injil, maka pastilah wahyu pribadi itu bukan berasal dari Roh Kudus, yang membimbing kita semakin dalam merasuki Injil dan bukan menjauh daripada Injil. Ini tidaklah berarti bahwa sebuah wahyu pribadi itu tidak akan menawarkan penekanan-penekanan baru atau menimbulkan bentuk-bentuk kebaktian baru, atau memperdalam dan menyebarkan bentuk-bentuk yang lebih kuno. Tetapi dalam semuanya ini, haruslah ada penyuburan terhadap iman, pengharapan dan kasih, yang merupakan jalan yang tak berubah-ubah menuju keselamatan bagi setiap orang. Kita boleh menambahkan bahwa wahyu-wahyu pribadi seringkali muncul dari kesalehan rakyat dan meninggalkan ciri mereka di situ, sambil memberinya dorongan baru dan membuka jalan bagi bentuk-bentuk baru kesalehan populer itu. Ini tidak pula mengecualikan bahwa wahyu-wahyu pribadi itu akan memiliki pengaruh bahkan pada liturgi, sebagaimana kita lihat misalnya dalam pesta-pesta Tubuh Kristus dan Hati Kudus Yesus. Dari salah satu sudut pandang, hubungan antara Pewahyuan Umum dengan wahyu-wahyu pribadi itu tampak dalam hubungan antara liturgi dengan kesalehan rakyat: liturgi adalah kriterianya, dialah bentuk hidup Gereja secara keseluruhan, yang langsung diberi makan oleh Injil. Kesalehan
256

rakyat adalah tanda bahwa iman itu menyebarkan akar-akarnya ke dalam hati sebuah bangsa sedemikian rupa sehingga ia mencapai kehidupan sehari-hari. Agama rakyat adalah modus inkulturasi iman yang pertama dan dasariah. Sementara ia harus senantiasa mencari bimbingannya dan arahnya dari liturgi tadi, agama rakyat itu pada gilirannya memperkaya iman dengan melibatkan hati. Dengan demikian kita telah berpindah dari penjelasan-penjelasan yang agak negatif, yang semula diperlukan, menuju definisi positif tentang wahyu-wahyu pribadi. Bagaimana wahyu-wahyu pribadi ini dapat diklasifikasi dengan benar dalam kaitannya dengan Alkitab? Termasuk kategori teologis manakah mereka itu? Surat tertua Santo Paulus yang telah tersimpan, yang juga merupakan teks Perjanjian Baru yang tertua, yakni Surat Pertama kepada Jemaat Tessalonika, tampaknya bagi saya menunjukkan arahnya. Sang Rasul berkata: Janganlah memadamkan Roh, jangan meremehkan karisma kenabian, melainkan ujilah segala sesuatunya sambil berpegang teguh pada apa yang baik (5:19-21). Dalam setiap abad Gereja telah menerima karisma kenabian, yang harus diteliti tetapi tidak boleh ditolak dengan amarah. Pada butir ini, orang harus mengingat bahwa kenabian dalam arti alkitabiah tidak berarti meramalkan masa depan melainkan menjelaskan kehendak Tuhan untuk saat sekarang, dan oleh karena itu menunjukkan jalan yang tepat yang harus ditempuh bagi masa depan. Seseorang yang meramalkan apa yang akan terjadi menanggapi rasa ingin tahu pikiran, yang ingin mengungkap tudung masa depan. Sedangkan nabi berbicara kepada kebutaan kehendak dan penalaran, dan memaklumkan kehendak Tuhan sebagai sebuah petunjuk dan tuntutan bagi masa sekarang ini. Dalam hal ini, ramalan atas masa depan menjadi tidak begitu penting. Apa yang pokok adalah aktualisasi pewahyuan definitif, yang melibatkan saya pada tataran yang paling dalam. Katakata nabi merupakan peringatan atau penghiburan, atau keduanya sekaligus. Dalam arti ini, ada hubungan antara karisma kenabian dan kategori tanda-tanda zaman, yang oleh Vatikan II dimunculkan kembali: Engkau tahu bagaimana menafsirkan gejala bumi dan langit; mengapa engkau tidak tahu menafsirkan zaman sekarang ini? (Lk 12:56). Dalam sabda Yesus ini, tanda-tanda zaman harus diartikan sebagai jalan yang ditempuhNya, sungguh itu harus ditafsirkan sebagai Yesus sendiri. Menafsirkan tanda-tanda zaman
257

dalam terang iman berarti mengenali kehadiran Kristus dalam setiap zaman. Dalam wahyu-wahyu pribadi yang direstui oleh Gereja dan oleh karena itu juga wahyu di Fatima inilah maksudnya: membantu kita untuk memahami tanda-tanda zaman dan untuk menanggapi tanda-tanda itu dengan tepat di dalam iman.

Struktur antropologis wahyu-wahyu pribadi


Dalam permenungan ini kami telah berusaha sejauh ini untuk mengidentifikasi status teologis wahyu-wahyu pribadi. Sebelum membahas penafsiran pesan Fatima, kita masih harus dengan singkat mencoba memberikan penjelasan tertentu tentang ciri-ciri antropologis (psikologis) wahyu-wahyu pribadi itu. Dalam bidang ini antropologi teologis (pandangan teologi tentang manusia. Redaksi) membedakan tiga bentuk persepsi atau visi: visi dengan pancaindera, dan oleh karenanya disebut persepsi jasmaniah luar, persepsi batiniah, dan visi kerohanian (visio sensibilis imaginativa intellectualis). Jelaslah bahwa dalam penampakan-penampakan Lourdes, Fatima dan tempat-tempat lain masalahnya bukanlah persepsi lahiriah normal oleh pancaindera: gambaran-gambaran dan bentuk-bentuk yang terlihat itu tidak terlokalisasi secara spasial, seperti halnya sebuah pohon atau sebuah rumah. Ini jelas sekali, misalnya, menyangkut penglihatan tentang neraka (yang dilukiskan dalam bagian pertama rahasia itu) atau bahkan dalam penglihatan yang dilukiskan dalam bagian ketiga rahasia tersebut. Tetapi hal yang sama dapat dengan amat mudah diperlihatkan mengenai penglihatan-penglihatan yang lain, terutama karena tidak semua orang yang hadir melihatnya, melainkan hanya para pelihat. Jelas pula bahwa itu bukanlah perkara penglihatan dalam pikiran, tanpa gambar-gambar, sebagaimana terjadi pada tingkat-tingkat mistik yang lebih tinggi. Oleh karena itu kita berurusan dengan kategori tengah, yakni persepsi batiniah. Bagi si pelihat, persepsi ini tentulah memiliki kekuatan sebuah kehadiran, yang setara dengan perwujudan lahiriah bagi pancaindera. Penglihatan batiniah bukan berarti khayalan, yang tak lebih daripada ungkapan khayalan subyektif. Melainkan berarti bahwa jiwa itu disentuh oleh sesuatu yang nyata, tetapi yang berada di luar pancaindera. Jiwa dibuat mampu melihat hal yang berada di
258

luar pancaindera, yang tak dapat dilihat mata melihat dengan pancaindera batiniah. Penglihatan batin itu menyangkut obyekobyek nyata, yang menyentuh jiwa itu, meskipun obyek-obyek tersebut tidak termasuk dunia inderawi kita yang biasa. Inilah sebabnya mengapa perlu ada kewaspadaan batiniah dari hati, yang biasanya dikesampingkan oleh tekanan hebat realitas lahiriah dan gambaran-gambaran dan gagasan-gagasan yang memenuhi jiwa itu. Orangnya dibimbing keluar dari ekterioritas murni (hal lahiriah belaka. Redaksi) dan disentuh oleh dimensi-dimensi realitas yang lebih dalam, yang menjadi tampak baginya. Boleh jadi ini menjelaskan mengapa anak-anak cenderung menjadi orang-orang yang menerima penglihatan-penglihatan ini: jiwa-jiwa mereka belum banyak diganggu, kekuatan persepsi batiniah mereka masih belum cacat. Pada bibir anak-anak dan bayi-bayi Engkau telah mendapatkan pujian, jawab Yesus dengan kutipan Masmur 8 (ayat 3) terhadap kritikan Imam-Imam besar dan para penatua, yang menilai bahwa seruan hosanna oleh anak-anak itu tidak tepat (lihat Mt 21: 16). Penglihatan batin bukanlah fantasi melainkan, sebagaimana telah kami katakan, merupakan cara verifikasi yang benar dan sah. Tetapi ia pun memiliki keterbatasan-keterbatasannya. Bahkan dalam penglihatan-penglihatan lahiriah, unsur subyektif itu senantiasa hadir. Kita tidak melihat obyek murni, melainkan obyek itu sampai kepada kita melalui filter pancaindera kita, yang melakukan pekerjaan penerjemahan. Hal ini semakin jelas dalam hal penglihatan batiniah, terutama bila penglihatan itu menyangkut kenyataan-kenyataan yang dalam dirinya sendiri melampaui cakrawala kita. Si subyek, yakni si pelihat, terlibat secara lebih hebat lagi. Ia melihat sejauh ia mampu, dalam cara-cara penggambaran dan kesadaran yang tersedia baginya. Dalam hal penglihatan batiniah, proses penerjemahan itu bahkan lebih luas daripada penglihatan lahiriah, sebab si subyek ikut ambil bagian dengan cara yang hakiki dalam pembentukan gambaran dari apa yang tampak. Ia dapat sampai pada gambaran itu hanya dalam batas-batas kemampuannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Oleh karena itu penglihatan-penglihatan semacam ini bukanlah merupakan sekadar foto dari dunia lain, melainkan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan dan keterbatasan-keterbatasan subyek yang melihat tadi.
259

Ini dapat dibuktikan dalam semua penglihatan besar oleh santosanta; dan tentu saja ini berlaku pula dalam penglihatan-penglihatan oleh anak-anak dari Fatima. Gambaran-gambaran yang mereka lukiskan samasekali bukan sekadar ungkapan fantasi mereka, melainkan hasil sebuah persepsi nyata yang asalnya lebih tinggi dan batiniah. Tetapi gambaran-gambaran itu tidak boleh dibayangkan seolah-olah untuk sesaat tudung dunia lain itu diangkat, dengan surga tampak dalam hakekatnya yang murni, sebagaimana pada satu hari kita berharap akan melihatnya dalam kesatuan definitif kita dengan Tuhan. Melainkan gambaran-gambaran itu, dalam suatu cara bicara, merupakan sintesa sebuah dorongan yang datang dari atas dengan kemampuan untuk menerima dorongan di dalam diri para pelihat, yakni anak-anak tadi. Atas alasan ini, bahasa kiasan penglihatan-penglihatan tadi adalah simbolis. Dalam hal ini, Kardinal Sodano berkata: mereka itu tidak melukiskan detail-detail peristiwa masa depan secara fotografis, melainkan mereka itu mensintesa dan memadatkan fakta-fakta yang melebar melintasi waktu dalam sebuah urutan dan durasi yang tidak tertentu dengan satu latar belakang tunggal. Pemadatan waktu dan ruang ini dalam satu gambaran adalah sifat khas penglihatan-penglihatan semacam itu, yang untuk sebagian besarnya hanya dapat diuraikan setelah terjadi. Tidak setiap unsur penglihatan itu harus memiliki makna historis khusus. Yang penting adalah penglihatan itu secara keseluruhan, dan detail-detailnya harus dimengerti berdasarkan keseluruhan gambaran-gambaran itu. Unsur sentral gambaran itu diungkapkan di mana ia jatuh bersamaan dengan apa yang merupakan fokus utama kenabian Kristen itu sendiri: pusatnya ditemukan dimana penglihatan itu menjadi sebuah ajakan dan pedoman menuju kehendak Tuhan.

Sebuah percobaan untuk menafsirkan rahasia Fatima


Bagian pertama dan kedua rahasia Fatima sudah dibahas secara luas dalam literatur yang bersangkutan sehingga tidak perlu dibahas lagi di sini. Saya akan sekadar mengingatkan dengan singkat pokok yang paling penting. Selama satu saat yang mengerikan, anak-anak itu mendapat penglihatan tentang neraka. Mereka melihat jatuhnya jiwa-jiwa para pendosa yang malang.
260

Dan selanjutnya mereka diberitahu alasan mengapa mereka harus melewati ini: untuk menyelamatkan jiwa-jiwa untuk menunjukkan jalan menuju keselamatan. Ini mengingatkan kita akan kata-kata Surat pertama Petrus: Mengenai hasil imanmu, engkau mendapatkan keselamatan jiwa-jiwamu(1: 9). Untuk mencapai tujuan ini, jalan yang telah ditunjukkan mengagetkan bagi orang-orang dari dunia berbudaya Anglo-Saxon dan Jerman adalah kebaktian kepada hati Maria yang tak bernoda. Sebuah komentar pendek kiranya memadai untuk menjelaskan ini. Dalam bahasa Alkitab, Hati/Jantung menunjukkan pusat kehidupan manusia, titik di mana nalar, kehendak dan perangai serta perasaan menyatu, di mana orang menemukan kesatuannya dan orientasi batiniahnya. Menurut Mateus 5: 8, hati yang tak bercela adalah hati yang, dengan rahmat Tuhan, telah mencapai kesatuan batin sempurna dan oleh karena itu melihat Allah. Oleh karena itu berbakti kepada hati Maria yang tak bercela berarti mengambil sikap hati ini, hati yang mengucapkan fiat jadilah kehendakMu pusat penentu seluruh kehidupan seseorang. Boleh jadi orang berkeberatan bahwa kita tidak boleh menempatkan seorang manusia antara diri kita dengan Kristus. Tetapi kemudian kita ingat bahwa St. Paulus tidak ragu-ragu mengatakan kepada jemaat-jemaatnya: tirulah aku (1Kor 4: 16; Flp 3: 17; 1Tess 1: 6; 2Tess 3: 7, 9). Dalam diri sang rasul mereka dapat melihat secara konkrit apa artinya mengikuti Kristus. Tetapi dari siapakah kita dapat lebih baik mempelajarinya dalam setiap zaman kalau bukan dari Ibu Tuhan? Demikianlah akhirnya kita sampai pada bagian ketiga rahasia Fatima yang untuk pertama kalinya diterbitkan secara keseluruhan. Sebagaimana jelas dari dokumentasi yang disajikan di sini, tafsiran yang diberikan oleh Kardinal Sodano dalam pernyataannya tertanggal 13 Mei diberikan terlebih dahulu secara pribadi kepada Suster Lucia. Suster Lucia menjawab dengan mengutarakan bahwa ia telah menerima penglihatan itu tetapi tidak menerima penafsirannya. Interpretasinya, katanya, bukanlah milik si pelihat melainkan milik Gereja. Tetapi setelah membaca teks itu ia berkata bahwa penafsiran ini cocok dengan apa yang telah dialaminya dan bahwa pada pihaknya, ia menganggap tafsiran ini betul. Oleh karena itu, dalam apa yang menyusul, kita hanya dapat mencoba memberikan dasar yang lebih dalam bagi tafsiran ini, berdasarkan kriteria yang sudah dibahas.
261

Untuk menyelamatkan jiwa-jiwa telah muncul sebagai kata kunci pada bagian pertama dan kedua rahasia itu, dan kata kunci bagian ketiga ini adalah seruan tiga kali: Matiraga, Matiraga, Matiraga! Awal Injil muncul di pikiran: Bertobatlah dan percayalah kepada Kabar Gembira (Mk 1: 15). Memahami tanda-tanda zaman berarti menerima pentingnya laku tapa pertobatan iman. Inilah jawaban tepat kepada saat dalam sejarah ini, yang dicirikan oleh bahayabahaya besar yang dilukiskan secara garis besar dalam gambarangambaran yang menyusul. Izinkanlah saya menambahkan di sini sebuah kenangan pribadi: dalam sebuah percakapan dengan saya, Suster Lucia mengatakan bahwa semakin lama semakin jelas baginya bahwa maksud semua penampakan itu adalah untuk menolong orang-orang agar tumbuh semakin kuat dalam iman, pengharapan dan kasih segala sesuatu lainnya dimaksudkan untuk mengarah ke sini. Marilah kita sekarang membahas lebih seksama masing-masing gambaran. Malaikat dengan pedang menyala di sebelah kiri Bunda Allah mengingatkan gambaran-ganbaran serupa dalam Kitab Wahyu. Ini menggambarkan ancaman penghakiman yang membayangi dunia. Zaman ini bayangan bahwa dunia dapat dihancurkan menjadi abu oleh sebuah lautan api tidak lagi fantasi belaka: manusia sendiri, dengan penemuan-penemuannya, telah menempa pedang yang menyala itu. Penglihatan itu kemudian memperlihatkan kekuasaan berlawanan menentang kekuatan penghancur kemuliaan Bunda Allah dan, berasal dari sini dalam suatu cara tertentu, ajakan untuk bermatiraga. Dengan cara ini, pentingnya kebebasan manusia digarisbawahi: masa depan itu sebenarnya bukanlah sudah ditentukan secara tak dapat diubah, dan citra yang dilihat oleh anak-anak itu samasekali bukanlah iklan filem masa depan di mana tak ada hal yang dapat diubah. Sungguh, seluruh maksud penglihatan itu adalah membawa kebebasan ke dalam adegan tersebut dan untuk mengemudikan kebebasan dengan cara yang positif. Maksud penglihatan ini bukanlah untuk memperlihatkan sebuah filem tentang sebuah masa depan yang telah ditentukan secara tak dapat diubah lagi. Maknanya justru sebaliknya: penglihatan itu dimaksudkan untuk menggalang kekuatan-kekuatan perubahan ke arah yang benar. Oleh karena itu kita harus samasekali menyingkirkan penjelasan-penjelasan fatalistik terhadap
262

rahasia itu, misalnya klaim bahwa pelaku serangan tanggal 13 Mei 1981 adalah sekadar alat rencana Ilahi yang dibimbing oleh Penyelenggaraan Ilahi dan oleh karena itu tak mungkin dilakukan dengan kehendak bebas, atau gagasan-gagasan serupa yang beredar. Sebaliknya, penglihatan itu berbicara tentang bahayabahaya dan bagaimana kita dapat selamat daripadanya. Ungkapan-ungkapan teks berikutnya memperlihatkan ciri simbolis penglihatan itu dengan amat jelas sekali lagi: Allah itu tetap tak dapat diukur, dan adalah cahaya yang mengatasi setiap penglihatan kita. Orang-orang tampak seperti di dalam cermin. Kita harus pula mengingat batas-batas dalam penglihatan itu sendiri, yang di sini ditunjukkan secara visual. Masa depan muncul hanya dalam sebuah cermin yang samar-samar (1Kor 13: 12). Marilah sekarang kita membahas masing-masing gambar yang menyusul dalam teks rahasia itu. Tempat kejadian dilukiskan dalam tiga simbol: sebuah gunung yang tinggi, sebuah kota besar yang hancur menjadi puingpuing dan akhirnya sebuah salib besar yang dipotong kasar. Gunung dan kota itu melambangkan arena sejarah umat manusia: sejarah sebagai pendakian susah payah menuju puncak, sejarah sebagai arena kreativitas manusia dan kesetaraan sosial, tetapi sekaligus juga tempat kehancuran, di mana orang benar-benar menghancurkan buah-buah karyanya sendiri. Kota besar itu dapat menjadi tempat kebersamaan dan kemajuan, tetapi juga tempat bahaya dan ancaman yang paling ekstrim. Di gunung itu berdirilah salib tujuan dan pedoman sejarah. Salib mengubah kehancuran menjadi keselamatan; ia berdiri sebagai tanda kesengsaraan sejarah tetapi juga sebagai janji bagi sejarah. Pada saat ini muncullah pribadi-pribadi manusia: Uskup yang berpakaian putih-putih (kami mempunyai kesan bahwa itu adalah Bapa Suci), uskup-uskup lain, imam-imam, biarawan-biarawati, dan pria dan wanita dari berbagai tingkat dan kedudukan sosial yang berbeda. Paus tampaknya mendahului yang lain, gemetar dan menderita yang disebabkan oleh semua kengerian di sekitarnya. Bukan saja rumah-rumah di kota itu setengahnya hancur, melainkan dia pun berjalan di antara mayat-mayat. Jalan Gereja dengan demikian dilukiskan sebagai Via Crucis, sebuah perjalanan melalui sebuah zaman kekejaman, kehancuran dan penganiayaan. Sejarah satu abad seluruhnya dapat dilihat terwakili dalam gambar ini. Persis
263

sebagaimana tempat-tempat di dunia itu secara sintetis dilukiskan dalam dua gambar yakni gunung dan kota besar, dan diarahkan menuju salib, demikian pulalah waktu itu disajikan dalam cara yang padat. Dalam penglihatan itu kita dapat mengenali abad yang lalu sebagai abad para martir, abad penderitaan dan penganiayaan terhadap Gereja, abad Perang Dunia dan perang-perang lokal yang memenuhi lima puluh tahun terakhir dan telah menimbulkan bentukbentuk kekejaman yang tak ada bandingnya. Dalam cermin penglihatan ini, kita melihat saksi-saksi iman dekade demi dekade lewat di depan kita. Di sini kiranya pada tempatnya menyebutkan sebuah ungkapan dari surat yang ditulis Suster Lucia kepada Bapa Suci tanggal 12 Mei 1982: Bagian ketiga rahasia merujuk pada kata-kata Ratu kita: Kalau tidak, Rusia akan menyebarkan kesesatan-kesesatannya ke seluruh dunia, menimbulkan peperangan dan penganiayaan-penganiayaan terhadap Gereja. Orangorang baik akan dimartir; Bapa Suci terpaksa banyak menderita; berbagai bangsa akan dilenyapkan. Dalam Jalan Salib seluruh abad, sosok Paus memiliki peran khusus. Dalam pendakiannya yang susah payah di gunung itu, kita dengan pasti dapat melihat bertemunya berbagai Paus. Mulai dari Pius X sampai Paus yang sekarang, mereka semua sama-sama merasakan penderitaan-penderitaan abad ini dan berjuang untuk maju ke depan melalui semua rasa cemas sepanjang jalan yang menuju ke salib. Dalam penglihatan itu, Paus pun terbunuh bersama dengan para martir. Ketika, setelah percobaan pembunuhan tanggal 13 Mei 1981, Bapa Suci menyuruh orang membawa teks bagian ketiga dari rahasia itu, bukankah tak terhindarkan ia akan melihat di dalamnya nasibnya sendiri? Ia hampir saja mati, dan ia sendiri menjelaskan kelangsungan hidupnya dengan kata-kata berikut ini: ... tangan seorang Ibulah yang telah membimbing jalannya peluru dan dalam pergulatannya Paus berhenti di ambang maut (13 Mei 1994). Bahwa di sini tangan seorang Ibu telah menyimpangkan peluru yang malang itu hanyalah memperlihatkan sekali lagi bahwa tak ada nasib yang tak dapat diubah, bahwa iman dan doa adalah kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi sejarah dan bahwa pada akhirnya doa itu lebih kuat daripada peluru-peluru dan iman itu lebih ampuh daripada bala tentara. Bagian penutup dari rahasia itu menggunakan gambarangambaran yang boleh jadi telah dilihat Lucia dalam buku-buku devosi
264

dan yang mengambil inspirasinya dari intuisi-intuisi iman yang sudah lama ada. Penglihatan itu adalah penglihatan penghiburan, yang berusaha membuka sebuah sejarah darah dan airmata menuju kemampuan Tuhan yang menyembuhkan. Di bawah lengan-lengan salib itu para malaikat mengumpulkan darah para martir, dan dengan darah itu mereka memberi kehidupan kepada jiwa-jiwa yang berjalan menuju Allah. Di sini, darah Kristus dan darah para martir dianggap satu: darah para martir mengalir dari lengan-lengan salib itu. Para martir itu mati dalam persatuan dengan kesengsaraan Kristus, dan kematian mereka menjadi satu dengan kematian Kristus. Demi tubuh Kristus, mereka menyelesaikan apa yang masih kurang dalam penderitaan-penderitaannya (lihat Kol 1: 24). Kehidupan mereka sendiri telah menjadi suatu Ekaristi, bagian dari misteri biji gandum yang dalam kematiannya menghasilkan buah melimpah. Darah para martir adalah benih orang-orang Kristen, kata Tertulianus. Sebab dari kematian Kristus, dari sisinya yang terluka, lahirlah Gereja, begitu pula kematian para saksi itu berguna bagi kehidupan masa depan Gereja. Oleh karena itu, penglihatan bagian ketiga rahasia yang semula menyedihkan itu, ditutup dengan sebuah gambaran pengharapan: tak ada penderitaan yang sia-sia, dan Gereja yang sedang menderita itulah, yakni gereja para martir, yang menjadi papan penunjuk bagi manusia yang mencari Allah. Tangan Tuhan yang penuh kasih menyambut baik bukan saja mereka yang menderia seperti Lazarus, yang mendapatkan penghiburan besar di situ dan secara misterius melambangkan Kristus, yang berharap untuk menjadi Lazarus yang malang bagi kita. Ada sesuatu lagi: dari penderitaan para saksi muncullah kekuatan yang memurnikan dan memperbaharui, sebab penderitaan mereka adalah perwujudan penderitaan Kristus sendiri dan sebuah penyampaian efek penyelamatannya untuk sekarang ini dan di sini. Dan dengan demikian kita sampai pada pertanyaan terakhir: Apakah arti rahasia Fatima sebagai keseluruhan (dalam tiga bagiannya)? Apa yang dikatakannya kepada kita? Pertama-tama kita harus menegaskan bersama Kardinal Sodano: ... peristiwaperistiwa yang disebut oleh bagian ketiga rahasia itu tampaknya sekarang merupakan bagian masa lalu. Sejauh masing-masing peristiwa dilukiskan, mereka termasuk masa lampau. Mereka yang mengharapkan pewahyuan-pewahyuan apokaliptik yang menggem265

parkan tentang akhir dunia atau arah masa depan sejarah akan kecewa. Fatima tidaklah memuaskan rasa ingin tahu kita dengan cara ini, persis sebagaimana iman Kristen pada umumnya tak dapat direduksi menjadi sebuah obyek rasa ingin tahu belaka. Apa yang tersisa sudahlah jelas ketika kita mulai permenungan-permenungan kita tentang teks rahasia itu: ajakan untuk berdoa sebagai jalan keselamatan jiwa-jiwa dan, demikian pula, ajakan untuk bermatiraga dan bertobat. Akhirnya saya ingin menyebut satu lagi ungkapan kunci dari rahasia yang telah menjadi terkenal sewajarnya: hatiku yang tak bernoda akan menang. Apa artinya itu? Hati itu terbuka ke arah Tuhan, setelah dimurnikan oleh kontemplasi tentang Tuhan, adalah lebih kuat daripada senapan dan segala macam senjata. Fiat Maria, kata-kata hatinya, telah mengubah sejarah dunia, sebab fiat itu telah membawa Juruselamat ke dalam dunia sebab, berkat Ya yang diucapkan Maria, Tuhan dapat menjadi manusia di dunia kita dan tetap demikian sepanjang waktu. Si Jahat memiliki kekuasaan di dunia ini, sebagaimana kita lihat dan kita alami terus-menerus; ia memiliki kekuasaan karena kebebasan kita terus-menerus membiarkan dirinya sendiri diselewengkan dari Tuhan. Tetapi karena Allah sendiri mengambil hati manusia dan dengan demikian mengemudikan hati manusia ke arah apa yang baik, kebebasan untuk memilih si jahat tidak lagi memiliki kata terakhir. Sejak waktu itu, sabda yang menang adalah ini: Di dunia engkau akan menghadapi siksaan, tetapi jangan berkecil hati; aku telah mengalahkan dunia (Yoh 16: 33). Pesan dari Fatima mengundang kita untuk mempercayai janji ini. Joseph Kardinal Ratzinger Prefek Konggregasi Ajaran Iman

266

Daftar Isi
Prakata Penyunting .............................................................. Pengantar Memoir-Memoir Suster Lucia .............................. Biografi Pendek Suster Lucia ............................................... Ciri-ciri sastera Lucia ............................................................ Jenis sastra yang disebut Kenang-kenangan .................... Tema Memoir-Memoir .......................................................... 5 7 8 10 13 15

Memoir Pertama
Pengantar ..................................................................... Prolog ............................................................................ 1. Doa dan ketaatan ........................................................... 2. Menyimpan rahasia-rahasia ........................................... 3. Bagi Jacinta .................................................................... 33 34 34 34 36

I. Parangai Jacinta
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Ciri-ciri alamiahnya ......................................................... Kepekaannya ................................................................. Cintanya kepada Juruselamat yang tersalib .................. Perasaannya yang halus ................................................ Ia melihat dan belajar ..................................................... Jacinta, si gembala cilik ................................................. Penampakan pertama .................................................... Renungan tentang neraka .............................................. Pertobatan para pendosa ............................................... Perlawanan keluarga ..................................................... Cinta kepada Bapa Suci ................................................. Di penjara Ourem ........................................................... Rosario di penjara .......................................................... Dan akhirnya... menari ................................................... 37 38 40 41 41 44 46 48 49 52 54 55 56 57

II. Setelah Penampakan-Penampakan


1. Doa-doa dan pengorbanan-pengorbanan di Cabeco ..... 2. Interogasi-interogasi yang menyusahkan ...................... 3. Romo Cruz yang saleh ................................................... 58 59 60
267

4. Rahmat-rahmat melalui Jacinta ..................................... 5. Semakin banyak pengorbanan ......................................

61 62

III. Sakit dan meninggalnya Jacinta


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sakitnya Jacinta ............................................................. Kunjungan Perawan Suci ............................................... Di rumah sakit Ourem .................................................... Kembali ke Aljustrel ........................................................ Kunjungan-kunjungan ulangan oleh Perawan Suci ....... Berangkat ke Lisbon ...................................................... Epilog ............................................................................. 63 65 66 67 68 69 70

Memoir Kedua
Pengantar ...................................................................... Prakata ........................................................................... 71 72

I. Sebelum penampakan-penampakan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 9. Masa kanak-kanak Lucia ............................................... Hiburan-hiburan rakyat ................................................... Komuni pertama Lucia ................................................... Ratu Rosario tersenyum kepada Lucia .......................... Penantian yang penuh semangat .................................. Hari yang besar itu ......................................................... Keluarga Lucia ............................................................... Tinjauan kembali ............................................................ 73 74 76 77 78 79 80 82

II. Penampakan-penampakan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
268

Ramalan misterius tahun 1915 ...................................... 83 Penampakan-penampakan malaikat dalam tahun 1916 84 Kesulitan di rumah ......................................................... 88 Penampakan-penampakan Ratu kita ............................. 91 Keragu-raguan dan godaan-godaan Lucia .................... 94 Dorongan dari Jacinta dan Francisco ............................ 95 lbu Lucia mengalami keragu-raguannya ........................ 98 Ancaman-ancaman Administrator .................................. 100 Kesulitan dalam keluarga Lucia ..................................... 101

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Pembimbing rohani Lucia yang pertama ........................ Pemenjaraan di Ourem .................................................. Laku-laku tapa dan penderitaan-penderitaan ................ Tanggal 13 September ................................................... Semangat pengorbanan Lucia ....................................... Seorang tamu yang tinggi perawakannya ...................... Tanggal 13 Oktober ........................................................ Ditanyai oleh imam-imam ...............................................

102 103 105 107 108 109 110 112

III. Setelah penampakan-penampakan


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Lucia bersekolah ............................................................ Lucia dan pastor paroki .................................................. Teman-teman dalam simpati dan pengorbanan ............. Perlawanan pemerintah ................................................. Ibu Lucia jatuh sakit keras .............................................. Ayah Lucia meninggal .................................................... Sepupu-sepupu Lucia sakit keras .................................. Kesehatan Lucia memburuk .......................................... Pertemuan pertama Lucia dengan Uskup ...................... Perpisahan dengan Fatima ............................................ 115 116 119 121 123 124 125 128 130 132

Epilog ............................................................................. 133 1. Kenang-kenangan lebih lanjut tentang Jacinta .............. 134 2. Kepribadian Lucia seperti magnet .................................. 134 3. Ingatan Lucia yang unggul ............................................. 135

Memoir Ketiga
Pengantar ..................................................................... Prolog ............................................................................ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Apakah rahasianya itu? ................................................. Penglihatan tentang neraka .......................................... Kesan-kesan yang bertahan lama pada Jacinta ........... Lucia meninjau kembali ................................................. Hati Maria yang tak bernoda ......................................... Penglihatan-penglihatan Jacinta tentang Bapa Suci ..... Penglihatan-penglihatan tentang Perang ...................... 137 138 138 139 141 143 144 145 147
269

8. Lucia menjelaskan sikap diamnya ................................ 9. Jacinta dan hati Maria yang tak bernoda ...................... Epilog ............................................................................

149 150 152

Memoir Keempat
Pengantar ..................................................................... Prolog ............................................................................ 1. Keyakinan dan kerelaan ................................................ 2. Ilham di gudang atas ..................................................... 3. Urapan Roh ................................................................... 153 154 154 154 155

I. Perwatakan Francisco
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Spriritualitasnya ............................................................. Kecenderungan-kecenderungan alami ......................... Francisco melihat Malaikat ............................................ Kesan-kesan tentang penampakan pertama ................ Kesan-kesan penampakan kedua ................................. Francisco memperkuat keberanian Lucia ..................... Kesan-kesan penampakan ketiga ................................. Francisco di penjara ...................................................... Kesan-kesan penampakan-penampakan terakhir ........ Anekdot-anekdot dan nyanyian-nyanyian populer ........ Francisco, moralis kecil ................................................. Francisco pencinta keheningan dan doa ...................... Francisco melihat iblis ................................................... Francisco dan sahabat-sahabatnya yang bersayap ........ Kasih dan semangat Francisco ..................................... Francisco sakit .............................................................. Kematian Francisco yang suci ...................................... Sebuah nyanyian rakyat ................................................ 156 159 160 162 165 166 167 168 170 171 175 177 179 180 182 186 189 190

II. Kisah penampakan-penampakan


Prolog ............................................................................ 1. Penampakan-penampakan Malaikat ............................. 2. Bungkamnya Lucia ........................................................
270

191 193 197

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tanggal 13 Mei 1917 ..................................................... Tanggal 13 Juni 1917 .................................................... Tanggal 13 Juli 1917 ..................................................... Tanggal 13 Agustus 1917 .............................................. Tanggal 13 September 1917 ......................................... Tanggal 13 Oktober 1917 .............................................. Epilog ............................................................................

198 201 202 205 206 207 209

III. Kenang-kenangan lebih lanjut tentang Jacinta


1. Penyembuhan ajaib ...................................................... 2. Anak yang nakal ............................................................ 210 211

IV. Reputasi Kesucian Jacinta


1. 2. 3. 4. Satu pertanyaan terakhir ............................................... Jacinta, cerminan Tuhan ............................................... Jacinta, contoh keutamaan ........................................... Francisco itu beda ......................................................... Epilog ............................................................................ 212 213 214 217 219

Apendiks I Pengantar ..................................................................... 221 Teks janji besar hati Maria dalam penampakan di Pontevedra, Spanyol ................................................. 221 Apendiks II Pengantar ..................................................................... 225 Teks permintaan agar Rusia ......................................... 225 Apendiks III Pengantar ..................................................................... Rahasia Fatima (terjemahan) ........................................ Bagian Ketiga Rahasia itu (terjemahan) ..................... Surat Bapa Suci Yohannes Paulus II kepada Sr. Lucia.. Pembicaraan dengan Suster Maria Lucia ..................... Pengumuman yang dibuat oleh Kard. Sodano .............. Komentar teologis .........................................................

228 238 245 246 248 250 252


271

Execuo Grfica Grfica Almondina Torres Novas Depsito Legal n. 229 451/05

272

Anda mungkin juga menyukai