Anda di halaman 1dari 4

Siswa sebagai objek utama pendidikan yang perlu mendapat bimbingan, didikan, dan arahan dari pendidik atau

guru. Tidak hanya mengenai ilmu pengetahuan, tetapi juga meliputi norma, adat istiadat untuk membentuk siswa yang berkarakter tangguh dan memiliki mental yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan, kompeten serta sportif dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan pendidikan, perlulah kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan, kesadaran siswa untuk memahami dan mengamalkan ilmu yang didapat, tidak luput juga peran orang tua yang mengawasi dan membimbing anak-anaknya serta masyarakat di lingkungan dimana peserta didik tinggal. Sebab, apabila proses belajar-mengajar hanya dari satu arah tanpa ada keaktifan dan apresiasi dari siswa maka tujuan pendidikan tidak akan berhasil dan kualitas pendidikan akan terus menurun. Sebagai siswa pun tentu membutuhkan motivator sebagai peniup semangat belajarnya, yaitu orang tua. Melalui perhatian, kasih sayang, percaya diri dan fasilitas yang diberikan oleh orang tua akan merangsang semangat belajarnya. Tapi, jika kita tengok kelapangan ternyata siswa sangat rentan dari berbagai godaan. Baik yang datang dari dalam dirinya sendiri, maupun dari luar atau lebih tepatnya lingkungan. Godaan dalam diri bisa berupa rasa malas, merasa susah ataupun tidak senang terhadap suatu mata pelajaran tertentu hingga akhirnya enggan untuk bertemu pelajaran tersebut. Akhirnya memilih untuk tidak hadir ketika pelajaran tersebut berlangsung. Ataupun ketika guru memberi tugas kepada siswa dalam jumlah yang tidak sedikit, biasanya kebanyakan siswa lebih suka mengeluh daripada mengerjakannnya. Adapun gangguan yang datang dari luar dapat disebabkan karena pergaulan yang terlalu bebas, tanpa adanya batasan-batasan dan tidak sesuai dengan norma yang ada. Misalnya, dengan dalih solidaritas seorang siswa masuk geng motor atau komunitaskomunitas ilegal lainnya. Karena pergaulan yang tidak difiltrasi seorang siswa bisa berubah dari segi bicara, penampilan dan tingkah laku mereka yang jauh dari cerminan kata pelajar. Beberapa fakta menunjukan bahwa tingkat keseriusan belajar siswa saat ini apabila di rata-ratakan kian menurun. Meskipun banyak juga bermunculan prestasi-prestasi anak negeri. Sehingga apabila kita menggaris bawahi ternyata permasalahan yang terjadi pada siswa yakni kurangnya kesadaran untuk memahami dan mengembangkan serta mengamalkan ilmu yang didapat. Mereka lebih cenderung bersifat apatis, padahal sebenarnya mereka memiliki mimpi yang apabila mimpi itu diwujudkan, tentulah akan semakin meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan derajat bangsa. Tapi mereka justru cenderung lebih suka berfikir untuk membiarkan mimpi itu datang dengan sendirinya tanpa mereka berusaha untuk
1 Pitriani, Dedeh. SMA N 1 Ciamis

mewujudkannya. Paradigma tentang sekolah yaitu setiap hari mendengarkam pelajaran dari guru yang berupa teori tanpa ada pengamalannya, dan walaupun ada hanya sebagian kecil saja yang benar-benar mengamalkannya, terkadang ada ulangan harian dan setiap satu semester mengadakan ujian dan setelah kurun waktu tertentu mereka di tes dan lulus lalu menempuh pendidikan ke jenjang berikutnya, setelah itu mereka mencari pekerjaan, terus saja seperti itu. Padahal, yang sebenarnya sekolah itu sebagai sarana so sialisasi pendidikan, pengetahuan, serta pembentukan karakter agar generasi penerus memiliki jiwa luhur untuk menjalankan dan memimpin Republik Indonesia dimasa yang akan datang. Sebenarnya mereka di tuntut untuk lebih kreatif dan inovatif. Untuk itu, selain harus memiliki pemikiran yang cemerlang, gemilang dan elegan, dalam diri siswa perlu di tanamkan jiwa perancang serta sikap selalu berusaha dan pantang menyerah agar mimpi mereka tidak kabur dalam , angan-angan. Kesalahn itu tidak dapat sepenuhnya dilimpahkan kepada siswa, sebab di dalamnya terdapat peran orang tua dan guru. Orang tua sebagai pengawas, pendidik, pemberi fasilitas, pemberi kasih sayang dan perhatian yang penuh. Sementara guru sebagai pembimbing dan pendidik siswa, juga yang mengarahkan siswa. Sebenarnya permasalah itu dapat kita atasi bersama, dengan adanya kerjasama dari ketiga komponen tersebut, guru sebagai pendidik dan pembimbing, mengarahkan siswa lewat ilmu pengetahuannya serta dengan tehnik yang lebih variatif dan menyenanhkan, agar tidak membuat siswa jenuh. Sementara orang tua membantu dalam memberi perhatian dalam artiam mengawasi setiap pergaulan anak dan memantau dengan siapa si anak bergaul, serta memberi motivasi kepada anak, sebab biasanya motivasi dari orang terdekatlah yang lebih dapat mendorong seseorang. Sementara untuk siswa sendiri, berfikirlah bagaimana menjalani hari esok? dan tanyalah diri sendiri apakah kita hanya akan jadi bonsai yang indah dipajang di halaman rumah, atau kita ingin menjadi pohon tinggi, menjulang nan rindang di hutan belantara yang menaungi semak belukar? dan salurkan kreatifitas melalui hal-hal positif, misalnya dengan berorganisasi. Dan jangan pernah takut untuk bermimpi serta wujudkanlah mimpi itu meski kita harus sampai lari terbirit-birit, terjatuh dan bangun lagi, terjatuh lagi sampai beberapa kali. Sebab, jalan yang kita lalui begitu terjal, berbatu tajam dan begitu licin. Dan ketika kita hampir sampai pada mimpi itu, rasa lelah itu akan mulai hilang, dan ketika sampai pada mimpi itu rasa lelah akan langsng terganti dengan senyum bahagia. Untuk itu, kepada guru dan orang tua siswa, mari kita sama-sama bantu siswa untuk menumbuhkan jiwa perancang itu di dalam dirinya. Agar makin banyak tercipta pemikiran luar biasa yang jelas nyata sempurna sebab tertanam semangat yang menggebu untuk
2 Pitriani, Dedeh. SMA N 1 Ciamis

mewujudkan mimpi itu, serta sikap pantang menyerah meski kerap diterpa gelombang. Sebab, ketika sebuah karya sukses di pasaran, tentulah memerlukan pemikiran dan kerja keras yang tidak biasa. Dan ketika keberhasilan di raih tentulah ada derai air mata, peluh mengalir, dan kegundahan yang mengiringi langkahnya. Dan ketika konsep mengagumkan tercipta, belum tentu mampu menghasilkan karya yang luar biasa, dan meraih kesuksesan yang mengagumkan tanpa adanya air mata, peluh mengalir, kesabaran dan semangat yang kian menggebu. Begiu hebatnya sosok yang memiliki jiwa perancang, sebab ia akan berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya meski harus mengahncurkan karang, membelah langit dan mengeringkan samudera padahal langit itu tiada tara dan samudera itu di dalamnya ada arus yang deras dan gelombang badai yang sangat kencang. Dalam kutipan sebuah buku karangan Paulus Bambang bahwa sosok jawara sangat penting dalam mewujudkan mimpi menjadi sebuah cetak biru yang mudah dipahami dan dieksekusi oleh banyak pihak. Tanpa cetak biru yang lengkap, mimpi hanya menjadi semacam ide gila yang indah di alam kasatmata, bukan menjadi karya nyata. Sebab mimpi tanpa rancangan jelas, hanya akan bernilai Rp. 1, dan dan dengan rancangan yang jelas akan bernilai Rp. 1.000, setelah sukses d eksekusi akan bernilai Rp 1.000.000 dan jika sukses dalam jangka panjang, tentulah akan mudah mencapai angka Rp.1.000.000.000. Jiwa perancang ini dalam menciptakan sebuah karya tentulah penuh dengan perhitungan, melihat segi religi, budaya serta nilai dan norma yang berlaku. Jiwa perancang ini tidak akan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan mimpi-mimpinya brilian, tapi justru keberhasilannya tidak lepas dari doanya yang tulus dan ikhlas serta ketaatannya pada agama yang di anutnya. Mereka mengetengahkan nilai dan norma serta budaya yang telah tertanam, sebab itu merupakan warisan luhur sekaligus sebagai identitas bangsanya. Jiwa perancang akan menjadikan karyanya bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Kiranya kita dapat membayangkan apabila sikap seperti itu dibiasakan dan ditanamkan dalam diri siswa sejak saat ini, beberapa tahun mendatang kita akan melihat banyak orang-orang hebat dinegeri ini. Banyak inovator-inovator pembawa perubahan yang akan lebih memperkenalkan kehebatan tanah air kita di mata internasional. Maka dari itu, pendidikan karakter harus kita terapkan dengan sungguh-sungguh untuk mencetak pribadi yang tidak hanya jawara dalam ilmu pengetahuan tapi jawara dalam membaca, membaca lingkungan, membaca situasi. Sehingga tahu mana yang kiranya diperlukan, dan mana yang kiranya merugikan. Serta mampu menghadapi segala tantangan.

3 Pitriani, Dedeh. SMA N 1 Ciamis

Kita sadari bahwa untuk mewujudkan semua itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Tapi kita perlu sebuah cara untuk melakukan pembiasaan-pembiasan itu. Dan kiranya organisasi sekolah serta organisasi-organisasi di bawah naungannya merupakan salah satu sarana yang tepat untuk mengembangkan karakter serta tempat untuk mengapresiasikan kreatifitasnya. Sebab diorganisasi kita terbiasa dengan berbagai macam karakter, dengan berbagai macam permasalahan dan berbagai macam tugas dan tanggung jawab. Selain itu juga dengan berorganisasi secara tidak langsung kita belajar untuk memanage waktu, keuangan, serta memanage fikiran. Sehingga kita terbiasa menghadapi tantangan, bahkan yang berat sekalipun. Ketika pengambilan keputusan, kita telah dibiasakan untuk bijaksana. Ketika mengadakan suatu kegiatan kita belajar bekerja tim, belajar bertanggung jawab. Ketika diadakan rapat atau diskusi, kita belajar mendengarkan orang lain dan kita juga belajar bermusyawarah, mencari yang terbaik diantara yang terbaik dengan tidak mementingakan ego sendiri. Maka dari itu, mari kita sama-sama membangun, menciptakan, dan memperbaiki sikap. Kita tanamkan nilai-nilai kebenaran dalam diri, kita tanamkan sikap kompeten dalam diri kita dan kita sama-sama tanamkan jiwa perancang dalam diri kita melalui pembiasan pembiasan yang kita dapat, baik dalam organisasi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

4 Pitriani, Dedeh. SMA N 1 Ciamis

Anda mungkin juga menyukai