2.1 Pertumbuhan Jepang sebagai Negara Imperialis Sampai dengan pertengahan abad ke-19, Jepang masih merupakan sebuah negara tradisional yang memperlihatkan ciri-ciri kehidupan feodalistik. Keadaan ini disebabkan oleh penerapan kebijakan politik isolasi diri oleh
Rezim Tokugawa1 yang berkuasa di Jepang sejak tahun 1603. Dengan kebijakan tersebut, bangsa Jepang tidak mau membuka negaranya bagi negara-negara asing karena merasa khawatir kebudayaan mereka akan terpengaruh oleh kebudayaan Barat.2 Meskipun demikian, Rezim Tokugawa
masih mengizinkan orang-orang Belanda dan Cina berlabuh di negaranya dan melakukan perdagangan dengan pribumi walaupun geraknya di batasi hanya di Pulau Desima dan Nagasaki. Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Belanda ini menjadi perantara bagi orang-orang asing yang ingin melakukan perdagangan dengan bangsa Jepang.
Ditulis oleh Miftahul Falah sebagai bagian dari buku Peta; Cikal Bakal TNI yang diterbitkan tahun 2005 oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga penelitian Universitas Padjadjaran.
Kenyataan tersebut oleh Amerika Serikat dipandang sebagai sesuatu yang tidak konsisten dan akan menjadi penghalang bagi kepentingan negaranya di Cina. Setelah melepaskan Doktrin Monroe dan mengadopsi teori The Influence of Sea Power Upon History, Amerika Serikat
mulai berusaha untuk membuka Jepang bagi orang-orang Barat, khususnya Amerika Serikat.3 Usaha tersebut mulai dilakukan mengirim menemui pada tim tahun 1852 ke ketika Jepang, pada Presiden tetapi Fillmore usaha ini
ekspedisi
kegagalan.
Baru
tahun
1853,
Amerika
Serikat berhasil mengamankan kepentingannya di Jepang setelah sebuah tim ekspedisi di bawah pimpinan Komodor Matthew (sekarang Komodor C. Perry bernama berhasil Tokyo). berlabuh Pada di Teluk Maret Yedo 1856, untuk (1) dan
bulan Rezim
Perry
berhasil
memaksa
Tokugawa
Perjanjian harus
Kanagawa
yang
berisi: Shimoda
membuka
Pelabuhan
Hakodata bagi kapal-kapal bangsa asing dan (2) Rezim Tokugawa menerima keinginan Amerika Serikat untuk
membuka kantor perwakilan diplomatiknya di Jepang.4 Meskipun Rezim Tokugawa mengizinkan bangsa asing memasuki negaranya, sikap tetapi yang sebagian berbeda. besar Sikap rakyatnya tersebut
memperlihatkan
disebabkan
oleh
adanya
perasaan
dalam
diri
bangsa
Jepang bahwa kehadiran orang-orang asing di negaranya lambat laun akan menghapus negara kekaisaran. Perasaan ini didasarkan pada Perjanjian Kanagawa dan berbagai perjanjian Jepang. politik negara.5 Kenyataan tersebut mengakibatkan kewibawaan Rezim Tokugawa di mata bangsa Jepang semakin melemah sehingga melahirkan kesadaran nasional yang disimbolkan dengan munculnya gerakan anti-orang asing pada tahun 1860-an yang dipelopori oleh kaum bangsawan desa atau kaum dagang lainnya negara yang Jepang dianggap dilanda merugikan kekacauan
Akibatnya, yang
berdampak
pada
melemahnya
perekonomian
samurai rendahan (shishi). Gerakan ini memperlihatkan semangat patriotisme dalam pengertian sonnojoi yang
bermakna muliakan kaisar dengan cara mengusir orangorang biadab.6 Kekacauan politik tersebut bermuara
pada peristiwa perebutan kekuasaan. Clan Chosu dan clan Satsuma, sebagai bangsawan peranan desa yang yang begitu paling menonjol itu
berpengaruh, dalam
memegang
peristiwa
tersebut.
Perebutan
kekuasaan
atas Jepang kepada Tenno Matsuhito atau lebih dikenal dengan panggilan Kaisar Meiji. Setelah mengambil alih kekuasaan dari tangan Tokugawa, Kaisar Meiji kemudian melaksanakan pembaruan di berbagai sektor kehidupan. Gerakan pembaruan yang kemudian lebih dikenal sebagai Restorasi Meiji yang
berlangsung dari tahun 1867-1912 ini bertujuan untuk menjadikan Jepang Jepang sebagai negara dari modern agar bangsa
bisa
melepaskan
diri
ancaman
kekuasaan
negara-negara Barat. Dalam upaya melaksanakan pembaruan ini, Kaisar Meiji menerapkan negara-negara militer, kebijakan Barat. dan imitation Modernisasi yang
country
terhadap
pendidikan,
industri,
politik
dilakukan oleh Kaisar Meiji semuanya mengacu terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara Barat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau Richard
Storry mengatakan bahwa akibat proses pembaruan Jepang kemudian dipandang sebagai Murid Barat of the West).7 Restorasi Meiji berupaya untuk menjadikan Jepang sebagai negara modern dengan meninggalkan gaya hidup feodalistik. Dengan demikian, perubahan gaya hidup (Japan as Pupil
supaya Proses
dapat ini
dengan
negara-negara dalam
bunmeikaika, mencerahkan
bangsa
Jepang.
storasi Meiji meliputi upaya pembaruan di bidang sentralisasi dan standardisasi administrasi negara. Pembaruan di bidang ini dilakukan oleh Kaisar Meiji dengan cara menghidupkan kembali sistem kekaisaran pada tahun 1867 yang diikuti oleh pembentukan propinsi di seluruh negara Jepang pada tahun 1871. Pada tahun 1885, Kaisar Meiji menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan dibantu oleh beberapa orang menteri. Selain itu, kebebasan untuk berpolitik mulai diakui oleh Kaisar Meiji. Berkaitan dengan itu, pemerintah memberikan kelonggaran politik kepada sebagai rakyatnya alat untuk
mendirikan
partai
menyalurkan
aspirasi politik mereka. Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Kaisar Meiji sebagai antisipasi terhadap gerakan yang merasa tidak puas terhadap pemerintah. Dari sekian banyak Seiyukai partai Party politik (Partai yang paling yang menonjol adalah oleh
Liberal)
didirikan
(Partai Progresif) yang didirikan oleh Okuma Shigenobu dari golongan intelektual dan pengusaha. Pada dasarnya, kedua partai ini memiliki tujuan ke yang sama, yaitu
menyebarkan
ide-ide
modernisasi
seluruh
lapisan
masyarakat. Salah satu tuntutan kedua partai ini adalah perubahan konstitusi karena konstitusi yang ada pada saat itu terkesan seolah-olah negara bukan milik
rakyat, melainkan milik segelintir orang yang memiliki kekuasaan. Terhadap tuntutan ini, pada tanggal 11
Februari 1889, Kaisar Meiji mengesahkan konstitusi baru yang berdampak pada perubahan struktur pemerintahan. Berdasarkan konstitusi tersebut, Kaisar Meiji tetap
pemegang kekuasaan tertinggi, tetapi dibantu oleh Diet atau parlemen yang terdiri atas Dewan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat. Tugas pokok dari parlemen adalah
mengawasi jalannya pemerintahan supaya tidak otoriter. Setahun kemudian, untuk mengisi kursi parlemen Kaisar Meiji menyelenggarakan pemilihan umum.8 Untuk mewujudkan perubahan gaya hidup, hal penting yang dilakukan oleh Kaisar Meiji adalah melakukan
pembaruan di bidang pendidikan. Pembaruan di bidang ini berupaya untuk membentuk kesadaran bangsa Jepang untuk meninggalkan feodalisme dan menggantikannya dengan
kehidupan modern. Hal-hal yang bersifat takhayul yang terkait erat dengan oleh kehidupan Jepang feodalisme dan harus
ditinggalkan
bangsa
menggantikannya
dengan budaya berpikir ilmiah. Meskipun demikian, nilai-nilai tradisional yang dianggap masih relevan terus dipertahankan sehingga bangsa Jepang menjelma sebagai sebuah bangsa yang mampu memadukan gaya hidup lama
bangsa Jepang dengan gaya hidup modern yang ditirunya dari negara-negara Barat. Sehubungan Meiji dengan itu, pada tahun 1871, Kaisar
memutuskan
untuk
membentuk
Kementerian
Pendidikan. Sistem pendidikan yang dikembangkan meniru sistem pendidikan yang berkembang di Amerika Serikat. Pemerintah juga banyak mendatangkan tenaga pengajar
dari Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis serta banyak mengirim rakyatnya untuk belajar di negara-negara
tersebut. Kurikulumnya tidak hanya berisikan kehidupan tradisional, tetapi dipadukan dengan perkembangan ilmu yang terjadi di negara-negara Barat. Sejak dari
pendidikan dasar hingga menengah, para pendidik mulai menanamkan budaya berpikir rasional dan mulai mengikis pola pikir tradisional yang masih kental dengan hal-hal yang berbau mitologi.9
Selain
itu,
pemerintah
pun
mendorong
rakyatnya
untuk secara aktif memajukan pendidikan. Dorongan tersebut ternyata yang ditanggapi terlihat dari secara positif oleh
masyarakat
didirikannya
berbagai
universitas dengan kurikulum modern. Sekadar contoh, bahwa tinggi pada yang masa ini telah oleh lahir beberapa perguruan The
didirikan
masyarakat, University,
Imperial
Doshida yang
Waseda ketiga
University. perguruan
dikembangkan
tersebut
memperlihatkan
perpaduan
harmoni antara kebudayaan Jepang lama dan kebudayaan Barat. berperan modern bidang dengan Kelak, aktif para dalam semangat lulusan ketiga universitas ini
melahirkan kultur
generasi
berkultur di
dengan
Jepang.
Pembaruan
pendidikan pendidikan
kemudian agama
dipadukan yang
secara
harmoni pada
berlandaskan
sintoisme.
yang maju di bidang ilmu dan teknologi, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional Jepang. Selain dipengaruhi oleh keberhasilan memperbarui bidang politik dan pendidikan, percepatan penyebaran ide-ide pembaruan dipengaruhi pula keberhasilan inovasi teknologi komunikasi, media massa, dan transportasi
yang
dilaksanakan Pada
pada
awal
Meiji.10 membangun
tahun
1869,
komunikasi kantor
pembangunan memiliki
Keduanya di-
fungsi
tambahan,
yaitu
sebagai
tempat
perolehnya berbagai informasi dalam rangka pertahanan nasional. Demikian halnya juga dengan sektor transportasi, Pemerintah Jepang meyakini bahwa sektor ini memiliki fungsi yang strategis dalam membangun peradaban bangsa. Sama halnya dengan sektor komunikasi, sektor ini pun tidak hanya memiliki fungsi sebagai alat
pembangunan ekonomi, melainkan juga memiliki fungsi sebagai alat pertahanan negara. Berkait dengan tersebut, sejak tahun 1872, Pemerintah Jepang mulai membangun
prasarana
dan
sarana
transportasi
baik
transportasi
darat maupun laut. Pembaruan yang dilakukan oleh Kaisar Meiji berhasil menjadikan negaranya sebagai negara industri yang mulai disegani oleh negara-negara Barat. Sebagai se-
buah negara industri, bangsa Jepang dihadapkan pada dua permasalahan penting. Pertama, bagaimana memperoleh
sumber bahan mentah (raw material resources) yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kesinambungan in-
dustrialisasinya. Kedua, bagaimana memasarkan hasil-hasil industrinya ke luar Jepang sehingga akan memberikan keuntungan ekonomis bagi negaranya. Kedua persoalan itu kemudian ditafsirkan oleh sebagian bangsa Jepang sebagai cara untuk mengamankan kepentingan Jepang di
negara-negara
tetangganya.
Mereka
beranggapan
bahwa
satu-satunya jalan yang mesti ditempuh oleh Pemerintah Jepang adalah melakukan ekspansi terhadap negara-negara di sekitar Jepang terutama yang memiliki potensi sumber daya alam dan dapat dijadikan pasar bagi hasil industri negaranya. Oleh karena itu, Kaisar Meiji beranggapan bahwa kekuatan militer Jepang harus diperbarui pula. Upaya militernya Pemerintah secara Jepang untuk memodernisasikan diuntungkan
tidak
langsung
sangat
dengan posisi negaranya yang dijadikan sebagai buffer state (negara penyangga) bagi negara-negara Barat yang memiliki tersebut, kepentingan Pemerintah di Asia-Pasifik. secara Dengan leluasa posisi dapat
Jepang
membangun kekuatan militernya tanpa memperoleh gangguan dari negara-negara Barat. Hanya dua angkatan yang dibangun oleh Jepang, yakni angkatan darat dan angkatan laut sedangkan angkatan udaranya diintegrasikan sebagai bagian dari masing-masing angkatan. Kaisar Meiji
membangun
kekuatan
Angkatan
Darat
dengan
meniru
Angkatan Darat Prancis, tetapi kemudian berpaling ke Angkatan Inggris Darat Jerman. Sementara itu, Angkatan Laut
dijadikan
sebagai
rujukan
untuk
membangun
kekuatan Angkatan Laut Jepang.11 Keberhasilan Jepang membangun kekuatan militernya diujicobakan dengan melakukan ekspansi ke Cina pada tahun 1894. Setelah melakukan peperangan dengan tentara Cina selama satu tahun, pada tanggal 17 April 1895, Jepang mengakhiri peperangan tersebut yang ditandai
dengan ditandatanginya Perjanjian Shimonoseki. Berdasarkan perjanjian itu, Jepang memiliki kekuasaan atas beberapa wilayah Cina, yaitu Pulau Formosa (Taiwan), daerah Kwantung, Port Arthur, dan Dairen.12 Penguasaan
atas beberapa wilayah Cina tersebut menandai dimulainya era baru Jepang sebagai negara imperialis. Kemenangan tersebut membawa dampak yang besar bagi bangsa Jepang untuk menjadi yang termaju di antara
bangsa Asia lainnya. Halangan utama yang harus segera diatasi oleh Jepang adalah memotong kepentingan Rusia di wilayah Asia Timur. Membiarkan Rusia memiliki pelabuhan air hangat akan sangat membahayakan Jepang sehingga politik air hangat Rusia itu perlu diakhiri
sedini mungkin. Untuk memotong kepentingan Rusia atas Asia Timur-Pasifik, pada tahun 1904, Jepang menyerang pangkalan militer Rusia di daerah Manchuria. Satu tahun kemudian, Jepang berkuasa atas wilayah Manchuria bahkan sampai ke Pulau Sakhalin Selatan. Keberhasilan ini sangat mengagumkan bagi sebagian negara-negara Asia dan dianggap sebagai awal kebangkitan Asia. Ekspansi Jepang ke daratan Asia Timur semakin kuat seiring dengan aneksasi Semenanjung Korea pada tahun 1910. Pada masa Perang Dunia Pertama, bangsa Jepang
bergabung dengan negara-negara Barat untuk memerangi kekuatan militer Jerman dan Turki. Setelah peperangan ini berakhir pada tahun 1919, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menyerahkan seluruh jajahan Jerman di Pasifik Selatan kepada Pemerintah Jepang. Di satu sisi, keberhasilan tersebut memberikan rasa bangga pada diri bangsa
Jepang. Akan tetapi, pada sisi lain hasil-hasil ekspansi yang diperoleh tersebut melahirkan ketidakpuasan di kalangan sebagian masyarakat Jepang. Perasaan ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh Amerika Serikat dan Inggris, terutama yang berkaitan dengan masalah perimbangan kekuatan militer dunia.13 Pemerintah Jepang memang tidak
dapat menolak kepentingan Amerika Serikat dan Inggris karena secara ekonomi mereka masih sangat bergantung pada kedua negara tersebut. Lambat laun, seiring dengan semakin Jepang, menebalnya berbagai nasionalisme kebijakan pada diri oleh bangsa sebagian
tersebut
masyarakat Jepang dianggap sebagai upaya mengerdilkan kembali bangsanya dalam pergaulan internasional. Untuk melepaskan ketergantungan ekonomi kepada negara-negara Barat, bangsa Jepang berusaha untuk menguasai wilayahwilayah yang dipandang memiliki sumber daya alam vital, seperti minyak bumi. Berkaitan dengan ini, Angkatan
Laut Jepang memandang wilayah Selatan, khususnya Indonesia, sebagai daerah yang harus dikuasai oleh Jepang. Penguasaan terhadap wilayah ini akan menjamin hidup
bangsa Jepang yang memang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
2.2 Perkembangan Awal Teori Ekspansi Jepang ke Indonesia dan Reaksi Kaum Pergerakan Nasional A. Pandangan Angkatan Laut Jepang terhadap Indonesia
Kita perlu memanfaatkan tanah Selatan yang luas beserta sumber alamnya yang kaya yang dibiarkan begitu saja tidak dikembangkan. Lagi pula, membebaskan dan menolong bangsa-bangsa di Selatan dari keadaan yang prihatin ini merupakan tanggung jawab
Jepang sebagai pemimpin Asia Timur Raya . Mereka menjual bahan baku, kita menjual barang jadi. Hubungan erat laksana bibir dengan gigi ini merupakan syarat mutlak pengembangan Asia Timur Raya.
Tulisan tersebut merupakan pernyataan Sato Shinen, seorang ahli pikir Rezim Tokugawa, yang selalu menekankan perlunya bangsa Jepang melakukan ekspansi ke Selatan. Dalam kurun tahun 1930-an, pernyataannya ini kemudian menjadi pandangan resmi Markas Besar Angkatan Laut Jepang yang boleh dikatakan sebagai wujud persaingannya dengan Markas Besar Angkatan Darat Jepang. Pengingkaran dan kesamaan bangsa Jepang and terhadap kemerdekaan tidak dapat
(freedom
equality)
dilepaskan dari keberhasilannya menjadi sebuah negara industri yang diakui keandalannya oleh bangsa-bangsa Barat. Bangsa Jepang perlu mengamankan wilayah-wilayah yang mendukung proses industrialisasinya, baik wilayah yang memiliki sumber daya alam maupun wilayah yang memiliki potensi sebagai pasar hasil industrinya. Dengan perkataan lain, ekspansi yang dilakukan Jepang ke Indonesia Jepang tidak dapat dilepaskan dari ruang upaya Pemerintah
untuk
memperluas
penghidupannya
(lebensraum), baik secara politik maupun ekonomi. Meskipun secara umum rencana ekspansi tersebut
tetapi pada kenyataannya terdapat perbedaan pandangan mengenai rencana ekspansi itu sendiri. Angkatan Darat Jepang lebih memprioritaskan untuk melakukan ekspansinya bangsa ke Daratan Cina dan ini Semenanjung kemudian Korea. lebih Oleh
Jepang,
pandangan
dikenal
dengan sebutan ekspansi ke daerah Utara. Di lain pihak, Angkatan Laut Jepang dalam setiap kesempatan selalu
menyebarkan pemikiran bahwa pengembangan negara Jepang bukanlah di daerah Utara (Daratan Cina dan Semenanjung Korea), melainkan ke wilayah Selatan, yaitu negara-
negara yang sekarang termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Pandangan ini tercermin dari kebijakan luar negeri Angkatan Laut Jepang yang dimuat dalam Kaigun Yoran terbitan tahun 1933.
Bangsa raksasa Jepang, Jepang, sekarang telah mengulurkan kedua tangannya. Tangan kiri mencengkeram Daratan Tiongkok, tangan kanan mencengkeram Pasifik. Politik terhadap Daratan Tiongkok dan Pasifik harus dilakukan secara serentak . Adapun mengenai tempat Jepang bersandar itu, Negeri Jepang tetap negeri kepulauan sampai dunia kiamat karena ini merupakan kehendak Dewa meletakkan negeri Jepang di lautan. Negeri kepulauan ini tidak akan berubah menjadi negeri daratan. Oleh sebab itu, betapapun pentingnya Manchuria dan Mongolia itu, tidak lain hanya merupakan garis gizi Jepang saja.14
Pada awalnya, prioritas pertama sasaran ekspansi tersebut adalah Filipina, namun sejak tahun 1933
disebabkan oleh melimpahnya sumber daya alam, khususnya minyak yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, Angkatan Laut Jepang sangat berkepentingan sebagai Darat upaya terhadap menjaga sudah dan
Jepang di
yang
kekuasaan
politiknya
Manchuria
Angkatan
Laut
Jepang, yang
Indonesia jika
merupakan akan
bentangan
geografis
dikuasai
mampu menjamin kebutuhan Jepang akan sumber daya alam. Jika mereka berhasil menguasai wilayah ini, maka
Pasifik sebagai garis nyawa (seimeisen) Jepang dapat dikuasai secara sempurna. Dengan perkataan lain,
sasarannya pada wilayah Selatan, terutama Indonesia, dalam rencana perluasan kekuasaan negara kekaisaran. Perbedaan pandangan ini kemudian semakin menajam ke
arah persaingan antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang mengenai rencana perluasan wilayah penghidupan bangsa Jepang.15 Potensi sumber daya alam, terutama minyak bumi, merupakan landasan utama Markas Besar Angkatan Laut
Markas
Besar
Angkatan untuk
Laut
Jepang
memang
sangat minyak
berkepentingan
mengamankan
penyuplaian
karena mereka merupakan konsumen terbesar di Jepang. Dalam hal ini, Itagaki Yoichi menulis
demi membela diri perdamaian abadi Asia Timur, pengiriman minyak dari Selatan (Asia Tenggara) terlebih-lebih dari Indonesia merupakan syarat mutlak. Dalam makna ini, sungguh-sungguh minyak merupakan awal dan akhir politik ekspansi ke Selatan (Nanshin) Jepang.16
Memasuki tahun 1940-an, perhatian Angkatan Laut Jepang rencana terhadap kongkret Indonesia ke arah semakin rencana memperlihatkan Dengan
ekspansi.
mengacu pada hasil berbagai penelitian mengenai wilayah Selatan Besar brain dari tahun Laut untuk 1930-1940, Jepang Departemen dan Markas sebuah
Angkatan trust
berhasil
menyusun
menyelesaikan langkah
masalah awal
Kebijakan
damai
merupakan
diambil oleh bangsa Jepang untuk menguasai Indonesia. Kebijakan Kolonel Angkatan damai Ogi Laut ini kemudian dari dirumuskan oleh Letnan
Kazuto Jepang
Forum
Peneliti
Gabungan aksi
menjadi
sebuah
rencana
Angkatan Laut Jepang. Pertama, menyusun kekuatan yang layak pada pangkalan-pangkalan strategis. Kedua,
melakukan penelitian tentang berbagai unsur di Hindia Belanda dan sekitarnya. Ketiga, mencari jalan untuk
minyak
dan
sumber untuk
alam
berusaha
memengaruhi diri
sekaligus antisipasi
mempersiapkan menghadapi
perubahan dan
Keempat, setempat
memengaruhi
perantauan dan pengusaha lainnya supaya menguntungkan Jepang. Keenam, melakukan pra-operasi terhadap wilayah yang tidak begitu dipentingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, lainnya.17 Apabila kebijakan damai ini tidak dapat seperti Celebes, New Guinea, dan wilayah
dilaksanakan, Angkatan Laut Jepang menggariskan bahwa kebijakan untuk kekuatan militer merupakan Terhadap jalan terakhir ini,
menguasai
Indonesia.
kebijakan
Angkatan Laut Jepang menyusun rencana dengan landasan campuran budi dan wibawa (lunak dan keras) terhadap penduduk setempat. Oleh para petinggi militer Jepang, Indonesia Persemakmuran seluruh petinggi negara dikategorikan Asia yang Timur sebagai Raya di bagian dari dengan Para
terletak
ini.
militer
Jepang
merumuskan
alternatif
bentuk penguasaan wilayah Indonesia, yakni (1) secara murni menjadi wilayah Jepang, (2) menjadi negara
perlindungan (protektorat) Jepang, (3) menjadi daerah otonom, dan (4) menjadi negara serikat.18 Dalam pandangan Angkatan Laut Jepang, alternatif yang paling tepat untuk menguasai Indonesia adalah
menjadikan wilayah tersebut sebagai negara perlindungan Jepang. Militer Jepang terlebih dahulu harus menduduki Indonesia secara militer, kemudian menjalankan
pemerintahan militer untuk mengamankan kedaulatan penuh Jepang atas wilayah tersebut. Apabila situasi telah
memenuhi syarat, wilayah tersebut akan diberi status setengah Timur. merdeka sebagai Negara Kebangsaan Jepang Hindia akan
Hubungannya
dengan
Pemerintah
diikat melalui sebuah perjanjian yang menetapkan Jepang sebagai negara pelindung bagi negara baru tersebut.19 Meskipun demikian, sampai bulan Juli 1941, belum
terdapat perjanjian antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang mengenai pembagian daerah kekuasaan mereka di Indonesia jika militer Jepang berhasil menduduki
Indonesia.
B. Reaksi Kaum Pergerakan Indonesia Ketika Angkatan Laut Jepang mulai mengampanyekan rencana ekspansi ke wilayah Selatan, pergerakan
nasional Indonesia sedang memasuki fase kedua, yakni tumbuhnya semangat nasionalisme Indonesia. Semangat ini dirumuskan pada tahun 1925 dalam sebuah Manifesto
Politik oleh Perhimpunan Indonesia yang mencakup tiga buah prinsip nasionalisme, yaitu (1) kebebasan
(kemerdekaan), (2) kesatuan, dan (3) kesamaan. Sudah barang sehingga tercantum kolonial.20 Di lain pihak, dilihat dari sisi propaganda yang dilakukan oleh Angkatan Laut Jepang berkaitan dengan rencana ekspansi mereka ke Indonesia, dalam batas-batas tertentu dapat diterima sebagai sesuatu yang tidak tentu dalam sifat nasionalisme program itu antikolonial nasional penguasa
rangka
perjuangan terhadap
prnsip
nonkooperasi
dengan itu,
semangat sangatlah
pemimpin pergerakan nasional Indonesia memperlihatkan sikap simpati terhadap Jepang. Organisasi politik pun memperlihatkan Asianisme yang sikap simpati terhadap oleh gerakan Angkatan panLaut
dipropagandakan
Jepang. Meskipun demikian, ada juga tokoh pergerakan nasional dan organisasi politik yang memperlihatkan
sikap simpatinya tersebut secara hati-hati. Sebelum intelektual tahun 1930-an, sebagian kelompok elite bahwa
bangsa
Indonesia
menyadari
ekspansionisme Jepang di Pasifik Barat akan berbenturan dengan negara imperialis Inggris dan Amerika Serikat. Dalam kaitan ini, masa depan Indonesia diperkirakan
akan mendapat pengaruh dari persaingan negara-negara adikuasa tersebut. Soekarno merupakan salah seorang
tokoh pergerakan Indonesia yang dengan tajam mengkritik kebijakan Bukan ekspansionisme kebijakan Jepang ke wilayah Selatan. dengan
saja
tersebut
bertentangan
slogan-slogan yang dilontarkan oleh Jepang, melainkan juga bertentangan dengan keinginan negara-negara Asia untuk mencapai kemerdekaannya. Pada tahun 1930, ia mengatakan dengan tegas bahwa Jepang merupakan satu-satunya negara imperialis modern di Asia yang akan menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan bangsa-bangsa di Lingkaran Pasifik. Soekarno mencap bahwa slogan Jepang di sebagai Asia perintis bagi sebuah
bangsa-bangsa
tertindas
merupakan
ilusi para nasionalis Jepang konservatif. Pan-Asianisme yang dipropagandakan oleh Jepang bukanlah gerakan
kebangkitan Asia untuk Asia, melainkan sebagai upaya untuk mengukuhkan kekuasaan imperialisme Jepang atas bangsa-bangsa Asia. Untuk mencapai pan-Asianisme yang sesungguhnya, bangsa Asia diperlukan untuk suatu kekompakan negara di antara
melawan
setiap
imperialis,
termasuk menentang kebijakan Jepang yang mengembangkan rencana imperialisme terhadap wilayah Selatan.21 Akan tetapi, kesadaran Soekarno mengenai
imperialisme Jepang merupakan sikap minoritas dari kaum pergerakan nasionalis Indonesia. Secara umum, ma-
syarakat Indonesia melihat Jepang dengan kesan positif, yakni sebagai sebuah negara Asia yang telah berhasil dengan cepat mencapai modernisasi. Lebih dari itu,
setelah Perang Dunia I, barang-barang keperluan seharihari buatan Jepang yang sangat murah tapi berkualitas mulai menyerbu pasar Indonesia. Ditambah lagi dengan pelayanan yang diberikan oleh para pedagang Jepang yang ramah dan tak pernah melepas senyum turut memperkuat rasa simpati masyarakat Indonesia terhadap Jepang.22 Di antara tokoh pergerakan nasional Indonesia yang memperlihatkan sikap simpati, antara lain dapat
dikemukakan Gatot Mangkoepradja, Mohammad Hatta, Sam Ratulangie, dan Ahmad Soebardjo. Mereka telah melakukan hubungan dengan beberapa tokoh dan kelompok nasionalis Jepang sebelum Perang Pasifik pecah. Namun demikian, sikap simpati yang diperlihatkan oleh keempat tokoh
pergerakan nasional menunjukkan derajat yang berbeda seperti akan diuraikan berikut ini. Hubungan antara Gatot Mangkoepradja dengan tokohtokoh nasionalis dari Jepang kegiatan pada awalnya tidak yang dapat
dilepaskan
perdagangan
ditekuni
Gatot Mangkoepradja sejak tahun 1930-an. Dalam rangka ini, pada tahun 1933 bersama-sama dengan Parada Harahap dirinya melakukan kunjungan ke Jepang. Berbarengan
dengan kunjungannya itu, pada bulan Desember 1933 di Tokyo diselenggarakan Kongres Pan-Asia dan dirinya
menghadiri kongres tersebut sebagai wakil Indonesia. Setelah menghadiri kongres tersebut, lahir kesan yang begitu mendalam bahwa Jepang benar-benar bertekad untuk menjadikan Asia untuk Bangsa Asia.23 Setibanya Asianisme, aktivitas di Indonesia, di bawah bendera pan-
Gatot dengan
Mangkoepradja berusaha
mulai
melakukan per-
memajukan
hubungan
hati-hati. Dalam melaksanakan usaha demikian, ia mulai mendekati orang-orang Jepang yang tinggal di Pulau Jawa yang umumnya berperan sebagai pedagang. Dalam
perkembangan selanjutnya, demi mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Gatot Mangkoepradja secara terang-terangan menyatakan sebagai orang yang pro-Jepang sehingga sejak saat itu setiap oleh gerak-geriknya kepolisian kelak mulai secara ketat
diawasi
Hindia
Aktivitasnya Militer
mendorong dirinya
Jepang
melibatkan
dalam
pembentukan Tentara Peta. Sikap diperlihatkan pemimpin utama berbeda oleh dengan Mohammad Gatot Hatta, Mangkoepradja salah seorang Dalam Jepang
pergerakan ia
tertentu,
yang sebuah
berhubungan negara
modern. sikap
Selebihnya,
memperlihatkan
kritis,
terutama
menyangkut kebijakan ekspansi Jepang ke negara-negara Asia yang dibungkus dalam konsep gerakan pan-Asianisme. Dalam sekitar suatu kesempatan, 1933. Dalam ia mengunjungi Jepang ia
tahun
kunjungannya
itu,
Jepang bahwa menggantungkan nasib bangsa kepada negara lain (Jepang) tidak akan mampu melahirkan bangsa
Indonesia yang mandiri. Ia berkata, Dalam hal politik, kita harus berhati-hati. Jepang adalah negara yang kuat perekonomiannya. . Tidak ada negara di mana pun yang memberikan bantuan tanpa maksud apa-apa.25 Lebih jauh, Hatta melihat bahwa pan-Asianisme yang diusung oleh Jepang telah dikotori oleh kekuasaan
fasisme Jepang yang bermimpi menjadi pemimpin di Asia. Suatu saat, gerakan ini akan mendorong Jepang untuk membentuk tanah jajahan di Asia seperti telah dilakukan terhadap Cina dan beberapa negara Asia lainnya.
Kemerdekaan yang dicita-citakan oleh Indonesia tidak dapat ditukar dengan apa pun juga. Pan-Asianisme yang dibarengi oleh ambisi kekuasaan fasis Jepang untuk
menjadi pemimpin Asia tidak dapat berjalan beriringan dengan perjuangan bangsa Indonesia itu, cara untuk gerakan mencapai tersebut impe-
Oleh
karena
ditolaknya
dengan
menentang
rialisme yang hendak dikembangkan oleh Jepang.26 Sikap yang sama diperlihatkan juga oleh Ahmad
Subardjo, salah seorang pemimpin pergerakan nasional Indonesia. Hubungannya dengan Jepang dilandasi oleh
suatu
kesadaran dan
bahwa
antara
pergerakan Jepang
nasional memiliki
Indonesia
gerakan
pan-Asianisme
kesamaan untuk memudahkan rakyat Indonesia melepaskan diri dari kolonialisme Belanda.27 Dengan demikian, pada awalnya dirinya memperlihatkan sikap simpati terhadap Jepang yang memandang cukup memiliki kekuatan untuk
membebaskan Asia dari kekuasaan negara-negara Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia mulai
menyangsikan keinginan Jepang untuk membebaskan Asia dari cengkeraman penjajahan negara-negara Barat.
Prinsip di bawah pemimpin Jepang merupakan hal yang dipertanyakan oleh Ahmad Subardjo untuk mewujudkan panAsianisme. menjadikan terbuka tanpa Dengan Jepang prinsip sebagai tersebut, negara prinsip peluang untuk sangat
lebar. diupayakan
dihentikan sebagai
di
budak
negara
sendiri.28 dengan
Kesangsian
memuncak
dijadikannya
teori
ekspansi ke Selatan menjadi kebijakan negara Jepang. Sutan Sjahrir memperlihatkan sikap berbeda dengan keempat tokoh pergerakan nasional yang telah disinggung sebelumnya. Ia memperlihatkan sikap menentang terhadap
gerakan pan-Asianisme Jepang dan mengatakan bahwa sikap simpati terhadap Jepang yang diperlihatkan oleh rekanrekan adanya sebuah justru seperjuangannya kesadaran negara sangat bahwa dilatarbelakangi Jepang sedang oleh belum menjadi ini yang
tumbuh
imperialis.29 membahayakan
Ketiadaan bangsa
kesadaran Indonesia
mencita-citakan kemerdekaannya. Dalam pandangan Sjahrir, Jepang tidak lain adalah sebuah negara totaliter Asia Timur yang paling menonjol sifat ultranasionalismenya. demokrasi, Sebagai seorang yang
mengagungkan
dirinya
sangat
membenci
totaliterisme yang dikembangkan oleh Jepang karena akan menghancurkan demokrasi. Oleh karena itu, tidaklah
berlebihan kalau Sjahrir memandang Jepang bukan objek kehormatan intelektual, terlebih lagi kebijakan
ekspansi ke Selatan merupakan ancaman nyata terhadap cita-cita kemerdekaan Indonesia.30 Sikapnya tersebut ia pertahankan secara konsisten ketika Jepang menduduki Indonesia tahun 1942. Dirinya, bersama-sama dengan dr. Tjipto Mangunkusumo mengembangkan sikap nonkooperasi
terhadap Jepang. Sikap keduanya kemudian didukung penuh oleh Gerindo yang menjadi organisasi pergerakan paling anti-Jepang.31
kebijakan
Jepang memperlihatkan perubahan yang cukup menentukan. Kabinet Konoye mengumumkan bahwa dalam Jepang, rangka bangsa
mengembangkan
wilayah
Kemaharajaan
Jepang akan melakukan ekspansi ke Utara dan Selatan dalam waktu yang bersamaan. juga untuk Selain itu, ekspansi daya
tersebut alam
bertujuan sangat
menguasai
sumber
yang
dibutuhkan
oleh
Jepang.
Penguasaan
terhadap sumber daya alam merupakan faktor terpenting yang mendorong ekspansi Pemerintah ke Utara Jepang dan mengembangkan Selatan.32 Pada
kebijakan
kenyataannya, berbagai sumber sejarah menunjukan bahwa minyak bumi Indonesia merupakan daya tarik utama bagi Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik pada akhir
tahun 1941.33 Angkatan Darat yang pada awalnya kurang memiliki perhatian ke Selatan, mendukung penuh Kebijakan Kabinet Konoye Angkatan tersebut. Darat Pada bulan secara Mei 1940, Departemen bahwa
Jepang
terbuka
mengakui
saat ini, garis nyawa Jepang berada di Selatan . Secara jelas kita katakan, masalah minyak itu, tidak
ada cara lain kecuali kita ambil dari Hindia Belanda meskipun Daratan.34 Selatan perhatian Perhatian utama mereka Darat tetap Jepang ke Cina
Angkatan seiring
terhadap
semakin
jelas
dengan
dirumuskannya
kebijakan ekspansi Angkatan Darat bertajuk Garis Pokok Penanganan Situasi Seiring dengan Peralihan Situasi
Dunia. Pada tanggal 27 Juli 1940, Pemerintah Jepang menyelenggarakan Rapat Permusyawaratan Markas Gabungan Pemerintah Jepang untuk membahas haluan negara sebagai landasan pelaksanaan ekspansi. Dalam rapat
permusyawaratan tersebut, Usui Shigeki (Kepala Seksi Operasi memaparkan dengan Militer Garis Markas Pokok Situasi Besar Penanganan Dunia Angkatan Situasi Darat), Seiring Pertama,
Peralihan
tersebut.
ekspansi ke Selatan merupakan salah satu bagian dari upaya menyelesaikan masalah Cina. Kedua, jalur
diplomasi bukanlah satu-satunya jalan untuk menguasai Selatan. Penggunaan secara kekuatan serius militer semakin dapat cepat
dipertimbangkan
karena
menguasai Selatan semakin cepat pula masalah Cina dapat diselesaikan. Ketiga, Indo-Cina, Hongkong, Indonesia, dan seluruh pulau bekas jajahan Jerman maupun jajahan Prancis di Pasifik Selatan merupakan daerah Selatan
yang akan dikuasai oleh Jepang.35 Rapat permusyawaratan tersebut Penanganan Dunia pada akhirnya Seiring menyetujui dengan Garis Pokok Situasi kelak
Situasi
Peralihan yang
sebagai
Haluan
Negara
Jepang
menentukan langkah ekspansi Jepang ke Indonesia. Rencana ekspansi Jepang ke Selatan dipropagandakan sebagai upaya membentuk blok swasembada dengan Jepang, Manchuria, dan Cina, sebagai penyangga utamanya. Blok swasembada ini dirumuskan sebagai upaya pembentukan
perdamaian dunia sesuai dengan cita-cita mulia Hakko Ichi-u (delapan benang di bawah satu atap) yang dijiwai oleh ajaran Sintoisme khususnya mengenai kesatuan umat manusia. Dalam rangka mewujudkan kesatuan umat manusia itu, bangsa Jepang memiliki tanggung bersama segala dan jawab di untuk antara dan
membentuk segenap
lingkungan dengan
bangsa
tenaga
kekuatannya
menurut
kedudukannya
masing-masing sambil bekerja bersama-sama dalam susunan persaudaraan, laksana sebuah rumah tangga yang rukun dan damai.36 Tahap pertama dari upaya Jepang tersebut adalah membentuk Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya yang meliputi kawasan Asia Tenggara dengan Jepang,
Cina,
dan
Mancukuo Tahap II
sebagai dicapai
tulang selama
pertama dengan
jalan yang
menjalankan oleh
beberapa kekuatan
politik
global
disokong
militer. Tahap kedua merupakan pengembangan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya sehingga akan
meliputi Sri Langka, Australia, Selandia Baru, Oseania, sebagian Amerika Utara, dan negara-negara di Amerika Tengah.37 Meskipun menetapkan pengembangan Pemerintah Jepang secara satu terbuka wilayah bertindak
Indonesia negara
sebagai Jepang,
salah
tetapi
mereka
sangat hati-hati terhadap wilayah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda tersebut. Jalur diplomasi menjadi pilihan awal bagi Pemerintah Jepang agar kepentingannya di Indonesia tidak terancam. Setidak-tidaknya ada dua faktor yang mendorong Pemerintah Jepang mengambil
kebijakan tersebut. Pertama, kekuatan militer negaranegara Barat (Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis) tersebar Doktrin secara merata sepanjang Jepang Jepang-Indonesia. memperlihatkan
Angkatan
Laut
kecenderungan untuk secara ketat menghindari pemakaian militer terhadap Selatan karena dikhawatirkan dapat
perang
dengan
Amerika
Kedua, Darat
kalangan
Angkatan bahwa
Laut
maupun
merasakan
pengetahuan
tentang
daerah Indonesia masih sangat kurang. Pengetahuan yang minim ini sangat militer membahayakan sehingga ditinjau dari sudut tidak
strategi
Pemerintah
Jepang
langsung menggunakan kekuatan militernya karena tidak mau mengambil risiko tinggi. Kegiatan untuk nota diplomatik yang dilakukan oleh Jepang
mengatasi
Indonesia antara
diawali
dengan
pertukaran dan
perdagangan
Pemerintah
Jepang
Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1940, Arita Hichiro (Menteri Luar Negeri Jepang) mengirim nota tersebut kepada Perdana Menteri Kerajaan Belanda. Nota itu berisi tuntutan Pemerintah Jepang
bahwa dalam keadaan bagaimanapun Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia harus tetap melakukan pengiriman
sumber daya alam vital ke Jepang dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Pemerintah Jepang. Sumber daya alam tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.39
No . 1. Jenis Komoditas Timah
Jml Permintaan (dalam ton)
No . 7.
3.000
1.000
2. 3. 4. 5. 6.
8. 9. 10 . 11 . 12 .
Besi Tua
Bijih Besi Kromium
Meskipun
demikian,
Pemerintah
Hindia
Belanda
belum
memberikan nota balasan sehingga pada tanggal 28 Mei 1940 Pemerintah Jepang kembali mengirim nota yang
isinya tidak jauh berbeda dengan nota sebelumnya di bawah tekanan kelompok ekstremis-nasionalis.40 Pada bulan Juni 1940, Pemerintah Hindia Belanda baru membalas seluruh nota Pemerintah Jepang. Melalui nota balasannya itu, Pemerintah Hindia Belanda
menegaskan bahwa (1) sesuai dengan isi perjanjian HartIshizawa, perdagangan antara kedua negara akan terus dilanjutkan, (2) Pemerintah Hindia Belanda meminta
Pemerintah Jepang untuk memahami bahwa negaranya berada dalam jaminan keadaan Jepang perang atas dan menyatakan Hindia puas terhadap (3)
status
Belanda,
Pemerintah Hindia Belanda menolak keinginan Pemerintah Jepang untuk memasukan rakyatnya ke Hindia Belanda
meskipun dikaitkan dengan keperluan tenaga kerja, (4) Pemerintah Hindia Belanda akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan Jepang atas bahan pertambangan, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan Jepang atas minyak karena
dinilai tidak rasional.41 Pada bulan Agustus 1940, Perdana Menteri Koshu
mengangkat I. Kobayashi sebagai ketua delegasi Jepang untuk melakukan perundingan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Tuntuntan yang akan disampaikan oleh Kobayashi kepada Pemerintah yang Hindia bersifat Belanda memperlihatkan Pertama,
kecenderungan
ekspansionis.
imigrasi tak terbatas bagi orang-orang Jepang; kedua, kebebasan berlayar dan penerbangan antarpulau; serta ketiga, hak eksploitasi Delegasi kekayaan alam di seluruh
Indonesia.
Kobayashi
memulai
perundingan
dengan Pemerintah Hindia Belanda pada bulan September 1940. Akan tetapi, selama perundingan berlangsung
tuntutan tersebut tidak disampaikan kepada Pemerintah Hindia Belanda karena khawatir mengundang kecurigaan Amerika Serikat terhadap rencana ekspansi Jepang ke
Indonesia. Selain itu, kegagalan serangan udara Jerman atas Inggris cukup membuat para pemimpin Jepang harus lebih waspada dan hati-hati. Akibatnya, misi
perundingan Kobayashi dengan Pemerintah Hindia Belanda mengalami kegagalan dan pada bulan November 1940 ia pulang ke negaranya.42 Pada bulan yang sama, Pemerintah Jepang mengangkat Yoshizawa Kenkichi, anggota Dewan Perwakilan Bangsawan, sebagai ketua delegasi perundingan Jepang dengan
Pemerintah Hindia Belanda. Perundingannya itu sendiri baru dilangsungkan pada bulan Januari 1941 dan
Yoshizawa menyampaikan tuntutan yang akan disampaikan oleh Kobayashi, tetapi dengan bahasa yang lebih halus. Sampai bulan Juni 1941, kedua tetapi delegasi menekankan tidak bahwa
menghasilkan
kesepakatan,
hubungan kedua negara tetap tidak berubah. Yoshizawa beserta seluruh anggota delegasi Jepang pulang ke
negaranya pada tanggal 27 Juni 1941.43 Kegagalan penggunaan jalur diplomatik itu disebabkan oleh ketidakseriusan Pemerintah Jepang untuk
memperoleh minyak Indonesia melalui jalan damai. Pemerintah Jepang justru menjadikan jalur diplomatik ini sebagai kedok bagi kegiatan spionasenya di Indonesia. Kenyataan ini yang membuat Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia menjadi tidak senang seperti tercermin dalam sebuah telegram tanggal 27 Juni 1941 dari Konsul
Jenderal Ishizawa kepada Menteri Luar Negeri Matsuoka yakni Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia tidak senang karena anggota utusan militer pihak Jepang seolah-olah lebih terkonsentrasi dalam mengamati dan meneliti berbagai wilayah Hindia Belanda daripada mengurus administrasi perundingan perdagangan.44 Kegiatan diplomasi Besar spionase dapat Darat yang mengekor dari untuk pada upaya jalur Markas
tidak
dilepaskan Jepang
Angkatan
memperoleh
pengetahuan tentang Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan ini merupakan persiapan pramiliter yang dilakukan rencana dilakukan intelijen oleh Pemerintah ke Jepang berkaitan dengan ini
Kegiatan
langsung kedok
agen-agen juru
Indonesia
sebagai
runding, pedagang, dan dengan cara memanfaatkan orangorang Jepang yang ada di Indonesia. Cara pertama secara intensif mulai dilakukan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang sejak awal Juli 1940 seiring dengan pengiriman tiga orang perwira
menengahnya ke Indonesia, yakni Mayor Shiho Kenkichi (Kepala Bidang Urusan Bahan Keperluan Militer Seksi ke3), Mayor Okamura Seishi (Staf Seksi Operasi Militer
Mabes AD), dan Mayor Kato Nagazo (pegawai seksi di Biro Pembenahan Departemen Angkatan Darat). Ketiga perwira menengah tersebut bertugas di Indonesia selama dua
bulan dan berkewajiban melakukan penelitian mengenai perencanaan, sandang, dari bahan-bahan dan keperluan, sebagainya Jepang ke taktik perang, persiapan Hasil Jepang sebagai
sanitasi,
sebagai
rencana
invasi
ketiga
perwira oleh
Angkatan Okamura
digambarkan
Setelah melakukan penelitian selama dua bulan di Hindia Belanda, timbul dorongan untuk membebaskan bangsa-bangsa teraniaya dengan baju yang compangcamping, rumah beratap rumbia, muka-muka yang mirip dengan dirinya tetapi badannya kurus-kurus, yang pada waktu itu merupakan pembelokkan nasib terbesar dalam sejarah dunia Untuk dapat membebaskan mereka diperlukan kekuatan militer sebanyak satu setengah divisi karena kita tidak dapat mengabaikan kekuatan militer Hindia Belanda, terutama Angkatan Darat Hindia Belanda yang berkekuatan sekitar seratus ribu orang.46
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah buku yang berjudul Naskah Rencana Petunjuk Perang terhadap Selatan. Dalam naskah tersebut secara tegas dikatakan bahwa invasi yang akan dilakukan oleh militer ke Indonesia semata-mata berkaitan dengan kepentingan Jepang untuk menduduki dan
menjamin daerah sumber daya alam yang penting dengan menyerang secara mendadak terhadap Hindia Belanda tanpa menyentuh Singapura. Kegiatan spionase menjadi alternatif lain dalam upaya Jepang menghimpun informasi tentang Indonesia. Angkatan Laut Jepang menjadikan nelayan sebagai agen bagi kegiatan spionasenya di Indonesia. Dalam kurun
waktu 1940-1941, di perairan Indonesia tersebar sekitar 500 kapal nelayan yang mengangkut sekitar 4.000 orang nelayan. Para nelayan ini melakukan kegiatan spionase dengan cara melanggar undang-undang nelayan Hindia
Belanda sehingga akan memberikan legitimasi bagi Jepang untuk melakukan penyerangan. Selain itu, para pemotret dan tukang cukur Jepang memasuki Indonesia dan
melakukan perjalanan sampai ke daerah-daerah terpencil. Tidak banyak hasil ekonomis yang dihasilkan oleh mereka kecuali informasi yang dibutuhkan oleh negaranya. Oleh karena itu, menurut Pemerintah Hindia Belanda mereka merupakan kelompok masyarakat Jepang yang paling banyak melakukan kegiatan spionase di Indonesia.47 Sumber kegiatan spionase Jepang yang lain adalah perusahaan-perusahaan Indonesia. Mereka milik berusaha Jepang di yang ada di
lapangan-lapangan
eksploitasi
hutan,
pertambangan,
dan
lain-lain.
Keuntungan ekonomi yang harus diraih oleh mereka tidak lagi menjadi hal yang penting. Hasil terpenting yang harus mereka peroleh adalah ekonomi ini mendapatkan di informasi Salah pemilik yang para
Indonesia. Ishihara
kegiatan tokoh
adalah
Veem di
Jepang dengan
tinggal
Indonesia.
diplomat, sebagian ada yang dibebaskan dari tugas-tugas diplomatiknya karena harus melakukan pekerjaan
spionase. Wakil Konsul Tagaki dari Konsulat Jepang di Batavia merupakan contoh yang paling baik dari kasus ini.48 Selain mengirim langsung para agen rahasianya ke Indonesia, Pemerintah Jepang pun melakukan penelitian tentang Indonesia dengan cara memanfaatkan orang-orang Jepang yang tinggal di Indonesia, baik secara
individual maupun melalui perkumpulan yang ada. Sampai meletusnya Perang Pasifik, orang-orang Jepang yang
tinggal di Indonesia berasal dari dua generasi yang masing-masing memiliki latar belakang berbeda. Generasi pertama memperlihatkan sikap moderat sehingga
mereka di Indonesia. Pada akhir tahun 1920-an, Aneha Junpei (Konsul Jepang di Surabaya) mengatakan bahwa
kehidupan orang-orang Jepang di Indonesia sangat baik karena kebijakan Pemerintah Hindia Belanda tidak
bersifat diskriminatif. Terlebih lagi sejak tahun 1898 secara hukum Pemerintah Hindia Belanda menempatkan
bangsa Jepang sejajar dengan bangsa kulit putih dalam hierarki masyarakat kolonial. Dengan kedudukannya itu, mereka bergerak dengan aman di bidang perdagangan di bawah perlindungan Pemerintah Hindia Belanda sebagai bentuk realisasi dari persahabatan Jepang-Hindia
Belanda. Sampai tahun 1936, masyarakat Jepang di Hindia Belanda merupakan sebuah komunitas sosial nonpolitis. Oleh Hindia karena itu, sangatlah wajar kalau Pemerintah sebagai tidak atau
Belanda yang
melaporkan tidak
masyarakat tingkah
Jepang karena
masyarakat pernah
banyak
berhubungan
dengan
aktivitas
subversi
mengingatkan pemerintahnya untuk tetap waspada terhadap masyarakat Jepang di Hindia Belanda karena pertumbuhan negara Hindia Jepang dapat mengancam eksistensi tersebut mereka di
Belanda.50
Kekhawatiran
lambat
laun
terbukti seiring dengan semakin memburuknya hubungan persahabatan antara Jepang dan Hindia Belanda.
Kebijakan Pemerintah Jepang untuk melakukan ekspansi ke Indonesia Jepang di berdampak pada perubahan sikap ini masyarakat terutama datang kedua ke ini
Indonesia. oleh
Perubahan
sikap
diperlihatkan Indonesia
masyarakat
Jepang
yang
sejak
tahun
1930-an.
Generasi
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada generasi pertama. Sikap mereka terhadap situasi politik pada saat itu dilandasi oleh semangat nasionalisme. Hal ini terlihat dari perkataan Ishii Taro, seorang pemilik toko dan pemuka masyarakat Jepang di Batavia
Di dalam tubuh kita yang berdomisili di luar negeri pun masih mengalir darah bangsa Jepang yang sama, karena itu bila suatu saat terjadi keadaan darurat yang menyangkut hidup matinya tanah air kita, tentunya kita tidak bisa berdiam diri. Tetapi pada saat damai kita harus meninggalkan hal-hal lain selain berusaha bekerja sama dengan orang-orang asing di bidang pertanian ataupun perdagangan dengan tekad mengakhiri hayat di sini. Demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi Asia Pasifik ini saya anggap hal itu sebagai suatu misi damai yang penting bagi bangsa Jepang saat ini.51
Semangat nasionalisme yang tumbuh dalam masyarakat Jepang di Hindia Belanda sejak akhir tahun 1930 membawa mereka pada kegiatan yang bersifat politis. Bidang
perdagangan yang selama ini mereka tekuni lambat laun dijadikan sebagai sarana bagi kegiatan politik, yakni
mengirim informasi mengenai Indonesia yang diperlukan ke negaranya. Dengan perkataan lain, masyarakat Jepang di Hindia Belanda yang mayoritas pemilik toko tersebut melakukan kegiatan spionase sebagai bentuk kepedulian terhadap suatu negaranya terjadi sesuai dengan tekad mereka bila
saat
keadaan
darurat
yang
menyangkut
hidup matinya tanah air kita, tentunya kita tidak bisa berdiam diri. Kegiatan ini direkam oleh Sewaka, yang bekerja pegawai di beberapa tempat di Jawa Barat sebagai masa
tinggi
Pemerintah
Hindia
Belanda
pada
sebelum perang.
Toko Jepang berlaku sopan kepada orang Indonesia, lagi pula dagangan mereka dijual dengan harga yang murah sehingga mampu memikat hati pembeli. Perdagangan mereka tidak hanya dilakukan di toko melainkan juga berkeliling ke desa-desa. Kegiatan itu sebetulnya merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu, karena mereka selalu membawa kamera bila berdagang ke desa-desa.52
Apa
yang
dinyatakan
oleh
Sewaka
tidaklah
berlebihan, karena pada kenyataannya, masyarakat Jepang yang memiliki toko tidak sepenuhnya bekerja di sektor perdagangan. Beberapa di antara pemilik toko sebenarnya bukanlah pedagang, melainkan mata-mata yang dikirim
oleh Angkatan Darat Jepang sebagai bagian dari strategi mereka untuk memperoleh informasi mengenai Indonesia. Di Kota Bandung, misalnya, Toko Tjijoda dikenal sebagai
pusat kegiatan spionase Jepang di kota ini. Pemilik toko ini sering berhubungan dengan Nishijima Shigetada, seseorang tahun yang telah Perang bekerja Pasifik di Indonesia Hal beberapa yang sama
sebelum
pecah.53
terjadi juga di beberapa kota besar di Indonesia. Di Yogyakarta, mendirikan Dalam misalnya, toko untuk masyarakat memasarkan bukan Jepang produk hanya banyak
aktivitasnya, melakukan
mereka juga
melainkan bagian
kegiatan Jepang ke
spionase
persiapan
ekspansi
Indonesia.
Fuji merupakan salah satu toko milik orang Jepang yang dikenal sebagai pusat kegiatan spionase di
Yogyakarta.54 Kegiatan spionase yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang sepanjang tahun 1940-1941 pada akhirnya menghasilkan sebuah rumusan penting bagi rencana operasi
militer Jepang ke Indonesia. Rumusan tersebut disusun oleh Letnan Kolonel Nakayama Yasuto setibanya di Jepang setelah sekitar enam bulan melakukan kegiatan spionase di Indonesia. Rumusan yang dikirim kepada pimpinan
pusat Departemen Angkatan Darat dan Markas Besar Angkatan Darat berisi beberapa hal penting sebagai persiapan ekspansi militer Jepang ke Indonesia sebagai berikut.
1. 2.
Garis pertahanan pokok Indonesia terdiri atas garis pertahanan Singapura, Batavia, dan Surabaya. Pendaratan disarankan semua pesawat untuk tempur dan pasukan karena syarat sedang sedang langkah payung hampir untuk tidak yang dilakukan memenuhi tank-tank Belanda sebagai
lapangan
pendaratan telah ditutupi oleh parit. 3. 4. Pembangunan Pemerintah perlu galangan Hindia dilakukan melakukan antisipasi kelima sebagai upaya mencegah penerobosan pasukan mekanis. pendataan secara paksa terhadap orang-orang yang diperhatikan mencegah 5. berkembangnya kegiatan barisan
(mata-mata). Semua bangunan maupun fasiltas yang penting dalam negeri sedang diperkuat pertahanannya dengan pembangunan gardu pertahanan (tockha). 6. Kekuatan Angkatan Laut Hindia Belanda diperkuat dengan 3 buah kapal penjelajah, 7 buah kapal pemburu, 16 buah kapal selam. Pangkalannya terdapat di Surabaya, Menado, dan Tarakan. 7. Kekuatan Angkatan Udara Hindia Belanda berjumlah sekitar ini 500 buah pesawat tempur dengan pesawat Angkatan tempur barisan terdepan sebanyak 300 buah. Kekuatan merupakan gabungan antara kekuatan Udara dan Pasukan Udara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Hindia Belanda. 8. Kekuatan pasukan Angkatan Darat Hindia Belanda untuk hari-hari pasukan biasa sebanyak dua divisi dengan jumlah sekitar 50.000 orang. Sebanyak
ditempatkan di Sumatra, 4.500 orang ditempatkan di Borneo (Kalimantan), dan selebihnya ditempat di wilayah Indonesia bagian Timur. 9. Perlengkapan militernya boleh dikatakan di bawah kekuatan tentara pusat Cina. 10. Sama sekali tidak terdapat industri berat dan industri senjata.55 Ketika kondisi dalam negeri Jepang semakin mengarah terhadap penggunaan kekuatan militer, Nakayama
mengatakan kepada para petinggi militer Jepang bahwa keberhasilan dilepaskan tepat. Ia Belanda dari menjajah Indonesia tidak dapat yang pun
penerapan
strategi
kebudayaan Jepang
menyarankan
agar
Pemerintah
melakukan hal yang sama dengan cara (1) menghargai adat istiadat penduduk setempat, (2) menerapkan
kebijaksanaan untuk membodohkan penduduk asli setempat, (3) menjinakkan dan menindas penduduk asli setempat, (4) memanfaatkan orang Cina perantauan sebagai kelas penghisap perantara, dan (5) menyadarkan penduduk asli setempat bahwa orang Jepang telah ditakdirkan menjadi pemimpin bangsa-bangsa Asia. Memasuki bulan Juli 1941, kecenderungan
Pemerintah Jepang menggunakan kekuatan militernya untuk menguasai dan menduduki Selatan semakin kuat. Hal itu
tercermin dalam Garis Pokok Haluan Negara Kekaisaran Sesuai dengan Peralihan Situasi yang diputuskan oleh Konferensi oleh Kemaharajaan Perdana (Gozen Kaigi) Menteri yang Luar dihadiri Negeri,
Kaisar,
Menteri,
Menteri Angkatan Darat, Menteri Angkatan Laut, Menteri Dalam Negeri, Ketua Dewan Penasihat Pribadi Kaisar,
Kepala Markas Besar Angkatan Laut dan Angkatan Darat.56 Haluan negara tersebut memuat tiga hal penting.
Pertama, Pemerintah Kemaharajaan Jepang bertekad untuk mengikuti suatu kebijakan yang akan menghasilkan
pembentukan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dan Perdamaian Jepang akan Dunia. Kedua, Pemerintah untuk dan
Kemaharajaan mencapai
melanjutkan
usahanya Cina
penyelesaian
terhadap
insiden
berusaha membangun dasar yang kokoh bagi keamanan dan pengamanan bangsa. Hal ini akan meliputi suatu gerak maju ke daerah-daerah Selatan dan sesuai dengan
perkembangan masa depan, juga penyelesaian persoalan Uni Soviet. Ketiga, Pemerintah Kemaharajaan Jepang akan melaksanakan program tersebut di atas meskipun akan
menghadapi halangan apa pun juga.57 Keputusan tersebut segera diikuti oleh persiapan secara militer dalam
Utara dan Selatan (Taihoppo Tainanpo Senryakujin no Kyokaan). Secara terbuka diputuskan bahwa Jepang akan melakukan pendudukan terhadap Indo-Cina yang merupakan jajahan Prancis di bawah tekad tidak menolak sekalipun berperang dengan Inggris dan Amerika Serikat.58 Meskipun militer sudah keputusan diambil, untuk namun menggunakan situasi kekuatan dalam
politik
negeri Jepang masih belum memungkinkan untuk berperang dengan Amerika Serikat (kekuatan utama Sekutu di
Pasifik). Togo Shigenori melihat haluan negara tersebut mengandung kontradiksi, yaitu antara damai dan perang. Di satu pihak, kesiapan Jepang berperang dengan Amerika Serikat ditanggapi secara hati-hati oleh Kabinet Konoye yang bahkan dengan tegas masih berusaha untuk menghindari perang dengan Amerika Serikat. Di pihak lain, pada tanggal 24 Juli 1941, militer Jepang telah menguasai sebagian Indo-Cina sebagai awal dari gerakan militer Jepang mengusai daerah Selatan.59 Penguasaan tersebut mengakibatkan Serikat dan lahirnya Inggris, reaksi keras dari Amerika embargo
yakni
dengan
melakukan
total pengeksporan minyak ke Jepang yang diikuti oleh pembekuan seluruh aset Jepang oleh Amerika Serikat
pun
memperlihatkan Jepang
reaksi
keras
terhadap Pada
keputusan tanggal 28
militer Juli
menguasai
Indo-Cina. untuk
1941,
mereka
memutuskan
mengawasi
secara
ketat semua ekspor ke Jepang dan memperingatkan Jepang jika pada masa yang akan datang tidak berlaku sesuai dengan hukum internasional, Pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan embargo ekonomi total terhadap
Serikat, Inggris, dan Belanda, Pemerintah Jepang belum menyatakan perang terhadap mereka. Pemerintah Jepang masih berusaha mendapatkan minyak Indonesia melalui
jalan damai melalui perundingan dengan ketiga negara tersebut. Sikap ini berubah seiring dengan ditetap-
kannya Garis Pokok Pelaksanaan Haluan Negara Kekaisaran (Teikoku Kokusaku Suiko Yoryo). Haluan negara yang
diputuskan dalam Konferensi Kemaharajaan (Gozen Kaigi) tanggal 6 September 1941 mengambil keputusan bahwa jika sampai bulan Oktober 1941 perundingan antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Amerika Serikat tidak memberikan harapan segera terhadap sesuai dengan keinginan untuk Jepang, mereka akan
menentukan Amerika
sikap Serikat,
bertekad dan
berperang Belanda.62
Inggris,
Meskipun demikian, setidak-tidaknya sampai bulan September 1941, Pemerintah keputusan Jepang merasa bimbang untuk
merealisasikan
tersebut
seperti
tercermin
dalam pemaparan Letnan Jenderal Suzuki Tei-ichi, Kepala Badan Perancang Nasional (Kikakuin), Sekarang ini kita telah berdiri pada persimpangan jalan yang harus segera kita tentukan, apakah menyelesaikan keadaan demikian (perundingan dengan Amerika Serikat Pen.) atau menguasai alam.63 Di tengah-tengah upaya Kabinet Konoye menjaga wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya
perdamaian dengan Amerika Serikat, pada tanggal 22 September 1941, Menteri Angkatan Darat mengeluarkan Garis Pokok Persiapan Memperoleh Sumber Minyak Selatan (Nanpo Sekiyushigen Shutoku Junbi Yoryo).64 Keputusan Departemen Angkatan Darat ini mengakibatkan situasi politik dalam negeri Jepang semakin diarahkan untuk melakukan peperangan dalam rangka menguasai daerah Selatan. Hal tersebut semakin menyulitkan Kabinet Konoye memelihara perdamaian sehingga pada tanggal 16 Oktober 1941 meletakkan jabatan sebagai perdana menteri dan keesokan
harinya jabatan tersebut dipegang oleh Jenderal Tojo Hideki yang merangkap sebagai Menteri Angkatan Darat.65
Untuk menentukan langkah selanjutnya, pada tanggal 1-2 November 1941, digelar suatu konferensi yang mempertemukan Kabinet Tojo dengan Markas Besar Angkatan Darat dan Markas Besar Angkatan Laut. Dalam konferensi itu, Menteri Luar Negeri menegaskan Jepang bahwa dan meskipun
perundingan
antara
Pemerintah
Pemerintah
Amerika Serikat mengalami kegagalan, sebaiknya Jepang menunggu dan melihat perkembangan internasional. Perang bukanlah suatu keputusan terbaik buat Jepang. Per-
nyataan Menteri Luar Negeri ini ditentang keras oleh Markas Besar Angkatan Darat dan Angkatan Laut sambil mengingatkan bahwa jika operasi militer tidak dilakukan pada akhir tahun 1941, maka Jepang harus menunggu satu tahun lamanya untuk menguasai minyak Indonesia. Jika hal itu terjadi, maka Jepang telah membiarkan Amerika Serikat dan Inggris memperkuat pertahanannya di Selatan sampai pada tingkat membahayakan Jepang, baik dari
pada akhirnya diambil oleh Pemerintah Jepang tanggal 27 November 1941 dan disahkan pada tanggal 1 Desember 1941 melalui Konferensi Kemaharajaan. Keputusan tersebut ditamsilkan oleh Markas Besar Angkatan Darat Jepang seba-
gai mempertaruhkan nasib negara dan dijadikan sebagai Haluan Negara Kekaisaran untuk berperang terhadap
Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda.66 Sementara itu, pimpinan militer Jepang semakin meningkatkan kampanye dan persiapan perang untuk menguasai daerah Selatan. Pada tanggal 6 November 1941, Markas Besar Militer Jepang membentuk jajaran Tentara Umum Selatan yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Nampo Gun Tentara Selatan di bawah komando Jenderal Terauchi Hisaichi. Markas Besar Tentara Selatan ini tidak di Tokyo, melainkan di Dalat dekat Saigon Vietnam Selatan. Sebagai pasukan tempur garis depan, Tentara Selatan ini membawahkan beberapa tentara yang memiliki wilayah tinggi operasi dengan berbeda dan dipimpin jenderal. oleh perwira bulan
pangkat
letnan
Sampai
Maret 1942, Tentara Selatan membawahkan empat tentara dan dua divisi udara, yaitu:
Nama Kesatuan Tentara Keempat be- Letjen las haru Tentara belas Tentara belas Kelima Panglima Homma MasaWilayah Operasi Filipina Thailand Birma dan
Tentara Kedua puluh Letjen Yamashita To- Malaya lima moyuki Sumatra
Letjen chio
Mi- Langsung di bawah Panglima Tentara Selatan dengan Letjen Obata Eiryo wilayah operasi Letjen Tanaka Hi- seluruh daerah Selatan saichi
Sugawara
Persiapan terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang adalah membagi wilayah kerja kedua angkatan
perangnya. Angkatan Darat yang telah menduduki IndoCina diberi tugas untuk merebut Malaya, Sumatra, Luzon, dan Birma. Sementara, Angkatan Laut Jepang diberi tugas untuk menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl dan Harbour, Mindanau, di Kalimantan, Sulawesi, Target
Irian,
pulau-pulau
Pasifik
Selatan.
utamanya adalah menguasai Pulau Jawa dan serangan ini akan dilakukan secara bersama-sama oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut.67 Sesuai dengan rencana, pada
tanggal 8 Desember 1941, secara serentak Pasukan Udara Angkatan Laut Jepang melakukan serangan terhadap Pearl Harbour dan berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pasifik.68 Serangan militer Jepang terhadap Pasifik Pearl sehingga Harbour menandai dimulainya resmi Perang terlibat
Asia-Pasifik
secara
Serangan
tersebut
mampu
melumpuhkan
kekuatan
militer Amerika Serikat dan Inggris di Asia Tenggara sehingga dengan leluasa pasukan Jepang dapat memasuki wilayah tersebut tanpa halangan berarti. Di bawah komando Laksamana Kondo dari Tentara Ke-14, pasukan
Jepang berhasil menghancurkan kekuatan militer Amerika Serikat di Pulau Luzon sehingga dengan mudah pasukan Jepang berhasil menguasai Filipina. Dalam waktu yang bersamaan, Tentara Ke-25 berhasil menenggelamkan kapal perang Prince of Wales dan Refulse di perairan Si-
ngapura pada tanggal 10 Desember 1941. Kekalahan Armada Laut Inggris tersebut mengakibatkan relatif mudahnya pasukan Jepang menyerang kekuasaan Inggris di Malaya. Dari kedua tempat ini, Tentara Ke-16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura dan Tentara Ke-25 di bawah pimpinan Yamashita Tomoyuki mulai bergerak untuk menguasai Indonesia. Demikian juga dengan Armada
Selatan Ke-3 dari Davao Filipina mulai bergerak untuk menguasai Indonesia Timur. Untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari serangan pasukan Jepang, tentara Sekutu membagi Indonesia menjadi tiga wilayah pertahanan. Pasukan Inggris diserahi tanggung jawab untuk mempertahankan Indonesia
bagian barat dengan konsentrasi Pulau Sumatra; pasukan Hindia Belanda bertanggung jawab atas kekuasaan Sekutu di Indonesia bagian tengah dengan konsentrasi di Laut dan Pulau Jawa; dan pasukan Amerika Serikat bertugas mengamankan Indonesia bagian timur dengan pusat pertahanannya di Pulau Bali. Meskipun demikian, blok
pertahanan yang dibuat oleh pasukan Sekutu tidak mampu menghadang kekuatan Tentara Ke-16 Angkatan Darat
Jepang. Di bawah komando Laksamana Madya Kondo Nabutake sebagai Panglima Armada Selatan, Armada Selatan Ke-3 berhasil melakukan serangan hebat ke wilayah Indonesia yang memiliki bahan pendukung perang terutama minyak. Serangan tersebut dilakukan dari bulan Januari hingga bulan Februari 1942 dan Jepang berhasil menguasai Tarakan, Balikpapan, Banjarmasin, Kendari, Ujung Pandang, serta pada akhirnya Indonesia bagian timur dapat
dikuasai sepenuhnya oleh tentara Jepang. Demikian juga halnya dengan Pulau Sumatra, dalam waktu relatif cepat dapat dikuasai oleh Tentara Ke-25 Angkatan Darat
Jepang.70 Dengan demikian, Pulau Jawa menjadi terbuka bagi serangan pasukan Jepang. Pasukan Seperti Jepang yang telah
diperlihatkan
gambar
berikut,
mengepung Indonesia.
Pulau
Jawa
dari
arah
barat
dan
timur
Gambar 1: Peta Invasi Militer Jepang ke Indonesia tahun 1942. Gambar di atas memperlihatkan kepada kita bahwa militer Jepang memasuki wilayah Indonesia dari dua pintu, yaitu Singapura dan Filipina. Selain itu, secara jelas diperlihatkan juga bahwa target utama serangan militer 71 Jepang adalah Pulau Jawa.
Untuk
mempertahankan
Pulau
Jawa
dari
gerakan
ofensif Jepang, pada tanggal 15 Januari 1942, Pasukan Sekutu membentuk komando gabungan yang disebut American, British, Dutch, and Australian Command (Abdacom) di bawah pimpinan Jenderal Sir Archibald Wavell dengan markas besarnya di Lembang. nur Jenderal Hindia Belanda Seiring dengan itu, GuberTjarda van Starkenborgh
Panglima Tertinggi Koninklijk Nederlandsch-Indie Leger (KNIL) atau Tentara Hindia Belanda. Selain itu, sejak akhir Februari 1942, gubernur jenderal memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan Hindia Belanda dari
Batavia ke Bandung. Hal tersebut diperlihatkan dengan mengungsinya para pembesar Pemerintah Hindia Belanda dan penduduk sipil, terutama kaum perempuan dan anakanak ke Bandung sehingga Hotel Homann dan Preanger menjadi penuh didiami oleh para pejabat Hindia Belanda, baik sipil maupun militer.72 Setelah Pasukan Jepang berhasil menguasai pangkalan militer Inggris di Singapura dan Malaya serta berhasil menguasai wilayah-wilayah penghasil minyak di Kalimantan, Tentara Ke-16 di bawah komando Letjen Hitoshi Imamura mulai bergerak untuk merebut Pulau Jawa. Pada waktu itu, Letjen Hitoshi Imamura membawahkan Divisi Ke-2 di bawah komando Mayjen Maruyama Masao, Divisi Ke38 di bawah komando Mayjen Sano Tadayoshi, Divisi Ke-48 di bawah komando Mayjen Tsuchihashi Yuetsu, dan
Detasemen Sakaguchi di bawah komando Mayjen Sakaguchi Shikan.73 Untuk merebut Pulau Jawa, Letjen Hitoshi Imamura memerintahkan Mayjen Maruyama Masao, Panglima Divisi
Ke-2 dan Detasemen Shoji dari Divisi Ke-38 untuk merebut Jawa Barat. Baik Letjen Hitoshi Imamura maupun Mayjen Okazaki Seizaburo, Kepala Staf Tentara Ke-16, bersama-sama dengan Divisi Ke-2 meninggalkan Singapura
menuju Jawa Barat. Mereka dikawal oleh Angkatan Laut Jepang di bawah komando Laksamana Madya Takahashi Ibo. Di Laut Jawa, mereka dihadang oleh Angkatan Laut Hindia Belanda di bawah komando Laksamana Muda Karel
Doorman.74 Dalam pertempuran itu, dua kapal penjelajah Sekutu berhasil menenggelamkan beberapa kapal angkut Jepang, termasuk yang ditumpangi oleh Letjen Hitoshi Imamura. Laut Meskipun demikian, pada akhirnya, armada Angkatan Hindia
Jepang
berhasil
menghancurkan
Belanda sehingga pada tanggal 1 Maret 1942 sebagian Divisi Ke-2 Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di Teluk Banten. Selain Divisi Ke-2, kesatuan lain yang bertugas merebut Jawa Barat adalah Detasemen Shoji dari Divisi Ke-38 di bawah komando Kolonel Tasyinari Shoji. Kesatuan ini bergerak dari Filipina setelah sebelumnya ikut serta menaklukkan beberapa daerah di Kalimantan. Secara khusus, detasemen yang berkekuatan sekitar 5.000 orang prajurit ini diberi tugas untuk merebut Kota Bandung. Pada tanggal 1
Maret Eretan
1942 dan
dini
hari, jam
mereka
berhasil
mendarat
di
beberapa
kemudian
berhasil
menguasai
Subang.75 Sementara itu, Letjen Hitoshi Imamura memerintahkan Divisi Ke-48 Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang untuk merebut Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, Detasemen Sakaguchi diperintahkan juga untuk bergabung dengan Divisi Ke-48 setelah sebelumnya berhasil merebut Tarakan, Balikpapan, dan Banjarmasin. Mereka berhasil mendarat di Kragan (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Maret 1942. Divisi Ke-48 kemudian bergerak ke arah timur dan tanpa perlawanan berarti sejak tanggal 8 Maret 1942 mereka berhasil menguasai Surabaya. Sementara itu, Detasemen Sakaguchi bergerak ke arah selatan Jawa Tengah dan pada tanggal 7 Maret 1942 mereka sudah tiba di tepi timur Sungai Serayu garis pertahanan terakhir Pasukan Hindia Belanda. Tanpa perlawanan yang berarti, Detasemen Sakaguchi pada akhirnya berhasil menguasai Cilacap sebagai salah satu daerah penghasil minyak di Jawa Tengah bagian selatan.76 Meskipun Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai dapat dikendalikan oleh Pasukan Jepang, namun pertempuran belum berakhir. Jawa Barat merupakan daerah penentu
pertempuran baik bagi Pasukan Jepang maupun bagi Pasukan Hindia Belanda. Untuk mempertahankan Jawa Barat, Panglima daerah Tertinggi menjadi Tentara dua Hindia Belanda membagi (1)
ini
garis
pertahanan,
yakni
daerah sebelah barat Sungai Citarum (Bogor, Batavia, dan Banten) di bawah naungan Divisi I pimpinan Mayor Jenderal Schilling dan (2) daerah sebelah timur Sungai Citarum (Priangan dan Cirebon) di bawah Divisi II
pimpinan Mayor Jenderal J. Pesman.77 Di lain pihak, baik Divisi Ke-2 maupun Detasemen Shoji mulai bergerak menuju Kota Bandung tidak lama setelah mereka mendarat di Teluk Banten dan Eretan. Untuk merebut Kota Bandung, Divisi Ke-2 Tentara Ke-16 bergerak menuju ke arah timur Jawa Barat dalam dua kolone. Satu kolone bergerak melalui rute Serang
Balaraja menuju Tangerang dan yang lain melalui rute Serang Rangkasbitung menuju Bogor. Pada tanggal 5 Maret 1942, gerak maju mereka berhasil menguasai
Leuwiliang Bogor setelah mematahkan perlawanan Pasukan Black Force dari pasukan Australia pimpinan Brigadir Jenderal Blackburn. Pada hari itu juga, Komandan Divisi I Tentara Hindia Belanda melepaskan Batavia dan
Belanda tidak akan mempertahankan Batavia dari serangan pasukan Jepang. Sejak tanggal tersebut, Letjen Hitoshi Imamura menjadikan Batavia sebagai Markas Besar Tentara Ke-16. Sementara itu, Pasukan Schilling kemudian
bergerak menuju Kota Bandung dan tiba di kota tersebut pada tanggal 6 Maret 1942.78 Dari arah utara Jawa Barat, pada tanggal 1 Maret 1942, Batalion Wakamatsu dari Detasemen Shoji telah
berhasil menguasai Lapangan Udara Kalijati yang pada waktu itu dipertahankan oleh Angkatan Udara Inggris. Selama tiga hari, yakni dari tanggal 2 hingga 4 Maret 1942, Angkatan Udara Inggris berusaha untuk merebut
kembali
pangkalan Untuk
udara dapat
tersebut, menguasai
namun
mengalami daerah
sepenuhnya
tersebut, Kolonel
selain pun
menggunakan melakukan
kekuatan konsolidasi
Shoji
pasukan dengan harapan mendapatkan bantuan dari pejabat setempat. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 3 Maret 1942, Kolonel Shoji berhasil membentuk Badan
Perantara dan Propaganda Nippon Subang yang diketuai oleh O. Sutaatmadja.80 Strategi yang dijalankan oleh Kolonel Shoji dapat dikatakan berhasil dengan baik yang terbukti sejak tanggal 4 Maret 1942, Detasemen Shoji
benar-benar dapat menguasai sepenuhnya Lapangan Terbang Kalijati. Pada tanggal 5 Maret 1942, Detasemen Shoji mulai menggempur pertahanan Hindia Belanda di Ciater dan berhasil memaksa pasukan Hindia Belanda mundur sampai ke Lembang. Dalam menghadapi ofensif pasukan Jepang, Lembang kemudian dijadikan sebagai Shoji garis mulai pertahanan bergerak
terakhir.
Ketika
Detasemen
mendekati Lembang, pada tanggal 6 Maret 1942, Jenderal Ter Poorten memerintahkan Mayjen J. Pesman untuk
menghindari pertempuran di Kota Bandung. Oleh karena itu, di Lembang ini terjadi pertempuran yang cukup
sengit antara Pasukan Jepang dan Pasukan Hindia Belanda. Namun demikian, pada tanggal 7 Maret 1942, Pasukan Hindia Belanda tidak mampu mempertahankan Lembang dan mundur ke Kota Bandung.81 Jatuhnya Lembang mengakibatkan Pasukan Jepang sudah berada di pintu gerbang Kota Bandung. Sehubungan dengan penuhnya kota ini oleh para pejabat Pemerintah Hindia Belanda dan penduduk Ter sipil, baik Tjarda van
Starkenborgh mempertahankan
maupun Kota
Poorten dari
berpandangan serangan
bahwa pasukan
Bandung
nyaknya korban dari kalangan sipil, terutama dari kalangan wanita dan dengan anak-anak.82 pasukan Oleh karena itu, jalan
perundingan
Jepang
merupakan
terbaik untuk menghindari jatuhnya korban dari kalangan sipil. Jalan menuju perundingan mulai dirintis sejak tanggal 7 Maret 1942 ketika Jenderal Ter Poorten
mengutus Mayjen J. Pesman untuk menemui Kolonel Tosyinari Shoji di Lembang. Utusan tersebut membawa pesan bahwa Pemerintah Hindia Belanda bersedia melakukan
penyerahan lokal, yakni daerah yang berada di antara garis Utara Selatan melewati Purwakarta dan
Sumedang.83 Untuk sementara waktu, Kolonel Shoji menyetujui sikap Pemerintah Hindia Belanda tersebut dan memerintahkan agar pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 08.30 wakil Pemerintah Hindia Belanda harus sudah hadir di Gedung Isola (sekarang Bumi Siliwangi Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia Bandung) untuk melakukan perundingan. Sambil mempersiapkan perundingan mengenai
penyerahan lokal dari Pemerintah Hindia Belanda, Kolonel Shoji melaporkan tawaran perundingan dari Pemerintah Hindia Belanda tersebut kepada Letjen Hitoshi Imamura di Batavia. Pada waktu menerima laporan dari
Kolonel Shoji, Letjen Hitoshi Imamura mengirim pesan bahwa masalah kapitulasi akan ditanganinya sendiri
secara pribadi. Ia memerintahkan Kolonel Shoji untuk menuntut Belanda penyerahan atas total dari Pemerintah Letjen Hindia Hitoshi
wilayah
Indonesia.84
Imamura memutuskan bahwa penyerahan total tersebut akan dilangsungkan di Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00. Apabila sampai dengan waktu yang telah ditentukan tersebut Pemerintah Hindia Belanda belum
datang ke Kalijati, pasukan Jepang akan membombardir Kota Bandung melalui serangan udara meskipun kota
tersebut banyak dihuni oleh penduduk sipil.85 Dengan mempertimbangkan ultimatum tersebut,
Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer yang didampingi oleh Jenderal Ter Poorten dan para
pembesar lainnya datang ke Kalijati memenuhi perintah Jenderal Hitoshi Imamura. Dalam perundingan tersebut, secara seluruh resmi Pemerintah Hindia Hindia Belanda Belanda kepada menyerahkan Jepang tanpa
wilayah
syarat. Keesokan harinya, melalui siaran Radio Bandung, Jenderal H. Ter Poorten mengumumkan penyerahan tersebut dan memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk
Dengan
ditandatanganinya
perjanjian
tersebut,
maka sejak tanggal 8 Maret 1942 berakhirlah masa penjajahan Belanda sekaligus dimulainya masa penjajahan
Jepang di Indonesia. Dalam pandangan Jepang, cita-cita untuk mewujudkan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia
Timur Raya sebagai tahap pertama dari upaya mewujudkan lingkungan telah kemakmuran bersama dan perdamaian selanjutnya dunia yang
dapat
dirampungkan.
Langkah
diambil oleh Pemerintah Militer Jepang adalah membentuk pemerintahan militer untuk memobilisasi potensi rakyat Indonesia untuk mempercepat berakhirnya Perang Pasifik.
2.4
A. Struktur Pemerintahan Ketika bangsa Jepang mulai meningkatkan rencana ekspansinya ke Selatan, termasuk ke Indonesia, salah satu persiapan penting yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang adalah merencanakan pemerintahan di seluruh wilayah Selatan yang diduduki oleh militer Jepang. Berkaitan dengan hal itu, setidak-tidaknya terdapat dua dokumen yang perlu kita ketahui untuk memahami
Dokumen pertama adalah Asas-Asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-Wilayah Selatan yang Diduduki
(Nampo Senryochi Gyosei Jisshi Yoryo) yang disahkan dalam Konferensi Penghubung antara Markas Besar Kemaharajaan dan Kantor Kabinet pada tanggal 20 November 1941. Dokumen tersebut memuat empat daerah rencana Selatan pokok oleh
pemerintahan militer
pascapenguasaan Pertama,
Jepang.
sasaran
pemerintah
militer
adalah (a) memulihkan ketertiban umum; (b) mempercepat penguasaan sumber-sumber yang vital bagi pertahanan
nasional; dan (c) menjamin berdikari di bidang ekonomi bagi personel militer. Kedua, status terakhir wilayahwilayah yang diduduki dan pengaturannya pada masa depan akan ditentukan terpisah. militer, yang ada akan Ketiga, dalam pelaksanaan
dengan
menghormati
tradisional dan kebiasaan-kebiasaan penduduk setempat. Keempat, penduduk setempat akan dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang dan penggairahan secara prematur dari gerakangerakan kemerdekaan penduduk setempat harus di-
hindarkan.87
Dokumen kedua adalah Persetujuan Pokok antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut Mengenai Pemerintahan Militer di Wilayah-Wilayah yang Diduduki (Nampo Senryochi Gyosei Jisshi ni Kansuru riku-kaigun Chuo
Kyotei). Dokumen ini disahkan dalam Konferensi Penghubung antara pada Markas tanggal Besar 26 Kemaharajaan 1941. dan Kantor
Kabinet
November
Berdasarkan
dokumen ini, Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang secara bersama-sama akan menjalankan wewenang
Pulau Sumatra,
Jawa, dan Bali dimasukkan ke dalam wewenang Angkatan Darat, sedangkan Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua menjadi wewenang Nusa Tenggara, Angkatan Laut.
Selain itu, dicapai pula kesepakatan bahwa pelaksanaan pemerintahan di wilayah Indonesia sepenuhnya akan
dikendalikan oleh masing-masing Markas Besar Angkatan Darat dan Markas Besar kegiatan Angkatan Laut yang di
komando-komando
pada
kedua
dokumen
itu,
sejak
Kapitulasi Kalijati tanggal 8 Maret 1942, berdirilah tiga pemerintahan militer Jepang di Indonesia. Pertama, Pulau Sumatra diperintah oleh Tentara Ke-25 Angkatan
Darat
Jepang
dengan
Bukittinggi
sebagai
markas
besarnya. Kedua, di Pulau Jawa-Bali lahirlah pemerintahan militer yang dijalankan oleh Tentara Ke-16 Angkatan Darat Jepang dengan Batavia (kemudian diubah namanya menjadi Jakarta) sebagai markas besarnya. Ketiga, Angkatan Laut Jepang membentuk pemerintah militer atas Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pelaksana dari pemerintahan militer ini adalah Armada Ke-3 Angkatan Laut Jepang (kemudian berubah menjadi Armada Wilayah Barat Daya) dengan Makasar sebagai markas dari besarnya.90 berbagai Meskipun demikian, kalau dilihat Pe-
kebijakan
yang
dikeluarkan
oleh
merintah Jepang, kedudukan Pemerintahan Militer Tentara Ke-16 di Pulau Jawa memiliki pengaruh dominan atas hegemoni Jepang di Indonesia. Hal ini tidaklah terlalu aneh mengingat kedudukan Pulau Jawa sebagai pusat aktivitas bagi seluruh wilayah Indonesia sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda. Mengingat tema umum dari penulisan buku ini lebih difokuskan di Pulau Jawa-Bali, maka sebelum membahas struktur pemerintahan di Pulau Jawa terlebih dahulu secara ringkas akan dilihat struktur pemerintahan Tentara Ke-25 di Sumatra dan Armada Ke-3 di Indonesia Timur.
Tentara Ke-25 Angkatan Darat Jepang di bawah pimpinan Letjen Yamashita Tomoyuki baru berhasil menguasai
Sumatra sepenuhnya pada tanggal 12 Maret 1942. Namun demikian, daerah-daerah vital di pulau ini telah
dikuasai oleh Tentara Ke-25 sejak tanggal 16 Februari 1942. Sebelum Tentara Ke-25 membentuk gunseikanbu,
Letjen Yamashita Tomoyuki membagi Pulau Sumatra menjadi 10 keresidenan (syu) gun, yang dan Timur, son. membawahkan Kesepuluh Utara, bunsyu syu itu
Sumatra
Sumatra
Sumatra
Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan BangkaBiliton. Setiap syu dipimpin oleh syuchokan yang dipegang oleh orang-orang Jepang.91 Pada pertengahan tahun 1943, Panglima Tentara Ke25 berhasil membentuk militer di pusat gunseikanbu, sebagai Staf yaitu staf
pemerintahan pemerintahan
organ
pelaksana militer
Sumatra.
pemerintahan
pusat ini dipimpin oleh seorang gunseikan yang dipegang langsung oleh Panglima Tentara Ke-25. Dalam
melaksanakan sepuluh
pemerintahannya, yang
gunseikan oleh
membentuk seorang
departemen
dikepalai
direktur. Kesepuluh departemen itu adalah Departemen Dalam Negeri, Departemen Kepolisian, Departemen
Departemen Pekerjaan
Industri, Umum,
Departemen
Keuangan,
Departemen
Perhubungan, dan
Penerangan, dan
Departemen
Pemindahan
Departemen
Meteorologi.
Kesepuluh
direktur ini diawasi oleh Direktur Dalam Negeri yang bertindak sebagai Wakil Gunseikan. Sementara itu,
setiap pemerintahan syu memiliki tiga buah departemen, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Kepolisian, dan Departemen Kesejahteraan Sosial.92 Seperti telah disebutkan sebelumnya, pelaksanaan pemerintahan militer untuk wilayah Indonesia Timur dilaksanakan oleh Armada Ke-3 Angkatan Laut Jepang dengan Makasar militer kemudian sebagai yang lebih pusat pemerintahannya. oleh Angkatan sebutan Pemerintahan Laut ini, yang
dengan
Minseifu
membawahkan
tiga
minseibu,
yaitu:
wilayah
Kalimantan dengan Balikpapan sebagai markas besarnya; Sulawesi dengan markas besarnya di Makasar; dan MalukuNusa Tenggara dengan markas besarnya di Ambon.
Sementara, Irian Barat (berubah nama menjadi Irian Jaya kemudian dengan Papua) Papua ditempatkan dalam satu ini pemerintahan semata-mata
Nugini.
Penggabungan
dilakukan oleh Angkatan Laut Jepang karena pertimbangan strategi mereka dalam menghadapi Perang Pasifik.93 Masing-masing bunken minseibu gun, membawahkan dan son. syu, ken, bulan
(subkabupaten),
Sebelum
Agustus 1942, beberapa orang Indonesia memegang jabatan tinggi. Akan tetapi, sejak bulan Agustus 1942 jabatan yang dipegang oleh orang-orang Indonesia hanya terbatas sampai gunco dan kenco. Dalam melaksanakan
pemerintahannya, minseifu memperlihatkan kecenderungan yang keras dibandingkan dengan dua pemerintahan rikugun di Sumatra dan Jawa. Mereka secara tegas menerapkan kebijakan bahwa penduduk setempat akan dibina
sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang dan penggairahan secara prematur dari gerakan-gerakan kemerdekaan penduduk setempat harus dihindarkan yang diatur dalam Asas-Asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-Wilayah Selatan yang Diduduki. Sementara itu, roda pemerintahan atas Pulau JawaBali dilaksanakan oleh Tentara Ke-16 Angkatan Darat
Jepang dengan pusat pemerintahannya di Jakarta. Sehari sebelum Kapitulasi Kalijati, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1942, Panglima Tentara Ke-16 mengeluarkan Osamu Seirei94 Nomor 1 yang menjadi pokok dari berbagai per-
aturan tata negara pada waktu pendudukan Jepang. Undang-undang tersebut antara lain memuat hal-hal sebagai berikut. Pasal 1 : Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer sementara waktu di daerah-daerah yang ditempatinya agar mendatangkan keamanan yang sentosa dengan segera. : Pembesar balatentara Nippon memegang kekuasaan pemerintah militer yang tertinggi dan juga segala kekuasaan yang dahulu berada di tangan gubernur jenderal. : Semua badan pemerintahan, kekuasaan hukum, dan undang-undang dari pemerintahan terdahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer. : Balatentara Nippon akan menghormati kedudukan dan kekuasaan pegawai-pegawai yang setia kepada Nippon95
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Ketika Panglima Tentara Ke-16 secara resmi menerima Maret kapitulasi 1942, Pemerintah Hitoshi Hindia Belanda tanggal 8
Letjen
Imamura,
selaku
Panglima
Tentara Ke-16, segera membentuk pemerintahan militer di Pulau Jawa. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah gunshireikan saiko (panglima tentara) yang kemudian disebut
(panglima
tertinggi). militer
membawahkan gunseikanbu
pemerintahan dipimpin
oleh
gunseikan
pemerintahan
militer
pusat).
Sebagai
kepala
pemerintahan militer pusat, gunseikan dibantu oleh lima departemen (bu) yaitu Departemen Urusan Umum (Somubu), Departemen Keuangan (Zaimubu), Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan (Sangyobu), Departemen Lalu Lintas (Kotsubu), dan Departemen Kehakiman
(Shihobu).96 Pelaksanaan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh staf pemerintahan militer setempat yang disebut gunseibu. Oleh Saiko Shikikan, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga gunseibu, yaitu Jawa Barat dengan pusat pemerintahannya di Bandung, Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di Semarang, dan Jawa Timur dengan pusat pemerintahannya di Surabaya. Selain itu, dibentuk pula dua buah pemerintahan istimewa (kochi) untuk daerah
Yogyakarta dan Surakarta. Pada awalnya, gunseibu ini akan dipegang oleh orang-orang yang ahli di bidang pemerintahan. Akan tetapi, rencana tersebut tidak dapat diwujudkan karena kapal yang mengangkut tenaga pemerintahan dari Tokyo berhasil ditenggelamkan oleh Angkatan Laut Sekutu. Oleh karena itu, untuk sementara waktu beberapa kepada jabatan tinggi di setiap gunseibu diserahkan itu
orang-orang
Indonesia.
Jabatan-jabatan
antara lain wakil gubernur, residen, walikota praja, dan kepala polisi.97 Pada bulan Agustus 1942, Saiko Shikikan menetapkan Undang-Undang No. 27 tentang Aturan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang Aturan Pemerintahan Syu dan Tokubetsu Syi. Kedua undang-undang itu dikeluarkan seiring dengan mulai tibanya orang-orang Jepang yang ahli di bidang pemerintahan sehingga dapat dikatakan berakhirlah masa pemerintahan sementara. Berdasarkan yang peraturan ini, seluruh di aparat tangan pemerintahan orang-orang
strategis
harus
berada
Jepang yang terbukti dari jumlah pegawai Jepang di Pulau Jawa yang mencapai sekitar 23.242 orang.98 Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1942, pada tanggal 8 Agustus 1942, gunseibu dihapus dan sebagai gantinya dibentuklah pada syu zaman ini pemerintahan Pemerintah merupakan gunseikanbu syu Hindia (setingkat Belanda). daerah oleh
di
bawah
seorang syucokan. Dalam melaksanakan tugasnya, syucokan dibantu oleh cokan kanbo (Majelis Permusyawaratan
Cokan) yang mempunyai tiga bu, yaitu naiseibu (bagian pemerintahan umum), keizaibu (bagian ekonomi), dan
keisatsubu (bagian kepolisian). Struktur pemerintahan di bawah syu berturut-turut adalah syi (kota praja) atau ken (kabupaten), gun (kewedanaan), son
(kecamatan), dan ku (desa) yang masing-masing dipimpin oleh syico, kenco, gunco, sonco, dan kunco.99 Meskipun dalam berbagai kesempatan Pemerintah
Jepang mengatakan bahwa pemerintahan militer yang dibentuk di Indonesia bersifat sementara, namun pada
kenyataannya pemerintahan tersebut tetap diberlakukan sampai tahun 1945. Selama masa telah pemerintahan terjadi militer kali
tersebut,
setidak-tidaknya
tiga
perubahan struktur dan personel pemerintahan yang disesuaikan dengan perkembangan Perang Pasifik. Pertama, pada awal masa pemerintahan militer (Maret 1942-Juli 1942), panglima tertinggi mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam pemerintahan militer dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia untuk tidak melakukan
perlawanan terhadap mereka. Kedua, sejak bulan Agustus 1942, pemerintahan militer Jepang mulai dalam ini mengurangi struktur
diberlakukan militer
dengan
kekuasaan
Jepang di Indonesia. Ketiga, sejak bulan Oktober 1943, pemerintahan militer Jepang kembali mengikutsertakan
bangsa Indonesia dalam jumlah yang banyak ke dalam birokrasi pemerintahan militer karena sejak bulan itu
militer Jepang mulai mengalami kekalahan di berbagai front pertempuran. Kebijakan tersebut bukanlah realisasi Pemerintah Jepang untuk menyerahkan kekuasaan kepada bangsa Indonesia, melainkan sebagai siasat politik baru militer Jepang di Indonesia. Selain mengangkat beberapa orang Indonesia untuk memegang jabatan setingkat fuku syucokan atau syucokan, pada tanggal 5 September 1943, Pemerintah Militer Tentara Ke-16 membentuk Chuo Sangi-in (Dewan Pertimbangan Pusat) dan Chuo Sangi-kai (Dewan Pertimbangan Daerah). Tugas utama kedua dewan pertimbangan ini adalah mengajukan usul kepada pemerintah, terutama sehingga yang berkaitan dengan masalah dapat politik, dijalankan
pelaksanaan
pemerintahan
secara pesat dan tepat.100 Sepintas lalu, perubahan-perubahan politik yang diambil oleh pemerintahan militer Jepang itu sangatlah penting bagi upaya bangsa Indonesia mencapai kemer-
sama, perubahan-perubahan itu hanyalah sebuah sandiwara belaka sebagai upaya Jepang untuk memperoleh simpati bangsa Indonesia. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari suatu kenyataan bahwa selama Saiko Shikikan atau Syucokan tidak mengajukan pertanyaan, maka kedua dewan pertimbangan itu tidak memiliki fungsi apa-apa. Pemerintahan militer Jepang tidak memberikan hak dan wewenang kepada kedua dewan pertimbangan untuk mengajukan pendapat atas inisiatif sendiri berkaitan dengan situasi politik. Namun demikian, terlepas dari itu banyaknya orang Indonesia yang menduduki jabatan penting dalam struktur pemerintahan militer Jepang, memberikan pengalaman yang sangat berharga yang kelak sangat bermanfaat dalam rangka menegakkan kemerdekaan.
B. Mobilisasi Rakyat Ketika Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang mulai melakukan gerakan ofensif untuk menguasai wilayah Indonesia, mereka disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk setempat. Bahkan, beberapa tokoh pergerakan nasional yang tadinya bersikap nonkooperatif terhadap Pemerintah Hindia Belanda bersedia melakukan kerja sama dengan militer Jepang. Meskipun demikian, bagi beberapa
tokoh pergerakan nasional, terutama yang telah memahami proses pertumbuhan pan-Asianisme di Jepang tahun 1930an seperti Mohammad Hatta, kerja sama tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati. Di lain pihak, dalam rangka memperoleh dukungan penduduk setempat, Pemerintah Jepang seoptimal mungkin harus mampu menarik simpati rakyat Indonesia. Secara keseluruhan, propaganda yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang dikemas dalam konsep menciptakan Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Untuk dapat mewujudkan lingkungan kemakmuran bersama tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan oleh Jepang adalah membebaskan bangsa Asia dari penjajahan negara-negara Barat. Upaya pembebasan tersebut sudah menjadi tanggung jawab bangsa Jepang sebagai saudara tua bagi seluruh bangsa Asia dalam menolong bangsa Timur yang teraniaya
ini.101 Untuk kepentingan politik, Ono Saseo, seorang pelukis Jepang, membuat sebuah karya lukisan yang
dipublikasikan pada tahun 1944 di berbagai majalah dan surat sisi kabar.102 kebudayaan Lukisan banyak ini menggambarkan antara bahwa Jepang dari dan
persamaan
pula
oleh
suatu
kenyataan
bahwa
antara
Jepang
dan
Selain itu, propaganda yang dilakukan oleh Jepang ditujukan pula untuk menarik simpati dari kalangan umat Islam Indonesia. Sejak tahun 1920, Pemerintah Jepang mulai memperhatikan umat Islam Indonesia sebagai sumber daya manusia yang sangat potensial. Di antara sekian banyak kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Jepang adalah membangun Mesjid Kobe pada tahun 1935 dan
menyelenggarakan Pameran Budaya Islam dari tanggal 5 29 November 1939 yang dihadiri oleh utusan dari Majelis
Islam Ala Indonesia (MIAI). Pada tahun 1943, namanya berubah menjadi Majelis Sjuro Muslimin Indonesia
(Masjumi). Melalui kebijakan ini diharapkan pendudukan militer Jepang di Indonesia akan diterima sebagai
saudara tua yang seagama.103 Propaganda terhadap umat Islam Indonesia dapat pula dilihat dari Sabda Tenno Heika tentang pernyataan perang terhadap Amerika dan Inggris yang diawali dengan kalimat Kami, TENNO dari Keradjaan Dai Nippon, jang dengan koernia Allah taAla, ada toeroenan dari TENNO JANG PERTAMA, bahwa Kami telah mengoemoemkan Pernyataan perang dengan kepada Amerika dan
Inggris.104
menggunakan
kalimat
koernia Allah taAla merupakan indikasi kuat agar umat Islam Indonesia yakin terhadap kebijakan Islam yang
dikembangkan oleh Jepang. Selain itu, untuk menarik simpati umat Islam,
Pemerintah Pendudukan Jepang memuat pengumuman dalam surat kabar yang berisi tentang bujukan agar masyarakat memberikan sumbangan bagi fakir miskin. Pengumuman
Tetapi, toean! Djangan toean harapkan kebaikan itoe, selama toean beloem tahoe apa tangga kebaikan! Dalam Qoeran ada diseboetkan begini: lan tanaaloel birra hatan toenfiqoeoena mimman toehil boen jang artinja: tidak bisa seseorang meningkatkan kebaikan, sebeloem ia dapat mendermakan apa jang disajangnya! Nah! Inilah tangga kebaikan! Toean hendak ikoet mendermakan pakaian toean kepada Djawa Hoo Koo Kai, jang akan dibagikan kepada fakir miskin? Djika ikoet, naikilah tangga kebaikan ialah dengan mendermakan pakaian toean jang toean sajangi, djangan jang terboeang!105
Tujuan dari propaganda yang dilakukan oleh militer Jepang semata-mata untuk memperoleh dukungan dari bangsa Indonesia dalam Perang Pasifik. Dengan perkataan lain, simpati bangsa Indonesia terhadap militer Jepang akan sangat membantu mereka dalam melaksanakan rencana sesungguhnya, yakni melakukan mobilisasi rakyat dalam rangka Perang Pasifik. Mobilisasi itu sendiri dilakukan oleh pemerintah militer daya Jepang, alam baik maupun dalam sumber rangka daya
mengumpulkan
sumber
manusia Indonesia. Dalam rangka melakukan mobilisasi rakyat Indonesia, langkah pertama yang dilakukan oleh Saiko Shikikan adalah membentuk organisasi Gerakan Tiga A yang dijiwai oleh semboyan Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung
Asia, dan Jepang Pemimpin Asia pada 29 April 1942 yang dipimpin oleh Mr. Sjamsudin, seorang nasionalis kurang
terkenal.106 Tujuannya adalah sebagai upaya menanamkan tekad penduduk agar berdiri sepenuhnya di belakang tujuannya
pemerintah
militer
Jepang.
Untuk
mencapai
itu, Gerakan Tiga A kemudian menerbitkan Asia Raja.107 Meskipun demikian, usia dari Gerakan Tiga A tidaklah begitu gerakan lama. ini Pemerintah tidak Militer dalam Jepang upaya menganggap mengerahkan
efektif
bangsa Indonesia untuk kepentingan perang Jepang sehingga pada bulan Desember 1942 gerakan ini dibubarkan oleh Saiko Shikikan. Seiring dengan pembubaran Gerakan Tiga A, Pemerintah Militer Jepang kemudian mendirikan berbagai organisasi yang dipimpin oleh orang-orang Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut adalah Poesat Tenaga
Rakyat (Poetera), Jawa Hokokai, Barisan Pelopor, dan Gerakan Hidup Baru. Tujuannya adalah untuk memusatkan segala potensi bangsa Indonesia dalam rangka membantu Jepang memenangkan Perang Pasifik. Pada Jepang tanggal 9 Maret 1943, Pemerintah Tenaga Militer Rakjat
meresmikan
berdirinya
Poesat
(Poetera) di bawah pimpinan Empat Serangkai, yakni Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Kewajiban Poetera adalah memimpin
rakyat untuk bersama-sama menghapus pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda; mengambil bagian dalam usaha
mempertahankan Asia Raya; memperkuat rasa persaudaraan Jepang-Indonesia; bahasa bangsa Jepang; mengintensifkan membina dan pelajaran-pelajaran memusatkan perang potensi
serta
Indonesia
untuk
kepentingan
Jepang.108
Meskipun di bawah pengawasan yang sangat ketat, para pemimpin Poetera dapat memanfaatkan gerakan ini untuk mempersiapkan kemerdekaannya. bangsa Para Indonesia pemimpin Poetera mewujudkan berusaha
menanamkan nasionalisme kepada bangsa Indonesia. Mereka mempropagandakan agar rakyat berjuang sampai kemenangan terakhir tercapai. Jepang menafsirkan kemenangan akhir adalah hancurnya Sekutu, sedangkan itu Tiga Serangkai terusirnya
menafsirkan
kemenangan
akhir
adalah
penjajah, termasuk Jepang, dari Indonesia.109 Oleh karena kegiatan Poetera dipandang lebih kaum pergerakan membubarkan Hokokai Januari nasional, Poetera dan Jenderal Kumakichi Harada Jawa 8 ini
dengan
(Himpunan 1944.
Kebaktian
tanggal
Dalam
perkembangannya,
organisasi
relatif lebih berhasil dalam mewujudkan tujuan Pemerintah Militer Jepang untuk memobilisasi segenap potensi
bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari suatu kenyataan bahwa sejak awal tahun 1945, potensi sosialekonomi bangsa Indonesia dimobilisasi melalui Jawa
Hokokai untuk mencapai jumlah yang telah ditentukan dalam rangka memenangkan Perang Pasifik. Namun demikian, harapan lahirnya utama suatu Jepang sikap terhadap dari Jawa Hokokai Indonesia adalah bahwa
rakyat
kesengsaraan yang menimpa rakyat bukan hasil pekerjaan Pemerintah para Pendudukan Jepang, melainkan Jika hasil opini kerja ini
pemimpin
pergerakan
nasional.
terbentuk, maka rakyat akan membenci mereka dan dengan sendirinya Pemerintah Pendudukan Jepang akan mendapat dukungan penuh dari rakyat Indonesia. Pada
kenyataannya, harapan Pemerintah Pendudukan Jepang itu sama sekali tidak terwujud.110 Kebijakan Pemerintah Militer Tentara Ke-16 di Pulau Jawa ternyata tidak diikuti oleh Pemerintahan Militer Tentara Ke-25 dan Minseifu. Tentara Ke-25 yang menjalankan pemerintahan militer di Sumatra menganggap
bahwa di wilayah kekuasaannya tidak ditemukan sifat homogenitas penduduknya. Oleh karena itu, panglima
tertinggi di Sumatra hanya mengizinkan penduduk setempat untuk mendirikan organisasi-organisasi lokal. Baru
pada bulan Maret 1945, Pemerintah Militer Tentara Ke-25 memberikan konsesi politik kepada Sumatra dengan diizinkannya membentuk Chuo Sangi-in. Demikian juga yang terjadi di wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Minseifu secara sengaja menutup-nutupi berbagai peristiwa yang dianggapnya bertentangan dengan kebijakan pemerintah militer.111 Meskipun demikian, di daerah yang dikuasai Sumber oleh Darah Angkatan Rakyat Laut Jepang yang
didirikan
gerakan
(Sudara)
berpusat di Makasar (Sulawesi Selatan) yang dipimpin oleh Andi Mappanyukki. Berbeda dengan Poetera, gerakan Sudara ini tidak begitu berkembang mengingat sifat
pemerintahan yang diterapkan oleh Angkatan Laut Jepang yang keras terhadap kaum pergerakan nasional. Seiring Perang dengan mulai terdesaknya Jepang dalam
Pasifik,
Saiko
Shikikan
kemudian
membentuk
berbagai organisasi semimiliter dan organisasi militer. Pembentukan organisasi semimiliter dilaksanakan pada
tanggal 29 April 1943, yakni Seinendan dan Keibodan. Para pemuda yang berusia antara 15-25 tahun (kemudian diubah menjadi 14-22 tahun) berhak masuk menjadi
anggota Seinendan. Seinendan didirikan dengan tujuan untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat
menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Maksud yang disembunyikan adalah sebagai upaya Pemerintah Militer Jepang memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat usaha memenangkan Perang Pasifik.112 Upaya ke arah itu dilakukan dengan jalan memberikan latihan-latihan militer, baik untuk mempertahankan diri maupun untuk penyerangan. Dalam rangka Perang Pasifik, Seinendan yang akan akan ditempatkan sebagai barisan cadangan medan
mempertahankan
garis
belakang
dari
pertempuran. Sementara semimiliter Jepang yang itu, Keibodan oleh merupakan organisasi Militer polisi.
yang akan
dibentuk dididik
Pemerintah pembantu
sebagai
Mereka memiliki tugas-tugas kepolisian, seperti penjagaan lalu lintas, pengamanan desa, dan lain-lain. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah Militer Jepang berusaha agar organisasi tidak dipengaruhi oleh kaum nasionalis. Hal ini terlihat dari suatu kenyataan bahwa pembentukan kaum Keibodan dilakukan di desa-desa, pengaruh dimana kepada
nasionalis
kurang
memiliki
Jawa saja. Dengan nama berbeda, organisasi semimiliter dibentuk pula di Sumatra dan di daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut. Di Sumatra, dibentuk organisasi
yang bernama Bogodan, yakni organisasi yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan Keibodan. Hal yang membedakan dengan Keibodan, organisasi tersebut berada langsung di bawah Syucokan. Organisasi yang sama dibentuk juga di Kalimantan dengan nama Borneo Konan Hokokudan.113 Pengerahan kaum muda dan kaum pelajar dalam barisan semimiliter itu sepenuhnya mendukung Jepang yang mengalami kekurangan man-power sejak melakukan gerakan ofensif militernya. Sejak awal pendudukan, Pemerintah Militer Jepang telah mulai memikirkan usaha untuk memberikan latihan-latihan militer kepada penduduk Indonesia yang dapat dimanfaatkan guna mempertahankan negerinegeri yang telah mereka kuasai. Berkaitan dengan hal itu, pada bulan 24 April 1943, dikeluarkan pengumuman yang isinya memberi kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk menjadi Pembantu Prajurit yang Jepang, (Heiho).114 langsung baik di Mereka adalah dalam prajurit struktur di
Indonesia militer
ditempatkan Angkatan
Darat
maupun
Angkatan
Laut.
Pada
awalnya,
pembentukan
Heiho
dimaksudkan untuk mempunyai suatu angkatan kerja yang dapat secara langsung membantu pasukan-pasukan Jepang dalam melakukan pekerjaan kasarnya. Oleh karena itu, barisan Heiho ini tidak memiliki perwira dari kalangan mereka.115 Pembentukan organisasi militer ini
mencerminkan bahwa sejak pertengahan tahun 1943 tidak terdapat lagi kesangsian pada pihak militer Jepang
bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan untuk tugastugas militer. Akan tetapi, mereka masih meragukan
kesetiaan bangsa Indonesia terhadap kepentingan perang Jepang. Militer tentara Dalam Jepang pribumi perkembangan memutuskan yang akan selanjutnya, untuk Pemerintah satuan
membentuk
mempertahankan
negaranya
sendiri kemungkinan kembalinya kekuasaan negara-negara kolonialis Barat. Di Indonesia, satuan tentara pribumi ini kemudian dikenal sebagai Tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. Dalam uraian bab selanjutnya akan terlihat perbedaan yang
cukup mendasar antara Tentara Peta dan Heiho meskipun sama-sama Indonesia Pasifik. dijadikan dari tekanan sebagai Amerika alat Serikat mempertahankan dalam Perang
Catatan
1
Rezim Tokugawa didirikan oleh Tokugawa Ieyashu setelah berhasil menyingkirkan Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi. Ketiga bangsawan ini yang berhasil mengatasi perang saudara di Jepang pada akhir kekuasaan Muromachi tahun 1573 (Sagimun, 1985: 8). 2 Politik isolasi diri yang diterapkan oleh Rezim Tokugawa disebabkan oleh semakin berkembangnya agama Kristen yang dibawa oleh orang-orang asing. Perkembangan agama Kristen yang sangat pesat ini mengakibatkan terjadinya konflik agama dan budaya sehingga Rezim Tokugawa mengeluarkan kebijakan melarang penyebaran agama Kristen di Jepang sekaligus menutup Jepang bagi orang-orang asing (Sagimun, 1985: 8). 3 Williams et al., 1963: 533. 4 Sagimun, 1985: 10. 5 Goto, 1996: xviii. 6 Goto, 1998: xix. 7 Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat Jepang memperlihatkan sikap yang kontra terhadap Restorasi Meiji. Mereka menganggap bahwa pemerintah terlalu jauh melangkah dalam mencontoh peradaban Barat. Pada awalnya, sikap kontra ini mereka perlihatkan dalam bentuk gerakan-gerakan antipemerintah yang bermuara pada meletusnya pemberontakan barat daya (Seinan Senso) yang dipimpin oleh Saigo Takamori. Pemberontakan ini diawali dengan penolakan pemerintah untuk melakukan ekspansi ke Korea pada tahun 1873. Pemerintah menganggap bahwa untuk dapat bersaing dengan Barat, bukan dengan cara melakukan ekspansi ke negara-negara di sekitar Jepang, tetapi bangsa Jepang harus mampu membangun negaranya. Pada akhir kekuasaan Kaisar Meiji, mereka memperlihatkan sikap kontranya dalam bentuk gerakan ultranasionalis yang menggiring Jepang melakukan ekspansi ke negara-negara Asia Timur dan Pasifik (Goto, 1998: xxi; Wint, 1966: 175). 8 Goto, 1998: xx; Sagimun, 1985: 12-13. 9 Sagimun, 1985: 12. 10 Goto, 1998: xx. 11 Sagimun, 1985: 11. 12 Goto, 1998: 4. 13 Pada tahun 1930 hingga tahun 1936, Pemerintah Jepang terikat oleh London Naval Treaty yang membatasi jumlah personel dan persenjataan Angkatan Laut Jepang. Perjanjian ini dipandang oleh Markas Besar Angkatan Laut Jepang sebagai bentuk penjualan negara oleh kabinet sipil karena aspirasi ekspansi-nasionalis menjadi terhambat. Kekecewaan tersebut diwujudkan dalam bentuk agitasi politik dan pembunuhan terhadap politikus dan kaum kapitalis sering terjadi selama kurun waktu itu (Onghokham, 1989: 16). 14 Goto, 1998: 20-21. 15 Persaingan ini terjadi sejak tahun 1895 seiring berakhirnya Perang Jepang-Cina yang berdasarkan Perjanjian Shimonoseki Jepang menerima mandat atas Pulau Formosa (Taiwan) dari Cina. Keberhasilan Angkatan Darat mengukuhkan kekuasaan dan kepentingan
16 17 18 19 20 21
22 23 24
25 26 27 28 29 30 31 32
33 34 35 36
bangsa Jepang atas Daratan Cina semakin memperoleh pijakan yang seiring dengan dibentuknya Negara Manchuria pada tanggal 1 Maret 1932 (Goto, 1998: 13). Goto, 1998: 4. Goto, 1998: 103. Goto, 1998: 104. Goto, 1998: 105. Kartodirdjo, 1993: xi. Meskipun Soekarno mengkritik sangat tajam imperialisme Jepang, dirinya melihat sisi positif keberhasilan Jepang dalam membangkitkan bangsa-bangsa di Asia dari cengkeraman penjajahan negara-negara Barat. Jepang merupakan negara Asia yang telah memberi pengaruh besar terhadap pergerakan nasional Indonesia. Kelak, ketika militer Jepang masuk ke Indonesia, dirinya bersedia bersikap kooperasi dengan Jepang dengan alasan bahwa untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, Indonesia tidak mungkin dapat mengalahkan kekuatan militer Jepang. Justru sebaliknya, cita-cita kemerdekaan mungkin dapat terwujud apabila Indonesia mau bekerja sama dengan Jepang (Adams, 1965: 154, 156, 182; Soekarno, 19631: 70-77). Goto, 1998: 293; Notosusanto, 1979: 14. Lubis, 2003: 29. Kanahele, 1979: 6; Mangkoepradja, 1968: 111-112; Lubis, 2003: 29. Goto, 1998: 301. Goto, 1998: 306, 312-313. Goto, 1998: 314. Goto, 1998: 326. Sjahrir, 1949: 112. Goto, 1998: 437. Pluvier, 1953: 194. Pada tahun 1939, wilayah Hindia Belanda berhasil memproduksi sekitar 31% kopra dunia, 17% timah, 33% karet alam, lebih dari 20% serat alam, dan 29% minyak sawit. Di samping itu, wilayah ini menghasilkan pula teh, gula pasir, dan kopi dalam jumlah yang cukup banyak serta menguasai 85% perdagangan lada dunia (Toynbee dan Ashton-Gwatkin, 1939: 94). Perlu juga dikemukakan bahwa sampai tahun 1939, Hindia Belanda mampu memproduksi minyak bumi 61.580.000 barel sehingga menjadikannya sebagai lima besar produsen minyak dunia (Emerson, 1940: 738). Sebagai perbandingan, pada akhir tahun 1941, cadangan minyak Jepang sebesar 8,40 juta ton yang kalau dihitung untuk saat itu palingpaling hanya sanggup mempertahankan kelangsungan perang kurang dari 2 tahun (Nenryokonwakai dalam Goto, 1998: 3) Notosusanto, 1979: 17; Salim, 1971: 103-104. Goto, 1998: 129. Goto, 1998: 131. Kan Po, No. 42 Tahun 2604: 8; Tjahaja, 29 April 2604: 2.
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
65
Storry, 1957: 266-276, 317-319. Goto, 1998: 131. van Mook, 1975: 28, 45. Onghokham, 1989: 2. Onghokham, 1989: 27; van Mook, 1975: 34 Moedjanto, 1993: 68-69. Onghokham, 1989: 34-35; Notosusanto, 1979: 19. Goto, 1998: 137. Goto, 1998: 132-133. Goto, 1998: 133. Onghokham, 1989: 35-36; Sihombing, 1962: 56. Onghokham, 1989: 36. The Netherlands Information Bureau, 1942: 48. Goto, 1998: 190. Goto, 1998: 188 Sewaka, 1955: 63. Cook, 1999: 43; Wawancara dengan Dr. Suparman Soemahamidjaja (mantan anggota Peta), November 2003. Moedjanto, 1993: 67. Goto, 1998: 146-147. Notosusanto, 1979: 19. Feis, 1950: 215-16. Goto, 1998: 178. Goto, 1998: 178. Feis, 1950: 215-16. Notosusanto, 1979: 20. Feis, 1950: 264-267; Notosusanto, 1979: 21. Eigo dalam Goto, 1998: 179. Tujuan utama dari dikeluarkannya Garis Pokok Persiapan Memperoleh Sumber Minyak Selatan ini adalah untuk (1) memulihkan kawasan pertambangan minyak maupun berbagai fasilitas yang berhubungan dengan minyak seiring dengan operasi militer ke Selatan; (2) mempersiapkan berbagai jenis pasukan yang berkaitan dengan pengembangan minyak; dan (3) melakukan mobilisasi secara besar-besaran baik tenaga maupun materi dari rakyat. Mengenai pembentukan pasukan, sebenarnya telah dilakukan oleh Markas Besar Angkatan Darat sejak tanggal 10 September 1941. Pada waktu itu, dibentuk lima kompi pasukan tempur dan pengeboran minyak. Kompi 1 sampai Kompi 4 akan bertugas di Sumatra, sedangkan kompi 5 akan bertugas di Jawa. Selain itu, dibentuk pula kompi 2 Pasukan Zeni yang bertugas menjamin pengadaan listrik Pasukan-pasukan ini meninggalkan Hiroshima pada tanggal 26 Oktober 1941 menuju Saigon dan sejak pertengahan November 1941 disiagakan untuk menjalankan perintah dari Tokyo (Goto, 1998: 180). Feis, 1950: 282-287.
66
67 68 69
70 71 72 73 74
75 76
77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Walaupun Pemerintah Jepang telah memutuskan perang terhadap negara-negara Barat, tetapi berdasarkan Rapat Musyawarah Markas Besar Gabungan Angkatan Darat dan Angkatan Laut dengan Pemerintah Jepang (Daihonei-Seifu Renraku Kaigi) diputuskan bahwa akan memperlakukan Belanda sebagai subnegara musuh sampai timbul situasi perang dengan negara tersebut. Pada tanggal 8 Desember 1941, Perdana Menteri Tojo Hideki mengesahkan hasil rapat tersebut dan dengan jelas menyatakan bahwa terhadap Belanda, untuk sementara kita lihat saja perkembangan selanjutnya tanpa mengumumkan perang (Asahi Shimbun dalam Goto, 1998: 181). Strategi ini tidak dapat dilepaskan sebagai upaya militer Jepang agar pihak Hindia Belanda tidak melakukan pembumihangusan terhadap kilang-kilang minyaknya yang menjadi pendorong utama Jepang melakukan ekspansi ke Selatan (Azis, 1955: 14; Notosusanto, 1979: 21). Moedjanto, 1993: 69. Azis, 1955: 141; Pakpahan, 1977: 194. Bangsa Jepang menyebut peperangan ini dengan istilah Perang Asia Timur Raya (Dai Toa no Senso). Sementara itu, ada juga penulis yang menyebutnya dengan nama Insiden Cina, Perang Jepang-Cina atau bahkan Perang Asia (Cook, 1999: 39; Sagimun, 1985: 12). Arsip Nasional, 1988: 1. Suprapti et al., 1991/1992: 20. Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 2. Notosusanto, 1979: 22. Arsip Nasional, 1988: 22; van Oosten, 1967: 205-210; Notosusanto, 1979: 23. Notosusanto, 1979: 26-27. Notosusanto, 1979: 27; Sectie Krijgsgechiedenis van de Generale Staf, 1961: 168. Notosusanto, 1970: 88-89. Djajusman, 1978: 197-198; Notosusanto, 1970: 90. Asia Raja, 28 Mei 1942; Arsip Nasional 1988: 89. Sjafrudin, 1993: 329. Sectie Krijgsgechiedenis van de Generale Staf, 1961: 85-92. Djajusman, 1978: 206-207. Notosusanto, 1970: 93. Notosusanto, 1979: 27. Djajusman, 1978: 207; Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 5. Djajusman, 1978: 220; Notosusanto, 1970: 94. Benda, Irikura, dan Kishi, 1965: 1-2; Notosusanto, 1979: 30. Pelaksanaan pemerintahan di Indonesia oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang tidak dapat dilepaskan dari struktur dasar Pemerintahan Jepang menjelang meletusnya Perang Pasifik. Dalam struktur tersebut, kedua angkatan perang tersebut tidak berada di bawah kontrol kabinet melainkan langsung di bawah kaisar. Selain itu, hubungan antara kedua angkatan perang tersebut tidak
memiliki satu komando yang terintegrasi sehingga pelaksanaan pemerintahan di Indonesia sepenuhnya dikendalikan oleh masingmasing staf umum Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang yang kemudian mengkoordinasi kegiatan komando-komando bawahannya (Notosusanto, 1979: 24). 89 Benda; Irikura; dan Kishi, 1965: 5; Notosusanto, 1979: 24. 90 Benda; Irikura; dan Kishi, 1965: 28; Notosusanto, 1979: 25. 91 Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 12. 92 Kanahele, 1967: Bab IV Alinea 9; Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 12. 93 Benda; Irikura; dan Kishi, 1965: 55-56; Kanahele, 1967: Bab IV Alinea 8 dan Alinea 9; Notosusanto, 1979: 25. 94 Osamu Seirei adalah sebutan terhadap undang-undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Ke-16 di Pulau Jawa-Bali. Sementara itu, Osamu Kanrei adalah undang-undang yang dikeluarkan oleh Kepala Pemerintahan Militer (gunseikan) dan telah ditetapkan oleh gunshireikan. Nama Osamu itu sendiri merupakan kode yang diberikan oleh Panglima Tentara Selatan untuk Pemerintahan Tantara Ke-16 yang menguasai Pulau Jawa-Bali (Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 6-7). 95 Kan Po, Nomor Istimewa, 2602: 6-7. 96 Pandji Poestaka, No. 26, 3 Oktober 1942: 933. 97 Asia Raja, 4 Mei & 11 Mei 1942; Pandji Poestaka, No. 2, 18 April 1942: 64. 98 Azis, 1955: 150; Pandji Poestaka, No. 2, 18 April 1942; Pembangoenan, 16 Maret 1942. 99 Benda; Irikura; dan Kishi, 1965: 66; Pandji Poestaka, No. 23, 12 September 1942: 88; Pringgodigdo, 1952: 22-23. 100 Herkusumo, 1984: 117-119. 101 Goto, 1998: 173. 102 Cook, 1999: 40. 103 Benda, 1980: 133-134. 104 Pandji Poestaka, Nomor Istimewa (No. 34/35), 8 Desember 1943: 1169. 105 Tjahaja, Saptoe 6 Gogatu 2604 106 Kahin, 1970: 103. 107 Asia Raja, 12 Mei 1942; Gunseikanbu, 2604: 46. 108 Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 19-20. 109 Moedjanto, 1993: 82. 110 Moedjanto, 1993: 82. 111 Kanahele, 1967: 74; Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 19-20. 112 Jawa Seinendan, 2603. 113 Poesponegoro dan Notosusanto, 19906: 31. 114 Asia Raja, 24 April 2603. 115 Sihombing, 1962: 140-141.