Anda di halaman 1dari 14

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA*) (IMPACT OF TOURISM ON JOB CREATION) Made Antara

Lecturer at Magister of Tourism Study, University of Udayana email: antara_dps@yahoo.com

ABSTRACT From economic perspective, positive impacts of tourism, at least in the case of Bali (Indonesia) can be seen from several indicators, namely (1) as a source of foreign exchange for the country, (2) a potential market for goods and services produced by the local community, (3) to increase the community income whose activities directly or indirectly related to services of tourism, (4) to increase the job opportunity, either in direct-linkage sectors such as hotel, restaurant, travel agent, or at indirect-linkage sectors such as handicraft industry, supply of agricultural produce, culture attraction, retailer business, and the other service activities, (5) as a source of regions indirect taxes, and (6) to stimulate the artist creativity, such as those in small-scale industry or in traditional performing arts. The number of tourists visiting a destination will affect the total tourists expenditure in the destination. Every increase of the tourists expenditure will increase the demand on output, GRDP, wages and salary, indirect taxes, and increase job opportunity. This linkage can be measured by calculating the multiplier effect. By using the Matrix Multiplier of National Satellite Account 2006 known that tourists expenditure multiplier toward job creation in tourism sector is 0,0000000530 and in the national economy is 0,000000761. Its mean, every tourists expenditure one quintillion rupiah (Rp 1,000,000,000,000) will create employment opportunity in tourism sector 53.000 people, and in the national economy. Share job creation in tourism toward national economy is 6, 97%. For case of Bali, using Bali Tourism Satellite Account 2007, it can be summarized as follows. The economic impact of tourists expenditure on the creation of employment in tourism sector is 0,0000000283 and in economic alone is 0, 00000006756. It means that every tourists expenditure one quintillion rupiah (Rp 1,000,000,000,000) will create employment opportunity in tourism is 28,300 peoples, and in Bali alone job opportunity is 67,560 peoples. Thus, the share of employment creation in tourism on overall employment reaches 41.89%. It is then save to conclude that tourism has been the engine of job creation. The increase of tourist arrival on the island (meaning the increase of tourists expenditure), will significantly increase the demand of output, and finally increase the employment opportunity. In this perspective, it can be said that Bali has been correct to put tourism as a priority of its development strategy, as tourism is a good vehicle to increase job creation, government income, revitalization of arts and culture, poverty alleviation, or the welfare of the people in general. Keywords: tourism, job, creation, multiplier
*) Makalah disajikan pada workshop Tourism Satellite Account pada Selasa, 24 Maret 2009 di Denpasar, yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Propinsi Bali. This paper is part of paper with title TOURISM LABOUR MARKET IN THE ASIA PACIFIC REGION: A CASE STUDY INDONESIA will presented at the Fifth UNWTO International Conference on Tourism Statistics: Tourism an Engine for Employment Creation. Bali, Indonesia, 30 March 2 April 2009.

ABSTRAK Dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata (kasus: pariwisata Bali-Indonesia) yaitu: (1) mendatangkan devisa bagi negara melalui penukaran mata uang asing di daerah tujuan wisata, (2) pasar potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat, (3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya terkait langsung atau tidak langsung dengan jasa pariwisata, (4) memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada sektor-sektor yang terkait langsung seperti perhotelan, restoran, agen perjalanan, maupun pada sektorsektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-jasa lain dan sebagainya, (5) sumber pendapatan asli daerah (PAD), dan (6) merangsang kreaktivitas seniman, baik seniman pengrajin industri kecil maupun seniman tabuh dan tari yang diperuntukkan konsumsi wisatawan. Menggunakan pengganda National Tourism Satellite Account 2006 diketahui pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata sebesar 0,0000000530 dan di dalam perekonomian nasional sebesar 0,000000761. Artinya setiap pengeluaran wisatawan sebesar satu trilliun (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sector pariwisata sebanya 53.000 orang dan di dalam perekonomian nasional sebesar 761.000 orang. Sumbangan penciptaan kesempatan kerja di pariwisata terhadap perekonomian nasional 6,97%. Untuk kasus Bali, menggunakan pengganda Bali Tourism Satellite Account 2007, pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata adalah 0,0000000283 dan dalam perekonomian regional adalah 0,00000006756. Artinya setiap pengeluaran wisatawan satu tilliun rupiah (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 28.300 di sector pariwisata, dan dalam perekonomian Bali sendiri adalah 67.560 orang. Jadi, sumbangan penciptaan kesempatan kerja sector pariwisata terhadap kesempatan kerja regional mencapai 41,89%. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa pariwisata telah menjadi mesin penciptaan kesempatan kerja. Peningkatan kedatangan wisatawan ke Indonesia atau ke pulau Bali (berarti peningkatan pengeluaran wisatawan) akan meningkatkan secara nyata permintaan berbagai macam output, dan pada akhirnya akan meningkatkan peluang pekerjaan. Dalam perspektif ini, dapatlah dikatakan bahwa Bali telah benar menaruh pariwisata sebagai prioritas dalam strategi pembangunan, seperti pariwisata adalah sebuah wahana meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan pemerintah, revitalisasi seni dan budaya, pengentasan kemiskinan, atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Kata kunci: pariwisata, pekerjaan, penciptaan, pengganda
INDEX

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN PERANAN PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA Characteristik of Tourism Labour Dampak Pariwisata (Case Indonesia and Bali) PENUTUP

PENDAHULUAN
Perkembangan industri pariwisata beberapa dasa warsa terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif akibat gangguan beberapa peristiwa, seperti perang teluk tahun 2001, krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia 1997/98-2000, disusul peristiwa peledakan WTC di Amerika Serikat, ledakan bom di Kuta 2001 dan 2005, meletusnya Perang Irak dan penyebaran wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), dan paling akhir adalah krisis keuangan global melanda dunia di akhir 2008 yang menurunkan pendapatan masyarakat di belahan Amerika dan Eropa. Hal tersebut berimplikasi terhadap penurunan kunjungan wisatawan, selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, baik bagi negara maju seperti Amerika, Spanyol, Perancis maupun bagi negara-negara berkembang seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Ini membuktikan bahwa sektor pariwisata sangat rentan terhadap gangguan eksternal, namun mempunyai peranan yang sangat vital dalam menunjang perekonomian suatu negara. Hal senada juga diungkapkan World Travel and Tourism Council seperti yang di kutip oleh Theobald (1994) bahwa perjalanan dan pariwisata merupakan industri terbesar bila di tinjau dari ukuran-ukuran ekonomi seperti output total, nilai tambah, investasi modal, tenaga kerja dan kontribusi pajak bagi pemerintah lokal. Anonim (2003) report that tourism is a significant industry in British Columbia It generates more than 4% of real GDP and about 7% of employment. By comparison, it is only slightly smaller than Be's construction industry. Penegasan pentingnya pembangunan sektor pariwisata bagi Indonesia telah lama dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) TAP MPR No. II/ MPR/1998 yakni Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan dalam artian luas yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Berdasarkan ungkapan GBHN dapatlah dikatakan bahwa pariwisata menjadi tumpuan harapan dalam menunjang pembangunan ekonomi dengan berbagai aspek positifnya bagi perekonomuian nasional. Karenanya pemerintah Indonesia serius mendorong perkembangan pariwisata dengan terus berupaya meningkatkan citra pariwisata dengan jalan meningkatkan keamanan, menyelenggarakan konferensi bertaraf Internasional, mengembangkan objek-objek wisata dan keunikan yang ada sebagai salah satu unsur attraction, memperbaiki sarana dan prasarana pariwisata sebagai unsur amenities, sehingga accesibility dari dan menuju daerah tujuan wisata tercipta, dan regulasi yang berkaitan dengan kelembagaan dan organisasi pelayanan jasa kepariwisata sebagai unsur ancillary, sehingga menambah kenyamanan wisatawan dalam berkunjung ke objek dan daerah tujuan wisata di Indonesia. Pariwisata merupakan industri yang memiliki rentangan luas (wide spanning), dalam artian industri yang terdiri dari berbagai kumpulan industri jasa yang mendukung atau yang terkait dengan perjalanan seseorang atau sekelompok orang (travellers), seperti akomodasi, restoran, jasa transportasi dan souvenir (Yoeti, 1996; Ministry of Management Servisce, BC, 2003). Kebutuhan tenaga kerja pariwisata makin meningkat sejalan dengan makin berkembangnya usaha jasa pariwisata, sarana pariwisata serta usaha objek dan daya tarik wisata. Oleh karena itu kesempatan kerja di bidang pariwisata perlu juga diperhitungkan, berdasarkan pada jumlah kunjungan wisatawan, jumlah pengeluaran wisatawan dan pertumbuhan sarana pariwisata. 3

Dalam berbagai analisis disebutkan bahwa pembangunan pariwisata mampu mendorong mobilitas tenaga kerja (Vorlauter, 1996). Hal senada diungkapkan Radetzki, 1989) bahwa perkembangan pesat pariwisata menjadi salah satu daya tarik utama bagi migrasi tenaga kerja. Bila di lihat dari kualitas/jenis tenaga kerja yang ada, di tinjau dari indikator tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di bidang pariwisata (perhotelan) lebih tinggi di bandingkan dengan pendidikan tenaga kerja di sektor ekonomi lain pada umumnya. Fenomena tersebut di dukung oleh penelitian Spillane (1994) yaitu adanya kecenderungan bahwa tingkat pendidikan yang lebih baik tercipta di sektor pariwisata dari pada sektor ekonomi lainnya. Indonesia yang memiliki beribu pulau besar dan kecil, keaneka-ragaman seni dan budaya, serta keindahan alam darat, sungai dan laut merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi objek daya daya tarik wisata, sehingga mampu menghasilkan devisa dan menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah memberikan prioritas pada pengembangan pariwisata. Hal inipun telah menunjukan hasil yang cukup signifikan, baik ditinjau dari aspek kunjungan wisatawan, penyerapan tenagakerja, maupun pengumpulan devisa. Berdasarkan Highligh pariwisata 2007 (Depbudpar, 2007), Jumlah wisman yang datang ke Indonesia selama tahun 2007 sebanyak 5.505.759 kunjungan atau naik sebesar 13,02% dibanding 2006 sebanyak 4.871.351 kunjungan. Tahun 2007 jumlah wisman terbesar yang datang ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Ngurah Rai sebanyak 1.741.935 kunjungan atau naik sebesar 31,08% dibanding 2006. Jumlah wisman terbesar kedua melalui pintu masuk Bandara Soekarno Hatta sebanyak 1.153.006 kunjungan atau naik sebesar 0,50% dibanding 2006. Jumlah wisman terbesar ketiga melalui pintu masuk Batam sebanyak 1.077.306 kunjungan atau naik sebesar 6,38% dibanding 2006. Dilihat dari kebangsaan wisman tahun 2007, jumlah wisman terbesar berasal dari Singapura sebanyak 1.466.416 kunjungan. Urutan kedua adalah wisman berkebangsaan Malaysia sebanyak 941.202 kunjungan dan urutan ketiga adalah wisman berkebangsaan Jepang sebanyak 593.784 kunjungan. Dilihat dari kebangsaan, penurunan wisman terbesar tahun 2007 berasal dari Thailand dengan jumlah wisman sebanyak 24.226 kunjungan atau turun sebesar 42,53% dibanding 2006 sebesar 42.155 kunjungan. Rata-rata pengeluaran wisman yang berkunjung ke Indonesia tahun 2007 sebesar US$ 970,98 per kunjungan atau US$ 107,70 per orang per hari, sedangkan rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia tahun 2007 selama 9,02 hari. Penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata selama 2007 sejumlah US$ 5.345,98 juta, atau mengalami peningkatan sebesar 20,19% dibanding 2006, dan sejak tahun 2005, 2006 dan 2007 menduduki peringkat kedua setelah Minyak dan Gas Bumi dari 11 komoditi ekspor (Depbudpar, 2007). PERANAN PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN Kasus: Indonesia Sejak satu dasa warsa terakhir dan seiring makin berkembangya kepariwisataan di Indonesia, pariwisata memiliki peranan besar dalam menunjang perekonomian Indonesia, terutama ditinjau dari indikator nilai tambah bruto (Gross Domestic Product, GDP). Jika pariwisata dianggap diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran karena sektor ini terkait langsung dengan jasa kepariwisataan, maka selama tiga tahun teakhir (2005-2007) peranan pariwisata dalam menciptakan nilai GDP relatif fluktuatif, dari Rp 430,2 trilliun tahun 2005 meningkat menjadi Rp 496,3 trilliun tahun 2006 dan kemudian menurun menjadi 4

Rp 426,3 tahun 2007 atas dasar harga berlaku. Hal yang sama juga terjadi pada GDP harga konstan (tabel 1). Namun demikian, peranan pariwisata masih menduduki urutan kedua setelah sektor industri pengolahan dalam menciptakan GDP perekonomian Indonesia. Namun jika sektor penunjang pariwisata seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, dan sektor jasa-jasa lainnya dimasukkan sebagai sektor yang terkait langsung dan tidak langsung dengan pelayanan wisatawan, maka peranan pariwisata di Indonesia terbesar menciptakan GDP dalam perekonomian Indonesia. Tabel 1 PDB Indonesia Menurut Lapangan Usaha, 2005-2007
No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Trilliun Rupiah) 2005 2006 2007*) (3) (4) (5) 363,9 430,5 417,0 (13,07) (12,90) (14,37) 308,3 354,6 301,7 (11,07) (10,62) (10,40) 771,7 936,4 798,0 (27,71) (28,05) (27,51) 26,7 30,4 25,5 (0,91) (0,91) (0,88) 195,8 249,1 218,3 (7,03) (7,46) (7,52) 430,2 496,3 426,3 (15,45) (14,87) (14,69) 181,0 230,9 189,6 (6,50) (6,92) (6,54) 230.6 271,5 229,4 (8,28) (8,13) (7,91) 276,8 338,4 295,2 (9,94) (10,14) (10.18) 2.785,0 3.338,2 2.901,3 (100,00) (100,00) (100,00) 2.468,0 2.976,7 2.617,8 Atas Dasar Harga Konstan (Trilliun Rupiah) 2005 2006 2007*) (6) (7) (8) 253,7 261,3 213,2 (14,49) (14,15) (14,52) 165,1 168,7 129,6 (9,43) (9,14) (8,83) 491,4 514,2 401,4 (28,07) (27,84) (27,35) 11,6 12,3 10,0 (0,66) (0,67) (0,68) 103,5 112,8 90,1 (5,91) (6,11) (6,14) 293,9 311,9 249,0 (16,79) (16,89) (16,97) 109,5 124,4 102,5 (6,25) (6,74) (6,98) 161,4 170,5 136,6 (9,22) (9,23) (9,31) 160,6 170,6 135,3 (9,17) (9,24) (9,22) 1.750,7 1.846,7 1.467,6 (100,00) (100,00) (100,00) 1.605,2 1.703,1 1.360,5

(1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(2) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Kontruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa PDB PDB tanpa Migas

Sumber: Badan Pusat Statistik Catatan: *) = angka sementara ( ) = persentase

Indikator ekonomi lainnya yang terkait dengan pariwisata adalah penerimaan devisa yang sangat diperlukan oleh suatu negara dalam melaksanakan transaksi luar negeri. Wisatawan terutama wisman sudah pasti membawa mata uang asing masuk ke negara lain dan mata uang asing ini akan ditukar dengan mata uang lokal untuk membiaya berbagai transaksi di negara tujuan wisata. Melalui lembaga penukaran uang Money Changer atau Perbankan, pada akhirnya mata uang asing ini akan ditangkap oleh negara dan menjadilah penerimaan devisa bagi negara penyelenggara kepariwisataan. Dalam kaitan dengan penerimaan devisa, posisi sektor pariwisata dalam penerimaan devisa terus berubah, tahun 2004 penduduki posisi terbesar kedua dalam penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi. Tahun 2005 menduduki posisi ketiga, tahun 2006 menduduki posisi keenam, dan tahun 2007 kembali meningkat menduduki posisi ketiga dalam penerimaan devisa (tabel 2). Fluktuasi posisi ini disebabkan oleh berfluktuasinya kunjungan wisatawan ke Indonesia, sedangkan fluktuasi kunjungan wisatawan dipengaruh faktor eksternal dan internal, seperti perang teluk, bom Bali I dan II, SAR, krisis keuangan global, dsb. 5

Berdasarkan dua indikator ekonomi yang telah disebutkan sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa betapa pariwisata mulai memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belum lagi terhitung peranannya jika dilihat dari indikator ekonomi penciptaan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan di daerah-fdaerah yang menjadi tujuan wisata. Tabel 2 Penerimaan Devisa Pariwisata Dibandingkan dengan Komoditi Ekspor lainnya, 2004-2007
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jenis Komoditi Minyak & Gas Bumi Pariwisata Pakaian Jadi Alat Listrik Tekstil Minyak Kelapa Sawit Kayu Olahan Karet Olahan Kertas & Brg dr kertas Bahan Kimia Makanan Olahan 2004 15.557,50 (1) 4.797,88 (2) 4.271,65 (3) 3.406,91 (4) 3.301,55 (5) 3.233,22 (6) 3.136,69 (7) 2.853,52 (8) 2.227,83 (9) 1.799,56 (10) 1.407,17 (11) Nilai Ekspor (Juta US $) 2005 2006 19.231,59 (1) 21.209,50 (1) 4.521,90 (3) 4.447,97 (6) 4.966,91 (2) 5.608,16 (2) 4.364,11 (4) 4.448,74 (5) 3.703,95 (6) 3.908,76 (7) 3.756,28 (5) 4.817,64 (4) 3.086,16 (8) 3.327,97 (8) 3.545,68 (7) 5.465,14 (3) 2.324,77 (9) 2.859,22 (9) 2.079,91 (10) 2.697,38 (10) 1.806,31 (11) 1.965,56 (11) 2007*) 17.464,52 (1) 5.345,98 (3) 4.739,74 (5) 3.947,72 (6) 3.474,75 (7) 5.997,75 (2) 1.157,20 (11) 5.008,69 (4) 3.742,11 (9) 3.031,23 (8) 1.818,41 (10)

Sumber: BPS Catatan: *) = angka sementara ( ) = rangking

Kasus: Bali Sejak tahun 1980-an kepariwisataan di Bali mulai berkembang dan tahun 1990-an mencapai perkembangan sangat pesat, sehingga Bali yang menjadi salah satu ikon pariwisata Indonesia dan menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia serta daerah tujuan wisata tervafourit di dunia. Hal ini membawa dampak terhadap perekonomian Bali baik secara mikro maupun makro. Perekonomian Bali yang didominansi oleh pariwisata mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan perekonomoian propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi yang dibangun lewat keunggulan industri pariwisata sebagai leading sector, telah membuka beragam peluang yang dapat mendorong aktivitas ekonomi serta pengembangan etos kerja masyarakat. Dimensi itu tergambar dari meluasnya kesempatan kerja, besarnya peluang peningkatan pendapatan masyarakat, luasnya jaringan pemasaran yang meliputi batas-batas lokal sampai tingkat nasional, bahkan ke tingkat internasional. Dengan dukungan industri pariwisata yang sangat besar telah meyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung seperti perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa memberikan distribusi yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali, dan penerimaan devisa bagi negara. Sektor pariwisata telah memberi pengaruh besar terhadap perekonomian Propinsi Bali. Pesatnya perkembangan pariwisata telah menyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) memberi kontribusi yang sangat besar terhadap pembentukan PDRB Bali. Selama periode 2002-2007 sektor ini rata-rata memberi share sebesar 28,88%. Namun semenjak pariwisata Bali diguncang berbagai tragedi yaitu pada tahun 2001-2003, kontribusi sektor ini mengalami kecenderungan menurun. Selanjutnya pada tahun 2004 dan 2005, seiring dengan membaiknya situasi politik dan keamanan nasional yang ditunjang antara lain oleh suksesnya pelaksanaan pemilu 2004, sektor pariwisata Bali pun mulai menggeliat. Pada tahun 6

2004, sumbangan sektor ini mencapai 29,16% atau meningkat 0,37% dibanding tahun 2003. Pada tahun 2005, kontribusinya kembali mengalami peningkatan menjadi 29,37%. Di tahun 2006, adanya Bom Bali II di akhir tahun 2005 membuat peranan sektor ini kembali menurun menjadi 28,88%. Namun di tahun 2007 sektor pariwisata meningkat menjadi 28,98%. Namun jika sembilan sektor perekonomian Bali dikelompokan menjadi tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder, dan tersier, maka selama periode 2002-2007 struktur perekonomian Provinsi Bali tidak banyak mengalami pergeseran. Komposisi produksi barang dan jasa wilayah ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dengan dukungan industri pariwisata yang sangat besar telah menyebabkan kelompok sektor jasa-jasa (tersier) yang terkait langsung dan tidak langsung dengan pariwisata memberikan share nilai tambah yang sangat dominan terhadap pembentukan PDRB Propinsi Bali. Pada tahun 2002, kontribusi kelompok sektor ini telah mencapai 62,60% dan mengalami peningkatan tahun 2007 menjadi 64,51%. Sector sekunder mengalami peningkatan dari 14,80% tahun 2002 menjadi 15,42% tahun 2007. Sementara itu, sektor primer turun dari 22,60% tahun 2002 menjadi 20,07% tahun 2007. Hal ini sesuai dengan pola umum pembangunan yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya pendapatan per kapita di suatu region umumnya dibarengi dengan penurunan kontribusi sektor primer di region tersebut atau ekonomi akan selalu bergeser ke arah sektor sekunder dan tersier (tabel 3).
Tabel 3 Distribusi Persentase PDRB Bali Atas Dasar Barga Berlaku Menurut Lapangan Usaba Tabun 20022007 Persentage of GRDP of Bali Provinsi Based on Cureent Market Price 2002 2003 2004 2005 2006 2007 22,60 22,34 21,42 20,95 20,65 20.07 21,95 21,66 20,74 20,29 19,96 19,41 0,65 0,68 0,68 0,66 0,69 0,66 14,80 14,70 14,71 14,57 14,92 15,42 9,21 9,11 9,00 8,69 8,70 8,99 1,53 1,57 1,80 1,85 1,94 2,00 4,06 4,02 3,91 4,03 4,28 4,43 62,60 62,96 63,87 64,48 64,43 64,51 28,58 28,43 29,16 29,37 28,88 28.98 11,07 11,30 11,31 11,85 11,86 12,33 6,83 6,59 6,79 7,07 7,46 7,34 16,12 16,64 16,61 16,19 16,23 15,86 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100,00

No I

Lapangan Usaha

Sektor Primer 1 Pertanian 2 Pertambangan dan Penggalian II Sektor Sekunder 3 Industri Pengolahan 4 Listrik dan Air Minum 5 Konstruksi III Sektor Tersier 6 Perdgn, Hotel & Restoran 7 Transportasi dan Komunikasi 8 Perbankan, dan Lembaga Keuangan 9 Jasa-Jasa lainnya Total

Source: PDRB Propinsi Bali 2003-2007, Bappeda Propinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Propinsi Bali Note: According Ministry of Management and Service, British Columbia, Canada, the activities of the following industries in the tourism sector: Accommodation services, Food & beverage services, Transportation & warehousing, Retail trade, Finance, insurance, real estate & leasing, Various other service industries where there is a small touristrelated component. For example, tourists visit museums, zoos, gardens, ski hills, golf courses and other similar venues when they travel, and these activities are included in the tourism sector.

Peranan sektor pariwisata dalam perekonomian tidak hanya dari kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto, tetapi juga dapat dilihat dari pengeluaran wisatawan terhadap barang dan jasa selama berada di Bali. Pengeluaran wisatawan dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung merupakan akibat dari pembelian langsung wisatawan terhadap barang dan jasa yang tersedia di wilayah di mana wisatawan tersebut melakukan perjalanan. Sedangkan peranan tidak langsung meliputi pembelian terhadap barang dan jasa oleh wisatawan di mana secara tidak langsung mempengaruhi sektor-sektor ekonomi yang memproduksi barang dan jasa tersebut baik produsen maupun penyediaannya/perdagangan seperti pedagang besar yang menjual barang ke pedagang eceran yang selanjutnya dibeli oleh wisatawan atau produsen yang menghasilkan barang/jasa yang barang dan jasanya dibeli oleh wisatawan melalui pedagang eceran dsb. Peranan langsung pariwisata terhadap perekonomian dapat dilihat dari nilai pengeluaran wisatawan (wisman, wisnus, promosi dan investasi) terhadap total output maupun nilai tambah yang dihasilkan oleh perekonomian Bali. Total pengeluaran wisatawan di Bali tahun 2007 sebesar Rp 29.764.921.000.000,- (Rp 29,8 trilliun), dari total ini sebagian besar dikeluarkan untuk membeli barang-baang yang diproduksikan oleh industri pengolahan yakni sebesar 26,29%. Selanjutnya pengeluaran urutan kedua adalah untuk akomodasi sebesar 23,91%, berturut-turut diikuti oleh pembelian berbagai macam makan dan minuman di restoran sebear 14,77 (tabel 4). Dalam usaha meningkatkan aktivitas perekonomian daerah, maka kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara harus ke Bali harus ditingkatkan dengan berbagai strategi seperti promosi, kenyaman dan keindahan objekobjek wisata, sehingga pengeluaran wisatawan meningkat dan akan menjadi penggerak perekonomian daerah Bali. Tabel 4 Pengeluaran Wisatawan, Promosi an Investasi di Propinsi Bali, 2007 (dalam jutaan rupiah)
No Lapangan Usaha Pengeluaran Wisatawan, Promotion & Investasi 183.387 0 7.824.017 129 3.099.750 0 7.117.226 4.394.856 1.383.877 57.755 1.917.095 410.732 810.955 140.820 2.424.322 29.764.921 Persentage 0,62 0,00 26,29 0,00 10,41 0,00 23,91 14,77 4,65 0,19 6,44 1,38 2,72 0,47 8,14 100,00

1 Pertanian 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Hotel Restoran Transportasi Darat Transportasi Air Transportasi Udara Jasa Penunjang Transpot Komunikasi Lembaga Keuangan Jasa-Jasa lainnya Total Pariwisata

Sumber: Depbudpar (2007b). Catatan: Pengeluaran wisatawan, Promosi dan Investasi adalah penjumlahan dari pengeluaran wisatawan mancanegara, wisatawan nusantara, biaya promosi dan investasi di sector pariwisata.

Jadi dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata yaitu: (1) mendatangkan devisa bagi negara melalui penukaran mata uang asing di daerah tujuan wisata, (2) pasar potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat, (3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya terkait langsung atau tidak langsung dengan jasa pariwisata, (4) memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada sektor-sektor yang terkait langsung seperti perhotelan, restoran, agen perjalanan, maupun pada sektor-sektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-jasa lain dan sebagainya, (5) sumber pendapatan asli daerah (PAD), dan (6) merangsang kreaktivitas seniman, baik seniman pengrajin industri kecil maupun seniman tabuh dan tari yang diperuntukkan konsumsi wisatawan. Anonim (2003) said that tourism is a significant industry in BC. It generates more than 4% of real GDP and about 7% of employment. By comparison, it is only slightly smaller than Be's construction industry. The Western Australian tourism industry directly accounts for $2.2 billion of Gross Value Added (value of industry's production before net taxes on products) - this is 3.1% of total Western Australia Value Added and equates to 8.5% of Australia's total tourism value added. Tourism also contributed $2.7 billion to Western Australia's Gross State Product (GSP) which accounts for 3.5% of the State's GSP (refer Glossary for definitions).

DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PECIPTAAN KESEMPATAN KERJA Characteristic of Tourism Labor According Cooper (?), the tourism work force: (i) worldwide estimate approach 230 million jobs, (ii) By 2010 over 250 million jobs, (iii) 3% of total world direct employment, (iv) 9% of total world indirect employment (higher in some countries), (v) dominantly SMEs (employ half of the labour force) and 94% are micro enterprises with less than 10 employees. But there are one question, where will these jobs come from, mainly: Demographic squeeze, high tourism demand, skill shortage, .and the nature of human resource management planning in tourism exacerbates these problems, the pattern of work, allied to the working condition mean we have a problem, and add this the demographic squeeze and some have termed this a crisis in the sector. Pattern of tourism employment, namely: (a) temporary/no commitment, (b) young, (c) female, (d) High turnover, and (e) all these factors are self-reinforcing, Meanwhile, tourism job i.e.: attractive, accessible, variable image, diversity, boundary with leisure blurred, direct customer contact, and flexible. Yet working condition in the tourism sector linkages with, i.e. wages, hours, workload, emotional pressure, and health & safety (Copper, ?; Anonim. 2003). As we know together, a conservative sector with strong job traditions and rigid occupations structure, characterized by under management, poor planning, and twentieth century thinking. To move forward we must plan effectively, but is a problem .. i.e.: (1) governments do not understand the sector, and in planning they tend to overemphasize the hotel sector, (2) Tourism an awkward case, macro level approaches (economics based, forecast based), too rigid, labour market dynamics ignored. Labour market in tourism is dynamics, so need to link recruitment, education and training with the labour market, and how do you judge and factor in choices of say, school leavers?. Hence, planning complexities include: Young labour force with high turnover, Low pay and little commitment to training, Diversity of the sector, Pay/tenure relationship?, Pay skill relationship?, and Highly seasonal. 9

Cooper (?) said, tourism employment there are positive aspect and negative. Positive aspect, are labour intensive, international movement of labour, work with people, employment opportunity for the young and for female, flexibility access, Jobs related to culture and nature, some very creative jobs, and encourages peace, tolerance because of cultural exchange. Meanwhile the negative aspect are pay, temporary employment, seasonal employment, relative few woman in managerial positions, high percentage of people with few qualification, often low level of unionization, illegal workers, foreign workers, and working house. The way forward are: (1) Tourism and knowledge management, involved i.e.: the knowledge economy values labour and its knowledge assets, Competitiveness depends upon the human resources in the organization, tourism problematic here turnover and lack of commitment, tourism exploit rather than develops its human resources, and how do we change this?; (2) For Destination involved i.e.: must think beyond managing people in organization make the jump to destinations, local context, understand and manage shortterm variations in demand, and train for twenty first century issues mainly types of tourism and the turbulent environment; (3) For Industry involved: flexibility, dealing with seasonality, multiskilling (technology), deskilling (hospitality?), occupational profile (training), signaling career paths, and developing leaders; (4) For Government, the ILO is concerned with decent work. The goal is not just the creation of job, but the creation of jobs of acceptable quality (ILO, 1999) (see Cooper,). Dampak Pariwisata Kasus: Indonesia Berdasarkan data Tourism Satellite Account 2006, maka dapat diketahui pengganda (direct and indirect effect) pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sektor pariwisata sebesar 0,0000000530 dan di perekonomian nasional sebesar 0,000000761. Artinya, setiap peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar Rp 1.000.000.000.000.000,- (1 trilliun) di Indonesia akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sektor pariwisata sebanyak 53.000 orang, dan di dalam perekonomian nasional sebanyak 761.000 orang. Share penciptaan kesempatan kerja pariwisata terhadap nasional adalah sebesar 6,97%. Pengeluaran wisatawan total tahun 2006 yang terdiri atas pengeluaran wisman, wisnus, dan outbound (pre trip dan post trip) adalah sebesar Rp 123.433,61 milliar atau Rp 123.433.610.000.000,-. Menggunakan angka pengganda pengeluaran wisatawan thd penciptaan kesempatankerja diu sector pariwisata sebesar 0,0000000530 dan di dalam perekonomian nasional sebesar 0,000000761, maka mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 6.546.000 orang di sector pariwisata dan sebanyak 93.958.000 di dalam perekonomian nasional (tabel 5). Menggunakan data dan informasi pariwisata Indonesia tahun 2007 (lihat Depbudpar 2007a) tentang jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 5.505.759 orang, ratarata lama tinggal wisman tahun selama 9,02 hari, pengeluaran wisman per orang per hari US$ 107,70, dan kurs diasumsikan Rp 10.000/dolar, maka dapat dihitung dampak pengeluaan wisma terhadap penciptaan kesempatan kerja di pariwisata dan perekonomian nasional. Total pengeluaran wisman tahun 2007 = jumlah wisman berkunjung ke Indonesia x rata-rata lama tinggal x rata-rata pengeluaran per orang per hari (US$) x kurs rupiah = 5.505.759 orang x 9,02 hari x US$ 107,70/orang/hari x Rp 10.000/US$ = Rp 53.448.916.035.860,- = Rp 53,5 triliun. Jika multiplier pengeluaran wisman terhadap penciptaan kesempatan kerja di sektor pariwisata diasumsikan 0,0000000530, maka pengeluaran wisman di Indonesia tahun 2007 sebesar Rp 53.448.916.035.860,- akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sektor pariwisata sebanyak = 0,0000000530 x Rp 53.448.916.035.860,- = 2.832.793 orang, dan akan mampu menciptakan kesempatan kerja dalam perekonomian nasional sebanyak = 10

0,000000761 x Rp 53.448.916.035.860,- = Rp 40.674.625 orang. Berdasarkan perhitungan ini, makin meningkat kunjungan wisatawan, baik wisman maupun wisnus ke objek-obek wisata di Indonesia, maka pengeluaran wisatawan sebagai injector ke dalam perekonomian Indonesia makin besar, dan akan menimbulkan dampak penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata dan dalam perekonomian nasional makin banyak. Oleh karena itu, dalam usaha meningkatkan kesempatan kerja untuk dapat menampung pengangguran yang semakin meningkat di tahun-tahun mendatang, maka salah solusi adalah menggalakkan kepariwisataan, karena pariwisata dapat berperan sebagai mesin penciptan kesempatan kerja. Tabel 5 Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Nasional dan Tenagakerja, 2006 Uraian
A. Nilai Ekonomi Nasional B. Nilai Ekonomi Pariwisata (Dampak) 1. Wisnus 2. Wisnas 3. Wisman 4. Investasi 5. Promosi dan Pembinaan C. Share pariwisata (%) 1. Wisnus 2. Wisnas 3. Wisman 4. Investasi 5. Promosi dan Pembinaan
Output (Miliar Rp) PDB (Miliar Rp) Upah/gaji (Miliar Rp) PTL (Miliar Rp) TK (Juta)

5.623.993 289.726 134.137 12.055 74.184 63.747 5.602 5,15 2,39 0,21 1,32 1,13 0,10

2.784.960 146.799 63.169 5.536 37.914 37.132 3.048 5,27 2,27 0,20 1,36 1,33 0,11

849.739 38.764 18.281 1.629 11.237 6.233 1.384 4,56 2,15 0,19 1,32 0,73 0,16

127.109 6.584 3.058 267 2.043 1.119 95 5,18 2,41 0,21 1,61 0,88 0,08

93,958 6,546 3,634 0,247 1,737 0,809 0,120 6,97 3,87 0,26 1,85 0,86 0,13

Sumber: Depbudpar (2006) Catatan: Pengeluaran wisatawan total = Rp 123.433,61 miliar

Kasus: Bali Pengeluaran wisatawan total di Bali tahun 2007 yang terdiri atas pengeluaran wisman, pengeluaran wisnus, promosi dan investasi adalah sebesar Rp. 29.764.921.000.000,-. Pengeluaran sebesar ini dapat menimbulkan dampak penciptaan kesempatan kerja sebesar 843.025 orang di sector pariwisata dan dalam perekonomian Bali sebanyak 2.011.048 orang. Berdasarkan informasi ini, maka dapat dihitung multiplier (direct and indirect) pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja, yaitu sebesar 0,0000000283 di sector pariwisata dan sebesar 0,00000006756 dalam perekonomian Bali. Artinya setiap pengeluaran wisatawan sebesar Rp 1.000.000.000.000,- (1 trilliun rupiah) mampu menciptakan kesempatan kerja di sector pariwisata sebanyak 28.300 orang dan dalam perekonomian Bali sebanyak 67.560 orang. Dengan demikian kontribusi penciptaan kesempatan kerja di pariwisata terhadap penciptaan kerja secara keseluruhan sebesar 41,89% (tabel 6). Jadi tampak jelas bahwa untuk kasus pariwisata Bali, pariwisa telah menjadi mesin pencipta kesempatan kerja secara signifikan. Makin meningkat kunjungan wisatawan yang disertai makin meningkat pengeluaran wisatawan, maka makin meningkat (permintaan) berbagai macam output sektor-sektor ekonomi, pada akhirnya makin banyak menciptakan kesempatan kerja. 11

As a comparison, the Tourism Satellite Account available for Western Australia, which is based on 2001/02 data, detailed tourism employment as follows: 54,000 Western Australians (about 5.8% of total State employment) were directly employed in tourism, with around 18,000 more (about 1.9% of total State employment) indirectly employed. 77% ($343m) of the air and water transport industry is dependent on tourism 34% ($431m) of accommodation, cafes and restaurants industry 20% ($53m) of beverage and tobacco industries 13% ($314m) of the retail trade and takeaway food industries 11 % ($20m) of the textile, clothing and footwear industries The combined direct and indirect contribution of tourism accounted for employment of 72,000 Western Australians, or 7.7% of total State employment. This means that for every 100 people employed in WA, around 8 jobs are either directly or indirectly due to tourism. Tabel 6 Dampak Pariwisata Terhadap Tenaga Kerja di Bali Tahun 2007 (orang)
No Lapangan Usaha Pengeluaran Wisatawan, Promosi & Investasi 183.387 0 7.824.017 129 3.099.750 0 7.117.226 4.394.856 1.383.877 57.755 1.917.095 410.732 810.955 140.820 2.424.322 29.764.921 29.764.921 Output NTB Dampak Upah/ gaji 555.161 34.543 1.046.431 63.583 746.445 731.979 689.809 511.925 233.057 33.972 57.990 148.280 140.416 142.221 480.078 5.595.893 13.336.586 41,96 Pajak Tenagakerja 156.330 5.269 267.453 1.350 85.214 77.937 44.316 64.773 31.969 1.197 941 6.791 9.324 13.679 88.481 843.025 2.011.048 41,92

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Hotel Restoran Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Penunjang Angk Komunikasi Lembaga keuangan Jasa dan lainnya Total Pariwisata Total Ekonomi Share Pariwisata (%)

3.739.486 251.886 9.689.262 424.859 3.606.608 1.714.426 7.261.779 4.905.611 1.460.433 120.540 2.396.901 734.154 1.020.854 1.157.614 2.967.051 41.451.484 78.325.606 52,92

1.908.852 164.344 3.111.529 291.870 1.242.262 1.125.771 4.013.888 2.205.040 856.557 87.586 1.393.089 328.937 659.913 743.001 2.216.628 20.349.269 42.336.420 48,07

14.380 2.279 84.937 2.881 13.168 27.632 302.489 108.267 32.084 1.831 22.746 4.010 11.006 4.983 40.592 673.284 984.809 68,37

Sumber: Depbudpar (2007b).

12

PENUTUP Dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata di Indonesia (temasuk Bali) dapat dilihat dari beberapa indicator, yaitu: (1) sebagai sumber devisa Negara, (2) pasar potensial untuk barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh masyarakat local, (3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang aktivitasnya terkait langsung dan tidak langsung dengan jasa-jasa kepariwisataan, (4) meningkatkan kesempatan kerja, baik sector yang terkait langsung seperti hotel, retoran, biro perjalanan, maupun sector-sektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan rumahtangga, pemasok produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, dan aktivitas jasa-jasa lainnya, (5) sebagai sumber pajak tidak langsung daerah, dan (6) merangsang kreativitas seniman, seperti industri skala kecil atau seni pertunjukan tradisional. Characteristic of tourism employment, namely: (a) temporary/no commitment, (b) young, (c) female, (d) High turnover, and (e) all these factors are self-reinforcing, Meanwhile, tourism job i.e.: attractive, accessible, variable image, diversity, boundary with leisure blurred, direct customer contact, and flexible. Yet working condition in the tourism sector linkages with, i.e. wages, hours, workload, emotional pressure, and health & safety. Menggunakan pengganda National Tourism Satellite Account 2006 diketahui pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata sebesar 0,0000000530 dan di dalam perekonomian nasional sebesar 0,000000761. Artinya setiap pengeluaran wisatawan sebesar satu trilliun (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sector pariwisata sebanya 53.000 orang dan di dalam perekonomian nasional sebesar 761.000 orang. Sumbangan penciptaan kesempatan kerja di pariwisata terhadap perekonomian nasional 6,97%. Untuk kasus Bali, menggunakan pengganda Bali Tourism Satellite Account 2007, pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata adalah 0,0000000283 dan dalam perekonomian regional adalah 0,00000006756. Artinya setiap pengeluaran wisatawan satu tilliun rupiah (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 28.300 di sector pariwisata, dan dalam perekonomian Bali sendiri adalah 67.560 orang. Jadi, sumbangan penciptaan kesempatan kerja sector pariwisata terhadap kesempatan kerja regional mencapai 41,89%. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa pariwisata telah menjadi mesin penciptaan kesempatan kerja. Peningkatan kedatangan wisatawan ke Indonesia atau ke pulau Bali (berarti peningkatan pengeluaran wisatawan) akan meningkatkan secara nyata permintaan berbagai macam output, dan pada akhirnya akan meningkatkan peluang pekerjaan. Dalam perspektif ini, dapatlah dikatakan bahwa Bali telah benar menaruh pariwisata sebagai prioritas dalam strategi pembangunan, seperti pariwisata adalah sebuah wahana meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan pemerintah, revitalisasi seni dan budaya, pengentasan kemiskinan, atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum.

13

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Highligh BC Stat, BC Stat. Ministry of Management and Service, British Columbia , Canada. Cooper, Chriss. ?. Tourism and Human Resources. Foundation Frofessor of Tourism the University of Queenland, Australia: in Website:google: Tourism Labour Market. Depbudpar. 2006. National Tourism Satellite Account 2006. Ministry of Culture and Tourism, Republic of Indonesia Republic of Indonesia. Depbudpar. 2007a. Highlight Pariwisata. Pusat Data dan Informasi, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Depbudpar. 2007b. Bali Tourism Satellite Account 2007. Ministry of Culture and Tourism, Republic of Indonesia. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) TAP MPR No. II/ MPR/1998 Redetzi. 1989. Internationaler Tourismus Und Entwicklungslander; Die Auswirkungen des Einfach-Tourismus aufeine Landliche Region des Indonesischen Insel Bali. Munster Lit.Verlag. Spillane. 1987. Pariwisata Indonesia: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta : Kanisius. Vorlauter 1996. Tourimus in Entwicklungslanders Entwicklung durch Fremdenverkehr. Darmstadt : Wissenschaftliche Buchgeselhschaft. Yoeti. 1996. Pemasaran Pariwisata. Bandung : PT. Angkasa Bandung.

14

Anda mungkin juga menyukai