Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III KELOMPOK B1 KASUS PENYAKIT KARDIOVASKULAR

1. Database Pasien

No. DMK Nama Alamat Umur MRS Ruangan Riwayat Penyakit Riwayat Obat Keluhan

: 109222xx : Ny. R : Sidoarjo : 75 tahun : 15 Maret 2009 : Jantung : DM (-), HT (+) : (-) : Lemas

2. Data Klinik dan Laboratorium a) Data Klinik Data Normal Klinik Tekanan Darah RR Suhu Nadi GCS 120/80 mmHg 12-20 16 150/90 20 Ket N N Sadar Tanggal ( Maret 2009) 17 Ket 18 154/94 22 Afebris 80 456 N N Sadar 150/92 22 Afebris 77 456 Ket N Sadar

x/mnt 36-37 oC Afebris 80 x/mnt 71 456 456 (sadar)

Keterangan :

N = Normal = Meningkat = Menurun

b) Data Laboratorium Data Normal Laboratorium Glukosa 70 110 Kreatinin 0,6 1,1 BUN AST ALT Albumin K Na Cl Ca Mg WBC HgB Trombosit CKMB LDH LD-P Keterangan : mg/dL 5 23 mg/dl 5 34 u/l 11 60 u/l 3,8 4,4 3,8 5,5 mEq/l 136 144 mEq/l 94 104 mEq/l 8,1 10,4 mEq/l 1,9 2,5 4,5 10,5 11 -18 150 350 0 16 80 240 15 132 0,5 5 21 13 2,7 3,6 136,5 95 7,9 11,1 13,6 357 11,8 519 N = Normal = Meningkat = Menurun Assestment berdasarkan diagnosis yang diberikan yaitu hipertensi stage 1, obstruksi vomiting, suspect perikarditis, hipokalemia. Ket N N N N N 1,5 N Tanggal (Maret 2009) 16 Ket 17 Ket

4,6 558 258

3. Patofisiologi Penyakit a) Hipertensi pada Usia Lanjut Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda. Baik tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan predictok terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap system kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.

(JNC7,2004) Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik - dan vasokonstriksi adrenergik- akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam,sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan- perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (Kuswardhani, 2006). b) Perikarditis Perikardium merupakan kantung tipis (membran) yang mengelilingi jantung dan akar pembuluh darah besar. Kantung ini terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan

dalam (Visceral Layer) dan lapisan luar (Parietal Layer) dimana diantara lapisan tersebut terdapat cairan serosa berfungsi dalam gesekan lapisan tersebut. Perikarditis disebabkan oleh berbagai sebab yaitu idiopatik (penyebabnya tidak diketahui), infeksi (viral, tuberkulosis, fungal), uremia, infraksi miokardial akut, neoplasma, Postcardiac injury syndrome (trauma, cardiothoracic surgery), penyakit system autoimun (systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, systemic sclerosing periarteritis nodosa, Reiters

syndrome). Ketika terjadi peradangan pada pericardium, cairan serosa menjadi meningkat sehingga mempengaruhi aktivitas jantung yang menyebabkan nyeri dada, gejala umum yang terjadi pada perikarditis (Anonim. 2010).

Data laboratorium pasien menunjukkan kenaikan nilai LDH yang signifikan. Laktat dehidrogenase (juga disebut dehidrogenase asam laktat, atau LDH) merupakan enzim yang ditemukan di hampir semua jaringan tubuh. LDH memainkan peran penting dalam respirasi selular, proses dimana glukosa (gula) dari makanan diubah menjadi energi yang dapat digunakan untuk sel.

Meskipun LDH berlimpah dalam sel jaringan, darah tingkat enzim biasanya rendah. Namun, ketika jaringan yang rusak oleh cedera atau penyakit, mereka merilis LDH lebih ke dalam aliran darah. Kondisi yang dapat menyebabkan LDH meningkat dalam darah termasuk penyakit hati, serangan jantung, anemia, trauma otot, patah tulang, kanker, dan infeksi seperti meningitis, ensefalitis, dan perikarditis (Dowshen, 2009). c) Hipokalemia Hipokalemia dapat terjadi karena 1 dari 3 mekanisme patogenetik. Yang pertama adalah defisiensi intake. Kurang asupan kalium adalah penyebab umum dari hipokalemia tapi kadang-kadang dapat dilihat pada orang yang sangat tua tidak dapat mengunyah atau menelan dengan benar. Sehingga semakin lama akan menimbulkan defisit kalium yang signifikan. Pada situasi klinik lainnya hipokalemia dapat terjadi karena asupan yang buruk pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total (TPN), di mana suplemen kalium mungkin tidak cukup untuk waktu yang lama. Mekanisme yang kedua adalah ekskresi meningkat. Peningkatan ekskresi kalium, apalagi ditambah dengan kurangnya intake, adalah penyebab paling umum dari hipokalemia. Mekanisme yang paling umum, peningkatan hilangnya kalium di ginjal termasuk peningkatan pengiriman natrium ke saluran pengumpul, seperti diuretik, kelebihan mineralokortikoid, seperti hiperaldosteron primer atau sekunder, meningkatnya aliran urin atau, seperti dengan diuresis osmotik. Kehilangan kalium di gastrointestinal, paling sering dari diare, juga merupakan penyebab umum hipokalemia. Muntah adalah penyebab umum dari hipokalemia, namun patogenesis nya lebih kompleks hipokalemia. Cairan lambung itu sendiri mengandung kalium sedikit, sekitar 10 mEq / L. Namun, muntah menimbulkan deplesi volume dan

alkalosis metabolik. Ada 2 proses yang disertai oleh peningkatan ekskresi kalium di ginjal. Volume deplesi mengarah ke hiperaldosteron sekunder, yang, pada gilirannya, menyebabkan peningkatan sekresi kalium eksekresi kortikal di tubulus pengumpul sebagai respon atas peningkatan reabsorpsi natrium. Alkalosis metabolik juga meningkatkan sekresi kalium ditubulus pengumpul akibat penurunan ketersediaan ion hidrogen untuk sekresi dalam merespon reabsorpsi natrium. Yang ketiga adalah karena pergeseran ekstraselular ke ruang intraseluler. Mekanisme patogen juga sering menyertai peningkatan ekskresi, yang

menyebabkan peningkatan efek hipokalemik yang berlebihan. Pergeseran intraselular kalium sering terjadi secara episodik dan frekuensinya terbatas, misalnya, terapi insulin hiperglikemia akut. 4. Komposisi Terapi R/ HCT tab mg 25 no.II S.1.d.d. tab pc pagi R/ Aspirin tab mg 200 SL qs

m.f.pulv.dtd.no.III da in caps S.1.d.d.1 caps R/ Cefuroxime iv mg 750 no .X S.3.d.d.1.vial R/ Vomitas tab mg 10 no.VI S.3.d.d.1 tab ac R/ Infus KCl

5. Pembahasan Terapi yang Diberikan

a) Tujuan Terapi

Menurunkan tekanan darah hingga nilai < 140/90 mmHg

Mengatasi penyebab terjadinya perikarditis Meningkatkan kadar kalium Mempertahankan status gizi penderita Meningkatkan kualitas hidup pasien b) Sasaran Terapi Hipertensi Penyebab perikarditis Hipokalemia Status gizi penderita Kualitas hidup pasien c) Terapi Non Farmakologi Menjaga pola makan Mengurangi konsumsi garam Istirahat yang cukup Modifikasi gaya hidup yang sehat Menurunkan berat badan jika ada kegemukan d) Terapi Farmakologi Algoritma terapi hipertensi menurut JNC7 tahun 2004 :

1) Hidroklorthiazide (HCT)

Alasan Pemilihan : merupakan lini pertama pengobatan hipertensi stage 1 (JNC7, 2004), dipilih diuretik lemah / thiazid agar tidak terlalu kehilangan banyak kalium mengingat kondisi pasien geriatrik.

Indikasi

: terapi hipertensi

Mekanisme Kerja : bekerja dengan cara menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan CLmeningkat. Tempat kerja utama di hulu tubuli distal, dengan menghambat reabsorspsi Na+ dan Cl-.

Kontraindikasi

: Hipersensitifitass oleh thiazides, diuretik, atau obat-

obatan pembawa sulfonamide; anuria.

Dosis

: PO 12,5 50 mg/hari sebagai dosis tunggal atau

dosis terbagi (AHFS, 2004).

Efek samping anorexia.

ketidakseimbangan

elektrolit,

mual,

muntah,

Farmakokinetik

: Hydrochlorothiazide tidak

Biotransformation: dimetabolisme

Protein Binding : 67.9% Absorpsi : 50-60%

Resorpsinya dari usus sampai 80%, protein plasma kurang lebih 70%. Ekskresinya terutama lewat kemih secara utuh.
2) Aspirin

Waktu paruh: 5.6 - 14.8 jam

Alasan Pemilihan

: untuk mengurangi peradangan dan rasa nyeri yang perikarditis. Meskipun NSAID lain (misalnya,

terjadi

karena

indometasin, ibuprofen) atau kortikosteroid juga dapat mengurangi gejala, tapi obat-obatan ini mungkin berhubungan dengan efek jantung yang merugikan (misalnya, peningkatan resistensi pembuluh darah koroner, ruptur miokard), sehingga aspirin lebih direkomendasikan (AHFS, 2004).
Mekanisme Kerja : Efek analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi dari

asam asetilsalisilat dengan bekerja secara langsung dan ireversibel menghambat aktivitas kedua jenis siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) untuk menurunkan pembentukan prekursor prostaglandin dan

tromboksan dari asam arakidonat. Hal ini membuat asam asetilsalisilat

berbeda dari OAINS lain (seperti diklofenak dan ibuprofen) yang merupakan inhibitor reversible (Anonim, 2010).
Dosis

: Aspirin (160-325 mg setiap hari) saat ini dianggap

sebagai pengobatan pilihan bagi pengelolaan perikarditis akut berikut infark miokard, meskipun dosis yang lebih tinggi (misalnya, 650 mg setiap 4-6 jam) dapat digunakan untuk pencegahan sekunder yang mungkin diperlukan (AHFS, 2004 ; Depkes,2006). Efek samping besi. Kontraindikasi hemophilia. 3) Cefuroxime
Alasan Pemilihan : merupakan antibiotik sefalosporin golongan 2 yang

: mual, pusing, anemia, penurunan konsentrasi zat

: hipersensitifitas terhadap salisilat atau NSAID,

aktif membunuh gram positif (+) yang umumnya meyebabkan perikarditis.


Indikasi

: infeksi bakteri terutama bakteri gram positif seperti

Streptococcus, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negative seperti H. influenzea


Mekanisme Kerja : cefuroksim merupakan antibiotik golongan beta

laktam, berikatan dengan protein pengikat penisilin spesifik yang terletak di dalam dinding sel bakteri, sehingga menghambat tahap ketiga dan terakhir sintesis dinding sel bakter kemudian sel mengalami lisis (Anonim, 2009). Dosis Efek samping : IV 750 mg 3x sehari : mual, diare, anorexia,anemia.

Kontraindikasi 4) Domperidon

: hipersensitifitas terhadap sefalosporin

Alasan Pemilihan Indikasi

: Karena pasien mengalami obs. vomiting (muntah) : mengobati rasa mual dan muntah karena penyakit kanker,

sakit karena radiasi, obat golongan opiat, obat cytotoxic dan anestesi umum.

Mekanisme Kerja : Domperidon merupakan antagonis dopamin yang secara periferal bekerja selektif pada reseptor D2 sebagai antiemetik. Efek antiemetik disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dengan antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor trigger zone, yang terletak di luar sawar darah otak di area postrema.

Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap domperidon, penderita dengan prolaktinoma tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin, tidak boleh digunakan jika serangan motilitas lambung dapat membahayakan seperti adanya pendarahan, obstruksi mekanik,atau perforasi gastrointestinal.

Efek Samping : Reaksi alergi yang jarang terjadi, seperti rash dan urtikaria

Nama dagang

: Vomitas : 10 mg 3x sehari 5) Infus KCL

Dosis

Alasan pemilihan : karena pasien mengalami penurunan kadar kalium dan didiagnosa hipokalemia.

Indikasi darah.

: mengatasi kekurangan/penurunan kadar kalium

Dosis Kontraindikasi

: 40 mEq/jam :

- Laktasidemia. - Hiperkalemia, oliguria (sekresi kemih yang berkurang, dibandingkan dengan masukan cairan), penyakit Addison, luka bakar berat & azotemia (kelebihan urea atau senyawa nitrogen lainnya dalam darah). - Aritmia jantung

Efek Samping tromboflebitis.

: Edema otak, paru, intoksikasi air, hiperkalemia, &

6.

Komunikasi, Informasi dan Edukasi Memberikan konseling mengenai kepatuhan modifikasi gaya hidup seperti pola makan yang sehat dan aktifitas fisik rutin Memberikan konseling mengenai kepatuhan minum obat, efek samping obat dan interaksi yang mungkin terjadi

7.

Monitoring
Monitoring tekanan darah secara berkala, jika pengggunaan diuretik HCT belum

dapat menurunkan tekanan darah secara optimal maka pada hari keempat dosis HCT ditingkatkan menjadi 25 mg/hari. Jika masih belum ada penurunan tekanan darah yang signifikan terapi pada hari ketujuh diubah yaitu terapi kombinasi diuretik HCT 25mg/hari dengan ACE-inhibitor yaitu kaptopril 25 mg 2x sehari.
Monitoring kadar kalium dalam darah, jika kadar kalium sudah meningkat

menjadi normal pemberian infus KCL dihentikan.


Monitoring kadar kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal, jika buruk maka

segera sesuaikan dosis terapi.

8. Kesimpulan Pasien dengan diagnosa hipertensi stage 1, obstruksi vomiting, suspect perikarditis, hipokalemia diberi terapi yaitu:

Terapi non farmakologi

: Menjaga pola makan, mengurangi konsumsi garam,

istirahat yang cukup, modifikasi gaya hidup yang sehat, menurunkan berat badan jika ada kegemukan

Terapi farmakologi dan infus KCl

: hidroklorthiazid, aspirin, cefuroxime, domperidon,

Daftar Pustaka

American Society of Health-System Pharmacist. 2004. AHFS Drugs Information. USA : American Society of Health-System Pharmacist. Anonim. 2009. Cefuroxime. http://www.drugbank.ca/drugs/DB01112. Diakses pada tanggal 27 September 2010. Anonim. 2010. Aspirin. http://drugbank.ca/drugs/DB00945. Diakses pada tanggal 26 September 2010. Anonim. 2010. Pericarditis. http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/peri/peri_

whatis.html. Diakses pada tanggal 26 September 2010. Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. tunggulpharmacist.files. Diakses

wordpress.com/.../pharmaceutical-care-penyakit-jantung-koroner.pdf. pada tanggal 5 Oktober 2010.

Dipiro, et . al. (Ed.). 2000. Pharmacoterapy A Patopysiologic Approach. New York: McGraw Hill. Dowshen, S. 2009. Blood Test: Lactate Dehydrogenase (LDH).

http://kidshealth.org/parent/system/medical/test_ldh.html. Diakses pada tanggal 27 September 2010.


Kuswardhani, Tuty RA. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 136 7 Nomor 2.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/penatalaksanaan%

20hipertensi

%20pada%20lanjut%20us1a%20%28dr%20ra%20tuty%20k%29.pdf. Diakses pada tanggal 26 september 2010.

National Institutes of Health. 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. America : National Institutes of Health

Anda mungkin juga menyukai