Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.1 Di Amerika Serikat, 10-20 % populasi memiliki batu empedu, setiap tahun 1-3% masyarakat Amerika mulai terkena penyakit kolelitiasis, dan sekitar 1-3% menjadi simptomatik. Prevalensi kolelitiasis di daerah yang memiliki kultur barat kurang lebih sama dengan prevalensi di Amerika Serikat, namun prevalensi kolelitiasis di negara Afrika dan Asia cenderung lebih rendah. . Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki dan sementara di Indonesia, hasil penelitian terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekarjo Purwokerto didapatkan jumlah penderita wanita 1,8 kali lebih banyak dari pada laki-laki. 2,3,4,5 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian,

sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1 Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan dinegara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu dinegara-negara berkembang cenderung meningkat. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara khususnya di Indonesia cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.5 Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada keduaduanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.2

Anatomi kandung empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat

dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu4.

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus5.

Gambar 2.2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.3

Fisiologi Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara

600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu5. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4. Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh selsel hati. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini

terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh seratserat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan3.

2.4

Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di

Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 4 F : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan forty (empat puluh tahun)7. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis8,9. Faktor resiko pada batu empedu dapat dibagi menjadi dua, yaitu batu pigmen dan batu kolesterol Faktor resiko pada batu kolesterol antara lain: 1. Genetik Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia11. 2. Umur Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3,12. Hal ini terjadi karena semakin tua manusia empedu semakin tersaturasi sehingga garam empedu dan kolesterol semakin meningkat seiring bertambahnya usia.11

3. Jenis Kelamin Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1 sampai 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Di Jepang dan Singapura jumlah penderita laki-laki dan perempuan hampir sama jumlahnya. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki10. Peningkatan insidensi batu empedu pada peremupan mulai terlihat pada saat pubertas. Hal ini terjadi karena pengaruh hormonal yang ada pada perempuan, seperti estrogen dan progesteron mempengaruhi saturasi dari empedu. Estrogen mempunyai peranan meningkatkan sintesis dari apolipoprotein reseptor hati, sekresi kolesterol ke kandung empedu. Resiko pembentukan batu empedu meningkat dua kali lipat pada saat penggunaan estrogen eksogen, seperti pil kontrasepsi yang mengandung lebih dari 50 mcg estradiol, pada pasien kurang dari 30 tahun dan penggunaan yang singkat. Bahkan pada pria yang diberikan estrogen untuk terapi CA Prostat, akan menderita kolelitiasis lebih sering dari pada kelompok kontrol. Wanita multipara memiliki kemungkinan menderita kolelitiasis 2 kali lipat daripada primipara, hal ini di akibatkan peningkatan estrogen pada saat kehamilan. 4. Obesitas Orang yang mengalami kelebihan berat badan 20% dari berat badan ideal memiliki resiko dua kali lebih besar daripada populasi yang tidak menderita obesitas. Obesitas meningkatkan sekresi kolesterol di kandung empedu karena peningkatan sintesis kolesterol oleh hepar, dan juga peningkatan produksi estrogen oleh jaringan lemak.
12

Pada penelitian epidemiologi, otopsi dan penelitian klinis, ada relasi antara obesitas dengan peningkatan terjadinya batu empedu. Supersaturasi pada empedu dapat terjadi pada keadaan obesitas biasa, ataupun pada fase penurunan berat badan

5. Beberapa faktor lain Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama10,13. Menurut penelitian yang dilakukan di Jepang, konsumsi kalori yang berlebihan dan karbohidrat jenuh merupakan faktor pada pembentukan batu empedu. Peningkatan dari kolesterol empedu disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari HMG-CoA reduktase, yaitu enzim yang berperan mensintesis kolesterol. Sedangkan faktor resiko pada batu pigmen antara lain : 1. Usia dan jenis kelamin Batu pigmen hitam lebih sering terjadi pada orang yang lebih tua, seperti kolesterol kolelitiasis. Pada kolesistektomi dewasa, batu pigmen hitam hanya terjadi pada 10% dari batu yang berhasil di angkat. Menurut penelitian, batu pigmen lebih lama berada pada fase asimptomatik daripada batu kolesterol. Resiko terjadinya batu pigmen sama antara pria dan wanita. 2. Diet Pengaruh diet pada batu pigmen belum dapat ditentukan, namun Soloway et al, menemukan diet rendah rpotein dan rendah lemak dapat memicu timbulnya batu empedu coklat. Matshushiro et al menemukan bahwa diet rendah protein dan rendah lemak menyebabkan penurunan dari glucuro-1,4-lactone, yang merupakan inhibitor dari -glucoronodase yang biasanya terdapat pada empedu. -glucoronodase yang tidak terhambat dapat menimbulkan bilirubin bebas dan mempresipitasi kalsium bilirubin.12 3. Infeksi Kandung empedu seharusnya steril. Namun beberapa bakteri dan parasit dapat ditemukan. Kandung empedu beberapa orang jepang dengan pigmen bewarna coklat ditemukan beberapa infeksi oleh bakteri E. coli. Telur dan beberapa fragmen dari Ascaris lumbricoides dapat ditemukan pada 50% pasien dengan batu kandung empedu pigmen coklat.12

Mekanisme terjadinya batu pigmen coklat telah dikemukakan oleh Maki. E. coli sebagai produsen dari -glucoronodase, sebuah enzim yang dapat mengikat bilirubin dengan kalisum sehingga membentuk calsium bilirubin di kandung empedu. 12 4. Anemia hemolitik Batu pigmen hitam dapat ditemukan pada pasien dengan anemia hemolitik, \namun penyakit ini jarang ditemukan. Kondisi yang dapat memperpendek umur dari sel darah merah dapat menimbulkan batu ini di kandung empedu. Ini diakibatkan oleh meningkatnya bilirubin tidak terkonjugasi oleh hati yang tidak dapat ditampung dengan baik oleh kandung empedu sehingga terjadi supersaturasi dan membentuk batu. 5. Sirosis hepatik Psien dengan sirosis hepatis menunjukkan peningkatan dari batu empedu meningkatkan insidensi dari batu empedu, namun batu pigmen hitam lebih sering ditemukan. Pada penderita sirosis tedapat peningkatan dari asam empedu sheingga meningkatkan kemungkinan presipitasi bilirubin.

2.5

Patofisiologi Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada

saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri

dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus6. Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6. Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus3. a. Batu Kolesterol Batu kolesterol murni jarang ditemukan dan hanya ditemukan kurang dari 10% dari semua batu. Biasanya ditemukan sebagai batu tunggal dengan permukaan yang halus. Hampir batu kolesterol lain mengandung beberapa kandungan pigmen dan kalsium, namun 70 % kandungan batu tersebut tetaplah kolesterol. Batu ini biasanya multipel dengan ukuran yang bervariasi, biasanya keras, faceted atau tidak teratur, berbentuk seperti buah murbei, dan lunak . Warna batu campuran ini pada umumnya kuning keputihan dan hijau ke hitam. Sebagian besar batu kolesterol radiolusen; <10% radiopak. Batu murni atau campuran, hal yang utama dalam pembentukan batu kolesterol adalah supersaturasi empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol tinggi dan batu empedu kolesterol dianggap sebagai satu penyakit.7

Gambar 2.3. Batu kolesterol (4doctors.net)12

b. Batu pigmen Batu pigmen mengandung kolesterol <20% dan bewarna gelap karena terdapat kandungan bilirubinate kalsium. 7 Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, hitam, dan kadang-kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh supersaturasi bilirubinate kalsium, karbonat, dan fosfat, dan yang paling sering merupakan kejadian sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sel sabit, dan pada mereka dengan sirosis. Seperti batu kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih sedikit larut dari bilirubin terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin tak terkonjugasi dalam empedu biasanya diproduksi lebih sedikit. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti pada kejadian hemolitik, menyebabkan tingkat peningkatan produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis juga dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi.7 Batu cokelat biasanya <1 cm, kuning kecoklatan, lunak , dan sering lembek. Mereka mungkin terbentuk di kantung empedu atau di saluran empedu, biasanya akibat sekunder terhadap infeksi bakteri yang disebabkan oleh stasis empedu. Hal ini terjadi karena kalsium bilirubinate diendapkan dan badan-badan sel bakteri

membentuk bagian utama dari batu. Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikanglucuronidase yang memotong bilirubin glukuronida yang secara enzimatis

menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut. Bilirubin tak terkonjugasi bersama dengan kalsium, dan bersama sel bakteri yang sudah mati, akan membentuk batu.7

Gambar 2.4. Batu pigmen empedu. 13

2.6 manifestasi klinis Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita batu kandung empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai dengan intoleransi makanan berlemak.2,3,4 Pada pasien yang simptomatik keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan atau perkordium. Nyeri yang dirasakan dapat menjalar ke punggung ataupun menjalar ke ektramitas. Episode nyeri umumnya mendadak dan bertahan selama 15 menit sampai 1 jam, dan menyisakan nyeri yang cukup ( bukan colic), sampai 12 jam ( biasanya kurang dari 6 jam), dan akan menghilang dalam waktu 30-90 menit. 2,3,4 Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan mutah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolestitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat. 2,3,4

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan mengigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus yang hilang timbulnya berbeda dengan ikterus karena hepatitis. Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada badan2,3,4 Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran. 2,3,4 Pemeriksaan Fisik o Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.3 o Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3 Pemeriksaan Penunjang o Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.3 o Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 11 o Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus

distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. Kelebihan lain dari usg adalah tidak mengunakan ion radiasi dan tidak dibutuhkan contrast, serta persiapan pasien yang dibutuhkan sangat minimal. Jadi dapat digunakan pada keadaan emergency. 1,13

Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 11 o Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.3,13

Keuntungan diagnostik USG kandung empedu Cepat Dapat

metode Keterbatasan diagnostik

metode keterangan

Obesitas yang masif mengidentifikasi Asites

Prosedur yang disarankan untuk empedu mendeteksi batu

dengan akurat Dapat memeriksa hati,

saluran empedu, dan pankreas Tidak dibatasi oleh

ikterus,dan kehamilan Dapat memeriksa ukuran batu empedu secara akurat Foto BOF Murah Banyak tersedia Hanya bisa melihat batu radio opak Kontraindikasi kehamilan Oral cystogram : sudah pada

digantikan dengan USG

Tabel 2.1 Evaluasi diagnostik pemeriksaan kandung empedu 9

2.7. Differential Diagnosis


Appendicitis Bile Duct Strictures Bile Duct Tumors Cholangiocarcinoma Cholecystitis Gallbladder Cancer

Gastric Ulcers Gastritis and Peptic Ulcer Disease Gastroenteritis Pancreatic Cancer Pancreatitis, Acute

2.8 Penatalaksanaan

Penanangan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
3

Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik

tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simtom akut (kolesistitis akut, kolangitis, pankreatis dan karsinoma kandung empedu). Apabila telah terjadi

kolesistitis akut, diberikan pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klabsiella. 1 Untuk batu kandung empedu simtomatik, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). 3 Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10 Kolesistektomi Kolesistektomi merupakan tindakan yang paling sering dilakukan di negara barat. Carl Langenbuch pertama kali melakukan kolesistektomi pada tahun 1882 dan selama 100 tahun menjadi terapi standar untuk kolelitiasis simptomatik.

Open kolesistektomi merupakan terapi yang aman dan efektif untuk kolesistitis akut dan kronik. Pada 1987, laparoskopik kolesistektomi diperkenalkan oleh Phillipe Mouret di Prancis. Terapi dengan cara ini dapat menggantikan open kolesistektomi dan terapi non invansiv lain seperti ESWL dan terapi batu empedu medikamentosa. Laparoskopik kolesistektomi memberikan

penyembuhan kolelitiasis dengan prosedur yang minimally invasive, nyeri yang lebih sedikit, bekas luka yang kecil, dan dapat cepat pulih dan beraktivitas. Kolelitiasis simptomatik merupakan indikasi utama untuk kolelitiasis. Kontraindikasi absolut dari tindakan ini adalah koagulopati yang tidak terkontrol dan penyakit liver stadium terminal. Beberapa pasien dengan PPOK yang parah atau gagal dengan jantung karbon kongestif dioksida tidak dan dapat menoleransi open

pneumoperitoneum

memerlukan

kolesistektomi. Komplikasi yang serius sangat jarang. Angka mortalitas dari laparoskopi kolesistektomi adalah sekitar 0,1%. Infeksi pada luka operasi dan komplikasi kardiopulmoner cenderung lebih rendah dari pada open

kolesistektomi. Namun cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.7 Setelah melakukan prosedur kolesistektomi baik open kolesistektomi maupun laparoscopic kolesistektomi, pasien sering kali mengeluh nyeri yang tak kunjung hilang. Pada umumnya nyeri yang dikeluhkan pasien antara lain disebabkan oleh:5 1) Batu yang rekuren 2) Striktur dari duktus hepatikus komunis 3) Diagnosis pre operativ yang tidak akurat. Terapi bedah untuk kolelitiasis asimptomatik sangat tidak dianjurkan. Resiko dari komplikasi akibat intervensi lebih besar daripada resiko dari kolelitiasis yang berkembang menjadi simptomatik. Namun, kolesistektomi asimptomatik dapat di indikasikan pada beberapa pasien:5 1) Pasien dengan batu yang berdiameter lebih besar dari 2 cm

2) Pasien dengan gallbladder yang nonfungsional atau gallbladder yang mengalami kalsifikasi yang dibuktikan dengan hasil foto dan orang yang memiliki resiko tinggi dari gallbladder carcinoma. Pasien yang memiliki faktor resiko komplikasi dari batu empedu dapat melakukan kolesistektomi elektif, bahkan jika mereka memiliki kolelitiasis asimptomatik. Yaitu pasien dengan beberapa kondisi sebagai berikut5 1) Sirosis 2) Hipertensi portal 3) Anak-anak 4) Kandidat transplantasi 5) Diabetes dengan gejala minor

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 8

Penatalaksanaan konservatif Disolusi medis Chenodeoxycholic acid atau ursodeoxycholic acid, dapat diberikan untuk melerutkan batu empedu. Namun memerlukan waktu yang sekitar 2 tahun untuk bekerja secara efketif dan batu dapat kembali ketika terapi berakhir.

Cara kerjanya adalah menurunkan saturasi kolesterol pada getah empedu. Ada beberapa kriteria untuk menggunakan terapi non bedah, antara lain : 1) Batu kolesterol yang diameternya kurang dari 20 mm. 2) Jumlahnya kurang dari 4 3) Kandung empedu masih berfungsi baik 4) Duktus cystikus patent 5) Gejala yang tidak parah Namun hanya 10% dari batu empedu yang dapat diterapi dengan metode non bedah, dan angka keberhasilannya sangat bervariasi. Maka dari itu terapi ini biasanya hanya digunakan untuk pasien yang menolak operasi5.
Dissolusi dengan Oral Bile Acid ESWL dengan adjuvant bile acid Jumlah batu 50 % dari Volume kandung empedu Ukuran batu <0,5 cm 0,6-1 cm 1,1-2 cm Lama terapi (bulan) Rata-rata Rentang waktu Success rate Rata-rata rentang 80% 70-90% 40% 30-60% 10 0-20% 70 % 60-95 % 80 70-95 % 6 3-12 8 6-18 18 12-32 12 0,5-18 4 Jam 1-12 Jam 0,5-2 cm Semua ukuran Satu Semua jumlah Topical Disolusi dengan MTBE

Tabel 2.2 Angka Estimasi success rate dari terapi medikamentosa untuk batu empedu radiolusent.

Disolusi kontak Metode yang dilakukan adalah menyermprotkan infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan MTBE yang disemprotkan akan

cepat melarutkan batu kolesterol. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi .10 Gelombang Elektrosyok (ESWL) Terapi ini dapat digunakan pada pasien yang menolak operasi atau terdapat kontra indikasi untuk melakukan operasi. Karena batu empedu sering kembali pada kebanyakan pasien, maka terapi ini tidak sering digunakan lagi.10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 8

Kolesistotomi

Kolesistotomi berfungsi untuk mendekompresi dan sebagai drain dari kandung empedu yang distended, meradang, atau purulent. Ini dapat digunakan apabila pasien tidak cukup baik untuk melakukan operasi abdominal. Sebuah cateter pigtail dimasukkan dengan dipandu oleh USG.7 Diet dan Pencegahan Terapi dengan menggunakan Ursodeoxycholic acid dapat mencegah pembentukan batu, hal ini telah dibuktikan dengan penurunan berat badan yang cepat yang dikaitkan dengan peningkatan terjadinya batu empedu, (20-30% dalam 4 bulan). Pemberian Ursodeoxycholic acid dengan dosis

600 mg sehari dalam waktu 16 minggu, dapat menurunkan insiden batu empedu dalam waktu 80%.12 Pasien disarankan mengurangi intake lemak, ini dapat menurunkan insidensi dari serangan kolik. Olah raga yang teratur dapat juga mengurangi insidensi dari batu empedu.12

2.9 Prognosis dan Komplikasi Sampai saat ini belum ada terapi yang dapat menjamin tidak terjadi rekurensi pada batu empedu. Bahkan setelah dilakukan kolesistetomi kolelitiasi dapat muncul pada duktus icticus.13. Kurang dari 50% pasien dengan batu empedu berubah menjadi batu yang simptomatik. Angka kematian pada elektif kolesistektomi adalah 0,5%. Pada cito colesistektomi angka kematiannya adalah 3-5%

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.14

BAB III KESIMPULAN


kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di

klasifikasikanberdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Penatalaksanaan pada batu empedu terbagi menjadi dua yaitu, penanganan asimtomatik dan simtomatik. Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan makanan berlemak. Jika batu kandung empedu

menghindari atau mengurangi

menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380384. 2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 9194. Avaliable from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses pada tanggal 1 agustus 2011] 3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579. 4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=00223859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada tanggal 1 agustus 2011]. 5. M Heuman, Douglas Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm. [diakses pada tanggal 1 agustus 2011] 6. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. 7. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464. 8. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal 1 agustus 2011] 9. Fauci, Anthoniy S, dkk. 2010. Harrison's principles of internal medicine seventeenth edition. United States Of America: McGraw-Hill Companies, Inc. 10. Cholelitiasis.,http://www.merckmanuals.com/professional/sec03/ch031/ch031b.h tml [diakses pada tanggal 1 agustus 2011]

11. Schwartz, I S. Ellis, H. Husser, 1990, W C.Maingots Abdominal Operations. United States of America. Appleton & Lange. 12. Cholelitiasis from : http://4.doctors.com [diakses pada tanggal 13 Agustus 2011] 13. Gallbladder stone from http://www.ultracleanseguide.com [diakses pada tanggal 13 Agustus 2011] 14. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, New York.

Anda mungkin juga menyukai