GLITAZONES
Andrew J Lowy,BMedSc,MBBS, FRACP; Pat J Philips, MBBS, MA, FRACP. (dari Medical Progress December 2005)
Glitazones adalah suatu kelas obat yang dipakai pada pengobatan diabetes type 2. Obat tersebut bekerja menurunkan glukosa dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Obat tersebut dapat dipakai sendiri-sendiri dan dapat dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral lain atau dengan insulin.
Meskipun kombinasi dari modifikasi diet dengan pembatasan kalori dan exercise merupakan tindakan awal dari pengobatan diabetes type 2, lebih dari 90% pasien dalam kondisi demikian akan membutuhkan drug treatment, dan sebagian besar membutuhkan kombinasi dengan lebih dari 2 macam jenis obat. Sekarang, meskipun insidens diabetes type 2 meningkat pesat sejak 1950-an, hanya terdapat sedikit kemajuan dalam perkembangan modalitas terapi baru untuk pengobatannya. Dengan penambahan thiazolidindiones (atau glitazones) suatu obat dari kelas yang benar-benar baru pada obat oral hipoglikemik yang sudah ada, memperkenalkan suatu era baru dalam management diabetes.
Type 2 Diabetes.
Diabetes type 2 ditandai dengan disfungsi progressif sekresi dari B-cell dalam lingkungan insulin resistance, dimana biasanya terjadi ber-tahun tahun sebelum onset hiperglikemia. Untuk mengatasi defect metabolismetersebut, maka terjadi keadaan hiperinsulinemia, dimana B-cell pankreas mensekresikan sejumlah besar insulin guna menjaga keadaan normoglikemia. Setelah suatu periode yang tidak dapat ditentukan (variable) (biasanya bertahun tahun), B-cell pelahan-lahan menjadi gagal untuk melepas insulin yang cukup guna menjaga kadar fisiologis gula darah. (Gambar 1). Bilamana terjadi kegagalan dalam menekan gula darah puasa dibawah 7.0 mmol/L [ 126 mg/dL] (dan /atau gula darah 2 jam postprandial dibawak 11,1 mmol/L [ 200 mg/dL]), dikatakan sudah terjadi diabetes type 2. Untuk beberapa periode (sering tidak diketahui) sebelum keadaan itu terjadi, GDP
dan/atau GDPP sudah tinggi, tetapi masih kurang dari angka-angka diatas, dan dalam derajad yang lebih ringan terdapat abnormalitas metabolisme glukosa, yang dikenal sebagai impaired fasting glycaemia atau impaired glucose tolerance. Insulin menjaga homeostasis glukosa dengan bekerja pada otot skelet (untuk uptake glukosa) dan di hati (Untuk menekan produksi glukosa[gluconeogenesis]). Jadi, keadaan insulin resistance ditandai oleh gangguan uptake gluosa di otot skelet dan peningkatan output glukosa hepar, yang akan mencapai titik tertinggi pada malam hari (nokturnal), dan merupakan kontributor utama dari hiperglikemia pada pagi harinya.
Sulfonylureas: Sulfonylureas(termasuk glicazide, glipizide, glibenclamide dan glimepiride) telah tersedia sejak beberapa tahun. Agen-agen insulin secretatogogues ini men-stimulasi sekresi insulin dari pancreas, sehingga menurunkan peningkatan glukosa darah yang terjadi setelah makan. Karena kerjanya demikian, obat-obat tersebut dapat menyebabkan hypoglikemia, yang sering terjadi , khususnya pada pasien lanjut usia. (keadaan seperti ini tidak ditemui pada pemakaian metformin bila diberikan sendiri saja, tetapi metformin dapat memperkuat kerja hipoglikemik dari sulfonilurea bila dipakai bersama-sama (kombinasi). Selain itu, diluar efek alergi yang dapat ditimbulkannya, sulfonylureas dapat ditolerir dengan baik (jangan dikacaukan dengan alergi terhadap sulfur/sulfonamida). Sulfonylurea juga cenderung meng-eksaserbasi hyperinsuliemia yang ditandai dengan adanya insulin resistance dan diabetes type 2, dan cenderung meningkatkan body fat. Insulin: Insulin diberikan pada pasien-pasien diabetes type 2 bilamana kontrol gula darah-nya tidak tercapai hanya dengan pemakaian metformin atau sulfonylurea, atau keduanya. Insulin dapat juga sebagai pengganti atau pelengkap terapi oral. Masalah utama pada pemakaian insulin adalah :kurang disukai pasien, hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Seperti halnya sulfonylurea, insulin akan lebih memperberat keadaan hiperinsulinemia yang ada hubungannya dengan metabolic syndrome
Glytazone:
Glitazones adalah suatu obat aktif oral yang secara langsung mengatasi insulin resistance. Dengan cara membuat sensitive jaringan perifer ( jaringan lemak, otot skelet, dan hepar) terhadap insulin, obat tersebut mempunyai efek seperti hormon (i.e. bilamana dilepas secara endogen sebagai respons terhadap makanan atau oleh secretagogues), atau sebagai obat (i.e. bila diberikan sebagai injeksi) sehingga akan menurunkan kadar gula darah. Glitazones tersedia dalam bentuk rosiglitazone dan pioglitazone. Troglitazone telah ditarik dari pemakaian klinis sejak tahun 2000 setelah diketahui mempunyai efek toksik terhadap hepar; adverse effect ini tidak dijumpai pada dua jenis obat yang lain. Dijumpai respons yang sangat heterogen terhadap glitazones. Data subjektif menunjukkan sebagai berikut: 10% pasien memberi respons yang luar biasa baik (spectacularly well) dan membutuh-kan penurunan dosis yang dramatis dari obat-obat diabetesnya; 30% memberi respons sangat baik (very well); 40% mempunyai respons modest to good ;dan 20% memberi respons bruk atau tidak memberi respones sama sekali(poor or not at all). Prediktor respons terhadap terapi antara lain meliputi: derajad obesitas abdominal atau central, dengan korelasi positif dengan lingkar pinggang dan respons. Jadi, obat tesebut kurang bermanfaat pada pasien-pasien yang relatif kurus(lean). Telah diketahui dengan baik bahwa glitazone dapat menunda kebutuhan pemakaian insulin pada banyak pasien, meskipun mengetahui pasien yang demikian tidak mudah. Penelitian telah menunjukkan bahwa pasien yang kontrol gula darahnya buruk, glitazone dapat memperbaiki glycosylated haemoglobin (HbA1c) dan gula darah puasa sebanding dengan pemakaian metformin dan sulfonylureas. Obat ini juga efektif dalam kombinasi dengan obat-obat tersebut dan dengan insulin.
Monitoring Biokimia:
Glitazone tidak meningkatkan serum insulin levels, dan sangat tidak mungkin mengakibatkan hipoglikemia baik sendiri saja maupun bersama dengan metformin. Tetapi, obat tersebut berpotensiasi dengan kerja penurunan glukosa sulfonilurea dan insulin. Karena glitazone khas-nya memerlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan untuk mencapai efek puncak dan signifikan , pasien yang sedang menggunakan sulfonilurea atau insulin harus memonitor kadar glukosa darah kapiler dengan teliti bilamana memulai terapi glitazone. Karena penarikan troglitazone disebabkan adanya hepatotoksik hepar, maka dianjurkan untuk memeriksa ALT(alanine aminotransferase) setiap dua bulan pada 1 tahun pertama dan secara periodik kemudian ,bilamana memakai glitazone.
glitazone. Derajad dimana glitazone dapat memberi efek weight gain sangat bervariasi. Juga efek ini dose-dependent. Pasien diberi tahu bahwa ada kemungkinan peningkatan berat-badan 2-3 Kg, yang mana paling sering pada sekitar pemakaian 6 bulan pertama. Setelah itu, berat badan mungkin menjadi stabil kembali. Diketahui bahwa penambahan massa fat dapat lebih meningkat bilamana glitazone dipakai bersama-sama kombinasi dengan sulfonilurea dan insulin (khususnya insulin) dan penambahan massa fat dapat diminimal bila ber-kombinasi dengan metformin.Pasien-pasien yang menuruti lifestyle advice umumnya mengalami penambahan berat badan yang sedikit dibanding pasien lain. Retensi Cairan dan Gagal Jantung. Efek terpenting dari golongan obat ini adalah retensi cairan, yang mengakibatkan edema perifer pada 3%-5% pasien. Rate terjadinya edema perifer lebih tinggi pada pasien-pasien yang juga bersamaan dengan terapi insulin. Edema umumnya ringan dan serupa dengan yang tampak pada pemakaian non-hydropyridine calcium channel blockers. Kecuali menyebabkan rasa kurang nyaman, edema tersebut tidak memerlukan pengobatan khusus, tetapi pemakaian compressing stockings mungkin membantu dan, kadang2 dapat dibenarkan memakai loop-diuretics . Peningkatan volume plasma kadang-kadang mengakibatkan penurunan ringan haemoglobin dikarenakan oleh pengenceran darah (hemodilusi), tetapi hal ini jarang signifikan secara klinis. Sayangnya, retensi cairan pada pasien yang mengalami subnormal cardiac reserve dapat mencetuskan gagal jantung. Secara kasar 1% pasien yang memakai rosiglitazone atau pioglitazone (atau, juga insulin) mengalami Gagal Jantung., dan kedaan ini bertambah menjadi 2%-3% bilamana glitazone di-kombinasikan dengan insulin. Gagal Jantung Kongestif lebih sering terjadi pada pemakaian obat ini dengan dosis yang lebih tinggi dan pada pasien-pasien yang ber-risiko Gagal Jantung. Maka, glitazone di-kontraindikasikan pada pasien-pasien Gagal Jantung NYHA(New York Heart Association) Class III atau IV (lihat Tabel 2 ) dan harus dipakai dengan hati-hati pada individu gagal jantung dengan Class yang lebih rendah atau pasien yang berisiko Gagal jantung. Bila terdapat kecurigaan terhadap cardiac status, di-indikasikan untuk merujuk pasien sebelum menggunakan glitazones. Jika pasien mengalami peningkatan berat badan yang signifikan atau mengalami edem setelah mengawali terapi glitazone, mereka harus segera ber-konsultasi pada dokter-umum atau spesialist. Pasien dengan Test Fungsi Hati yang Abnormal. Meskipun hubungan antara troglitazone dan hepatotoksisitas tampaknya berlaku khusus untuk sejenis obat, kehati-hatian perlu dilakukan terhadap keseluruhan jenis glitazone, oleh karena itu glitazone jangan dipakai pada pasien-pasien dengan SGPT (ALT) yang meningkat melebihi 2,5 kali dari batas atas normal. Kontra-indikasi lain: Dikarenakan belum adanya data keamanan glitazone, maka obat tersebut janga digunakan pada wanita yang sedang hamil, menyusui, atau pada pasien-pasien berumur dibawah 18 tahun.
Shared Care:
Masuknya glittazone kedalam management diabetes memberikan kesempatan yang baik untuk shared care(berbagi perhatian/pengetahuan) antara endocrinologist dengan GPs, dimana pasien biasanya berhubungan pada keduanya.Seperti pada Kasus 1 dan 2 pada ilustrasi artikel ini, managemen pasien dengan glitazone dapat menjadi complicated (kompleks), dan konsultasi spesialist direkomendasikan karena sampai tahun yang lalu obat ini hanya diresepkan/dipakai oleh para spesialist saja. 6
Kesimpulan:
Glitazone merupakan model terapi yang baru serta unik pada pasien-pasien diabetes type 2. Cara kerjanya terutama menyebabkan redistribusi dari FA ke peripheral fat. Hal ini menyebabkan penurunan kadar FA dalam sirkulasi, hepar dan otot dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin(insulin sensitivity). Potensial benefit dari glitazone juga terjadi diluar efek penurunan glukosa darah dan merupakan penurunan adverse effects dari insulin resistance. Gambar 1. Skema yang menunjukkan hubungan terbalik antara Insulin Resistance dan Insulin Secretion, dan impak-nya pada glukosa darah
Normal insulin
--------------------------------------------------------------------------------Insulin secretion
Tine (years)
Table 1. Sulfonylureas dan Metformin: Kontraindikasi dan Intolerance * Sulfonylureas Kontraindikasi Allergi terhadap sulfonilurea Alasan Intolerance Umum Hipoglikemia Rash Nausea Diarrhoea
Metformin
Gagal Jantung Recent myocardial infarction Respiratory failure Severe infection or trauma Dehydration Renal impairment Hepatic impairment
Not exhaustive
Kasus 1. Pemakaian pioglitazone dengan metformin: Seorang pasien berumur 75 tahun, pensiunan yang tinggal sendirian, dan menderita diabetes type 2, yang didiagnosa 8 tahun yang lalu. Ia mempunyai masalah dengan mobilitas akibat osteoarthritis, dikenal mengalami osteporosis dengan fracture akibat terjatuh, dan BMI 27 Kg/m2. Awalnya ia di-obati dengan terapi diet dan exercise ; Ia mulai memakai metformin sejak 4 tahun yang lalu. HbA1c nya waktu meng-awali terapi adalah 8,4%. HbA1c sempat menurun sampai 7,2%, tetapi mulai naik kembali sejak 18 bulan yang lalu(1 tahun), meskipun telah menaikkan dosis metformin sampai 1 gram 2x sehari. HbA1c yang terakhir adalah 8,6%. Glicazide 40 mg, 2 kali sehari kemudian ditambahkan pada regimen. Empat hari kemudian, ia mengalami hampir pingsan. episode hipoglikemik , yang berakibat pasien
Diskusi: Karena sangat penting pada pasien ini meminimalkan risiko hipoglikemia, peristiwa terjadinya hypoglikemia segera setelah pemakaian sulfonylurea menunjukkan ia tidak dapat mentolerir terapi yang demikian; dapat dinyatakan juga bahwa pada kasus ini sulfonilurea adalah kontraindikasi. Kelanjutan Kasus: Glicazide kemudian pelan-pelan ditarik dan pioglitazone 15 mg/hari ditambahkan pada regimen . Pada kunjungan follow-up 3 bulan kemudian oleh endocrinologist, HbA1c pasien menjadi 7,2% dan kadar gula darah puasa dan post-prandial-nya membaik. * Berat badan pasien meningkat dengan 1,5 Kg, tetapi tidak dijumpai adverese effects lainnya. Oleh karena itu regimen ini dilanjutkan. *Perbaikan kontrol gula darah diharapkan sebelum 3 bulan; periode ini diindikasikan karena HbA1c sesuai dengan interval ini.
Kasus 2. Pemakaian rosiglitazone dengan satu sulfonilurea. Seorang pasien berumur 75 tahun, pensiunan akuntan yang mempunyai BMI 29 Kg/m2. Menderita diabetes type 2 yang didiagnose sejak 6 tahun yang lalu ketika melakukan pemeriksaan rutin gula darah puasa adalah 12,7 mmol/L. Test laboratorium lain menunjukkan adanya proteinuria, serum creatinine 280 mol/L, dan creatinine clearance (calculated)* 28 ml/min. Ia meng-awali pengobatan dengan glibenklamid . Pada permulaan terapi, HbA1c adalah 8,7%. Dengan pengobatan HbA1c menurun sampai 7,6%, tetapi meningkat pelan-pelan bersama dengan waktu dengan dosis glibenklamide 15 mg/hari. HbA1c terakhir adalah 8,8%. Ia juga sekarang memakai obat antihipertensi (ACE inhibitor) Diskusi: Proteinuria dan cretinine clearance 30 ml/min menunjukkan gangguan ginjal moderate (sesuai dengan gambaran diabetic nephropathy). Gangguan ginjal berarti metformin merupakan kontraindikasi dikarenakan adanya risiko lactic acidosis. Kelanjutan Kasus: Rosiglitazone 4 mg kemudian ditambahkan pada regimen. Pada review 3-bulan kemudian oleh endocrinologist, HbA1c pasien adalah 7,8% dan kontrol gula darah pasien dirumah(sendiri) mengalami sedikit perbaikan tetapi stabil. ** Berat badan-nya tidak mengalami perubahan dan tidak dijumpai side effect. Dosis rosiglitazone ditingkatkan sampai 8 mg/hari. Tiga bulan kemudian, HbA1c nya adalah 7,2% dan home blood sugar level masih menurun dengan pelahan. ** regimen tersebut dilanjutkan. * Creatinine clearance (CcCl) menggunakan Cockroft-Gault equation: CrCl (mL/min) equals (140 minus umur) kali berat badan (Kg) kali 1,2 dibagi dengan serum creatinine ** Note; bahwa perbaikan kontrol gula diharapkan terjadi sebelum 3 bulan; periode waktu ini ditunjukkan karena HbA1c test, sesuai dijadwal dengan waktu ini.
Table 2: Heart failure : New York Heart Association classification. Class I Symptoms (e.g. dyspnea) with more than ordinary activity -----------------------------------------------------------------------------------------------------------Class II Symptoms with ordinary activity -----------------------------------------------------------------------------------------------------------Class III Symptoms with minimal activity -----------------------------------------------------------------------------------------------------------Class IV Symptoms at rest
Practice Points:
Glitazone merupakan kelas obat yang baru, untuk pengobatan diabetes type 2 yang efek penrun glukosa-nya dengan cara memperbaiki sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Sebagai besar kerja obat ini tampaknya di-mediasi melalui perubahan body fat dan distribusinya; obat ini juga mempengaruhi produksi hormone adipocyte (khususnya adiponectin) , dimana dapat menyebabkan efek biologis tambahan yang baik. Rosiglitazone dan pioglitazone dapat dipakai pada pasien diabetes type 2 sebagai monotherapy dan dalam kombinasi dengan sulfonilurea, metformin atau keduanya, dimana kadar gula darah tidak dapat dikontrol dengan lifestyle measure. Adverse effect utama glitazone adalah peningkatan berat badan, dan class effect yang penting adalah retensi cairan, mengakibatkan edema perifer pada 3% - 5% pasien.
Catatan: Pada kasus-kasus diatas, insulin dapat dipakai sebagai alternatif terhadap glitazone (i.e. penambahan glitazone bukanlah satu-satunya pilihan).
10
Apakah penambahan Metformin atau Sulfonilurea merupakan kontraindikasi atau tidak dapat ditolerir
YES
NO
Gambar A. Wewenang PBS untuk pemakaian Glitazone pada pasien-pasien yang sudah menggunakan monoterapi metformin atau sulfonilurea
YES
NO
Pertimbangkan mengganti salah satu obat yang sedang dipakai dengan Glitazone
Jika pasien menjadi intolerans, pertimbangkan mengganti obat yang menyebabkan intoleransi dengan Glitazone Gambar B. Wewenang PBS untuk pemakaian Glitazone pada pasien dalam kombinasi dengan Metformin dan sulfonilurea
11
Tentang Pengarang: Dr Lowy adalah Endocrinologist dan Clinical Pharmacologist pada St Vincents Clinic, dan Diabetes Centre, St Vincents Hospital, Sidney, dan Visiting Endocrinologist pada Sutherland Hospital, Caringbah, New South Wales; Dr Phillips adalah Endocrinologist dan Senior Director pada The Endocrinology Unit, The Queen Elizabeth Hospital, Woodville, South Australia.
12