Kuliah Subuh Masjid Pejaten (21 Agustus 2011) Assalamualaikum wr. wb. . . . . . . . . . . . Fadhilatul mukarramin, para alim ulama, para asatidz, para tokoh, bapak-ibu dan saudara hadirin yang saya muliakan. Pujian tak terkira kepada Allah SWT atas berbagai limpahan nikmat karunia dan hidayah yang dengannya tidak terasa kita sudah memasuki fasa terakhir dari bulan suci Ramadhan 1432 H. Semoga segala amal ibadah dan amal sosial yang telah kita lakukan diterima dan diberi ganjaran pahala berlimpah dari Allah SWT. Semoga pula, Allah berkenan memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap mempertahankan bahkan bisa meningkatkan kualitas ibadah kita di paruh terakhir bulan ramadhan tahun ini. Dan, semoga pula Allah berkenan mempertemukan kita kembali dengan bulan suci Ramadhan 1433 H yang akan datang, sebagaimana Allah telah mengabulkan doa dan cita-cita yang kita kumandangkan di tahun 1431 H yang telah lewat sebelumnya. Perkenankan saya, pada kesempatan yang mulia ini mengajak para hadirin sekalian untuk mengupas secara ringkas mengenai surat Al-Qadr dari segi: i) hikmah susunan suratnya serta , ii) sebab turunnya ayat, dan iii) sisi kebahasaan ayat pertama surat Al-Qadr yang mengisyaratkan tentang kemuliaan dan keagungan Al- Quran. Hadirin rahimakulllah. Surat Al-Qadr adalah surat Makkiyah yang terdiri dari 5 ayat. Surat ini dinamakan Al-Qadr yang berarti Al- Azhimah (keagungan) dan Al-syarif (kehormatan). Dinamakan Al-Qadr atau keagungan atau kehormatan, diambil dari sifat lailatul-qadar, malam yang agung karena di dalamnya diturunkan Al-Quran. Al-Qadar juga bisa bermakana penentuan dan pengaturan. Al-Quran terdiri atas surat-surat dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam suatu surat Al-Quran. Adapun surat adalah sejumlah ayat Al- Quran yang mempunyai bagian permulaan dan bagian penutup surat. Telah saya singgung sebelumnya, bahwa Al-Quran menurut penelitian Imam An-Nasafi terdiri dari: 30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, dan 1.027.000 huruf. Dalam konstruksi yang demikian, surat Al-Qadr terletak pada juz yang ke-30 atau juz amma dan pada urutan surat yang ke-97; tepatnya setelah surat Al-alaq surat nomor 96 dan sebelum surat Al- Bayyinah surat nomor 98. Hadirin Tertib urutan ayat-ayat di dalam Al-Quran yang kita pegang sekarang ini adalah bersifat tauqifi, yakni berdasarkan ketentuan dari Rasulullah shallallahu alahi wa sallam. Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menerangkan kepada beliau dimana letak ayat-ayat tersebut dari ayat-ayat yang telah lebih dahulum turun sebelumnya. Selanjutnya, Rasulullah perintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskan ayat tersebut pada tempatnya. Perintah beliau:
Letakkan ayat-ayat ini dalam surat yang didalamnya terdapat ayat seperti ini dan seperti ini. Atau, . Letakkan ayat yang seperti ini dalam topik yang seperti ini. Sejalan dengan itu, Imam Ahmad meriwayatkan dari Utsman bin Affan yang mengisahkan bahwa suatu hari ia sduduk dekat Rasulullah saw, seketika pandangan Rasulullah menjadi tajam selama beberapa saat lalu normal kembali. Rasulullah kemudian bersabda, Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan aku untuk meletakkan ayat ini dalam topik anu yang dari surat ini: Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan ihsan (QS an-Nahl 90). (Ahmad) Sementara untuk tertib surat di dalam Al-Quran para ulama terbagi menjadi tiga kelompok dan yang paling kuat dan benar adalah pendapat bahwa tertib surat Al-Quran adalah juga berdasarkan petunjuk dari Rasulullah saw. Hadirin. Oleh karena susunan Al-Quran ini berdasarkan taufiq atau petunjuk dari Rasulullah, maka kita katakan bahwa susunan Al-Quran juga adalah wahyu. Wamaa yanthiqu anil hawa in huwa illa wahyu yuhaa, dan tidaklah ia berbicara dengan waha nafsu melainkan berdasrkan apa yang diwahyukan (Allah) kepadanya (QS an-Najm: 3-4). Dan karena dia wahyu maka inilan yang kita jadikan pedoman dan kita pegang betul-betul. Allah mengingatkan, wamaa aatakumurrasuul fakhuzuuhu wamaa nahaakum anhu fantahuu, apa ambilah yang datang kepada kalian dari Rasul dan tinggalkan apa yang dia larang untuk kalian. (QS Al-Hasyr: 7). Lebih jauh, karena susunan ini wahyu maka sudah barang tentu ada hikmah dan ada pelajaran yang bisa kita ambil dari tertib urutan ayat dan tertib urutan surat di dalam Al-Quran. Begitu pula halnya dengan tertib surat antara surat Al-Alaq dengan surat Al-Qadr. Apa pejaran yang bisa kita ambil dari susunan ini? Ketika kita membaca awal surat Al-Alaq, kita dapati berita perintah Allah kepada Nabi saw untuk membaca Al- Quran dengan nama Tuhan-Nya yang telah menciptakan manusia dan yang telah mengajarkan manusia apa- apa yang tidak mereka ketahui dengan perantaraan pena. Kemudian di dalam Surat Al-Qadar ini, Allah menerangan tentang permulaan waktu diturunkannya Al-Quran yaitu pada malam lailatul Qadar; yaitu malam yang memiliki kemuliaan dan derajat yang tinggi karena di mala mini Allah menurunkan Al-Quran. Hadirin rahimakumullah. Kita telah membahas mengenai konstruksi atau bangunan surat Al-Qadr secara ringkas. Berikutnya kita masuk kepada sebab-sebab atau hal-hal yang melatar belakangi turunnya surat Al-Qadr. Ada tiga sebab turunnya surat Al-Qadar. Sebab pertama, suatu ketika nabi bermimpi bahwa sepeninggal beliau Bani Umayyah menduduki singgasana beliau dan beliau tidak menyukainya. Maka Allah turunkan surat Al-Kautsar surat ke 108 ayat pertama, dan surat Al-Qadr (ayat 1-5) sebagai penghibur bagi beliau saw. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Hakim, dan Ibn Jarir dari Hasan bin Ali). Namun demikian menurut pendapat Imam Ibn Katsir hadits ini munkar. Demikian pula yang dijelaskan oleh Dr. Wahbah bin Musthafa az-Zuhaily dalam kitabnya at-Tafsir al- Munir fil aqiidah wasy-syariiah wal-manhaj. Sebab kedua, Rasulullah pernah menyebut tentang seorang Bani Israil yang berjuang fi sabiilillah menggunakan senjata selam seribu bulan terus-menerus. Kaum muslimin yang mendengarkan kisah ini kagum dengan laki-laki Bani Israil tadi. Allah kemudian menurunkan surat Al-Qadar (ayat 1-3) sebagai penegasan bahwa malam lailatul qadar itu lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama seribu tahun itu. (Hadits riwayat Ibn Abi Hatim, dan Al-Wahidi dari Mujahid) Sebab ketiga, ada seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil yang suka beribadah malam hingga pagi hari dan berjuang memerangi musuh pada siang harinya. Perbuatan itu ia kerjakan selama seribu bulan. Maka Allah menurunkan surat al-Qadar (ayat 3) yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadar lebih baik daripada amal seribu bulan yang dikerjakan oleh laki-laki Bani israil tersebut. (Hadits riwayat Ibn Jarir dari Mujahid) Hadirin rahimakumullah Beikutnya kita masuk kepada bagian kegita dari pembicaraan kita yakni mengenai isyarat keagungan Al- Quran dalam ayat pertama surat Al-Qadar. Allah berfirman, Mengacu pada terjemah Al-Quran yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, ayat pertama ini diterjemahkan sebagai: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Oleh tim penerjemah frasa malam kemuliaan diberi penjelasan di catatan kaki bahwa: Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadar yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al-Quran. Tanpa keterangan lebih jauh mengenai tanggal atau kapan waktunya. Jika kita belah ayat ini dengan pisau kebahasaan, akan kita temukan tiga buah frasa di dalam ayat ini. frasa- rasaya yang saya maksudkan yaitu: i) innaa, sesungguhnya kami; ii) anjalnaahu, telah menurunkannya; dan iii) fii lailatil-qadr, pada malam kemuliaan. Sekilas kalau dari sisi bahasa Indonesianya saja ada kesan ayat ini koq biasa-biasa saja. Tapi mari kita bedah masing-masing bagian ini dari segi tata bahasa Arab sehingga kita bisa mengambil pelajaran yang berharga. Hadirin Frasa pertama, inna; sesungguhnya kami. Mungkin ada yang bertanya ini satu huruf tapi kenapa artinya dua? Ada sesungguhnya dan ada kami, jadi sesungguhnya kami. Hal ini dapat dipahami bahwa sejatinya frasa Innaa merupakan gabungan dari kata Inna sebagai huruf taukid atau (penegasan / penekanan) dan kata ganti orang pertama banyak atau nahnu yang berarti kami. Ketika dua kata tersebut bertemu jadilah mereka satu buah frasa yang kita kenal dengan Innaa yang berarti: sesungguhnya kami. Kata inna sebagai huruf taukid atau penguat atau penegasan umumnya digunakan dalam bahasa arab jika informasi-informasi yang datang setelah kata inna ini adalah informasi yang sangat penting. Jadi kalau sudah pakai inna, maka yang berbicara dalam kondisi sangat serius. Dan sudah barang tentu harapannya agar yang mendengarkan juga serius mendengarkan informasi yang akan dibawa. Coba bapak ajak bicara seseoang: Bapak saya ada informasi begini dan begini. Bandingkan: Bapak, Ini sungguhan pak, betul-betul, saya tidak bohong, ini ada informasi begini dan begini. Mana yang lebih kita perhatikan? Sudah barang tentu yang kedua. Nah, dalam koteks yang kedua inilah hendaknya kita pahami ayat pertama. Jadi, dalam ayat ini Allah jika disebutkan telah diturunkan Al-Quran pada ayat berikutnya maka AL-Quran itu penting bapak dan hadirin sekalian. Dia urusan yang penting, bukan urusan yang main-main. Urusan yang membutuhkan keseriusan dan konsentrasi di dalam menerima dan menjalankannya. Pada frasa-frasa berikutnya akan semakin jelas kepada kita bahwa keagungan Al-Quran ini membutuhkan perhatian yang sempurna dari kita sebagai orang-orang yang beriman. Hadirin. Frasa yang berikutnya, anzalnaahu. Ini terdiri dari tiga kata: kata kerja lampau anzala, kata ganti nahnu (kami), dan kata ganti orang ketiga atau hu. Poin menarik pertama, yaitu bahwa Allah dalam ayat ini menggunakan frasa dengan kata kerja lampau atau pas tense atau fiil madhi. Ini tentu menjadi pertanyaan buat kita, mengapa di surat ini Allah mengatakan telah menurunkan sementara realita saat itu Al-Quran belum lagi turun semuanya secara sempurna. Makna besar yang dikandung dalam ayat ini yaitu bahwa: setiap kata kerja lampau yang Allah gunakan untuk peristiwa masa depan menujukkan bahwa peristiwa tersebut pasti terjadi. Dalam hal ini, yaitu bahwa Al-Quran yang Allah sebut sebagai petunjuk penyelamat manusia dan siapa yang ingkar akan menyesal maka itu pasti benar adanya. Bahwa ajal itu pasti datang, maka itu pasti terjadi. :| ,l> `l > `>: .`., s!. `..1 .`. __ Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya. (QS Yunus: 49) Bahwa kelak perbuatan kalian akan dipertanggung jawabkan di yaumil mahsyar setelah terjadinya kiamat, maka itu juga pasti akan terjadi. Allah berfirman, . 1l !....> _: !. >..1l> _ :. .. !. >..l> , L Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu meninggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu. (QS Al-Anam: 94). Demikianlah, bahwa Al-Quran adalah sesuatu yang penting, maka perhatikanlah bagaimana sikap kalian di dalam memperlakukan Al-Quran. Selanjutnya, dalam kata ini Allah sebutkan diri-Nya dengan na yang berarti nahnu atau Kami dan menyebut Al-Quran dengan kata ganti hu yang berarti dia, sehingga artinya: Kami telah menurunkannya. Dari segi bahasa, ini menunjukkan penghormatan dan pengagungan. Sama kita ketahui dan pahami, bahwa semakin penting dan tinginya kedudukan seseorang maka semakain sering pula jabatan atau sapaannya yang disebut bukan namanya. Seperti dalam ungkapan kita, kami persilahkan, kepada Bapak Presiden RI, kepada beliau, dan lain sebagainya. Selanjutnya, masih tentang na pada kata anzalnaahu. Kata ganti naa di sini kembali kepada Allah. Apa maksudnya? Yaitu bahwa Allah terlibat langsung di dalam proses penurunan Al-Quran, maka dari itu jangan kita remehkan dan jangan pula kita pandang sebelah mata. Bapak kalau dapat surat pengantar dari Gubernur yang antar kurir mungkin sikap dan cara berpakaian biasa-biasa saja. Tapi kalau yang antar Gubernur langsung, bapak bagaimana perasaan dan sikapnya? Sudah barang tentu mempersiapkan diri dan segala sesuatunya. Hadirin. Mari sama kita koreksi sikap kita terhadap Al-Quran sudah-kah kita tempatkan Al-Quran ini sebagaimana mestinya? Jika pada kesempatan sebelumnya kita singgung dari segi sosial, sudahkan segi itu kita laksanakan sebaik-baiknya? Begitu pula dari segi lainnya, segi hukum misalkan. Saya akan berikan satu ilustrasi yang mudah-mudahan ini baru dan menjadi kritik buat kita. Setiap tahunnya kaum muslimin, jika mendengar perintah Allah tentang shiyam atau puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183, yaa ayyuhal ladziina aamaanuu kutiba alakumushshiyam, semuanya berbondong-bondong menjalankan puasa, walaupun dengan kualitas yang berbeda-beda. Sayangnya, banyak dari kita yang berpuasa sering lupa bahwa islam tidak semata mengatur urusan individu tapi juga mewajibkan adanya aturan-aturan bagi kehidupan bermasyarakat yang wajib juga dijalankan oleh seluruh kaum muslimin. Sebagai contoh, kita mundur sedikir ke belakang. Di ayat 178 yang sebelumnya ada juga perintah Allah dengan redaksi yang mirip walau untuk tujuan berbeda. Allah berfirman, Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba alaikmul qishash fil qatla. Di sini kita berbicara tentang hukum Allah dalam ranah sosial. Seberapa baik kita sudah merespon ayat ini dengan tidak mengambil hak- hak orang lain baik dalam bentuk kedudukan atau harta? Mari kita evaluasi diri kita mudah-mudahan kita tidak jadi seperti orang-orang Yahudi Bani israil yang Allah gambarkan suka memilah-milah ayat di dalam beragama. Allah berfirman, `... _-,, ..>l _`> . _-,, !. ',> _. `_-, l : .. | _> _ :,>l !,..l , ..,1l :`, _|| .: ,. -l !. < _.-, !.s l.- . __ Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (QS Al-Baqarah; 85) Hadirin. Kemudian Allah melanjutkan dengan frasa fii lailatil qadar. Kenapa malam? Karena di waktu ini adalah waktu di mana banyak hamba mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan sengaja Allah pilih pada malam lailatul qadar. Dan lebih jauh lagi, malam itu terdapat di dalam bulan suci Ramadhan. Sedikit tentang Lailatul Qadar. Mayoritas ulama menetapkan lailatul Qadar jatuh pada malam 27 ramadha. Pendapat lainnya: di malam-malam ganjil dari 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Bahkan ada pula yang mengatakan di setiap malam di bulan Ramadhan. Imam al-Ghazali misalkan merumuskan bahwa jika ramadhan jatuh di hari senin, maka lailatul qadarnya jatuh di malam ke-21. Terlepas dari ini, ada pula rumusan lain yaitu bahwa Al-Quran turun pada malam ke-17 bulan ramadhan tahun. Jika kedua pendapat ini ingin digabungkan maka kita dapatkan rumusan bahwa Al-Quran dalam dua tahap: sekaligus dan berangsur-angsur. Turunnya Al-Quran secara utuh yaitu dari baitul izzah ke langit dunia (sekretariat malaikat) yaitu pada malam lailatul qadar, yakni malam 21, jika melihat dari kacamata ulama sejarah. Penurunan secara utuh ini untuk memperlihatkan kepada para malaikat betapa agung dan mulianya Al-Quran yang kelak akan digunakan di muka bumi oleh umat Muhammad hingga akhir zaman kelak. Dan setelah itu, turunlah Al- Quran secara berangsur-angsur kepada Rasulullah saw, dimulai dari tanggal 17 ramadhan pada tahun ke-41 dari kelahiran Rasulullah saw (atau bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M). Demikian salah satu pendapat pertengahan mengenai masalah ini. Tentu saja, di samping ini masih akan kita temukan jenis pendapat lainnya. Hadirin Rahimakumullah Malam dan Al-Quran mempunyai hubungan yang sangat erat. Rasulullah pertama menerima wahyu di malam hari. Al-Quran berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang memang berat dirasa oleh jiwa pelaksanaannya. Namun demikiaan, ada rahasianya suapaya kita bisa tetap istiqamah dalam berpegang teguh terhadap Al-Quran. Allah sebutkan rahasia ini dalam surat Al-Muzammil (73). Kalau kita misalkan tergetkan 22 tahun ke depan khtam mengamalkan AL-Quran, insya Allah bisa. Al-QUran turun 22 tahun 2 bulan 22 hari. 354 x 22 tahun = 7788 hari. 2 x 29 = 58 hari. 22 hari Kita jumlahkan semuanya total 7868 hari. Kalau ayat Al-Quran ada 6236 ayat, berarti selama 22 tahun ke depan satu hari kita baca 0,8 bagian dari setiap ayat atau setara 80% dan kita amalkan. Ambil contoh ayat pertama Al- Fatihah: bismillahirrahmaanirrahiim, Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22. Kalau kita ambil 80%-nya berarti sekitar 18 huruf. Berarti sampai dengan bismillahirrahmaan. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih. Pengasih-nya Allah ditafsirkan sebagai Allah memberikan kasih sayangnya kepada seluruh makhluk di muka bumi. Mari kita amalkan ini. kita jadikan evaluasi. Sudah sejauh mana kasih sayang kita terhadap sesama kita, tidak hanya yang sekelompok dalam satu agama yang sama, tapi juga yang berbeda kelompok tapi satu agama, bahkan juga degan mereka- mereka yang berbeda agama. Allah secara tegas tidak pernah melarang kita berbuat baik dan bergaul dengan orang-orang non-muslim jika memang mereka tidak berbuat salah. Hadirin rahimakumullah Demikianlah kita telah menyinggung mengenai: susunan surat Al-Qadr, ii) sebab-sebab turunnya, dan iii) kandungan ayat pertama dari segi tata bahasa arab. Semoga Apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk kita semua dan Allah beri ganjaran yang setimpal untuk kita semuanya. Aamiin yaa rabbal alamin. Baarakallahu liy walakum fil quranil azhiim wa nafaaniy wa iyyaakum bimaa fiihi min aayaatihi wa dzikril hakim. Wataqabbalalahu minni wa minkum tilaawatahu innahu huwas samiiul aliim. Aquulu qauliy haadzaa. Waaastaghfirullahu lii walakum wasaa-iril muslimiina wal-muslimaat. Fastaghfirruhu innahu huwal ghafuururrahiim. Wallahu alami bish-shawab. Wassalamualaikum wr. wb.