Anda di halaman 1dari 10

9/8/2011

COMMISSION RESEARCH ANALYSIS SYNTHESIS CONSTRUCTION

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS M.K. PENGELOLAAN LANSKAP (ARL 412) DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAPERTA IPB 2011

OPERATION MANAGEMENT/MAIN TENANCE

COMMISSION
Initial meeting
Client statement of need
Definition of services Execution of agreement

RESEARCH
Professional service agreement
Survey
Data collection Interviews Observation Photography

ANALYSIS
Base maps; supporting file data
Site analysis Review of governing regulations Constraints Possibilities

SYNTHESIS
Comprehensive program
Schematic studies Comparative analysis Impact assessment Accommodation Consolidation Method or methods of implementation

Program development

9/8/2011

CONSTRUCTION
Developed preliminaries and estimate of cost
Preparation of construction

OPERATION
Completed project
Periodic visits Adjustment; improvement Performance observation Learning

documents
Contract award Supervision of construction Punch list checkout

MANAGEMENT
Management program; estimate of labors and cost
Setting the objectives Planning the operation Putting it into action Monitoring the action and re-planning as necessary

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS M.K. PENGELOLAAN LANSKAP (ARL 412) DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAPERTA IPB 2008

PERMASALAHAN
Pembangunan secara sektoral Kegiatan pembangunan (sektoral) menggunakan alam dan ruang yang berbeda-beda Perebutan ruang alam dalam pembangunan secara sektoral sering mengakibatkan KONFLIK Diperlukan Perencanaan Tata Ruang untuk menjamin keberlanjutan ekosistem dan mengatasi benturan antar sektor

TIGA DIMENSI DALAM PERENCANAAN TATA RUANG


Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Lingkungan Hidup

9/8/2011

DIMENSI EKONOMI
Merubah sistem subsidi dari obyek produk menjadi obyek kelompok sasaran penduduk. Pengalaman penerapan subsidi obyek produk, misalnya kebijaksanaan subsidi pangan, energi dan pengembangan infrastruktur menyebabkan terjadinya transformasi areal pertanian ke industri. Untuk memungkinkan penataan ruang secara rasional dan efisien perlu dikembangkan mekanisme pasar yang memungkinkan berkembangnya harga yang mencerminkan kelangkaan relatif dari penggunaan ruang alam.

DIMENSI SOSIAL
Paradigma selama ini bahwa semua ruang alam adalah

milik Pemerintah dan menjadi wewenang Pemerintah untuk mengatur penggunaannya bagi masyarakat hak masyarakat diberi (derived) Pemerintah. Paradigma di atas harus diubah bahwa semua ruang alam adalah milik masyarakat dan menjadi wewenang masyarakat untuk mengatur penggunaannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat masyarakat memberi tugas dan kewajiban pada Pemerintah untuk mengelola ruang alam sesuai dengan mandat masyarakat. Misal: produk masyarakat, a.l. arsitektur kuno agar dilestarikan; habitat kehidupan masyarakat penduduk asli setempat serta hukum adat yang berlaku di masyarakat agar diperhatikan sebagai tempat terhormat dalam pola penataan ruang.

DIMENSI LINGKUNGAN HIDUP


Tolok ukurnya adalah daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan harus diperhitungkan dalam penataan ruang, karena ruang alam dikelola dengan melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pelaksanaan Penataan Ruang harus diikuti dengan internalisasi eksternalitas lingkungan ini melalui mekanisme retribusi lingkungan.

KONFLIK PENGGUNAAN RUANG DISEBABKAN:


Pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan permintaan

terhadap ruang, sedangkan ketersediaannya relatif tetap: pembangunan kota-kota baru di Jabotabek; harga tanah meningkat secara kurang rasional misal, pada periode 1989-1993 harga tanah di jabotabek meningkat 71% per tahun. Setiap tahunnya hutan Indonesia berkurang sekitar 600,000 ha, yang berarti merupakan 20% dari deforestasi di dunia. Meningkatnya jumlah dan mobilitas penduduk: Populasi penduduk Indonesia 212 juta (1998), pertambahan 4 juta/tahun. Prediksi pada tahun 2035 penduduk Indonesia akan menjadi 400 juta.

Transformasi struktur perekonomian dari yang bersifat agraris ke struktur perekonomian yang relatif bersifat industri: secara langsung mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap alih fungsi ruang dari penggunaan pertanian ke non-pertanian. Meningkatnya resiko dan ketidak tentuan (uncertainty) akibat ketidakjelasan perkembangan ekonomi. Adanya tuntutan-tuntutan masyarakat terhadap berbagai kekeliruan keputusan mengenai alokasi ruang yang dilakukan pada masa lalu.

Kebijakan ekonomi makro yang berorientasi ke luar (outward looking) dinilai kurang baik terhadap kebijaksanaan tata-ruang karena berdampak negatif dikarenakan: Sifat ruang sebagai komoditas semakin
menonjol Fungsi penataan ruang sebagai instrumen pemerataan pembangunan antar wilayah dan pemerataan kesejahteraan antar lapisan masyarakat semakin tidak efektif Fungsi ekologis ruang semakin diabaikan.

9/8/2011

Deforestation & illegal logging

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS M.K. PENGELOLAAN LANSKAP (ARL 412) DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAPERTA IPB 2008

9/8/2011

Masalah lalu-lintas & pencemaran udara

Dayeuh Kolot - Bandung

Masalah banjir, pohon tumbang dan longsor

Permasalahan lanskap tambang

9/8/2011

PERKEMBANGAN PERATURAN
Pada dasarnya peraturan dan kebijaksanaan tentang

pengelolaan lanskap secara implisit termasuk ke dalam peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan. Hukum-hukum yang berkaitan dengan lingkungan sendiri merupakan bidang ilmu yang masih relatif muda. Bila dilihat dari perjalanan perkembangan hukum lingkungan tersebut, panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan perundang-undangan berbagai aspek lingkungan tergantung dari apa yang dipandang sebagai environmental concern. Code of Hamurabi; Aqueducts.

Beberapa kasus yang berhubungan dengan masalah lingkungan Pada abad ke 17, adanya tuntutan oleh seorang
pemilik tanah terhadap tetangganya yang membangun peternakan babi sedemikian rupa, sehingga baunya terbawa angin ke arah kebun si pemilik tanah di Inggris. Pada abad ke 18, ditemukan adanya peraturan dalam perundang-undangan di Inggris maupun di Amerika yang ditujukan bagi pengendalian timbulnya asap yang berlebihan.

Pada abad ke 19, akibat adanya Revolusi Industri

Peraturan perundang-undangan di bidang

maka pada saat itu banyak peraturan perundangundangan dikeluarkan memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengendalian asap serta gangguangangguan yang ditimbulkannya, serta pengendalian pencemaran air. Pada saat itu di Inggris ada gerakan sanitasi yang juga memuat ketentuan mengenai pembuangan tinja, sampah, hygiene perumahan, dll. Sampai dengan sebelum memasuki abad ke 20, hukum yang berkembang tidaklah ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup secara menyeluruh, akan tetapi hanya untuk berbagai aspek yang menjangkau ruang lingkup yang sempit.

lingkungan hidup berkembang dan bersifat menyeluruh ke berbagai pelosok dunia khususnya setelah diadakannya Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment) di Stockholm pada 5-16 Juni 1972. Di Indonesia sendiri, dalam rangka persiapan menghadapi konperensi PBB tersebut maka pada tanggal 15-18 Mei 1972 di Bandung telah diselenggarakan Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Hukum Nasional untuk menyusun Laporan Nasional.

9/8/2011

Pertemuan Ad Hoc Meeting of Senior Government Officials Expert in Environmental Law di Montevideo, Uruguay, pada 28 Oktober 6 November 1981, menghasilkan bahwa hukum lingkungan merupakan alat yang penting untuk pengelolaan lingkungan secara layak dan untuk perbaikan kualitas kehidupan.

Dasar konstitusional bagi peraturan perundang-undangan di Indonesia


Pembukaan UUD 1945 alinea IV menegaskan

kewajiban negara dan tugas pemerintah untuk melindungi segenap sumberdaya dalam lingkungan hidup Indonesia untuk kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia dan segenap umat manusia. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dengan jelas memberikan hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumberdaya alam Indonesia dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

TAP MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, pada

TAP MPR No IV/1978 tentang GBHN dan Keppres RI No.

Bab III, huruf B, butir 10. Pada GBHN 1973, dalam Bab III tercantum ketentuan tentang lingkungan hidup sebagai komitmen bangsa Indonesia pada pelaksanaan hasil Konperensi Stockholm. Ketentuan tersebut berlaku untuk program jangka panjang, sehingga tercantum kembali dalam GBHN-GBHN berikutnya. Keppres RI No. 11 tahun 1974 tentang Repelita II Bab 4 mengenai pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Keppres RI No. 27 tahun 1975 tentang Pembentukan Panitia Inventarisasi dan Evaluasi kekayaan alam.

7/1979. Keduanya merupakan penyempurnaan kebijaksanaan lingkungan. Disahkannya UU No. 4/1982 pada 11 Maret 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) sebagai penjabaran ketentuan dalam GBHN 1978 . Materi bidang lingkungan sangat luas meliputi ruang angkasa hingga perut bumi dan dasar laut yang terdiri dari mulai sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati dan nonhayati, serta sumberdaya buatan. UU No. 4/1982 ini disusun antara lain untuk mengendalikan permasalahan lingkungan yang semakin meningkat, misalnya bagaimana menindak kalangan produsen selaku perusak lingkungan yang potensial dan bagaimana melindungi kalangan konsumen masyarakat umum selaku penderita kerusakan lingkungan potensial.

Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 4/ tahun 1982)


tercapainya keselarasan hubungan manusia dan

Pada akhir tahun 1982 dikukuhkan regime negara nusantara melalui Konvensi Hukum Laut UU No. 5/tahun 1983 disyahkan yang mengatur tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE, Exclusive Economic Zone) selebar 200 mil. UU No. 17/tahun 1985, tanggal 31 Desember 1985 Indonesia meratifikasi Konvensi Hukum Laut (United Nation Convention of the Law of the Sea = UNCLUS)

lingkungan hidup terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan

9/8/2011

UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Tata Ruang


Pasal 1 angka 3: Penataan ruang adalah proses

Pasal 22: RTRW DATI II merupakan penjabaran

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 20: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Pasal 21: RTRW Propinsi/DATI I merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah propinsi/DATI I

RTRW Propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah DATI II. (penatagunaan tanah adalah salah satu isi RTRW DATI II). Di bidang penataan ruang, kelembagaan di tingkat pusat ditandai dengan ditetapkannya Badan Kordinasi Tata Ruang Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Kordinasi Pengelolaan tata Ruang Nasional. Kelembagaan di tingkat daerah berupa Tim Kordinasi pengelolaan Tata Ruang Daerah Tingkat I dan Tingkat II, yang dibentuk berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 1996.

Konferensi PBB tentang Lingkungan dan

Pembangunan (United Nation Conference on Environment and Development) atau KTT Bumi telah diselenggarakan di Rio de Janeiro pada 3-14 Juni 1992, dan menghasilkan Deklarasi Rio serta Kesepakatan tentang Prinsip Kehutanan, agenda 21, Konvensi Perubahan Iklim, Konvensi Keanekaragaman Hayati. Dalam GBHN 1993 temaktub esensi hasil Konperensi Rio yang berisikan tentang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan pelestarian fungsi lingkungan. Dengan demikian bangsa Indonesia telah memberikan komitmennya kepada pelaksanaan prinsip-prinsip yang disepakati di Rio.

Pencanangan Dasakarsa (Sepuluh Upaya) Pegelolaan Lingkungan Hidup yang memuat strategi rumusan kebijaksanaan secara umum tentang pengelolaan lingkungan hidup pada tahun pertama Pelita VI (1994/1995)
Melestarikan tatanan lingkungan Mengindahkan daya dukung lingkungan Menaikan mutu lingkungan Menggerakan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman flora dan fauna

Mengkordinasikan keterpaduan sumberdaya manusia,

sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan dalam pengelolaan lingkungan. Mengupayakan pemanfaatan ruang wilayah secara optimal Menormalisasikan fungsi lingkungan dengan mengurangi risiko perusakan dan pencemaran lingkungan Menggairahkan peran serta masyarakat Mengantisipasi dan mengandalkan sistem informasi lingkungan dan ekonomi lingkungan Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan lingkungan serta penegakan hukum pengelolaan lingkungan.

UULH tidak dapat dilaksanakan dengan baik dikarenakan


Masyarkat kurang memahami hak dan kewajibannya karena sosialisasi peraturan lingkungan hidup kurang memadai. Aparat penegak hukum (pejabat yang berwenang memberi izin, polisi, jaksa, hakim dan pengacara/konsultan hukum kurang dapat mengikuti perkembangan peraturan di bidang lingkungan hidup. Adanya kekurangan dalam UULH itu sendiri

9/8/2011

Pada 19 September 1997 disyahkan UU No. 23/ tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagai pengganti UULH dan juga untuk mengakomodasikan berbagai prinsip yang telah disepakati dalam Konperensi Rio.

UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan


Hak menguasai air diberikan kepada pemerintah untuk mengelola dan mengembangkan kemanfaatan air, memberi izin tata pengaturan air, izin pengusahaan air dan sumber-sumber air Eksploitasi dan pemeliharaan bangunanbangunan pengairan digunakan untuk menjaga tata pengairan dan tata air yang baik.

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Hak guna air terdiri atas hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna air: hak untuk memperoleh dan memakai air untuk berbagai keperluan yang tidak dapat disewakan Hak guna pakai air: hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Hak guna usaha air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat (irigasi)

Hak guna usaha air: hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai dengan keterpaduan air tanah dan air permukaan. Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha

UU PENATAAN RUANG
UU No. 26 Tahun 2007 RTRWN RTRWP RTRW Kab RTRW Kota

PENGUATAN ASPEK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM RENCANA TATA RUANG


Pasal 17 ayat (5) UUPR memuat: dalam rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai Contoh: Lihat DAS Ciliwung, DAS Cianjur

Bagaimana menyikapi bentuk RTH

9/8/2011

SISTEM INSENTIF DAN DISINSENTIF


Adanya penghargaan piala Adipura untuk kota-kota

Sistem insentif dengan tujuan untuk menjaga dan meningkatkankan kualitas lanskap/ lingkungan; Sistem disinsentif bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan penurunan nilai lanskap serta pencemaran lingkungan.

yang dinilai bersih dan tertib,

Penghargaan Kalpataru bagi individu atau

masyarakat yang menaruh perhatian tinggi terhadap pelestarian lingkungan, Penghargaan bagi pemenang lomba taman tingkat nasional (taman rumah, taman kantor, taman sekolah, taman hotel dan taman rumah sakit) merupakan contoh bentuk insentif yang dapat memacu individu atau masyarakat lainnya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas keindahan lanskap serta kelestarian lingkungan hidup. Pengurangan pajak impor bagi alat-alat yang digunakan untuk mengatasi pencemaran atau mencegah pencemaran; bantuan kredit lunak bagi pengusaha yang membeli alat/instalasi pencegah pencemaran.

Di lain pihak bentuk disinsentif, yaitu adanya

pungutan pencemaran (pollution charges) bagi individu atau masyarakat produsen yang karena kegiatannya menyebabkan penurunan kualitas lanskap serta kerusakan lingkungan hidup. Secara umum pada tingkat kegiatan sehari-hari sebenarnya disinsentif dalam bentuk denda uang atau hukuman kurungan penjara bisa dikenakan bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan, melakukan vandalisme dan lain sebagainya.

10

Anda mungkin juga menyukai