Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Stasiun pemurnian merupakan salah satu faktor yang penting terhadap kualitas gula produk, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas gula produk sangat bergantung pada proses pemurnian nira mentah menjadi nira jernih (Sunantyo, 1995 : Utami, S dan Sumarno, 1996). Proses pemurnian ialah proses nira ditambahkan dengan susu kapur dengan dipanaskan, kemudian didapatkan kotoran dan nira jernih yang kemudian dipisahkan dengan cara pengendapan. Tujuan utama dengan perlakuan ini adalah dapat diperoleh hasil nira yang jernih. Proses pemurnian nira adalah proses untuk membuang atau menghilangkan zat organik dan anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira gula kasar (crude), sehingga diperoleh nira gula dengan kadar sukrosa yang maksimum dan jernih. Proses pemurnian nira gula kasar dapat dilakukan melalui proses karbonatasi dan atau sulfitasi. Proses pemurnian nira (karbonatasi dan atau sulfitasi) dilakukan dengan cara mencampur nira kasar yang mengandung kapur dengan gas CO2 (karbonatasi) dan SO2 (sulfitasi) yang dilanjutkan dengan proses penggumpalan dan pengendapan bahan bukan gula dan penyaringan untuk mendapatkan gula murni. Proses reaksi kimia yang terjadi dari ketiga macam proses pemurnian di atas membentuk endapan yang berupa endapan Ca3(PO4)2 (defekasi), CaSO3 (sulfitasi) dan CaCO3 (karbonatasi). Di PG. Madukismo proses pemurnian nira dengan metode sulfitasi yaitu proses penjernihan nira tebu dengan metode sulfitasi yaitu menggunakan susu kapur dan gas sulfite (yang diperoleh dari pembakaran belerang). Gas sulfite berfungsi untuk menetralkan kelebihan kapur sehingga Ca-sulfite yang terbentuk akan membantu dalam penjernihan gula.

B. TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses pembuatan gula di Indonesia diperlukan penambahan bahan kimia atau yang dikenal dengan penambahan bahan bantu proses antara lain berupa susu kapur (Ca(OH)2), belerang (S), asam Phospat (H3PO4), Cane Mill Acid (CMA) dan flokulan. 1. Susu Kapur Tabel 1.1 Persyaratan Susu Kapur di Proses Pemurnian Nira Parameter Standart mutu (%) CaO aktif % susu kapur kering 88,5 Total CaO % susu kapur kering 94,3 Carbondioksida 0,5 Susu kapur kering 16,1 CaO aktif 14,3 Sumber : P3GI Bila susu kapur diberikan kedalam nira maka akan terjadi : a. b. Penetralan nira: nira yang semula memiliki pH sekitar 5,5-6 Sebagai akibat penetralan akan terbentuk ikatan-ikatan yang akan menaik pH nya sampai pH = 7 ( menjadi netral ). mengendap, hingga dapat pula menarik partikel-partikel kecil yang berada di dalam nira dan turut mengendap. 2. Gas Sulfur Dioksida Belerang murni berupa padatan berwarna kuning pucat. Belerang digunakan sebagai bahan pembantu pembuatan gas SO2 dan berfungsi sebagai : Menetralkan kelebihan susu kapur dalam proses sulfitasi. Memutihkan gula pada stasiun pemurnian. Memucatkan nira pada proses sulfitasi. Sebagai hasil dari proses reaksi penetralan akan terbentuklah suatu endapan yang berwarna putih dan dapat menghilangkan kotoran-kotoran lembut yang terdapat di dalam nira.

Tabel 1.2 Persyaratan Belerang di Proses Pemurnian Nira Parameter Standart Mutu (%) Kadar air Maks 0,5 Kadar abu Maks 0,1 Kadar zat bituminous Maks. 0,1 Kadar arsen Maks. 0,05 Kemurnian 99,5-99,9 Sisa pembakaran Maks. 5 Sumber : P3GI 3. Flokulan Flokulan adalah bahan pembantu yang digunakan untuk mempercepat proses penggumpalan bahan-bahan yang larut dan kotoran halus, sehingga mempercepat proses pengedapan kotoran di dalam door clasrifier. Jenis flokulan yang digunakan di PG. Madukismo adalah superflok.
4. H3PO4

Digunakan untuk proses pemurnian nira, penambahan bahan tersebut ke dalam nira mentah akan menambah jumlah endapan, sehingga nira hasil pemurnian menjadi lebih jernih.
5. Cane Mill Acid (CMA)

Merupakan suatu zat disinfektan untuk membunuh bakteri, baik yang terdapat pada penggilingan maupun dalam pemurnian nira. Bakteri yang banyak merusak adalah : -

Bakteri mikrospora. Jamur aspergilus singer. Yeast cham, mikroorganisme yang dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, dan suhu.

Nira tebu sebagai bahan baku membuat gula kristal putih secara garis besar terdiri dari senyawa gula dan non gula.. Senyawa non gula disebut sebagai impuritis atau zat pengotor terdiri dari organik dan anorganik,

keduanya dalam bentuk terlarut dan tidak larut (Marthur,1975, Chen,1985). Dalam proses pembuatan gula, nira mentah hasil pemerahan gilingan dimurnikan dulu dari zat pengotornya di unit pemurnian menghasilkan nira jernih atau nira encer (NE), selanjutnya nira encer ini dipekatkan di unit penguapan dan terakhir dikristalkan. Proses pemurnian nira mentah memegang peranan penting dalam menghasilkan mutu gula produk. Beberapa macam prose pemurnian nira tergantung pada kondisi mutu nira mentah dan kualitas gula produk akhir yang akan dicapai (Marthur,1975). Secara umum sistem proses pemurnian nira diklasifikasikan menjadi proses defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pabrik Gula (PG) di Indonesia dengan jumalh 60 PG sebagian besar ( lebih dari 90 %) menggunakan proses pemurnian sulfitasi, mengingat bahwa sistem pemurnian nira secara sulfitasi beaya produksinya relatif lebih murah disamping pelbagai pertimbangan lainnya. Produk akhir disebut sebagai Plantation White Sugar atau Gula Kristal Putih (GKP). Dalam proses sulfitasi digunakan antara lain kapur dan belerang sebagai bahan pembantu pemurnian. Fungsi penambahan kapur dalam proses pemurnian nira sebagai penetral pH dan mengendapkan senyawa- enyawa non gula organik maupun anorganik sebagai garam-garam Calsium dari pospat, sulfat, silikat dan garam-garam organik . Mekanisme reaksi pengendapan menurut Jourani A dan T.Bounahmidi (1995), mekanisme pembentukan endapan garam Calsium pospat sebagai berikut : Ca 2+ + HPO423Ca2+ + 2PO4 CaHPO4 Ca3(PO4)2

Proses pemurnian dengan menggunakan kapur saja disebut proses defekasi, kapur dan gas SO2 disebut proses sulfitasi dan kapur + gas C disebut proses karbonatasi. Proses reaksi kimia yang terjadi dari ketiga macam proses pemurnian di atas membentuk ebdapan yang berupa endapan Ca(PO 4)2 (defekasi), CaSO3 (sulfitasi), dan CaCO3 (karbonatasi). Dengan endapan yang terbentuk terbawa juga kotoran kotoran bukan gula antara lain zat warna,

koloid koloid, zar organik atau zat anorganik yang tidak larut (Mohtar, M, 1970). Sejak setengah abad yang lalu, cara pemurnian nira untuk industri gula tersebut telah banyak mengalami suatu kemajuan diantaranya yaitu perubahan dari cara batch (diskontinyu) menjadi proses pemurnian serba terus atau kontinyu dan penggunaan pH meter sebagai alat kontrol lebgkap dengan recordingnya. (Mochar, 1974). Selain itu agar proses pengendapan dapat cepat, telah pula digunakan suatu bahan bahan penggumpal yang berupa flocculant. Proses pemisahan antara endapan yang terjadi dengan cairannya dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan Dorr Clarifier multitray (sekat banyak), kemudian berkembang pula Single Try Clarifier (STC), sehingga waktu tinggal nira dalam clarifier dapat dipersingkat yang biasanya perlu waktu 2 jam dengan STC hanya perlu waktu 20 30 menit. Cara pemurnian nira yang banyak dilakukan di Indonesia ada 3 macam, yaitu :
1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil

pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian. Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi : a. Defekasi Dingin Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 7.4. Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas. b. Defekasi Panas.

Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu kapur. c. Defekasi Bertingkat. Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 7.4.
d.

Defekasi sachharat

Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan, kemudian dicampur.
2. Cara Sulfitasi ; Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira

mentah dengan menambahkan susu kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi bahan bukan gula. Cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian. Beberapa modifikasi dalam proses sulfitasi antara lain : a. Sulfitasi asam Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan gas SO2 hingga pH 7.2 7.4. b. Sulfitasi alkalis Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian dinetralkan dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar P2O5. c. Sulfitasi netral

Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5. Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3.
3. Cara Karbonatasi ; Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan

menambahkan susu kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO3.cara ini adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua cara diatas. Tetapi biayanya yang paling mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang ( CO2 gas hasil pembakaran belerang. Ada dua macam modifikasi dalam proses karbonatasi, yaitu : a. Karbonatasi tunggal Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor. Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga antara pH 9 sampai 10. b. Karbonatasi rangkap Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi (Kuswurj, 2008).

BAB II ISI
A. DESKRIPSI PROSES PEMURNIAN
Tebu 32,092 Air imbibisi 11,3 Gilingan Ampas 7,643

Nira mentah tertimbang 35,649

Uap air

VW I suhu 70 C

susu kapur

Defekasi I pH 7-7,2

susu kapur

Defekasi II pH 9-9,5

Gas SO 2

Sulfitasi pH 7,0-7,2

VW II 100 C

Tangki Expandeur

Snow balling Nira jernih 31,242

Flokulan

Door clarifier

Nira kotor

VW III 105-110 C

Blotong 2,296

Rotary vacuum filter Penguapan

Nira tapis akhir

Gambar 1.1 Diagram Alir Stasiun Pemurnian

Tahapan-tahapan proses penjernihan di PG. Madukismo adalah sebagai berikut: Penimbangan nira mentah Penimbangan bertujuan mengetahui jumlah nira mentah yang dihasilkan setelah penggilingan yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan pengawasan pabrikasi dan pengawasan penggilingan. Hubungan pemurnian dan penimbangan adalah untuk menentukan berapa kristal gula yang akan dihasilkan selama proses dan untuk menentukan berat kotoran dalam hal ini blotong serta mengetahui berat nira encer. Pada penimbangan nira dilakukan dengan alat otomatis dengan kapasitas 4,3 ton dalam sekali timbang. Di dalam bak nira mentah tertimbang diberi penambahan asam phospat (H3PO4) yang bertujuan untuk mempercepat pengendapan kotoran. Di PG Madukismo nira mentah yang dihasilkan memiliki pH 5,5- 6

Gambar 1.2 Penimbangan Nira


Pemanasan pendahuluan I (Voor Warmer I)

Pemanasan pertama bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada dalam nira, untuk mempercepat reaksi proses sulfitasi dan defekasi dan mencegah terjadinya hidrolisis sukrosa. Setelah nira tertimbang, selanjutnya nira dialirkan ke VW I (Voor Warmer) atau pemanas pendahuluan I dengan suhu 75oC. Penggunaan panas yang diberikan tidak boleh terlalu berlebihan mengingat suhu nira mentah terkondisi

pada suhu ruang (30-32oC) sehingga t (perbedaan suhu) yang terjadi tidak terlalu signifikan.

Gambar 1.3 Voor Warmer I Defekasi Setelah dari pemanasan pendahuluan I, selanjutnya nira di bawa ke defekator 1. Pada defekator 1 dilakukan penambahan susu kapur hingga nira mentah mencapai pH 7,2. Pada proses ini setiap beberapa jam perlu dilakukan uji pH. Indikator pH yang digunakan pada defekator 1 adalah BTB (Broom Thymol Blue). Indikator tersebut akan memberikan indikasi warna biru tua yang memberikan tanda nilai pH 7,2.

Gambar 1.4.Defekator I Nira yang telah diberi susu kapur dari defekator 1 selanjutnya masuk ke defekator 2. Pada defekator 2 juga terjadi penambahan susu

kapur sehingga menjadikan nilai pH naik menjadi 9,5. Indikator yang digunakan pada defekator 2 adalah PP (phenolphtalein) yang memberikan indikasi warna merah dan jika menggunakan indikator TP (Thypsol Phtalein) menunjukkan warna abu-abu cepat hilang. Apabila warna yang ditunjukkan saat uji pH kualitatif ini tidak sesuai maka ada sesuatu yang salah sehingga perlu dilakukan uji lebih lanjut dan apabila warna muncul seperti yang telah dijelaskan tadi maka proses dianggap lancar dan tidak perlu dilakukan uji lebih lanjut.

Gambar 1.5 Defekator II Tujuan utama dari pemberian susu kapur adalah untuk menetralkan sifat asam dari nira itu sendiri dan membentuk inti endapan terutama Ca3(PO4)2. Inti endapan tersebut akan mengabsorbsi kotoran lain untuk bergabung membentuk gumpalan yang mudah diendapkan. Karena endapan yang terbentuk bersifat semi compressible, maka belum dapat dipisahkan dengan penapisan. Reaksi yang terjadi dalam defekator antara lain: 2H3PO4 + 3Ca(OH)2 Tangki sulfitir (sulfitasi) Nira dari defekator 2 akan mengalir ke tangki sulfitir dimana kelebihan susu kapur dari defekator 2 akan dinetralkan dengan gas Ca3(PO4)2 + 6H2O

SO2. Tujuan dari proses sulfitasi adalah sebagai penguat ikatan antara kapur dengan kotoran dengan cara menyelubungi sehingga diharapkan agar pada proses pengendapan nantinya kotoran akan lebih cepat mengendap. Gas sulfit membantu terbentuknya endapan tambahan, disamping itu juga sebagai pemucat. Sehingga dapat mengurangi intensitas warna yang ada pada nira yang selanjutnya akan berpengaruh pada warna kristal gula yang dihasilkan. Sulfitasi merupakan proses pemurnian nira yang dilakukan dengan menambahkan susu kapur dan gas SO2. Reaksi yang terjadi: SO2 + H2O H2SO3 Ca(OH)2 Ca 2+ + SO32H2SO3 2H+ + SO3-2 Ca 2+ + 2 OHCaSO3

Gambar 1.6 Tangki Sulfitir

Tangki RWS gess (rawsap gess) Pada tangki RWS gess ini adalah tempat penampungan dan memberikan waktu reaksi antara gas SO2, susu kapur dan nira mentah yang tersulfitir. Selanjutnya nira mentah dipompa ke pemanas pendahuluan II.

Gambar 1.7 Tangki Rawsap Gess Pemanas pendahuluan II Setelah dari penampungan tangki RSW gess, selanjutnya nira dipompa ke VW II untuk menaikkan suhu menjadi 105oC. Tujuan dari peningkatan suhu ini adalah untuk menyempurnakan reaksi sebelumnya yaitu antara Ca2+ dengan Phosphat, Menurunkan viskositas nira sehingga pengendapannya lebih cepat, Mengeluarkan gas-gas yang terlarut dalam nira agar tidak mengganggu jalannya proses pengendapan dari partikelpartikel endapan yang terbentuk dan dapat dikeluar di dalam expandeur dengan mudah, serta pengendapan kotoran dalam door clarifier lebih optimum.

Gambar 1.8 Voor Warmer II


Tangki expandeur

Setelah nira dari pemanas pendahuluan II, nira mengalir menuju tangki expandeur. Didalam tangki expandeur ini gelembunggelembung gas yang tidak terpakai dalam proses produksi akan dihilangkan. Penghilangan gelembung gas ini agar tidak mengganggu

proses pengendapan dalam door clarifier. Gelembung-gelembung ini bila tidak dikeluarkan akan menekan keatas partikel-partikel kotoran yang seharusnya mengendap. Nira masuk dengan jalan dipancarkan melalui sisi tangki sehingga nira akan bergerak mengalir pada sisi tangki. Nira akan berbenturan dengan dinding expandeur sehingga gas dan gelembung terlepas dari larutan dan keluar melalui cerobong.

Gambar 1.9 Expandeur


Snow balling

Setelah penghilangan gelembung gas dari tangki expandeur nira dibawa ke snow balling, nira sebelum masuk snow balling terjadi penambahan Penambahan flokulant. flokulant Penambahan bertujuan flokulant untuk sampai 3 ppm. proses mempercepat

pengendapan dengan mekanisme seperti jaring-jaring yang menangkap dan mengikat kotoran yang ada sehingga menjadi gumpalan dengan berat jenis lebih besar dan dapat mengendap lebih cepat. Flokulan juga berfungsi membentuk gumpalan-gumpalan kalsium fosfat sekunder. Kemudian dengan bantuan udara mikro gumpalan tersebut diapungkan ke permukaan clarifier. Gumpalan kalsium fosfat ini bersifat mengadsorbsi kotoran non sukrosa. Kemudian nira menuju door clarifier.

Gambar 1.10 Snow Balling


Peti pengendap (door clarifier)

Nira yang telah mengalami penambahan dengan floculant akan mengalir ke door clarifier atau peti pengendap, Dalam door clarifier menggunakan 4 tray yang digunakan untuk memisahkan antara nira jernih dan kotoran. Kotoran dalam door clarifier dialirkan ke rotary vacuum filter. Nira jernih yang keluar dilihat nilai pHnya dengan indikator BTB (Broom Thymol Blue) yang memberikan indikasi perubahan warna menjadi hijau yaitu mengindikasikan nilai pH netral (pH 7). Nira jernih yang keluar dari door clarifier akan dialirkan menuju saringan nira jernih. Penyaringan ini bermaksud sebagai filter terakhir agar kotoran yang masih terbawa dalam nira jernih dapat dibuang, sehingga diharapkan tidak menggangu proses produksi pada stasiun berikutnya. Nira jernih yang keluar dari door clarifier dialirkan ke tangki DNS (dunsap), di dalam tangki DNS ini nira jerni akan ditampung yang selanjutnya akan dipompa ke VW III atau pemanas pendahuluan III.

Gambar 1.11 Peti Pengendap Rotary vacuum filter Pada unit ini, kotoran yang masih bercampur dengan nira yang masih mengandung gula akan ditarik filtratnya dengan bantuan pompa vakum yang diharapkan agar gula yang terikut dalam blotong akan lebih sedikit. Pada rotary vacuum filter diberikan siraman air dengan suhu 60oC untuk membilas adonan (cake) blotong (kotoran), sehingga gula yang dapat diambil dari blotong akan lebih banyak dan nilai polaritas dari blotong semakin kecil. tertimbang kembali, Hasil dari rotary vacuum filter adalah blotong diangkut ke tempat blotong dan nira tapis. Nira tapis akan dialirkan ke bak nira mentah sedangkan penampungan blotong.

Gambar 1. 12 Rotary Vacuum Filter


Tangki DNS (Nira Encer)

Nira jernih yang derasal dari rotary vacuum filter akan dialirkan ke tangki DNS. Di dalam tangki ini nira jernih akan ditampung, dan dapat dilakukan penambahan belerang apabila diperlukan. Dari penampungan nira jernih ini, selanjutnya nira akan dipompa ke VW III.

Gambar 1.13 Tangki DNS Pemanas pendahuluan III Nira yang berasal dari tangki DNS dipompa ke VW III (pemanas pendahuluan III). Pada VW III ini suhu nira dinaikan menjadi 110oC dari suhu nira jenih yang keluar dari rotary vacuum filter adalah 90oC. Penaikan suhu ini dimaksudkan memperkecil selisih suhu (t) antara suhu nira dari stasiun pemurnian dengan suhu nira pada proses penguapan sehingga mempermudah penguapan air pada stasiun penguapan.

Gambar 1.14 Voor Warmer III

B. MESIN DAN PERALATAN

Gambar 1. 15 Alur Mesin dan Peralatan Stasiun Pemurnian Peralatan yang digunakan di PG Madukismo yaitu: 1. Timbangan nira mentah Boulogne Jumlah alat : 1 unit

Daya timbang : 5.2 ton/charge Siklus N.M %tebu Jam operasi : 2.1/menit : 95 : 22 jam

2. Pompa nira mentah tertimbang Kapasitas design : 150 m3/jam

Bj nira mentah N.M %tebu Jam operasi

: 1.06 : 95 : 22 jam

3. Pemanas penadahuluan (Juice Heater) PP I Kapasitas giling NM % tebu N tapis % tebu % brix nira mentah Suhu nira masuk Suhu uap pemanas Suhu nira keluar Debit nira PPII Kapasitas giling Berat NM + berat NT Be susu kapur dipakai Gram CaO/ liter Suhu uap pemanas Suhu nira masuk Suhu nira keluar PP III Jumlah alat Kapasitas alat 4. Defecator I Jumlah alat : 1 unit :2 : 6,6 ton/jam : 3500 ton, 3250 ton : 155729 kg/jam :7 : 65 : 120 C : 70 C : 105 C : 3500 ton, 3250 ton : 95% : 20% : 15% : 30 C : 105 C : 75 C : 0,044 m3/det, 0,041 m3/det, BJ : 1,05

Vol. efektif

: 9.62 m3

Waktu tinggal : 3.5 menit Bj nira mentah: 1.05 M.M %tebu : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam giling Kapasitas 5. Defecator II Jumlah alat Vol. efektif : 1 unit : 1.296 m3 : 22 jam : 3,312.63 TCD

Waktu tinggal : 0.333 menit Bj nira mentah: 1.05 M.M %tebu : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam giling Kapasitas : 22 jam : 4,690.58 TCD

6. Peti sulfitasi nira mentah Jumlah alat Vol. efektif : 2 unit (utara dan selatan) : 9.43 m3 (Vu) 16.23 m3 (Vs) Waktu tinggal : 5 menit Bj nira mentah: 1.05 N.M %tebu : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam giling : 22 jam

7. Pompa nira mentah tersulfitir Jumlah alat : 3 unit, 2 eektif dan 1 stanby : 150 m3/jam

Kapasitas design Bj nira mentah: 1.06 N.M %tebu : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam operasi : 24 jam

Power motor : 55 kW Head (mKa) Rpm Kapasitas : 20 : 1,450 : 3,318 TCD

8. Tobong belerang a. Tobong belerang nira mentah Jumlah alat Luas bakar Kapasitas dasar : 2 buah efektif, 2 buah stanby : @ 1.5 m2 : 0.1 m2/100 ton tebu/24 jam

Kapasitas tobong : 3,000 TCD b. Tobong belerang nira kental Jumlah alat Luas bakar Kapasitas dasar : 1 buah efektif, 1 buah stanby : @ 1.5 m2 : 0.05 m2/100 ton tebu/24 jam

Kapasitas tobong : 3,000 TCD 9. Compressor tobong belerang Jumlah alat Kapasitas : 1 efektif, 1 stanby :@ 25 m3/menit

Pemakaian belerang : 55 kg/100 ton tebu/24 jam (total NM dan NK) Kadar SO2 Rend. Compressor : 12 % : 65%

10. Pemadam kapur (Lime Slacker) Jumlah alat Diameter Panjang Volume : I buah silinder horizontal : 1.01 m : 4.2 m : 3.36 m3 : 120 kg CaO/100ton tebu/24 jam : 0.75 ton CaO/jam

Pemakaian kapur tohor Kapasitas alat

Kapasitas dasar(Vol) : 5.6 m3 dapat memadamkan kapur 2,500 kg CaO/100ton tebu/24 jam 11. Peti tunggu susu kapur Jumlah alat Diameter Tinggi Volume : I buah : 3.4 mm : 1.5 mm : 13.61 m3 : 4 jam agar terdisosiasi sempurna

Waktu tinggal min

Be susu kapur dipakai : 7

Gram CaO/lt

: 65 : 120 kg CaO/100ton tebu/24 jam

Pemakaian kapur tohor Vol susu kapur 12. Pompa susu kapur Jumlah alat Merk RPM Head : 2 buah

: 18,46 lt

: KSB Torishima : 1,450 : 11 m

Power motor : 4 HP Jam giling Kapasitas : 22 : 15 m3/jam

Pemakaian S. kapur: 18.46 lt/ton tebu/24 jam 13. Flash tank (Expandeur) Jumlah alat Diameter Tinggi Volume : I buah :2m : 2.85 m : 6.47 m3 : 3 menit

Waktu tinggal min Bj NM N.M %tebu : 1.06 : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam operasi Kapasitas : 24 jam : 2,861 TCD

14. Dorr Clarifier Type Jumlah alat Diameter Tinggi Volume : dorr Oliver 444 : 1 buah : 28 ft= 8.540 m : 18 ft= 5.490 m : 314.31 m3

Waktu tinggal : 2-2.5 jam Bj NM N.M %tebu : 1.06 : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam operasi : 24 jam

15. Snow balling tank Jumlah alat Diameter Tinggi Volume : 1 buah : 1.21 m : 1.4 m : 1.61 m3

Waktu tinggal : 36 detik = 0.6 menit Bj NM N.M %tebu : 1.06 : 95

N. Tapis %tebu: 20 Jam operasi : 24 jam

Kapasitas alat : 3,559 TCD 16. Rotary vacuum filter

Jumlah alat Diameter Tinggi

: 2 buah : 10 ft : 14 ft

Luas bid. Penyaringan: 439.60 sqft Jam operasi : 24 jam : 5.4 sqft/tch

Kapasitas dasar

RPM silinder : 0.4-0.125 Jumlah segmen Ukuran saringan : 24 : 22x24/sq in

Kapaitas alat : 1,954 TCD 17. Pompa nira encer (Dunsap) Kapasitas design Bj nira encer N.E %tb= N.M %tb Jam operasi Kapasitas pompa C. PERHITUNGAN Perhitungan neraca masa pada stasiun pemurnian berdasarkan data operasional dari tanggal 16 agustus 2011 adalah sebagai berikut: Data operasional No 1. 2. 3 Berat (Kw) Nira mentah 35.649 terkoreksi Nira jernih 31.242 Blotong 2.296 Uraian % Brix 12,13 12,78 % Pol 8,91 9,65 1,10 HK 73,49 75,50 Kw brix 4.324 3.993 Kw pol 3.178 3.015 25.26 : 150 m3/jam : 1.06 : 95 (asumsi) : 22 : 3,682 TCD

4 5. 6. 7.

Belereng (S) Kapur tohor Flokulan H3PO4

1,35 4,450 0,315

Dari data diatas diketahui bahwa: 1. Neraca massa


Kapur SO2 H3PO4 Flokulan Nira mentah PEMURNIAN Nira jernih

Blotong

Bahan tambahan yang digunakan pada tanggal 16 agustus 2011 untuk menghasilkan nira jernih 31.242 kw dari nira mentah 35,649 kw Belerang Kapur
H3PO4 Flokulan 2. Efek pemurnian

= 1,35 kw = 4,45 kw
= 0,315 kw =

Untuk melihat keefektifan dari proses pemurnian pada PG Madukismo dibutuhkan perhitungan efek pemurnian

BG nm = Bnm-Pnm = 4.324 3.178 = 1.146 kw Bg ne = Bne Pne = 3.993 3.015 = 0.978 kw

= 14.659% Dari perhitungan diatas dilihat bahwa nilai efek pemurniannya bernilai 14,659%. Angka telah mencapai target awal dari standar operasional proses (SOP) stasiun pemurnian yaitu nilai efek pemurnian 14 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses pada stasiun pemurnian pada tanggal 16 agustus 2011 dikatakan berhasil karena mencapai target awal.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari kegiatan magang di PG Madukismo dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
a.

Secara keseluruhan proses pengolahan gula dapat dibagi menjadi 6 yaitu: penggilingan, pemurnian, penguapan, kristalisasi,

stasiun,

pemutaran, dan penyelesaian.

b.

Metode yang digunakan di st pemurnian adalah metode sulfitasi Bahan tambahan yang digunakan untuk st pemurnian yaitu kapur tohor

dengan susu kapur dan gas SO2


c.

(CaO), belerang (S), batu kapur (CaCO3), asam Phospat (H3PO4), Cane Mill Acid (CMA) dan flokulan.
d.

Alur proses saat di St Pemurnian yaitu penimbangan dengan

penambahan H3PO4, pemanasan pendahuluan (70 C), ditambahkan susu kapur (defecator 1&2), sulfitasi dengan dihembuskan gas sulfur, pemanasan II (105 C), menghilangkan gas yang masih terdapat pada nira di expandeur, ditambahkan flokulan, dip roses di snow balling, di endapkan kotorannya di door clarifier, kemudian dilakukan pemanasan etrakhir sebelum masuk stasiun penguapan. 2. Saran Untuk meningkatkan dan tetap menjaga kualitas dan kuantitas produksi PG Madukismo, saran yang dapt diberikan, antara lain: a. Dalam proses pengolahan tebu hingga menjadi gula sebaiknya sanitasi atau kebersihan bahan baku, alat, pekerja, dan lingkungan dijaga agar gula yang dihasilkan higienis dan tidak tercemar zat-zat tertentu. b. Keselamatan kerja harus ditingkatkan karena St Pemurnian pekerja berhubungan langsung dengan bahan kimia dan di cek kesehatan rutin secara berkala c. Uji kadar kapur maupun belerang bukan hanya kualitatif tetapi juga kuantitatif agar kualitas proses produksi benar-benar terjaga dan aman d. Perusahaan menjelaskan kepada pekerja tentang apa yang mereka lakukan agar pekerja bukan hanya bekerja atas rutinitas tetapi juga paham sehingga pekerja lebih berkembang e. Perusahaan memberikan penjelasan tentang kondisi perusahaan kepada perusahaan agar ada hubungan saling membutuhkan dari perusahaan dan pekerja

DAFTAR PUSTAKA Anggreini, Nora. 2008. Pengaruh Dosis Flokulan terhadap Berat Jenis Endapan pada Proses Pemurnian Nira Mentah di Pabrik Gula Kwala Madu. USU Press. Medan A.Suwoto Latief, Rizal Syarief, Bambang Pamudya, dan Mahadiono. 2010. Peningkatan Mutu Gula Tumbu Melalui Metode Sulfitasi dalam Laboratorium. Jurnal Gema Teknologi Vol 16 No 1 Periode April Oktober 2010. Bogor

Fidia Fitri, Yusmiyati. 2008. Pengaruh Penambahan Susu Kapur (CaOH)2 dan Gas SO2 terhadap pH Nira Mentah dalam Pemurnian Nira di Pabrik Gula Kwala Madu PTP Nusantara II Langkat. USU Press. Medan Hariastuji, Theresia dan Sunanto. 2000. Pemakaian Batuan Kapur dan Belerang Sebagai Bahan Pembantu Proses Pemurnian Nira untuk Meningkatkan Kualitas Gula Produk. Pusat Penelitian perkebunan Gula Indonesia. ISSN 1410-9891. Pasuruan Hugot E. 1972. Hand Book of Cane Sugar Engineering. Terjemahan Soejardi. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta. Kuswurj, Risvan. 2008. Proses Pemurnian Nira di Pabrik Gula. http://www.risvank.com/2008/06/proses-pemurnian-di-pabrik-gula.htm diakses tanggal 6 September 2011 pukul 17.00 WIB Purnavita, Sari dan Asih Pratiwi, Mumpuni. 2000. Peningkatan Kualitas Gula Tumbu dengan Metode Sulfitasi. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Vol 5 No 2 Halaman 118-123. Semarang Utami, S dan Sumarno. 1996. Peranan Bahan Baku Untuk Menghasilkan Gula Mutu Tinggi. Gula Indonesia XXI (2-3) April Maret. Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai