Anda di halaman 1dari 3

Pohon Beringin Kembar Alun-Alun Kidul (Selatan) Keraton Yogyakarta : Bukan Hanya Sekedar Mitos, Lebih Kepada Filosofi

Kehidupan. Mungkin sudah 3 atau 4 kali aku berkunjung ke tempat ini sebelumnya dan mengetahui mitos mengenai tempat ini secara samar-samar : Siapa yang bisa berjalan bla bla bla (gak paham jalan yang seperti apa) maka (entah) keinginannya akan terkabul atau dipermudah rejekinya. Sebagai orang awam yang skeptis, aku meremehkan mitos ini, tak ubahnya mitos-mitos di banyak tempat dan situs serupa. Ditambah lagi suasana alun-alun kidul dan pohon beringinnya yang menjadi ramai oleh pedagang emperan, penyewa jasa sepeda tandem dan hias, serta pedagang asongan saat malam hari membuat alun-alun kidul dan pohon beringinnya seakan kehilangan kesakralan dan daya tarik mistis serta magisnya. Hasilnya, walaupun sudah 3 atau 4 kali berkunjung kesana, rasa penasaran untuk membuktikannya tidak juga muncul. Namun, entah kenapa ketika hari ini, 21 Juli 2011, untuk kesekian kalinya aku berkunjung ke alun-alun kidul bersama teman yang ternyata juga berlibur ke Jogja, Adhi Cahya, dan akhirnya mencoba untuk melakukan hal yang seperti kebanyakan orang bicarakan, semacam berjalan di dua pohon beringin yang ada di tengah alun-alun. Semuanya bermula dari keisengan semata, karena kami sama-sama tahu ada mitos tertentu mengenai pohon beringan kembar ini. Sore sekitar jam 3 kami tiba di alun-alun dan suasana waktu itu masih sangat sepi. Awalnya, cuma Adhi yang ngotot ingin mencoba mitos itu, sedangkan aku malah ogah-ogahan. Setelah memarkir motor di pinggir lapangan, Adhi yang ngotot minta untuk ditemani untuk membuktikan mitos, dan akhirnya ikutlah aku ke tengah lapangan menuju pohon beringin kembar. Ketika sampai tengah lapangan, kami pun bingung, jalan seperti yang dimaksud, dari satu pohon ke pohon yang lain secara lurus kah? Kalau Cuma itu ya gampang, wong jarak dua pohonnya cuma sekitar 5 sampai 10 meter. Setelah bertanya dengan orang dan diarahkan ke penyewa alat penutup mata, maka dituntunlah bagaimana cara melakukan mitosnya yaitu berjalan lurus dari jarak yang cukup jauh (sekitar 100 meter, mungkin lebih) sampai melewati antara dua pohon beringin, jika berhasil maka (mitosnya) keinginannya akan terkabul. Sang bapak juga menjelaskan sebelum menutup mata dan mulai berjalan, kami diharuskan melihat MAHKOTA yang berada di ATAS gapura batas keraton yang berjarak sekitar 400 sampai 500 meter di selatan alun-alun selama 3 detik. Setelah memahami instruksi, kami mulai mengambil penutup mata masingmasing dan Adhi pun berulah, tak mau mencoba lebih dahulu dan menyuruh aku memulainya (padahal awalnya siapa yang ingin mencoba?). Tapi ya sudahlah, karena aku juga penasaran sekaligus setengah meremehkan akhirnya aku lah yang mencoba terlebih dahulu. Motivasiku cuma ingin membuktikan kalau berjalan lurus bukanlah sesuatu yang susah, maklum, merasa Purna Paskibra. Dengan penasaran dan meremehkan aku mulai melakukan instruksi sang bapak, melihat mahkota, menutup mata, dan mulai berjalan. Sambil tertawa mulai berjalan yang menurutku lurus, dan ketika sudah dirasa sudah berjalan cukup jauh, akhirnya penutup mata dibuka. Hasilnya, SANGAT JAUH dari celah dua beringin, aku justru berbelok agak sedikit ke timur (semacam serong) dan tertawalah aku karena GAGAL, masih meremehkan. Selanjutnya giliran Adhi melakukannya. Setelah melakukan instruksi yang sama, mulai berjalanlah dia. Awalnya dia berbelok (serong) ke barat, tapi pada akhirnya dia kembali belok

ke jalurnya dan berhasil melewati celah dua beringin. Ketika dia sudah melewati, sang bapak menyelamati dan mendoakannya, semoga semua cita-cita dan keinginannya terkabul. Melihat hal ini, aku justru tertarik untuk mencobanya lagi dan kali ini entah kenapa jadi termotivasi untuk berhasil. Akhirnya setelah mendapat resep tambahan dari Adhi mengenai bagaimana agar bisa jalan lurus, motivasi lebih, serta keyakinan untuk bisa, akhirnya kembali mencoba. Ku lihat mahkota di gapura dengan teliti dan mulai menutup mata, jalan, jalan, dan jalan, dan akhirnya BERHASIL! Benar-benar takjub! Seketika sang bapak menyalami dan mendoakan, aku lantas hanya mengamininya. Berjalan agak sedikit jauh, aku lalu berdoa kepada Tuhan, mengutarakan segala keinginan, SEKETIKA! Adhi yang melihatku berhasil menjadi penasaran untuk mencoba kedua kalinya juga, alhasil mulailah dia dari awal. Ketika belum sampai separuh, dia mulai berbelok ke timur, menjauhi celah beringin, belok dan semakin belok, akhirnya dia berjalan SANGAT JAUH dari celah, 90 derajat arah timur dari yang seharusnya ke selatan. Ketika kami mengembalikan penutup mata ke sang bapak, beliau mengatakan hal yang sangat filosofis, Percaya nggak percaya tho, kalau sudah berhasil sekali, terus diulangi lagi, maka akan gagal. Itu artinya kalau sudah berhasil jangan MURKA (kemaruk, serakah, demanding more and more, semacamnya). Jika dipikir secara logis, Adhi yang awalnya berhasil karena sudah tau trik bagaimana berjalan lurus dan juga justru mengajarkan ke aku, nampaknya gak mungkin dia akan gagal di kesempatan kedua, karena logikanya dia sudah paham. Tapi nyatanya, dia justru jauh dari apa yang dituju. Katanya dia memang tidak konsen dan asal-asalan saat itu, tidak menjalankan instruksi sang bapak dengan benar. Entahlah, yang menjadi poin penting bukan bagaimana hal itu bisa terjadi, tapi sebenarnya mitos ini mengajarkan sesuatu hal yang filosofis. Analogikan celah dua pohon beringan adalah TUJUAN dan mahkota yang harus dipandang sebelum berjalan secara teliti dan dihayati adalah TUHAN, maka filosofi kehidupan luar biasa lah yang ada. Sang bapak tidak menyuruh untuk memandang/fokus pada celah beringin (TUJUAN), melainkan fokus pada mahkota (TUHAN). Ketika semua dikombinasikan dengan motivasi, optimisme, dan keyakinan tinggi, maka tambahan kekuatan yang dahsyat akan menjadi sangat membantu. Terkait kegagalanku pada percobaan pertama karena memang meremehkan instruksi sang bapak dan mitos itu sendiri dan akhirnya berujung pada kegagalan, disitulah aku merasa bahwa kita bisa gagal ketika kita mulai meremehkan dan melalaikan TUHAN, sehingga bahkan tujuan kita pun tak tecapai. Namun ketika aku termotivasi untuk mencoba yang kedua kalinya, dengan sungguh-sungguh aku jalankan instruksi sang bapak, ditambah dengan motivasi dan keyakinan yang kuat, maka keberhasilan yang diperoleh. Terkait dengan kasus Adhi yang awalnya berhasil dan kemudian gagal SANGAT FATAL pada percobaan kedua menyiratkan bahwa ketika kita telah pada sampai pada titik keberhasilan akan tujuan kita, janganlah lupa untuk selalu fokus pada TUHAN agar tidak tersesat dalam kemurkaan dan keserakahan. Cerita ini bukan hasil karangan, murni terjadi dan dialami, filosofi ini justru terpikir setelah kami berjalan menjauh dari beringin dan beristirahat di warung tepi alun-alun. Mungkin ada yang bilang percobaan in tidak valid karena hanya dilakukan hanya dua kali, tapi poin pentingnya bukan pada berapa kali percobaan dilakukan, tapi bagaimana nilai yang terkandung dari mitos ini tersampaikan secara tesirat. Menurutku pribadi, mitos yang ada tidak hanya sekedar mitos yang perlu dipercayai begitu saja melainkan menyuguhkan sebuah pembelajaran filosofi kehidupan yang mendasar, bagaimana ketika kita percaya akan kuasa

TUHAN, percaya akan kemampuan kita sendiri, dan motivasi serta keyakinan yang kuat, maka hal yang sulit sekalipun akan bisa terjadi. NO MATTER WHAT! Dan ketika kita berhasil namun melalaikan TUHAN, maka TUHAN pun tak segan untuk menjauhkan kita dari keberhasilan yang telah ada. Ditulis di atas alas kardus *serius* agar dingin tak merasuk Saat semua penghuninya telah tidur, seperti biasa, hanya aku yang terjaga Hanya deretan lagu Sheila on 7 yang menemani dengan setia Di sebuah rumah di selatan Yogyakarta, jauh dari kota Cepor Kidul, Palbapang, Bantul, Yogyakarta 21.52

Anda mungkin juga menyukai