Anda di halaman 1dari 7

72

Jurnal Pertanian Mapeta Vol 10 No 2 April 2008 : 72-78 EFEKTIFITAS DOSIS DAN PENGENCERAN PSEUDOMONAD FLUORESEN PADA BENIH TOMAT TERHADAP Ralstonia solanacearum SECARA IN VITRO Yenny Wuryandari, Arika Purnawati 1) Triwidodo Arwiyanto, Bambang Hadisutrisno2) ABSTRACT

Ralstonia solanacearum bacteria caused wilt disease in tomato. Depend on antagonistic selection in vitro get isolate of pseudomonad fluorescent which can inhibit of growth of R. solanacearum. The aim of this research, to know of dose and concentration which effective from pseudomonad fluorescent at seed soak to inhibit R. solanacearum. The research use factorial randomized complete design with two factors are dose ( 1,75 ml/0,5 g and 2,50 ml/0,5 g of tomato seed) and concentration (109 and 108CFU/ml). The result show that all treatment of concentration and dose level which using pseudomonad fluorescent bacteria for seed treatment show there are inhibiting zone to R. solanacearum growing in media. Inhibiting zone is not significant at all level concentration 109 and 108CFU/ml and dose 1,75 ml/0,5 g and 2,50 ml/ 0,5 g in tomato seed. Key word : Ralstonia solanacearum, pseudomonad fluoresen PENDAHULUAN Tomat merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai arti ekonomi penting. Di Indonesia, petani banyak mengusahakan tanaman tomat walaupun banyak kendala yang menghambat peningkatan produksi. Salah satu kendala tidak terpenuhi target produksi adalah adanya infeksi bakteri Ralstonia solanacearum. Produksi tomat mengalami penurunan sampai 50% karena penyakit tersebut ( Rukmana, 1994 ). Bakteri ini mempunyai inang yang sangat luas, hal tersebut seperti pendapat Elphinstone (2005) ; Denny (2007), bahwa bakteri R. solanacearum menyebabkan layu pada banyak inang dan merupakan penyakit yang sangat penting di dunia. Dalam pengendalian patogen tanaman secara hayati, penggunaan mikroorganisme yang bersifat antagonis sudah lama dikenal, yaitu mulai abad ke-20 (Cook and Baker, 1996). Menurut Sulthoni dan Widyastuti (1996), pengendalian secara hayati atau biologis adalah usaha untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan musuh alami yang berupa parasit, antagonis, dan predator. Salah satu pengendalian hayati penyakit layu bakteri ( Ralstonia solanacearum ) adalah dengan memberikan antagonisnya yaitu dari kelompok pseudomonad fluorescen. Beberapa bakteri dilaporkan bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alami, beberapa genus yang banyak mendapat perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus dan Pseudomonas. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri

1). Dosen Fak. Pertanian UPN Veteran Jawa Timur


2). Dosen Fak. Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Efektifitas Dosis (Yenny W, A.Purnawati, T.Arwiyanto dan B. Hadisutrisno) 73 0.5 0.1 1 m x 1.5 4.0 m, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendar fluor ( fluorescen ) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak berpendar fluor yang disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam kelompok fluorescen yaitu Pseudomonas aeruginosa,P. fluorescen, p. putida dan P. multivorans (Anonim, 2003). Kemampuan PGPR sebagai agen pengendali hayati adalah karena kemampuan bersaing untuk mendapatkan zat makanan atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen Hasil penelitian Voisard et al., (2001 ), menunjukkan bahwa sianida yang dihasilkan P. fluorescen strain CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk akar, diduga bahwa sianida mungkin penyebab timbulnya ketahanan sistemik ( ISR ). Siderofor pyoverdine dari P. fluorescen strain CHAO adalah penyebab timbulnya ketahanan sistemik pada tumbuhan tembakau terhadap infeksi virus nekrosis tembakau. Sekarang ini telah dikembangkan strategi baru pengendalian hayati antara lain Plant Grown Promoting Rhizobacteria ( PGPR ) yaitu berupa inokulan benih yang mampu menginduksi ketahanan dan menghalangi patogen sampai ke inangnya. PGPR juga telah teruji mampu mengendalikan patogen tanaman dan telah dikembangkan dalam bentuk formulasi yang siap diaplikasikan di lapang ( Cook and Beaker, 1996 ). Hasil penelitian Arwiyanto et al. (1995), menunjukkan bahwa pengendalian penyakit kompleks patogen bawaan tanah dilakukan di Klaten dengan menggunakan bakteri rizosfer berupa pseudomonad fluoresen, bakteri ini di isolasi dari rizosfer Mimosa invisa di Sumatera Utara dan salah satu isolatnya (Pf-20) berhasil menekan perkembangan penyakit layu bakteri di kebun PTP Nusantara II. Sedangkan hasil penelitian Wuryandari et al. (2005), uji antagonistik dari 130 isolat bakteri pseudomonad fluoresen secara in vitro, diperoleh beberapa isolat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum. Berdasarkan hasil tersebut di atas untuk selanjutnya untuk mengetahui dosis dan konsentrasi yang efektif perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas dosis dan konsentrasi pseudomonad fluoresen pada tomat terhadap R. solanacearum secara in vitro BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium penyakit jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap ( RAL ) faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu Faktor pertama, dosis mempunyai taraf 1,75 ml/0,5 g benih dan 2,50 ml/0,5 g benih.

74

Jurnal Pertanian Mapeta Vol 10 No 2 April 2008 : 72-78 dosis 1,75 ml suspensi Pf/0,5 g benih dan 2,50 ml suspensi Pf/0,5 g benih selama 30 menit. Setelah 30 menit dikering anginkan dalam cawanpetri selama 24 jam. Kemudian benih diperlakukan dengan cara inokulasikan / diletakkan pada media Kings B masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Inkubasikan selama 24 jam, setelah 24 jam diberi klorofom sebanyak 1 ml pada tutup cawan Petri dengan cara membalik cawan Petri ( tutup cawan Petri dibawah ) ditunggu selama 2 jam. Setelah itu diberi media agar air yang telah dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml dan ditambah dengan suspensi R.solanacearum sebanyak 0,2 ml. Media agar air cair tersebut dituang dalam cawan Petri yang terdapat benih yang telah diperlakukan dengan pseudomonad fluorescen kemudian diinkubasikan selama 24 jam dan diamati zona yang terbentuk. 4. Pengamatan Pengamatan dilakukan secara langsung, setelah perlakuan diinkubasikan selama 24 jam, parameter yang diamati adalah luas zona hambatan. Luas zona hambatan diukur dengan Zona Hambatan: Dv + Dh 2 menggunakan penggaris dengan cara : Keterangan : Dv: Diameter Vertikal (terpanjang) Dh: Diameter Horizontal (terpendek) dan 108 CFU/ml, populasi bakteri yang menempel pada permukaan benih waktu perendaman masih belum terlalu tinggi perbedaannnya sehingga tidak ada perbedaan hasil zona hambatan yang nyata. Tetapi

Faktor kedua, pengenceran mempunyai taraf 109 dan 108 CFU/ml. Tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan bakteri pseudomonad fluoresen Isolat pseudomonad fluoresen dari hasil seleksi antagonistik secara in vitro (dari hasil penelitian sebelumnya) ditumbuhkan pada media Kings B dan diinkubasikan selama 24 jam. Selanjutnya bakteri disuspensikan dalam methyl cellulose dengan konsentrasi 109 dan 108 CFU/ml. 2. Penyiapan Isolat Ralstonia solanacearum Isolat Ralstonia solanacearum ditumbuhkan pada media Yeast Peptone Glucose agar (YPGA) dan diinkubasikan selama 48 jam. Selanjutnya bakteri disuspensikan dalam air steril dengan konsentrasi 108 CFU/ml. 3. Uji Antagonis Pada Benih Uji antagonis pada benih diawali dengan menimbang sebanyak 0,5 g benih tomat varietas ratna. Kemudian benih direndam dengan klorox 1% selama 30 detik dan ditiriskan dengan kertas saring, selanjutnya direndam dalam suspensi pseudomonad fluoresen dengan konsentrasi 108 dan 109 CFU/ml masing-masing dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika, zona hambatan tidak berbeda nyata pada konsentrasi 109 dan 108CFU/ml, hal ini mungkin disebabkan pada konsentrasi 109

Efektifitas Dosis (Yenny W, A.Purnawati, T.Arwiyanto dan B. Hadisutrisno) 75 berdasarkan angkaangka pada diagram batang, pada konsentrasi 109 CFU/ml cenderung lebih tinggi atau besar tingkat penghambatannya (Gambar 1). Walaupun tidak berbeda nyata zone hambatannya, tetapi dengan adanya bakteri pseudomonad fluoresen pada kedua tingkat konsentrasi yang menempel pada benih waktu perendaman mampu menghambat pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum

8,35
Zona Hambatan

8,31

8,3 8,25 8,2 8,15 8,1 8,05 1 Konsentrasi 2 8,15

. Gambar 1. Pengaruh Konsentrasi Isolat pseudomonad fluorescen Pada Benih Tomat Terhadap R. solanacearum ( Rs ) secara In vitro. Keterangan : 1. konsentrasi 108 CFU/ml 2. konsentrasi 109 CFU/ml Sedangkan hasil dari perlakuan dengan dosis 1,75 ml/0,5 g benih tomat dan 2,50 ml/ 0,5 g benih tomat, ternyata menunjukkan bahwa hasil analisis statistika zona hambatan tidak berbeda nyata pada dosis 1,75 ml/0,5 g benih tomat dan 2,50 ml/ 0,5 g benih tomat, hal ini mungkin juga disebabkan pada kedua dosis tersebut, populasi bakteri yang menempel pada permukaan benih saat perendaman masih belum terlalu tinggi perbedaannnya sehingga tidak ada perbedaan hasil zona hambatan yang nyata. Tetapi berdasarkan angkaangka pada diagram batang, pada dosis 2,50 ml/ 0,5 g benih tomat cenderung lebih tinggi atau besar tingkat penghambatannya (Gambar 2). Walaupun tidak berbeda nyata zone hambatannya, tetapi dengan adanya bakteri pseudomonad fluoresen pada kedua tingkat dosis yang menempel pada benih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan perendaman dalam waktu yang sama yaitu 30 menit meskipun dalam dosis yang berbeda ternyata kemampuan menghambat dari bakteri pseudomonad fluoresen yang menempel pada benih terhadap R. solanacearum tidak berbeda. Kemungkinan karena perbedaan populasi bakteri pseudomonad fluoresen yang menempel pada benih saat perlakuan dari kedua dosis tidak begitu berbeda jauh, sehingga kemampuan menghambatnya juga tidak berbeda. Hasil analisis statistika dari kombinasi perlakuan antara konsentrasi dengan dosis terlihat pada Tabel 1.

76

Jurnal Pertanian Mapeta Vol 10 No 2 April 2008 : 72-78

8,245 Zona 8,24 Ham 8,235 batan 8,23 8,225 8,22 8,215 8,21

8,24

8,22

1 Dosis

Gambar 2. Pengaruh Dosis Isolat pseudomonad fluorescen Pada Benih Tomat Terhadap R. solanacearum ( Rs ) secara In vitro. Keterangan : 1. dosis 2,50 ml/ 0,5 g benih tomat 2. dosis 1,75 ml/ 0,5 g benih tomat Tabel 1. Kombinasi Dosis dan Konsentrasi pseudomonad fluoresen No. 1. 2. 3. 4. Kombinasi perlakuan D1K1 D2K2 D2K1 D1K2 Zona hambatan 7,45 a 7,63 a 8,85 a 8,98 a pada jenis tanaman, umur, tipe akar, dan riwayat tanah (De Weert & Bloemberg , 2007). Antibiotik umumnya adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah yang dikeluarkan oleh mikroorganisme lain ( Fravel & Larkin, 1996 ). Berbagai penelitian dilaporkan bahwa beberapa bakteri saprofitik dapat di aplikasikan sebagai agensia hayati terhadap penyakit layu adalah P. fluorescens, Bacillus, Streptomyces dan lain-lain (Saddler, 2005). . Menurut Weller ( 1988) P. fluorescen menghasilkan metabolit yang bersifat antagonis terhadap patogen. ). P. putida diketahui dapat menghasilkan antibiotik dan siderofor yang mampu menekan pertumbuhan patogen terbawa tanah.

Dengan adanya kombinasi konsentrasi dan dosis terdapat kesesuaian pada jumlah populasi pseudomonad fluorescen sehingga antibiotika yang dihasilkan cukup mampu mempengaruhi pertumbuhan R. solanacearum yang dapat dilihat dengan adanya zona hambatan. Hal itu didukung oleh pendapat Nawangsih (2001), bahwa bakteri pseudomonad fluorescen mempunyai sifat antagonistik yang luas pada berbagai mikroorganisme patogen baik dari golongan jamur maupun bakteri. Menurut Rustam, Hanafiah, Darnetti dan Nasrun (1993), bakteri P. fluorescen menghasilkan antibiotik dan didukung oleh jumlah populasi yang memadai. Populasi bakteri rizosfer seperti Pseudomonas sp. berbeda dan bervariasi tergantung

Efektifitas Dosis (Yenny W, A.Purnawati, T.Arwiyanto dan B. Hadisutrisno) 77 Bakteri agensia hayati bila diaplikasikan pada benih maka dengan cepat mengkoloni dan menyebar di sepanjang perakaran (Cook & Baker, 1996). Pseudomonad fluorescen merupakan bakteri antagonis yang dapat digunakan untuk perlakuan benih tanaman untuk mengendalikan patogen terbawa tanah. Bakteri antagonis digunakan untuk merendam benih, sehingga benih akan terbungkus atau terselimuti tipis oleh bakteri pseudomonad fluoresen. Dengan benih telah mengandung bakteri antagonis atau kulitnya sudah terlapisi bakteri antagonis, maka bakteri pseudomonad fluoresen akan cepat mengkoloni benih. Perlakuan benih dengan menggunakan bakteri antagonis diharapkan dapat melindungi benih dari serangan patogen terbawa tanah (Cook & Baker, 1996). Dengan demikian pengendalian dapat dilakukan sedini mungkin dengan cara perlakuan benih DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. 3 hal. Arwiyanto, T. Sudarmadi, dan Hartana. 1995. Karakteristik Patogen Penyebab Layu Bakteri Pada Tembakau Deli. Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI. Mataram.364-365 hal. Cook, R.J & Baker 1996. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogen. APS Press, St. Paul, Minnesota. 539 p. Denny, T. P. 2007. Plant Pathogenic Ralstonia Species. p. 573-643. In : Nanamanickam, S.S. (ed.). Plan-Associated Bacteria. Springer De Weert, S and Bloemberg, G.V. 2007. Rhizosphere Competence and The Role of Root Colonization in Biocontrol. p. 317-333. In : Nanamanickam, S.S. (ed.). Plan-Associated Bacteria. Springer Elphinstone, J.G. 2005. The Current Bacterial Wilt Situation : A Global Overview. p. 9-28. In : Allen, C., Prior, P., Hayward, A.C. Bacterial Wilt Disease and the Ralstonia solanacearum Species Complex. The American Phytopathological Society Press. Fravel, D.R & Larkin, R.P. 1996. Availability and Application of Biocontrol Products Biological and Cultural Test for Control of Plant.Plant Dis 11:1-7. Lehman, M. Van Pelt, J.A den Ouden, F.M., Heiboek, M., Baker, P.A.H.M, and Schippers. 1995. Introduction

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kombinasi konsentrasi 108 CFU/ml dan dosis 1,75 ml/ 0,5 g benih tomat dari pseudomonad fluoresen sudah cukup mampu menghambat pertumbuhan R. solanacearum di media. B. Saran Perlu penelitian lebih lanjut terhadap konsentrasi dan dosis pseudomonad fluorescen ( pf ) terhadap R. solanacearum pada tanaman atau di Green House.

78

Jurnal Pertanian Mapeta Vol 10 No 2 April 2008 : 72-78

of systemic Resistance against Fusarium Wilt of Radish by Lipopolysaccarides of Pseudomonad fluorescens. Pathology. 85: 1021-1027. p. (http://www.bio.uu.ni/fytopath/pdf%20file/CJPPBaker.2003.pdf) Nawangsih, A.A. 2001. Studi Potensi Antagonistik Pseudomonad fluorescen Terhadap Pseudomonas solanacearum Pada Tomat dan Analisis Keragaman Molekuler. Program Pasca Sarjana. IPB Rukmana, R. 1994. Budidaya Tomat dan Cherry. Kanisius. Yogayakarta. 82 hal. Saddler, G.S.,2005.Management of Bacterial Wilt Disease. p.121132. In: In : Allen, C., Prior, P., Hayward, A.C. Bacterial Wilt Disease and the Ralstonia solanacearum Species Complex. The American Phytopathological Society Press. Sulthoni, A. Dan Widyastuti, S.M. 1996. Kebijakan Pengendalian Hayati di Bidang Kehutanan. Prosiding Makalah Utama Seminar Nasional Pengendalian Hayati. Laboratorium Perlindungan Hutan. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta. 25-26 Nopember 1996.59-66hal. Voisard.2001.Chitindytic and Cellulolyctic Pseudomonas sp. Antagonistic.http://www.ingent aconnect.com/content/urban/14 1/2001/00000156/00000004/art 00120). Wuryandari, Y; Purnawati, A; Arwiyanto, T; Hadisutrisno, B. 2007. Kemampuan Antagonistik Beberapa Isolat pseudomonad fluoresen terhadap bakteri Ralstonia

solanacearum penyebab Penyakit Layu pada Tomat. Seminar Nasional Pengendalian Hayati. Fak. Pertanian Universitas Jember. Jember.

Anda mungkin juga menyukai