Anda di halaman 1dari 13

A.

Skenario
Seorang wanita Ny. SW umur 53 tahun, datang ke poliklinik kesehatan kulit dan kelamin RSUD Salatiga dengan keluhan utama terdapat bercak warna hitam di dagu dengan ukuran 3cm dengan batas tegas, pada pipi dan dahi juga terdapat bercak yang sama. pasien menderita demikian sejak satu setengah bulan yang lalu. Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas untuk berobat sakit gigi kemudian diberi obat untuk mengurangi sakit gigi nya, kemudian setelah itu timbul warna hitam di sertai gatal yang pertama pada dagu kemudian pada pipi dan dahi, pasien tidak sedang menggunakan obat-obat suntik hormon KB dan tidak menggunakan kosmetik yang menimbulkan penyakit tersebut.Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama. Pemeriksaan status lokalis pada daerah wajah khususnya pada dagu, pipi sebelah kiri dan dahi timbul makula hiperpigmentasi dengan batas jelas dan ukuran 3 cm pada dagu, pada pipi sebelah kiri dan dahi 2 cm.

B. Clarifying Unfamiliar Terms


1.Makula Hiperpigmentasi gangguan pigmentasi kulit dimana warna kulit berubah menjadi lebih gelap (kecoklatan, keabuan, kebiruan, atau kehitaman). Kelainan ini dapat mengubah penampilan dan menimbulkan keluhan estetika bahkan gangguan psikososial (Sulistia, 2005). 2.Suntik Hormon KB SuntikKB hormonal memakai obat-obatan yang mengandung 2 hormon, estrogen dan progestin.

C. Problem Definition
1. 2. 3. 4. 5. diagnosis dan diferensial diagnosis ? Manajemen pada penderita Dermatitis Medika Mentosa ? Bagaimana bisa terjadi macula ? Hubungan obat gigi dengan pasien mengalami gejala seperti itu ? apa kandungannya? Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis ?

D. Brainstorming dan Analyzing Problems


1. Diagnosis

Dermatitis medikamentosa(fixed drug eruption) : khas lesi berwarna hitam berbatas tegas, makula hiperpigmentasi akibat inflamasi disertai gatal setelah penggunaan obat. Diferensial Diagnosis Dermatitis medikamentosa(fixed drug eruption) : lesi khas berwarna hitam berbatas tegas, makula hiperpigmentasi akibat inflamasi di sertai gatal setelah penggunaan obat. Melasma : bercak bercak kehitaman dan kecoklatan di wajah, plak hierpigmentasi dengan batas batas tidak tegas.Melasma dapat menjadi deferential diagnosis karena memiliki gejala umum yaitu hiperpigmentasi. Penyebab melasma adalah perubahan hormon saat hamil, minum pil KB, menggunakan bahan-bahan kosmetik atau obat tertentu, keturunan dan sinar matahari. Sedangkan pasien tersebut tidak menggunakan bahan kosmetik yang beresiko dan tidak juga mengkonsumsi obat KB. ephelis adalah bintik bulat pada kulit yang dapat berwarna merah, kuning, coklat ataupun

hitam. Penyebabnya timbulnya keadaan ini biasanya saat musim panas dan menghilang saat musim dingin. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang ia alami berhubungan dengan keadaan panas (faktor pencetus gejala). Urtikaria pigmentosa : hiperpigmentasi yang berlangsung sementara, gatal berupa bercak bercak berwarna coklat kehitaman kadang disertai pembengkakan, makula coklat kemerahan atau papula papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga berupa nodula atau vesikel. Melanoderma: peningkatan pigmentasi kulit, penggelapan kulit. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah pigmen melanin pada kulit dimana terjadi peningkatan produksi melanin oleh melanosit atau peningkatan jumlah melanosit. Pasien ini mengalami bercak berwarna hitam pada dagu, pipi serta dahinya. Hal ini muncul saat ia mengkonsumsi obat untuk mengurangi sakit giginya. Ia tidak menggunakan kosmetik yang menimbulkan alergi dan juga obat suntik hormon. Dari sini bisa disimpulkan kemungkinan penyebabnya bukan dari kedua hal tersebut, melainkan obat yang dikonsumsi, karena pada seseorang dapat timbul alergi terhadap obat. Keadaan ini dinamakan R.S.O atau reaksi simpang obat. Salah satu bentuk R.S.O adalah R.O.A yaitu reaksi obat alergik. Manifestasi dari keadaan ini adalah terjadinya E.O.A atau erupsi obat alergik. Erupsi adalah lesi efloresensi karena suatu penyakit, dengan adanya kemerahan dan menonjol. Satu macam obat dapat menyebabkan lebih dari satu jenis erupsi, sedangkan satu jenis erupsi dapat disebabkan oleh bermacam-macam obat. Erupsi obat alergik atau disebut juga allergic drug eruption adalah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi akibat pemberian obat (biasanya sistemik). Keadaan yang terjadi pada pasien ini adalah allergic drug eruption karena gejala timbul setelah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit. Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme imunologik dan non imunologik. E.O.A yang terjadi pada kasus ini terjadi melaui mekanisme imunologik. Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang mempunyai hipersensitivitas terhadap obat

yang diberikan. Obat tersebut berperan sebagai antigen (awalnya) yang tidak lengkap (hapten) karena berat molekulnya rendah.

Reaksi hipersensitivitas terjadi karena obat harus dimetabolisme dahulu menjadi produk yang reaktif secara kimia. Metabolisme obat dapat dianggap sebagai bentuk proses detoksifikasi dimana obat dikonversi dari zat yang larut dalam lemak, nonpolar, menjadi zat hidrofilik dan polar yang mudah diekskresi. Terdapat 2 langkah terjadinya hipersensitivitas : Reaksi fase I : reaksi oksidasi reduksi Reaksi fase II : reaksi konjugasi

Reaksi I (oksidasi-reduksi) melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin sintetase dan beberapa peroksidase jaringan. Reaksi II (konjugasi) diperantarai oleh enzim, misalnya hidrolase, glutation-S-transferase (GST) dan N-asetyl-transferase (NAT). Untuk dapat menimbulkan reaksi imunologik hapten harus bergabung dahulu dengan protein pembawa (carrier) yang ada dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk merangsang sel limfosit T agar merangsang sel limfosit B membentuk antibodi terhadap obat atau metabolitnya. Salah satu gambaran klinis pasien ini adalah fixed drug eruption (FDE). Fixed drug eruption merupakan nama lain dari dermatitis medicamentosa. Seperti yang sudah dibahas tentang erupsi obat alergik, FDE disebabkan khusus obat atau bahan kimia. Kelainan ini biasanya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang bahkan sering menetap. Pada pasien ini hiperpigmentasinya telah dialami selama satu setengah bulan. Kelainan ini akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama. Predileksi tempatnya disekitar mulut, di daerah bibir dan

daerah penis pada laki-laki (kadang disangka penyakit kelamin karena erosi yang terjadi kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat). Dan pada pasien ini, lesi tersebut terjadi pada sekitar mulut. Maka dapat diambil kesimpulan diagnosis dari pasien ini adalah dermatitis medicamentosa. Obat yang dikonsumsi pasien bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Dimana kemungkinan obat yang diberikan adalah analgesik. Obat yang sering menyebabkan reaksi alergik adalah penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoksisilin, kloksasilin), sulfonamide, golongan analgesic-antipiretik misalnya asalm salisilat, metamezol, metampirin, dan parasetamol. Obat yang dikonsumsi pasien kemungkinan salah satu dari obat yang telah disebutkan dan mencetuskan terjadinya dermatitis medicamentosa.

2. Manajemen Dermatitis Medikamentosa adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruam kulit karena pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumya reaksi obat timbul mendadak, raum dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh. Pengkajian Keperawatan Klien dengan dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari (misal: apakah klien mandi menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yang telah diberikan, terpapar oleh alergen, terpapar lingkungan, dan riwayat kerusakan kulit. Modifikasi perencanaan untuk klien lansia

Dermatitis adalah gangguan kulit yang umum pada lansia. Ini dapat disebabkan karena hipoproteinemia, insufisiensi vena, alergen, iritan, atau penyakit keganasan seperti leukemia atau lymphoma. Karena klien lansia sering minum lebih dari satu obat, maka dermatitis karena interaksi obat dapat dipertimbangkan. Kerapuhan kulit harus dipertimbangkan dalam perencanaan pemberian pengobatan. Kebanyakan klien lansia tidak membutuhkan mandi setiap hari dan harus menghindari air panas untuk mandi begitu pula sabun. Air kran dan bahan-bahan yang tidak membuat kering kulit dapat digunakan. Asuhan Keperawatan 1. Gangguan integritas kulit b.d kekeringan pada kulit Kriteria hasil: klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit Berkurangnya derajat pengelupasan kulit Berkurangnnya kemerahan Berkurangnya lecet karena garukan Penyembuhan area kulit yang telah rusak

Intervensi: Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.

Rasionalisasi dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit. Gunakan air hangat jangan panas. Rasionalisasi air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. Rasionalisasi sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. Rasionalisasi salep atau krim akan melembabkan kulit. 2. Resiko kerusakan kulit b.d terpapar alergen Kriteria hasil: klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan Menghindari alergen Intervensi: Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. Rasionalisasi menghindari alergen akan menurunkan respon alergi Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen Hindari binatang peliharaan. Rasionalisasi jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah

Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. Rasionalisasi AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan. 3. Perubahan rasa nyaman b.d pruritus Kriteria hasil: klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan Berkurangnya lecet akibat garukan Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman Intervensi: Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

3. Mekanisme Makula Patofisiologi Makula Hpiperpigmentasiterjadi karena peningkatan sekresi melanin. Menurut informasi yang saya dapat Allergic drug eruptionAdalah rx alergik yg timbul di kulit /mukokutan akbtpemberian obat secara sistemik Patogenesis Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme.

A. Mekanisme Imunologis Tipe I (Reaksi anafilaksis) Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek, misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok.

Tipe II (Reaksi Autotoksis) Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis. Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.

Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat) Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen B. Mekanisme Non Imunologis Reaksi "Pseudo-allergic" menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. Salah satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras media. Teori yang ada menyatakan bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat; pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim asam arachidonat sel. Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi anti kanker. Penggunaan obat-obatan tertentu secara

10

progresif ditimbun di bawah kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti hiperpigmentasi generalisata diffuse. Jadi kemungkinan pasien ini menderita Drug Eruption yang Non Imunology

4. Hubungan Obat gigi yang diberikan dokter kepada pasien dan kandungannya

Obat yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita disebut analgesik. Kemungkinan obat analgesik yang diberikan oleh dokter gigi sebelumnya yang menimbulkan reaksi alergi adalah asprin, salisilat,sulfonamide,tetrasiklin, penisilin. Biasanya obat yang digunakan melalui peroral. Seharusnya sebelum diberikan obat analgesik ini diberikan skin tes terlebih dahulu. Aspirin : Derivat salisilat.Analagesik ini memiliki efek samping minor iritasi kulit berupa kemerahan, kering, dan mengelupas. Sulfonamide : efek sampingnya juga sama seperti aspirin, kulit bercak kering kemerahan 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan in vivo Uji tempel (patch test) Uji tempel sering dipakai untuk membuktikan dermatitis kontak. Suatu serisediaan uji tempel yang mengandung berbagai obat ditempelkan pada kulit(biasanya daerah punggung) untuk dinilai 48-72 jam kemudian
-

Uji tusuk (prick test) Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak.Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan

11

bawah denganjarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak a l e r g e n d a l a m g l i s e r i n ( 5 0 % g l i s e r o l ) d i l e t a k k a n p a d a permukaan kulit. Lapisansuperfisial kulit ditusuk dan dicungkil k e a t a s m e m a k a i l a n s e t a t a u j a r u m y a n g dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk.E k s t r a k a l e r g e n y a n g d i g u n a k a n 1 . 0 0 0 - 1 0 . 0 0 0 k a l i l e b i h p e k a t d a r i p a d a y a n g digunakan untuk uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak padakulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk m e m p u n y a i s p e s i f i t a s l e b i h t i n g g i d i b a n d i n g k a n d e n g a n u j i i n t r a d e r m a l , t e t a p i sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan potensi yang lebih rendah.
-

Uji provokasi Uji provokasi dikatakan positif bila reaksi yang timbul sama dengan gejaladan tanda seperti pada pemberian obat sebelumnya, pada saat dicurigai alergiobat. Bila tidak terjadi reaksi, atau reaksi yang timbul tidak sama dan tidak berhubungan dengan gejala dan tanda alergi, maka uji provokasi dikatakannegatif. Bila reaksi yang timbul tidak sama tetapi diperkirakan sebagai gejalaprodromal alergi obat maka hasil uji provokasi dikatakan sugestif.

Pemeriksaan in vitro a. Yang diperantarai antibodi: - Hemaglutinasi pasif - Radio immunoassay - Degranulasi basofi

12

- Tes fiksasi komplemenb. b. Yang diperantarai sel: - Tes transformasi limfosito - Leucocyte migration inhibition test -

Reporting Dalam skenario kita sudah dapat menyimpulkan bahwa pasien mengalami Dermatitis Medikamentosa, khas lesi berwarna hitam berbatas tegas, makula hiperpigmentasi akibat inflamasi disertai gatal setelah penggunaan obat, atau nama lainnya Fixed Drug Eruption. Hal ini dapt terjadi karena pasien mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Biasanya obat itu berperan pada mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten disebabkan berat molekulnya yang rendah. Terjadi reaksi hipersisitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis .

13

Anda mungkin juga menyukai