Anda di halaman 1dari 5

KITAB SUCI DAN BULAN KITAB SUCI NASIONAL

Sekarang kita telah memasuki bulan September, bulan yang oleh gereja digunakan sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Bulan Kitab Suci Nasional merupakan bulan yang secara khusus digunakan untuk membahas atau mengenal lebih jauh kitab suci, melalui sarasehan-sarasehan ataupun dalam betuk lain. Dalam bulan ini baik di gereja maupun di lingkungan pasti senantiasa diperdengarkan hal-hal yang berkaitan dengan kitab suci. Ada baiknya moment bulan kitab suci ini menjadikan saat bagi kita untuk kembali mendalami kitab suci atau yang paling sederhana kita membaca, entah satu atau dua ayat. Gereja telah menerbitkan kalender liturgi setiap tahunnya yang memuat bacaan-bacaan kitab suci harian maupun mingguan yang dapat kita gunakan sebagai pedoman bagi kita untuk membaca kitab suci. Saat ini pula tepat bagi kita (tidak mengesampingkan saat-saat yang lain) untuk menjadikan kitab suci menjadi bacaan yang inspiratif bagi kehidupan kita walaupun kadangkala hal itu menjadi sesuatu yang kurang menarik. Atau paling sangat sederhana kita tengok apakah kita masih mempunyai kitab suci atau tidak dan kondisinya bagaimana (Jangan-jangan karena tidak pernah disentuh, kitab suci kita hilang entah kemana). Pada awalnya, Hari Minggu Kitab Suci Nasional diputuskan dalam rapat Majelis Wali Gereja Indonesia (MAWI 1977). Namun dalam perjalanan waktu, menjadi Bulan Kitab Suci Nasional yang ditutup dengan Pesta Santo Hieronimus pada tanggal 30 September. Sebelum kita mengulas lebih jauh tentang Bulan Kitab Suci Nasional dan kitab suci itu sendiri serta hal-hal yang berhubungan dengan kitab suci, kita mengenal lebih dahulu arti kata kitab suci. Menurut Dr. Tom Jacobs, SJ kitab suci dan alkitab sama artinya. Alkitab adalah rumusan Arab sebagaimana kelihatan dari kata Al. Dan Al maksudnya sang. Jadi Alkitab adalah buku yang paling luhur dan paling unggul yakni buku suci atau Kitab Suci. Yang dimaksudkan ialah seluruh buku iman kristiani, baik yang disebut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Sejarah terjadinya Kitab Suci kristiani, cukup panjang. Sebab itu berarti terjadinya

sejarah Perjanjian Lama, sejarah pengungkapan iman bangsa Israel, dan sejarah Perjanjian Baru, pengungkapan iman Gereja Perdana. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terdiri dari aneka tulisan. Maka baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mempunyai aneka sejarah. Setiap buku atau karangan mempunyai sejarahnya tersendiri. Tetapi ciri umum sejarahnya yang terdapat dalam hampir semua tulisan itu, ialah bahwa apa yang hidup di dalam jemaat dan yang dikenal dari komunikasi iman mereka, oleh seorang pengarang tertentu kemudian dirumuskan dan dibukukan. Maka secara umum, yang berlaku tentang sejarah semua tulisan Kitab Suci ialah dari penghayatan iman kepada pengungkapan iman, dan kemudian sampai kepada perumusan dan penulisan iman itu. Pada saat ini kita mengenal dua kitab suci yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru. Akan tetapi kedua kitab itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ini dapat dijelaskan dengan uraian bahwa Gereja Perdana dan Gereja selanjutnya menerima Perjanjian Lama sebagai buku suci juga. Gereja melihat diri sebagai lanjutan dan perkembangan umat Allah yang terwujud dalam bangsa Israel. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah masih sangat terbatas, dalam Perjanjian Baru umat Allah terarah kepada seluruh dunia, kepada segala bangsa, kepada setiap orang. Ini adalah hubungan yang pertama, bahwa sejarah keselamatan yang dimulai oleh Allah dengan bangsa Israel berkembang terus dan mencapai kepenuhan dalam Gereja segala bangsa. Tetapi masih ada satu hubungan lagi, ialah bahwa bangsa Israel senantiasa mengharapkan hubungan yang semakin sempurna dengan Allah. Dan kesatuan Allah dengan manusia yang paling sempurna terlaksana dalam diri Yesus dari Nazaret yang oleh kebangkitan-Nya diterima dalam kemuliaan Allah. Kesatuan mulia Kristus dengan Allah adalah dasar dan awal kesatuan seluruh umat manusia dengan Allah. Sebab semua orang dipanggil untuk mengambil bagian dalam hidup Allah yang mulia. Kita sebagai orang Katolik sangat dianjurkan untuk membaca kitab suci. Bukan hanya pada saat bulan kitab suci saja melainkan setiap saat. Bahkan walaupun kita tidak membaca secara pribadi, setiap hari firman Tuhan itu akan diperdengarkan dalam Perayaan Ekaristi baik harian maupun mingguan. Akan tetapi kadang-kadang kita kurang bisa paham dan mengerti maksud dan tujuan dari sabda itu, bahkan kita juga kadang kurang mengerti akan pentingnya membaca kitab suci. Secara teologis, sangat jelas diuraikan bahwa membaca kitab suci penting karena kitab suci adalah sabda Tuhan. Orang Katolik sering dituduh kurang menghormati kitab suci, walau sebenarnya Konsili Vatikan II menyatakan bahwa Gereja tidak berada di atas sabda Tuhan melainkan melayani-Nya. Kita menerima sabda Tuhan dalam kitab suci sama dengan sabda yang menjadi daging dalam Perayaan Ekaristi. Jawaban teologis seperti di atas meungkin terasa kering bagi banyak orang. Pengalaman atau sharing dari Raymond E, Brown, S.S mungkin bisa sedikit membantu. Alasan yang saya anggap paling penting untuk membaca kitab suci ialah: sebagai orang kristiani saya (kita) menyadari bimbingan Tuhan bagi Gereja, Kitab suci menawarkan pengalaman umat Allah yang begitu panjang. Pengalaman mencari kehendak illahi dalam berbagai situasi. Dalam kitab suci saya (kita) pasti menemukan situasi yang sama dengan situasi yang kita alami atau situasi Gereja. Bila dalam buku-buku rohani orang menemukan hubungan antara pribadi tertentu dengan Tuhan, di dalam kitab suci orang mendapati hubungan pribadi maupun

kolektif yang telah dijalin selama dua ribu tahun dengan Tuhan, dalam situasi yang amat bervariasi. Salah satu daya tarik dan keistimewaan membaca kitab suci adalah bila menemukan bahwa pengalaman yang dilukiskan di dalamnya ternyata sama dengan pengalaman kita sendiri. Apa yang dahulu pernah diperbuat Tuhan, kini juga masih dijalankan-Nya. Tulisan ini mungkin belum mencakup seluruh seluk beluk Bulan Kitab Suci Nasional atupun kitab suci. Namun, paling tidak kita sedikit mengerti tentang seluk beluk kitab suci dan bulan kitab suci, yang tentunya akan membuka cakrawala kita dan membuat kita semakin rindu kepada Tuhan lewat sabda-sabdanya. @-Red.

Bulan Kitab Suci Nasional (Selintas Sejarah) Penulis :Admin Pada bulan September telah dikhususkan oleh Gereja Katolik Indonesa sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Di setiap keuskupan dilakukan berbagai kegiatan untuk mengisi bulan ini, mulai di lingkungan, wilayah, paroki, biara, maupun di kelompok-kelompok kategorial. Misalnya, lomba baca KS, pendalaman KS di lingkungan, pameran buku, dan sebagainya. Terutama pada hari Minggu pertama bulan itu, kita merayakan hari Minggu Kitab Suci Nasional. Perayaan Ekaristi berlangsung secara meriah, diadakan perarakan khusus untuk KS, dan KS ditempatkan di tempat yang istimewa. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab Suci Nasional ini berawal ? Untuk apa ? Untuk mengetahui latar belakang diadakannya BKSN ini kita perlu menengok kembali Konsili Vatikan II. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh KV II yang berbicara mengenai KS adalah Dei Verbum. Dalam Dei Verbum para bapa Konsili menganjurkan agar jalan masuk menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar bagi kaum beriman (DV 22). Konsili juga mengajak seluruh umat beriman untuk tekun membaca KS. Bagaimana jalan masuk itu dibuka? Pertama-tama, dengan menerjemahkan KS ke dalam bahasa setempat, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Usaha ini sebenarnya telah dimulai sebelum KV II dan Gereja Katolik telah selesai menerjemahkan seluruh KS, baik PL maupun PB. Namun, KV II menganjurkan agar diusahakan terjemahan KS ekumenis, yakni terjemahan bersama oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan. Mengikuti anjuran KV II ini, Gereja Katolik Indonesia mulai meninggalkan terjemahan PL dan PB yang merupakan hasil kerja keras para ahli Katolik, dan memulai kerja sama dengan Lembaga Alkitab Indonesia. De ngan demikian, mulailah pemakaian KS terjemahan bersama, yang merupakan terjemahan resmi yang diakui baik oleh Gereja Katolik maupun Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Yang membedakan hanyalah Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diakui termasuk dalam KS oleh Gereja Katolik namun tidak diakui oleh Gereja-gereja Protestan. Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat Katolik Indonesia belum mengenalnya, dan belum mulai membacanya. Mengingat hal itu, Lembaga Biblika Indonesia, yang merupakan Lembaga dari KWI untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan KS kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca KS. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI mengusulkan dan mendorong agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar KS pada Hari Minggu

tertentu. LBI telah dua kali mencobanya. Pada tahun 1975 dalam rangka menyambut terbitnya Alkitab lengkap ekumenis, LBI menyarankan agar setiap paroki mengadakan Misa Syukur pada bulan Agustus. Bahan-bahan liturgi dan saran-saran kegiatan yang dapat dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikirimkan ke keuskupan-keuskupan. Percobaan kedua dilakukan pada tahun 1976. Akhir Mei 1976 dikirimkan bahan-bahan langsung kepada pastor-pastor paroki untuk Hari Minggu Kitab Suci tanggal 24/25 Juli 1976, ditambah lampiran contoh pendalaman, leaflet, tawaran bahan diskusi, dan lain-lain. Walaupun dua kali percobaan itu tidak menghasilkan buah melimpah seperti yang diharapkan, LBI toh meyakini bahwa HMKS harus diteruskan dan diusahakan, dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendekatkan dan memperkenalkan umat dengan sabda Allah. KS juga diperuntukkan bagi umat biasa, tidak hanya untuk kelompok tertentu dalam Gereja. Mereka dipersilahkan melihatnya dari dekat, mengenalnya lebih akrab sebagai sumber dari kehidupan iman mereka. 2. Untuk mendorong agar umat memiliki dan menggunakannya. Melihat dan mengagumi saja belum cukup. Umat perlu didorong untuk memilikinya paling sedikit setiap keluarga mempunyai satu kitab suci di rumahnya. Dengan demikian, umat dapat membacanya sendiri untuk memperdalam iman kepercayaannya sendiri. Dalam sidang MAWI 1977 para uskup menetapkan agar satu Hari Minggu tertentu dalam tahun gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Hari Minggu yang dimaksudkan adalah Hari Minggu Pertama September. Dalam perkembangan selanjutnya keinginan umat untuk membaca dan mendalami KS semakin berkembang. Satu Minggu dirasa tidak cukup lagi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Maka, kegiatan-kegiatan ini berlangsung sepanjang Bulan September dan bulan ke-9 ini sampai sekarang menjadi Bulan Kitab Suci Nasional Sumber : Facebook Iman Katolik

Anda mungkin juga menyukai