Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena kedua tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur pembentuknya serta kegiatan yang saling berkaitan. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga.

Sesuai dengan pengertian umum dari pemukiman kumuh, pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai cerminan dari suatu kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus dengan pemeratannya, peningkatan lapangan pekerjaan, dan peningkatan pelayanan dasar bagi penduduk tersebut. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman. Disamping semua itu jika dilihat pada konteks bagaimana hidup dalam suasana pemukiman kumuh, maka hal yang dihasilkan pun berbeda. Hal yang dikaji akan lebih pada bagaimana seseorang melakukan suatu kegiatan atau perlakukan pada kehidupannya untuk menanggulangi keadaannya, yaitu keadaan berada di sebuah pemukiman kumuh.

Pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang kurang layak huni baik itu dari segi bahan yang dipakai dalam membangun rumah atau biasa disebut dengan material, sanitasi di sekitar lingkungan rumah tersebut, kurangnya utilitas dilingkungan tersebut yaitu berupa air dan listrik. Untuk menanggulangi dari kelemahan-kelemahan pada pemukiman tersebut, civitas pada lingkungan itu sendiri yaitu warga yang tinggal di pemukiman tersebut melakukan hal-hal yang dapat sedikit menanggulangi dari kekurangan pada pemukiman mereka. Selain itu dengan minimnya segala fasilitas yang terdapat pada pemukiman tersebut, para warga mengolahnya sehingga dapat dimaksimalkan, baik untuk kehidupannya masing-masing hingga untuk kehiduapn beberapa kelompok masyarakat yang tinggal di pemukiman tersebut. Hal inilah yang kami kaji, yaitu bagaimana civitas pada pemukiman setempat menanggulangi lingkungan mereka yaitu pemukiman mereka menjadi lebih baik dengan berbagai fasilitas yang minim tentunya. Dalam hal ini kami mengkajinya dengan mengkaitkan hal tersebut dengan kebudayaan. Dan yang kami gunakan sebagai dasarnya adalah definisi kebudayaan menurut Koentjaranigrat, yaitu dimana kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar, yang dimana secara garis besar dibagi menjadi 3 wujud yaitu pertama berupa gagasan, prilaku yang dilakukan secara terus-menerus (kebiasaan) dan hasil yang bersifat kebendaan (fisik). Selain itu kita juga mengkaitkan dengan unsur unsur yang dapat menyebabkan munculnya suatu kebudayaan, dan dalam hal ini bagaimana wujud arsitektur yang muncul dalam pemukiman kumuh tersebut. Unsur unsur kebudayaan tersebut antara lain sistem religi, sistem organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, sistem bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi. Dasar tersebut dikaitkan dengan bagaimana para civitas pemukiman tersebut menanggulangi kehidupan mereka yang dimana seperti kita ketahui keseharian mereka berhubungan dengan fasilitas yang minim, sehingga dapat dimaksimalkan untuk kehidupan mereka. I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat kami ambil setelah merekam keadaan di pemukiman kumuh adalah sebagai berikut : 1. Apa saja wujud arsitektur berupa ide/gagasan, perilaku, dan wujud kebendaan khususnya karya arsitektur yang muncul dalam pemukiman kumuh? 2. Apakah kebudayaan dan unsur unsurnya dapat mempengaruhi wujud arsitektur yang terbentuk dalam sebuah pemukiman kumuh? 3. Bagaimana wujud arsitektur yang muncul dalam pemukiman kumuh terkait dengan kebudayaan ?

I.3 Tujuan Masalah Tujuan yang ingin kami capai dalam makalai ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui ide/gagasan, perilaku, dan wujud kebendaan khusunya karya arsitektur yang muncul dalam suatu pemukiman kumuh. 2. Mengetahui apakah kebudayaan dan unsure unsurnya dapat

mempengaruhi wujud arsitektur yang terbentuk dalam sebuah pemukiman kumuh. 3. Mengetahui wujud arsitektur yang muncul dalam pemukiman kumuh terkait dengan kebudayaan.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Pembahasan

Pada pembahasan kami akan membahas mengenai pengertian perumahan dan pemukiman, pemukiman kumuh serta kebudayaan menurut Koentjaraningrat secara garis besar. Seperti dikatakan sebelumnya perumahan dan pemukiman
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena kedua hal tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur pembentuknya yaitu faktor biotik seperti manusia, vegetasi, hewan dan lain-lain serta faktor abiotik seperti kendaraan, rumah, warung/toko dan lain-lain dan juga di dalam pemukiman tersebur terdapat serta kegiatan yang saling berkaitan. Suatu pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Berikutnya dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga.

Sesuai dengan pengertian umum dari pemukiman kumuh, pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Pemukiman kumuh memiliki suatu trademark seperti biasanya terletak di pinggiran sungai, lahan yang sempit, menggunakan material batako sebagai dinding, terletak di dataran yang lebih rendah dari dataran sekitar, beratapkan material seng, asbes atau material sederhana lainnya. II.2 Lokasi Survey Agar mempermudah kami mengkaji seperti apa saja wujud kebudayaan yang muncul dalam pemukiman kumuh ini sehingga berpengaruh terhadap wujud arsitekturnya, maka kami mengambil satu sampel pemukiman yang dapat dikatakan sebagai pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh ini terletak di jalan nusa kambangan, gang IV, banjar juminten, Denpasar , daerah ini terletak di dekat aliran sungai badung namun mereka tidak memanfaatkan aliran sungai tersebut sebagaimana biasanya yang dilakukan penduduk di sebuah pemukiman kumuh.

Gambar 1 Peta Lokasi Pemukiman Kumuh

Kondisi topografi tanah pemukiman ini lebih rendah dari permukaan tanah lain di sekitar pemukiman ini, jadi, secara tersirat lingkungan ini merupakan sebuah kawasan yang terkesan mengkelompok dan cenderung tidak berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Di kawasan ini kita dapat melihat beberapa bangunan yang memiliki fungsi berbeda dari seperti tempat tinggal biasa, tempat tinggal yang juga menjadi tempat produksi usaha kecil, warung dan kamar mandi/WC umum.

Bangunan di pemukiman ini dibangun pada tanah yang dimiliki oleh warga lokal yang dimana pada tanah ini terdapat beberapa warga lokal yang menjadi pemilik dari tanah ini, dengan kata lain tanah ini merupakan gabungan tanah yang dimiliki oleh beberapa warga lokal. Namun, beberapa warga lokal tersebut tidak langsung menempati tanah tersebut dan tinggal di tempat lain tapi ada warga lokal sebagai pemilik lahan tersebut yang tinggal diwilayah tersebut. Dan semua tanah pada wilayah pemukiman tersebut dikontrakkan pada warga pendatang. Warga

pendatang yang menjadi penghuni lahan tersebut berasal dari Lombok dan Jawa dan beragama muslim.

Gambar 2 Pemukiman Kumuh

Setiap warga lokal yang memiliki lahan tersebut membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bahan-bahan sederhana dan kemudian bangunan tersebut dibagi menjadi beberapa kamar yang dimana kamar itulah yang dapat ditinggali oleh warga pendatang yang telah mengkontrak. Setiap lahan memiliki jumlah kamar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dan jumlah kawasan yang kami gunakan sebagai sampel memiliki jumlah kamar sebanyak 25 buah dalam 1 lahan. Pada lahan tersebut kami menggunakan 1 kamar sebagai sampel untuk mewakili 25 kamar yang lainnya. Yang tinggal pada kamar tersebut bernama Bapak Rizal dan Ibu Umroh beserta 1 orang putrinya. Kamar tersebut memiliki dimensi sekitar 2 meter x 2,5 meter dan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter. Keluarga tersebut mengaku telah tinggal di daerah tersebut selama lebih dari 15 tahun.

Gambar 3 Denah 1 Buah Bangunan Kontrakan pada Pemukiaman Kumuh

Mengenai kehidupan sosialnya, jika terdapat sebuah acara besar pada harihari besar keagaman, warga-warga tersebut jarang melakukan acara bersamasama, seperti contoh, pada bulan ramadhan, para warga tersebut memilih untuk buka puasa sendiri-sendiri dibandingkan dengan berbuka bersama-sama, hal ini terjadi mungkin karena lahan tempat tinggal mereka rata rata sempit dan letak dari tempat ibadah bersama mereka cukup jauh dari pemukiman tempat tinggal mereka.

Gambar 4 Suasana Lorong pada Pemukiman Kumuh

Dan mengenai struktur sosialnya sendiri, pemukiman ini mengikuti struktur sosial yang berlaku sesuai dengan tempat mereka tinggal, namun, diluar hubungannya dengan banjar wilayah setempat, mereka memiliki warga yang dituakan, atau dengan kata lain menjadi perwakilan di pemukiman tersebut. Beliau bernama Bapak Haji Imam. Untuk mengetahui bagaimana keseharian mereka dengan melakukan berbagai macam perlakuan untuk memaksimalakn kehidupan mereka pada keadaan yang cenderung minim tersebut, Kami akan membaginya menjadi 4 poin berbeda mengenai bagaimana mereka menyelesaikan suatu masalah mengenai

keterbatasan fasilitas yang mereka miliki. Poin itu meliputi bagaimana mereka mengatasi lahan sempit, tinggal dalam rumah yang dibuat dengan material sederhana dan seadanya, memanfaatkan segala utilitas yang terbatas dan cenderung minim serta mempertahankan kehidupan mereka akibat dari pengaruh cuaca dan bencana alam yang mungkin terjadi di sekitarnya. Berikut adalah penjabaran poin poin tersebut. A. Cara Bertahan Hidup pada Lahan Terbatas Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa 1 kamar pada sebuah bangunan yang dikontrakkan tersebut berdimensi dengan panjang dan lebar 2,5 meter x 2 meter dan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter. Pada kamar ini hampir seluruh kegiatan sehari-hari dilakukan, yaitu seperti tidur, berkumpul bersama keluarga, menonton TV, makan, minum dan beribadah. Kegiatan seperti mandi, buang air besar, buang air kecil, mencuci pakaian dan memasak dilakukan di luar kamar. Kegiatan seperti mandi, buang air besar, buang air kecil dilakukan pada sebuah WC/Kamar Mandi umum yang terletak tidak terlalu jauh dari kamar ini. Kegiatan seperti mencuci pakaian dan mengambil air untuk keperluan memasak di ambil pada sebuah pompa air yang terletak di sebelah dari kamar ini. Dan kegiatan memasak dilakukan di lorong di depan kamar ini.

Sampel yang kami pilih memiliki mata pencaharian sebagai seorang pengusaha kecil. Ibunya bekerja sebagai pedagang makanan yang dimana makanannya itu dibuat sendiri pada dapur yang terletak di lorong di depan kamar tersebut, dan sang bapak bekerja sebagai buruh lepas, yaitu pekerja yang bekerja pada sebuah pembangunan, selain itu sang bapak juga pernah menjadi seorang tukang parkir.

Gambar 5 Dapur

Seperti dikatakan tadi bahwa pada sebuah kamar yang berukuran 2,5 meter x 2 meter dengan tinggi hingga ke plafon mencapai kurang lebih 2,5 meter. Hampir semua kegiatan dilakukan dalam ruang sempit ini, dikamar ini juga mereka menyimpan segala peralatan yang dimiliki seperti lemari baju, televisi, radio tape, peralatan makan dan minum, dan masih banyak barang lainnya yang tertata seadanya, seperti yang dapat terlihat pada gambar disamping.

Gambar 6 furniture dalam ruangan

Karena tempat ini pasti digunakan untuk tidur, untuk mencegah tempat tidur rusak karena sering terinjak akibat kegiatan yang berlangsung di dalam kamar tersebut maka, keluarga ini menyandarkan kasur mereka pada tembok dan menahannya dengan sebuah rak yang dimana rak tersebut juga berfungsi sebagai tempat meletakkan barang-barang.

Gambar 6 Kasur yang disandarkan pada dinding

Gambar 7 barang barang yang digantung pada dinding

B. Cara Bertahan Hidup di dalam Rumah dengan Material Sederhana Sama seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa rumah pada pemukiman ini dibuat dengan material-material sederhana. Material dinding dengan batako, atap dengan seng atau asbes, ventilasi dengan kawat dan plafond dengan karung atau terpal. Hal yang menarik disini adalah penggunaan karung untuk bahan plafond, cara mereka adalah merobek karung goni agar menjadi lebih lebar kemudian memakunya pada sisi-sisinya pada dinding hingga dapat menutup seluruh permukaan ruang dibawah kuda-kuda. Untuk menanggulangi kebocoran akibat pori-pori dari karung goni, maka diletakkan mainan di atasnya, sekaligus juga sebagai tempat menyimpan mainan tersebut. Untuk menanggulangi udara pengap di dalam ruangan, mereka menggunakan kipas angin agar udara menjadi lebih sejuk dan selalu membuka pintu pada siangg hari agar terjadi sirkulasi udara. Dan semua ventilasi yang ada di tutup menggunakan kardus karena mencegah masuknya nyamuk ke dalam ruang. Pada lantai, lantai tidak menggunakan keramik, tapi hanya di finishing dengan spesi halus. Oleh karena itu lapisi karpet plastik agar menjadi lebih hangat dan lebih menarik. Pada tembok bagian dalam, agar ruang menjadi lebih luas, maka di cat dengan cat warna putih.

Gambar 8 Suasana Ruang Tidur

C. Mengantisipasi Utilitas Minim Listrik merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan di zaman modern ini. Kebutuhan pasokan listrik dari PLN baru masuk ke daerah ini sekitar tahun 1996. Terdapat sebuah gardu yang akan menyalurkan listrik sebanyak 25 petak kamar. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan listrik, setiap petak/kamar diberikan kapasitas listrik dengan muatan beban rata rata 900 Kwh. Pembayarn listrik dengan membayar listrik sesuai listrik yang terpakai kemudian dibagi dengan beberapa kamar yang memakai. Pembayaran listrik dari warga pemukiman kumuh di bayar kepada pemilik kontrakan tanah. Kemudian pemilik yang membayarnya ke PLN. Salah satu utilitas yang minim untuk keperluan yang sangat besar adalah air. Di kawasan ini terdapat 2 pompa, masing - masing pompa ini diperuntukkan untuk 25 kamar. Pada pompa ini diambil air untuk keperluan memasak, mencuci, minum, dan untuk sarana ibadah yaitu melakukan wudhu. Untuk melakukan kegiatan seperti mandi, buang air besar ataupun kecil dilakukan di kamar mandi umum. Kamar mandi umum ini terdapat 3 buah yang tersebar di sekitar pemukiman.

Gambar 9 Kamar Mandi Umum dan Pompa

D. Mengantisipasi Gangguan ataupun Bencana Bencana yang menjadi masalah utama pada pemukiman seperti ini adalah bencana banjir. Sungai yang berada disebelah pemukiman merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan bencana banjir, selain itu drainase yang buruk juga dapat memicu terjadinya banjir. Banjir di kawasan ini sering terjadi tiba-tiba, dalam artian debit air yang datang dapat bertambah besar tiba-tiba, jadi, cara mereka selamat dari banjir itu adalah menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, namun karena banjirnya terjadi tiba-tiba maka barang-barangnya sering tertinggal di dalam kamar. Untuk menjemur pakaian jika cuaca hujan, maka pakaian dijemur dengan digantung pada tembok di lorong di depan rumah, sehingga pakaian dapat kering walau waktunya agak lama. Seperti dikatakan sebelumnya untuk membuat ruang menjadi lebih sejuk karena tidak adanya ventilasi maka digunakan kipas angin, serta pintu selalu dibuka agar terjadi sirkulasi udara. Selain itu adanya gangguan berupa tikus, biasanya ditanggulangi dengan menutup plafond yang bolong dengan kain, sehingga ruang bolong yang menjadi pintu masuk tikus dapat terhalangi.

Gambar 10 Menanngulangi Cuaca Buruk dan Datangnya Tikus

Anda mungkin juga menyukai