Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat dalam dunia ini tidak terlepas dari perjanjian atau perikatan antara subyek-subyek

hukum. Perjanjian dan perikatan tersebut menimbulkan hubungan-hubungan hukum kepada para subyek hukum tersebut. Dalam kehidupan masyarakat, perjanjian para pihak dapat kita temui dalam banyak hal, antara lain dalam kegiatan jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Kegiatan diatas banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat, mengakibatkan adanya pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Masingmasing pihak memiliki kesempatan dalam mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Adanya pertukaran barang atau jasa, atau adanya pertukaran barang dengan biaya yang telah disepakati yang telah disepakati dalam perjanjian secara bersama-sama, mendapatkan pengertian bahwa dalam hubungan antara para pihak tersebut telah ada kesepakatan yang telah disetujui oleh masing-masing pihak. Perjanjian atau perikatan oleh para pihak tidak semua berdasarkan oleh hukum yang berlaku. Memiliki banyak macam perjanjian yang tidak mungkin bisa dimasukkan dalam akibat hukum atau aturan yang berlaku berdasarkan hukum yang berlaku pada masing-masing pihak. Jika perjanjian atau perikatan yang dibuat berdasarkna hukum yang berlaku atau beralaskan Undang-Undang yang berlaku, maka secara hukum perjanjian atau perikatan tersebut akan berjalan sesuai dengan Undang-Undang atau hukum yang berlaku pada negara tersebut, walaupun tidak tertulis dalam perjanjian atau perikatan yang telah disepakati tetapi terdapat pada Undang-Undang yang berlaku dalam perjanjian tersebut. Perjanjian atau perikatan yang terjadi tidak semuanya berjalan lancar, dengan arti kata lain, perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang tertuang dalam tulisantulisan yang telah disepakati oleh para pihak, tidak bisa dikatakan bahwa perjanjian itu semua merupakan perjanjian yang tepat untuk dipakai sebagai acuan dalam berbisnis. Banyak perjanjian yang cacat yang tidak dapat dipakai dalam perjanjian untuk berbisnis, namun walaupun perjanjian tersebut dikatakan cacat,para pihak tetap menggunakan perjanjian tersebut sebagai dasar untuk terjadinya kesepakatan. Hal ini yang banyak mengakibatkan bahwa para pihak mendapat kerugian yang tidak sedikit, yang kadang dirasakan maupun tidak dirasakan.

Perjanjian antara para pihak dapat dibuat secara tertulis berdasarkan ketentuan buku III tentang perikatan, namun para pihak juga dapat membuat aturan-aturan yang baru yang berlaku bagi para pihak, karena dalam buku III, aturan-aturan yang lama dapat dikesampingkan apabila para pihak ingin membuat aturan-aturan yang baru. Perjanjian tertulis, perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh masing-masing pihak, dan perjanjian itu juga yang dipakai sebagai salah satu bukti dalam penyelesaian sengketa dalam memutuskan suatu perkara. Selain perjanjian tertulis, dalam dunia bisnis perjanjian lisan juga terkadang dipakai oleh subyek-subyek hukum dalam perjanjian atau perikatan yang dibuat. Perjanjian lisan atau biasa dikatakan perjanjian consensuale. Perjanjian lisan yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara lisan atau langsung. Perjanjian ini bisa dikatakan perjanjian yang membutuhkan kepercayaan tinggi antara masing-masing pihak. Bukan berarti dengan adanya kepercayaan, perjanjian ini dapat dikatakan perjanjian yang mudah untuk dibuat sebagai landasan perjanjian para pihak.

PERMASALAHAN 1. Apakah perjanjian yang dibuat secara lisan dapat berlaku secara hukum, atau sah menurut hukum? 2. Jika dalam perjanjian lisan, para pihak ada yang dirugikan atau adanya wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak, apakah pihak yang dirugikan dapat menuntut haknya? sedangkan dalam perjanjian lisan tidak ada bukti tertulis yang dapat digunakan sebagai dasar adanya perjanjian antara para pihak.

BAB II PEMBAHASAN Perjanjian yang dibuat secara lisan atau yang disebut juga dengan perjanjian consensuale adalah adalah sah menurut hukum, sesuai dengan asas-asas yang terdapat pada hukum perjanjian yaitu asas untuk menentukan bentuk perjanjian baik secara lisan maupun tulisan, secara yuridis perjanjian itu berlaku dan mengikat pihak yang membuat perjanjian sejak saat perjanjian itu ditetapkan. Selain itu ada juga asas yang merupakan syarat yaitu : 1. Consensus adalah suatu keadaan tawar menawar antara pihak yang menawarkan dan pihak yang lain menerima , artinya ada pertemuan kehendak antara kedua belah pihak (yang menawar dan menerima). 2. Bekwaam (cakap) adalah orang yang dianggap mampu untuk melakukan perbuatan hukum. Untuk menentukan seorang itu bekwaam atau tidak dalam BW dinyatakan dengan telah cukup umur (21 tahun), telah menikah/menikah. Asas bekwaam meru pakan syarat untuk melakukan perjanjian. 3. Hal tertentu adalah syarat mengenai objek perikatan/perjanjian yang berupa kepentingan dalam perjanjian yang akan menjadi hak dan kewajiban bagi orang-orang atau subjek hukum dalam perjanjian tersebut paling tidak objeknya dapat ditentukan. 4. Kausa yang halal adalah kepentingan yang menjadi objek dari isi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan atau disebut juga sebab yang halal. Hak dan kewajiban dalam perjanjian adalah kewajiban yang timbul dan disepakati oleh para pihak dalam perjanjian yang disebut prestasi. Kerugian terjadi akibat dilaksanakan wanprestasi. Secara yuridis, kerugian yang timbul karena wanprestasi ini akan menimbulkan ganti rugi, ganti rugi ini dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewajiban yang telah melakukan schuld (kesalahan). Kewajiban yang timbul akibat wanprestasi akan mengakibatkan adanya ganti rugi (pasal 1238-1239 KUHPERDATA). Schuld (kesalahan) ini ada dua sebab yaitu kesengajaan dan kelalaian yaitu kesalahan yang timbul karena kurang hati-hati atau tidak mengetahui sama sekali kewajiban yang harus dilaksanakan akibat lupa/kelalaian. Force majeur dapat terjadi bukan karena kesalahan melainkan

karena suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya pemenuhan kewajiban yang merupakan prestasi. Secara yuridis , wanprestasi karena keadaan ini tidak dapat dimintakan ganti rugi Dalam perjanjian dikatakan bahwa wujud wanprestasi yaitu : 1. terlambat memnuhi prestasi 2. tidak memenuhi prestasi sama sekali 3. melakukan kewajiban yang tidak disepakati dalam hal perjanjian tertulis, jika terjadi wanprestasi antara para pihak, maka pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi atas kerugian yang didapat. Begitu juga pada perjanjian lisan, jika ada pihak yang dirugikan, maka pihak yang dirugikan dapat memintakan ganti kerugian atas kerugian yang didapat dalam perjanjian tersebut. Karena dikatakan bahwa perjanjian lisan mempunyai hak yang sama seperti perjanjian tertulis, oleh karena itu hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian tertulis, sama dengan hak para pihak pada perjanjian lisan. Dikatakan bahwa perjanjian lisan dapat dikatakan perjanjian yang sah secara hukum, dan sah bila dilihat dari sisi Undang-Undang, oleh karena itu kewajiban dan hak para pihak pada perjanjian lisan sama dengan hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian tertulis. Yang berbeda adalah pada perjanjian tertulis dan perjanjian lisan terletak pada letak tempat keinginan para pihak. Karena pada perjanjian tertulis, keinginan para pihak untuk membuat aturan terbaru tertuang pada kertas yang dibuat secara bersama-sama, sedangkan pada perjanjian lisan keinginan membuat aturan yang baru diucapkan secara langsung didepan masingmasing pihak dan pihak ketiga sebagai saksi.

BAB III KESIMPULAN Dalam kehidupan masyarakat, perjanjian yang dibuat oleh subyek-subyek hukum baik secara tertulis maupun secara lisan adalah sama. Kedudukan perjanjian lisan dengan perjanjian tertulis adalah sama. Kedua perjanjian tersebut sama-sama sah secara hukum dan secara Undang-Undang. Yang berbeda antara kedua perjanjian tersebut hanya barang bukti yang digunakan sebagai barang bukti dalam menyelesaikan perkaran yang mungkin akan terjadi. Perjanjian lisan dan perjanjian tertulis memiliki syarat-syarat yang sama yang dibuat sebagai bukti kesepakatan terbentuknya perjanjian antara para pihak.

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Perikatan ini dengan baik tanpa kekurangan suatu apapun dan tanpa mengalami hambatan. Adapun maksud Penulis menyusun makalah ini di samping untuk memenuhi syarat mengikuti perkuliahan mata kuliah Hukum Perikatan, juga untuk menambah wawasan Penulis mengenai sah atau tidaknya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan dimata hukum. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan paper ini masih terdapat kesalahan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari Pembaca sekalian. Atas kritik dan sarannya Penulis ucapkan terima kasih.

Inderalaya, Juni 2011

Penulis

TUGAS HUKUM PERIKATAN SAH ATAU TIDAK PERJANJIAN LISAN SECARA HUKUM

ditulis oleh : Petrus Morales Sianturi 02071001048

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2011

Anda mungkin juga menyukai