Anda di halaman 1dari 9

29

Fusiform Memanjang

14-16 jarijari keras

Pendek (dua Flops diantara sirip perut)

Biru

Badan

kehitaman tidak (gelap) disisi bawah dan perut bersisik dan terdapat titik kecil Cakalang (Katsuwonus pelamis)

keperakan di Lateral line 3 Fusiform memanjang 11-14 jarijari keras Pendek ( dua flops diantara sirip perut) Bagian atas biru Sirip kedua

kehitaman punggung cerah, bagian bawah gelap sangat panjang dan bisa mencapai sirip ekor Madidihang (Thunnus albacores)

Badan memanjang seperti torpedo

8-10 jarijari keras

Berukuran sedang

Bagian

Adanya

atas hitam ban keabuan, bagian bawah putih perak pelangi berwarna biru maya membujur sepanjang badan. Serta ukuran mata yang lebih besar dibanding tuna lainnya Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)

30

Fusiform memanjang

15 jari-jari keras

Pendek hampir sama panjang dengan bagian kepala setelah mata

Bagian punggung berwarna

Bagian punggung ada garis-

kelam dan garis bagian perut keperakperakkan miring ke belakang kehitamhitaman dan tidak teratur Tongkol (Euthynnus affinis)

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ikan tuna tersebut menunjukkan morfologi yang memiliki kemiripan dibeberapa karakter. Bentuk tubuh ikan yang fusiform (memanjang) seperti torpedo dengan ukuran tubuh panjang dengan ukuran tubuh yang seragam pula. Untuk ukuran yang umum ratarata 60-200 cm sedangkan beratnya rata lebih dari 20 Kg/ekor ikan. Pada tubuh ikan tuna umumnya cenderung berwarna hitam kebiruan pada bagian atas (sirip punggung) dan pada bagian tubuh bawah (sirip perut) berwarna putih keperakperakan. Hal tersebut hampir dimiliki oleh semua jenis ikan tuna. Ikan Albacore (Thunnus sp) menujukkan morfologi seperti tubuh yang fusiform (memanjang) seperti torpedo, dengan sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 13-14. Tubuh yang berwarna hitam kebiruan dibagian atas dan bagian putih perak, dan ciri khas masing-masing ikan tuna yaitu memiliki sirip tambahan dibelakang sirip punggung yang disebut dengan finlet yang dimiliki oleh hampir semua sub species ikan tuna. Hal ini sesuai dengan teori bahwa ikan tuna umumnya yaitu badan memanjang seperti torpedo, mata agak besar, dan tergolong tuna besar. Tapisan

31

insang 25-31 pada bujur insang pertama. Sirip dada memanjang seprti pedang dan terdapat cuping diantara sirip perut. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 1314, dan jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 7-8 jari-jari sirip lepas (Collete and Naun,1983). Ciri khas masing-masing ikan tuna terletak pada karakter morfologis tertentu, hal tersebut dapat dijadikan suatu kajian deksriptif yang dapat dijadikan satu acuan pula. Pada Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) menunjukkan bahwa ikan tersebut memiliki mata yang lebih besar dibandingkan jenis ikan tuna lainnya. Sehingga menjadi suatu ciri khas morfologi ikan. Ciri khas tersebut dimungkinkan menjadi suatu karakter morfologis selain karakter genotip yang membedakan antara masing-masing ikan tuna, sehingga membagi kedalam suatu sub spesies dengan satu genus.

5.1.2. Jumlah tangkapan Ikan Tuna (Thunnus sp) (Kg) di PPS Nizam Zachman Jumlah ikan Tuna (Thunnus sp) yang ditangkap dengan menggunakan alat penangkapan ikan berupa Pukat cincin (Purse Seine) dan Rawai Tuna (Long Lines) diperoleh dengan 5 sub spesies tuna yaitu Albacore (Thunnus alalunga), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Madidihang (Thunnus albacore), Tuna Mata Besar (Thunnus obesus), Tongkol (Euthynnus affinis). Dilakukan proses pemantaun dengan jumlah Tuna yang masuk ke dalam PPS Nizam Zachman berdasarkan kapal yang berlabuh. Dilakukan proses pemantauan dari tanggal 1 Juli 2011 sampai dengan dengan 11 Juli 2011. Jumlah tangkapan ikan dalam kilogram (kg) dilakukan dengan penimbangan pada timbangan khusus ikan.

32

Tabel 5. Jumlah Ikan Tuna (Thunnus sp) (Kg) di PPS Nizam Zachman Jakarta. No Tanggal Albacore (Thunnus alalunga) Cakalang (Katsuwonus pelamis) Madidihang (Thunnus albacores) Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Juli 2011 2 Juli 2011 3 Juli 2011 4 Juli 2011 5 Juli 2011 6 Juli 2011 7 Juli 2011 8 Juli 2011 9 Juli 2011 Jumlah 1.820 17.300 4.885 143 3.078 24.453 0 0 4.727 56.406 56.881 92 71.757 233.303 4.139 100.991 134.781 39.099 46.123 687.166 14.780 19.118 11.085 43.936 4.705 60.046 19.498 10.273 23.181 206.622 9.909 19.716 19.716 46.187 4.840 64.077 23.834 12.307 19.885 220.471 0 0 0 200 3.853 0 0 839 24.750 29.642 Tongkol (Euthynnus affinis)

Dari tabel 5 terlihat bahwa nilai jumlah produksi tangkapan ikan tuna (Thunnus sp) yang cenderung dalam jumlah yang seimbang pada tanggal 5 juli 2011. Nilai tangkapan hanya berkisar di 4,000 kg hingga 6.000 kg. Hal ini dimungkinkan pengaruhi oleh faktor lingkungan yang tidak stabil. Suhu sangat mempengaruhi pergerakan ikan sehingga nelayan sulit untuk memprediksi secara absolut lokasi satu titik ikan tuna. Namun pada tanggal 9 Juli 2011 hasil tangkapan ikan mencapai lebih dari 4.000 kg untuk semua jenis ikan tuna. Hal ini dimungkinkan oleh faktor lingkungan. Faktor alat tangkap yang telah bekerja dengan baik juga mendukung upaya maksimalisasi penangkapan ikan. Berdasarkan total jumlah dari masing-masing ikan dari tangaal 1Juli 2011 hingga 9 Juli 2011 diketahui bahwa yang paling dominan ialah ikan cakalang

33

(Katsuwonus pelamis) dengan jumlah lebih dari 687.166 kg dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan jumlah 29.642 kg. Hal tersebut menujukkan tingginya penyebaran ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) pada periode bulan Juli. Pada bulan Juli di Perairan barat Indonesia (Sumatera, Jawa barat) terjadinya fenomena Upwelling. Sehingga ikan cakalang aktif dan berlimpah di daerah tangkapan dikarenakan tingginya sumber nutrisi bagi ikan di daerah tersebut.Upwelling adalah proses pengangkatan massa air dingin yang kaya akan nutrisi dari lapisan bawah ke lapisan atas atau permukaan laut. Oleh karena itu daerah Upwelling merupakan daerah subur ikan (Susanto,2000) . Daerah Upwelling dicirikan dengan suhu rendah, salinitas yang tinggi, dan kandungan zat hara yang tinggi (Robinson, 1985)

250,000 200,000 150,000 Jumlah Ikan tuna (kg) 100,000 50,000 0 01-Jun-11 02-Jul-11 03-Jul-11 04-Jul-11 05-Jul-11 06-Jul-11 07-Jul-11 08-Jul-11 09-Jul-11 Albacore (Thunnus alalunga) Cakalang (Katsuwonus pelamis) Madidihang (Thunnus albacores) Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) Tongkol (Euthynnus affinis)

tanggal

Gambar 9. Produksi ikan Tuna (Thunnus sp) dalam Kilogram Pada PPS Nizam Zachman Periode Juni 2011

Berdasarkan grafik mengenai produksi ikan Tuna (Thunnus sp) dalam Kilogram pada periode Juni 2011 diketahui bahwa produksi masing-masing jenis ikan tuna menunjukkan nilai yang fluktuatif. Produksi ikan tuna menunjukkan

34

masing-masing peningkatan pada periode waktu tertentu dan mengalami penurunan pada periode waktu tertentu pula. Hal ini dimungkinkan oleh berbagai faktor. Faktor internal (sifat genetis ikan, sifat fisiologis ikan) dan faktor

eksternal (faktor lingkungan dan alat penangkap ikan). Nilai produksi yang paling tinggi yakni ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan jumlah lebih dari 200.000 kg pada periode 4 Juli 2011 dan nilai produksi yang paling rendah yakni ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan

jumlah tangkapan 0 kg /periode tangkapan atau tidak mendapatkan ikan tongkol setiap melakukan eksplorasi sumber daya ikan di laut Indonesia. Hal ini dimungkinkan oleh penyebaran ikan cakalang yang menyebar di zona tangkapan dan pengelolaan dengan toleransi lingkungan yang tinggi. Sedangkan ikan tongkol dimungkinkan penyebaran yang kurang merata di wilayah zona penangkapan dan pengelolaan perairan Indonesia, sehingga sulit bagi nelayan untuk memperoleh ikan tersebut dengan intensitas jumlah yang tinggi. Suhu merupakan faktor pembatas ikan dalam menyesuaikan sistem fisiologis tubuhnya dengan lingkungan. Tingkat toleransi suhu yang berbeda-beda setiap masing-masing ikan Selain itu tingkat reproduksi ikan cakalang yang tinggi menyebabkan tinnginya ikan yang dapat ditangkap oleh alat penangkap ikan. Dan pengaruh lapisan renang (Swimming layer) ikan Cakalang yang berada dekat dengan permukaan karena proses upwelling yang menyebabkan naiknya lapisan renang ikan Cakalang, sehingga peluang ikan tersebut untuk tertangkap oleh rawai tuna dan pukat cincin menjadi lebih besar (Bahri, 2002) .

35

5.1.3. Produksi Ikan Tuna Berdasarkan Alat penangkapan Ikan Jumlah ikan Tuna (Thunnus sp) yang ditangkap dengan menggunakan alat penangkapan ikan berupa Pukat cincin (Purse Seine) dan Rawai Tuna (Long Lines) diperoleh dengan 5 sub spesies tuna yaitu Albacore (Thunnus alalunga), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Madidihang (Thunnus albacore), Tuna Mata Besar (Thunnus obesus), Tongkol (Euthynnus affinis). Dilakukan proses pemantaun dengan jumlah Tuna yang masuk ke dalam PPS Nizam Zachman berdasarkan kapal yang berlabuh. Dilakukan proses pemantauan dari pada periode bulan Juli 2011.

Tabel 6. Produksi Ikan Tuna (Thunnus sp) Berdasarkan Alat Tangkap Ikan Pukat Cincin (Purse seine) dan Rawai Tuna (Long Line) di PPS Nizam Zachman Jakarta. Alat Penangkapan Ikan Pukat cincin Rawai Tuna (Purse seine) (Long Lines) 1.856 186.062 1.809.693 47.069 183.480 73.719 456.540 219.650 16.886 0

No 1 2 3 4 5

Ikan Tuna (Thunnus sp) Albacores (Thunnus alalunga) Cakalang (Katsuwonus pelamis) Madidihang (Thunnus albacores) Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) Tongkol (Euthynnus affinis)

Dari tabel 5 terlihat bahwa produksi Ikan Tuna dengan alat penangkap ikan berupa pukat Cincin (Purse Seine) dan Rawai Tuna (Long Lines) memiliki nilai yang bervariatif. Produksi ikan tuna yang tertangkap dengan pukat cincin adalah memiliki kisaran yang cukup baik pada masing-masing jenis ikan, jumlah tangkapan ikan dari 16.000 kg hingga 1.900.000 kg merata bagi seluruh jenis ikan tuna. Sedangkan produksi ikan tuna yang tertangkap dengan rawai tuna memiliki

36

kisaran yang lebih kecil dibandingkan dengan pukat cincin yaitu 0 kg hingga 220.000 kg bagi seluruh jenis ikan tuna. Kefektifitasan alat penangkap ikan yaitu pukat cincin dikarenakan sistem pukat cincin yang seperti membatasi dan membtuk dinding-dinding jaring yang akan menangkap ikan berkaitan bahwa ikan tuna merupakan ikan pelagis yang sifat ekologisnya bergerombol dan dekat dengan permukaan air. Dan sasaran penangkapan dengan pukat cincin yakni ikan yang bergerombol berada di dekat permukaan air dan mempunyai densitas yang tinggi (jarak antara ikan dengan ikan lainnya sedekat mungkin). (Ayodhoa, 1981)

2,000,000 1,500,000 Jumlah ikan (Kg) 1,000,000 500,000 0 Pukat cincin (Purse seine) Rawai Tuna (Long Lines)

Jenis Ikan Tuna

Gambar 10. Produksi Ikan Tuna (Thunnus sp) berdasarkan Alat Penangkapan Ikan (Pukat Cincin dan Rawai Tuna) pada Periode Juli 2011

Berdasarkan grafik mengenai produksi ikan Tuna (Thunnus sp) berdasarkan alat penangkapan ikan (Pukat Cincin dan Rawai Tuna) dalam pada periode Juni 2011 diketahui bahwa produksi masing-masing jenis ikan tuna menunjukkan nilai yang bervariatif. Penggunaan pukat cincin yang paling efektif dilakukan pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis), Madidihang (Thunnus albacares) dan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Ikan tersebut cenderung lebih

37

tinggi tertangkap dengan menggunakan alat penangkapan ikan berupa Pukat cincin dikarenakan faktor ukuran ikan yang besar sulit untuk lepas serta lapisan renagng (swimming layer) yang dekat dengan permukaan. Namun pukat cincin kurang efektif di Albacore (Thunnus alalunga) dan Tongkol (Euthynnus affinis) hal ini dimungkinkan kelincahan ikan Albacore (Thunnus alalunga) dan Tongkol (Euthynnus affinis) yang bisa tidak tertangkap, namun dimungkinkan pula

penyebaran kedua ikan tersebut sangat minim dikarenakan faktor eksternal berupa suhu yang membatasi jenis ikan tertentu pada satu tempat tertentu. Rawai tuna cenderung lebih efektif untuk semua jenis ikan tuna kecuali ikan tongkol (Euthynnus affinis) . Hal tersebut dipengaruhi oleh ikan tuna tongkol tidak terlau banyak insitasnya di perarian yang merupakan zona pengelolaan nelayan Indonesia. Rawai Tuna merupakan salah satu alat tangkap yang efektif pula bagi penangkapan ikan tuna. Sehingga ikan tuna tergolong kedalam ikan yang menjadi sasaran alat penangkapan ikan.

Anda mungkin juga menyukai