Anda di halaman 1dari 60

BAB I PENDAHULUAN

11

Latar Belakang. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah nasional yang perlu

mendapat prioritas utama. Karena sangat menentukan Sumber Daya manusia (SDM) pada masa yang akan datang. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), serta lambannya penurunan angka kedua kejadian tersebut, menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun kualitas pelayanan. (http: // www. Jmpk-on-line-net ). Tingginya AKI di Indonesia merupakan permasalahan yang perlu penanganan serius. Untuk AKI terendah, Indonesia berada pada peringkat ke-12 dari 18 negara di Assosiation Of Southeast Asian Nation (ASEAN) dan South East Asian Region (SEARO). Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyatakan bahwa AKI Indonesia pada tahun 2007 sebesar 288 per 100.000 kelahiran hidup. Propinsi Sumatra Barat pada tahun 2007 mencatat jumlah kematian ibu yaitu sebesar 229 per 100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2007) Hasil dari beberapa studi serta pengamatan atas kematian ibu maternal, mengungkapkan bahwa penyebab kematian pada ibu maternal dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung dikaitkan dengan kondisi kesehatan ibu sejak masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Sedangkan penyebab tidak langsung lebih terkait dengan kondisi social, ekonomi, geografis dan perilaku budaya masyarakat. Penyebab utama kematian ibu secara langsung adalah timbulnya perdarahan (28 %), eklamsia (24 %), infeksi (11%) dan komplikasi puerperium (8%). (Depkes RI 2007).

Masa nifas adalah masa pasca persalinan, merupakan masa yang kritis bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam waktu 24 jam pertama. (Ambarwati, 2008). Pada penelitian yang dilakukan di 5 rumah sakit di Indonesia (RSUD Padang Pariaman, RSUD Pesisir Selatan, RSUD Sikka, RSUD Larantika, RSUD Serang) pada tahun 2005, didapatkan bahwa kematian maternal paling banyak ditemukan setelah persalinan yaitu sebesar 83,3 % dan 50 % diantaranya terjadi dalam 24 jam postpartum. (www. Portalkal.ac.id). Data kematian maternal kota Padang Panjang pada tahun 2009 menunjukkan bahwa kematian maternal di kota Padang Panjang yaitu sebanyak 2 orang dari 14.346 kelahiran hidup dan 2 orang diantaranya meninggal pada masa nifas. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi kematian maternal sebanyak 2 orang dan 1 diantaranya meninggal pada masa nifas. Diantara 2 kecamatan yang ada di kota Padang Panjang, kecamatan Padang Panjang Barat tepatnya wilayah kerja Puskesmas Kebun Sikolos merupakan salah satu kecamatan dengan kematian ibu nifas yaitu sebanyak 1 orang. Upaya menurunkan kematian dan kesakitan ibu, menuntut hubungan yang erat antara berbagai tingkat sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya tersebut mencakup upaya pencegahan, deteksi dini komplikasi kehamilan, persalinan yang bersih dan aman serta rujukan yang memadai. (http://Irc-kmpk-ugm.ac.id). Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa persalinan dan nifas. Hal ini disebabkan pertolongan tidak diberikan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan professional. (Depkes RI, 2007). Standar pelayanan kesehatan berguna dalam norma dan tingkat kinerja dan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi dalam menjalankan praktek

kebidanan. (http: // Irc-kmpk-ugm,ac.id). Pada siklus persalinan, focus diarahkan pada aksessebility serta kualitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan. Melalui pertolongan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi yang dimaksud, diharapkan berbagai faktor resiko dalam persalinan seperti perdarahan, eklamsia dan infeksi dapat diatasi dengan benar sehingga tidak menimbulkan kematian maternal. Langkah awal untuk menyakinkan bahwa kualitas pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan telah sesuai dengan standar operasi, dapat dihitung dengan cara menghitung ratio bidan dengan persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan. (Depkes RI). Dari data yang diperoleh dari PWS-KIA kota Padang Panjang tahun 2010, Kebun Sikolos mempunyai cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang lebih rendah dari Puskesmas lain yaitu sebesar 76,61% , berada pada urutan ke-3 dari 4 Puskesmas yang ada di kota Padang Panjang. Hal ini menimbulkan kesenjangan karena ditilik dari ratio jumlah tenaga kesehatan yang ada, wilayah kerja Puskesmas Kebun Sikolos mempunyai jumlah tenaga kesehatan (perawat dan bidan) yang paling besar yaitu sebanyak 38 orang dari 396 perawat dan bidan yang bertugas di kota Padang Panjang. Untuk menerapkan standar dalam setiap pelayanan kebidanan yang diberikan, bidan harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan serta motivasi. Sehingga karakteristik bidan berpengaruh dalam penerapan standar pelayanan kebidanan. Diantara karakteristik yang berhubungan dengan standar pelayanan kebidanan terutama dalam dua jam pertama postpartum antara lain tingkat pendidikan dan lamanya bekerja. Tingkat pendidikan, pendidikan informal, home care akan mempengaruhi kinerja dari bidan. (http//Irc-kmpk.ugm.ac.id).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Ahmad Dani dkk di Puskesmas Tanjung Pinang pada tahun 2006 didapatkan hasil bahwa bidan dengan lama kerja > 20 tahun mempunyai kinerja yang lebih baik baik yaitu sebesar 33,3 % dibandingkan dengan bidan dengan lama kerja < 20 tahun yaitu sebesar 8,3 %. Sedangkan untuk tingkat pendidikan dari hasil penelitian didapatkan kinerja bidan dengan Pendidikan D-I lebih baik yaitu 28,67 % dibandingkan dengan bidan dengan pendidikan D-III yang hanya sebesar 9,52 %, pendidikan informal dan home care turut mempengaruhi. Berdasarkan uraian diataslah penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan pada ibu dalam dua jam postpartum kebidanan ditinjau dari karakteristik bidan di BPS yang ada diwilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos Kota Padang Panjang pada tahun 2010. 12 Rumusan Masalah Bagaimana kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum ditinjau dari karakteristik bidan dibidang praktek swasta (BPS) yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2010. 13 1.31 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2010.

1.32

Tujuan Khusus

1.3.2.1

Diketahuinya distribusi frekuensi kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos.

1.3.2.2

Diketahuinya distribusi frekuensi lama bekerja bidan di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos.

1.3.2.3

Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendidikan bidan di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos.

1.3.2.4

Diketahuinya hubungan lama bekerja bidan dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos.

1.3.2.5

Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan bidan dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos.

14 1.41

Manfaat Penelitian. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang

telah didapatkan dibangku perkuliahan serta menambah pengetahuan terutama yang berhubungan dengan kinerja bidan dalam menerapkan standar pelayanan kebidanan dalam memberikan asuhan terutama asuhan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum.

1.42

Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan bahan masukan bagi pembaca dan bahan penelitian selanjutnya serat dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bahan bacaan di perpustakaan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Ford De Kock. 1.43 Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan tolak ukur atas pelayanan yang diberikan oleh petugas terutama petugas kesehatan yang bertugas di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos dan hasilnya dapat dijadikan pedoman sehingga diharapkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas semakin meningkat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meneliti tentang karakteristik bidan meliputi lama bekerja dan tingkat pendidikan dan pendidikan informal dan homecare sebagai variabel independent dan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan dalam dua jam pertama postpartum sebagai variabel dependent. Objek penelitian adalah bidan praktek swasta (BPS) yang berada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos sebanyak 30 orang. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 20 mei 17 Juni 2011 untuk mengetahui kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam dua jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan. Data dikumpulkan dengan cara melakukan observasi secara langsung dan mengisi daftar cheklist dan kunjungan rumah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 2.1.2

Kinerja Defenisi Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. (Ilyas, 1999). Sedangkan Jhon Witmore dalam Coaching for Performance menyatakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui pencapaian hasil suatu instansi, dihubungkan dengan visi yang diemban sutau organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. (http://www.kinerjaklinik-perawatbidan.or.id). Kemudian Ambar teguh sulistyani ikut mengemukakan pendapatnya mengenai kinerja, ia berpendapat bahwa kinerja adalah kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dengan hasil kerjanya. Maluyu S.P Hasibuan

mengemukakan kinerja ( prestasi kerja ) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

((http://www.kinerjaklinik-perawatbidan.or.id)

2.1.2 2.1.2.1

Penilaian Kinerja Defenisi Penilaian Kinerja.

Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrument penilaian kerja. Pada hakikatnya, penilaiain kerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kerja ini membantu pengambilan keputusan bagian personalia dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka. (Ilyas : 1999). Sedangkan menurut Hall (1986) dalam Ilyas penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dalam organisasi. Penilaian kerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan factor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sunber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinemika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. (http://www.kinerjaklinik-perawatbidan.or.id) Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah selesai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumya. Dengan melakukan penilaian demikian, seorang pemimpin akan menggunakan uraian pekerjaan sebagai tolok ukur. Bila pelaksanaan pekerjaan sesuai atau melebihi pekerjaan, berarti pekerjaan itu berhasil dengan baik. Bila dibawah uraian pekerjaan, berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang. 2.1.2.2 Faktor Faktor Penilaian Kinerja.

Menurut Ilyas (1999) penilaian kinerja mencakup factor factor antara lain : (1) Pengamatan Merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem

pekerjaan. (2) Ukuran. Dipakai untuk mengukur prestasi kerja seseorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut. (3) Pengembangan. Bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. 2.1.2.3 Tujuan Penilaian Kinerja.

Menurut Ilyas (1999) mengemukakan bahwa penilaian pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama : (1) Penilaian Kemampuan Personel. Merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektif menajeman sumber daya manusia. (2) Pengembangan Personel. Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembnagan personel seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian terminasi. Sedangkan Agus dharma (2004:350) mengemukakan bahwa tujuan utama dari penilaian kinerja adalah : (1) Untuk mengukur tanggung jawab karyawan. (2) Sebagai dasar untuk peningkatan dan pengembangan karyawan. 2.1.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja.

Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja

PERILAKU INDIVIDU PSIKOLOGI VARIABEL INDIVIDU Persepsi ampuan dan keterampilan (Apa yang dikerjakan) Sikap. ental Kepribadian ik Kinerja Belajar r belakang motivasi eluarga (Hasil yang mempengaruhi kinerja personel antara lain : diharapkan) yang akhirnya akan ngkat social ngalaman mografis. 2.1.3.1 Variabel Individu mur nis Variable individu dikelompokkan pada sub- variable nis kelamin

kemempuan dan

keterampilan (factor urama yang mempenharuhi perilaku dan kinerja individu), latar belakang serta demografis yang menurut Gibson (1987) mempunyai efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. 2.1.3.2 Variabel Psikologik.

Variable ini terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variable ini menurut Gibson, banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat social, pengalaman kerja sebelumnya dan variable demografis. Vaktor psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang sulit diukur. 2.1.3.3 Variabel Organisasi.

Menurut Gibson (1897) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variable ini dogolongkan kepada sub-variabel somber daya alam, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kopelman (1986) mengemukakan sub-variable imbalan akan brpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu. Diagram skematis yang mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson.

VARIABEL ORGANISASI Sumber daya Kepemimpinan Imbalan Struktur Disiplin pekerjaan Supervise kontrol

Sumber : Gibson dalam Ilyas (1999). 2.1.4 Kinerja Bidan.

Kinerja bidan adalah penampilan hasil kerja bidan sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral dan etik. (Ulvi Mariati, 2006) Tujuan dari pegukuran kinerja bidan adalah untuk mengidentifikasikan ranah yang kuat dan memerlukan perbaikan. Penentuan sebab-sebab masalah kinerja penting dilakukan guna memperbaikinya. Masalah-masalah itu berkaitan dengan kekurangan dalam pekerjaan atau kekurangan umum dalam keahlian dan sikap terhadap pekerjaan. (Ulvi Mariati, 2006) 2.1.5 2.1.5.1 Karakteristik Bidan Lama Bekerja Lama bekerja merupakan periode waktu yang ditempuh seseorang untuk mengabdi di suatu instansi sesuai dengan keahlian dari masing-masing individu. Lamanya seseorang bekerja tergantung dengan cara berinteraksi dengan lingkungan kerjanya baik dengan atasan maupun dengan teman sejawat. Kecakapan dan kemampuan bidan, disamping bergantung dengan keterampilan dan pendidikan juga

11

bergantung pada pengalaman yang telah diperoleh dari lamanya bekerja. Mariati, 2006)

(Ulvi

Pengalaman adalah guru yang terbaik, mengajarkan kita tentang apa yang telah kita lakukan, baik itu pengalaman baik ataupun buruk sehingga kita dapat memetik hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman yang didapatkan dan semakin banyak kasus yang ditangani maka akan membuat seorang bidan mahir dan terampil dalam menyelesaikan pekerjaannya. ( http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id) Menurut Ulvi Mariati dalam Neneng 2007, mengatakan bahwa pengalaman kerja turut menentuakn bagaimana bidan bekerja dalam melaksanakan fungsinya seharihari. Semakin lama bidan bekerja semakin terampil dan berpengalaman dalam menghadapi masalah. Penelitian Ulvi Mariati dalam Neneng 2007 dilaporkan ada perbedaan yang nyata antara kinerja bidan yang memiliki masa kerja diatas 5 tahun dengan bidan yang memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun. (Neneng. 2007). 2.1.5.2 Tingkat Pendidikan.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dibutuhkan untuk pengembangan diri, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat memeiliki pengetahuan yang tinggi pula. Sedangkan pada orang yang berpendidikan rendah lebih banyak menyerah pada sifat pasrah dan menyerah pada keadaan tanpa ada dorongan untuk memperbaiki nasibnya. Tingkat pendidikan hanya menentukan status sosial di lingkungan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin dihormati dan dihargai dilingkungan masyarakat. Tidak demikian dengan bidan, bidan dengan tingkat pendidikan tinggi tidak menjamin peningkatan kinerja bidan. Semua itu bergantung pada individu yang bersangkutan apakah ia dapat berinteraksi dengan

masyarakat atau tidak.( http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id) Tingkat pendidikan merupakan suatu bentuk kemampuan intelektual dalam memecahkan masalah, berfikir kritis dalam pengambilan keputusan. Seorang bidan akan meningkatkan keprofesionalannya melalui pendidikan dan pelatihan. Pilihan pendidikan bagi bidan hanya mencakup D-I, D-III dan DIV. Tapi pada tahun 2008 yang lalu telah dibuka S1 kebidanan pertama di Indonesia yang dibuka oleh Universitas Airlangga Surabaya. Menurut Ulvi Mariati dalam Neneng 2007, menyatakan bahwa tingkat pendidikan bidan D-III lebih tinggi dari pada pendidikan D-I. (Neneng, 2007) 2.1.5.3 Hubungan lama bekerja dengan kinerja bidan

Masa kerja adalah rentang waktu yang di tempuh seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya,selama waktu itulah banyak pengalaman dan pelajaran yang dijumpai sehingga sudah mengerti apa keinginan dan harapan pasien.Hasil wawancara dengan pimpinan puskesmas Sei Jang dan Batu 10 mengatakan bahwa kepercayaan masyarakat lebih cenderung kepada bidan yang telah la bekerja,mereka menganggap bidan tersebut sudah memiliki pengalaman yang banyak sehingga masa kerja mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.(http://www.lrc-kmkp.ugm.ac.id). Bahar (1991) dalam Ulvi Mariati mengungkapkan bahwa masa kerja (pengalaman),berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberian pelayanan,dimana pengalaman bidan dalam melakukan pekerjaan nya merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan tugas yang diembannya.Jika bidan mengatakan apa yang dikerjakan penting dan pengalaman yang dimilikinya dapat menunjang

pekerjaannya,lebih besar kemungkinan merasa berprestasi dalam pekerjaan yang di lakukannya sehingga akan berpengaruh terhadap kinerja bidan tersebut.(Ulvi

13

Mariati,2006) 2.1.5.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Bidan

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dibutuhkan untuk mengembangkan diri,dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat melihat pengetahuan yang tinggi pula.Pendidikan juga merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan,dengan later belakang pendidikan pula seseorang dianggap mampu menduduki suatu jabatan tertentu. Faktor penentu kinerja bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.Tingkat kemampuan intelektual yang dimiliki bidan dicapai melalui jenjang pendidikan yang ditempuh.Sunyoto (1996) mengatakan bahwa pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan Mariati,2006). 2.2 2.2.1 Masa Nifas (Puerperium). Defenisi Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini kirakira 6-8 minggu (Ambarwati, dkk : 2008) Periode pasca partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir dari periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wpada kondisi tidak hamil (Helen varney : 2008). Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah pertus selesai, dan berakhir kira-kira setekah 6 minggu. Akan tetapi genitalia bary akan pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dlam waktu 3 bulan. (Sarwono : 2005) mempunyai dampak paling langsung terhadap kinerja.(Ulvi

2.2.2

Tujuan Asuhan Masa Nifas.

Asuhan masa nifas diberlakukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis bagi ibu dan bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama. (Ambarwati, dkk : 2008). Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60 % kematian BBL (bayi baru lahir terjabdi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan yang ketat dan asuhan pada ibu dan bayi mencegah beberapa kematian ini.(Ambarwati,dkk : 2008) Tujuan asuhan pada masa nifas terbagi dua : 2.2.2.1 Tujuan Umum. Membantu ibu dan pasangannya serta keluarga dalam masa transisi mengasuh anak. 2.2.2.2 Tujuan Khusus. (1)Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun mentalnya. (2)Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, awal pada masa nifas dapat

mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya. (3)Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan perawatan bayi sehat. (4)Memberikan pelyanan keluarga berencana. 2.2.3 Peranan dan Tanggung jawab Bidan dalam Masa Nifas.

Peranan dan tanggungjawab bidan dalam masa nifas antara lain : 2.2.6.1 Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan. 2.2.6.2 Memberika konseling untuk ibu dan keluarganya mengenail cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,menjaga gizi yang

15

baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman. 2.2.6.3 Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi. 2.2.6.4 Memulai dan mendorong pemberian ASI. Waktu yang diperlukan untuk sehat dan pulih sempurna terutama bila selama hamil dan persalinan memiliki komplikasi. Waktu yang diperlukan sehat bias berminggu-minggu,berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. 2.2.4 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas

2.2.6.1 Perubahan Sistem Reproduksi 1) Involusi Involusi adalah suatu proses pengerutan uterus dimana uterus kembali kebentuk semula sebelum hamil dengan berat sebesar 60 gram. Dimulai pada saat plasenta lahir, karena adanya kontraksi dari otot-otot rahim. Pada akhir kala III uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bagian umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Involusi uterus dari luar dapat diamati dengan melakukan pemerikaan tinggi fundus uteri dengan cara : 1. Segera setelah persalinan, tinggi fundus ueri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di bawah pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari. 2. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm di bawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri yaitu pertengahan pusat dengan sympisis dan pada

hari kesepuluh fundus uteri tidak teraba lagi. Bila terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan sub involusi. Bisa disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjutan (postpartum hemorrage) 2) Lochea Lochea adalah ekresi cairan rahin selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa plasenta desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Proses keluarnya darah lochea mempunyai 4 tahapan : 1. Lochea rubra muncul pada hari 1-4 masa postpartum. Cairan yang keluar berisi darah segar, jaringan sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium. 2. Lochea sanguinolenta cairan yang keluar bewarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung pada hari ke 4 sampai ke 7 postpartum. 3. Lochea serosa bewarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan

robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 714 postpartum. 4. Lochea alba mengandung sel leukosit,sel epitel, sel desidua dan serabut jaringan yang mati. Lochea ini berlangsung selama 2- 6 minggu postpartum. 3) Serviks

17

Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks sendiri merah kehitaman karena mengandung pembuluh darah.konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau robekan kecil. Bentuknyas eperti cirong karena disebabkan oleh corpus uteri yang mengadakan kontraksi. Muara servik yang bersilatasi 10 cm pada waktu persalinan , menutup secara perlahan. Setelah bayi lahir yangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks menutup. 4) Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan dan peregangan selama persalinan dan akan kembali secara bertahap selama 6-8 minggu postpartum penururnan hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke- 4. 2.2.6.2 Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya setelah persalinan ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan. Karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapatkan tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran yang

berlebihan pada waktu persalinan menyebabkan ibu mengalami dehidrasi, kurang makan, haemoroid dan laserasi jalan lahir. Berikan makanan yang mengandung serat dan asupan cairan yang cukup. 2.2.6.3 Perubahan Sistem Perkemihan Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena spingter uretra tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus spincter ani elma persalinan, juga karena adanya oedema kandug kemih yang terjadi selama persalinan.dilatasi reter dan pyleum biasanya kembali dalam masa 2

minggu. 2.2.6.4 Perubahan Sistem Muscoskeletal Ligamen, fasia dan diafragma pelvis meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-nagsur menjadi ciut dan pulih kembali seperti sedia kala,sehingga perubahan uterus menjadi retrosfleksi jarang terjadi. Stabilisasi sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. 2.2.6.5 Perubahan Tanda Vital.

1) Suhu Badan. 24 jam pertama suhu badan akan naik sedikit (37,5-38C) sebagai akibat kerja keras tubuh selama proses melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan sudah normal maka suhu badan akan kembali ke keadaan seperti biasa. Pada hari ketiga maka suhu badan akan naik lagi karena ada proses pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, dan apabila payudara berwarna merah dan kenaikan suhu yang tidak wajar kemugkinan terjadinya infeksi pada ibu. 2) Nadi. Setelah persalinan denyut nadi menjadi lebih cepat dari biasanya. Apabila denyut nadi lebih dari 100 kali/menit maka kemungkinan terjadinya infeksi pada ibu atau adanya perdarahan pospartum sekunder. 3) Tekanan Darah. Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan menurun setelah bersalin karena adanya perdarahan. tekanan darah tinggi setelah peralinan menandakan terjadinya pre-eklamsia postpartum.

19

4) Pernafasan Pernafasan selalu berhubungan dengan denyut nadi dan suhu. Apabila denyut nadi dan suhu normal biasanya pernafasan juga akan mengikutinya kecuali adanya gangguan khusus pada saluran pernafasan. 2.2.6.6 Perubahan Sistem Kardiovaskuler Pada masa persalinan tubuh kehilangan darah sebanyak 300-400 cc. terjadi perubahan dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada proses persalinan pervaginam hemokonsentrasi akan naik dan pada seksio sesarea cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Setelah melahirkan stunt akan hilang dengan tiba-tiba dan volume darah ibu cenderung lebih bertambah, kondisi ini akan menimbulkan kompensasi kordis pada penderita vitum cordis. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke tiga sampai hari kelima postpartum. 2.2.6.7 Perubahan Hematologi Pada hari pertama pospartum kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tapi darah lebih mengental dengan adanya peningkatan viskositas sehingga menigkatkan faktor pembekuan darah. Jumlah leukosit mencapai 15.000 dan kan tetap seperti itu selama beberapa hari pospartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih dapat naik lagi apabila terjadi infeksi yang patologis pada ibu. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum danakan kembali normal pada 4-5 minggu pospartum. 2.2.5 2.2.6.1 Kebutuhan Dasar ibu Masa Nifas. Gizi.

Nutrisi atau gizi adalah zat yang sangat diperlukan tubuh untuk metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25 %. Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadanagan dalam tubuh, proses memproduksi ASI serta sebagian ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dn perkembangan. (Ambarwati ,dkk : 2008 ).

2.2.6.2

Ambulasi Dini. Disebut juga early ambulation yaitu kebijakan untuk selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam setelah melahirkan. Keuntungan early ambulation :

(1) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat. (2) Faal usus dan kendung kencung lebih baik. (3) Lebih memungkinkan untuk memberikan pengajaran kepada ibu mengenai cara-cara merawat dan memlihsrs anaknya, dll selama ibu masih dalam masa perawatan. 2.2.6.3 Eliminasi. (1) Miksi. Miksi disebut normal bila buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan buang air kecul sendiri, apabila mengalami kesulitan maka dapat dirangsang degan mengalirkan air kran didekat klien atau mengompres air hangat didekat simpisis. (2) Defekasi Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar. Apabila ibu masih

21

belum bisa buang air besar maka dapat diberikan laskan suposituria dan minum air hangat. 2.2.6.4 Kebersihan Diri. Mandi ditempat tidur dapat dilakukan apabila ibu belum dapat mandi sendiri kekamar mandi. Tempat yang perlu dijaga kebersihannya terutama mamae dan perineum. (1) Perawatan Perineum Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil [erineum harus dibersihkan secara rutin. Carannya dibersihkan dengan sabun lembut minimal sekali sehari. Untuk mencegah infeksi ibu harus menukar pembalut paling sedikit 4 kali dalam sehari. (2) Perawatan Payudara. 1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama putting susu dengan menggunakan BH yang dapat menyokong payudara. 2) Apabila puting susu lecet maka oleskan kolostrum atau ASI yang keluar disekitar putting susu setiap selesai menyusui. 3) Apabila lecet sangat berat maka proses menuyusui dapat dihentikan selama 24 jam, ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. 4) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat diberikan paracetamol 1 tablet setiap 4-6 jam. 2.2.6.5 Istirahat. Istirahat setelah melahirkan merupakan hal yang sangat diperlukan dan penting oleh seorang ibu yang baru habis besalin. Karena ibu telah kehilangan banyak tenaga. Kurang istirahat akan mempengaruhi dalam

proses

involusi

uterus,

mengurangi

jumlah

dan

produksi

ASI,

memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. 2.2.6.6 Seksual. Apabila perdarahan telah berhenti dan luka episiotomi telah sembuh maka koitus dapat dilakukan pada 3-4 minggu postpartum. Hasrat seksual akan berkurang pada bulan pertama. Secara fisik aman melakukan hubungsm suami istri pada saat darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. 2.2.6.7 Latihan Senam Nifas. Hal uang paling penting bagi ibu adalah agar senam-senma tersebut dilaksanakan secara perlahan-lahan dan semakin lama semakin sering. Dapat dimulai dari latihan yang ringan yaitu senam kegel. Segera lakukan senam kegel pada hari-hari pertama postpartum, walaupun sedikit sulit tapi anjurkan ibu untuk selalu mencobanya. 2.2.6.8 Keluarga Berencana. Anjurkan ibu dan suami untuk segera merencanakan pelaksanaan keluarga berencana. Petugas kesehatan dapat membantu memberikan masukan dan penjelasan mengenai metoda KB yang cocok bagi ibu dengan meminta pertimbangan langsung dari suami. 2.2.6 Komplikasi-Komplikasi Pada Masa Nifas.

2.2.6.1 Morbiditas Puerperal. Yaitu suhu >= 37,8 C terjadi pada 2 dari 10 hari postpartum, tidak termasuk 24 jam pertama, dukur lewat mulut sedikitnya 4 kali sehari. 2.2.6.2 Infeksi Puerperal.

23

Faktor predisposisi : (1) Waktu persalinan yang lama. Teruutama disertai ketuban pecah dini. (2) Pecahnya ketuban berlangsung lama. (3) Vt yang terlalul sering. (4) Teknik aseptic yang tidak dipenuhi. (5) Tidak mencuci tangan dewngan benar. (6) Manipulasi uterus. (7) Trauma jaringan yang luas, luka terbuka atau devitalisasi jarungan. (8) Hematoma. (9) Kelahiran secara bedah. (10)Perawatan perineum yang tidak tepat.

Tanda dan gejala umum : (1) Peningktan suhu. (2) Takikardi. (3) Nyeri. 2.2.6.3 Endometritis Tanda dan gejala : (1) Takikardi, 100-140 bpm. (2) Suhu 38-40 C. (3) Mengigil. (4) Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral. (5) Sub involusi (6) Distensi abdoment.

(7) Lokhea sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau busuk, mengandung darah, dan seroporulen. (8) Jumlah sel darah putih meningkat. 2.2.6.4 Mastitis Tanda dan gejala : (1) Demam tahap ringan. (2) Nyeri sedang pada salah satu kuadran payudara, mengalami eksaserbasi pada saat dirawat. (3) Gejala mirip flu. (4) Suhu meningkat dengan cepat mencapai 39,5 40 C. (5) Denyut nadi meningkat. (6) Mengigil, malaise, sakit kepala. (7) Daerah payudara menjadi merah, tegang, nyeri, disertai benjolan yang keras. 2.2.6.8 Abses Payudara. Tanda dan gejala : (1) Pus. (2) Demam remitten disertai mengigil. (3) Payudara bengkak dan nyeri. 2.2.6.6 Tromboplebitis. 1) Tromboplebitis superficial. Tanda dan gejala : (1) Sedikit peningkatan pada nadi dan suhu. (2) Nyeri pada tungkai. (3) Panas pada derah setempat. (4) Kemerahan dan nyeri tekan.

25

2)Tromboflebitis vena dalam. Tanda dan gejala : (1) Demam tinggi, takikardi, mengigil. (2) Awitan nyeri berat pada tungkai yang mendadak. (3) Edema pergelangan kaki, tungakai dan paha. (4) Tanda homan positif. 2.2.6.7 Sub Involusi. Tanda dan gejala : (1) Uterus yang lunak dengan perlambatan atau tidak adaya penurunan tinggi fundus uteri. (2) Warna lokhea merah kecoklatan persisten, atau berkembang lambat selama tahaptahap rabas lokia diikuti perdarahan intermitten.(Helen varney : 2002) 2.2.7 Asuhan Kebidanan Masa Nifas.

Peranan bidan dalam memberikan asuhan masa nifas adalah memberikan asuhan yang konsisten, ramah dan memberikan dukungan pada setiap ibu dalam proses penyembuhan dari stress fisik akibat persalinan dan meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam merawat bayinya. Dalam proses penyesuaian ini, dituntut kontribusi bidan dalam melaksanakan kompetensi, keterampilan dan sensitivitas terhadap kebutuhan dan harapan ibu serta keluarga. (Ambarwati : 2008). Asuhan kebidanan merupakan suatu penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kebidanan pada pasien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan, ibu pada masa hamil, nifas dan bayi baru lahir serta keluarga berencana. (Depkes RI, 1999). 2.3 Standar Pelayanan Pada masa Nifas ( Penanganan Pada 2 Jam Pertama Potspartum)

Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan kebidanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses dan hasil dari pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Dengan adanya standar pelayanan yang diperoleh, maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan pelayanan. 2.3.1 Tujuan Mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama persalinan kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu dan bayi. Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi paling sedikit selama dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dapat mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu memulai pemberian ASI. Hasil : 2.3.1.1 2.3.1.2 2.3.1.3 2.3.1.4 2.3.2 Kompikasi segera dideteksi dan dirujuk. Penururnan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir. Penurunan kematian karena perdarahan pasca persalinan primer Pemberian ASI dimulai saat setelah persalinan(IMD). Prasyarat setelah

2.3.2.1 Ibu dan bayi dijaga oleh bidan terlatih selama dua jam pertama persalinan dan jika mungkin bayi tetap bersama ibu.

2.3.2.2 Bidan terlatih dan terampil dapat memberikan perawatan pada ibu dan bayi segera setelah persalinan, termasuk keterampilan pertolongan pertama keadaan gawat darurat.

27

2.3.2.3 Ibu didukung/ dianjurkan untuk menyusui dengan ASI dan memberikan kolostrum. 2.3.2.1 Tersedia alat perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan yaitu

air bersih, sabun dan handuk/ kain bersih untuk menyelimuti bayi, pembalut wanita yang bersih, pakaian bersih dan kering untuk ibu, sarung atau kain kering bersih untuk alas ibu, kain/ sellimut yang kering untuk menyelimuti ibu, sarung tangan DTT, tensimeter air raksa, stetoskop dan thermometer. 2.3.2.2 Tersedianya obat-obatan oksitosika, obat lain yang diperlukan dan tempat penyimpanan yang memadai. 2.3.2.3 Adanya sarana pencatatan seperti partograf, kartu ibu, kartu bayi, buku KIA. 2.3.2.4 System rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetric dan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif. 2.3.3 Proses.

Bidan harus ; 2.3.3.1 Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan pada ibu dan bayi baru lahir. Menggunakan sarung tangan bersih pada saat melakukan dengan darah atau cairan tubuh. 2.3.3.2 Mendiskusikan semua pelayanan yang diberikan kepada ibu dan bayi dengan ibu, suami dan keluarganya. 2.3.3.3 Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi, letakkan diperut ibu, dan segera keringkan bayi dengan selimut yang bersih dan hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi dengan handuk yang bersih dan hangat. Bila bayi bernafas/ menangis tanpa kesulitan, dukung ibu untuk memeluk bayinya. Dan jika bayi kesulitan dalam bernafas maka lihat standar 24.

2.3.3.4 Sangat penting untuk menilai keadaan ibu beberapa kali selama dua jam pertama setelah persalinan. Berada bersama ibu dan lakukan pemeriksaan ini, jangan pernah meninggalkan ibu sendirian paling sedikit dua jam setelah persalinan dan kondisi ibu stabil. Lakukan penetalaksanaan yang tepat, siapkan rujukan jika diperlukan. 1) Melakukan penilaian dan masase fundus uteri setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah persalinan, kemudian setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan.pada saat melakukan masase uterus, perhatikan berapa banyak darah yang keluar dari vagina. Jika fundus tidak teraba keras, terus lakukan masase pada daerah fundus agar uterus berkontraksi. Perikasa jumlah perdarahan yang keluar dari vagina. Periksa perineum ibu apakah membengkak, hematoma, dan berdarah dari tempat perlukaan yang sudah dijahit setiap kali memeriksa perdarahan fundus dan vagina. 2) Jika terjadi perdarahan, segera lakukan tindakan sesuai dengan standar berbahaya jika terlambat bertindak. 3) Periksa tekanan darah dan nadi ibu setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah persalinan dan kemudian setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan.bila kandung kemih penuh dan meregang, mintalah ibu untuk BAK dan jangan memasang kateter kecuali ibu tidak dapat memasangnya sendiri (retensi urine dapat menyebabkan perdarahan uterus.). mintalah ibu untuk buang air kecil dalam 2 jam pertama sesudah melahirkan. 4) Periksa suhu tubuh ibu sesudah beberapa saat setelah persalinan dan sekali lagi satu jam setelah peesalinan. Jika suhu tubuh ibu > 38 C, minta ibu untuk minum 1 liter cairan, jika suhu tubuh ibu tetap > 38C segera rujuk ibu ke pusat rujukan terdekat (jika mungkin berikan IV RL dan berikan ibu 1 gr

29

amoksilin dan ampisilin peroral). 2.3.3.5 Secepatnya bantu ibu agar dapat menyusui. Atur posisi bayi agar dapat melekat dan menghisap dengan benar. (semua ibu membutuhkan

pertolongan untuk mengatur posisis bayi, baik untuk ibu yang pertama kali menyusui maupun ibu yang telah pernah menyusui). 2.3.3.6 Penggunaan gurita atau stagen dapt ditunda hingga dua jam setelah melahirkan.kontraksai uterus dan jumlah perdarahan harus dinilai, dan jika ibu menggunakan gurita atau stagen maka hal ini sulit dilakukan. 2.3.3.7 2.3.3.8 Lihat standar 13 untuk peristiwa bayi baru lahir. Bila bayi tidak memperlihatkan tanda-tanda kehidupan setelah dilakukan resusitasi, maka beritahu orang tua bayi apa yang terjadi. Berikan penjelasan secara sederhana dan jujur. Biarkan mereka melihat atau memeluk bayi mereka. Berlakulah bijaksana dan penuh perhatian. Biarkan orang tua melakukan upacara untuk bayi yang meninggal sesuai dengan adat istiadat dan kepercayaan mereka. Setelah orang tua bayi tenang, bantulah mereka dan perlakukan lah bayi dengan baik dan penuh penertian terhadap kesedihan mereka. 2.3.3.9 Bantu ibu membersihkan dirinya dan mengganti pakaian, ingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan tubuh dan mengganti kain pembalut seara teratur, berikan penjelasan-penjelasan mengenai perubahan-perubahan pasca persalinan. 2.3.3.10 Catat semua temuan dan tindakan dengan lengkap dan seksama pada pertograf, kartu ibu dan kartu bayi. 2.3.3.11Sebelum meninggalkan ibu, bahaslah semua bahaya potensial dan tandatandanya dengan suami dan keluarga. Bahaya potensial dan tanda-

tandanya : (1) Ibu megalami perdarahan berat. (2) Mengeluarkan gumpalan darah. (3) Pusing. (4) Lemah yang berlebihan. (5) Suhu ibu > 38C. (6) Susu bayi , 36C atau > 37,5C. (7) Bayi tidak mau menyusu. (8) Bayi tidak mengeluarkan urine atau mekonium dalam 24 jam pertama. 2.3.3.12 Pastikan bahwa ibu dan keluarganya mengetahui bagaimana dan harus meminta pertolongan 2.3.3.13 Jangan meninggalkan ibu dan bayi sampai mereka berada dalam keadaan baik dan semua catatan lengkap. Jika ada hal yang mengkhawatirkan pada ibu atau janin, lakukan rujukan ke puskesmas atau rumah sakit.(IBI : 2006) 2.4 kapan

Home Care / Perawatan Kesehatan di Rumah

2.4.1 Pengertian Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari perawatan jangka panjang (Long term care) yang dapat diberikan oleh tenaga profesional maupun non profesional yang telah mendapatkan pelatihan. Perawatan kesehatan di rumah yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan adalah suatu komponen rentang pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan serta

memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien 31

individual dan keluarga, direncanakan, dikoordinasi dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi home care melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian atau kombinasi dari keduanya (Warhola C, 1980). Sherwen (1991) mendefinisikan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian integral dari pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi. Sedangkan Stuart (1998) menjabarkan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian dari proses keperawatan di rumah sakit, yang merupakan kelanjutan dari rencana pemulangan (discharge planning), bagi klien yang sudah waktunya pulang dari rumah sakit. Perawatan di rumah ini biasanya dilakukan oleh perawat dari rumah sakit semula, dilaksanakan oleh perawat komunitas dimana klien berada, atau dilaksanakan oleh tim khusus yang menangani perawatan di rumah. Menurut American of Nurses Association (ANA) tahun 1992 pelayanan keseatan di rumah adalah perpaduan perawatan kesehatan masyarakat dan ketrampilan teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari perawat komunitas, perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat maternitas dan perawat medikal bedah. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan perawatan kesehatan di rumah adalah: Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan klien dan keluarganya, Pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal klien dengan melibatkan klien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan pelayanan,

Pelayanan dikelola oleh suatu unit/sarana/institusi baik aspek administrasi maupun aspek pelayanan dengan mengkoordinir berbagai kategori tenaga profesional dibantu tenaga non profesional, di bidang kesehatan maupun non kesehatan (Depkes, 2002). Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder dan tersier yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerjasama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Perawatan kesehatan di rumah adalah spektrum kesehatan yang luas dari pelayanan sosial yang ditawarkan pada lingkungan rumah untuk memulihkan ketidakmampuan dan membantu klien yang menderita penyakit kronis (NAHC, 1994). Menurut Departemen Kesehatan (2002) menyebutkan bahwa home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau

memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit. Pelayanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluarga yang direncanakan dan dikoordinasi oleh pemberi pelayanan melalui staf yang diatur berdasarkan perjanjian bersama. Sedangkan menurut Neis dan Mc Ewen (2001) menyatakan home health care adalah sistem dimana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di rumah kepada orang-orang yang cacat atau orang-orang yang harus tinggal di rumah karena kondisi kesehatannya. 2.4.2 Tujuan home care Tujuan umum dari pelayanan home care adalah untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian, dan meminimalkan akibat dari penyakit untuk mencapai kemampuan individu secara optimal selama mungkin yang dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan sedangkan

33

tujuan khusus dari pelayanan home care adalah: meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, mengurangi frekuensi hospitalisasi, meningkatkan efisiensi waktu, biaya, tenaga, dan pikiran.

2.4.3 Manfaat pelayanan home care Berbagai keuntungan dari pelayanan home care bagi klien menurut Setyawati (2004) antara lain: 1) Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprehensif 2) Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di bawah naungan legal dan etik keperawatan 3) Kebutuhan klien akan dapat terpenuhi sehingga klien akan lebih nyaman dan puas dengan asuhan keperawatan yang professional 2.4.4 Ruang lingkup pelayanan home care Menurut Nuryandari (2004) menyebutkan ruang lingkup pelayanan home care adalah: pelayanan medik; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan terapeutik; pelayanan rehabilitasi medik dan keterapian fisik; pelayanan informasi dan rujukan; pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kesehatan; higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan; pelayanan perbantuan untuk kegiatan sosial. 2.4.5 Bentuk pelayanan home care Berbagai bentuk pelayanan home care yang dapat dilakukan di rumah. Tindakan tersebut antara lain: pengukuran tanda-tanda vital; pemasangan atau penggantian selang lambung (NGT); pemasangan atau penggantian kateter; pemasangan atau penggantian tube pernafasan; perawatan luka dekubitus atau ulcer dan jenis luka lainnya; penghisapan lendir dengan atau tanpa mesin; pemasangan

peralatan oksigen; penyuntikan (IM, IV, Sub kutan); pemasangan atau penggantian infus; pengambilan preparat laboratorium (urin, darah, tinja, dll); pemberian huknah; perawatan kebersihan diri (mandi, keramas, dll); latihan atau exercise, fisioterapi, terapi wicara, dan pelayanan terapi lainnya; transportasi klien; pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perawatan kesehatan; konseling pada kasus-kasus khusus; konsultasi melalui telepon; memfasilitasi untuk konsultasi ke dokter; menyiapkan menu makanan; menyiapkan dan membersihkan tempat tidur; memfasilitasi terhadap kegiatan sosial atau mendampingi; memfasilitasi perbaikan sarana atau kondisi kamar atau rumah. 2.4.6 Pemberi pelayanan home care Pelayanan kesehatan ini diberikan oleh para professional yang tergabung dalam tim home care. Menurut Setyawati (2004) tim home care tersebut antara lain: 1) Kelompok profesional kesehatan, termasuk di dalamya adalah ners atau perawat profesional, dokter, fisioterapis, ahli terapi kerja, ahli terapi wicara, ahli gizi, ahli radiologi, laboratorium, dan psikolog. 2) Kelompok profesional non kesehatan, yaitu pegawai sosial dan rohaniawan atau ahli agama. 3) Kelompok non profesional, yaitu nurse assistant yang bertugas sebagai pembantu yang menunggu untuk melayani kebutuhan atau aktivitas sehari-hari dari klien. Kelompok ini bekerja di bawah pengawasan dan petunjuk dari perawat. Sedangkan menurut Allender (1997) pemberi pelayanan dalam home health care meliputi: 1) pelayanan keperawatan dapat diberikan oleh registered nurse, perawat vokasional, pembantu dalam home health yang disupervisi oleh perawat; 2) suplemental therapiest meliputi terapi fisik, terapi wicara, terapi okupasional, dan terapi rekreasi; 3) pelayanan pekerja social

35

2.5

Pendidikan informal Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.. Adapun ciri-ciri proses pendidikan dalam keluarga yang berfungsi

bagi perkembangan anak adalah sebagai berikut : a) Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu dan tempat. Artinya,proses pendidikan yang dilakukan dalam pendidikan informal tidak menentukan kapan dan di mana proses belajar itu. b) Proses pendidikan dapat berlangsung tanpa adanya guru dan murid,atau sebaliknya, proses belajar social atau sosialisasi berlangsung antara

anggota yang satu dengan anggota yang lain, tanpa ditentukan siapa yang menjadi guru dan siapa yang menjadi murid. Namun demikian, proses belajar sosial atau sosialisasi akan dilakukan oleh orang tua, saudara, dan kerabat dekatnya. Dengan demikian, pendidikan ini sifatnya alami sesuai dengan kondisi apa adanya. c) Proses pendidikan dapat berlangsung tanpa adanya jenjang dan

kelanjutan studi, proses pendidikan dalam pendidikan adanya jenjang yang menentukan untuk dapat

informal tidak

melanjutkan kejenjang

yang lebih tinggi. Karena sifatnya yang informal itulah, maka hasil dari proses pendidikan dalam keluarga dapat terlihat dari kualitas diri atau kepribadian anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari. d) Proses dapat berlangsung antar-anggota keluarga, proses pendidikan ini berlangsung dari orang tua, saudara, paman, bibi atau kerabat terdekat

dalam keluarga. Dengan demikian, tidak

mengenal persyaratan usia,

fisik, mental, tidak ada kurikulum, jadwal, metodologi, dan evaluasi

2.6 Kerangka Teori Kerangka Konsep Banyak variabel yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang, namun pada penelitian ini penulis hanya mengambil empat variabel yaitu Lama bekerja dan Tingkat pendidikan,Pendidikan Informal,Home care sebagai variabel independent dan Kinerja Bidan dalam Penerapan SPK sebagai variabel dependent.

Kerangka Konsep Penelitian Kinerja Bidan dalam Penerapan Standar Pelayanan Kebidanan pada Ibu dalam 2 Jam Pertama PP Ditinjau dari Karakteristik Bidan di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011 2.7 No 1. Defenisi Operasional Defenisi Alat ukur operasional Kinerja bidan Hasil kerja Chek-list dalam bidan dalam penerapan memberikan standar pelayanan pelayanan pada ibu kebidanan pada dalam 2 jam ibu dalam 2 pertama post jam partum. postpartum. Lama bekerja Variabel Cara ukur Observasi Hasil ukur Skala

1 = baik Ordinal (75%) 2= kurang 75 %) (<

2.

Waktu yang Kuesioner wawancara 1= baik Ordinal telah jika lama dihabiskan bekerja 5 bidan untuk tahun. bekerja sebagai bidan 2= kurang praktek jika lama

37

swasta. 3. Tingkat pendidikan Pendidikan atau ijazah terakhir bidan di BPS yang ada di wilayah kerja puskesmas Pelatihan yg di dpt bidan BPS

4.

Pendidikan informal

5.

Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan rumah pada masa nifas

bekerja < 5 tahun. Kuesioner wawancara 1= baik jika tingkat pendidikan D III 2= kurang jika tingkat pendidikan DI 1= baik Kuesioner wawancara jika mendapat pelatihan 2= kurang jika tidak mendapatk an pelatihan Kuesioner wawancara 1=sehat bila dilakukan kunjungan rumah 2=tak sehat bila tidak dilakukan kunjungan rumah

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

2.8

Hipotesis

Ha : Ada hubungan lama bekerja dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS wilayah kerja puskesmas kebun sikolos padang panjang Ha : Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS wilayah kerja puskesmas kebun sikolos padang panjang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


31 Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional untuk mengamati variable independent dan variable dependent secara bersamaan. (Notoatmodjo, 2005). 32 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bidan Praktek Swasta (BPS) yang berada di wilayah

39

kerja puskesmas Kota Padang Panjang 33 Sasaran penelitian Sasaran atau objek dari penelitian ini adalah bidan praktek swasta (BPS) yang ada di wilayah kerja puskesmas Padang Panjang yang berjumlah 30 orang. 34 3.41 3.4.11 Jenis dan Cara Pengumpulan Data. Jenis Data Data Primer Didapatkan dengan melakukan observasi secara langsung, sedangkan karakteristik bidan ( lama bekerja dan pendidikan bidan ) diketahui dengan melakukan wawancara dengan responden secara langsung. 3.4.12 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang dengan memberikan surat permohonan pengambilan data yang disahkan oleh institusi pendidikan dan diserahkan kepada bagian terkait sebagai surat izin untuk pengambilan data.

3.4.2

Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan lembaran kuesioner yang diberikan kepada responden dan dengan melakukan pengamatan atau

observasi secara langsung yang dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh tim (enumerator) yang telah dilatih terlebih dahulu. 35 3.5.1 3.5.2.1 Tekhnik Pengolahan dan Analisa Data Tekhnik Pengolahan Data Pemeriksaan Data (editing) Setelah kuesioner diisi dan dikembalikan oleh responden, kuesioner

diperiksa kembali untuk memastikan data yang diperoleh adalah data yang bersih, jelas dan terisi lengkap. 3.5.2.2 Pengkodean Data (coding) Memberikan kode pada setiap jawaban untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data. 3.5.2.3 Memasukkan Data (entry) Memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam master table dan diolah dengan menggunakan komputer. 3.5.2.4 Pembersihan Data (cleaning) Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan. (Hidayat, 2007) 3.5.2 3.5.2.1 Analisis Data Analisis Univariat Analisis bivariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variable yang diteliti f N x 100 %

P=

Keterangan : P = Nilai presentasi responden f = jumlah jawaban yang benar. N = jumlah pertanyaan (Budiarto, 2001) 3.5.2.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan utnuk melihat hubungan antara variabel independent (karakteristik bidan) dengan variable dependent (kinerja bidan dengan penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum) dengan menggunakan uji-statistik (chi-square (X))

41

X = Keterangan : X = Chi-square

(O E ) 2 E

= Jumlah total O = nilai yang diamati. E = nilai yang diharapkan (Budiarto, 2001)

Untuk melihat kemaknaan penghitungan statistic digunakan batasan kemaknaan 0,05 sehingga bila p < 0,05 maka hasil nilai statistic dinilai bermakna, berarti terdapat hubungan antara variable dependent dengan indepen (Ha diterima). Jika hasil p > 0,05 maka hasil perhitungan statistic dinilai tidak bermakna, berarti tidak ada hubungan antara variable independent dengan variable dependent.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian Dari penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 20 Mei - 17 Juni 2011 dan dilanjutkan pada tanggal 17 Juni 25 Juni 2009 tentang Kinerja Bidan dalam Penerapan Standar Pelayanan Kebidanan Pada Ibu dalam 2 Jam Pertama Postpartum ditinjau dari Karakteristik Bidan di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos pada tahun 2011 maka didapatkan hasil sebagai berikut : 4.11 Kinerja Bidan

Tabel berikut menyajikan hasil penelitian tentang kinerja bidan dalam penerapan SPK pada ibu dalam 2 jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kinerja Bidan dalam Penerapan SPK Pada Ibu dalam 2 Jam Pertama Postpartum di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011 No. 1. 2. Kinerja Bidan Baik Kurang baik Jumlah Frekuensi 3 27 30 % 10 90 100

Berdasarkan tabel diatas terlihat dari 45 bidan praktek swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos terdapat 40% bidan yang mempunyai kinerja kurang baik.

4.12

Lama Bekerja

Tabel berikut menyajikan hasil penelitian tentang lama bekerja bidan dalam penerapan SPK pada ibu dalam 2 jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011 No 1 2 Lama Bekerja 5 tahun < 5 tahun Frekuensi 28 2 6,7 % 93,3

43

Jumlah

30

100

Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa masih ada bidan (6,7%) yang memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun. 4.13 Tingkat Pendidikan

Tabel berikut menyajikan hasil penelitian tentang tingkat pendidikan bidan dalam penerapan SPK pada ibu dalam 2 jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Bidan Praktek Swasta yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011 No 1 2 Jumlah Tingkat Pendidikan D III DI Frekuensi 13 17 30 56,7 100 % 43,3

Tabel 4.2 diatas menunjukkan lebih dari separuh bidan praktek swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos masih berpendidikan D I (56,7 %).

4.14

Hubungan Lama Bekerja dengan Kinerja Bidan.

Tabel berikut menyajikan hasil penelitian tentang hubungan lama bekerja dengan kinerja bidan dalam penerapan SPK pada ibu dalam 2 jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011. Tabel 4.4 Hubungan Lama Bekerja dengan Kinerja Bidan dalam Penerapan SPK di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011.

No

Lama Bekerja Baik n

Kinerja Bidan Kurang Baik % 7,1 50 10 n 26 1 27 % 92,9 50 90 n 28 2 30

Total

% 100 100 100

1. 2.

5 tahun < 5 tahun Jumlah

2 1 3

P value = 0,193 Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang mempunyai masa kerja 5 tahun ditemukan 26 responden (92,6%) mempunyai kinerja yang kurang baik. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang mempunyai masa kerja < 5 tahun (50%). Dari hasil uji statistik didapatkan P value = 0,193 (P > ) dalam arti kata tidak terdapat hubungan yang kinerja bidan. 4.15 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Bidan. bermakna antara lama bekerja dengan

Tabel berikut menyajikan hasil penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan dengan kinerja bidan dalam penerapan SPK pada ibu dalam 2 jam postpartum ditinjau dari karakteristik bidan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011.

Tabel 4.5 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Bidan Dalam Penerapan SPK di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011. No Tingkat Pengetahuan Kinerja Bidan Total

45

Baik n 1. 2. D III DI Jumlah 2 1 3 % 15,4 5,9 10

Kurang Baik n 11 16 27 % 84,6 94,1 90 n 13 17 30 % 100 100 100

P value = 0,565 Berdasarkan tabel 4.4 diatas didapatkan bahwa proporsi responden yang mempunyai kinerja yang kurang baik lebih besar pada responden dengan tingkat pendidikan Diploma I (94,1%) dibanding dengan responden dengan tingkat pendidikan Diploma III. Pada hasil uji statistik chi square didapatkan P value 0,565 ( = 0,05 ) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja bidan dalam penerapan

standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum. 42 Pembahasan Analisa Univariat Kinerja Bidan

4.2.1 4.2.1.1

Dari penelitian dan pengolahan data didapatkan hasil dari 30 responden yang diteliti terdapat 27 orang (90%) responden yang mempunyai kinerja dengan kriteria kurang baik, dengan kata lain hanya 3 orang (10%) responden yang mempunyai kinerja dengan kriteria baik. Dari daftar cheklist yang telah disediakan dan dari hasil observasi yang dilakukan diketahui bahwa kebanyakan responden tidak melakukan pemantauan keadaan pasien pada kala IV yang seharusnya dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua. Antara lain pemeriksaan

tekanan darah, nadi, penilaian kontraksi uterus, perdarahan dan suhu. Hal ini bisa menyebabkan keterlambatan dalam menangani komplikasi. Padahal itu adalah masa-masa yang kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Dari hasil penelitian diperkirakan 60 % kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Pada saat itulah peran dan tanggungjawab bidan sangat dituntut agar komplikasi dapat dicegah dan dapat menurunkan AKI yang saat ini masih tergolong tinggi.(Ambarwati, 2008). Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Faktor internal seperti persepsi, sikap, kondisi psikis dan psikologis seseorang turut memberikan andil yang besar dalam mempengaruhi kinerja seseorang. 4.2.1.2 Lama Bekerja.

Dari tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 30 responden yang diteliti terdapat 28 responden (93,3%) yang memiliki masa kerja 5 tahun dan hanya sebagian kecil responden yang memiliki masa kerja < 5 tahun. Kecakapan dan kemampuan bidan disamping bergantung pada keterampilan juga bergantung pada pengalaman yang diperolah dari lamanya bekerja. Pengalaman adalah guru yang paling baik, mengajarkan kita tentang apa yang telah dilakukan, baik itu pengalaman baik ataupun buruk sehingga kita bisa memetik hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman yang dirasakan dan semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seorang bidan mahir dan terampil dalam menyelesaikan pekerjaan. (www.Irc-kmpk.ugm.ac.id/). Walaupun sebagian besar bidan di Kebun Sikolos mempunyai masa kerja yang tergolong lama namun menurut peneliti itu tidak menjamin kinerja yang dihasilkan

47

juga baik, karena faktor psikologis, sikap dan persepsi seseorang atau individu itu sendiri juga memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja yag dihasilkan. Melalui hasil wawancara dengan salah satu bidan didapatkan alasan bahwa asuhan kala IV terutama pemantauan 2 jam postpartum tidak dilaksanakan adalah karena ia beranggapan asuhan itu tidak perlu dilakukan apabila tidak ada indikasi yang mengharuskan hal tersebut dilakukan, karena mereka beranggapan kondisi umum pada pasien yang tidak mempunyai masalah (baik dalam kehamilan maupun persalinan) sebelumnya tidak akan mengalami perubahan yang begitu signifikan dalam jangka waktu yang dekat. Lamanya seseorang bekerja juga tergantung pada cara berinteraksi dengan lingkungan kerjanya baik dengan teman sejawat ataupun atasannya. Tapi pengalaman bukanlah faktor penentu prestasi kerja seseorang karena tidak sedikit orang sukses dengan pengalaman kerja yang masih sedikit (www.Irc-

kmpk.ugm.ac.id/) 4.2.1.3 Tingkat Pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa lebih dari separuh bidan praktek swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos (56,7%) berpendidikan D I. Hal ini menunjukkan bidan dengan pendidikan D III (43,3%) masih lebih sedikit dibandingkan bidan dengan pendidikan D I. Tingkat pendidikan merupakan suatu bentuk kemampuan intelektual dalam memecahkan masalah, berfikir kritis dalam pengambilan keputusan. Seorang bidan akan meningkatkan keprofesionalannya melalui pelatihan dan pendidikan karena ilmu pengetahuan itu bersifat dinamis, berkembang sehingga penemuan-penemuan baru seringkali didapatkan. Menurut peneliti dengan masih banyaknya bidan dengan tingkat pendidikan D I

memungkinkan dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan bidan tentang pentingnya pemberian asuhan pada masa nifas terutama dalam 2 jam pertama postpartum. Selain itu bidan praktek swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos terutama yang menempati jenjang pendidikan D I rata-rata memiliki umur yang sudah tidak muda lagi dan Menurut Verner dan Davidson dalam Notoatmodjo (2007) ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam proses belajar manusia dewasa. Menurut penelitian Neneng (2007) semakin tinggi tingkat pendidikan bidan maka semakin bertambah tingkat pengetahuan bidan itu sendiri. Sehingga diharapkan dengan bertambahnya pendidikan dapat merubah pola pikir bidan dalam melakukan tindakan kebidanan terutama dalam menerapkan standar pelayanan kebidanan. 4.2.2 4.2.21 Analisa bivariat Hubungan Lama Bekerja dengan Kinerja Bidan.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa proporsi bidan dengan kinerja kurang baik lebih besar pada bidan dengan masa kerja lebih dari lima tahun (92,9%) dibandingkan dengan bidan yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun (50 %). Setelah dilakukan uji statistik didapatkan P Value = 0,193 dan dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kinerja bidan (H0 diterima dan Ha ditolak). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Ahmad Yani (2008) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kinerja bidan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayadi (2006) di Kabupaten Bengkulu Selatan menyatakan faktor dominan yang berhubungan dengan kinerja bidan adalah pengetahuan dan pengetahuan didapatkan dari pengalaman yang berkaitan erat dengan lama bekerja. Tapi berbeda dengan Muchzal (2004) yang

49

mengadakan penelitian di RSUD Sleman, didapatkan hasil yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja bidan dengan kinerja bidan, ditunjukkan dengan didapatkan nilai P Value = 0,355.(www.Irc-kmpk.ugm.ac.id/) Dalam teori dikatakan bahwa kecakapan dan kemampuan tidak hanya bergantung pada keterampilan dan pendidikan namun juga pengalaman yang diperoleh dari lamanya bekerja. Jadi menurut peneliti ditolaknya Ha pada hubungan lama bekerja dengan kinerja bidan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Sesuai dengan Notoatmodjo (2002) sampel yang lebih akurat memerlukan lebih banyak waktu penelitian, tenaga dan biaya serta fasilitas lainnya. Jumlah sampel yang masih kecil dalam penelitian ini yaitu hanya 30 orang kemungkinan menjadi salah satu penyebab. Faktor intern yang menyangkut pribadi masing-masing individu juga bisa menjadi salah satu penyebabnya, selain itu walaupun pengalaman memberikan pengaruh namun itu bukanlah faktor penentu yang utama. 4.2.22 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi bidan dengan kinerja kurang baik lebih banyak pada bidan dengan tingkat pendidikan D I (94,1%) dibandingkan dengan bidan yang mempunyai jenjang pendidikan D III (84,6%). Secara statistik didapatkan hasil P value = 0.565 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja bidan. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Yani (2008) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja bidan namun berhubungan negatif. Artinya semakin tinggi

pendidikan semakin rendah kinerja begitu pula sebaliknya semakin rendah pendidikan semakin tinggi kinerjanya. Lain halnya dengan Muchzal (2004) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan dengan kinerja bidan. Tingkat pendidikan merupakan suatu bentuk kemampuan intelektual dalam memecahkan masalah, berfikir kritis dalam pengambilan keputusan. Seorang bidan akan meningkatkan kemampuan keprofesionalannya melalui pendidikan dan pelatihan dan dapat meningkatkan dan merubah pola pikir seseorang menjadi lebih baik. Dari hasil penelitian ternyata tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan lama bekerja. Walaupun diharapkan dengan pendidikan yang tinggi didapatkan kinerja yang baik pula. Namun apabila bidan tidak menerapkan ilmu yang didapatkan maka hasil yang diperoleh pun tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan bertambahnya tingkat pendidikan bukan berarti dapat merubah pola pikir, perilaku yang dapat mempengaruhi kinerja bidan secara langsung, tapi itu semua tergantung masing-masing pribadi. Tujuan dari pendidikan atau penyuluhan adalah perubahan atau pembentukan perilaku yang diharapkan dapat berubah kearah yang lebih baik. Dapat diartikan pendidikan merupkan suatu stimulus dan perilaku adalah respon dari stimulus yang telah diberikan, dalam memberikan respon seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor internal seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dll. Faktor eksternal seperti lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2008).

BAB V

51

KESIMPULAN DAN SARAN 51 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahaan terhadap penelitian yang dilakukan di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos padang Panjang tangggal 20 mei - 17 Juni tahun 2011 mengenai kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum ditinjau dari karakteristik bidan , dapat disimpulkan bahwa : 5.2.1 Sebagian besar (90%) bidan praktek swasta di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos mempunyai kinerja yang kurang baik. 5.2.2 Sebagian besar (93,3%) bidan praktek swasta di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos memiliki masa kerja 5 tahun. 5.2.3 Hampir sebagian (56,7%) bidan praktek swasta di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos masih berpendidikan diploma I. 5.2.4 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidanan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos. 5.2.5 Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja bidan dalam penerapan standar pelayanan kebidnan pada ibu dalam 2 jam pertama postpartum di BPS wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos tahun 2011.

52

Saran

5.2.1

Bagi instansi kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kinerja bidan praktik swasta, dengan demikian diharapkan pihak berwenang seperti kepala puskemas dapat mengambil suatu kebijakan seperti mengadakan pelatihan untuk meningkatkan SDM bidan-bidan ataupun melakukan monitoring terhadap BPS agar dapat memantau pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan standar yang diberikan atau belum sehingga dapat menciptakan palayana yang berkualitas dan kinerja bidan dapat ditingkatkan. 5.2.2 Bagi tenaga bidan

Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini bidan dapat mengetahui hasil kerjanya sehingga dapat melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang telah diberikan, meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelayanan yang berkualitas dan meningkatkan pengetahuan untuk meningkatkatkan kinerja agar tercapai tujuan dari asuhan pelayanan kebidanan yang diharapakan. 5.2.3 Bagi peneliti

Diharapkan penelitian dapat menambah wawasan dan memberikan pelajaran berharga bagi peneliti terutama dalam menjalankan tugas sebagai seorang bidan dan diharapkan kepada mahasiswa program studi D III kebidanan padang agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang mempengaruhi kinerja bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA
53

Ambarwati, Erni Retna.dkk. 2008 Asuhan Kebidanan Nifas, Jogjakarta : Mitra Cendekia Budiarto, Eko. 2001 Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Dharma, Agus. 2004 Manajement Supervisi, Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada Dinas Kesehatan Republik Indonesia. 2007 Profil Kesehatan Sumatra Barat, Padang Hidayat, A Aziz A Limul. 2007 Metode Penelitian Kebidanan Tekhnik Analisis Data. Jakarta : Samba Medika Ilyas, Yaslis. 1999 Kinerja Teori, Penilaian dan Penelitian, Jakarta : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Nazir , Mohammmad. 2002 Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia Neneng, S. 2007 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Lama Bekerja Bidan dengan Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal Oleh Bidan Praktek Swasta di Kota Padang. Padang : FK UNAND Notoatmodjo, Soekidjo. 2005 Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono. 2006 Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Ruky, Ahmad. 2004 Sistem Manajement Kinerja, Jakarta : Gramedia Sofyan, Mustika. 2006 Bidan Menyongsong Masa Depan,Jakarta : Pengurus Pusat IBI

Mariati, Ulvi. 2006 Kinerja Bidan dalam Penerapan Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Normal Ditinjau dari Karakteristik Bidan. Padang : FK UNAND Varney, Helen. Dkk. 2008

Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC Widjono, Wibisono. 2006 Standar Pelayanan Kebidanan, Jakarta : Pengurus Pusat IBI http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/ pemanfaatan- pelayanan bidan-didaerah-muarojambi/) http://www.jmpk-online.net/ determinan-kinerja-bidan/) http://www.mikm-undip.or.id/ http://library.usu.ac.id http://www.adln.lib.unair.ac.id/analisis-faktor/yang-berhubungan-dengan-kinerjabidan, 2007/) http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/buku-laporan-penelitian-hubungankarakteristik -bimil-dan-AKI, 2006/)

55

Lampiran 2 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Saudara/i calon responden Di tempat Dengan homat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswi S1 Stikes Fort De Kock BukittinggiProgram Studi Kesehatan Masyarakat semester VI : Nama NIM : Neliwati : 0913201360 Akan mengadakan penelitian dengan judul Kinerja Bidan dalam Penerapan Standar Pelayanan Kebidanan pada Ibu dalam 2 Jam Pertama Postpartum Ditinjau dari Karakteristik Bidan di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011. Untuk itu saya mohon kesediaan saudari/a untuk menjadi responden dalam penelitian yang saya lakukan. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang akan merugikan saudari sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya untuk kepentingan Karya Tulis Ilmiah. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Peneliti,

Neliwati

Lampiran 3 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi sebagai responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1 Stikes Fort De Kock Bukittinggi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat atas nama : Nama NIM Judul : Neliwati : 0913201360 : Kinerja Bidan dalam Penerapan Standar Pelayanan Kebidanan Pada Ibu dalam 2 Jam Pertama Postpartum Ditinjau dari Karakteristik Bidan di BPS Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Tahun 2011. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif terhadap saya, sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan akan dirahasiakan. Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. PadangPanjang, juni 2011 Yang membuat pernyataan

( Responden )

57

Lampiran 4 DAFTAR CHEK-LIST STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN PADA IBU DALAM 2 JAM PERTAMA POSTPARTUM Responden no Pendidikan Lama bekerja : : :

A. Pencegahan Infeksi Tidak No 1. 2. 3. 4 5 6 ALAT Air mengalir yang bersih untuk mencuci tangan Tersedia sabun untuk mencuci tangan Tersedia handuk bersih untuk lap tangan Tersedia kain bersih untuk menyelimuti bayi Tersedia sarung tangan steril Tersedia peralatan dekontaminasi Tersedia tersedia

Tidak No 7. TINDAKAN Bidan mencuci tangan sebelum melakukan tindakan Dilakukan dilakukan

8. 9. 10 . 11

Bidan mencuci tangan setelah melakukan tindakan Memakai sarung tangan steril. Melakukan vulva hiegiene Melakukan DTT atau sterilisasi peralatan bekas pakai dengan alat yang tersedia

B. Pelaksanaan Perawatan dan Asuhan Pada Ibu dalam 2 Jam Pertama Postpartum. No 12 . 13 . 14 . 15 . 16 . 17 . 18 . 19 . 20 . 21 . 22 . 23 Standar Pelayanan Kebidanan Memeriksa laserasi jalan lahir sekaligus mengontrol perdarahan. Membersihkan ibu dari darah dan cairan kotor. Memasang duk ibu. Melakukan rawat gabung pada ibu dan bayi. Membantu ibu untuk dapat menyusui (mengatur posisi bayi sehingga dapat melekat dan menghisap dengan benar). Melakukan pemeriksaan tekanan darah setiap 15 menit pada 1 jam pertama. Melakukan penilaian dan masase fundus uteri setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah bersalin. Melakukan pemeriksaan nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah bersalin. Melakukan palpasi kandung kemih setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah bersalin Mengontrol perdarahan setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah bersalin. Memeriksa suhu tubuh ibu beberapa saat setelah bersalin dan sekali lagi satu jam setelah bersalin. Melakukan pemeriksaan tekanan darah setiap 30 menit pada 1 jam kedua setelah 59 Dilakukan Tidak dilakukan

24 . 25 . 26 . 27 . 28 . 29 .

bersalin. Melakukan pemeriksaan nadi setiap 30 menit pada 1 jam kedua setelah bersalin. Melakukan palpasi kandung kemih setiap 30 menit pada 1 jam kedua setelah bersalin. Melakukan penilaian dan masase fundus uteri setiap 30 menit pada 1 jam kedua setelah bersalin. Mengontrol perdarahan setiap 30 menit pada 1 jam kedua setelah bersalin. Membahas danmemberitahukan tanda-tanda bahaya dalam masa nifas pada ibu dan keluarga. Mencatat semua tindakn yang dilakukan dilembaran partograf.

Anda mungkin juga menyukai