Anda di halaman 1dari 5

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

A. KONDISI UMUM
Situasi politik dan keamanan dunia pada tahun 2005 relatif lebih baik dari tahuntahun sebelumnya. Tidak ada perang terbuka di dunia, sementara kawasan Asia-Pasifik relatif aman dan stabil. Konflik-konflik internal di berbagai belahan dunia juga mereda. Bahkan konflik menahun, misalnya di Aceh, justru dapat diselesaikan melalui proses perdamaian. Banyak yang menilai penyelesaian konflik di Aceh dapat menjadi contoh atau model bagi penyelesaian konflik-konflik internal di negara-negara lain. Indonesia juga telah tampil kembali sebagai pemain aktif di kawasan Asia Timur yang berkembang sangat dinamis. Munculnya China sebagai kekuatan ekonomi serta India yang mulai bangkit telah menciptakan dinamika baru dalam tata hubungan antar-negara di kawasan, yang pada gilirannya ikut mempengaruhi hubungan-hubungan politik dan keamanan serta proses kerja sama dan integrasi kawasan. Oleh karena itu, harus sudah diantisipasi keperluan penataan kearah suatu equilibrium baru di kawasan, dalam satu atau dua dasawarsa mendatang. Perjalanan diplomasi Indonesia di tahun 2005 juga ditandai oleh raihan-raihan penting di tingkat kawasan, khususnya dalam forum ASEAN dan East Asia Summit. Di samping itu, penyelenggaraan KTT Asia-Afrika di Jakarta dan Peringatan 50 Tahun KAA 1955 di Bandung pada bulan April 2005 bukan saja sukses dari segi teknis penyelenggaraannya, tetapi juga dari segi substansi yang dihasilkannya. Diperoleh banyak apresiasi bahwa kemitraan Asia-Afrika sebagai konsep baru ternyata bisa diluncurkan 50 tahun setelah KAA 1955. Juga banyak diperoleh apresiasi bahwa di tengah berbagai persoalan yang sedang dihadapi, Indonesia dapat dengan tegar memprakarsai dan menyelenggarakan suatu peristiwa bersejarah. Hal ini telah mengoreksi gambaran Indonesia yang sepertinya terpuruk tiada henti sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 hingga kesulitan akibat bencana tsunami. Bencana alam dan tsunami seolah-olah juga menjadi titik balik penting yang mampu mengedepankan diplomasi Indonesia dalam kancah global. Contoh yang paling mengemuka adalah penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada 26 Desember 2004. Meskipun tidak direncanakan sebelumnya, diplomasi berkewajiban untuk memberikan kontribusi maksimal yang dikemas dalam diplomasi kemanusiaan. Suatu prestasi yang membanggakan bahwa melalui diplomasi kemanusiaan, Indonesia telah mampu mengkanalisasi kepedulian yang luar biasa besarnya dari masyarakat internasional, sehingga penanganan tahap tanggap darurat maupun rekonstruksi dan rehabilitasi dapat dijalankan dengan relatif lebih baik. Dalam hitungan hari, Indonesia telah mampu menyelenggarakan KTT Khusus ASEAN pasca Tsunami dan Gempa Bumi di Jakarta (5 Januari 2005) yang terbukti telah sangat membantu dalam proses penanganan bantuan luar negeri. Dan bahkan dalam upaya pencegahan seperti tsunami early warning system.

Pada tahun 2006 diperkirakan gelombang demokratisasi masih akan terus berlangsung dan tidak akan mungkin dapat dicegah kemajuannya. Pemerintahpemerintah otoriter di dunia kalaupun belum dapat runtuh seluruhnya diperkirakan akan mengalami perlemahan (weakening) yang serius. Keberhasilan negara otoriter pada tahun-tahun sebelumnya dalam mencegah demokratisasi, seperti halnya yang terjadi di beberapa negara bekas Uni Soviet, Afrika Utara dan Asia Selatan, hanya akan menunda sebentar keberhasilannya. Sedangkan yang masih setengah demokratis (semi demokratis) akan terus mendapat tekanan-tekanan, baik dari masyarakatnya, maupun oleh realitas dunia untuk makin bergerak ke arah demokrasi sepenuhnya. Bahkan negara-negara demokrasi maju sekalipun sedang mengalami dinamika-dinamika koreksi dalam hal demokrasi, berkaitan dengan peran negara dan masyarakat sipil. Di samping itu, polarisasi akan semakin kuat dari berbagai kekuatan-kekuatan baru maupun lama dalam politik internasional. Polarisasi bervariasi tingkatannya baik berdasarkan isu-isu maupun polariasasi berdasarkan ideologi yang memang sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini. Perselisihan transatlantik antara Amerika Serikat dan Eropa karena masalah perang Irak masih akan berlanjut, yang tidak mustahil akan mengimbas pada persoalan ekonomi dan perdagangan antar keduanya. Selain itu, terorisme masih akan menjadi persoalan keamanan global yang memerlukan kerjasama internasional yang efektif. Untuk itu, langkah-langkah kebijakan dalam menjaga kesinambungan dan pemantapan peran politik luar negeri dan kerjasama internasional sebagaimana dituangkan dalam RKP tahun 2006 masih difokuskan pada upaya peningkatan kinerja diplomasi Indonesia, peran dan kepemimpinan Indonesia dalam pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional khususnya di ASEAN, serta peningkatan peran Indonesia dalam mengedepankan pentingnya memelihara kebersamaan, demokrasi, multilateralisme, saling pengertian dan perdamaian dalam politik dan hubungan internasional termasuk kerjasama internasional dalam penanggulangan tindak terorisme. Disadari bahwa penyelenggaraan politik dan hubungan luar negeri pada tahun 2007 dihadapkan pada beberapa permasalahan. Salah satu perkembangan menarik dalam format hubungan internasional yang baru itu adalah mengemukanya peranan negara adidaya dalam percaturan politik internasional serta menguatnya kecenderungan upaya pembentukan global governance. Negara adidaya muncul menjadi kekuatan unilateral dalam berbagai penanganan permasalahan keamanan internasional. Di samping itu peran strategis dan kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara juga mengalami pasang surut, khususnya dalam keseimbangan dan kesetaraan di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Globalisasi, termasuk di bidang perdagangan dan HAM, dan berbagai fenomena lintas batas seperti terorisme, penyelundupan orang dan migrasi internasional baik untuk tujuan ekonomi maupun politik, akan terus menjadi pertimbangan penting dalam hubungan luar negeri. Di samping itu, dinamika hubungan internasional telah memunculkan isu-isu baru yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya termasuk yang bersifat non-konvensional. Selain itu masalah ketidakseimbangan hubungan negara-negara maju dengan negara-negara berkembang khususnya dalam konteks II.7 - 2

hubungan perdagangan dan ekonomi, secara umum masih terus mendominasi warna pergaulan internasional. Menyusul kegagalan pertemuan World Trade Organization (WTO) di Cancun, Meksiko, WTO menyelenggarakan Konperensi Tingkat Menteri (KTM) ke VI untuk mencari kesepakatan Program Kerja Agenda Pembangunan Doha, perdagangan jasa, aturan main, dan isu-isu pembangunan. Partisipasi aktif Indonesia dalam pertemuan tersebut mencerminkan pengakuan negara-negara penting anggota WTO bahwa Indonesia memainkan peran kunci dalam membentuk format perdagangan multilateral di masa datang. Salah satu hasil penting dari KTM IV tersebut adalah dicantumkannya batas akhir penurunan subsidi ekspor untuk produk-produk pertanian dari negara-negara maju sampai dengan tahun 2013. Indonesia akan terus mengupayakan terciptanya suatu sistem perdagangan multilateral yang lebih adil, terbuka, tidak diskriminatif dan dapat mendukung kepentingan pembangunan di negaranegara berkembang. Pada saat yang sama, Indonesia juga akan terus mendorong peningkatan solidaritas dan kerjasama ekonomi, perdagangan dan pembangunan antarnegara berkembang. Indonesia masih mempunyai masalah perbatasan wilayah baik darat maupun laut dengan negara-negara tetangganya yang perlu diselesaikan melalui suatu diplomasi perbatasan dalam mengatasi berbagai masalah perbatasan dan ancaman terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan. Masalah Lintas Batas (Border Crossing) menuntut pelaksanaan kerangka kerjasama yang lebih efektif untuk memfasilitasi kegiatan masyarakat perbatasan dengan negara-negara yang berbatasan darat seperti Malaysia, Singapura, PNG dan Timor Leste. Pelaksanaan Border Diplomacy diharapkan dapat meningkatkan atau mempercepat akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi kawasan perbatasan agar dapat memperkecil kesenjangan pertumbuhan ekonomi dan kondisi sosial dengan negara tetangga yang berbatasan langsung, mengingat fungsi wilayah perbatasan sebagai jendela yang merefleksikan keadaan sosial-ekonomi nasional. Aksi-aksi kekerasan terorisme internasional di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia akan menjadi ancaman dan tantangan terbesar bagi pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Indonesia di masa mendatang. Di tingkat bilateral Indonesia terus dituntut untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai negara seperti Australia, AS, Jepang dan negara-negara tetangga Asia Tenggara lainnya untuk meningkatkan kemampuan aparatur negara dalam memerangi terorisme internasional. Hal yang sama juga berlaku di tingkat regional, misalnya ASEAN di mana Indonesia perlu mendorong berlanjutnya kerjasama kongkrit antar negara dalam pemberantasan terorisme internasional. Masalah terorisme tidak dapat dipisahkan dari isu radikalisme dan kemiskinan. Karena itu, penanganan isu terorisme mesti menyentuh isu-isu kesejahteraan, penciptaan kehidupan yang lebih baik dan penyelenggaraan dialog antaragama yang konstruktif. Dalam masalah kecenderungan penggunaan kekerasan dan ancaman terorisme internasional, masyarakat internasional memang memerlukan soliditas sikap dalam memerangi tindakan yang tidak manusiawi tersebut. Namun demikian, pada saat bersamaan masyarakat dunia juga dituntut untuk menekuni kemungkinan akar permasalahan sesungguhnya yang menjadi pemicu utama menguatnya aksi-aksi kekerasan internasional dewasa ini. Rasionalitas dan keterbukaan pikiran masyarakat internasional diharapkan akan membantu membuka jalan bagi tumbuhnya sikap bersama yang tegas namun obyektif dalam menghadapi bahaya terorisme internasional. Kompleksitas isu itu semakin diperumit oleh kecenderungan II.7 - 3

menguatnya isu perlombaan senjata (arms race) di antara negara-negara maju. Sikap saling curiga dan inkonsistensi masyarakat internasional dalam menegakkan standarstandar obyektif bagi pengaturan persenjataan (arms control) maupun perlucutan senjata (disarmament) secara menyeluruh, khususnya senjata pemusnah massal, merupakan kelemahan utama yang mungkin sulit untuk diselesaikan dalam waktu dekat ini. Masalah kejahatan yang berbentuk trans-national crime seperti illicit-trade, illicit drug, human trafficking atau people smuggling merupakan ancaman serius bagi negara seperti Indonesia yang memiliki posisi geografis yang strategis bagi suburnya pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas batas tersebut. Karena itu, sebagai negara asal maupun transit bagi operasi tindak trans-national crime itu, Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui suatu format kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan utama yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis kejahatan seperti ini adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara kunci baik secara bilateral maupun multilateral dan mengembangkan kerjasama teknis dalam pemberantasan terorisme, bajak laut, pencucian uang, cyber crime, penyelundupan dan perdagangan manusia dan senjata serta lalu lintas obat-obat terlarang (illicit drug/drug trafficking). Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri seperti legalitas dokumen dan pelanggaran hukum semakin memerlukan kepedulian dan keberpihakan dalam rangka memberikan perlindungan yang sungguhsungguh. Upaya yang dilakukan selama ini masih jauh dari yang diharapkan seperti munculnya berbagai persoalan mengenai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Dengan berbagai permasalahan tersebut di atas, penyelenggaraan hubungan luar negeri, pelaksanaan politik luar negeri serta peranan diplomasi akan terlihat semakin mengemuka di masa depan. Oleh karena itu dunia diplomasi Indonesia tidak hanya membutuhkan pengelolaan dan koordinasi antar berbagai aktor negara melainkan juga dukungan dari semua pihak pelaku hubungan internasional.

B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007


Sasaran yang hendak dicapai dalam Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional adalah meningkatnya kualitas diplomasi Indonesia dalam memperoleh dukungan internasional bagi keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI melalui kerjasama strategis di tingkat bilateral, regional dan internasional, dan mengedepankan peran Indonesia dalam menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian dunia. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2007 1. Memperkuat kinerja diplomasi Indonesia dalam penyelesaian masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga serta terciptanya dukungan solid dan konsisten masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kesatuan wilayah NKRI. II.7 - 4

2. Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam penguatan kerjasama kawasan, terutama dalam mewujudkan tiga pilar komunitas ASEAN serta kemitraan stretagis Asia-Afrika. 3. Meningkatkan upaya-upaya penanganan kejahatan trans-nasional dan terorisme internasional yang sesuai dengan kepentingan nasional serta sejalan dengan prinsipprinsip hukum internasional yang berlaku. 4. Meningkatkan prakarsa dan kepemimpinan Indonesia dalam mendorong proses reformasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bersifat berimbang dan menyeluruh sesuai dengan kepentingan bersama umat manusia. 5. Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 6. Meningkatkan pelaksanaan diplomasi publik bagi promosi citra dan kemajuan pembangunan Indonesia serta partisipasi publik dalam perumusan kebijakan.

II.7 - 5

Anda mungkin juga menyukai