Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN 1.

LATAR BELAKANG Dengan adanya kemajuan teknologi transportasi dan teknologi

komunikasi, peradaban manusia kini sampai pada tahap yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan berbagai budaya lain. Sebagian interaksi budaya itu bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media massa, sebagian interaksi bersifat selintas (berjangka pendek), sebagian lagi berjangka panjang atau permanen. Komunikasi antar budaya diartikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Collier dan Thomas, mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara orang-orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai berbeda dari yang lain dalam arti budaya (Purwasito, 2002: 122).1 Dengan kata lain, komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya. Perbedaan budaya pada umumnya mencakup perbedaan bangsa, ras, atau komunitas bahasa. Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.2 Menurut Stewart L.Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.3
1

Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional dalam Perspektif Jurnalistik, Simbiosa

Rekatama Media, Bandung, 2009, hlm 58.


2

http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya/ , pada tanggal 10 Februari

2011 pukul 23:25


3

http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya/ , pada tanggal 10 Februari 2011 pukul 23:25

Pada dasarnya untuk bisa menjalin komunikasi yang efektif

dalam

komunikasi internasional membutuhkan sebuah kunci, yakni budaya baik yang dikomunikasikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Dengan memahami budaya masing-masing bangsa, ras dan etnis akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya komunikasi tersebut. Komunikasi antar budaya menjadi semakin penting karena meningkatnya mobilitas orang diseluruh dunia, saling ketergantungan Ekonomi diantara banyak Negara, kemajuan Teknologi Komunikasi, perubahan pola imigrasi dan politik membutuhkan pemahaman atas kultur yang berbedabeda (DeVito 1997).4 Lingkup kehidupan mencakup pandangan hidup, agama, etika, norma hukum, teknologi, sistem pendidikan dan hasil kebudayaan yang bersifat materi maupun non materi (Bolten 2001). Proses sosialisasi seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkup kehidupannya. Kemampuan berkomunikasi antarbudaya merupakan salah satu tujuan pengajaran bahasa asing, namun dalam pengajaran bahasa asing perhatian lebih dipusatkan pada pengungkapan verbal yang sesuai dengan pola komunikasi bahasa asing yang dipelajari, bukan proses interaksi yang terjadi. Pada kesempatan ini saya mencoba untuk memberikan contoh kounikasi antar budaya yang dilakukan oleh warga Indonesia dengan Jerman. 2. PERMASALAHAN a. Unsur-unsur apakah yang mempengaruhi komunikasi antar budaya ? b. Apa perbedaan ciri-ciri berkomunikasi masyarakat Indonesia dan Jerman ? c. Hambatan dan gangguan komunikasi yang terjadi di antara kedua negara ? d. Strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan komunikasi antar budaya? 3. TUJUAN Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang komunikasi antar budaya yang terjadi diantara dua negara yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Ketika negara Indonesia dan Jerman dengan
4

http://duniaimut.blog.friendster.com/15/ , pada tanggal 7 Februari 2011pukul 16:52

budaya yang berbeda bercakap-cakap itulah yang disebut Komunikasi antar Budaya karena dua pihak menerima perbedaan diantara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam relasi antar pribadi. Dan dari komunikasi tersebut adakah suatu hambatan atau tidak lancarnya proses suatu pesan itu disampaikan. 4. TEORI a. Teori Perspektif Kulturalistik Dalam perspektif kulturalistik, suatu bangsa diajarkan bagaimana memahami persoalan bangsa lain. Saling memahami dan melakukan dialog memungkinkan terjaganya persahabatan antar negara. Dengan melalui upaya saling memahami budaya antarnegara atau antarbangsa. Keuntungan yang dapat diperoleh dari perspekrif ini adalah diperolehnya pengetahuan tentang budaya bangsa lain yang dapat membantu menghindari masalah-masalah komunikasi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.5 b. Anxiety/Uncertainty Management Theory
(Teori Pengelolaan

Kecemasan/Ketidakpastian)

Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan.Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.6
5

Ibid., hlm. 34

http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html, pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 23:15

BAB II PEMBAHASAN A. Unsur-unsur yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya Menurut Hofstede (1993), yang dikutip oleh Buhlmann, Fearns, dan Gaspardo (2003), perbedaan dan persamaan lingkup budaya dapat diukur berdasarkan kriteria tempat, waktu, agama dan sejarah, hirarki kekuasaan, keterikatan antar individu, dominasi maskulin atau feminin dalam masyarakat dan kepastian hukum. Agama dan sejarah atau lebih tepat disebut ingatan kolektif suatu masyarakat menentukan nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Misalnya, penganut agama Kristen aliran Kalvinisme beranggapan bahwa sifat rajin, hati-hati, tanggung jawab, ulet, dapat dipercaya, efisiensi dalam bekerja dan sederhana merupakan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan. Konsep ruang mengatur jarak kedekatan antar individu. Di kota-kota besar pada umumnya hubungan antar individu tidak seerat di pedesaan, demikian juga di Jerman pada umumnya orang lebih individualis dibandingkan dengan Indonesia. Sebagai hasil penelitian Hofstede (1993) dilihat dari segi individualitas, masyarakat Jerman menduduki peringkat 15 dari 53 negara yang diteliti, sedangkan Indonesia terletak pada urutan ke 47, berarti masyarakat Jerman lebih individualis dibandingkan masjarakat Indonesia karena keterikatan antar individu lebih erat (kolektif) dan harmoni merupakan unsure penting dalam kehidupan.7 Konsep waktu yang bersifat monokronis seperti masyarakat Jerman berciri menggunakan waktu secara efisien dan perencanaan waktu merupakan hal yang penting, sedangkan masyarakat Indonesia memiliki konsep waktu polikronis ciricirinya dalam waktu yang bersamaan dapat mengerjakan beberapa hal sekaligus, ketepatan waktu tidak begitu penting dan lebih fleksibel.

http://www.scribd.com/doc/31549186/Komunikasi-Antar-Bangsa, pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 23:41

Hirarki kekuasaan dalam masyarakat Indonesia berada pada urutan ke-8 sedangkan Jerman pada urutan ke 42 dari 53 negara yang diteliti. Dalam masyarakat yang mementingkan hirarki kekuasaan hubungan antara atasan dan bawahan sangat formil dan tanggung jawab berada pada atasan, akibatnya sikap kritis tidak dapat berkembang. Dalam masyarakat yang maskulin terdapat pembagian peran yang jelas antara laki-laki dan perempuan, sedangkan dalam masyarakat yang bersifat feminin pembagian peran tidak ketat dan perasaan serta kualitas hidup diutamakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masyarakat Jerman menduduki peringkat ke 9 sebagai masyarakat yang bersifat maskulin, sedangkan Indonesia pada peringkat ke 30 dari 53 negara. Kepastian hukum mempengaruhi tindakan spontan atau keragu-raguan seseorang jika terjadi sesesuatu yang dianggap mengancam muka, atau menghadapi suatu situasi baru. Masyarakat Jerman dalam hal ini terletak pada urutan ke 29 sedangkan Indonesia ke 41. Unsur-unsur antar budaya yang telah disebutkan dapat mempengaruhi komunikasi dalam bentuk stereotipe. Stereotipe merupakan generalisasi tentang sekelompok orang dengan mengabaikan realitas yang ada. Stereotipe dapat positif maupun negatif. Misalnya, stereotipe tentang orang Jerman di banyak negara disebutkan sebagai orang yang disiplin, tepat waktu, teliti, efisien, kaku (tidak fleksibel), sadar lingkungan, mengutamakan nalar daripada perasaan. Stereotipe dapat dibedakan antara heterostereotipe (stereotipe tentang kelompok lain di luar kelompok sendiri) dan otostereotipe (stereotipe tentang kelompok sendiri). Otostereotipe orang Indonesia antara lain ramah-tamah, sopan, tenggang rasa, fleksibel. Setelah terjadinya bom Bali dan berbagai ledakan bom serta kerusuhankerusuhan di berbagai daerah Indonesia, berita-berita melalui media massa mengubah stereotipe tentang Indonesia di mata internasional. Stereotipe tentang Indonesia di Jerman lebih bersifat negatif, seperti teroris, fundamentalis, disertai heterostereotipe yang telah melekat pada Indonesia sebelum bom Bali, seperti korupsi, birokrasi, tidak tepat waktu, sopan, tidak berterus terang, kedudukan pria
5

lebih tinggi daripada wanita. Sereotipe tentang mitra tutur merupakan persepsi awal penutur terhadap mitra tuturnya, dengan demikian stereotipe mempengaruhi strategi berkomunikasi. Dilihat dari segi linguistik kognitif, strategi komunikasi meng-ikuti pola-pola komunikasi yang tersimpan dalam otak manusia dalam bentuk jarringan mental dan berisi pola-pola komunikasi dalam berbagai situasi yang disebut skema (Schwarze dan Chur 1993). B. Komunikasi antarbudaya Indonesia dan Jerman Berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mengklasifikasikan unsurunsur budaya yang mempengaruhi komunikasi seperti telah disinggung dalam bagian Pendahuluan, dapat disimpulkan perbedaan ciri-ciri masyarakat Indonesia dan Jerman sebagai berikut. Jarak ruang antar individu dalam masyarakat Indonesia lebih dekat dibandingkan Jerman, hal ini sesuai dengan sifat kolektif masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat Jerman lebih bersifat individualis. Konsep waktu yang mempengaruhi masyarakat Indonesia konsep poli-kronis, sedangkan masyarakat Jerman dipengaruhi konsep waktu yang mono-kronis. Agama Islam berpengaruh dalam etika dan norma-norma kehidupan masyarakat Indonesia, sedangkan di Jerman pengaruh agama kristen lebih berbentuk ingatan kolektif masyarakatnya, yang dalam adat istiadat dan pandangan hidup secara sadar atau tidak sadar menjadi landasan. Hirarki kekuasaan dalam masyarakat Indonesia masih lebih ketat dibandingkan masyarakat Jerman. Masyarakat Jerman lebih bersifat maskulin dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa dominasi laki-laki dalam masyarakat Jerman lebih kuat dibandingkan dengan Indonesia. Kepastian hukum dapat dilihat dari banyaknya peraturan dan perundangan yang menjamin hak-hak asasi manusia dalam satu negara, sehingga masyarakatnya telah terbiasa untuk menyampaikan suatu pemikiran secara terbuka tanpa rasa takut dan ragu. Masyarakat Jerrman dalam kesigapan berkomunikasi berada pada posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan Indonesia, karena jaminan hukum yang lebih baik.
6

Contoh percakapan antara orang Jerman dan Indonesia : Percakapan I : Situasi percakapan antara dosen Jerman (A) dengan mahasiswa Indonesia (B) pada waktu bimbingan penulisan skripsi : A : Analysieren Sie bitte die Daten Ihrer Untersuchung. Ich moechte die Ergebnisse Ihrer Analyse naechste Woche haben. 'Analisislah data penelitian Anda. Minggu depan saya ingin melihat hasilnya.' B : Insya Allah A : Insya Allah ? Die Ergebnisse moechte ich am Donnerstag haben..' Insya Allah ? Hari Kamis saya ingin memperoleh hasilnya.' A: Oh, Entschuldigung natuerlich am Donnerstag ' Maaf, tentu saja hari Kamis.' Hambatan pada awal percakapan terjadi karena perbedaan interpretasi yang berkaitan dengan agama. Bagi A Insya Allah berarti jika Allah berkenan saya akan menyerahkan pada hari Kamis. Ungkapan ini menunjukkan pengaruh agama dalam lingkup kehidupan seseorang, yaitu kepercayaan bahwa semua akan terlaksana jika Allah mengijinkan, sedangkan bagi B ungkapan Insya Allah lebih menunjukkan sikap menyerah pada nasib dan dianggap kurang berusaha. Bagi orang Jerman nalar lebih berperan dan menyerahkan tugas tepat waktu tergantung dari usaha seseorang. B menyadari bahwa A tidak memiliki kepekaan terhadap budaya B yang berkaitan dengan ranah agama, sehingga hambatan dalam komunikasi disingkirkan dengan permohonan maaf, hal ini sesuai dengan pendapat van Baalen (2004). Percakapan II : Situasi percakapan II terjadi dalam percakapan bisnis antara A (seorang pengusaha dari Indonesia) dengan B (mitra usaha di Jerman). B mengundang rombongan pengusaha dari Indonesia yang akan mengunjungi pabrik B yang mengekspor hasil produksinya ke Indonesia.
7

B : Wir haben fuer Sie meine Damen und Herren ein gemuetliches Hotel auf dem Lande reserviert, damit Sie das Land, die Leute und die deutsche Kultur kennenlernen. ' Kami menyediakan sebuah hotel yang nyaman di alam pedesaan agar Ibu dan Bapak dapat mengenal negara, penduduk dan budaya Jerman.' A : Ich dachte, dass wir in einem 5 Sternen Hotel in der Stadt bleiben.' Saya kira kita tinggal di hotel berbintang 5 di kota.' B : Oh tut mir leid, moechten Sie lieber ein Zimmer in der Stadt haben ?' Maaf, Bapak lebih suka tinggal di kota?' Hambatan dalam komunikasi terjadi karena A dan B memiliki konsep yang berbeda tentang hotel yang nyaman. Bagi B lingkungan yang asri merupakan tempat yang nyaman, sedangkan bagi A kenyamanan identik dengan kemewahan. Kesalahpahaman ini dapat dihindari jika penutur dan mitra tutur memiliki pengetahuan dan kepekaan terhadap lingkup keehidupan dua budaya. Masyarakat Jerman pada umumnya menghargai lingkungan yang asri dan alamiah, sedangkan di Indonesia kesadaran lingkungan belum begitu tersosialisasikan.

C. Hambatan dan gangguan berkomunikasi di kedua negara Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney & Martin, 2004, p. 11).8 Dalam melakukan komunikasi pasti terdapat gangguan maupun rintangan. Gangguan dan rintangan tersebut dapat terjadi karena barbagai hal, antara lain : 1. Gangguan Teknis Gangguan teknis terjadi jika penghubung atau channel mengalami gangguan sehingga informasi yang disampaikan tidak sempurna.
8

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budaya-definisi-dan.html, pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 21:20

2. Gangguan Semantik dan Psikologis Gangguan semantik dan psikologis terjadi karena kesalahan pada bahasa yang digunakan. (Blake : 1979). Gangguan ini biasanya terjadi karena kata-kata yang digunakan terlalu banyak dan bahasa yang digunakan terlalu sulit untuk dipahami. 3. Rintangan Fisik Rintangan fisik disebabkan oleh keadaan geografis, seperti jarak yang jauh. 4. Rintangan Status Rintangan status terjadi karena adanya jarak sosial antara orang yang berkomunikasi. Contohnya komunikasi antara karyawan dan pemimpin perusahaan. 5. Rintangan Kerangka Berfikir Rintangan kerangka berfikir disebabkan adanya perbedaan sudut pandang antara orang yang berkomunikasi terhadap pesan yang disampaikan. 6. Rintangan Budaya Rintangan budaya terjadi karena adanya perbedaan budaya antar daerah maupun negara. Biasanya masyarakat cenderung lebih menyukai berkomunikasi dengan masyarakat yang memiliki kesamaan dengan dirinya contohnya kesamaan budaya. Dan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik. Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004) : 1. Fisik (Physical) Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik. 2. Budaya (Cultural)

Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya. 3. Persepsi (Perceptual) Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. 4. Motivasi (Motivational) Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi. 5. Pengalaman (Experiantial) Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu. 6. Emosi (Emotional) Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui. 7. Bahasa (Linguistic) Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan. 8. Nonverbal Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender)

10

melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan. 9. Kompetisi (Competition) Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.9

D. Strategi untuk meningkatkan komunikasi antar budaya Interaksi antar budaya yang berhasil adalah didasarkan pada komunikasi yang efektif.Berikut ini adalah beberapa tehnik, kiat, dan falsafah yang dapat membantu pengembangan sikap dan ketrampilan berkomunikasi antarbudaya.10 1. Mengenali diri sendiri 2. Menggunakan kode yang sama
9

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budaya-definisi-dan.html, pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 21:20

10

http://dwikartikawati.blogspot.com/2010/08/masalah-hambatan-dan-strategi.html, pada tanggal 17 Februari 2011 pukul 22:43

11

3. Menunda penilaian dan memberi cukup waktu pada orang lain 4. Memperhitungkan lingkungan fisik dan manusia 5. Meningkatkan ketrampilan berkomunikasi Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan minat, adanya pengaturan pesan yang akan disampaikan, cara penyampaian yang baik dan menumbuhkan minat serta adanya penerimaan terhadap pesan secara dinamis. 6. Mendorong feedback Feedback memungkinkan para komunikator untuk memperbaiki dan menyesuaikan pesannya sesuai keadaan. Tanpa feedback tidak mungkin proses komunikasi dapat dipantau dan karenanya tidak mungiin kesepakatan dapat tercapai 7. Mengembangkan empati, ada beberapa langkah mengembangkan empati a. mengasumsikan perbedaan b. mengenali diri sendiri c. mengaburkan batas diri dan lingkungannya d. secara imaginative meletakkan diri ditempat orang lain e. melakukan empati dan membangun konsep diri BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Dari interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi. Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi saling memahami. Dari sini kemudian akan timbul empati dari diri kita terhadap orang-orang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan
12

pengertian di antara orang-orang berbeda budaya akan mengurangi konflik yang selama ini sering terjadi. Konflik biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai- nilai antarbudaya. Setelah mencermati dan menganalisis penyebab kasus-kasus di atas, permasalahan terjadi karena adanya perbedaan kebudayaan di antara kedua belah pihak. Perbedaan konteks budaya antara yang berkonteks tinggi dengan yang berkonteks rendah menjadi sumber permasalahan. Ketidakmampuan orang yang berasal dari kebudayaan konteks rendah untuk menafsirkan makna-makna non-verbal yang sering digunakan oleh orang yang berasal dari kebudayaan konteks tinggi. Kita harus memahami bahwa adanya perbedaan cara berkomunikasi lintas budaya. Dan kita harus bisa mengerti dan memahami situasi dan kondisi saat kita berkomunikasi dan berhubungan dengan masyarakat yang memiliki budaya yang berbeda supaya tidak terjadi kesalah pahaman saat berkomunikasi. Kita dapat berkomunikasi secara efektif bila kita telah mempelajari budaya mereka. Kita harus bisa mengerti ucapan, tindakan dan tingkah laku yang mereka lakukan. Jangan pernah menganggap bahwa perbedaan adalah penghalang bagi kita untuk sukses. Oleh sebab itu, hadapilah perbedaan itu dengan pikiran yang positif.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Shoelhi, Mohammad (2009). Komunikasi Internasional dalam Perspektif Jurnalistik, Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Sumber internet

http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya/,pada tanggal 10 Februari 2011 pukul 23:25

13

http://aton29.wordpress.com/2010/04/27/komunikasi-antar-budaya/,pada tanggal 10 Februari 2011 pukul 23:25

http://duniaimut.blog.friendster.com/15/, pada tanggal 7 Februari 2011pukul 16:52

http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi antarbudaya.html, pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 23:15 http://www.scribd.com/doc/31549186/Komunikasi-Antar-Bangsa, pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 23:41

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budayadefinisi-dan.html, pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 21:20 http://dwikartikawati.blogspot.com/2010/08/masalah-hambatan-danstrategi.html, pada tanggal 17 Februari 2011 pukul 22:43

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Marritha Ressmayanty

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 04 Maret 1991 Tinggi badan Agama Kewarganegaraan : 153 cm : Islam : Indonesia
14

Jenis kelamin Status Alamat

: Perempuan : Mahasiswi : Jl. Brigif 4 Rt. 012 Rw. 06 no.58 Ciganjur Jagakarsa, Jakarta Selatan

Dan pernah mengikuti pendidikan sebagai berikut : 1. Tamat pendidikan di SDN 03 Cipedak Pagi ( 1996-2002 ) 2. Tamat pendidikan di SLTPN 131 Jakarta 3. Tamat pendidikan di SMAN 97 Jakarta ( 2002-2005 ) ( 2005-2008 )

15

Anda mungkin juga menyukai