Anda di halaman 1dari 9

DIMENSI-DIMENSI AGROSISTEM

Dimensi Ekologi Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai nilai sejarah, budaya dan komunitas menyatu dalam pertanian. Prinsipprinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produk lainnya. Prinsip-prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam system ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah

makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatantingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu system yang menunjukkan kesatuan. Dimensi Teknologi Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi negara maju pada umumnya tidak lagi bertumpu pada pengembangan Sumber Daya Alam (SDA) melainkan pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Indonesia, dalam menyongsong era lepas landas pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) II, menempatkan SDM sebagai prioritas utama yang harus dioptimalkan seperti yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berlangsung sangat cepat termasuk didalamnya perkembangan teknologi informasi, sehingga penguasaan IPTEK berarti pula penguasaan teknologi informasi. Selama dua puluh lima tahun (PJPT I) pembangunan pertanian di Indonesia, pakarpakar pembangunan selalu berusaha mencari cara yang tepat untuk mengkomunikasikan tekonologi pertanian kepada petani di pedesaan. Peranan teknologi Pembangunan pertanian yang telah dicapai selama ini hanya dapat terjadi melalui penerapan teknologi yang terus menerus. Sejak Pelita I pemerintah selalu memanfaatkan teknologi pertanian untuk memacu produksi usaha taninya. Satu hal yang perlu

diperhatikan dalam pemanfaatan teknologi di bidang pertanian ini ialah peranan petani sebagai pemakai terakhirnya. Peranan petani ini perlu semakin diperhatikan karena dengan semakin derasnya aliraninformasi teknologi pertanian adakalanya para petani menjadi semakin tertinggal. Dalam praktek penyebarannya, informasi yang berupa teknologi pertanian akan mengalami perlakuan yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang ada pada masyarakat dan individu petani. Perlakuan ini dapat berupa pengurangan atau penambahan informasi dan pengolahan penyampaiannya kembali pada lapisan atau individu petani lainnya. Seringkali terjadi karena banyaknya proses pengolahan, maka informasi yang disampaikan, akhirnya berubah sama sekali, bahkan menyimpang dari makna semula. Atau bahkan ada kesalahan prediksi dengan menganggap masyarakat aktif mencari informasi, sehingga inovasi yang ditawarkan menjadi tidak laku atau teknologi tidak terpakai. Hal ini menyebabkan masalah tersendiri bagi pembangunan pertanian dengan banyaknya teknologi potensial yang terpusat dan tidak efektif. Karena itu perlu dicari mekanisme untuk menyebarkan teknologi yang selalu berkembang ini. Jaringan komunikasi Pada dasarnya informasi yang sampai kepada masyarakat atau petani diakibatkan dari adanya interaksi, baik antara petani dengan petani lainnya maupun petani dengan media komunikasi. Sedangkan media komunikasi (surat kabar, radio dan televisi) seringkali tidak memberikan rincian detail dan sederhana yang mudah dipahami. Untuk itu, perlu menyalurkan teknologi pertanian melalui saluran yang sudah melembaga di petani atau yang disebut juga dengan jaringan komunikasi pertanian. Hal ini mengingat pada PJPT I sebagian besar implementasi teknologi pertanian terbentur pada dimensi sosial. Pada kenyataannya, faktor manusia ini yang sering menjadi kasus utama dalam pembangunan pertanian. Sebenarnya, jaringan komunikasi pertanian ini dapat terbentuk karena adanya arenaarena sosial yang terinstitusionalisasi (melembaga) dengan komunikasi interpersonal sebagai intinya. Jaringan komunikasi yang sudah ada di Indonesia, berupa jaringan administrasi (organisasi pemerintahan), jaringan adat (ninik-mamak), jaringan agama (pesantren), jaringan pergaulan (arisan), jaringan ekonomi (subak) dan jaringan insidental (sekitar warung kopi). Selama ini, jaringan-jaringan komunikasi tersebut belum dilirik sebagai jaringan komunikasi pertanian yang penting dalam pengkomunikasian teknologi pertanian. Padahal jaringan

komunikasi ini potensial untuk menggerakkan dan merubah masyarakat atau petani sesuai dengan derap pembangunan pertanian. Dimensi Ekonomi Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi secara keseluruhan yang dilaksanakan secara terencana. Rencana pembangunan ekonomi sebelum tahun 1969: (1) Plan Kasimo, (2) Rencana Kesejahteraan Istimewa, (3) Rencana Pembangunan Lima Tahun, (4) Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun. Setelah1969: Repelita Repelita I sampai dengan Repelita V (dikenal dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap I, PJPI) Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (Repelita VIRepelita X) Memasuki awal Repelita VII terjadi reformasi yang berakibat pada terjadinya perubahan rencana pembangunan ekonomi selanjutnya Sangat indah terdengar di telinga kita akan pembangunan pertanian selama tahun 1970-an dan 1980-an sudah cukup berhasil yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB sektor pertanian rata-rata 3,2 % per tahun. Swasembada beras dapat dicapai pada tahun 1984, dan telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan tahun 1980-an. Swasembada beras ini hanya dapat dipertahankan sampai tahun 1993. Produktivitas padi Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Selatan, upah tenaga kerja pertanian dan harga pupuk terendah di Asia Tenggara, karenanya Indonesia memiliki keunggulan kompetitif beras sebagai substitusi impor. Dengan demikian adalah kurang beralasan secara ekonomis menetapkan harga beras (harga dasar) dalam negeri jauh di atas harga pasar dunia dan menetapkan pajak impor yang berlebihan. Meskipun swasembada beras tersebut hanya dapat kita rasakan sampai tahun 1993, tetapi sektor pertanian bukan berhenti begitu saja. Gong pembangunan pertanian dimulai kembali pada awal era reformasi, mengingat sumbangsih yang besar dari sektor pertanian dalam menopang roda perekonomian pada masa krisis moneter yang melanda sejak pertengahan 1997 utamanya pada upaya stabilisasi kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. Seiring dengan usaha-usaha pembangunan pertanian, muncul masalah-masalah baru yang kemudian memperlambat laju perkembangan pertanian di Indonesia. Mulai dari kerusakan alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian sampai minimnya pendidikan petani. Hal ini disebabkan adanya pola hidup yang berubah dari petani itu sendiri, minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan pengembangan pertanian

modern, politik pertanian serta pudarnya nilai-nilai budaya dan spirit yang dimiliki oleh pelaku pertanian. Belum lagi masalah adanya pertentangan antara pertanian modern dengan pertanian berkelanjutan yang semestinya dapat dikombinasikan dalam sistem pertanian terpadu, kepemilikan hak paten atas produk pertanian asli Indoneia yang tak dimiliki lagi oleh bangsa kita dan segelintir masalah-masalah lainnya. Namun demikian banyak hal yang sering terlupakan dari sektor pertanian itu sendiri. Kesalahan paradigma yang beranggapan bahwa pertanian hanya meliputi produksi pangan merupakan salah satu biang kerok dari masalah tersebut. Subsektor pertanian banyak yang luput dari perhatian masyarakat, padahal hal negara kita sangat kaya akan hal tersebut dan memiliki potensi yang besar dalam membangun perekonomian bangsa. Tulisan ini mencoba mengungkap betapa besar potensi dan peran subsektor-subsektor pertanian dalam membangun perekonomian bangsa. Dimensi Sosial Selama ini di desa telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya sendiri. Umumnya lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangan-kekurangan yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Perubahan sosial dapat terjadi apabila terdapat agen perubahan. Pada tingkat kelembagaan seringkali dijumpai adanya gerakan sosial. Gerakan sosial ini seringkali menjadi agen perubahan. Kondisi ideal perubahan yang terjadi merupakan proses tuntutan dari bawah (bottom up) namun seringkali pula perubahan melalui gerakan sosial juga berasal dari kalangan elit (top down). Konsep involusi pertanian dan kemiskinan berbagi yang disampaikan oleh Geertz menggambarkan kegagalan pembangunan pertanian di Jawa. Revolusi hijau membawa dampak pada terjadinya polarisasi penduduk Jawa menjadi golongan pemilik tanah dan buruh tani.Perubahan kelembagaan dipandang sebagai bentuk penyesuaian bentuk pranata di pedesaan menuju tatanan yang lebih efisien. Masuknya teknologi baru menjadi penyebab adanya ketidakefisienan pranata yang ada di pedesaan. Pandangan Marx tentang perubahan sosial menyatakan bahwa faktor materialis sebagai penyebab perubahan sosial. Masuknya teknologi menyebabkan perubahan moda produksi yang akhirnya membentuk perubahan pada kehidupan sosial, dan ekonomi.Memudarnya kelembagaan tradisional juga digambarkan oleh Roepke.

Penelitiannya tentang aktivitas panen menunjukkan bahwa sistem panen terbuka digantikan oleh sistem panen eksklusif. Pola ini terjadi karena adanya peningkatan investasi dalam usahatani yang disebabkan oleh biaya yang harus dibayar oleh petani terhadap teknologi baru. Panen terbuka menyebabkan berkurangnya keuntungan yang didapartkan oleh pemilik lahan, oleh karenanya sistem panen berubah menjadi panen ekslusif bahkan menuju bentuk kerja upah. Dimensi Politik Pertanian di Indonesia abad 21 harus dipandang sebagai suatu sektor ekonomi yang sejajar dengan sektor lainnya. Sektor ini tidak boleh lagi hanya berperan sebagai aktor pembantu apalagi figuran bagi pembangunan nasional seperti selama ini diperlakukan, tetapi harus menjadi pemeran utama yang sejajar dengan sektor industri. Karena itu sektor pertanian harus menjadi sektor moderen, efisien dan berdaya saing, dan tidak boleh dipandang hanya sebagai katup pengaman untuk menampung tenaga kerja tidak terdidik yang melimpah ataupun penyedia pangan yang murah agar sektor industri mampu bersaing dengan hanya mengandalkan upah rendah. Terpuruknya perekonomian nasional pada tahun 1997 yang dampaknya masih berkepanjangan hingga saat ini membuktikan rapuhnya fundamental ekonomi kita yang kurang bersandar kepada potensi sumberdaya domestik. Pengalaman pahit krisis moneter dan ekonomi tersebut memberikan bukti empiris bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh menghadapi terpaan yang pada gilirannya memaksa kesadaran publik untuk mengakui bahwa sektor pertanian merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan sektor andalan dan pilar pertahanan dan penggerak ekonomi nasional. Kekeliruan mendasar selama ini karena sektor pertanian hanya diperlakukan sebagai sektor pendukung yang mengemban peran konvensionalnya dengan berbagai misi titipan yang cenderung hanya untuk mengamankan kepentingan makro yaitu dalam kaitan dengan stabilitas ekonomi nasional melalui swasembada beras dalam konteks ketahanan pangan nasional. Secara implisit sebenarnya stabilitas nasional negeri ini di bebankan kepada petani yang sebagian besar masih tetap berada di dalam perangkap keseimbangan lingkaran kemiskinan jangka panjang (the low level equilibrium trap). Pada hakekatnya sosok pertanian yang harus dibangun adalah berwujud pertanian modern yang tangguh, efisien yang dikelola secara profesional dan memiliki keunggulan memenangkan persaingan di pasar global baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor (sumber devisa). Dengan semakin terintegrasinya perekonomian indonesia ke dalam perekonomian dunia, menuntut pengembangan

produk pertanian harus siap menghadapi persaingan terbuka yang semakin ketat agar tidak tergilas oleh pesaing-pesaing luar negeri. Untuk itu paradigma pembangunan pertanian yang menekankan pada peningkatan produksi semata harus bergeser ke arah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani dan aktor pertanian lainnya dengan sektor agroindustri sebagai sektor pemacunya (leverage factor).

DAFTAR PUSTAKA

Pradewa. 2000. Biologi. http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0027%20Bio%201-6b.htm. Diakses pada tanggal 10 September 2011. Makassar. Napitulu, Edward. 2007.Pemikiran .www.ekonomirakyat.org/edisi_23/artikel_5.htm tanggal 10 September 2011. Makassar. Mubyarto Diakses pada

Ihsan. 2008.Potensi Strategi Pertanian dalam Membangun Perekonomian Indonesia.http://ihsanarham.multiply.com/journal/item/25/Potensi_ Strategis_Pertanian_dalam_Membangun_Perekonomian_Indonesi a. Diakses pada tanggal 10 September 2011. Makassar. Anonim. 2011.Prinsip-Prinsip Pertanian Organik www.ifoam.org/about_ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian.pdf Diakses pada tanggal 10 September 2011. Makassar. Burhan. .

2011. Teknologi. http://burhan.staff.ipb.ac.id/artikel/teknologi. Diakses pada tanggal 10 September 2011. Makassar.

Sujatmoko, Ivan. 2011. Ekonomi Tradisionala dan Perubahan. http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/ekonomitradisional-dan-perubahan.html. Diakses pada tanggal 10 September 2011. Makassar.

Tugas Individu Analisis Perencanaan dan Pembangunan Pertanian

DIMENSI-DIMENSI AGROSISTEM

OLEH :

RUSLIN CHAERUL CORA G211 09 280

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Anda mungkin juga menyukai