Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 .

Latar Belakang Artritis Reumatoid Juvenil merupakan artritis kronik pada anak yang menyerang satu

sendi atau lebih. Penyakit ini berbeda dengan artritis reumatoid dewasa karena jarang merupakan awal dari artritis reumatoid dewasa dan faktor reumatoid biasanya negatif. Terdapat tiga tipe berdasarkan gambaran klinisnya. Tipe pertama adalah artritis juvenil tipe pausiartikuler, biasanya mengenai sendi lutut atau pergelangan kaki, kadang mengenai sendi panggul atau siku. Tipe kedua adalah tipe poliartikuler, mengenai lima sendi atau lebih dan disertai tanda sistemik yang berat. Tipe ketiga adalah artritis juvenil sistemik yang juga disebut penyakit Still, tipe ini jarang ditemukan dan biasanya menyerang anak di bawah umur lima tahun.1 Artritis kronik pada anak bukan penyakit yang jarang, namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras dan area geografik, namun insidensnya di seluruh dunia berbeda-beda. Insidens artritis kronik bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000, sedangkan prevalensinya berkisar antara 16 sampai 150 per 100.000. Artritis kronik pada anak biasanya bermula sebelum usia 16 tahun. Namun, usia onset juga dapat lebih awal dengan frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun, meskipun juga tergantung pad tipe onset. Jenis kelamin perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dan rasio tergantung pula pada tipe onset.2

1 2

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran : EGC,2006. Ed.2.h.912.

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M

Prevalensi Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) telah diperkirakan akan 10-20 kasus per 100.000 anak. Prevalensi data berbeda (11-83 kasus per 100.000), tergantung pada lokasi studi. Pauciarticular dan penyakit polyarticular lebih sering terjadi pada anak perempuan, sedangkan kedua jenis kelamin terpengaruh dengan frekuensi yang sama diserangan penyakit sistemik.

JRA tampaknya lebih sering terjadi di populasi tertentu (misalnya, Native Americans) dari daerah berbeda seperti sebagai British Columbia dan Norwegia. Sebuah studi di Swedia ditemukan prevalensi yang sama dengan di Minnesota, sekitar 85 kasus per 100.000 penduduk.

1.2.

Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Artritis Reumatoid Juvenil 2. Bagaimanakah insidens dan epidemiologi Artritis Reumatoid Juvenil 3. Bagaimanakah etiologi dan patologi Artritis Reumatoid Juvenil 4. Bagaimanakah manifestasi klinis Artritis Reumatoid Juvenil 5. Bagaimana cara mendirikan diagnosis kanker kolon dan apa saja diagnosis banding Artritis Reumatoid Juvenil 6. Bagaimana tata laksana Artritis Reumatoid Juvenil 7. Bagaimana prognosis Artritis Reumatoid Juvenil

1.3.

Tujuan 1.3.1. Tujuan umum penulisan referat ini adalah Memahami salah satu penyakit jaringan ikat pada masa kanak-kanak, salah satunya adalah Artritis Reumatoid Juvenil.

1.3.2. Tujuan khusus penulisan referat ini adalah 1. 2. 3. Untuk menjelaskan tentang definisi Artritis Reumatoid Juvenil Untuk menjelaskan tentang etiologi dan patologi Artritis Reumatoid Juvenil Untuk menjelaskan tentang tata laksana Artritis Reumatoid Juvenil

1.4.

Manfaat Penulisan referat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui dan memahami salah satu penyakit jaringan ikat pada kanak-kanak.

BAB II

PEMBAHASAN
II.1. DEFINISI Artritis Reumatoid Juvenil Istilah juvenile idiopathic arthritis, seperti isitilah-istilah pendahulunya, juvenile rheumatoid arthritis dan juvenile chronic arthritis, merupakan suatu kumpulan istilah untuk pola-pola klinis bagi arthritis pada anak-anak. Kesemuannya itu didefinisikan sebagai arthritis kronis pada anak berusia 16 tahun atau lebih muda, berlangsung selama 6 minggu atau lebih tanpa adanya penyabab apapun yang diketahui.3 Artritis reumatoid juvenil (ARJ) adalah penyakit atau kelompok penyakit yang ditandai dengan sinovitis kronis dan disertai dengan sejumlah manifestasi extra-artikuler. JRA mencakup beberapa kelompok subklinis yang luas (Tabel 1).4 ARJ adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan.5 Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit.6

Haines KA. Juvenile Idiopathic Arthritis Therapies in the 21st Century. Bulletin of the NYA Hospital for Joint Disease 2007;65(3):205-11
4

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.
5 6

http://www.pediatrik.com /2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 12.15 A.M

http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M

Tabel 1. Subkelompok Artritis Reumatoid Juvenil karakteristik Poliartikuler faktor reumatoid negatif Presentase penderita ARJ Jenis kelamin 90% anak perempuan Umur timbul penyakit Sendi Dimana saja, multipel Kapan saja 80% anak perempuan Masa kanakkanak akhir Dimana saja, multipel 80% anak perempuan Masa kanakkanak awal Beberapa sendi besar : lutut, pergelangan kaki, siku Sakroiliitis Iridosiklitis Tidak ada Jarang Jarang Tidak ada Tidak ada 30% iridosiklitis kronis Faktor reumatoid Morbiditas akhir Negatif Artritis berat, 10-15% 100% Artritis berat, >50% 90% Cedera okuler 10%, poliartritis 20% Lazim 10-20% iridosiklitis akut Negatif Negatif Tidak ada Tidak ada 90% anak lakilaki Masa kanakkanak akhir Beberapa sendi besar: tulang lingkar panggul 60% anak laki-laki Kapan saja Dimana saja, multipel 20-30 Poliartikuler faktor reumatoid positif 5-10 30-40 10-15 10-20 Pausiartikuler tipe I Pausiartikuler tipe II Dimulai secara sistemik

spondiloartropati Artritis berat

Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA) adalah sekelompok penyakit radang sendi yang penyebabnya tidak diketahui, terjadi pada anak-anak usia kurang dari 16 tahun. Penyakit ini kadang-kadang disebut arthritis remaja kronis. Perubahan nama rheumatoid arthritis remaja (JRA) untuk menghindari kerancuan dengan rheumatoid arthritis pada dewasa. Dalam JIA, system kekebalan menyerang sinovium (jaringan lapisan sendi). Sinovium ini menjadi

meradang, menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan kaku. Proses ini dapat menyebar ke jaringan sekitarnya, merusak tulang rawan dan tulang.7

Gambar 1 . Normal Knee Joint. Sumber : http://arthritis-symptom.com/Rheumatoid-arthritis-symptoms/rheumatoid-arthritis-picture.htm/cited : 05 Juni 2010, 23:58 P.M.

Tabel 2. Kriteria Eksklusi untuk Kagetori JIA 1. Psoriasis atau riwayat psoriasis dalam derajat pertama relatif 2. Artritis pada anak laki-laki dengan HLA-B27 positif yang dimulai sejak ulang tahunya yang keenam. 3. Riwayat spondilitis ankilosis, arthritis terkait entesitis, sakroiliitis dengan penyakit inflamasi bowel, sindrom Reiter, atau uveitis anterior akut derajat pertama relative. 4. Faktor rematik IgM pada 2 atau lebih kejadian, berjarak 3 bulan. 5. JIA sistemik pada pasien.

Chang HJ, Burke AE, Glass RM. Juvenile Idiopathic Arthritis. The Journal of the American Medical Association 2010;303(13):1328 (doi:10.1001/jama.303.13.1328) JAMA.

II.2. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Studi epidemiologi telah mencatat insidens yang bervariasi dari arthritis remaja

(juvenile arthritis) berkisar antara kira-kira 10 dan 23 per 100.000 orang, dominasi perempuan. Variasi dalam perkiraan insiden ini mungkin karena perbedaan dalam kriteria diagnostik, penetapan kasus, atau perbedaan tempat dan waktu.8

Artritis kronik pada anak bukan penyakit yang jarang, namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras dan area geografik, namun insidensnya di seluruh dunia berbeda-beda. Insidens artritis kronik bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000, sedangkan prevalensinya berkisar antar 16 sampai 150 per 100.000. Artritis kronik pada anak biasanya bermula sebelum usia 16 tahun. Namun, usia onset juga dapat lebih awal, dengan frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun, meskipun juga tergantung pad tipe onset. Jenis kelamin perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dan rasio tergantung pula pada tipe onset.

Prevalensi JRA telah diperkirakan akan 10-20 kasus per 100.000 anak. Prevalensi data berbeda (11-83 kasus per 100.000), tergantung pada lokasi studi. Pauciarticular dan penyakit polyarticular lebih sering terjadi pada anak perempuan, sedangkan kedua jenis kelamin terpengaruh dengan frekuensi yang sama diserangan penyakit sistemik.

JRA tampaknya lebih sering terjadi di populasi tertentu (misalnya, Native Americans) dari daerah berbeda seperti sebagai British Columbia dan Norwegia. Sebuah studi di Swedia

Feldman DE, Bematsky S, Houde M. The incidence of juvenile rheumatoid arthritis in Quebec: a population data-based study. Pediatric Rheumatology 2009. Diunduh dari http://www.pedrheum.com/content/7/1/20. Diakses pada tanggal 04 Juni 2010.

ditemukan prevalensi yang sama dengan di Minnesota, sekitar 85 kasus per 100.000 penduduk.9

II.3. ETIOLOGI Penyebab artritis reumatoid dan mekanisme untuk pengekalan radang sinovial kronis belum diketahui. Ada dua jenis hipotesis, yaitu bahwa penyakit disebabkan oleh infeksi mikroorganisme yang tidak dikenali atau bahwa penyakit tersebut menggambarkan reaksi hipersensitivitas atau autoimun terhadap rangsangan yang tidak diketahui. Upaya untuk mengaitkan agen infeksi seperti virus rubela pada JRA tetap tak tersimpulkan. Hubungan faktor reumatoid (antibodi reaktif dengan IgG) dengan artritis reumatoid yang timbul pada orang dewasa memberi kesan mekanisme imun. Namun antibodi ini jelas tidak menyebabkan penyakit, walaupun komples imun faktor reumatoid dan imunoglobulin dapat mengekalkan peradangan sinovia dan menimbulkan vaskulitis reumatoid yang ditemukan pada penderita artritis reumatoid seropositif. Kadar komplemen yang rendah terdapat pada cairan sinovia beberapa penderita reumatoid dan kadar komplemen serum yang rendah ditemukan pada penderita vaskulitis reumatoid sesuai dengan mekanisme kompleks imun. Namun mekanisme ini gagal menjelaskan sebagian besar keadaan artritis pada anak, karena sebagian anak tidak mempunyai faktor reumatoid klasik. Upaya untuk mengaitkan faktor reumatoid tersembunyi (antibodi yang reaktif dengan gamma globulin yang dideteksi melalui berbagai macam metode) dengan patogenesis JRA tidak mendapatkan kesimpulan. Kejadian artritis kronis pada penderita defisiensi IgA dan hipogamaglobulinemia memberi kesan bahwa bagaimanapun juga, imunodefisiensi dapat menyebabkan kecenderungan untuk menderita

http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M

artritits kronis; namun, pada anak JRA, tidak ada imunodefisiensi yang dapat dikenali yang dapat dideteksi. 10

II.4. PATOLOGI 10 Artritis reumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang nonsupuratif. Jaringan sinovial yang terkena edematosa, hiperemis, dan diinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Bertambahnya sekresi cairan sendi menimbulkan efusi. Penonjolan dari cairan sinovialis yang menebal membentuk vili yang menonjol ke dalam ruang sendi; reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan melekat pada kartilago artikuler (pembentukan pannus [membran abnormal]). Pada sinovitis kronis dan proliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi lainnya dapat tererosi dan rusak secara progresif. Lamanya sinovitis sebelum sendi menjadi rusak secara permanen, bervariasi. Banyak anak yang menderita JRA tidak pernah mendapat cedera sendi secara permanen walaupun sinovitisnya lama. Penghancuran sendi lebih sering terjadi pada anak dengan penyakit faktor-reumatoid positif atau penyakit yang timbul secara sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang subkondral, penyempitan ruang sendi (kehilangan kartilago artikuler), penghancuran atau fusi tulang, dan deformitas, subluksasio atau ankilosis persendian. Osteoporosis, periostitis, pertumbuhan epifiseal yang dipercepat, dan penutupan epifiseal prematur dapat terjadi dekat dengan sendi yang terkena.

10

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.

Gambar 2. Artritis Reumatoid Juvenil Sumber : http://arthritis-symptom.com/Rheumatoid-arthritis-symptoms/rheumatoid-arthritis-picture.htm/cited : 05 Juni 2010, 23:58 P.M.

II.5. MANIFESTASI KLINIS11 1. Penyakit yang dimulai dengan Poliartikuler Ditandai dengan keterlibatan banyak sendi secara khas, termasuk sendi-sendi kecil tangan, dan terjadi pada 35% anak yang menderita JRA. Ada dua subkelompok, yaitu : poliartritis faktor reumatoid-negatif (20-30% dari semua penderita RJA) dan poliartritis faktor reumatoid-positif (5-10% dari semua penderita JRA). Penyakit faktor reumatoid-positif ditandai khas dengan timbul penyakit pada akhir masa kanak-kanak, artritis yang lebih berat, sering munculnya nodul reumatoid, dan kadang-kadang vaskulitis reumatoid. Selama masa kanakkanak, penyakit faktor reumatoid-negatif dapat terjadi setiap saat, seringkali ringan,
11

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.

10

dan jarang disertai dengan nodul reumatoid. Daripada laki-laki, perempuan lebih sering terkena kedua jenis penyakit ini. Artritis dapat timbul perlahan-lahan, dengan sedikit demi sedikit terjadi kekakuan sendi, pembengkakan, dan kehilangan gerakan, atau secara tiba-tiba dan hebat. Sendi yang terkena bengkak dan panas tetapi jarang hiperemis. Pembengkakan akibat edema periartikuler, efusi sendi, dan penebalan sinovia. Beberapa anak menderita kekakuan sendi tanpa rasa nyeri. Sendi yang terkena teraba lunak dan nyeri pada gerakan.

Gambar 3 . Manifestasi klinis artritis reumatoid juvenil pada sendi lutut yang teraba lunak saat palpasi. Sumber : http://www.netterimages.com/image/juvenile-chronic-arthritis.htm./.cited : 06 juni 2010, 22:45 P.M

Gerakan sendi yang terbatas pada mulanya diakibatkan oleh spasme otot, efusi sendi, dan ploriferasi sinovia; selanjutnya oleh penghancuran sendi atau kontraktur jaringan lunak. Kekakuan sendi pada pagi hari dan perlunakan pasca inaktivitas adalah ciri khas reumatoid artritis pada anak dan pada orang dewasa. Artritis yang dapat mengenai setiap sinovial persendian sering bermula dari sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan awal ini sering simetris. Peradangan sendi interfalangeal proksimal mengakibatkan pengurusan

11

atau perubahan fusiformis pada jari-jemari. Serangan pada sendi metakarpofalangeal seringkali bersamaan, dan sendi interfalangeal dapat juga terkena.

Gambar 4. Manifestasi klinis artritis reumatoid juvenil yang dapat mengenai setiap sinovial persendian bermula dari sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku. Juga dapat mengenai sendi temporomandibular, spina servikalis, sendi sternoklavikuler dan persambungan kostokhondral . Sumber : http://www.netterimages.com/image/juvenile-chronic-arthritis.htm/.cited : 06 Juni 2010, 22:45 P.M

Artritis dari spina servikalis ditandai oleh kekakuan dan nyeri leher, yang terjadi pada sekitar 50% penderita. keterlibatan sendi temporomandibular dengan terbatasnya kemampuan membuka mulut sering ditemui, nyerinya dapat dirasakan sebagai nyeri telinga. Keterlibatan panggul sekurang-kurangnya terjadi pada 50% anak yang menderita poliartritis, biasanya mulai pada proses penyakit yang lanjut. Penyempitan sakroiliaka, yang dapat dilihat melalui foto roentgen, terjadi pada beberapa penderita. Artritis krikoaritenoid yang menyebabkan suara serak dan stridor laring jarang terjadi.
12

Keterlibatan sendi sternoklavikuler dan persambungan kostokhondral dapat menyebabkan nyeri dada. Gangguan pertumbuhan yang berdekatan dengan sendi yang meradang dapat menyebabkan lebihnya pertumbuhan atau kurangnya pertumbuhan dari bagian yang terkena. Penambahan panjang kaki dapat menyertai artritis lutut yang kronis, dan mikrognathia pasca artritis temporomandibuler dapat merupakan tanda stadium akhir JRA. Kaki yang kecil dan berubah bentuknya dapat disebabkan dari keterlibatan kaki pada masa awal kanak-kanak dan jari-jari yang pendek adalah karena keterlibatan tangan pada masa yang dini. Manifestasi ekstra-artikuler JRA poliartikuler yang aktif menderita malaise, anoreksia, iritabilitas, dan anemia ringan. Demam ringan, hepatosplenomegali ringan, dan limfadenopati dapat dijumpai. Perikarditis tidak sering dan iridosiklitis jarang. Nodulus reumatoid dapat terjadi pada titik tekanan, biasanya pada penderita dengan hasil uji aglutinasi yang positif terhadap faktor reumatoid.

Gambar 5. Manifestasi Klinis Artritis Reumatoid Juvenil poliartikuler dengan faktor reumatoid negatif melibatkan keterlibatan yang simetris pada sendi metakarpofalangeal, sendi interfalangs proksimal dan sendi interfalangs distal. Sumber : http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M.

13

2. Penyakit yang dimulai dengan Pausiartikuler Penyakit ini ditandai dengan artritis yang tetap terbatas pada empat sendi atau kurang selama 6 bulan pertama sesudah timbulnya penyakit. Yang terutama terkena adalah sendi besar, dan penyebaran artritis sering tidak simetris. Ada dua subkelompok terpisah, yaitu : Penyakit pausiartikuler tipe I Penyakit pausiartikuler tipe II

Manifestasi ekstra-artikuler pada JRA pausi-artikuler biasanya ringan. Antara lain demam ringan, malaise, hepatomegali dan limfadenopati sedang, dan anemia ringan dapat dihubungkan dengan penyakit sendi yang aktif.

Gambar 6. Iridosikitis kronis pada artritis reumatoid juvenil : sinikhae posterior yang meluas mengakibatkan pupil mengecil dan tidak teratur. Sumber : http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M.

14

Berikut tabel perbedaan gejala klinis pada penyakit pausiartikuler tipe I dan II Tabel 3. Gejala Klinis pada Penyakit Pausiartikuler tipe I dan II Pembeda Jenis kelamin Iridosiklitis Uji Antibodi Antinuklear Sendi yang terkena Penyakit Pausiartikuler tipe I Anak-anak perempuan 30% iridosiklitis kronis 90% positif Lutut, pergelangan kaki, siku. Terkadang mengenai sendi temporomandibuler, satu jari kaki atau tangan, pergelangan tangan atau leher. Penyakit Pausiartikuler tipe II Anak-anak lelaki 10-20% iridosiklitis akut Negatif Sendi besar terutama sendi ekstremitas bawah. Sendi jari kaki, sendi temporomandibuler, dan sendi ekstremitas atas kadang terkena. Nyeri tumit, fasiitis plantaris, atau tendinitis Achiles sering dijumpai. Sering pada awal perjalanan penyakit Spondilitis ankilosans, manifestasi sindrom Reiter (hematuria atau piuria, uretritis, iridosiklitis akut, atau manifestasi mukokutan). Spondiloartropati kronis

Sakroiliitis Komplikasi

Tidak ada 15-30% iridosiklitis kronis

Morbiditas akhir

Cedera okuler

Gambar 7. Manifestasi klinis artritis reumatoid juvenil pausiartikuler tipe I pada sendi lutut Sumber : http://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/artritis-reumatoid-juvenil/.cited : 06 juni 2010, 11.30 A.M.

15

3. JRA yang mulai secara-sistemik Penyakit yang mulai secara sistemik ditandai oleh manifestasi ekstra-artikuler mencolok, terutama demam tinggi dan ruam reumatoid. Subkelompok ini mencakup 10-20% penderita JRA. Anak laki-laki dan perempuan yang terkena hampir sama banyaknya. Penyakit ini biasanya mulai dengan gejala-gejala sistemik. Demam tinggi dan intermitten, dengan kenaikan sampai 102OF (39OC) atau lebih tinggi, sekali sehari atau dua kali sehari dan cepat kembali ke suhu normal atau subnormal. Kenaikan suhu biasanya terjadi pada sore hari dan kadang-kadang pada pagi hari. Ruam reumatoid ditandai khas oleh sifat pemunculan dan penghilangannya yang berulang-ulang. Lesi khusus terdiri atas makula merah muda, pucat, kecil (beberapa milimeter). Ruam paling sering ditemukan pada badan dan ekstremitas proksimal tetapi dapat terjadi di mana saja pada badan, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Hepatosplenomegali dan limfadenopati terjadi pada kebanyakan anak dengan penyakit sistemik aktif. Sekitar sepertiga anak yang terkena menderita pleuritis atau perikarditis. Roentgenogram thoraks dapat menunjukkan penebalan pleura atau sedikit efusi pleura. Perikarditis JRA biasanya benigna. Jarang terdapat nyeri dada yang berat, dispnea atau gagal jantung, dengan atau tanpa miokarditis. Leukositosis umum ditemui. Anemia juga sering ada selama penyakit aktif. Kebanyakan anak dengan JRA sistemik mempunyai manifestasi sendi dalam beberapa bulan sejak mulainya penyakit. Beberapa penderita pada mulanya hanya menderita mialgia berat, artralgia, atau artritis sementara. Pada beberapa penderita tidak timbul artritis sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Gambaran keterlibatan sendi biasanya menyerupai gambaran pada penyakit poliartikuler. Serangan yang khas adalah pada sendi midkarpus dan midtarsus berupa
16

pembengkakan dorsal yang bersesuaian pada pergelangan tangan atau kaki. Manifestasi sistemik biasanya sembuh sendiri pada beberapa bulan tetapi dapat kambuh. Morbiditas JRA sistemik yang sebenarnya adalah artritis yang menjadi kronis pada beberapa penderita dan menetap sesudah gejala sistemik reda. Manifestasi sistemik jarang kambuh sesudah penderita mencapai masa dewasa, walaupun artritis kronis dapat menetap.

Tabel 4. Manifestasi Artritis Reumatoid Juvenil Sistemik Manifestasi Demam tinggi intermitten Ruam reumatoid Hepatosplenomegali Pleuritis atau perikarditis Nyeri abdomen Leukositosis mencolok Anemia berat Faktor reumatoid Antibodi antinuklear Artritis, artralgia, atau mialgia selama periode panas Menetap dan kronis Iridosiklitis Presentasi 100 95 85 60 20 85 40 0 0 100 100 0

II.6. PERJALANAN DAN PROGNOSIS12 Penyebab utama morbiditas pada JRA poliartikuler dan sistemik adalah penyakit sendi kronis, 20% anak yang menderita penyakit pausiartikuler tipe I nantinya berkembang menjadi poliartritis, yang mungkin berat. Pada penyakit pausiartikuler, morbiditas utama
12

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.

17

adalah iridosiklitis kronis pada penderita tipe I dan spondiloartropati pada penderita tipe II. Gejala dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan artritis ringan yang dapat menyebabkan kecacatan, atau yang kurang lazim ialah dengan artritis berat terjadi penghancuran sendi dan deformitas permanen. Penyakit tidak selalu reda pada masa puber, beberapa penderita terus menderita artritis aktif sampai dewasa, dan beberapa penderita mengalami eksaserbasi sesudah penyakit yang dalam waktu bertahun-tahun dapat mereda secara sempurna. Penderita dengan poliartritis faktor reumatoid-positif dan penyakit yang mulai secara sistemik mempunyai prognosis yang buruk pada fungsi sendi. Namun prognosis keseluruhan baik. Sekurang-kurangnya 75% penderita JRA akhirnya mengalami penyembuhan lama tanpa deformitas sisa atau kehilangan fungsi, hanya sedikit yang mengalami kecacatan deformitas sendi. Yang terutama bersifat melemahkan adalah penyakit sendi pinggul berat, sebagaimana hilangnya visus pada iridosiklitis. II.7. TEMUAN PEMERIKSAAN PENUNJANG II.7.1. LABORATORIUM13 Tidak ada uji diagnostik yang spesifik. Selama penyakit aktif, LED dan CRP biasanya meningkat. Anemia umum dijumpai, biasanya dengan angka retikulosit rendah dan uji Coomb negatif. Sel darah putih meningkat. Trombositosis dapat terjadi terutama pada penyakit yang mulai secara sistemik. Analisis urin normal, selama terapi non-steroid mungkin ditemukan sedikit eritrosit dan sel tubuler ginjal. Terdapat kenaikan fraksi 2-dan

13

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.

18

gamma globulin dalam serum dan penurunan albumin. Salah satu atau semua kadar imunoglobulin serum dapat naik. ANA ditemukan pada beberapa anak dengan penyakit faktor reumatoid-negatif (25%), faktor reumatoid positif (75%), atau pausiartikuler tipe I (90%) tetapi jarang, pada mereka yang dengan penyakit sistemik atau pausiartikuler tipe II. Penemuan ANA tidak berkolerasi dengan keparahan penyakit. Faktor reumatoid ditemukan pada sekitar 5% anak JRA dan berkolerasi dengan JRA yang mulai pada umur yang lebih tua. Hasil uji positif paling sering dihubungkan dengan penyakit poliartikuler, yang mulai pada akhir masa kanak-kanak, artritis destruksi berat, dan nodulus rheumatoid. Cairan sinovia pada JRA tampak seperti berawan dan biasanya berisi jumlah protein yang naik. Jumlah sel dapat bervariasi dari 5000-80.000 sel/mm3; sel-sel tersebut terutama neutrofil. Kadar glukosa pada cairan sendi mungkin rendah; kadar komplemen mungkin normal atau menurun. II.7.2. RADIOGRAFI14 Banyak modalitas pencitraan berguna untuk pencitraan pasien dengan inflamasi arthropathies Radiografi tetap menjadi pilihan utama dalam pencitraan untuk diagnostik, meskipun sensitivitas untuk diagnosa erosi dan keterlibatan jaringan lunak dan kelainan periarticular sangat terbatas. Radiografi, bagaimanapun, memiliki peran sentral dalam evaluasi dinamika instabilitas (subluksasi atlantoaxial) pada rheumatoid arthritis. Pencitraan cross-sectional seperti MRI, CT, dan USG meningkatkan sensitivitas untuk memvisualisasikan jaringan lunak (MRI, ultrasound) dan struktur osseous (MRI, CT). CT-Scan menghasilkan detail dari

14

Sofka CM, Bogner E. Imaging of Juvenile Rheumatoid Arthritis. RADIOLOGY & IMAGING CORNER. HSSJ (2008) 4: 7173.

19

tulang kortikal, secara jelas menunjukkan adanya erosi kortikal di sendi kecil tangan, kaki, dan sendi sacroiliac, suatu daerah yang secara pemeriksaan konvensional sulit untuk digambarkan, serta ankylosis sendi apophyseal dari tulang belakang cervical. Sifat tomografi dari CT dan MRI memungkinkan pencitraan aksial dan apendikularis dari beberapa bidang pada tulang, yang berguna terutama saat imaging tulang belakang.

Gambar 8 . Roentgenogram tangan yang menggambarkan penghancuran sendi pada penderita artritis reumatoid juvenil faktor reumatoid-positif Sumber : http://www.zunal.com/webquest. living with juvenile rheumatoid artritis./.cited : 05 Juni 2010, 23:13 P.M.

Keunggulan kontras jaringan lunak dari MRI dan USG memungkinkan evaluasi rinci dari jaringan lunak. Kemampuan langsung untuk memvisualisasikan peradangan sinovial, tenosynovitis, dan erosi korteks memungkinkan untuk diagnosa awal penyakit dan memperlihatkan keterlibatan sendi dan destruksi jaringan lunak.

20

Gambar 9. Gambaran MRI Artritis reumatoid juvenil pada sendi lutut. Menunjukkan gambaran hipertrofi sinovial dan fusi dari sendi lutut. Sumber : http://sumerdoc.blogspot.com/2007/06/mri-in-juveline-rheumatoid-arthritis.html/ Knee in early juvenile rheumatoid arthritis: MR imaging findings. Radiology 2001 Sep;220(3):696-706/.cited : 05 Juni 2010, 23:41 P.M

Kemampuan MRI dan USG untuk mendeteksi dini, penyakit subklinis dengan memvisualisasikan secara langsung peradangan synovial adalah keunggulan alat ini terkait dengan tatalaksana awal penyakit. CT Scan dan fluoroskopi dapat digunakan baik untuk panduan intervensi terapeutik, maupun prosedur diagnostik, seperti myelography, memberikan tambahan informasi fungsional.

Gambar 10. Penyakit pinggul yang berat pada anak berusia 13 tahun yang menderita artritis reumatoid juvenil mulai secara sistemik, aktif lama, menunjukkan penghancuran caput femoris. Sumber : http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/juvenile rheumatoid artritis/.cited : 05 Juni 2010, 23:29 P.M.

21

Kemampuan real-time USG dapat digunakan untuk memandu tindakan, seperti aspirasi cairan dan suntikan terapetik, yang apabila ditambah dengan pemasangan doppler seringkali dapat digunakan untuk monitoring respons secara semikuantitatif terhadap pengobatan. Sebagai kesimpulan, berbagai modalitas pencitraan berperan dalam evaluasi pasien dengan arthropathies inflamasi seperti JRA. Radiografi tetap merupakan metode evaluasi awal dan berperan dalam mendiagnosis Subluksasi tulang belakang dengan sudut pandang fleksi dan ekstensi. CT scan dapat menggambarkan etail anatomi osseus dan tulang kortikal, yang sangat sensitive untuk mendiagnosis erosi kortikal dan inflamasi di tulang belakang. MRI dan USG dapat secara langsung menggambarkan keadaan jaringan lunak, mendeteksi dini penyakit subklinis dan sinovitis dan peradangan, untuk kemudian memulai terapi awal.

Gambar 11 . Spina servikalis pada artritis reumatoid juvenil aktif-yang lama, memperlihatkan fusi arkus saraf antara sendi C2-C3, penyempitan dan erosi sendi arkus saraf sisanya, mengakibatkan lingkungan yang abnormal. Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/.cited : 05 Juni 2010, 23:45 P.M.

22

USG dapat membimbing untuk tindakan suntikan terapetik dan memberikan

metode

semiquantitative untuk memfollowup perjalanan dan perkembangan penyakit. Sifat yang saling melengkapi dari modalitas pencitraan akan berdampak pada evaluasi yang komprehensif pasien dengan JRA.

II.8. DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING Dalam sebuah jurnal dikatakan bahwa tidak ada tes khusus untuk JRA. Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap. X-ray dan uji laboratorium dapat membantu menentukan jenis arthritis pasien dan menyingkirkan diagnose lain.15 Dalam literatur lain dijelaskan bahwa diagnosis tergantung pada adanya artritis atau manifestasi sistemik khas selama 3 bulan berturut-turut atau lebih dan tidak terdapat penyakit lainnya. Pada awal penyakit dapat dipikirkan infeksi sendi piogenik atau tuberkulosis, osteomyelitis, sepsis, atau artritis yang disertai dengan penyakit infeksi akut lainnya. Leukemia akut dan keganasan lain dapat muncul berupa nyeri dan pembengkakan dari salh satu sendi atau lebih dan hal ini harus dipikirkan terutama jika ditemui rasa nyeri yang berat, atau bila terdapat anemia, trombositopenia atau kelainan sel darah putih yang berat. Pada demam reumatik akut, migrasi artritis yang bersifat sementara dan bukti adanya karditis membantu dalam membedakan penyakit lainnya. Lupus eritematosus sistemik (SLE) dan penyakit jaringan ikat campuran yang dapat menimbulkan artritis tidak dapat dibedakan dari artritis reumatoid, tetapi umumnya perubahan pada sendi-sendinya lebih ringan dan biasanya terdapat manifestasi klinis SLE lainnya. Ankylosing spondylitis dapat muncul berupa artritis beberapa sendi perifer, yang tidak dapat dibedakan dari JRA (pausiartikuler tipe II) sebelum keterlibatan spina yang khas
15

Chang HJ, Burke AE, Glass RM. Juvenile Idiopathic Arthritis. The Journal of the American Medical Association 2010;303(13):1328 (doi:10.1001/jama.303.13.1328) JAMA.

23

menjadi nampak, yaitu adanya perubahan sendi sakroiliaka yang dini secara rontgenografik yang disertai dengan nyeri punggung bagian bawah dan lingkar tulang panggul.16 II.9. PENGOBATAN17 OBAT-OBAT ANTIINFLAMASI NON STERIOD (OAINS) OAINS telah menjadi aliran utama selama berdekade-dekade dalam merawat juvenile arthritides. OAINS menghambat jalur siklooksigenase dari metabolisme asam arakidonat, mencegah pembentukan prostaglandin proinflamasi. Dinyatakan bahwa untuk sepertiga dari anak-anak penderita arthritis, terapi OAINS berhasil mencapai keadaan terkontrol. Pada arthritis poliartikular, OAINS tetap sering digunakan sebagai terapi tunggal. Suatu survey baru-baru ini pada 129 rematologis anak menemukan bahwa 72% dari mereka akan menggunakan OAINS sebagai terapi pilihan utama untuk oligoartritis persisten selama setidaknya dua bulan, dan 21% akan melanjutkan hingga periode 6 bulan dari penyakit persisten ini. Bagaimanapun, kemanjuran OAINS tidak tinggi. Pada suatu penelitian double-blind baru-baru ini, perbandingan rofecoxib dengan naproxen pada pauciarticular dan polyarticular JRA, antara 50 hingga 60% pasien-pasien yang mencapai suatu ACR (American College of Rheumatology) Pedi 30, menggunakan kumpulan kriteria inti (Tabel 5) untuk memperbaiki juvenile arthritis. Lebih lanjut lagi, efek samping OAINS pada anak-anak bukannya tidak sering. Pada penelitian ini, lebih dari 10% anak-anak melaporkan mengalami nyeri abdomen dengan terapi naproxen. Hasil yang serupa baik pada kemanjuran maupun pada efek samping baru-baru ini dipublikasikan dalam suatu penelitian yang membandingkan naproxen dengan
16

Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816-827.
17

Haines KA. Juvenile Idiopathic Arthritis Therapies in the 21st Century. Bulletin of the NYA Hospital for Joint Disease 2007;65(3):205-11

24

celecoxib. Jumlah OAINS yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk digunakan pada anak-anak dengan JRA terbatas (Tabel 6) dan ketidakmampuan anak-anak dalam menelan pil utuh membatasi penggunaannya lebih jauh. Pada akhirnya, bila kontraktur sendi atau atropi otot terlihat jelas pada diagnosis, inisiasi cepat atau terapi yang lebih agresif diindikasikan. Tabel 5. Kriteria Kumpulan Inti untuk Memperbaiki Juvenile Idiopathic Arthritis 1. Jumlah sendi aktif 2. Jumlah sendi yang mengalami kehilangan gerakan 3. Penilaian global dokter 4. Penilaian global orang tua 5. Kuesioner penilaian kesehatan masa kanak-kanak 6. ESR Pasien setidaknya harus mengalami 30% perbaikan dari 3/6 hal-hal di atas dan keadaan yang memburuk sebesar 30% pada tidak lebih dari satu hal untuk mencapai suatu ACR Pedi 30. ACR Pedi 50 dan 70 membutuhkan 50% atau 70% perbaikan pada 3/6 hal-hal di atas dengan keadaan memburuk sebesar 30% pada tidak lebih dari satu hal.

25

Tabel 6. OAINS yang Disetujui untuk Digunakan pada Anak-Anak Obat Naproxen* Ibuprofen* Meloxicam* Indomethacin Celecoxib Tolmetin Oxaprozin Etodolac Usia 2 tahun 6 bulan 2 tahun Neonatal/15 tahun 2 tahun 2 tahun 6 tahun 6 tahun Dosis / Dosis Maksimal 7,5 10 mg/kg BID hingga 500 mg/dosis 3040 mg/kg/hariTID/QID hingga 2400mg 0,25 mg/kg harian hingga 15 mg 1,5 3 mg/kg/hari TID hingga 200 mg 6 12 mg/kg/hari BID hingga 400 mg 20-30 mg/kg/hari TID 20-30 mg/kg/hari 1x sehari hingga 1800 mg 20 mg/kg 1x sehari hingga 1200 mg

* Tersedia dalam sediaan cair; isi kapsul dapat dibuka menjadi bubuk. KORTIKOSTEROID INTRAARTIKULAR PADA JRA Injeksi steroid telah digunakan pada arthritis rematik (RA) selama beberapa dekade. Namun, penggunaannya pada anak-anak terbatas selama beberapa tahun karena pertimbangan mengenai efek steroid pada kartilago dan supresi lokal pertumbuhan ekstrimitas oleh kortikosteroid konsentrasi tinggi pada rongga sendi. Namun, hal ini belum dibuktikan sebagai perkara yang benar terjadi. MRI dengan penguatan kontras gadolinium yang dilakukan sebelumnya, pada minggu ke 7 dan bulan ke-13 setelah injeksi triamsinolon heksasetonida 1mg/kg IA, menunjukkan perbaikan nyata sinovitis, tanpa adanya kerusakan struktural.

26

Lebih lanjut lagi, pasien-pasien dengan pauciarticular JRA yang menerima steroid intraartikular dalam dua bulan pertama setelah terdiagnosis menunjukkan tidak ada gangguan perkembangan panjang tungkai dibandingkan dengan kelompok anak-anak yang diberikan perawatan utama OAINS selama beberapa tahun. Pengenalan bahwa steroid IA aman dan dapat ditoleransi dengan baik telah meningkatkan penggunaan terapi ini pada anak-anak. Pada survey tahun 1996, steroid IA digunakan untuk merawat pauciarticular JRA antara 25% hingga 50% waktu. Pada survey yang lebih baru, 73% ahli rematologi anak memberikan steroid IA pada pasien-pasien dengan oligoartritis berkepanjangan setelah 2 bulan penggunaan OAINS dan 99% melakukannya setelah 6 bulan bila OAINS tidak mencapai keadaan terkontrol. Preparat dengan waktu kerja yang panjang, triamsinolon heksasetonida, tetap merupakan senyawa pilihan bagi para ahli rematologi anak. METHOTREXATE DAN JRA Seperti pada arthritis rematik dewasa, methotrexate telah menjadi obat pilihat kedua bagi anak-anak dengan JRA bila pada mereka OAINS atau steroid IA atau keduanya secara bersamaan tidak efektif atau tidak cocok. Bukti mengenai keefektivan methotrexate, yang mengonfirmasi laporan-laporan kasus sebelumnya, didemonstrasikan pada tahun 1993 ketika Pediatric Rheumatology Collaborative Study Group (PRCSG) memublikasikan suatu metaanalisa dari tiga percobaan klinis yang membandingkan perawatan pada anak-anak dengan JRA dengan oral gold, d-penisilamin, hidroksiklorokuin, dan methotrexate pada 5 mg/m2 dan 10 mg/m2. Hanya methotrexate pada 10 mg/m2/minggu yang terbukti menunjukkan kemanjuran, dengan sekitar 505 anak-anak mengalami perbaikan sebesar 505 atau lebih dengan menggunakan indeks komposit (suatu pendahulu dari indeks ACR Pediatric 30/50/70, vide infra). Gottlieb dan rekan-rekan, pada suatu tinjauan grafik retrospektif dari 101 pasien dengan JRA (semua sub-tipe), menemukan bahwa terapi methotrexate menghasilkan suatu respon komplit, yang didefinisikan sebagai absennya
27

sinovitis dan normalisasi parameter laboratorium selama dalam pengobatan pada 48 pasien. Namun, penghentian terapi methotrezate yang dilakukan setelahnya pada para responder ini mengarah pada kekambuhan penyakit pada sekitar 505 dari mereka yang mencapai respon komplit. Ringkasnya, methotrexate telah ditunjukkan bersifat manjur dan aman. Namun, selama bertahun-tahun telah terjadi sejumlah peningkatan dosis perlahan-lahan yaitu dosis maksimum yang diresepkan telah menjadi semakin tinggi 1mg/kg/dosis hingga 40 mg per minggu tanpa bukti apapun mengenai peningkatan kemanjuran. Ruperto dan kawan-kawan menunjukkan masalah ini, dengan membandingkan perawatan 6 bulan dari dosis 15 mg/m2/minggu (dosis intermediate/tengah-tengah) hingga 30 mg/m2/minggu (dosis tinggi) methotrexate parenteral pada 80 anak-anak dengan polyarticular JIA yang tidak berespon terhadap terapi 6 bulan methotrexate dosis standar pada 8 hingga 12,5 mg/m2/minggu. Pada kesimpulan percobaan ini, 25/40 anak-anak pada kelompok intermediate versus 23/40 anakanak pada kelompok dosis tinggi mencapai ACR Pedi 30, sehingga menunjukkan tidak ada superioritas dosis tinggi. Yang menarik, efek samping seimbang pada kedua dosis. INHIBITOR TNF- DAN JRA Inflamasi sinovitis pada JRA dipertahankan dengan adanya sitokin lengkap, di antaranya TNF- yang merupakan kontributor utama. Dengan demikian, inhibitor TNF- secara cepat dievaluasi kemujarabannya dalam mengontrol JRA segera setelah perkembangan mereka. Saat ini, etanercept merupakan satu-satunya inhibitor TNF yang disetujui untuk digunakan bagi JIA. Etanercept merupakan suatu molekul chimeric dari suatu reseptor TNF yang dapat larut, bergabung dengan fragmen Fc dari IgG1. Molekul ini diberikan melalui injeksi subkutan. Etanercept menurunkan kuantitas TNF- bebas yang tersedia untuk pemeliharaan inflamasi sinovitis JRA. Rancangan penelitian untuk mengevaluasi efektivitas

28

etanercept sebagai terapi untuk JRA, yang dipublikasikan oleh Lovell dan kawan-kawan, telah menjadi model untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai agen-agen biologis pada anak-anak. Pada penelitian ini, 69 anak-anak dengan JRA aktif, disamping menerima methotrexate 10 mg/m2/minggu, juga diberikan etanercept dengan dosis 0,4 mg/kg, dua kali seminggu pada open-label fashion setelah penghentian terapi lainnya. Setelah tiga bulan, 51 pasien (74%) memberikan respon terhadap etanercept sebagaimana yang tentukan oleh kriteria kumpulan inti ACR Pedi 30, kemudian masuk ke fase double blind percobaan, di mana setengahnya menerima injeksi placebo dan setengahnya melanjutkan etanercept. Pada 4 bulan setelah randomisasi, 21/26 pasien yang menerima placebo mengalami kekambuhan, sedangkan hanya 7/25 pasien pada kelompok etanercept yang mengalami kekambuhan. Para pasien yang kambuh kemudian memulai kembali terapi etanercept dengan melanjutkan cara open-label. Pemberian kembali terapi etanercept terbukti manjur dalam mencapai respon yang seimbang dnegan yang terdapat pada fase awal open-label dari percobaan ini. Dari kohort awal pada 58 pasien, 32 anak-anak di antaranya telah diikuti selama lebih dari 4 tahun dan telah mempertahankan respon mereka dengan kejadian minimal munculnya efek samping. Lovell dan kawan-kawan mencatat di penelitian mereka bahwa etanercept tampaknya kurang efektif pada pasien dengan JRA sistemik. Kimura dan rekan-rekan mengonfirmasi pengamatan ini dalam sebuah survey terhadap para ahli rematologi anak. Data didapatkan dari 82 pasien dengan JRA onset sistemik; hanya 46% yang memberikan respon baik hingga sangat baik, sementara 54% sisanya dinyatakan memberikan respon sedang hingga buruk. Infliximab merupakan suatu antibodi monoklonal manusia / tikus yang langsung melawan TNF-, diberikan melalui infuse intravena setiap bulan atau setiap delapan minggu. Seperti etanercept, molekul ini menurunkan kuantitas TNF- yang tersedia dalam memelihara respon inflamasi. Tidak seperti etanercept, dengan adanya komplemen, ia dapat mencetuskan
29

pembunuhan sel-sel yang melekat pada permukaan TNF-. Infliximab, saat ini diterima untuk digunakan pada arthritis rematik dewasa dan penyakit Crohn, tetapi tidak untuk JRA. Laporan adekdotal telah menunjukkan hasil yang baik dan sebuah penelitian open-label menunjukkan hasil serupa dengan infliximab dan etanercept dalam mencapai ACR Pedi 50 pada 12 bulan perawatan. Namun, suatu percobaan terkontrol multicenter mengenai penggunaan infliximab pada JRA mengalami kesulitan-kesulitan tekhnis sehingga menghasilkan suatu penelitian yang kurang kuat yang tidak mencapai kemaknaan statistik untuk pengukuran-pengukuran hasil utama. Salah satu komplikasi JRA adalah uveitis non-granulomatous kroniks yang dilaporkan pada sekitar 15% pasien dengan oligoartritis persisten dan pada 5% pasien dengan penyakit poliartikular. Richards dan kawan-kawan serta Rajaman dan kawan-kawan, masing-masing melaporkan enam kasus uveitis yang berhubungan dengan JRA, yang memberikan respon buruk terhadap terapi lainnya; pasien kemudian dirawat dengan infliximab dan mendapatkan peningkatan nyata rentang dosis antara 5 hingga 10 mg/kg. Peneliti lain telah berhasil juga dnegan infliximab. Yang menarik, etanercept tampaknya tidak efektif dalam mengontrol uveitis. Adalimumab merupakan antagonis tumor necrosis factor (TNF), merupakan suatu antibodi manusia melawan TNF- yang diberikan melalui injeksi subkutan dengan jadwal setiap minggu atau setiap dua minggu sekali. Pada penggunaan bersamaan dengan methotrexate, telah ditunjukkan terjadinya pemanjangan waktu paruh adalimumab pada pasien-pasien dengan arthritis rematik, percobaan pada anak-anak dirancang dengan dua kelompok: satu dengan adalimumab pada latar belakang methotrexate, dan satu dnegan adalimumab saja. Dengan cara yang serupa dengan percobaan etanercept, responder diberikan perawatan open-label, dengan cara double-blind, untuk kemudian meneruskan adalimumab atau diganti dengan placebo. Hasilnya dilaporkan pada tahun 2006 di
30

pertemuaan American College of Rheumatology. Pada kelompok manapun (dengan atau tanpa latar belakang methotrexate) terapi adalimumab terbukti lebih baik dari placebo. Lebih sedikit pasien penerima adalimumab yang mengalami kekambuhan arthritis dan mereka yang mengalami kekambuhan membutuhkan waktu lebih lama untuk terjadi hal tersebut. Waktu median terjadinya kekambuhan pada pasien dengan terapi adalimumab, apakah dengan atau tanpa methotrexate adalah lebih dari 32 minggu. Waktu median terjadinya kekambuhan pada kelompok penerima placebo dengan atau tanpa methotrexate adalah 20 hingga 14 minggu, berturut-turut. Kedua nilai ini mencapai kemaknaan statistik. INHIBITOR INTERLEUKIN-1 DAN JRA Interleukin-1 (Il-1) merupakan sitokin proinflamasi yang disintesis oleh makrofag dan, dalam sinovium, juga disekresikan oleh fibroblast. Di antara sejumlah efek-efek lainnya, Il-1 mencetuskan produksi prostaglandin pro-inflamasi, sebagaimana juga sitokin-sitokin proinflamasi lainnya, seperti Il-6 dan TNF-. Reseptor untuk Il-1 ditemukan di sumsum tulang, endothelium, dan hipotalamus, sebagaimana juga pada berbagai sel-sel lainnya. Efeknya adalah down-regulasi oleh pembangkitan suatu antagonis reseptor, Il-1RA, yang berikatan dengan reseptor Il-1 tanpa memrovokasi antivasi sel. Anakinra merupakan suatu Il-1RA rekombinan yang diterima untuk digunakan pada arthritis rematik dan diberikan setiap hari melalui injeksi subkutan. Reiff dan kawan-kawan menyajikan hasil dari suatu percobaan open-label mengenai anakinra pada 80 anak-anak penderita polyarticular JRA. Terapi ini menghasilkan efek sedang, dengan 46 anak-anak mencapai ACR Pedi 30. Namun, tidak seperti yang terlihat pada percobaan etanercept, pasien dengan SOJIA memberikan respon lebih baik terhadap anakinra dibandingkan dengan mereka yang memiliki tipe JRA lainnya. 73% (11/15) pasien SOJIA (JIA onset sistemik) memberikan respon, dibandingkan dengan 54% (35/65) pada kelompok kombinasi onset polyarticular dan pauciarticular. Pascual dan kawan-kawan mendemonstrasikan bahwa serum dari pasien dengan SOJIA dapat
31

membangkitkan sintesis Il-1 pada kultur jaringan sel-sel mononuklear dari kontrol sehat. Tujuh dari Sembilan pasien yang sama dengan SOJIA mencapai respon komplit terhadap anakinra. Data ini menyatakan bahwa pencarian terapi anti Il-1 akan menjanjikan dalam perawatan SOJIA, yang merpakan sub-tipe JRA yang paling sulit dikontrol. TERAPI ANTI-IL-6 DAN JRA Il-6 merupakan sitokin pro-inflamasi lainnya yang secara nyata meningkat pada SOJIA. Produksinya distimulasi oleh Il-1 dan kehadirannya setelah itu menyebabkan pembangkitan reaktan fase akut oleh hati, pematangan sel-B, dan aktivasi sel-T. Tingkat Il-6 berkaitan dengan demam, aktivitas penyakit, dan hitung platelet. Dengan demikian, inhibisi Il-6 saat ini tengah diteliti sebagai terapi untuk SOJIA. Efek perawatan dengan antibodi reseptor anti-Il-6 monoklonal yang dihumanisasi, tocilizumab, telah dilaporkan pada dua penelitian kecil mengenai SOJIA dan baru-baru ini pada penelitian penyakit onsel poli- dan oligoartikular. Semua penelitian ini menunjukkan respon yang menjanjikan, tetapi lebih merupakan penelitian keamaan jangka pendek, bukan penelitian kemanjuran jangka panjang. TERAPI-TERAPI LAINNYA Abatacept merupakan agen biologis yang paling baru yang diterima untuk digunakan pada arthritis rematik. Ia memiliki mekanisme aksi yang unik, dalam hal memblokir sinyal aktivasi sel dari antigen-presenting cell (APC) kepada sel T, daripada bertindak sebagai inhibitor sitokin. Abatacept telah diteliti pada anak-anak dengan polyarticular JRA termasuk yang telah gagal berespon terhadap terapi biologis lainnya. Rancangan penelitian sekali lagi serupa dengan penelitian etanercept, dimulai dengan fase open-label sebelum responden kemudian melanjutkan ke tahap double-blind, randomisasi placebo terkontrol. Hasil fase open-label baru-baru ini dipresentasikan pada pertemuan American College of Rheumatology

32

2006. Enam puluh lima persen (123/170) pasien mencapai setidaknya respon ACR Pedi 30, 49% menunjukkan respon ACR Pedi 50, dan 28% menunjukkan respon ACR Pedi 70. Transplantasi sel induk autologous telah digunakan pada pasien-pasien dengan JRA yang telah resisten terhadap perawatan. Data yang dipublikasikan pada tahun 2004 menunjukkan 18/34 pasien mencapai respon komplit; enam menunjukkan respon parsial, dan tujuh tidak memberikan respon. Lima anak meninggal tiga kematian berhubungan dengan transplantasi, dan dua kematian berhubungan dengan penyakit. Walaupun prosedur ini telah membantu sejumlah anak-anak yang menderita penyakit yang sulit disembuhkan, para penulis menyadari adanya resiko yang terlibat. Diharapkan bahwa dengan pemahaman yang lebih baik mengenai aktivasi dan kontrol imun, prosedur beresiko tinggi seperti ini tidak akan diperlukan di masa yang akan datang. OUTCOME JRA Walaupun ada kemajuan terapi untuk JRA, tetapi tidak ada perawatan yang telah ditunjukkan bersifat kuratif / menyembuhkan. Wallace dan kawan-kawan telah melaporkan suatu tinjauan dari 437 pasien dengan JRA yang difollow-up 4 hingga 21 tahun antara tahun 1980 hingga 2000. Delapan puluh sembilan persen anak-anak mencapai setidaknya satu periode penyakit inaktif (ID), didefinisikan sebagai tidak adanya arthritis, marker inflamasi serum normal, tidak ada gejala sistemik, dan penilaian global dokter yang mengindikasikan tidak adanya penyakit aktif. ID selanjutnya dibagi menjadi dua kategori: remisi klinis pada medikasi (CRM) dan remisi klinis ketika tidak mendapat medikasi (CR). Untuk memenuhi klasifikasi remisi klinis saat tanpa medikasi (CR) maka perlu syarat 12 bulan penyakit inaktif saat tidak sedang menerima medikasi. Yang mengecewakan, hanya 26% pasien mencapai CR, dan dari antaranya, hanya 6% yang tetap berada dalam CR lebih dari 5 tahun. Para peneliti menyadari bahwa penelitian mereka memiliki keterbatasan dalam hal sifatnya yang

33

retrospektif dan dapat menjadi bias terhadap hasil yang buruk. Sebagai tambahan, pasienpasien yang diperiksa terbatas hingga tahun 2000, sehingga, apakah agen-agen biologis dapat mengubah outcome ini belum diketahui. Gottlieb dan kawan-kawan telah secara prospektif mengumpulkan data pada dua kohort pasien dengan JRA keduanya sebelum dan setelah ketersediaan agen-agen biologis. Pasien-pasien yang menerima terapi biologis pada awal perjalanan penyakit (median, 3,8 bulan) secara nyata lebih sedikit memiliki pembengkakan sendi (1,1 sendi) dibandingkan dengan pasien yang menerima terapi biologis belakangan (median 38,1 bulan, 7,2 sendi bengkak). Apakah penggunaan terapi intensif dini, termasuk agen-agen biologis, akan menghasilkan remisi jangka panjang merupakan subjek suatu percobaan yang dimulai pada tahun 2007. PERAWATAN JRA Tidak ada algoritma perawatan yang seragam terhadap JRA walaupun ada suatu publikasi tunggal mengenai metaanalisa penggunaan methotrexate evidence-based. Dengan demikian, rekomendasi berikut mencerminkan praktik penulis saat ini. OAINS dapat digunakan pada semua jenis JRA untuk mengontrol rasa sakit dan membantu menghilangkan inflamasi. Mereka juga digunakan selama periode evaluasi untuk penyebab lain arthritis, terutama ketika pasien muncul sebelum 6 minggu penyakit. Kortikosteroid intraartikular (triamsinolon heksasetonida dengan dosis 1 hingga 2 mg/kg) dapat digunakan pada JRA oligoartikular persisten dan pada sendi-sendi yang resisten terhadap terapi pada penyakit polyarticular. Methotrexate dengan dosis 15 mg/m2/minggu sebaiknya diberikan bila diagnosis polyarticular JIA telah dipastikan. Bila rute oral dipilih dan tidak didapatkan respon yang mencukupi setelah beberapa bulan, rute subkutan harus dibunakan. Suatu pemberian singkat prednisone oral (0,5 hingga 2 mg/kg) dapat diberikan untuk penyakit yang sangat aktif. Suatu agen biologis harus ditambahkan bila respon terhadap methotrexate tidak

34

mencukupi; seperti yang telah dibahas pada artikel ini, di antara berbagai agen-agen biologis, hanya etanercept yang disetujui untuk digunakan pada JIA atau JRA.

35

BAB III

KESIMPULAN

Istilah juvenile idiopathic arthritis, seperti isitilah-istilah pendahulunya, juvenile rheumatoid arthritis dan juvenile chronic arthritis, merupakan suatu kumpulan istilah untuk pola-pola klinis bagi arthritis pada anak-anak. Kesemuannya itu didefinisikan sebagai arthritis kronis pada anak berusia 16 tahun atau lebih muda, berlangsung selama 6 minggu atau lebih tanpa adanya penyabab apapun yang diketahui. Studi epidemiologi telah mencatat insidens yang bervariasi dari arthritis remaja (juvenile arthritis) berkisar antara kira-kira 10 dan 23 per 100.000 orang, dominasi perempuan. Variasi dalam perkiraan insiden ini mungkin karena perbedaan dalam kriteria diagnostik, penetapan kasus, atau perbedaan tempat dan waktu Juvenile rheumatoid arthritis merupakan kelainan rematik kronis yang paling sering diderita oleh pasien anak dan juga merupakan penyebab utama disabilitas dapatan pada masa kanakkanak. Pemberian methotrexate mingguan dalam dosis parenteral hingga 15 mg/m2/minggu dianggap sebagai terapi efektif dan aman untuk juvenile rheumatoid arthritis jenis polyarticular. Untuk pasien anak yang penyakitnya tidak memberikan respons terhadap methotrexate, terapi anti TNF merupakan salah satu pilihan terapi. Salah sati obat anti TNF adalah infliximab, yang merupakan antibodi monoclonal khimerik yang secara khusus dan dengan kuat berikatan serta menetralisasi TNF alfa terlarut beserta prekusor pada membrannya. Infliximab telah terbukti bersifat efektif dalam kombinasi dengan methotrexate

36

dalam tatalaksana rheumatoid arthritis dewasa, dan pernah dilakukan penelitian label terbuka pada juvenile rheumatoid arthritis.18 Infliximab memiliki sifat yang menarik untuk terapi juvenile rheumatoid arthritis, termasuk pemberiannya yang tidak terlalu sering dibawah pengawasan langsung dari para professional di bidang kesehatan, dan memiliki sifat berkebalikan dengan etanercept, karena infliximab tidak terlalu berikatan dengan limfotoksi alfa, yang penting bagi pertahanan tubuh. Percobaan ini dilakukan untuk mengamati efektivitas dan keamanan dari infliximab pada anak dengan juvenile rheumatoid arthritis jenis poly-articular.

18

Hayward K, Wallace CA. Recent developments in anti-rheumatic drugs in pediatrics : treatment of juvenile idiopathic arthritis. Arthritis Research & Therapy 2009, 11:216 (doi:10.1186/ar2619). 37

DAFTAR PUSTAKA Chang HJ, Burke AE, Glass RM. Juvenile Idiopathic Arthritis. The Journal of the American Medical Association 2010;303(13):1328 (doi:10.1001/jama.303.13.1328) JAMA. Feldman DE, Bematsky S, Houde M. The incidence of juvenile rheumatoid arthritis in Quebec : a population data-based study. Pediatric Rheumatology 2009. Diunduh dari : http://www.ped-rheum.com/content/7/1/20. Diakses pada tanggal 04 Juni 2010. Haines KA. Juvenile Idiopathic Arthritis Therapies in the 21st Century. Bulletin of the NYA Hospital for Joint Disease 2007;65(3):205-11 Hayward K, Wallace CA. Recent developments in anti-rheumatic drugs in pediatrics : treatment of juvenile idiopathic arthritis. Arthritis Research & Therapy 2009, 11:216 (doi:10.1186/ar2619). Sofka CM, Bogner E. Imaging of Juvenile Rheumatoid Arthritis. Radiology & Imaging Corner. HSSJ (2008) 4: 7173. Schaller JG. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin MA : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.Ed.15.h.816827. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran : EGC,2006. Ed.2.h.912.

38

Juvenile Rheumatoid Arthitis. Diunduh dari : http://www.pediatrik.com /2009/05/17/. Diakses pada tanggal 06 juni 2010, 12:15 Juvenile Rheumatoid Arthritis. Diunduh dari : http://www.childrenallergyclinic.com/2009/05/17/.Diakses pada tanggal 06 juni 2010,23:30

39

Anda mungkin juga menyukai