Buletin Triwulan
Buletin Triwulan
EDISI 5, OKTOBER
2005
EDITORIAL
Transparansi atau keterbukaan adalah kata umum dipakai dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan kata akuntabilitas, relatif masih asing dan lebih sering
diterjemahkan dengan kata “pertanggung jawaban” atau “ bisa ditanggung gugat”.
Dalam perjuangan ACCESS, kedua prinsip itu terus didorong dalam setiap kegiatan, baik
di tingkat masyarakat, LSM/KSM sebagai pendamping, di dalam program penguatan
masyarakat sipil, maupun ditingkat ACCESS.
Buletin nomor ini secara khusus memotret upaya-upaya ACCESS dan mitra- mitranya
untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas program dan belajar dari pengalaman
yang diperoleh baik pengalaman yang berhasil maupun yang gagal. Hasil diskusi staff
untuk menemukan praktek-praktek yang baik yang berhasil mendorong transparansi dan
akuntabilitas program, dirangkum dan disajikan dalam nomor ini sebagai fokus. Artikel
tersebut dilengkapi dengan hasil refleksi PPO ACCESS yang selama ini bergaul erat
dengan mitra- mitra dan paham sekali apa yang telah terjadi di lapangan. Wawancara
dengan tim keuangan ACCESS mengenai proses Audit, mudah-mudahan memberikan
gambaran lebih jelas tentang bagaimana sesungguhnya akuntabilitas program bisa
diukur.
Selamat menikmati dan kami menunggu tulisan para pembaca di edisi depan.
Salam
TIM BULETIN ACCESS
FOKUS
Dikompilasi oleh Paul Boon, dari diskusi “Praktek-praktek yang baik untuk Transparansi dan
Akuntabilitas”
Transparansi mungkin kata yang sudah mulai sering kita dengar dibandingkan akuntabilitas.
Namun, apakah kata-kata itu mempunyai arti yang sama bagi kita? Dalam konteks program
ACCESS, transparansi dan akuntabilitas kita artikan sebagai berikut ini.
Transparansi: Prinsip keterbukaan OMS sebagai organisasi publik atas kerja/kegiatan yang
dilakukan dan sumberdaya yang digunakan termasuk dana kepada publik. Transparansi menjadi
syarat untuk akuntabilitas.
Berdasarkan refleksi terus menerus terhadap program, kami mencoba untuk mengidentifikasi
beberapa PRAKTEK-PRAKTEK YANG TERBUKTI (di dalam program ACCESS) yang
mendukung TRANSPARANSI dan AKUNTABILITAS.
1.Mendorong proses pembelajaran yang melibatkan berbagai pihak, namun dipimpin
masyarakat (luas)
Proses pembelajaran – melalui program pengembangan desa – merupakan kesempatan untuk mendorong
kerjasama berbagai pihak di dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dsb sehingga menjadi
pembelajaran bersama untuk semua pihak yang terlibat, khususnya terkait dengan contoh pengelolaan
program yang lebih transparan dan bertanggunggugat/akuntabel.
Ÿ Metodologi penjajakan dan perencanaan merancang berbagai ‘pleno masyarakat desa’ sebagai
wahana untuk mendapat umpan-balik dan kesepakatan atas rencana kegiatan di desa.
Ÿ Papan informasi (desa) digunakan untuk memuat berbagai informasi (terbaru) tentang program
dan papan ditempatkan di lokasi yang strategis di mana banyak masyarakat berkumpul (sumur,
pasar, tempat rapat dusun, dsb). Informasi yang dimuat a.l.: rencana kerja, laporan keuangan,
foto-foto kegiatan.
Ÿ Kontrak kerjasama (PGA) ditandatangani bersama dan masing-masing pihak (wakil
masyarakat, Pemdes, LSM, Pemda, ACCESS) memegang salinannya.
Ÿ Acara sosialisasi hak dan kewajiban, pada saat penandatanganan PGA di desa,merupakan
kesempatan menyebarkan informasi secara luas pada masyarakat luas di desa.
Ÿ Kelompok/masyarakat memiliki jalur dan kesempatan untuk melaporkan lembaga mitra yang
menyelewengkan dana program kepada ACCESS atau ke pihak lain.
Ÿ Tim pelaksana dan pihak Pemdes memiliki jalur dan kesempatan untuk menghadirkan
lembaga pendamping dan ACCESS untuk klarifikasi program.
• bahwa usulan kegiatan harus dibuat berdasarkan kondisi masyarakat dan berdasarkan pilihan
yang didukung informasi secukupnya.
• ACCESS yang mensyaratkan pengelolaan dana program oleh masyarakat.
• Kebijakanmengenai pencairan dana berdasarkan rencana tiga bulanan kegiatan.
• kebijakan yang memungkinkan penggunaan sisa dana oleh masyarakat sesuai usulan dan
kesepakan masyarakat. (ada contoh dimana masyarakat memanfaatkan sisa anggaran
memberi kontribusi kepada gaji dan transportasi Petugas Lapang karena puas dengan
pelayanannya).
• .ACCESS mensyaratkan adanya keterlibatan suami istri dalam kontrak (misalnya : pinjaman
modal) termasuk perlunya tandatangan suami istri.
• Institusi masyarakat ditentukan sebagai pemilik dan penanggungjawab atas modal bergulir
• Kebijakan tentang kontrol keuangan dan Audit
C Adanya Audit keuangan dan Program.
C Audit keuangan dan program melibatkan semua staf lembaga mitra dan
masyarakat.
C Adanya kontrol oleh ACCESS terhadap laporan keuangan.
C ACCESS mensyaratkan agar semua pengeluaran harus disertai bukti yang sah.
Mitra: “Ternyata idealisme dan niat baik aja tidak cukup untuk mencapai
akuntabilitas”
Apa yang terjadi jika kita tidak transparan, dan karenanya tidak dapat mempertanggung
jawabkan progam kita terhadap pihak lain?
C Masyarakat di salah satu desa Sumba Barat, tidak mau melanjutkan program
sebelum tuntutan mereka akan kejelasan program dari LSM dipenuhi.
C Partisipasi masyarakat dalam program menurun karena tingkat kepercayaan
terhadap LSM menurun.
C Salah satu LSM di Lombok Tengah di bawa ke pengadilan untuk
mempertanggung jawabkan penyelewengan dana, dan masyarakat dampingan
menolak untuk menerima pencairan dana selanjutnya sebelum masalah
tersebut diselesaikan.
Sesulit itukah menerapkan prinsip akuntabilitas? Sebenarnya tidak……… hanya ada
sedikit prasyarat akuntabilitas dalam program ACCESS yaitu:
C Harus dilandasi transparansi, termasuk perencanaan program oleh masyarakat
dan diketahui semua anggota masyarakat. Melalui proses itu harus dipastikan
bahwa hanya masyarakat yang berhak, yang akan menjadi penerima manfaat.
C Semua proses harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar .
C Semua pengeluaran keuangan harus bisa dipertanggung jawabkan (dipakai
sesuai peruntukannya), dan disertai bukti-bukti yang sah dan dokumen
pendukung yang sesuai (misalnya daftar hadir, bukti penawaran harga
barang).
o
PO: Administrasi tidak berkaitan dengan “ketidak percayaan” namun terkait dengan pembuktian.
Sayang sekali, jika kita sudah melakukan proses fasilitasi dengan sangat baik, program
berjalan baik di lapangan dan masyarakat sangat mendukung, namun akhirnya kinerja
kita jatuh hanya karena tidak mampu menunjukkan bukti-bukti atas semua yang kita
lakukan. Pembelajaran yang muncul dari proses audit mitra adalah “ Ternyata kalau
tidak mengalami sendiri, mereka tidak paham benar apa maksud sesungguhnya dari
transparansi dan akuntabilitas”.
OPINI
Audit bukan hantu……
Berbagai kasus korupsi di KPU muncul dan dibawa ke pengadilan setelah proses Audit
(pemeriksaan keuangan) dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak mengherankan,
AUDIT menjadi hantu yang menakutkan bagi sebagian lembaga termasuk mitra-mitra ACCESS.
Lalu apakah sebenarnya Audit, dan bagaimana proses tersebut dilakukan di ACCESS?
Kita disini mencoba berbincang-bincang dengan Pak Krisdeni (D) dan Pak Alit (A), Grant
Manager dan Grant Officer ACCESS yang bertanggung jawab pada pemeriksaan laporan
keuangan mitra dan audit program. Krisdeni (32 th, L) adalah ayah dari 1 putri dan
mengharapkan kelahiran putra/i kedua dalam waktu dekat. Pak Deni sebelumnya bekerja di
Proyek Bank Dunia – CBD untuk Ajeg Bali dan lulus dari satu universitas di Surabaya, beberapa
tahun lalu. Sedangkan Pak Alit (31 th, L) ayah dari 3 putri, sebelumnya berpengalaman sebagai
staff keuangan dan sempat mengajar di LP3I Bali.
A: Hampir semua ketakutan, mereka menjadi sangat berhati-hati berbicara dan langsung
mengambil semua buku dan catatan, padalah kita sudah bicara dan “menenangkan” supaya
mereka santai dan terbuka saja”.
T: Jadi tampaknya Pak Deni dan Pak Alit senang karena ditakuti?
D dan A: Ha ha ha……….
T: Mengapa mereka takut? Apakah karena merasa diadili, belum pernah diaudit atau
belum tahu proses audit , atau karena menutup-tutupi sesuatu?
A: Namun pengaruh yang cenderung dominan saat ini adalah banyaknya berita yang
ditayangkan di koran atau televisi, mengenai banyaknya pejabat KPU yang masuk
pengadilan, gara-gara Audit oleh KPK, jadi mereka beranggapan “ Oh ini gara-gara
audit ini, jadi masuk ke pengadilan”.
A: Audit menjadi momok bagi mitra dan dianggap dapat membahayakan bagi kelanjutan
dukungan ACCESS, sehingga ada masyarakat yang terkesan “menutup-nutupi” LSM
karena merasa sudah sangat terbantu oleh LSM, dan takut kalau “informasi tersebut
dibuka” dapat membahayakan kedudukan LSM dihadapan ACCESS. Seba liknya, jika
ada konflik antara masyarakat, tim implementasi atau LSM, informasi dibuka lebar-lebar
oleh masing-masing pihak, sehingga keterbukaan akhirnya benar-benar terjadi.
D: Tidak….. ini istilah baru yang kita ciptakan untuk mencerminkan prinsip-prinsip
ACCESS yaitu – Community led, Partisipatif, Transparansi and Akuntabilitas. Juga cara
kita berbeda dengan audit biasanya.
A: Itulah sebabnya, LSM yang sudah biasa di-audit pun, cukup terkaget-kaget karena
Audit ACCESS berbeda dengan audit yang biasa dilakukan oleh lembaga lain yang
bekerja sama dengan mereka. Audit biasanya hanya dilakukan dengan melibatkan
bendahara saja, sedangkan dalam proses audit dengan ACCESS, semua pihak dilibatkan,
termasuk staff program dan masyarakat.
D: Jadi prosesnya lebih partisipatif!. Proses yang dilakukan terbuka, tidak ada yang
ditutup-tutupi, dan masyarakat pun memahami prosesnya dan jadi paham apa saja
pengeluaran-pengeluaran proyek.
A: Dalam proses audit kadang-kadang ACCESS justru menjadi “penengah” bagi pihak-
pihak yang bersengketa. Misalnya, ada kasus di suatu LSM, ada masalah dalam
implementasi sehingga dana belum dapat dilaporkan ke ACCESS sehingga mereka tidak
bisa mencairkan anggaran. Karena keterlambatan pencairan itu, masyarakat curiga bahwa
LSM menggunakan uang program itu. Dalam proses audit hal seperti ini akan terungkap,
dan karena sem ua ketemu akhirnya permasalahan dapat diketahui dengan jelas, dan
konflik dapat diselesaikan.
A: Hal lain yang muncul adalah ungkapan seperti, “ Oh ternyata enak ya, kita bisa ikut
begini”.
D: Jadi awalnya mereka takut, tapi kemudian mengerti. Hasil Audit ternyata mereka
butuhkan , bukan hanya bendahara. Mereka jadi tahu apa yang dilakukan bendahara
program dan ini juga menimbulkan rasa memiliki program. Dari proses audit, lembaga
mendapat pembelajaran tentang pengelolaan program, pengelolaan dana yang benar;
bagaimana membandingkan antara rencana dengan realisasi anggaran dan bagaimana
melihat efisiensi program.
D: Dari 10 lembaga yang sudah di audit, kebanyakan masyarakatnya (yang terlibat dalam
proses audit) tidak pernah menerima laporan keuangan dan laporan tidak dipasang di
papan informasi.
A: Hal ini juga dikarenakan masyarakat tidak terlalu perhatian dan menuntut hak atas
informasi tersebut. Hal lainnya adalah masih sedikitnya keterlibatan masyarakat dalam
pembelian barang, karena masih banyak LSM yang melakukannya sendiri tanpa
konsultasi atau melibatkan masyarakat.
T: Selama ini, apakah ada masukan atau komentar ttg manfaat proses Audit dari mitra-mitra?
D: Memang ada mitra yang mengirim surat dan menyatakan bahwa mereka senang
karena dengan adanya proses Audit masyarakat menjadi lebih percaya kepada lembaga.
Masyarakat menyatakan senang dengan proses ini dan ingin supaya audit dilakukan
secara berkala.
A: Ada pula yang menyatakan, bahwa dengan melibatkan banyak pihak dalam audit juga
telah meningkatkan rasa saling percaya antar tim dalam lembaga maupun dengan
masyarakat. Semua mitra yang diaudit menyesalkan, mengapa audit baru dilakukan
setelah program hampir selesai, sehingga mereka agak terlambat belajar dari proses itu.
Menurut mereka, audit seharusnya dilakukan di pertengahan program.
T: Dari obrolan dengan para PO ACCESS, mereka menyatakan bahwa audit sangat membantu
mereka, karena memberikan “kejuta (shock theraphy)”, dan meyakinkan mitra bahwa
administrasi dan bukti itu memang mekanisme yang mutlak untuk menjamin transparansi dan
akuntabilitas. ACCESS juga menyebarkan poster mengenai hak-hak masyarakat atas informasi,
dukungan LSM dan program dll. Untuk terus mendorong transparansi dan akuntabilitas di
ACCESS. Menurut Pak Deni dan pak Alit apa yang harus kita lakukan dimasa depan oleh
ACCESS?
D: Dengan adanya poster-poster itu, ACCESS harus lebih siap menghadapi kemungkinan
meningkatnya pengaduan dari masyarakat dan kalau perlu menyiapkan “jalur khusus”
pengaduan. Yang lebih penting lagi adalah memastikan bahwa penegakan hukum
dilakukan, jika terjadi pelanggaran.
Kutipan:
“ Ngapain sich kita dilibatkan dalam audit begini? Saya pertama kali bingung, kenapa harus ikut
diaudit. Karena di tananua dulu-dulu diaudit dari manapun, selalu hanya bendahara saja yang
terlibat. …… Oh ternyata enak ya kita bisa ikut begini” (Dondu tay, Laki-laki (PL Y. Tananua
Sumba).
LINTAS DAERAH
FASILITATOR KREATIF
Nampaknya sebutan itu tidak berlebihan, untuk seorang Marta Dinata. Koordinator program dari
YKPR ini, setiap kali proses fasilitasi dimasyarakat maupun di kelas, selalu saja ada oleh-oleh
pembelajaran baru bagi orang lain. Sebagaimana yang terjadi saat Pelatihan Perencanaan
berlangsung. Ketika semua peserta sangat kelelahan karena telah melakukan fasilitasi proses
penjajakan dimasyarakat dengan tanpa jeda. Ditengah situasi yang demikian, Marta membangun
suasana dengan caranya sendiri. Tiba-tiba dia berdiri diantara peserta lain. Fasilitator serta
peserta pelatihan, sudah mengerti maksudnya dan mengikuti apa yang dikatakan.
Setelah meminta semua peserta untuk duduk melingkar, Marta mulai beraksi. Dengan duduk
bersila dan khusuk, dia mulai membuka selembar kertas yang dikeluarkan dari dalam
tasnya.”Assalamualaikum Warahmatullahi wabarokatuh, kawan-kawan ijinkan aku berbagi oleh-
oleh hasil penjajakan dari Babussalam. Dengan tenang dan khusuk, dia mulai membaca lembaran
kertas yang ada di genggamannya. “Kawan-kawan, tulisan ini disarikan dari hasil alur sejarah
Desa Babussalam. Naskah ini sengaja kami buat, untuk dijadikan sebagai bahan renungan
bersama tentang proses pemiskinan yang terjadi pada masyarakat Babussalam, terhadap sumber
daya yang ada disekelilingnya, sejak puluhan tahun yang lalu”.
Marta: Assalamualaikum, selamat pagi Inaq-inaq. Pada hari ini kita akan melihat bagaimana
sejarah desa Babussala m. Siapa yang bisa menceritakan bagaimana asal mula permukiman atau
begubug warga Babussalam. Seorang kakek yang paling sepuh diantara semua peserta lain
menjawab
“Saya tidak tahu apa-apa, dari sebelum lahir kondisinya memang sudah begitu” Seorang peserta
lain menimpali, memang sudah begini kondisisnya”. Aparat desa yang lebih tahu. Tanya saja
kepada aparat Desa” Ujar seorang Inaq.
“Ee Bapak, tidak usah kita buat yang begini-begini. Kalau memang ada bantuan kasih saja
langsung”.
“Benar, Pak. Kita ini memang orang tak punya, tidak punya uang. Tidak ada beras, itulah masalah
kita”.
Sejenak aku terdiam dan memandangi mereka satu persatu.
Marta: “Inaq, Amaq dan semeton jari senamian. Dulu pelungguh sering mendapatkan bantuan
uang dan beras, apakah uang dan beras yang diberikan dulu masih ada”.
hampir serentak mereka semua menjawab: “aaa dulu sudah habis, untuk seminggu saja tidak
cukup.”
Marta: Nah, terbukti kan, kalau kita diberi beras atau diberi uang begitu saja tidak akan
menyelesaikan persoalan kita, saat dikasih kita memang senang, dan kebutuhan kita selama 1
minggu mungkin bisa tercukupi. Tapi bagaimana dengan hari-hari berikutnya ?, Sementara
kita masih hidup dan memiliki kebutuhan. Kebutuhan tidak hanya untuk kebutuhan kita sendiri
tetapi juga kebutuhan anak-anak dan cucu kita. Oleh karena itu, penting tiang sampaikan sejak
wal. Bahwa tiang datang tidak membawa bantuan apapun. Hal ini telah tiang sampaikan sejak
sosialisasi. Kemarin batur-batur tiang juga sudah menyampaikan. Sebenarnya sekarang bisa
saja tiang memberikan beras atau uang lima ribu. Tapi bisakah hal itu menyelesaikan masalah
yang kita hadapi ? Kita bersama melakukan proses ini, agar mengetahui apa yg bisa kita
manfaatkan di desa kita. Bagaimana keadaan kehidupan saudara dan tetangga kita. Bagaimana
ceritanya dulu sehingga kita seperti sekarang, dengan mengetahui semua itu maka harapannya
kita dapat membuat rencana yg dapat kita lakukan untuk memperbaiki keadaan kehidupan kita.
Nunasang berembe ?”.
Semua peserta diam, tiba-tiba seorang bapak berkata: “ Iye uah aden arak ite ceritak ojok anak
bai ape hasil berajah ne, lamun ite sak uah toak memang nani beras butuh, laguk kegiatan ne
arak manfaat masih ”.
Marta: “Nah lamun marak nike, bisa kah kita lanjutkan ?”
Masyarakat: “bisa!!!”
Marta: “apakah keadaan desa ataudusun tempat kita tinggal saat ini kondisinya masih sama dan
tetap sama dengan kondisi saat ibu-bapak masih kecil ?”
Beberapa orang berbicara bersahutan,: “Dulu TV hanya ada di terminal gerung dan kita rame-
rame nonton kesana” .
“SD juga hanya ada di kelompok dan gerung” “dengan nine melahirkan dirumah ditolong sama
dukun, banyak bayi dan ibu meninggal, karena belum ada polindes”
“Na terus, kalau sawah yang ada di depan kantor desa ini dari yang ada di Lemokek siapa yang
punya ?
“Orang dari luar – Bali”.
Sejak kapan sawah dimiliki oleh orang luar ?
“Sejak zaman Anak Agung, semua sawah yang ada di Babussalam, dimiliki orang luar ” Sekitar
zaman Jepang. Kemudian banyak maling dan rampok. Orang-orang Bali membentuk komunitas
di Babakan. Sebahagian penduduk membeli sawah dari orang Bali”
Kemudian saya menayakan siapa yang bisa membeli sawah ?
”Tg Syafii, H. Amiruddin”
“Kalau kita lihat berdasarkan klasifikasi kesejahteraan yang telah kita buat bersama, termasuk
warna apa yang bisa membeli tanah ?
Mereka serentak menjawab “Ejo”.
Seperti air sungai yang lama tergenang, begitu sumbatan ditengah sungai dipinggirkan perlahan-
lahan, air deras mengalir. Kenangan-kenangan atau cerita-cerita masa lalu yang disampaikan
orang tua teraurai satu persatu. Dari perempuan yang dilarang sekolah, Penas Pertasi kencana
yang membuka lapangan kerja bagi laki-laki berpendidikan, hingga radio yang rata-rata dimiliki
warga Babussalam dan TV yang dimiliki oleh penduduk sedang dan kaya.
Totalitas gaya dan cara pembacaannya telah dapat menarik perhatian semua peserta. Sebagian
besar, berdecak kagum. Wajar saja, selain fasilitator, Marta juga sebagai penyiar radio
Komunitas, Radio Maya Pesona dan beberapa statiun radio lain serta pembawa acara di
Lombok TV. Tayangan yang dibawakan adalah “Selemor Ate”. Sebuah tayangan musik
tradisional Sasak.
Naskah Monolog ini memang sengaja dibuat, untuk dijadikan sebagai media pembelajaran dan
penyadaran bagi masyarakat dan semua pihak tentang proses peminggiran dan pemiskinan
masyarakat miskin dan perempuan terhadap sumber daya yang ada di Desa.
Sebelumnya naskah ini juga telah dibacakan sebagai pengantar saat memasuki kajian mendalam
waktu proses penjajakan. Ternyata dengan pembacaan monolog ini, diakui banyak sekali
membantu kelancaran proses. Setidaknya masyarakat diajak untuk bisa merasakan dan
menghayati kembali kejadian puluhan tahun lalu, yang berdampak terhadap kondisi dan
kehidupan mereka saat ini.
Mataram-Juni 2005
Salah satu perubahan yang paling menonjol dari istri La Buta sebulan yang lalu ini adalah
keberaniannya untuk berbicara dihadapan orang banyak. Padahal sebelumnya Kusniar
yang bersekolah sampai jenjang SMP ini relatif lebih banyak berdiam diri disetiap
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan di kampungnya.
“Dulu saya memang tidak bisa berpendapat di depan orang banyak. Memang kondisi
dikampung kami masih agar\k tertutu. Perempuan selalu dikesampingkan oleh kaum
lelaki” kata Kusniar yang ikut membawa perubahan persepsi dikalangan kaum
perempuan dan lelaki dikampungnya itu.
Bagi penjual kacang hijau dan petani tanaman sayur, ini kesempatan untuk mengikuti
pelatihan Kepemimpinan Perempuan yang berkesan, ini adalah sesuatu yang
menyenangkan dan membanggakan. Ini kesempatan baginya untuk mendapatkan ilmu
dan pelajaran baru. Selain ketemu banyak teman baru tentunya kata Kusniar yang sehari-
harinya aktif menggerakkan anak-anak dan ibu- ibu melakukan pengajian tiga kali
seminggu dikampungnya.
Banyak hal berkesan yang didapatkan perempuan yang selalu mengangkat kedua
tangannya dan berseru dadah setiap kali memulai dan mengakhiri kesempatan bicara
didepan orang banyak ini.
Selain mendapatkan banyak teman baru di pelatihan ini, Kusniar sangat senang pada
kesempatan bernyanyi, bermain, menonton film bersama-sama peserta pletihan yang
lainnya. Kejadian ini waktu di Buton dalam mengikuti Pelatihan Inspirit pada tanggal 23-
26 Agustus 2005. Dari semua yang diberikan ditempat ini saya menarik pelajaran bahwa
sebagai pemimpin kita harus terus maju supaya apa yang ingin diwujudkan bias menjadi
nyata kata Kusniar yang bertukar membagi ilmu yang didapatkannya ini kepada
masyarakat di kampungnya.
Kita harus terus maju meski banyak rintangan yang menghalang.
(Kusniar (P) dari proses pembuatan Significant Change stories) , September 2005)
Transparansi perlu kesiapan dari seluruh pelakunya ……..
“Saya ingin bertanya kepada pak Paul, apa sih itu Transparansi…. Rasanya semua sudah kami
lakukan, membuka rekening kelompok, melaporkan hasil pencataan keuangan… tapi kok
sepertinya kami masih saja salah, bahkan seolah-olah kami dicurigai sudah menyalah gunakan
keuangan “
Kutipan diatas adalah keluhan Arni (Supervisor dari Tananua yang sekaligus sebagai TSP di
Sumba Barat) ketika bertemu dengan pak Paul setelah kegiatan evaluasi tahunan di Kel. Kawangu
dampingan Yayasan Tananua. Pertanyaan itu dia sampaikan karena ada nada keputus asaan
dalam menghadapi permasalahan keuangan gandengan Handtraktor sebesar 3 juta rupiah sisa dari
pembelian handtraktor yang saat ini disalah gunakan pemakaiannya oleh ketua kelompok.
Program kegiatan lain yang dikembangkan adalah tenun ikat dengan pewarna alami dan dalam
pelatihan yang dilakukan dengan fasilitator lokal mereka berhasil menghidupkan kembali
ketrampilanmembuat pewarna dari alam. Pak Niko sebagai ketua kelompok yang energik berhasil
melakukan pembuatan pewarna lokal, yang selama ini dimitoskan bahwa laki-laki tabu
melakukan ini.
Bahkan dari ketrampilannya ini pak Niko dan bapak ketua RT yang juga bendahara kelompok
sudah berhasil memperoleh penghasilan dari upah pencelupan pewarna lokal ini Rp 100.000,- per
lembar kain.
Sosok pak Niko sebagai ketua kelompok adalah orang yang sangat energik, bersemangat dan
mempunyai wawasan serta cita-cita tinggi. Pak Niko mampu menjalin hubungan relasi dengan
“dunia luar desanya”, baik dengan instansi pemerintah/ dinas terkait maupun pihak-pihak lain.
Dusun Karaha dimana ia tinggal seringkali mendapat bantuan dari pemerintah baik ternak,mesin
pompaair, bibit tanaman,modalusaha dll.
Dengan semangatnya itu pulalah yang mendorong ia untuk menggunakan uang kelompok sebesar
Rp 2.000.000,- yang semula untuk gandengan handtraktor yang dia ijinkan untuk digunakan Oom
Dumu (salah satu anggota) berbisnis kain tenun ikat, walau penggunaan in i belum memperoleh
persetujuan anggota kelompok . Kebetulan adik Oom Dumu datang dari Bali dan mendapat order
tentang tenun ikat. Proses ini terjadi pada bulan Juni 2004 namun sampai bulan Agustus uang
belum dikembalikan sementara kelompok akan melakukan pengajuan kelembaga untuk
pembelian benang tenun.
Lembaga tak dapat mengeluarkan anggaran kegiatan lain sebelum laporan pertanggungjawaban
dapat dilakukan.
Pak Niko sebagai ketua kelompok meminta untuk direalisasikan anggaran lain tak perlu
menunggu pengembalian uang pinjaman, nanti saatnya pasti dapat tergantikan.
Tarik ulur antara pak Niko dan Tananua semakin keras dan mengakibatkan terjadi “konflik”
saling menyerang dan mengancam. Pak Niko menuduh bahwa lembaga telah menyembunyikan
uang masyarakat sementara PL lembaga menuduh pak Niko menyalah gunakan uang kelompok.
Segala upaya yang dilakukan PL dengan menemui pak Niko untuk menyelesaikan masalah
akhirnya menemui jalan buntu, karena pak Niko juga sudah tidak lagi kooperatif.
Komunikasi untuk menjadi baik sebenarnya masih dimungkinkan melalui PL laki-laki Dundu.
Namun Dundu juga sudah dicurigai bersekongkol dengan pak Niko…. Hasilnya kegiatan
pertemuan kelompok yang mulanya secara rutin tiap bulan tidak dapat berjalan lagi. PO pernah
mencoba untuk memfasilitasi pertemuan dengan pak Niko… tapi bila PO ada pak Niko tidak
datang,bila pak Niko ada saat PO tidak dating di lokasi. Kemudian sempat pula berkembang
bahwa PO dan Pak Niko sudah melakukankesepakatan tersendiri….. !!!
Sampai saat ini masalahnya belum dapat terselesaikan dengan tuntas…. Tapi ada setitik harapan
dengan bantuan SEKCAM dan dari BIMAS (sebagaimana hasil rekomendasi evaluasi tahunan)
mencoba mendekati pak Niko. Terakhir pak Niko menyanggupi menyelesaikan dengan cara akan
menjual sapinya untuk menggantikan uang kelompok.
AGENDA KEGIATAN
AGENDA KEGIATAN MITRA DAN ACCESS
NOVEMBER 2005 – JANUARI 2006
Kembali ke atas
PROFIL
“ Saya lahir dan dibesarkan di Vancouver Canada sampai lulus universitas tetapi selalu tertarik untuk jalan-
jalan ke luar negeri. Perjalanan saya yang pertama ke Asia sekitar tahun 1977/78 membuka mata saya
bahwa saya hidup dalam posisi yang sangat beruntung, dibandingkan sebagian besar masyarakat yang
tingkat kemiskinannya tinggi, anak-anak tidak punya kesempatan sekolah dan mengalami kehidupan yang
sulit”. Kesadaran itu sekaligus menjadi pendorong bahwa saya harus bisa memberikan kontribusi dengan
memberikan apa yang saya miliki kepada mereka. Untuk itu saya kembali ke Canada untuk bekerja
dibidang Pembangunan Pedesaan dan pendidikan bagi orang dewasa”.
“Pada tahun 1979 dan tahun 1982 saya mendapat kesempatan untuk bekerja di Indonesia. Namun
persentuhan dengan OMS di Indonesia mulai banyak terjadi setelah bekerja sebagai direktur CUSO tahun
1985, dan beberapa proyek lainnya antara lain dengan CIDA dan GTZ”.
Karena merasa putus asa dengan sulitnya melakukan perubahan di era ORDE BARU, Pak Greg sempat
keluar dari Indonesia dan bekerja beberapa proyek lain termasuk di Ethiopia. Setelah reformasi, masuk
kembali ke Indonesia sebagai direktur PACT sampai tahun 2002. Pada tahun 2002 diajak ACCESS untuk
mengembang-kan program pengembangan masyarakat sipil sebagai advisor, dan sampai sekarang
sebagai Advisor program Capacity Building di ACCESS. Program CB sudah diulas habis dalam sebagai
artikel utama Buletin ACCESS No. 3 bulan April 2005.
“Di Indonesia perencanaan dari bawah dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
sebenarnya didorong sejak tahun 70 dan 80 an, tetapi kebanyakan masih menjadi sekedar “Lip service”.
Peluang OMS pada tahun-tahun tersebut lebih banyak pada kerja-kerja praktis dan karitatif sehingga upaya
peningkatan kapasitas masyarakat untuk memampukan mereka mengambil alih kembali nasib mereka
sangat terbatas”.
Dalam era reformasi saat ini, peluang keterbukaan sangat luar biasa. Namun banyak OMS yang kemudian
bergerak secara reaktif, tanpa mengambil waktu yang cukup untuk melakukan refleksi tentang perubahan
yang terjadi, memposisikan diri dalam konteks terkini serta mengatur strategi yang tepat dalam
menentukan tujuan dan menjawab tantangan yang dihadapi.
Hal lain yang sering sekali terlupakan adalah “ dalam mendorong perubahan, harus dimulai dari diri sendiri”
termasuk dalam hal demokrasi, transparansi dan akuntabilitas.
“ Secara umum LSM di Indonesia menghadapi tantangan karena belum mendapat kepercayaan penuh dari
masyarakat ; kemampuan membangun jaringan strategis masih lemah, kecenderungan ingin menjadi ahli
dadakan, termasuk kompetisi untuk mendapat funding antar LSM”. Hambatan lain yang sangat berarti
adalah gejala umum lack of trust (tiada kepercayaan) antar masyarakat, antar masyarakat dengan
pemerintah; antar pemerintah dengan LSM dll”.
ACCESS mengembangkan strategi CB yang lebih jelas dengan bergerak di 3 tingkatan yaitu penguatan
masyarakat, penguatan OMS dan penguatan MS di kabupaten, karena setelah era otonomi, kabupaten
memiliki posisi tawar yang tinggi. Salah satu mitra ACCESS pernah mengatakan bahwa ACCESS
melakukan “mission imposible” karena memilih bekerja di daerah-daerah yang termasuk paling tertinggal,
dengan LSM yang relatif masih baru di kabupaten.
“Meskipun dalam refleksi, kita sering kecewa karena mengantung harapan terlalu tinggi ditengah tantangan
yang begitu besar, apa yang saya sukai di ACCESS adalah bahwa ACCESS setia pada prinsip-prinsip. Kita
tidak mau meninggalkan prinsiphanya untuk membuat pekerjaan menjadi lebih mudah”
“Mestinya kita lebih sering merayakan sukses meskipun kecli” Walaupun belum memenuhi harapaari staf
maupun dari mitra bahwa “ apa yang dilakukan ACCESS adalah sia-sia”. Kita melihat dda banyak
perubahan yang terjadi, baik dalam masyarakat, diantara mitra OMS maupun dalam relasi antar OMS
dengan pemerintah”.
Hal penting yang harus kita lakukan dalam 1 tahun terakhir ini adalah: “terus memberikan motivasi kepada
mitra-mitra ACCESS bahwa mereka berperan penting untuk mendorong perubahan, dan membantu mitra
melakukan proses refleksi agar mitra bisa lebih banyak belajar dari pengalaman sehingga bisa mendorong
perubahan secara lebih berarti.
Lalu apa hubungan semua itu dengan ungkapan Favorit Pak Greg di atas? Menurutnya: “ACCESS bisa
menawarkan dan menyediakan kondisi yang mendukung perubahan e( nabling environment) misalnya
melalui program -program CB dan kebijakan-kebijakannya, namun kita tidak bisa memaksa mitra untuk
menggunakan-nya”. Pada akhirnya kebutuhan dan niat mitra untuk belajar dan berubah lah yang menjadi
faktor penting, apakah OMS akan berhasil mendo-rong perubahan secara bermakna dalam masyarakat.
Kembali ke atas
ACCESS UPDATES
Demikian ungkapan Mas Dani Munggoro dan Budshi Kismadi dari INSPIRIT untuk
menggambarkan betapa besar potensi para perempuan yang terpilih untuk mengikuti
“Pelatihan Kepemimpinan bagi Perempuan”. Pelatihan tersebut diikuti oleh 49 terpilih
yang mewakili komunitas masing- masing, dari desa-desa yang menjadi sasaran program
ACCESS.
Film kartun berjudul “Mulan” dipakai untuk membuka katup sehingga para peserta
pelatihan terinspirasi (mendapat ilham) tentang sifat-sifat apa yang dibutuhkan untuk
menjadi pemimpin. Uang 100 ribu rupiah, yang diberikan sebagai modal untuk membuat
masakan dan batas batas waktu 3 jam untuk melakukan perencanaan, mendapatkan
pinjaman alat memasak yang tidak disediakan oleh panitia maupun belanja ke pasar, dan
membuat masakan merupakan salah satu metode pembelajaran yang dipakai untuk
melatih ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan seorang pemimpin.
Profil dan cerita perubahan pada mereka sebagaimana dituturkan sendiri oleh masing-
masing peserta, dikemas dalam majalah yang apik dan dibagikan kepada masing- masing
orang. Disamping itu Majalah “M ATA HATI” secara khusus dibuat sebagai bahan
bacaan pendukung yang berisi materi pembelajaran seperti tentang kecerdasan emosional,
ketrampilan mendengar dan lain sebagainya. Meskipun disediakan materi pendukung,
semua proses belajar diberikan melalui berbagai permainan dan tugas kelompok, diskusi
dan refleksi. Sehingga pada dasarnya semua peserta menemukan sendiri dan pada
akhirnya mereka merencanakan untuk berbuat sesuatu bagi kaumnya dan desanya, tanpa
memikirkan ada dukungan atau tidak dari luar. Mereka yakin mampu melakukan
perubahan pada diri maupun pada masyarakatnya, sekecil apapun yang dilakukan.
PEKA merupakan perangkat yang sederhana dan sesuai karakteristik untuk menilai diri
organisasi masyarakat. Alat ini memungkinkan organisasi masyarakat untuk melakukan
penilaian oleh diri sendiri. Perangkat ini sudah digunakan oleh paling sedikit 10
organisasi masyarakat seperti kelompok tani, KSM atau Jaringan / konsorsium di NTT,
NTB, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera.
ACCESS akan menawarkan PEKA kepada mitra- mitranya yang bentuk organisasinya
adalah kelompok masyarakat, KSM ataupun Jaringan. Dukungan ACCESS adalah
tersedianya fasilitator yang mampu memberikan layanan fasilitasi PEKA bagi 15
organisasi masyarakat yang menjadi mitranya selama bulan Pebruari – Agustus 2006.
Tim Fasilitator :
Ch. Shinta Widimulyani,
FX. Agus Priyono
Greg Rooney
I Nyoman Oka
Wayan Tambun
Pengumuman hasil seleksi akan dilakukan pada minggu pertama Desember 2005
*)
NTT NTB Sulsel Sultra
Jumlah KSM 4 3 7 3
Jumlah tim 2 1 2 2
Kembali ke atas
REFERENSI
Dokumen SNPK disusun melalui proses yang sangat panjang dan melibatkan berbagai
pihak. Proses ini dimulai sejak dibentuknya Komite Penanggulangan Kemiskinan tahun
2001, pembentukan Dokumen Sementara Strategi pengentasan kemiskinan tahun 2002 –
2003, dan baru dapat selesai tahun 2005.
Dokumen SNPK ini merupakan dokumen strategi dan rencana aksi untuk mempercepat
tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan. Sebagai strategi dan rencana aksi dari
pemerintah, maka dasar hukum dari dokumen SNPK ini akan didasarkan kepada
Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden. Dokumen SNPK tidak berdiri sendiri, tetapi
menjadi bagian dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004 – 2008 yang memuat kebijakan pembangunan dan rencana kerja
pemerintah selama 5 tahun. Dokumen SNPK selanjutnya dapat menjadi arah dalam
melakukan pengarus utamaan berbagai pengarus utamaan berbagai kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan (Hal 6-7).
Dokumen ini terdiri atas 3 Buku, yaitu Dokumen Utama SNPK yang lengkap, satu buklet
Rencana Aksi dan Buklet Ringkasan Eksekutif.
Buku Ini dapat diperoleh dari BAPPENAS, atau Kantor KPK Daerah.
PRODUK-PRODUK MITRA ACCESS
Berbagai program kerjasama antara ACCESS di mitra di berbagai daerah telah
menghasilkan banyak pembelajaran dan produk yang diharapkan dapat memberikan
sumbangan pada tujuan akhir program yaitu “ memberikan kontribusi pada pengentasan
kemiskinan dan penguatan Masyarakat Sipil dengan memberikan tekanan khusus pada
aspek kesetaraan gender dan pemberdayaan masyarakat miskin”. Dibawah ini, kami
informasikan daftar beberapa produk yang sudah tersedia atau akan tersedia dalam waktu 3 bulan
kedepan.
Jika anda tertarik untuk mendapatkan produk-produk tersebut, silakan hubungi : Lembaga yang
memproduksi atau Kantor ACCESS.
Kembali ke atas
INFO DONOR
Dengan keyakinan bahwa permasalahan dapat diselesaikan sendiri dengan kekuatan manusia (people
power), NOVIB tidak mengirim orang ke lapangan tetapi bekerja sama dengan organisasi-organisasi lokal
di negara-negara berkembang yang lebih paham mengenai apa yang dibutuhkan masyarakat lokal.
Dukungan NOVIB dapat berbentuk pendanaan, penyediaan nasihat/keahlian atau pengorganisasian acara
unuk menghubungkan kelompok-kelompok sehingga mereka bisa saling belajar satu sama lain. Pada saat
ini NOVIB mendukung proyek-proyek yang dijalankan oleh 861 organisasi di 67 negara. Untuk informasi
lebih lanjut dapat
Program-program NZAID fokus kepada pemberdayaan orang miskin untuk meningkatkan taraf hidup
mereka, menguatkan pemerintahan dan mengurangi rentannya kemiskinan. Terutama dengan
memfokuskan pada pendidikan, kesehatan, kehidupan yang berkelanjuan, lingkungan hidup, hak asasi
manusia, kepemimpinan dan pemerintah, perkembangan ekonomi, perdamaian dan pencegahan konflik,
dukungan kemanusiaan dan keamanan masyarakat. Unuk mengetahui tentang NZAID lebih lanjut dapat
dilihat di www.nzaid.govt.nz
Keterlibatan para pihak dalam proses pembuatan keputusan sekaligus menjadi instrumen (alat)
untuk mengukur kinerja dan pencapaian kerja pemerintah lokal.
PNT (Komponen pengentasan kemiskinan) berfokus pada penciptaan alternatif sumber
penghasilan dan meningkatkan aliran modal dari kelompok-kelompok swadaya masyarakat.
PNT memperkenalkan cara pertanian yang disesuaikan dan metode pelestarian sumberdaya
alam, meningkatkan pemasaran dari produk pertanian lokal dan meningkatkan kemampuan
kewirausahaan. Kelompok-kelompok swadaya masyarakat berpartisipasi di perencanaan
pembangunan wilayah melalui proses perencanaan desa.
Kembali ke atas
SEKILAS BRF
PAMERAN FOTO BRF
BOM BALI JILID II menjadi berita utama selama beberapa minggu, setelah Bom meledak lagi di
Kuta dan Jimbaran, yang menelan korban jiwa 24 orang termasuk 3 orang yang dicurigai
merupakan pelaku Bom Bunuh Diri. Entah berapa ratus ribu lagi orang yang akan terpengaruh
dan kehilangan mata pencaharian akibat peristiwa itu. Yang jelas, salah satu Bapak yang
kebetulan bekerja di Hotel, mengatakan bahwa banyak tamu yang membatalkan kunjungan
wisatanya ke bali, dan tingkat hunian hotel merosot dari yang semula sudah lebih dari 70% kamar
terisi menjadi 30% kamar saja.
Proyek Bali Rehabilitation Fund (BRF), dimulai tahun 2003 atas dukungan dari pemerintahan
Australia untuk membantu orang-orang yang kehilangan atau terganggu mata pencahariannya
akibat dampak bom Bali I pada industri pariwisata. Oleh karena itu BRF mendukung
pengembangan program dan pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan matapencaharian
alternatif selain dari pariwisata. BRF telah mendukung lebih dari 80 program selema 3 tahun
terakhir. Program yang didukung BRF sangat beragam, mulai penyediaan pelatihan kejuruan
misalnya pelatihan eketronik, komputer, pijat, tata hias, pengembangan pasar export untuk
handicraft dan hasil pertanian; penyediaan modal usaha untuk usaha kecil, peternakan, pertanian
ramah lingkungan, teknologi tepat guna; sampai pengembangan pendidikan lingkungan dan
pengelolaan sampah.
Sampai tanggal 31 September 2005, BRF telah menyalurkan bantuan sebesar AUD $1,500,000
(sekitar 208 milyard rupiah) melalui proyek-proyek mitranya.
Sebuah pameran akbar yang menampilkan hasil kerja mitra-mitra terpilih telah direncanakan
tanggal 12-13 October yang lalu sebagai peringatan atas 3 tahun BOM Bali. Pameran tersebut
dilakukan di Fuel (Kuta) pada tanggal 12 October, pada acara peringatan Bom Bali I.
Dalam pameran tersebut, ditampilkan foto-foto hasil jepretan kamera para penerima manfaat yang
menunjukkan, perubahan apa yang terjadi pada dirinya atau pada komunitasnya, akibat adanya
proyek yang didukung oleh BRF. Banyak cerita yang menarik yang menunjukkan bahwa mitra-
mitra BRF telah mendorong perubahan kehidupan para penerima bantuannya. Di halaman ini
kami sedikit berbagi foto hasil yang ditampilkan dalam pameran tersebut, dan suasana pameran
itu.
Pameran tersebut akan dibawa ke masing-masing kabupaten di Bali pada bulan Nopember 2005
supaya pembelajaran BRF selama 3 tahun terakhir bisa ditanggapi oleh para penjabat dan
masyarakat di seluruh Bali.
Kembali ke atas
WEBSITE
www.leisa.info
ILEIA adalah suatu pusat informasi tentang Pertanian dengan input rendah dan pertanian
berkelanjutan (LEISA : Low External Input and Sustainable Agriculture). ILEIA dimulai sejak
tahun 1984 untuk merespon permasalahan pembangunan pertanian yang cenderung tidak
memperhatikan para petani di belahan bumi selatan. ILEIA mulai dengan mengidentifikasi
berbagai teknologi yang menjanjikan yang tidak mempergunakan atau hanya menggunakan input
dari luar yang sangat terbatas, dan didasari oleh pengetahuan dan teknologi lokal/tradisional dan
pelibatan petani itu sendiri dalam pengembangannya. Pertukaran informasi mengenai teknologi-
teknologi tersebut terutama dilakukan melalui Majalah ILEIA.
Sistem LEISA memungkinkan dikembangkannya sistem pertanian skala kecil yang viable (dapat
berlanjut), yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat di pedesaan
sehingga memberikan sumbangan yang sangat besar bagi pengembangan ekonomi. Sistem
LEISA terutama berupaya menemukan pilihan-pilihan teknis dan sosial bagi petani yang berusaha
meningkatkan produktivitas dan penghasilan dengan cara yang lebih ramah lingkungan. LEISA
terkait dengan upaya penggunaan sumberdaya lokal dan alami secara optimal.
Website www.leisa.info memuat perpustakaan elektronik yang berisi pangkalan data buku dan
publikasi yang bisa diakses melalui email (on-line). Publikasi tersebut dikelompokkan menjadi
berbagai golongan antara lain pertanian dan gender, peternakan, agroforestry, pengetahuan lokal,
pengembangan partisipatif dan lain-lain.
Website ini juga memuat majalah LEISA yang tersedia didalam berbagai bahasa, termasuk
majalah LEISA regional versi Indonesia yang berjudul SALAM, dan diterbitkan oleh partner LEISA
di Indonesia yaitu VECO Indonesia. SALAM Edisi 11 yang terbit bulan Juli 2005 mempunyai topik
utama “ Energi dari lahan” yang berisi berbagai pilihan sumber energi alternatif dan ramah
lingkungan seperti, energi surya, angin dan bahan bakar dari tempurung kelapa, limbah tahu serta
dari kotoran sapi. Jika anda tertarik mengenai edisi ini yang sangat relevan dengan kondisi langka
BBM saat ini, silakan download dari www.leisa.info atau mendapatkannya dari redaksi SALAM,
pada alamat kontak berikut:
Iwan Syahwanto
Redaksi SALAM
VECO Indonesia,
Jl. Letda kajeng No. 22
Denpasar 80234
Telp: 0361 262126
Kembali ke atas
JENDELA PEMBELAJARAN
SAYEMBARA
Penulisan Cerita untuk BULETIN ACCESS Edisi JANUARI 2006
ACCESS saat ini sedang memulai suatu proses pengumpulan Most Significant Story (MSC)
sebagai salah satu bentuk evaluasi terhadap program ACCESS. MSC mencoba memotret
perubahan-perubahan sebagai dampak yang muncul akibat adanya proyek yang didukung oleh
ACCESS, sebagaimana yang dirasakan dan dituturkan oleh para penerima manfaat sendiri.
Untuk mendorong terdokumentasinya cerita pengenai perubahan yang terjadi akibat kegiatan
program, KAMI MEMBERI KESEMPATAN KEPADA SEMUA MITRA ACCESS, untuk menuliskan “
Cerita perubahan yang signifikan” berdasarkan cerita para penerima manfaat program atau
fasilitator desa, bahkan perubahan pada lembaga yang terjadi terkait dengan kerjasama dengan
ACCESS baik secara langsung atau tidak langsung.
Cerita tersebut dapat dituliskan sendiri oleh masyarakat, atau disusun berdasarkan wawancara
yang dilakukan oleh masyarakat, oleh tim implementasi atau oleh staff lembaga pendamping.
Berdasarkan infomasi kunci hasil wawancara tersebut, tuliskan sebuah cerita yang menarik (Tips
membuat cerita pengalaman yang menarik dapat dilihat kembali pada Buletin ACCESS No.
4). Sertakan 2-3 foto sebagai pelengkap cerita. Salah satu foto harus memperlihatkan orang yang
menuturkan cerita.
AusAID dan Pemerintah Indonesia memandang penting peran organisasi non pemerintah dan
organisasi
masyarakat sipil lainnya di Indonesia dan akan meningkatkan dukungannya mereka melalui
ACCESS. Bantuan
yang diberikan berupa dana hibah untuk meningkatkan kapasitas sehingga mereka lebih mampu
dalam
memberikan dukungan teknis pada pengembangan masyarakat.
Layout Design ;
Ayu Ambarini
Distribusi ;
Komang Budinata
Ratna Mayuni
Tanpa mengurangi penghargaan atas hasil karya fotografi, Redaksi mengucapkan terima kasih dan pernghargaan yang tinggi terhadap seluruh tim &
mitra ACCESS yang sudah memberikan kontribusi hasil karya foto didalam buletin kami. Mohon maaf apabila kami tidak bisa menyebutkan pemilik
hasil karya satu persatu
(ACCESS)