Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL: KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN Pendahuluan Era globalisasi dan Perdagangan bebas dewasa ini yang diperparah

oleh krisis moneter dan banyaknya para pemodal asing yang memindahkan modalnya ke negara Jiran vietnam, menambah carut marutnya lapangan kerja baru bagi anak negeri. Belum lagi setiap hari adanya demo para pegawai atau buruh yang menuntut kenaikan gaji yang tidak layak fasilitas kerja dan ngejomplangnya gaji antara Asing dan Melayu membuat para pengusaha menjadi gerah. Kesempatan kerja sangat sedikit sedang para pencari kerja melimpah. Para jebolan Perguruan Tinggi tidak segan melamar kerja walaupun kesempatan itu sebenarnya ditujukan untuk jebolan SMA atau SMU. Ratusan ribu baik S1 atau S2 yang membutuhkan lapangan kerja setiap tahun karena Perguruan Tinggi dewasa ini sudah menjamur di kota-kota besar tetapi juga ke kota kecil termasuk kota kecil sipirok yang nota bena hanya ibukota kecamatan tetapi sudah akan direncanakan untuk mendirikan Universitas Sibualbuali apabila mantan Keresidenan Tapanuli meningkat statusnya menjadi Propinsi. I. Bidang Pekerjaan Tidak Harus Sesuai Dengan Pendidikan Dhea Roy sebut saja begitu sesuai panggilannya dimana nama sebenarnya adalah Elfriede Roy memetik nama Elfriede Harder karena ompungnya adalah seorang Par Haluaon Nagok pautusan (pauatik dengan haluaon nagok). Dimana baik sebelum tidur maupun sesudah bangun pagi selalu menyanyikan lagu dari Haluaon Nagok dilembahToi Sibohi yang terkenal hawa dinginnya. Dhea Roy sudah selesai test ujinyali masuk Bank Pemerintah sudah selesai pendidikan dan tinggal menandatangani surat perjanjian kerja 3 bulan percobaan dan kalau baik hasilnya dianggap jadi pegawai tetap. Dhea Roy bingung atau dibingungkan oleh sebuah boss di Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) karena Dhea Roy seorang insinyur dibidang Pertanian sedangkan tenaga yang dibutuhkan adalah Teller D3 perbankan. Atas saran Jakudair gurunya akhirnya surat perjanjian ditanda tangani dan 5 tahun kemudian dia dipindahkan ke bagian kredit menjadi analis (naik jabatan). Pada saat Banknya ada penerimaan Analis (S1) untuk bidang pertanian/perkebunan Dhea Roy sudah mantap dibidangnya sesuai kebutuhan atas tenaga Pertanian karena bank tempat kerjanya sedang membiayi perkebunan kelapa sawit di Padang Bolale mantan. Untung Dhea Roy mau mendengar perkataan gurunya karena kalau tidak belum tentu dia bisa diterima karena saingannya sesudah beberapa tahun pasti akan lebih berat lagi mendapatkan lapangan pekerjaansesuai bidang pendidikan dan tingkat Pendidikan. Dewasa ini sudah sangat susah. Walaupun ada saingan sudah ribuan. Lihat saja dimana kalau dibuka bursa tenaga kerja atau oleh salah satu Televisi Swasta yang membutuhkan tenaga hanya beberapa puluh orang saja maka ribuan orang sudah mendaftar dan seleksi/test diadakan digedung olahraga Senayan Jakarta. Melihat jumlah orang yang membludak sedemikian rupa saja sebagai peserta sudah pasrah, kalah sebelum bertempur mencari pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan kecuali pendidikan dibidang kurang seperti paramedis, parawisata, perhotelan, transportasi atau kedinasan sudah sangat langka karena lapangan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan banyaknya lulusan Perguruan Tinggi (Universitas dan Akademi) sehingga banyak orang berprinsip asal ada kerja dengan status tamatan SMA/SMU saja tidak apa asal ada gaji dam meningkatkan status (maksudnya bekerja tidak jadi pengangguran). II. Bidang Pekerjaan Tidak Sesuai Dengan Keinginan Mungkin seseorang sudah mendapat pekerjaan tetapi bidang tersebut bukan bidang yang di senangi atau bidang yang diharapkan, hal tersebut pasti akan membuat dirinya tidak betah atau tidak happy untuk itu perlu kita kaji sbb: 1. Lapangan pekerjaan sudah sangat sempit di Indonesia. Tempat kita kerja sudah ditunggu ribuan orang untuk menggantikan kita, untuk itu sepanjang belum ada tempat lain maka kita harus berusaha bekerja sebaik mungkin karena bidang tersebut memberi kita makan. 2. Kalau kita keluar berarti kita jadi pengangguran berarti menjadi beban orangtua apa tidak malu anak lulusan perguruan tinggi tetapi masih diberi makan oleh orangtua. Kalau kita anak tunggal bisa saja tetapi kalau mereka banyak bisa memusingkan orangtua. 3. Kalau tidak buka saja usaha sendiri sesuai dengan bidang yang disenangi pasti kerjanya nanti bisa santai dan happy. III. Bidang Pekerjaan Tidak Sesuai Dengan Gaji Yang Diharapkan Berbicara soal gaji di Indonesia selalu jadi masalah karena : 1. Perusahaan besar Asing selalu membedakan gaji pegawainya antara orang asing dan pribumi sehingga kadang membuat iri para pegawai pribumi dengan jumlah gaji yang sangat tidak seimbang. Contoh beberapa hari yang lalu para pegawai pribumi pertambangan di tembaga pura demo besar soal gaji dan akhirnya tuntutannya diterima dan sekarang mereka sudah bekerja kembali dan perusahan lainnya seiring terjadi hal demikian. 2. Ada Bank Swasta Nasional yang gaji pegawainya ditetapkan sesuai keturunan (katanya) gaji seorang pegawai pribumi dengan pendidikan S1 masa kerja lima tahun (katanya) lebih kecil dari bangsa keturunan dengan pendidikan D3 dengan masa kerja 0 tahun. Mereka tidak bisa berbuat apa karena ditempat lain tidak ada lowongan. Sai naadong ima di parhajop katanya mengutip palsafah batak. 3. Upah minimum Provinsi. Untuk para pegawai dipabrik pasar swalayan dan lainnya oleh pemerintah sudah ditetapkan gajinya dengan pengupahan sesuai regional dengan upah minimal provinsi misalnya untuk Jakarta diatas Rp 900.000 tetapi dalam kenyataanya banyak diantara mereka yang sesuai kemampuan perusahaan mereka digaji upah dibawah Upah Minimum Regional/Provinsi(UMR/UMP), hal ini bisa disebabkan kemampuan perusahaan benar terbatas atau memang perusahaan berusaha menekan gaji pegawainya menjadi minimal dibawah UMR/UMP. Akibatnya sering kita berpikiran atau lihat dimedia kaca para buruh/pegawai demokrasi menuntut upah sesuai UMR. IV. Membekali Diri Untuk Bersaing Para pencari kerja sejak dini (mulai SD). Sudah harus mempersiapkan diri untuk bersaing baik untuk melanjutkan pendidikan kejenjangan yang lebih tinggi maupun nantinya untuk mencari pekerjaan. Lapangan kerja yang sangat sempit mengakibatkan para pencari tenaga kerja terutama perusahaan besar dan mapan membuat persyaratan yang ketat antara lain sbb: 1, Lulusan S1 dengan index prestasi keseluruhan (IPK) untuk Universitas Negeri minimal 2,75 dan Universitas/Perguruan Tinggi Swasta minimal 3,00. 2. Lulus test lisan dan tulisan yang diadakan biasanya 7 atau 8 kali test termasuk wawancara terakhir. 3. Fasih berbahasa Inggris baik lisan maupun tulisan dan mampu untuk surat menyurat (koresponden) 4. Mampu mengoperasikan komputer sampai dengan sistem tertentu. 5. Bersedia ditempatkan dimana saja diseluruh Indonesia. Berarti mereka yang dinilainya dibawah minimal tersebut sudah jelas tidak ada kesempatan lagi untuk bersaing. Dan malahan untuk bidang tertentu ditetapkan lagi. Minimal tinggi badan dll sedangkan gaji tidak disebut karena sudah ada ketentuan dan ketetapan perusahaan yang baku. V. Jalan Keluar Bagi seorang pencari kerja dari bidang umum maka perlu diperhatikan sbb : 1. Kita tidak bisa memilih pekerjaan sesuai bidang pendidikan dan sesuai tingkat. Pendidikan kita tetapi apapun pekerjaan itu yang jelas dapat 2. menghidupi diri kita dan itu harus kita sayangi dan laksanakan dengan baik sesuai job yang ada. Kalau ada kepastian mendapat pekerjaan lain yang lebih baik monggo saja. Ada yang berselorah sekarang ini mencari kerja yang haram saja sudah susah apa lagi yang halal katanya. 3. Kita harus mempersiapkan diri sejak dini untuk kebutuhan tersebut diatas tadi untuk les bahasa dan les komputer dll karena hal tersebut akan selalu berkembang.

4. Mengadakan koneksi untuk bekerja bukan zamannya lagi karena baik perusahaan besar maupun Instansi Pemerintah selalu ingin mendapatkan
5. calon pegawai yang terbaik diantara yang baik karena banyak tersedia bahan baku nya. Kalau masih ada satu dua, tentunya itu rezeki mereka. Kita harus mempunyai sedikit kelebihan dari orang lain. Mulanya orang lain fasih berbahasa Inggris maka kita harus fasih berbahasa Inggris ditambah bahasa Jepang atau Mandarin dll. Ingat prinsip management Jepang dimana kita harus setengah langkah maju didepan dari orang lain dimana kalau kita berlari lebih cepat setengah langkah didepan dari saingan kita maka apabila kita dikejar harimau maka yang dikejar/ditangkap adalah yang dibelakang. Penutup Mempersiapkan diri untuk bekerja mutlak harus dilaksanakan karena kalau tidak maka kita akan tertinggal dari orang lain saingan kita. Dan salah satu yang menjadi bahan pemikiran yang berat bagi para orangtua dewasa ini adalah susahnya mendapat pekerjaan untuk anak. Sudah bukan rahasia umum lagi apabila seseorang ingin diterima disalah satu perusahaan besar atau instansi pemerintah harus menyediakan uang 40 atau 50 juta katanya wah,wah,wah kalau anak ada 4 untuk calon pekerja siapkan uang 200 juta yang sudah habis untuk menyekolahkan anak. Sudah lulus siapkan lagi uang dari mana lagi diperoleh dari Hongkong!. Semoga Tuhan selalu membantu anak kita yang mencari pekerjaan dan kita orangtuanya. Amin dan Horas (Penulis adalah Kamaruli Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2007)

Kesempatan Kerja
Hasil kajian Mayling Oey-Gardiner menunjukkan bahwa terdapat konsistensi yang lebih tinggi antara umur dan tingkat pendidikan bagi wanita dibanding dengan laki-laki. Yang secara implisit dapat diartikan bahwa wanita lebih berhasil di sekolah daripada laki-laki (dalam Perempuan dan Pemberdayaan, 1997). Keberhasilan wanita di sekolah dapat berarti terbukanya peluang yang lebih luas bagi wanita untuk memilih jenis pekerjaan sesuai keahlian yang dimilikinya. Peluang yang lebih terbuka tersebut terdapat di berbagai bidang, antara lain adalah bidang pendidikan, terutama pendidikan formal. Pada dasa warsa terakhir terlihat bahwa wanita yang memilih profesi sebagai tenaga pengajar di perguruan tinggi (dosen) memperlihatkan adanya peningkatan. Belum diketahui secara pasti latar belakang peningkatan gejala tersebut. Oleh karena itu melalui penelitian ini diharapkan akan terungkap apa sesungguhnya motivasi mereka memilih profesi sebagai dosen. Berdasarkan pengamatan sederhana, peneliti memperoleh suatu gambaran bahwa sekalipun banyak wanita telah memilih profesi sebagai dosen, namun terdapat inkonsistensi gejala partisipasi dosen wanita yang belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini berarti ada inkonsistensi keadaan wanita pada waktu sekolah dan setelah wanita bekerja. Dugaan sementara mengindikasikan adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhi produktivitas dosen wanita tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas dosen wanita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terkait dengan diri dosen wanita yang bersangkutan, seperti faktor motivasi, keluarga, dan lain sebagainya, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar pribadi dosen wanita tersebut, seperti kebijakan institusi/pemerintah dimana dia bekerja, kondisi lingkungan dimana dia bekerja, jaminan perlindungan hak-haknya sebagai wanita, dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dalam penelitian ini hendak dijawab beberapa permasalahan sebagai berikut : (1) bagaimana produktivitas kerja dosen wanita pada Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah V ? (2) bagaimana kesempatan aktualisasi diri dosen wanita pada Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah V ? (3) adakah hubungan antara tingkat produktivitas kerja dosen wanita dengan kesempatan aktualisasi diri yang diberikan oleh institusi pendidikan tinggi ? (4) apakah institusi pendidikan tinggi memberikan dukungan pada pelaksanaan tugas dosen wanita melalui peraturan kepegawaian atau peraturan lain yang berkaitan ? Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan produktivitas kerja adalah suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk. Seorang tenaga kerja dikatakan produktif jika ia mampu menghasilkan keluaran (output) yang lebih banyak dari tenaga kerja lain untuk satuan waktu yang sama. Jadi bila seorang karyawan mampu menghasilkan produk sesuai dengan standar yang telah ditentukan dalam satuan waktu yang lebih singkat, maka karyawan tersebut menunjukkan tingkat produktivitas yang lebih baik atau lebih tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain seperti pendidikan, ketrampilan, disiplin, sikap, dan etika kerja, motivasi, gizi, dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan, dan iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan kesempatan berprestasi (J. Ravianto, 1983). Kesempatan aktualisasi diri merupakan kesempatan yang diberikan oleh suatu institusi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri bagi para tenaga kerja atau karyawannya. Adapun kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) adalah salah satu hirarki kebutuhan (hierarchy of need) dari Abraham Maslow yang menduduki posisi paling tinggi, setelah terpenuhinya kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, dan kebutuhan penghargaan. Ketika kebutuhan akan penghargaan ini telah terpenuhi, maka kebutuhan lainnya yang sekarang menduduki tingkat yang paling penting adalah aktualisasi diri. Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan untuk memaksimalkan potensi diri, suatu keinginan untuk menjadi apa yang dirasakan oleh seseorang karena mempunyai potensi mencapainya (Thoha, 1992). Di sektor formal, peranan perempuan pekerja biasanya jauh lebih kecil. Mayoritas perempuan pekerja sektor formal menduduki posisi yang kurang penting. Hal ini memang sering dikaitkan dengan kemampuan perempuan yang lebih terbatas, yang seringkali merupakan cerminan dari pendidikannya. Alasan lain yang sering pula dikemukakan adalah perempuan hanya cocok bagi pekerjaan yang feminin atau pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya dalam peran sebagai ibu rumah tangga atau mitra pembantu laki-laki, misalnya guru, perawat, pelayan restoran, juru masak, operator telepon, teller bank, dan sejenisnya (Barry, 1989 seperti dikutip oleh Chrysanti Hasibuan-Sedyono dalam Gardiner, 1994:214). Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin sudah berlangsung ribuan tahun, karenanya orang sudah menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Ada 2 teori besar tentang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tersebut, yaitu : 1.Teori Nature yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara pria dan wanita disebabkan oleh faktor-faktor biologis yang sudah ada sejak manusia dilahirkan. 2.Teori Nurture yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara pria dan wanita tercipta melalui proses belajar dari lingkungan, jadi tidak dibawa sejak lahir. Masyarakat Indonesia cenderung menerima perbedaan antara pria dan wanita sebagai hal yang alamiah, sehingga lebih dekat pada pemikiran teori nature. Keikutsertaan kaum wanita untuk bekerja sama dengan kaum pria menimbulkan adanya peran ganda wanita, di mana wanita di satu pihak dituntut peran sertanya dalam pembangunan dan memberikan sumbangannya kepada masyarakat secara nyata, di lain pihak wanita dituntut pula untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

Secara konseptual peran ganda wanita mengandung beberapa kelemahan dan ambivalensi. Pertama, di dalamnya terkandung pengertian bahwa sifat dan jenis pekerjaan wanita adalah tertentu dan sesuai dengan kodrat wanitanya. Kedua, dalam kaitan dengan yang pertama, wanita tidak sepenuhnya bisa ikut dalam proses-proses produksi. Ketiga, di dalamnya terkandung pengakuan bahwa sistem pembagian kerja seksual seperti yang dikenal sekarang bersifat biologis semata. Keempat, merupakan suatu penerimaan tuntas terhadap berlangsungnya mode of production yang ada. Kelima, bila dikaitkan unsur keselarasan dan pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bersifat etnosentris dan mengacu pada kelas sosial tertentu dan secara kultural bukan sesuatu yang universal dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia (Sjahrir, 1985: 14-15). Semua teori tentang pembagian kerja yang menganggap wanita lebih lemah atau bahkan lebih rendah daripada pria tampaknya perlu dipertanyakan, sebab yang diinginkan wanita bukanlah mereka harus sama dengan pria, melainkan semacam pengakuan serta penghargaan atas kemampuannya. Wanita dan pria tidak bisa disamakan dalam segala hal. Namun tidak perlu dipertanyakan siapa yang lebih unggul dan siapa yang lebih lemah, melainkan perbedaan keduanya itu hendaknya saling melengkapi kedua pihak. Setiap pekerja tentunya memerlukan suatu kerangka perlindungan hukum, demkian pula tentunya bagi wanita yang bekerja. Medelina K. Hendytio dalam artikelnya yang berjudul "Hak Asasi Manusia dan Perlindungan bagi Tenaga Kerja Wanita" mengkonstalasi bahwa seiring dengan meningkatnya partisipasi tenaga kerja wanita, maka perlindungan terhadap tenaga kerja wanita sesuai standar internasional merupakan dasar bagi pembangunan sosial yang adil. Dengan demikian akan menempatkan pekerja Indonesia dalam kedudukan yang bermartabat (Hendytio, 1998:20). Berdasarkan hasil kajiannya, Medelna K. Hendytio menyatakan saat ini perlindungan terhadap pekerja wanita dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap obyek khusus, yaitu wanita yang bekerja juga berfungsi sebagai ibu. Oleh karena fungsinya itu, perlindungan dan hak-hak yang diberikan cenderung dibatasi hanya untuk menjalankan fungsi keibuan, dan sering dilupakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang mempunyai hak dan kedudukan sama dengan jenis manusia lainnya yaitu laki-laki. Pengakuan terhadap hak-hak wanita pada dasarnya merupakan penghormatan pula terhadap hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, maka perlindungan tenaga kerja wanita yang sesuai dengan standar internasional tentu menjadi syarat mutlak yang tidak dapat ditawar lagi. Standar internasional yang dimaksud adalah konvensi-konvensi internasional yang pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan. Nursyahbani Katjasungkana mencatat bahwa setidaknya sejak tahun 1945 lebih dari dua puluh instrumen hukum internasional telah dihasilkan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak perempuan (dalam Perempuan dan Pemberdayaan,1997: 24). Dari segi isinya, instrumen internasional tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu : protective, corrective dan non discriminatory convention. Konvensi kategori ketiga (non discriminatory convention) bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap hak-hak perempuan. Dalam hal ini konvensi yang terpenting adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan 1978 sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan UU No. 8 tahun 1978. Prinsip yang dianut oleh konvensi ini adalah prinsip persamaan yang substantif. Instrumen hukum internasional ini tentunya menjadi acuan untuk harmonisasi hukum nasional. Oleh karena itu maka instrumen ini seharusnya dijadikan sebagai inspirasi utama dalam merumuskan kaedah-kaedah hukum kita dan secara khusus juga peraturan internal organisasi. Secara lebih khusus lagi yang dimaksud di sini adalah peraturan kepegawaian institusi pendidikan tinggi. Selain memberikan inspirasi dalam perumusan kaedah hukum, konvensi ini tentunya juga harus menjadi inspirasi pula bagi tindakan-tindakan yudikatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk memetakan produktivitas kerja dosen wanita dikaitkan dengan kesempatan aktualisasi diri yang diperolehnya. Hasil pemetaan tersebut secara gradual akan memberikan deskripsi tentang produktivitas kerja dosen wanita, deskripsi tentang kesempatan aktualisasi diri dosen wanita, deskripsi tentang hubungan antara tingkat produktivitas kerja dengan kesempatan aktualisasi diri yang diberikan oleh institusi pendidikan tinggi dan deskripsi tentang dukungan institusi pendidikan tinggi dalam pelaksanaan tugasnya dalam bentuk peraturan kepegawaian. Selanjutnya dengan deskripsi tersebut diharapkan hasilnya dapat bermanfaat bagi dosen wanita dalam memperbaiki kinerjanya, yayasan penyelenggara pendidikan tinggi, serta para pengambil keputusan, baik di lingkungan perguruan tinggi maupun di lingkungan Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta. PENDAPATAN PER KAPITA RI NAIK JADI RP 24,3 JUTA DI 2009 Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9). Demikian disampaikan oleh Deputi Neraca dan Bidang Analisis Statistik Slamet Sutomo di kantornya, Jakarta, Rabu (10/2/2010). "PDB per kapita merupakan PDB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2009 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp24,3 juta (US$ 2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang sebesar Rp21,7 juta (US$ 2.269,9)," tuturnya. Slamet mengatakan, dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5% di 2009, maka nilai PDB Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2009 mencapai Rp 2.177 triliun, sedangkan pada tahun 2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.082,3 triliun dan Rp 1.964,3 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp662,0 triliun, yaitu dari Rp4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009. Selama tahun 2009, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 15,5 persen, diikuti oleh Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 13,8 persen, Sektor Konstruksi 7,1 persen, Sektor Jasa-jasa 6,4 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,0 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 4,4 persen, Sektor Pertanian 4,1 persen, dan Sektor Industri Pengolahan 2,1 persen, serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,1 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2009 mencapai 4,9 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 4,5 persen. (dnl/qom).

PERTUMBUHAN PENDUDUK
Dewasa ini begitu banyak persoalan yang timbul di kota besar salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dan permasalahannya. Seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali bisa membawa kepada banyak masalah jika tidak dibarengi dengan kuatnya ekonomi dan meratanya pendidikan. Jika melihat kondisi Indonesia yang sedang mengalami krisis dalam berbagai aspek, pertumbuhan penduduk dan permasalahannya kelihatan semakin menuju ke arah yang negatif saja. Bagaimana tidak, ekonomi kita yang sedang carut marut sekarang ini justru membuat masalah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Belum lagi pendidikan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia itupun belum dilengkapi dengan kualitas pendidikan yang terkendali baik, makin memperparah kondisi. Akhirnya jumlah pengangguran pun semakin banyak karena sempitnya lowongan pekerjaan. Walaupun dengan menggunakan media yang sudah canggih seperti internet mampu menyebarluaskan informasi lowongan kerja ke seluruh negeri, tapi karena banyaknya jumlah pencari kerja yang tidak sebanding dengan lowongan kerja maka membuat keadaan menjadi sulit. Demikianlah sekelumit persoalan yang ditimbulkan oleh pertumbuhan penduduk dan permasalahannya.

ARIS ANANTA : MEMAHAMI STATISTIK EKONOMI: PENDAPATAN PER KAPITA 2010


Teman ini tampaknya lupa bahwa Pemerintah Indonesia ingin mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan.Artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu penting. Harus dilihat apa yang menyebabkan pertumbuhan tersebut. Apakah pertumbuhan yang tinggi itu disertai berbagai hal negatif seperti perusakan lingkungan,penurunan kesehatan penduduk, polusi udara, dan kemacetan di jalan raya yang menurunkan produktivitas penduduk? Selain pertanyaan konseptual berkaitan dengan tujuan pembangunan ekonomi, dia juga lupa bagaimana pendapatan per kapita tersebut dihitung. Dia menggunakan konsep yang disebut dengan pendapatan nominal,dan bukan pendapatan nyata. Pendapatan nyata memperlihatkan perubahan dalam daya beli,sedangkan pendapatan nominal mencakup perubahan daya beli dan perubahan harga. Sebuah contoh: setelah lima tahun bekerja, gaji Amin meningkat dari Rp5 juta menjadi Rp6 juta. Amin tampak senang kenaikan Rp1 juta ini, tapi sesungguhnya daya belinya menurun. Dengan asumsi inflasi hanya 5% per tahun, gaji Amin seharusnya naik menjadi kira-kira Rp6,5 juta agar daya belinya tidak berubah. Kenaikan gaji Rp1 juta itu sesungguhnya tidak mencukupi untuk mengimbangi kenaikan harga. Amin mengalami peningkatan pendapatan nominal, tetapi pendapatan nyata dia yakni daya beli telah menurun. Kalau inflasi lebih tinggi dari 5% per tahun, daya beli Amin akan turun lebih banyak. Di Indonesia, inflasi 5% sudah dianggap rendah.Maka, tiap tahun pendapatan Amin harus naik lebih tinggi dari 5% agar daya belinya meningkat. Bagaimana dengan pendapatan per kapita USD3.000? Teman tadi memperlihatkan betapa hebatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2004-2010. Pendapatan per kapita naik secara cemerlang dari USD1.196 pada 2004 menjadi USD3.000 pada 2010. Pendapatan per kapita naik menjadi hampir tiga kali lipat selama enam tahun! Angka pertumbuhan pendapatan per kapita mencapai 15,3% per tahun selama periode enam tahun ini.Luar biasa! Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1998 tak pernah lebih tinggi daripada 6,5% per tahun.Lalu,dari mana datang angka 15,3% itu? Kesan cemerlang tadi diperoleh dengan menggunakan konsep pendapatan nominal untuk membandingkan pendapatan per kapita. Dengan kata lain,perbandingan pendapatan per kapita selama 2004-2010 itu belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan selama enam tahun itu karena kenaikan harga. Mari kita lihat data Badan Pusat Statistik (BPS). Karena data 2010 belum selesai,saya hanya memakai data 2009 untuk menghindar data proyeksi. Bila menggunakan pendapatan nominal, pendapatan per kapita di Indonesia naik menjadi USD2.696 pada 2009, lebih dari dua kali lipat USD1.179 pada 2004. Data dengan pendapatan nominal dari BPS ini pun memberikan kesan yang luar biasa pada peningkatan pendapatan per kapita Indonesia. Namun, BPS juga memberikan data pendapatan nasional nyata yang memungkinkan kita melihat perubahan daya beli. BPS menggunakan tingkat harga pada 2000 untuk membandingkan daya beli di 2004 dan 2009.Diukur dengan tingkat harga 2000, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD851 pada 2004 yang kemudian naik hanya menjadi USD1.045 pada 2009. Kenaikan yang hanya 22% selama lima tahun jauh lebih kecil dari yang diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal. Artinya kenaikan yang luar biasa dari pendapatan per kapita yang diperlihatkan teman tersebut sebagian besar karena kenaikan harga yang cepat.Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Memang perhitungan dengan menggunakan konsep pendapatan nominal dapat memberi gambaran yang salah karena mencakup perubahan harga dan tidak mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat. Kalau kita menggunakan konsep pendapatan nominal, kita dapat dengan mudah menggandakan pendapatan per kapita kita menjadi USD6.000 pada 2014. Caranya? Pendapatan per kapita harus tumbuh 17,5% per tahun selama 2010-2014. Asumsikan pertumbuhan penduduk 1,3% per tahun. Maka, pertumbuhan pendapatan secara nominal harus tumbuh kira-kira 19% per tahun. Kalau selama empat tahun ke depan pendapatan tumbuh rata-rata 7% per tahun, inflasi harus mencapai rata-rata minimal 12%. Untuk menggandakan pendapatan per kapita pada 2014,kita harus bersiap menghadapi inflasi yang luar biasa yakni 12% per tahun. Artinya, tiap tahun hingga 2014 harga akan naik 12%. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari 7%, inflasi harus lebih tinggi lagi. Maukah kita menggandakan pendapatan nasional per kapita kita dengan peningkatan biaya hidup yang cepat? Tentu saja tidak. Ini hanya contoh dramatis dari kelemahan menggunakan konsep pendapatan nominal untuk memperlihatkan kemajuan perekonomian Indonesia. Kita dapat memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi pendapatan yang tinggi ini dapat pula disertai biaya hidup yang makin tinggi. Selama 20042009, daya beli masyarakat memang mengalami kemajuan,tetapi tidak sedramatis yang diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal. Semoga kita lebih arif dalam membaca statistik ekonomi.(*)

Pendapatan Perkapita Indonesia 5000 Dollars


Laporan wartawan KOMPAS Tjahja Gunawan Diredja Selasa, 5 Oktober 2010 | 13:23 WIB
BOGOR, KOMPAS.com Pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2015 diproyeksikan akan berada pada kisaran 5.000 dollar AS hingga 6.000 dollar AS. Demikian dikatakan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung pada orasi ilmiah dalam rangka Dies Natalis IPB ke-47 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/10/2010). Orasi ilmiah dilaksanakan dalam sidang terbuka IPB yang dipimpin Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardiyanto. Menurut Chairul, saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia sudah mencapai 3.000 dollar AS. "Empat tahun lalu, Yayasan Indonesia Forum (YIF) memproyeksikan pendapatan per kapita penduduk Indonesia 2.500 dollar AS. Namun, waktu itu banyak orang yang mencemooh dan menganggap kami sebagai pemimpi besar," ujar Chairul Tanjung. Sebelum ditunjuk sebagai Ketua KEN, Chairul Tanjung menjadi Ketua YIF. Dalam orasi itu, Chairul membawakan materi berjudul Visi Indonesia 2030 Menuju Indonesia Maju Melalui Peningkatan Jati Diri Bangsa dan Ketahanan Pangan. Tahun 2030, Indonesia diharapkan sudah masuk lima negara besar di dunia setelah China, Amerika, Uni Eropa, dan India. Pada 2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 285 juta dengan pendapatan per kapita 30.000 dollar AS. Menurut catatan Kompas, saat ini negara di Asia yang sudah mencapai pendapatan per kapita 28.000 dollar AS adalah Korea Selatan. Sedangkan Malaysia pendapatan per kapitanya sekitar 5.500 dollar AS. Menurut Chairul, Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak. SDA ini harus dikelola dengan baik, transparan, dan akuntabel. Analisis: Seperti yang tertulis di artikel diatas, pendapatan perkapita Indonesia akan meningkat menjadi 5000 hingga 6000 dollars pada tahun 2015. Saat ini pendapatan perkapita Indonesia mencapai 3000 dollars. Peningkatan ini didasari beberapa faktor, diantaranya adalah peningkatan penduduk dan sumber daya yang masih melimpah. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan akan meningkat menjadi 285 juta orang. Faktor ini merupakan

potensi yang sangat menggairahkan pasar. Bagaimana tidak? Bayangkan saja Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat setelah Cina, Amerika Serikat dan India, bila Indonesia mampu menguasai pasar domestik bukan hal tidak mungkin pendapatan perkapita Indonesia akan semakin meningkat bahkan bisa menjadi sebuah kekuatan besar ekonomi dunia. Dari sumber daya alam, Indonesia merupakan negeri yang kaya tetapi anehnya Indonesia tidak bisa memanfaatkannya. Ini yang selalu menjadi dilema dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia tetapi para tenaga ahli sangat minim sekali bahkan harus menggunakan tenaga dari luar negeri. Jika dari segi SDM nya bisa lebih baik bukan hal mustahil Indonesia bisa menggarap SDA dengan maksimal dan tinggal menguasai pasar Internasional. Untuk masalah ini, pemerintah harus gencar dalam pengembangan Sumber Daya Manusia dan mengupdate terus teknologi terkini agar tidak ketinggalan informasi. Pengembangan UKM juga sangat penting mengingat usaha ini tidak mudah terpengaruh krisis global sehingga tulang punggung masyarakat kecil bisa menjadi tameng ekonomi Indonesia. Dengan begitu taraf ekonomi masyarakat kecil bisa lebih baik

Pengangguran Masih Suram hingga Tahun 2008


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan dalam lima tahun ke depan gambaran soal angka pengangguran di Indonesia masih akan suram karena tidak tersedianya lapangan kerja. Dalam kaitan itu, negara masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern mengingat struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar ke bawah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang. Tambahan lapangan kerja yang tercipta hanya 10,83 juta orang. Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,83 juta orang (10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari angkatan kerja). Peningkatan angka pengangguran terbuka ini diperkirakan masih akan berlanjut tahun 2005, di mana angka pengangguran terbuka diproyeksikan menjadi 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari angkatan kerja (lihat tabel). Proyeksi ini dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004 dan 2005 masing-masing 4,49 persen dan 5,03 persen. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie mengatakan, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada tahun 2005, lapangan kerja yang tercipta hanya 1,75 juta orang dan pengangguran terbuka mencapai 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 4,49 persen pada tahun 2004 dan 5,03 persen pada tahun 2005 dinilai sama sekali tidak menjamin terbukanya lapangan kerja. Sebab, investasi baru cenderung menggunakan mesin modern dan canggih sehingga tidak memerlukan banyak pekerja. Kwik mengungkapkan hal itu pada seminar Pasar Kerja yang Ramah Pasar di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (9/9). Pembicara lain dalam seminar itu antara lain Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto, ekonom dari Universitas Nasional Australia (ANU) Chris Manning, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Soedjai Kartasasmita, dan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Rekson Silaban. Menurut Kwik, tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah terus membesarnya jumlah pengangguran. Data tahun 2002 menunjukkan, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta orang atau 9,06 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 persen tahun 1996, atau setahun sebelum krisis. Data itu belum termasuk setengah penganggur, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, yang jumlahnya mencapai 28,9 juta orang pada tahun 2002. Yang lebih memprihatinkan adalah terus menurunnya kesempatan kerja formal, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Jumlah pekerja formal di pedesaan yang mempunyai upah tetap atau waged worker tahun 2001 berkurang sebanyak 3,3 juta orang. Tahun 2002, jumlah pekerja formal di perkotaan berkurang 469.000 orang dan di pedesaan berkurang 1,1 juta orang. Indikator ini menunjukkan, kesempatan kerja yang tercipta selama tahun 2001 dan 2002 memiliki kualitas rendah karena lebih banyak kesempatan kerja tercipta di sektor informal, katanya. Sementara itu, ada kecenderungan di perusahaan besar ada peningkatan upah yang lebih tinggi dari pertumbuhan nilai tambahnya. Jika hal ini benar, ini sebagai tanda bahwa daya saing tenaga kerja Indonesia makin menurun, padahal sangat dibutuhkan menghadapi persaingan global, ujar Kwik menjelaskan. Menurut dia, supaya bisa menambah lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai enam sampai tujuh persen. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan tujuh persen sangat sulit, karena mengandalkan investasi baru. Sementara itu, investor tidak akan memilih Indonesia sebagai tempat menanam modal karena biaya ekonomi sangat tinggi, akibat masih kuatnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kalau ingin investor datang ke Indonesia, KKN harus benar-benar diberantas, tidak cukup dengan ngomong, tetapi pelakunya harus benar-benar dihukum tanpa pandang bulu, ucap Kwik tegas. Peredam Dengan kondisi seperti sekarang ini, menurut Kwik, investasi yang diutamakan adalah sektor yang tidak terlalu modern dan tanpa menggunakan mesin canggih. Dikatakannya pula, selama ini sektor informal dinilai sangat membantu menyerap orang-orang yang menganggur, tetapi kreatif dan menjadi peredam di tengah pasar global. Namun, bukan berarti sektor formal diabaikan. Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto memaparkan, lima tahun ke depan negara ini masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern. Alasannya, struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar (SD) ke bawah. Untuk angkatan kerja tahun 2002, yang berpendidikan SD ke bawah mencapai 59,05 juta orang atau sekitar 58,6 persen dari angkatan kerja. Perkembangan yang dinilai memprihatinkan oleh Bambang adalah kecenderungan menciutnya sektor informal periode 2001-2002, yang dibarengi dengan perbedaan upah yang makin lebar antara pekerja di sektor formal dan informal. Faktor lain adalah menurunnya produktivitas di sektor industri pengolahan serta meningkatnya pengangguran usia muda, yakni 15-19 tahun. Sementara itu, ada beberapa aturan main yang berpotensi menyebabkan infleksibilitas pasar kerja. Misalnya, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan di tempat kerja, menyangkut pemutusan hubungan kerja (PHK), dan yang berkaitan dengan upah minimum. Sumber : (Eta) Harian Kompas, Jakarta

Angka Pengangguran Akademik Lebih dari Dua Juta!By admin Thursday, February 18, 2010 16:34:00
Tantangan Perguruan Tinggi

Angka Pengangguran Akademik Lebih dari Dua Juta! Kamis, 18 Februari 2010 | 16:34 WIB JAKARTA, KOMPAS.com Tantangan terbesar mahasiswa saat ini dan ke depan adalah menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin tinggi. Di sisi lain, mahasiswa dihadapkan pada sebuah dilema bahwa mereka tidak mungkin mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai dunia kerja. Demikian dikatakan Konsultan Sumber Daya Manusia (SDM) Daya Dimensi Indonesia, Aditia Sudarto, dalam diskusi bersama media bertema Siap Hadapi Tantangan Dunia Kerja dengan Pendidikan Berfokus Karir yang digelar oleh INTI Indonesia di Jakarta, Kamis (18/2/2010). Pada akhirnya, tantangan dan dilema tersebut menurutnya juga menjadi tantangan bagi dinamika pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia. Mereka memang belum memiliki pengalaman kerja. Namun, untuk mendapatkan pekerjaan pun mereka tetap membutuhkan pengalaman-pengalaman itu. Di sinilah tantangan perguruan tinggi, yaitu bagaimanapun juga, mereka harus bisa mencetak lulusan yang siap kerja, ujar Aditia. Mengutip data survei tenaga kerja nasional tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Aditia mengkhawatirkan tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Data tersebut mengungkapkan, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta orang atau sekitar 22,2 persen adalah pengangguran. Lebih mengkhawatirkan lagi, tingkat pengangguran terbuka itu menurutnya didominasi oleh lulusan diploma dan universitas dengan kisaran angka di atas 2 juta orang. Merekalah yang kerap disebut dengan pengangguran akademik. Mereka memang belum memiliki pengalaman kerja. Namun, untuk mendapatkan pekerjaan pun mereka tetap butuh pengalaman itu. -- Aditia Sudarto Sumber: Kompas.Com http://edukasi.kompas.com/read/2010/02/18/16344910 /Angka.Pengangguran.Akademik.Lebih.dari.Dua.Juta. Mudahnya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia Negara yang kekayaan alamnya melimpah, penduduknya beragam, adalah dosa besar dan tidak bisa mensyukuri nikmat bagi pemimpin dan pengelola (dari pusat sampai daerah), jika pengguran dan kemsikinan masih meraja lela. Siapa bilang mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia Sulit? Bahkan kalau anda lihat yang dilakukan pemerintah sekarang menurut saya terlalu mahal, ribet, berbelit, boros, dan rawan korupsi. Judul hari ini adalah Mudahnya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia. Kenapa judulnya seperti itu? Ini ada kaitannya dengan mundurnya Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang sudah berhasil mengatasi persoalan ekonomi Indonesia dari krisis tapi belum berhasil mengatasi pengangguran dan menciptakan iklim sektor real yang kondusif. Benah kah pakde, bisa mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran? Bukan saya, tapi anda, sistem dan semua orang harus ada kemauan untuk mengatasi persoalan pengangguran di Indonesia. Kalau saya mungkin hanya bisa membantu dibawah 10 orang saja, bisa bekerja dan mandiri bergaji di atas UMR. Jika anda, orang tua anda, pengusaha, UKM, UMKM, Permerintah bekerja sama dan bahu membahu, maka persoalan pengangguran dan kemiskinan dengan mudah ditasi. Contoh realnya apa pakde, tidak semudah itu loh? Yah saya tentu tidak memberi contoh yang sulit dan berbelit. Begini saja jika anda atau bapak anda, atau saudara anda sudah menjadi pegawai negeri yang bergaji 5 Juta ketatas (kebanyakan guru guru di Indonesia yang sudah sertifikasi bergaji diatas 5 juta. Di keluarga saya ada 5 guru dan hampir semua bersertifikasi). Maka sebaiknya minimal ada satu pembantu rumah tangga, yang bergaji diatas Rp. 500rb. Jika ada 100 ribu guru yang bersertifikasi maka akan ada 100 ribu orang terbantu. Pemerintah harus dengan sungguh membantu dan membina UKM yang sudah berjalan dan yang mau berjalan. Kadang saya berfikir apa sih kerjanya Depnaker?, Kementerian Koperasi dan UKM. Apa hanya tampil di TV? Banyak UKM yang dibiarkan berjalan sendiri, tidak pernah dibina, dibiarkan mencari pinjaman sendiri celakanya tidak ada bank yang mau (gak ada jaminan katanya), cari modal usaha susah. Contohnya? ya saya sendiri. Jujur saya 10 tahun berusaha tidak pernah satu pejabat / perangkat pemerintah selevel RT pun yang mau datang ke tempat saya dan bertanya : Pak Sumintar usahanya apa?, gimana persoalannya? Tidak pernah dan bahkan juga tidak ada yang tahu. Barangkali anda (pembaca blog ini) yang tahu kalau pak sumintar itu masuk Usaha mikro Kecil dan Menengah UMKM. Celakanya lagi Malah Rakyat Kecil Digusur, Kaki 5, diberangus tanpa ada solusi yang bisa diterima. Lihat saja hampir tiap hari ada penggusuran lapak pedagang Kaki 5 PK5. Pasti alasannya mudah : Tidak berijin, mengganggu ketertiban kota, dan 1001 alasan. Padahal pedagang K5 itu minal sudah punya jiwa usaha, wirausaha, mau berusaha. Coba dicari solusi yang lebih manusiawi, lebih masuk akal. Jangan hanya dipindah ke tempat yang tidak ada pembeli. Contohnya pakde? Belajar saja pada Maestro Proterti Ciputra. Lihat saja lahan sepi, jauh dari kota tidak ada yang mau menempati dirubah menjadi kawasan Perumahan elit. Tidak itu saja Ciputra juga menyediakan tempat untuk foodterace semacam pedagang kaki 5. Difasilitasi, dibina dan diseleksi. Mula mula memang sepi tapi hanya butuh waktu 1 tahun maka akan beduyun duyun orang datang. (Maaf ini bukan pesan sponsor, ini hanya contoh real yang bisa dilakukan pemerintah kota, jika ingin memindah lapak PK5, bandingkan dan perhatikan bagaimana solusi pemerintah kota surabaya menggusur pedagang pasar keputran, sungguh menyedihkan). Mudahnya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia Cerita di atas hanyalah beberapa contoh kecil betapi pemerintah kota tidak cerdas dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Betapa rakyat kecil yang sudah mau berusaha mandiri malah diberangus, digusur dan kadang dipenjara. Harusnya kita harus bijak dan cerdas, jangan hanya menyalahkan, jangan hanya bisa menggusur, berilah solusi, mereka tidak bisa berdebat, mereka hanyalah ingin mencari sesuap nasi, mereka tidak tahu apa apa, bisanya hanya melawan, dan kemudian menangis, dan lari seperti maling yang dikejar petugas Polisi PP. Tugas Pemerintah Bangun Infrastruktur Vital seperti Pengganti Jalan Arteri Porong. Stabilkan Ekonomi makro seperti yang dilakukan Stri Mulyani. Sudah hampir 3 tahun jalan raya porong yang merupakan urat nandi perekonomian jawa timur belum ada pengganti, sudah banyak penderitaan yang dialamai rakyat koraban lumpur belum ada solusi. Merubah Mind Set (pola pikir) Bahwa Bekerja itu Tidak Harus Jadi Pegawai Negeri (PNS), Tidak harus Jadi Karyawan Jika pemerintah terus menerus menambah pegawai negeri baru, tanpa memperhatikan kualitas dan kebutuhan dan hanya digunakan untuk mengurangi pengangguran maka ini hanya akan membebani APBN, terutama untuk membayar gaji pegawai negeri yang jumlahnya trilyunan. Ini bukan solusi, tapi hanya bom waktu kebangkrutan negara. Bangga menjadi Petani, Bangga Tinggal di Desa, Bangga Menjadi Wira Usaha Saat ini sulit menemukan generasi yang bangga menjadi Petani, Bangga Menjadi Anak Desa, dan Mau Menjadi Wiraswasta. Pemerintah sering kehabisan akal dengan mengucurkan dana langsung tanpa melihat manfaat dalam penciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan dalam jangka panjang. Contoh Bantuan Tunai langsung, PNPM Mandiri, hal ini kana menjadi pemborosan, ekonomi biaya tinggi. Cara yang lebih mudah dan jangka panjang apa pakde?

Tentu saja yang langsung bisa menciptakan lapangan kerja, dan tentu saja secara otomatis akan mengurangi kemiskinan. 0. Gerakkan Jiwa Wira Usaha (Entrepeneur) Menggerakkan Wira usaha baik melalui UMKM, UKM atau Wisa usaha yang lain akan menggerakkan ekonomi sektor real, ekonomi rakyat dan ekonomi yang tahan banting. Jiwa wira usaha harus ditanamkan sejak kecil, bahkan saya melakukan sejak anak TK. Jiwa kemandirian harus menjadi tuntutan, kebutuhan dan solusi. Jika banyak orang mandiri, tentu akan banyak orang yang tertolong baik dalam upaya pengentasan pengangguran maupun pengentasan kemiskinan. Dukung upaya upaya yang mendidik gererasi wira usaha, mulai dari pelosok desa sampai di tengah kota. Beri penghargaan bagi mereka yang mau dan terjun dibidang pendidikan dan pelatihan Wira Usaha atau Etreprenur. Ciptakan sebanyak banyaknya pusat pelatihan, pusat pengemblengan wira usaha. Danai dan Bantu dengan sungguh sungguh. 1. Pelatiahan dan Pendidikan Intensif TKI Gratis Selama ini sering dilakukan oleh pihak swasta, kadang banyarnya mahal, atau kalau murah nanti si TKI tersebut dipotong gaji sehingga pendapatan tidak maksimal. 2. Pelatihan Internet Marketing dan Bisnis di Internet. Selama ini sudah banyak pelatihan yang dilakukan secara personal tapi belum memberi pendidikan secara lengkap dari berbagai aspek. Belum menggerakan UMKM secara maksimal. 3. Penggalangan Partisipasi Aktif Pemuda Dari pengalaman saya untuk mengajak anak desa membuat usaha agar mandiri sangatlah sulit, mereka inginnya jadi Pegawai negeri atau Pegawai Swasta. Selain itu mereka meganggap belum bekerja. Inilah Mind Set yang harus dirubah. Dan ini sulit apalagi memulai usaha itu tidaklah mudah, selain butuh modal juga butuh guru, butuh tokoh yang mau meneladani. Mudahnya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia jika mind set mereka berubah. Karena jika sudah berubah maka prilaku juga berubah, semangat juga berubah tentu saja akan berdampak langsung terhadap tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Kok bisa? Iya, karena jika mereka mau berusaha, untuk mendapatkan penghasilan rutin ditas UMR 500 s/d 1 juta sangatlah mudah. Banyak usaha sederhana saat ini bisa mendapatkan penghasilan lumayan. Contohnya : Menjadi Pengusaha Sayur, Pengusaha Pembesaran Ayam, Usaha Jual beli produk tertentu, Usaha Peternakan, Usaha Pertanian, Usaha Perkebunan. Modalnya dari Mana? Modalnya ya dari orang yang punya modal, bisa dari bank dengan anggunan, bisa dari Zakat (harusnya jakat juga bisa untuk modal usaha bagi yang tidak mampu), dari Penggalangan dana orang kaya yang dermawan. Yang paling penting modalnya adalah : Niat, Kemauan dan Semangat itu jauh lebih besar nialinya. Ada ada niat tentu ada kemauan, ada kemauan tentu akan ada jalan, ada semangat tentu usaha akan semakin lancar saja. Konsep Realnya apasih Pakde? Partisipasi dan Kemandirian Membangun Negara ini tidak hanya menggantungkan pemerintah, Setiap orang berkewajiban untuk turut berpartisipasi aktif, baik bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan dan bagi masyarakat sekitarnya. Jika tiap orang sudah berpartisipasi maka persoalan menjadi mudah. Tapi jika tiap orang hanya bisa omong saja, berdebat dan hanya bisa menyalahkan orang lain maka yang terjadi adalah Indonesia saat ini. Salam Dari Petani Kampung Mandiri Ketan Ireng, Prigen Pasuruan jawa Timur sumintar.com

PEMERINTAH YANG SELAMA INI MENDUKUNG USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) MASIH SEBATAS LIPS SERVICE. PADA KENYATAANNYA, PEMBANGUNAN KE ARAH INI JUSTRU TERHAMBAT.
PENGANGGURAN di Jawa Barat yang menjadi salah satu daerah penyumbang pengangguran tertinggi secara nasional, menjadi keprihatinan kita bersama. Sebagaimana dikemukakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno, data pengangguran diukur berdasarkan jumlah penduduk Jabar yang lebih banyak dibandingkan provinsi lainnya, seperti DKI Jakarta dan Jawa Timur. Diungkapkan, data total pengangguran yang tercatat di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) sampai Juni 2006, terdapat 11,1 juta penduduk Indonesia menganggur. Sebagian penganggur tersebut, yakni 3,91 juta orang berlatar belakang pendidikan SMA. Meski demikian, Menakertrans berkilah bahwa banyaknya angka pengangguran tersebut bukan kegagalan pemerintah, sebab ada sharing anggaran antara pemerintah pusat dan daerah. Kita mencatat, sejak Indonesia mengalami krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan krisis multidimensi, para investor ramai-ramai menarik dananya dari Indonesia. Bahkan, pemilik modal dalam negeri pun latah turut mengalihkan dananya ke luar negeri. Hilangnya kepercayaan investor menanamkan modal di dalam negeri menyebabkan banyak perusahaan yang melakukan relokasi ke negara-negara yang dinilai ramah investasi seperti Vietnam dan Cina. Sayangnya, pemerintah tidak sigap mengantisipasi gejolak ini secara cepat. Alih-laih melakukan stabilisasi ekonomi, pemerintah sendiri pada masa-masa awal reformasi justru selalu bergejolak. Pemerintahan B.J. Habibie hanya berlangsung sebentar, segera beralih ke pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid, yang diteruskan pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Dapat dikatakan, pemerintahan kembali stabil setelah diselenggarakan Pemilu 2004 yang menghasilkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK). Meskipun pemerintah semakin stabil, namun melakukan recovery ekonomi dalam waktu singkat tidaklah mudah. Apalagi kebijakan yang diambil cenderung berkutat pada perbaikan di sektor moneter. Padahal, meskipun sektor moneter sangat fital, namun sangat labil dan mengikuti gejolak politik nasional maupun politik global. Sektor riil yang relatif stabil dan selama ini menunjukkan liatnya dalam menghadapi krisis justru terabaikan. Pemerintah yang selama ini mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) masih sebatas lips service. Pada kenyataannya, pembangunan ke arah ini justru terhambat. Pertanian, misalnya, sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar bagi masyarakat Indonesia justru diabaikan. Padahal, sebagai negara agraris, sektor pertanian sangat menjanjikan memberikan kemakmuran bagi rakyat, jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Sayangnya, sektor ini terus mengalami marginalisasi. Akibatnya, para petani dan anak keturunannya melakukan urbanisasi, yang pada gilirannya menambah angka pengangguran. Kini saatnya, sektor pertanian mendapatkan perhatian lebih, bahkan kalau perlu mendapatkan proteksi khusus, sehingga produknya tidak menjadi bulan-bulanan pasar. Dalam hal ini, pemerintah yang menentukan, untuk kembali menggairahkan rakyat bertani.*** Pikiran Rakyat, Selasa, 21 Nopember 2006

MEDAN, JUMAT- PENGANGGURAN DI INDONESIA SUDAH MENJADI ANCAMAN DI ASEAN DIMANA KONTRIBUSI INDONESIA PADA ANGAKA PENGANGGURAN DI ASEAN ITU SUDAH MENCAPAI 60

PERSEN
Wakil Sekjen Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryono Darudono, di Medan, Jumat, mengatakan, tingginya pengangguran menunjukkan Indonesia tidak menarik bagi investor sebagai tempat investasi yang berakibat pada tidak berjalannya sektor riil. Menurut dia, tidak menariknya Indonesia sebagai tempat investasi karena dipicu banyak hal mulai dari infrastruktur yang tidak memadai hingga birokrasi perizinan yang masih berbelit. "Bagaimana investor baru mau masuk atau pengusaha mengembangkan investasinya kalau listrik dan gas sulit didapat seperti saat ini," katanya di selasela rapat tahunan Apindo Sumut. Dia tidak merinci data pengangguran di Asean, tapi di Indonesia disebutkan sekitar 40 jutaan bahkan lebih karena tahun ini jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya industri yang melakukan PHK menyusul kesulitan gas dan listrik. "Pemerintah diharapkan melakukan tindakan nyata untuk mengtasi angka pengangguran itu karena pengangguran itu berdampak luas seperti kepada tingginya tingkatan kriminilitas," katanya. Sekretaris Umum DPD Apindo Sumut, Laksamana Adiyaksa, mengatakan di Sumut, tahun ini PHK terjadi pada ribuan tenaga kerja menyusul krisis listrik dan gas yang masih berlanjut. PHK, katanya terbesar terjadi pada industri sarungtangan karet dan keramik yang memang menggunakan atau memerlukan gas dalam volume yang besar. "Krisis listrik dan gas sudah bola-balik diprotes dan dibicarakan Apindo dengan instansi terkait, tapi sampai saat ini masih belum ada solusi yang konkrit sehingga ancaman PHK mash terus berlanjut di Sumut," katanya.(ANT/PEP) p/s = Ada 40 juta dan semakin bertambah

Anda mungkin juga menyukai