Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM SENSORI DAN PERSEPSI OTITIS MEDIA AKUT

TUTOR 9

Fika Apriani Fiola Dermawan Irtanty Nur Rachmatika Mimin Minkhatul Maula Muhammad ridwan Nissa Fadillah Somantri Reni Julianita Roselina Hutabarat Siti Nurtsalis S Teguh sumarna Tia Destianti

220110090027 220110090117 220110090013 220110090008 220110090047 220110090132 220110090029 220110090100 220110090060 220110090072 220110090085

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR 2011


0

Kasus 2 Klien Tn. Om (20 th) datang ke poliklinik RSHS dengan keluhan nyeri telinga, ketajaman pendengaran menurun. Hasil pengkajian menunjukkan TD= 120/80mmHg, S= 39 C, adanya tinnitus, otalgia, otorea, vertigo, pusing, gatal pada telinga, pada pemeriksaan Otoskop Tuba eustachius tampak bengkak, merah, suram. Mambran timpani tampak merah dan ada perforasi. Klien mempunyai riwayat ISPA lama. Klien merasa cemas, menarik diri dan malu pada lingkungan karena penyakitnya menimbulkan bau.

Step 1 1. Otorea (Siti) 2. Tinitus (Teguh) : mendengung 3. Otalgia (Fika) : nyeri pada telinga 4. Otoskop tuba eustachius (Nissa) : 5. Perrforasi (Mimin) : bocor

Step 2 1. Penyebab, asal, dan karakteristik bau? (Reni dan Teguh) 2. Kenapa pada pemeriksaan otoskop tampak merah, suram dan bengkak ? (Tia) 3. HUbungan ISPA dengan penyakit sekarang? (Nissa) 4. Pengaruh membrane timpani saat kondisi klien sekarang dan normalnya seperti apa? (Teguh) 5. Diagnosis medis? (Siti) 6. Mengapa suhu tinggi? (Fika) 7. Dampak psikologis? (Fiola) 8. Hubungan penyakit dengan vertigo? (Mimin) 9. Etiologi ? (Ridwan) 10. Ketajaman normalnya seperti apa dari sehat-sakit? (Rose) 11. Pemeriksaan diagnostik? (Tia)

12. Sakit primer atau dampak dari penyakit lain? (Fika) 13. Penatalaksanaan? (Tika) 14. Peran perawat? (Nissa) 15. Frekuensi suara normal dan tidak merusak pendengaran? (Teguh) 16. Hubungan demam tinggi dengan telinga berdenging? 17. Komplikasi? 18. Faktor resiko? (Teguh) 19. Predisposisi dan prognosis? 20. Kenapa telinga gatal? (Rose) 21. Penyebab perforasi (Fika) 22. Perbedaa vertigo dan pusing? (Tika) 23. Pemeriksaan khusus telinga? (Mimin) 24. Berapa lama penyakit ini terjadi sampai separah ini? 25. Ketika infeksi di hidung apakah bisa menjalar langsung ke dua telinga atau salah satu dulu? 26. Apakah penyakit ini karena ISPA yang terus menerus atau sebaliknya? 27. Usia yang biasanya terkena penyakit ini? 28. Patologi otitis media?

Step 2-3 22. vertigo : ada hubungannya dengan telinga, sebagai riwayat penyakit sebelumnya, bisa sampai pingsan jika terkena. Pusing : karena suhu tubuh yang tinggi (Mimin dan Fiola) 9. trauma, resonansi suara yang tinggi, ISPA, baunya berasal dari bakteri yang lama dari ISPA (Teguh dan Nissa) 3. ada hubungannya karena dari hidung ke telinga, sehingga dari infeksi hidung bisa juga menginfeksi telinga 12. penyakit sekunder dari ISPA (Tika) 15. 20-20.000 Hz, lebih dari 20.000Hz akan merusak pendengaran (Fika)

14. jalin trust, pendekatatan ke klien, dengarkan ungkapan perasaan klien,dan motivasi (Siti) 23. inspeksi : memasukan alat pemeriksa telinga, garputala, dan tes audiometrik (Rose dan Reni) 19. Bisa sembuh (Siti) 5. Otitis Media (Nissa) 6. inspeksi respon inflamasi tubuh (Tia) 2. karena inflamasi, suram karema ada yang menghambat saluran eustachius (Teguh) 1. membrane timpani yang bocor, akumulasi cairan, pekat, berwarna (Teguh) 24. 7-14 hari, sudah ada infeksi 20. ada bakteri dan membrane timpani robek, ada ujung saraf bebas sehingga terasa gatal (Tika) 17. akibat tekanan yang tinggi dari demam dan membuat setpoint tinggi (Teguh) 16. lingkungan yang bising (Ridwan)

Step 4 Nyeri telinga, ketajamam telinga anfis dan patologi anfis normal Telinga gatal, tinnitus, otalgia, otorea, vertigo, pusing Pemeriksaan diagnostic Askep otitis media konsep: definisi, etiologi, klasifikasi, stadium Penatalaksanaan komplikasi

Step 5 Step 1 ( nomor 1 dan 2) Step 2 ( nomor 1, 2, 3, 6, 7, 9, 12, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, dan 28)

Step 7 Otorhea : pengeluaran cairan dari telinga, sifatnya jernih atau purulen biasanya terjadi karena ruptur atau perforasi (Siti, Teguh, dan Mimin) Tinitus : mendengung karena infeksi, sekret di telinga, sumbatan, perubahan tulang, tumor. Hal ini juga bisa terjadi karena elektrik (nada tinggi/rendah) yang tidak lancar yang impulsnya abnormal. (Mimin, Irtanty, Fika, Fiola, Tia) Otoskop : alat pemeriksaan fisik untuk telinga luar dan tengah, saluran eustachius, ada lampunya. Jika terasa nyeri sebelum diperiksa harus dihentikan. Yang dilihat ketika diperiksa adalah memtran timpani, halus, ada darah atau nanah. Anatomi dan Fisiologi Telinga Anatomi Terdiri dari 3 bagian, yaitu: Luar : daun telinga untuk menangkap bunyi dan ada kanus auditori, 2/3 terdiri dari tulang dan kulit. 2,5-3 cm terdapat bulu dan kelenjar keringat. Tengah: membrane timpani, 3 tulang (maleus, inkus dan stapes) yang berfungsi sebagai penghantar bunyi Dalam : koklea, di dalamnya terdapat cairan vestibulum limfe, koklea&kanal Terdapat saraf ke 7 (fasialis) dan 8 (koklealis)

Fisiologi Sistem konduksi gelombang bunyi-telinga mendengar proses mendengar: gelombang telinga-daun telinga-membran timpani-tulang pendengaran-telinga dalam
4

Sistem sensori neural telinga dala CNS

Konsep penyakit Definisi OMA : radang di telinga tengah (akut, tanda dan gejala infeksinya) biasanya disebabkan oleh bakteri yang menyerang tuba eustachius. Terjadi disfungsi sistem pendengaran karena sumbatan. OMA Serosa : tidak ada gejala infeksi, tetapi terjadi obstruksi tuba eustachius OMA Kronis : gejala minimalis karena OMA berulang

Etiologi Karena bakteri E. coli, bisa gram positif dan negatif dll, adanya ISPA karena sistem imun yang turun, tuba eustachius yang lebar dan jarak dengan hidung sangat dekat. Bisa menyerang kedua sisi telinga.

Stadium 1. Stadium oklusi, absorpsi udara yang bertekanan negatif pada teling tengah 2. Stadium Hiperemis, pembuluh darah melebar di membran timpani, tampak merah dan mulai pecah. Atau sering disebut prasupurasi 3. Stadium Supurasi, membrane timpani pecah, demam tinggi, vertigo, edema, eksudat 4. Stadium Perforasi, pecahnya membran timpani akibat antibiotic yang telat diberikan, dari fase gelisah menjadi tenang dan demam 5. Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani sembuh dalam 3bulan, tetapi jika robekan lebar, masih menjadi stadium perforasi dan berubah menjadi Otitis Media Supuratif Kronik. Faktor Resiko ISPA Bayi 3 bulan 3 tahun, laki2 lebih besar resiko terkenanya Dewasa dengan batuk, flu, sinusitis, asap rokok, dan keluarga rentan

Prognosis Bisa sembuh dengan analgetik dan antibiotik, jika antibiotik tidak ampuh maka dosisnya ditingkatkan dan diberikan selama 3 minggu.

Pemeriksaan Diagnostik Tes Bisik : 30-60 cm diberikan kata2 familiar Garpu tala : tuli kondusif = frekuensi turun Audiometrik : tuli persepsi = frekuensi meningkat Timpanogram : mengukur elastisitas membrane timpani Kultur mikro : mengetahui antibiotik yang akan didapat Tes Arloji : menguji ketajaman pendengaran Tes Rine : HU> HT Tes Swabach: klien diperiksa ketajaman pendengarannya dengan penguji yang normal Tes Weber : untuk membandingkan getaran telinga kiri dan kanan Tes Bing : telinga ditutup => tuli konduktif 20 dB Tes Stainer : benar2 tuli atau tuli konduktif

Penatalaksanaan Dilakukan berdasarkan stadium, efektivitas terapi, virulensi, dan status fisik. Tetes hidung, efedrin untuk di atas 1 tahun 0.5% Antibiotik dan analgesic Antibiotik dan pembedahan, miringotomi HCl 1% untuk dewasa H2O2 3%

Pencegahan Hindari rokok ASI 6 bulan Jangan mengorek telinga terlalu dalam Polusi suara Tidak tidur saat menyusui

Mencegah ISPA Hubungi dokter untuk tindakan lebih lanjut

Komplikasi Meningitis Hidrosepalus otitis Timpani rusak Gangguan berbicara Penumpukan nanah OMK - Abses otak - Tuli - Labirinitis - Sukar Sembuh - Kejang-kejang

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Anatomi

1. Daun telinga Terdiri dari tulang rawan dan kulit Terdapat konkha, tragus, antitragus, helix, antihelix dan lobules Fungsi utama aurikel adalah untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE (liang telinga luar)

2. Meatus Auditorius External (Liang Telinga luar) Panjang + 2, 5 cm, berbentuk huruf S 1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar minyak dan kel. Serumen 2/3 bagian sisanya terdiri dari tulang ( temporal ) dan sedikit kelenjar serumen. Rambut halus dan serumen berfungsi untuk mencegah serangga kecil masuk. MAE ini juga berfungsi sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban dan temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran tympani.

3. Membran Timpani Terdiri dari jaringan fibrosa elastis Bentuk bundar dan cekung dari luar Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa dan umbo. Reflek cahaya ke arah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan Dibagi 4 kwadran ; atas depan, atas belakang, bawah depan dan bawah belakang Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya pada tulang pendengaran

4. Tulang- Tulang Pendengaran Terdiri dari Maleus, Incus dan Stapes Merupakan tulang terkecil pada tubuh manusia. Berfungsi menurunkan amplitudo getaran yang diterima dari membran tympani dan meneruskannya ke jendela oval (stapes) dan dialirkan ke telinga dalam

5. Cavum Timpani Merupakan ruangan yang berhubungan dengan tulang Mastoid, sehingga bila terjadi infeksi pada telinga tengah dapat menjalar menjadi mastoiditis

6. Tuba Eustachius Bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai nasofaring Struktur mukosanya merupakan kelanjutan dari mukosa nasofaring Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan secara mendadak. Tuba ini terbuka saat menelan dan bersin Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di dalam telinga tengah.

7. Koklea Skala vestibuli yang berhubungan dengan vestibular berisi perilymph. Skala tympani yang berakhir pada jendela bulat, berisi perilymph Skala media / duktus koklearis yang berisi endolymph Dasar skala vestibuli disebut membran basalis, dimana terdapat organ corti dan sel rambut sebagai organ pendengaran
9

8. Kanalis Semikularis Terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada ampula. Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi

9. Vestibula Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung makula Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal posisi.

Fisiologi Pendengaran

Mekanisme pendengaran: Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan disalurkan sepanjang saluran telinga ke gendang telinga. Dampak memukul suara gendang telinga menciptakan getaran yang menyebabkan tiga tulang di telinga tengah - maleus, inkus, dan stapes (martil, landasan dan sanggurdi)- untuk bergerak. Terkecil, stapes, cocok ke jendela oval antara telinga tengah dan dalam. Ketika jendela oval bergetar, cairan di telinga dalam mengirimkan getaran ke organ pendengaran, disebut koklea. Pusat ini menerjemahkan impuls ke otak suara bisa mengenali. Setelah getaran memukul gendang telinga Anda, reaksi berantai adalah berangkat. gendang telinga Anda, yang lebih kecil dan lebih tipis daripada kuku di jari

10

kelingkingnya Anda, mengirimkan getaran ke tiga tulang terkecil dalam tubuh Anda. Pertama palu, kemudian landasan, dan akhirnya, sanggurdi. sanggurdi yang melewati mereka getaran sepanjang bak melingkar di telinga bagian dalam yang disebut koklea. Di dalam koklea terdapat ribuan ujung saraf rambut seperti, silia. Ketika Cochlea bergetar, gerakan silia. Otak Anda akan dikirim pesan-pesan ini (diterjemahkan dari getaran oleh silia) melalui saraf pendengaran (N7 dan N8). Otak kemudian menerjemahkan semua itu dan memberitahu kita apa yang kita dengar.

Keseimbangan Telinga tidak hanya baik untuk membantu mendengar. Mereka membantu menjaga keseimbangan. Di dekat bagian atas koklea tiga loop disebut saluran setengah lingkaran. Kanal ini penuh dengan cairan yang bergerak saat memindahkan kepala . Hal ini mendorong melawan silia dan mengirim pesan ke otak yang memberitahu itu bagaimana tubuh sedang bergerak. Kita tahu bahwa perasaan pusing setelah telah berputar? Nah, cairan di telinga berputar juga. Yang membuat silia bergerak dalam semua arah yang berbeda dan bingung otak. Terlalu banyak tekanan meletakkan cairan di gendang telinga menyebabkan sakit telinga. Mereka sering merupakan akibat dari infeksi, alergi, atau virus.

11

B. Konsep Penyakit Definisi Otitis media akut (OMA) Merupakan istilah untuk peradangan pada telinga tengah, mastoid, dan tuba eustachian.

Etiologi Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Faktor Resiko ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Bagian Atas). Paparan pada kelompok-kelompok anak-anak (seperti pada pusat-pusat pengasuhan anak) berakibat pada selesma-selesma yang lebih sering dan menyebabkan nyeri telinga. Paparan pada udara dengan iritan-iritan, seperti asap tembakau, juga meningkatkan kesempatan otitis media. Anak-anak dengan pembelahan langit mulut (cleft palate) atau Down syndrome adalah mudah mendapat infeksi-infeksi telinga.

Manifestasi Klinis Nyeri di telinga yang terkena, terutama apabila disebabkan oleh infeksi. Demam,rewel,dan menarik-narik telinga,pada bayi atau balita. Anoreksia,muntah dan diare kadang-kadang menyertai infeksi telinga tengah. Rasa penuh yang tidak enak di telinga sering terjadi pada otitis media karena alergi (Corwin,2000).

12

Gejala OMA tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh dapat samapi 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur,tiba-tiba anak menjerit waktu tidur,diare,kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. (Zainul A. Djaafar, 2006)

Klasifikasi Otits Media Berdasarkan durasi : a. Akut : 0-3 minggu

b. Sub akut : 4-12 minggu c. Kronik : > 12 minggu

Otitis Media Supuratif a. Otitis Media Supuratif Akut = Otitis Media Akut (OMA) Infeksi akut telinga tengah (Brunner and Suddath. 1997:2050). b. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Soepardi, 2001).

Otitis Media Non Supuratif a. Otitis Media Serosa Akut ( Barotrauma ) Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan antara lain oleh sumbatan tuba yang secara tiba-tiba seperti pada

13

Barotraoma, infeksi virus pada jalan napas, adanya alergi pada jalan napas atas dan oleh adiopatik. b. Otitis Media Serosa Kronis Batasan antara kondisi Otitis Media Serosa Akut dan Otitis Media Serosa Kronik hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada Otitis Media Serosa Akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronik sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.

Stadium Otitis Media Akut Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat dapat dibagi atas 5 stadium yaitu : 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal(tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre Supurasi) Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

14

3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di stadium ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

4. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke ilang luar. Anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.

5. Stadium Resolusi Bila membran timpani utuh, maka membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun belum ada pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

15

Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit Pemeriksaannya dilakukan dengan : Uji Penala Pemeriksaan ini merupakan uji kualitatif. Uji Rinne Membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne, yaitu : a. Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita

menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : 1) Normal : tes rinne positif. 2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama). 3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

16

Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/). Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus. Cara pemeriksaan : Penala digetarkan, kemudian dasar penala diletakkab pada prosessus mastoid telinga yang sedang diperiksa. Jika orang yang diperiksa tidak mendengar bunyi lagi, penala dipindahkan ke depan liang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Penilaian : Bila inter=nsitas hantaran udara lebih buruk dari intensitas hantaran tulang (AC<BC)maka disebut Rinne negative, artinya pada telinga yang diperiksa terdapat tuli konduktif. Normal AC : BC = 2: 1 AC = air conduction BC = bone conduction

Uji Weber Tujuannya yaitu Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan antara kedua telinga pasien. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani

17

missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi: a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya. b. Pada lateralisi ke kanan terdapat kemungkinannya: 1. Tuli konduksi sebelah kanan, misal adanya ototis media disebelah kanan. 2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat. 3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. 4. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat daripada sebelah kanan. 5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

Cara Pemeriksaan :

Penala digetarkan kemudian dasar penala

diletakkan pada garis tengah kepala (ubun-ubun, glabela, dagu, atau pertengahan gigi seri). Paling sensitive bila diletakkan di pertengahan gigi seri. Garputala 512 Hz lalu tangkainya diletakkan tegak lurus pada garis horizontal. Lalu tanyakan pada pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien tidak mendengar atau mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. Penilaian : Bila tidak ada lateralisasi, berar kedua telinga normal atau kedua telinga tulinya identik. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sakit, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif, sedangkan bila lateralisasi ke telinga yang sehat, berarti telinga yang sakit menerita tuli saraf.

18

Uji Schwabach Tujuannya yaitu membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengannya normal. Dasar : - Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : - Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale.

Cara Pemeriksaan : Penala digetarkan kemudian dasar penala diletakkan pada prosessus mastoid yang diperiksa. Bila sudah tidak terdengar lagi penala dipindahkan pada prosessus mastoid pemeriksa. Bila masih terdengar maka kesannya schwabach memendek. Apabila pemeriksa juga tidak mendengar sewaktu penala dipindahkan, maka pemeriksaan diulang kembali. Penala digetarkan kembali dan diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa terlebih dahulu, bila sudah tidak terdengar lagi dipindahkan pada klien yang diperiksa, bila penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang. Penilaian : Telinga yang diperiksa normal, apabila hantaran melalui tulang (BC) pasien sama dengan pemeriksa. Bila hantaran melalui tulang (BC) pasien lebuh pandang dari pemeriksa, disebut schwabah memanjang, berarti pada telinga pasien yang diperiksa terdapat tuli konduktif. Bila hantaran melalui tulang (BC) pasien lebih pendek dari pemeriksa, disebut schwabah memendek, yang berarti pada telinga pasien yang diperiksa terdapat tuli perseptif (tuli saraf).

Uji Bing (Uji Oklusi) Cara Pemeriksaan : Tragus telinga yang diperiksa ditekan menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala seperti pada uji weber. Penilaian : bila terdapat leteralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal atau tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

19

Uji Stenger Uji ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (pura-pura tuli). Cara Pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan didepan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli) apabila kedua telinga normal karena efek masking hanya telinga kiri yang mendengar bunyi jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

Macam-macam garpu tala Penala (garpu tala) terdiri dari 1 set (5buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala : 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Jika memakai hanya 1 penala, digunakan 512 Hz.

Uji Berbisik Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menetukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan : ruangan cukup tenang, dangan panjang minimal 6 meter. kata-kata yang dikenal terdiri dari 2 suku kata sebanyak 10 kata. berbisik pada akhir ekspiraso. dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin mendekat, maju tiap 1 meter sampai dapat mengulangi setiap kata dengan benar. telinga yg tidak diperiksa ditutup dengan jari telunjuk. pasien tidak boleh melihat pemeriksa (pemeriksa berdiri disisi telinga yang diperiksa). Hasil uji berbisik normal : 5/6 6/6.

20

Audiometri Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.

Definisi Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah : 1. Audiometri nada murni Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat

21

mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran Kehilangan dalam Desibel 0-15 >15-25 >25-40 >40-55 >55-70 Pendengaran normal Kehilangan pendengaran kecil Kehilangan pendengaran ringan Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat >70-90 >90 Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat sekali Klasifikasi

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

2. Audiometri tutur Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya

22

disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk menebaknya. Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu : a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB). b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.

23

Kriteria orang tuli : - Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB. - Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB. - Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB. - Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB.

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

Manfaat audiometri antara lain : 1. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga 2. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi 3. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak

Ada empat tujuan (Davis, 1978) : 1. Mediagnostik penyakit telinga 2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan seharihari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan

24

pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi). 3. Skrinig anak balita dan SD 4. Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

Penatalaksanaan Farmakologi 1. Stadium Oklusi Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kebali tuba Eustachius sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa.

2. Stadium Hipepremi (Presupurasi) Terapi pada stadium ini adalah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetik. Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergiterhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

3. Stadium Supurasi. Pada stadium supurasi di samping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.

4. Stadium Perforasi Pada stadium ini sering terlihat secret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya secret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selam 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

25

5. Stadium Resolusi Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan secret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis

Non Farmakologi Myringotomy Myringotomy adalah tindakan melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Komplikasi 1. Perforasi Meningkatnya cairan dan tekanan menyebabkan perforasi (kebocoran), terasa nyeri sebelum ruptur dan menurun setelah ruptur, dan cairan keluar melalui membran timpani bocor sehingga hilang pendengaran. 2. Tympanosclerosis. 3. Mastoiditis.

Pencegahan 1. Jangan masukkan barang apa saja kedalam saluran telinga. Apa saja, termasuk jari-jari dan sumbu kapas yang dimasukkan kedalam telinga dapat melukai jaringan yang melapisi saluran dan menyebabkan suatu infeksi telinga. 2. Berikan asi (air susu ibu) pada bayi-bayi. Air susu ibu menyediakan antibodiantibodi yang membantu membuat anak-anak kurang peka terhadap infeksiinfeksi, termasuk infeksi-infeksi telinga. 3. Sewaktu menyusu dengan botol, pegang anak-anak pada posisi duduk yang tegak. Tiduran waktu minum mempromosikan infeksi karena cairan dapat berjalan naik ke tabung-tabung eustachio (eustachian tubes), meningkatkan risiko infeksi.

26

4.

Monitor penggunaan dot pada bayi-bayi. Bayi-bayi (terutama yang berumur antara 6 dan 12 bulan) yang menggunakan dot-dot mempunyai risiko yang lebih tinggi mengembangkan infeksi-infeksi telinga. Bagaimanapun, pada bayi-bayi muda, penggunaan dot dapat membantu mengurangi risiko sindrom kematian mendadak bayi/sudden infant death syndrome (SIDS). Menghisap jempol tidak tampak meningkatkan risiko infeksi telinga.

Pendidikan Kesehatan Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi berulang maka perawat sebagai Community Organizing memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan penyakit OMA. Beberapa hal yang dapat megurangi risiko OMA yaitu:

Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok. Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang berlebihan.

Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran timpani.

Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi kerusakan telinga yang terjadi.

Jauhkan telinga dari suara keras. Menonton televise dan mendengarkan musik dengan volume normal Lindungi telinga selama penerbangan. Mengunyah permen karet ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya perforasi membran timpani.

27

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Pengkajian 1. Identitas pasien Nama Umur : Tn.Om : 20 tahun.

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan Alamat ::-

Diagnosa medis : Otitis Media Akut

2. Anamnesa a. Keluhan utama : keluhan nyeri telinga. : keluhan nyeri telinga, ketajaman

b. Riwayat kesehatan sekarang

pendengaran menurun, adanya tinnitus, otalgia pusing, vertigo, gatal pada telinga, tuba eustakhius tampak bengkak, merah, suram. c. Riwayat kesehatan masa lalu : mempunyai riwayat ISPA lama.

3. Pemeriksaan Fisik a. TTV: TD : 120/80 mmHg S : 39oC b. Pengkajian otoscope Hasil : tinnitus, otalgia, tuba eustakhius tampak bengkak, merah, suram.

28

Analisis Data DATA DO: Nyeri DS : TD: 120/80 mmHg S : 390C Otalgia, otorea Pemeriksaan Otoskop :tuba Eustachius tampak bengak, merah dan suram ETIOLOGI Masuknya MO melalui tuba eustachius ke dalam telinga tengah Infeksi pada saluran tuba eustachius Mukosa yg melapisinya mengalami pembengakakan Edema Menekan saraf perifer nyeri Peradangan pada tuba eustachius Tersumbatnya saluran karena adanya nanah Defek membrane timpani Terputusnya rantai osikulus Konduksi ke telinga tengah terputus Rasio tekanan suara hilang Penurunan pendengaran Perubahan Persepsi sensory DO: klien merasa cemas, menarik diri dan malu pada lingkungan karena penyakitnya yg menimbulkan bau Sumbatan dalam telinga Tekanan telinga dalam > telinga luar Iskemik Nekrosis jaringan Rupture membrane timpani Perforasi Gangguan Body Image bd bau dari penyakitnya dd klien menarik diri dari lingkungan MASALAH Nyeri bd infeksi pada saluran eustachius dd tuba eustachius tampak bengak, merah dan suram

DO: Ketajaman pendengaran klien menurun DS: tinnitus TD: 120/80 mmhg S: 390C Pemeriksaan Otoskop :tuba Eustachius tampak bengak, merah dan suram

Perubahan Persepsi Sensory : Pendengaran bd peradangan tuba eustachius dd klien mengeluh pendengarannya menurun

29

Cairan keluar dr telinga tengah Otorea Gangguan body image Diagnosis keprawatan 1. Nyeri bd infeksi pada saluran eustachius dd tuba eustachius tampak bengak, merah dan suram. 2. Perubahan Persepsi Sensory : Pendengaran bd peradangan tuba eustachius dd klien mengeluh pendengarannya menurun. 3. Gangguan Body Image bd bau dari penyakitnya dd klien menarik diri dari lingkungan.

Intervensi Keperawatan No. 1. Diagnosa Keperawatan Nyeri b.d membrane timpani d.d otalgia Tujuan Intervensi Rasional

Tupen: dalam 2x24 - Menciptakan - rasa nyaman jam klien lingkungan yang klien. menyatakan tenang dan nyeri, ekspresi nyaman bagi klien tampak klien. - nyeri, rileks. - Ajarkan klien mengalihkan Tupan: klien dapat terapi relaksasi perhatian klien mengontrol nyeri. (e.g teknik nafas dari nyeri. K.H: ekspresi klien dalam) dan - rasa nyaman tampak rileks, distraksi. klien. keluhan nyeri - Kompres dingin di - kenyamanan /bahkan hilang. sekitar area klien. telinga. - nyeri. - Atur posisi

2.

- Kolaborasi: terapi analgesic. Gg. Persepsi- Tupen: dalam - Mengurangi - Lingkungan sensori: 1x24 jam klien kegaduhan pada yang gaduh pendengaran dapat memahami lingkungan klien. dapat membuat b.d defeksi dan berinteraksi klien bingung membrane dengan baik dan lebih sulit timpani d.d dengan petugas dalam ketajaman kesehatan. memahami pendengaran Tupan: Klien dapat pembicaraan

30

3.

berkomunikasi - Memandang klien orang lain. dengan baik dan ketika sedang - Interaksi mata efektif. berbicara. dapat K.H: klien dapat memudahkan menggunakan klien dalam bahasa non verbal, - Berbicara jelas berkomunikasi. klien dapat dan tegas pada - Untuk berkomunikasi klien tanpa perlu membiasakan secara efektif berteriak. lien dalam dengan orang di berkomunikasi sekitarnya. secara normal tanpa perlu berteriak. - Memberikan - Cahaya yang pencahayaan yang memadai memadai bila memudahkan klien bergantung klien dalam pada gerak bibir. membaca gerak bibir. - Menggunakan - Isyarat isyarat nonverbal nonverbal dapat dan bentuk membantu klien komunikasi dalam lainnya. berkomunikasi secara efektif. - Instruksikan pada - Keluarga keluarga dan memahami cara orang terdekat yang baik dan klien tentang efektif dalam bagaimana berkomunikasi komunikasi yang dengan klien. efektif dengan - Alat bantu klien. pendengaran - Kolaborasi: dapat penggunaan alat memudahkan bantu klien dalam pendengaran. berkomunikasi dengan orang lain (terutama pada klien yang tidak mampu berkomunikasi dengan isyarat nonverbal atau bahasa bibir). Gg. Body Tupen: dalam 2x24 - Jalin trust. - Memudahkan image b.d jam klien dapat kita dalam perforasi mengutarakan berkomunikasi

31

membrane timpani otorhea

perasaannya dengan klien. d.d mengenai penyakit - Beri kesempatan - Mengetahui yang dideritanya klien untuk masalah dari (terjalin trust mengutarakan sudut pandang antara klien dengan pandangannya klien untuk perawat). mengenai kemudian Tupan: penyakit yang dipecahkan Kepercayaan diri dideritanya. bersama. klien stabil, konsep - kepercayaan diri baik. - Beri motivasi dan diri klien. K.H: klien pengertian. - Klien menyatakan - Beri informasi mengetahui penerimaan yang adekuat kondisi dirinya mengenai kondisi mengenai dan mampu dirinya, klien dapat prognosis berperan aktif menilai kondisi penyakit. dalam proses dirinya dari sudut penyembuhan. pandang yang positif, klien memahami dengan baik prognosis penyakit yang dideritanya.

32

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Damayanti S. & Endang M. 2006. Telinga, Hidung, Kepala, Tenggorokan,Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Ganong. 1996. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/

33

Anda mungkin juga menyukai