Anda di halaman 1dari 6

TETANUS

(Terjemahan dari "Tetanus" oleh Catherine Willfret dan Peter Hotez dari Textbook : Krugman's Infectious Diseases of Children 11th edition (September 18, 2003)) Penerjemah : Husnul Mubarak, S.Ked PENDAHULUAN Clostridium tetani menghasilkan larutan exotoxin kuat yang berperan terhadap munculnya manifestasi klinis pada tetanus. Tetanus atau lockjaw merupakansuatu toxemia akut yang ditandai dengan adanya spasme tonik dari otot volunteer dan memiliki angka kematian yang tinggi. Infeksi C. tetani biasanya bermula pada suatu luka pada kulit, dimana dapat tidak disadari atau dianggap, namun infeksi dapat terjadi pada luka bakar, infeksi persalinan, dan infeksi pada tali pusar (tetanus neonatorum) dan dapat terjadi setelah beberapa operasi bedah, dimana sumber infeksi berupa plaster, catgut (benang jahit), perban yang tidak steril. Penyakit ini bermula dengan spasme tonik pada otot lurik dan diikuti dengan kontraksi paroxysmal. Kekakuan otot terjadi pada rahang dan leher pertama kali dan kemudian akan terjadi pada seluruh tubuh. Di Amerika Serikat, kurang dari 60 kasus telah dilaporkan setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Namun, pada negara berkembang, tetanus merupakan penyebab utama kematian pada anak. The World Health Organization memperkirakan bahwa pada tahun 1999, terdapat setidaknya 377.000 kematian akibat tetanus, kebanyakan terjadi pada masa neonatus (Neonatal tetanus[NT]). NT merupakan salah satu dari pembunuh bayi paling utama di dunia. Lebih dari setengah kematian bayi diakibatkan oleh NT di Asia Selatan. EPIDEMIOLOGI Tetanus tersebur di seluruh dunia. Kasus tetanus yang dilaporkan di Amerika Serikat Tetanus is worldwide in distribution. Spora secara luas tersebar pada tanah dan feses hewan. Tetanus spora atau toxin dapat mengkontaminasi berbagai produk biologis dan peralatan operasi, seperti vaksin, serum dan catgut. Seseorang yang tidak diimunisasi, berapapun umur atau apapun jenis kelaminnya, memiliki probabilitas yang sama untuk terinfeksi. Walaupun C.tetani tersebar dimana-mana, tetanus termasuk penyakit yang jarang terjadi, namun NT masih merupakan masalah serius pada negara-negara berkembang, dimana tetanus menjadi penyabab dari 8%

hingga 69% dari mortalitas neonatus. Asia selatan dan Afrika sub-Sahara yang paling dominant. Di India, NT, merupakan penyebab kedua terbanyak mortalitas neonatus dibawah septisemia. Lebih dari 300.000 bayi meninggal tiap tahunnya akibat NT. Survey berbasis komunitas telah mengidentifikasi faktor resiko terjadinya NT, termasuk tidak diberikannya imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan, persalinan dirumah, pemotongan tali pusar yang tidak higienis, perban yang tidak steril yang diberikan pada tali pusar, dan riwayat NT pada persalinan sebelumnya. Penyakit ini dapat dicegah terjadi pada neonatus dengan memberikan imunisasi kepada wanita baik sebelum atau selama kehamilan dan meningkatkan frekuensi pertolongan persalinan oleh ahli medis berkompeten. Faktanya, dengan peralatan modern, teknik asepsis, dan imunisasi aktif, tetanus tetap merupakan penyakit yang tidak dapat dieliminasi. WHO pada tahun 1992, memperkirakan imunisasi dan persalinan steril akan mencegah 686.000 kematian neonatus akibat tetanus ( Galazka and Gasse, 1995 ). Banyak usaha telah dilakukan melalui Program Imunisasi Berkelanjutan. ETIOLOGI - PATOGENESIS Basil tetanus berupa batang panjang, tipis (2 to 5 m 3 to 8 m), motil, gram-positif, dan anaerob. Dahulunya, kultur dari organisme ini dan apusan luka ini seringkali memperlihatkan mikroba gram negatif akibatnya akan membingungkan orang yang tidak ahli. Organisme ini dapat membentuk spora terminal yang tidak mengambil pewarnaan gram sehingga memperlihatkan bentuk stik drum. Spora ini sangat tahan terhadap panas dan antiseptic biasa, dan mereka dapat bertahan pada jaringan selama beberapa bulan sebagai organisme yang hidup, walaupun dorman. Pada keadaan anaerobik, organisme ini secara mudah diisolasi pada blood agar atau pada kari daging. Organisme ini tidak mengfermentasi karbohidrat, tidak biasa mencairkan gelatin, dan menghasilkan sedikit perubahan pada susu basa. Basil ini secara luas tersebar di tanah, debu jalanan, dan kotoran kuda, domba, sapi, kucing, tikus, anoa, dan ayam. Sehingga, tanah yang mengandung kotoran hewan dapat sangat infeksius. Pada area agricultural, banyak orang dewasa normal yang telah terkena organisme ini, dan pekerja agricultural memiliki insiden tinggi terhadap infeksi. Spora ini juga telah ditemukan pada heroin yang terkontaminasi.

Basil tetanus menghasilkan neurotoxin kuat yang merupakan salah satu dari zat toxin terkuat dari zat yang telah diemukan. Dosis lethal (neurotoxin yang telah dimurnikan) pada tikus yaitu antara 0,1 hingga 1ng/kg ( Schiavo et al., 1995 ). Neurotoksin tetanus memiliki potensi tersebut dengan spesifitas absolute yang kuat untuk sel neuron dan menargetkan aktivitas katalisis intraseluler. Ini mirip dengan neurotoxin clostridium yang lain dimana molekul ini disitesis sebagai rantai polipeptida inaktif 150kDa tanpa sekuensi utama: Pelepasan toxin neurotoxin terjadi sebagai konsekuensi dari terurainya bakteri di dalam host. Paparan dan perbedaan dari lintasan sensitif protease didalam molekul menciptakan heterodimer aktif terdiri dari 100 kDa rantai berat dan 50-kDa rantai ringan yang digabungkan oleh ikatan disulfide. Bukti terbaru mengatakan bahwa rantai ringan sebagai katalis sama aktifnya dengan zinc metalloprotease. Setelah masuk ke dalam target sel host, metalloprotease menguraikan komponen protein tertentu dari sistem neurotocytosis. Substrat protease utama adalah protein membrane pada vesikel sinapsis, termasuk synaptobrevin (VAMP),SNAP-25, dan syntaxin. Port of entry biasanya pada lokasi luka tusuk atau goresan, dan C.tetani dapat berpoliferasi hanya jika potensi oxidase-reduksi lebih rendah daripada jaringan normal. Luka tusuk dalam, luka bakar, luka tabrak, dan luka lain yang mendukung kondisi untuk pertumbuhan dari organisme anaerob dapat diikuti dengan tetanus. Biasanya tidak ada portal masuk yang terlihat ditemukan. Dalam keadaan ini, lokasi infeksi mungkin saja bersumber dari saluran cerna. Ketika keadaan mendukung, basil bermultiplikasi pada lokasi tempat inokulasi primer dan menghasilkan toxin. Toxin kemudian menjelajah secara sentripetal di dalam axoplasma dari serat alpha motorik dan berakumulasi pada neuron motorik pada endoplasma reticulum membrane. Pada tahun 1902, Marie dan Morax mengemukakan rute akses toxin menuju sistem saraf pusat ini, seperti yang dilakukan Meyer dan Ransome pada tahun 1903. Terbukti secara eksperimental bahwa toxin tidak mematikan jika neuron motorik lokal sudah rusak. Toxin dapat dinetralisir jika bebas dan hanya sedikit yang dinetralkan jika toxin ini berada pada permukaan sel. Pinositosis, mengatur toxin, dan mengubahnya menjadi tidak dapat dinetralisir. Sehingga, fiksasi toxin terhadap neuron dan akibat internalisasi menghasilkan efek irreversibel. Pemotongan membrane protein sel neuron host oleh neurotoxin yang aktif mengkatalisis mengakibatkan pada blockade neuroexositosis yang persisten dan berkesinambungan. Blokade ini mengakibatkan adanya penyebaran impuls yang tidak terkendali, hyperreflexia, dan kontraksi

otot konstan. Otot yang terkuat, biasanya ekstensor, mengalami efek yang paling besar. Toxin juga memberikan pengaruh terhadap sistem saraf simpatis PATOLOGI Tidak ada gambaran lesi patologis yang spesifik yang disebabkan oleh C.tetani ataupun toxin. Efek sekunder dari kontraksi otot dapat termasuk fraktur vertebral, pneumonia, dan perdarahan otot. MANIFESTASI KLINIS Masa inkubasi beragam, biasanya 5 sampai 14 hari; namun, dapat juga terjadi dalam satu hari atau paling lama sampai 3 minggu keatas. Lokasi sumber infeksi, jika terlihat jelas, tidak memberikan petunjuk berlangsungnya toxemia. Penyakit ini bermula secara berangsur-angsur, dengan peningkatan kekakuan otot volunteer secara progresif; biasanya, otot rahang dan leher yang terkena pertama kai. Dalam 24 sampai 48 jam setelah onset penyakit, rigiditas dapat berkembang sempurna dan menyebar cepat sampai batang tubuh dan ekstremitas. Diikuti dengan spasme otot rahang dan trismus (lockjaw). Mengkerutnya dahi dan melekuknya alis, dan sudut dari mulut memberikan penampakan wajah yang aneh yang biasa disebut risus sardonicus. Leher dan punggung menjadi kaku dan melengkung (opistotonus). Dinding perut menjadi seperti papan dan ekstremitas biasanya kaku dan ekstensi. Spasme paroxysmal nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit mungkin diprovokasi oleh stimulus ringan pada penglihatan, pendengaran, atau sentuhan, seperti cahaya lampu, keributan tiba-tiba, dan pergerakan pasien. Risus sardonicus dan opistotonus yang paling terlihat selama spasme ini berlangsung. Mulanya spasme terjadi pada interval yang jarang, disertai relaksasi sempurna diantara serangan. Kemudian spasme terjadi lebih sering, lebih panjang, dan lebih sakit. Keterlibatan otot pernapasan, terjadinya obstruksi laring akibat spasme laring, atau akumulasi sekresi pada daerah tracheobronchial dapat menyebabkan terjadinya distress pernapasan, asphyxia, koma, dan kematian. Dapat pula terjadi retensi urin akibat terlibatnya sphincter pada kandung kemih.

Manifestasi klinis dari keterlibatan sistem saraf simpatis dapat berupa hipertensi labil, takikardia, vasokonstriksi perifer, aritmia, keringatan berlebih, hypercapnia, eksresi katekolamin berlebih, dan late-hypotension. Selama penyakit ini berlansung, fungsi indra pasien biasanya baik. Demam biasanya rendah bahkan tidak ada. Pasien yang sembuh biasanya yang afebris. Setelah beberapa minggu, spasme paroxism berkurang keparahan dan kekerapannya sampai secara perlahan menghilang. Pada umumnya, trismus merupakan gejala terakhir yang bertahan. Pasien dengan penyakit yang fatal biasanya demam, disertai dengan kematian pada kebanyakan kasus sebelum penyakit memasuki hari kesepuluh. Cairan spinal pasien dengan tetanus normal. Sel darah putih perifer juga dapat normal atau sedikit meningkat. Kebanyakan pasien dengan tetanus memperlihatkan manifestasi menyeluruh (generalized tetanus) seperti dijelaskan diatas. Namun pada umumnya, generalized tetanus dapat terjadi setelah cephalic tetanus.. Pada kasus ini, masa inkubasi hanya 1 hingga 2 hari; disebabkan oleh adanya cedera kepala atau otitis media dan pasien memiliki prognosis yang buruk (Bagratuni, 1952). Bentuk tetanus ini ditandai dengan keterlibatan dari beragam nervus kranialis, terutama N.VII, N.IV, N.IX, N.X, dan N.XII dapat terkena juga. Tetanus cephalic dapat terjadi tanpa diikuti generalized tetanus. Neonatal Tetanus Onset dari NT biasanya bermula jika bayi berumur 3 hingga 10 hari (5.6 2.8 hari pada penelitian terbaru terhadap 73 kasus NT di Turki [ Yaramis and Tas, 2000 ]) dan mempunyai manifestasi klinis seperti kesulitan mengisap dan menangis yang berlebih. Berikutnya, rahang menjadi sangat kaku bagi bayi untuk mengisap dan menelan menjadi lebih sulit. Tidak lama kemudian, kekakuan pada tubuh terjadi, dan spasme intermitten terjadi. Beragam derajat trismus; kontraksi otot yang tegang, tonik, dan berkelanjutan; dan spasme atau kejang terjadi. Spasme terjadi secara spontan atau sebagai respon dari stimulus dengan frekuensi yang beragam. Aktivitas reflex deep-tendon mungkin meningkat atau tidak memberikan respon kepada pemeriksaan akibat kekakuan menyeluruh. Opistotonus mungkin tidak terjadi atau dapat juga sangat berat sampai menyebabkan kepala hampir menyentuh tumit. Tangisan juga dapat

bermacam-macam mulai dari tangisan pendek, berulang, dan ringan hingga usaha bayi untuk menangis namun suara tidak keluar. Warna tubuh pasien dapat normal, sianotik, dan pucat akibat hypoxia dan shock yang sedang berlangsung. Spasme berat dapat diikuti dengan lemah lunglai, anoxia, dan kelelehan. DIAGNOSIS Berkembangnya trismus, risus sardonicus, rigiditas tonik menyeluruh, dan spasme pada pasien dengan sensorik yang baik, dan dengan riwayat trauma baru sangat mengarahkan diagnosis kepada tetanus. Penemuan C.tetani dari luka mengkonfirmasi diagnosis, namun, pada kebanyakan kasus, organisme ini tidak dapat dideteksi. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS Efek samping Phenothiazines Beberapa gejala extrapyramidal sindrom yang dapat disebabkan oleh pemakaian obat phenothiazine adalah reaksi dystonik, facial grimacing (menyeringai), torticollis, dan rigiditas otot. Gejala ini hilang setelah obat dihentikan. Tetany Pada pasien dengan tetany, trismus biasanya tidak ditemukan, namun spasme carpopedal dan laryng dapat dialami.Kandungan kalsium darah yang rendah mengkonfirmasi diagnosis. Peritonsillar Abses Peritonsillar abscess, penyakit dengan demam disertai nyeri, biasanya diikuti dengan trismus. Namun, tidak ada spasme otot menyeluruh

Anda mungkin juga menyukai