Anda di halaman 1dari 9

JAHE (Zingiber officinale Roscoe)

Sejalan dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan perubahan gaya hidup, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan tidak hanya terbatas sebagai sumber zat gizi dengan penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga mampu memberikan manfaat kesehatan dan fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar gula darah, serta meningkatkan penyerapan kalsium (Astawan, 2003 dalam Winarti dan Nanan, 2005). Fenomena tersebut

melahirkan apa yang disebut pangan fungsional, yaitu pangan yang secara alami maupun telah melalui proses mengandung satu atau lebih mengandung komponen aktif yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan penyakit atau untuk mencapai kesehatan yang optimal tanpa menimbulkan efek samping (Badan POM, 2001). Walaupun pangan fungsional dapat menjadi pendorong pertumbuhan industri pangan, cukup banyak masalah yang perlu dipecahkan termasuk pemasaran, distribusi, merek dagang dan pelabelan, penentuan harga, serta rasa dari produk tersebut, termasuk penelitian untuk membuktikan klaim khasiat yang semuanya berdampak pada tingginya harga jual (Winarti dan Nanan, 2005). Kabupaten Purbalingga merupakan daerah dengan potensi penghasil tanaman rempah dan obat tradisional seperti jahe, kunyit, kencur dan jenis rimpang lainnya yang dapat digunakan sebagai sumber pangan fungsional. Namun adanya keterbatasan dalam pemasaran, pelabelan, dan penelitian untuk membuktikan khasiat tanaman rempah dan obat menjadikan terhambatnya pertumbuhan industri pangan di daerah ini. Berikut adalah peta komoditas pertumbuhan tanaman rempah dan obat-obatan di wilayah Kabupaten Purbalingga (Pemerintah Kabupaten Purbalingga, 2006): :

Gambar 1. Peta Komoditas Obat-obatan Kabupaten Purbalingga (Pemerintah Kabupaten Purbalingga, 2006) Tanaman rempah dan obat tradisional sudah lama dikenal banyak mengandung senyawa fitokimia yang bermanfaat dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit. Jahe (Zingiber officinale Roscoe) sebagai salah satu tanaman rempah dan obat tradisional mengandung komponen fitokimia dan pangan fungsional dikenal berhubungan dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit utama penyebab kematian termasuk kanker, diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi, serta penyakit lainnya seperti keropos tulang, fungsi usus besar yang abnormal dan arthritis. Pangan fungsional berbahan baku tanaman rempah dan obat ini biasanya disajikan dalam bentuk minuman kesehatan, jamu, minuman instan, dan lain-lain.

Gambar 2. Jahe (Zingiber officinale Roscoe)

Jahe (Gambar 2) dengan nama ilmiah Zingiber officinale tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 30 100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Daun berselang-seling teratur, sempit, panjang 5-25 kali lebarnya, tangkainya berambut. Bunga mulai tersembul di permukaan tanah terdiri dari tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan. Akarnya sering disebut rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang bercabang tak teratur, berserat kasar, menjalar mendatar. Rimpang agak putih bagian dalam berwarna kuning pucat, bagian ujung bercabang-cabang pendek, pipih, bulat telur terbalik, bagian luar rimpang coklat kekuningan, berakar memanjang. Bekas patahan berserat menonjol, kuning atau jingga (Sudarsono, dkk. 1996 dalam Restiani, 2009). Klasifikasi tanaman jahe adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale Roscoe (Deputi Menegristek, 2009)

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb (Deputi Menegristek, 2009) Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting yang paling banyak digunakan dalam berbagai resep makanan dan minuman. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe biasa digunakan oleh masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi,

dan lain-lain. Jahe muda dimakan sebagai lalaban, diolah menjadi asinan dan acar. Disamping itu, karena dapat memberi efek rasa panas dalam perut, maka jahe juga digunakan sebagai bahan minuman seperti bandrek, ronde, sekoteng dan sirup. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Secara empiris jahe merupakan obat pereda rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyeri rematik, sakit kepala, dan migren. Beberapa pengolahan jahe untuk pengobatan dalam masyarakat (Koswara, 2009), antara lain: 1. Rimpangnya ditumbuk dan direbus dalam air mendidih selama lebih kurang jam, kemudian airnya dapat diminum sebagai obat untuk memperkuat pencernaan makanan dan mengusir gas di dalamnya, mengobati hati yang membengkak, batuk dan demam. Sedangkan daun jahe dengan ditumbuk dan diberi sedikit air dapat dipergunakan sebagai obat kompres pada sakit kepala dan dapat dipercikan ke wajah orang yang sedang menggigil. 2. Untuk mengobati rematik rematik siapkan 1 atau 2 rimpang jahe. Panaskan rimpang tersebut di atas api atau bara dan kemudian ditumbuk. Tempel tumbukan jahe pada bagian tubuh yang sakit rematik. Cara lain adalah dengan menumbuk bersama cengkeh, dan ditempelkan pada bagian tubuh yang rematik. Jahe juga dapat digunakan untuk mengobati luka karena lecet, ditikam benda tajam, terkena duri, jatuh, serta gigitan ular. Caranya rimpang jahe merah ditumbuk dan ditambahkan sedikit garam. Letakkan pada bagian tubuh yang terluka. 3. Rimpang tumbuk juga dapat dipakai sebagai obat gosok pada penyakit gatal karena sengatan serangga. Rimpang yang ditumbuk, dengan diberi sedikit garam, kemudian ditempelkan pada luka bekas gigitan ular beracun (hanya sebagai pertolongan pertama sebelum penderita dibawa ke dokter). Dengan dicampur lobak, jahe dapat digunakan untuk mengobati eksim. Parutan lobak dicampur dengan air jahe. Air jahe dapat diperoleh dengan memarut rimpang jahe, lalu diperas. Ramuan ini dioleskan ke bagian kulit yang terkena eksim. Biasanya dalam waktu 2 minggu saja penyakit sudah berkurang. Untuk mencegah mabuk perjalanan, ada baiknya minum wedang jahe sebelum bepergian. Caranya: pukul-pukul jahe segar sepanjang satu ruas jari. Masukkan ke dalam satu gelas air panas, beri madu secukupnya, lalu diminum. Bisa juga menggunakan sepertiga sendok teh jahe bubuk, atau dua kerat jahe mentah.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan. Selain itu jahe juga mempunyai aktivitas antiemetik dan digunakan untuk mencegah mabuk perjalanan. Radiati et al. (2003) menyatakan bahwa konsumsi ekstrak jahe dalam minuman fungsional dan obat tradisional dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengobati diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang direfleksikan dalam sistem kekebalan, yaitu memberikan respons kekebalan inang terhadap mikroba pangan yang masuk ke dalam tubuh. Hal itu disebabkan ekstrak jahe dapat memacu proliferasi limfosit dan menekan limfosit yang mati (Zakaria et al. 1996) serta meningkatkan aktivitas fagositas makrofag (Zakaria dan Rajab 1999). Selain itu jahe mampu menaikkan aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al. 1999). Hasil penelitian ini menopang data empiris yang dipercaya masyarakat bahwa jahe mempunyai kapasitas sebagai antimasuk angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang oleh virus (influenza). Peningkatan aktivitas NK membuat tubuh tahan terhadap serangan virus karena sel ini secara khusus mampu menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. Selanjutnya Nurrahman et al. (1999) menyatakan bahwa mengkonsumsi jahe setiap hari dapat meningkatkan aktivitas sel T dan daya tahan limfosit terhadap stres oksidatif. Komponen dalam jahe yaitu gingerol dan shogaol mempunyai aktivitas antirematik. Hal ini ditunjang dengan pendapat Kimura et al. (1997) bahwa jahe berfungsi sebagai antiinflamasi rematik arthritis kronis. Koswara (2009), menjelaskan beberapa penelitian modern secara ilmiah mengenai berbagai manfaat jahe, antara lain : Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung memompa darah. Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak. Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantu menurunkan kadar kolesterol.

Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa mual. Termasuk mual akibat mabok perjalanan. Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan membantu mengeluarkan angin. Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh. Komponen kimia utama pada jahe segar adalah keton fenolik homolog yang dikenal sebagai gingerol dan shoagol (Gambar 3). Gingerol secara kimiawi tidak stabil pada suhu yang tinggi dan berubah menjadi shogaol. Shogaol memiliki aroma yang lebih tajam dibanding dengan gingerol, shogaol ditemukan pada jahe kering. Kikuzaki dan Nakatani (1993), menyebutkan bahwa komponen utama dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingeron memiliki aktivitas antioksidan di atas vitamin E.

Gambar 3. Komponen Kimia Jahe (Mishra, 2009)

Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Jahe mempunyai efek farmakologis, karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi. Hasil penelitian terdahulu mengatakan bahwa infusa rimpang jahe mempunyai efek tonik, yaitu efek yang menguatkan badan dan merangsang selera makan (Ramli dan Pamoentjak, 2000 dalam Restiani, 2009). Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas.

Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1 3 persen. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Komponen jahe yang tidak menguap merupakan oleoresin (pemberi rasa pedas) yang terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol dan resin (Koswara, 2009).

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001, Kajian proses standarisasi produk pangan fungsional di badan Pengawas Obat dan makanan. Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional, Jakarta, Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Craig, W.J, 1999, Health-Promoting Properties of Common Herbs. Am, J. Clin. Nutr, 70(3): 491s499s. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp, 2009, JAHE ( Zingiber Officinale ).

http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20Jahe.pdf. Diakses tanggal 08 Oktober 2010. Goldberg, I, 1994, Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals, London, Chapman & Hall. Kikuzaki, H. and N. Nakatani, 1993, Antioxidant effects of some ginger constituents, J. Food Sc, 58: 1.4071.410. Kimura, M., L. Kimura, B. Luo, and S. Kobayashi, 1997, Antiinflammatory effect of Japanese-seno medicine Keishi-kajutsuboto and its component drugs on adjuvant air pouch granuloma of mice, J. Phytoterapy Res. 5(5): 195200. Koswara, Sutrisno, 2009. Jahe, Rimpang dengan Sejuta Khasiat.

http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/JAHE,%20RIMPANG%20DENGAN %20BERBAGAI%20KHASIAT.pdf, Diakses tanggal 08 Oktober 2010. Mishra, Parashuram, 2009, Isolasi, Karakterisasi Spektroskopi dan Pemodelan Molekular Campuran Curcuma longa, Jahe dan Biji Fenugreek, Jurnal, Delhi India, Departemen Kimia, University of Delhi. Nurrahman, F.R. Zakaria, D. Sajuti, dan Sanjaya, 1999, Pengaruh Konsumsi Sari Jahe terhadap Perlindungan Limfosit dari Stres Oksidatif pada Mahasiswa Pondok

Pesantren Ulil Albaab, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm. 707716. Pemerintah Kabupaten Purbalingga, 2006, Peta Perwilahan Komoditas Obat-obatan Berdasarkan Zona Agroekologi Kabupaten Purbalingga,

http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_penygallery&Itemid= 86&func=detail&id=177, Diakses tanggal 08 Oktober 2010. Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2004, Statistik Pertanian, Jakarta, Pusat Data dan Informasi Pertanian, hlm. 146. Radiati, L.E., E.P. Nabet, P. Franck, B. Nabet, J. Capiaumont, D. Fardiaz, F.R. Zakaria, I. Sudirman, dan R.D. Haryadi, 2003, Pengaruh Ekstrak Diklormetan Jahe (Zingiber officinale) terhadap Pengikatan Toksin Kolera B-subunit Konjugasi (FITC) pada Reseptor Sel Hibridoma LV dan Caco-2, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XIV(1): 5967. Restiani, Kusumaning Dyah, 2009, Uji Efek Sediaan Serbuk Instan Rimpang Jahe (Zingiber officinale Roscoe) sebagai Tonikum Terhadap Mencit Jantan Galur Swiss Webster, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampoerno dan D. Fardiaz, 2001, Kebijakan dan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplemen di Indonesia. Dalam I. Nuraida dan R.D. Hariyadi (Ed.). Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan Fungsional dan Suplemen, Pusat Kajian Makanan Tradisional, Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm. 115. Winarti, Christina dan Nanan Nurdjanah, 2005, Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional, Jurnal Litbang Pertanian, 24(2). Witwer, R.S, 1999, Marketing Bioactive Ingredients in Food Products, Food Technol, 53(4): 5053. Zakaria, F.R., L. Darsana, and H. Wijaya, 1996, Immunity Enhancement and Cell Protection Activity of Ginger Buds and Fresh Ginger Flesh on Mouse Spleen Lymphocytes. In Nonnutritive Health Factors for Future Foods. Proceedings IU FOST 1996 Regional Symposium, Seoul Education and Culture Center, Seoul, Korea. Zakaria, F.R. dan T.M. Rajab, 1999, Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap Produksi Radikal Bebas Makrofag Mencit sebagai Indikator

Imunostimulan secara in vitro, Persatuan Ahli Pangan Indonesia (PATPI), Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan: 707716. Zakaria, F.R., Y. Wiguna, dan A. Hartoyo, 1999, Konsumsi Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Meningkatkan Aktivitas Sel Natural Killer pada Mahasiswa Pesantren Ulil Albaab di Bogor, Buletin Teknologi Industri Pangan X(2): 4046.

Anda mungkin juga menyukai