Anda di halaman 1dari 11

PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK

SEORANG LAKI-LAKI 30 TAHUN DENGAN FRAKTUR LE FORT II

Periode : 8 13 Agustus 2011

Oleh: Refilia Rukmanasari G0007137 Pembimbing: dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA 2011 BAB I STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS I. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk Tanggal Periksa Status Pembayaran II. Keluhan Utama Nyeri di daerah muka, kaki, dan tangan. III. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 5 hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien menabrak truk yang berhenti mendadak dari belakang. Pasien tidak mengenakan helm. Pasien tidak ingat posisi jatuh. Penolong membawa pasien ke RS DKR Sukoharjo. Pasien pingsan (+), muntah darah (+), dan kejang (-). Di RS DKR Sukoharjo pasien diinfus, difoto rontgen, dibidai, dan diberi obat-obatan, karena keterbatasan fasilitas pasien dikirim ke RS Dr. Moewardi. IV. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi obat Riwayat hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat penyakit jantung : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : Tn. H : 30 Tahun : Laki-laki : Islam : swasta : Gayam, Temuwangi, Pedan, Klaten : 05 Agustus 2011 : 10 Agustus 2011 : Jamkesmas

Riwayat trauma sebelumnya

: disangkal

Riwayat mondok sebelumnya : disangkal V. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat alergi obat Riwayat hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat penyakit jantung B. PEMERIKSAAN FISIK I. Primary Survey a. b. c. d. mm) e. Exposure : suhu 37,8C Airway Breathing Circulation Disability : bebas : spontan, thoracoabdominal, pernafasan 20 x/menit : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84 x/menit : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3 : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

II. Secondary Survey a.Keadaan umum b. Kepala c. Mata : pasien sakit sedang, gizi kesan baik. : mesocephal, jejas (+) lihat status lokalis. : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), hematom periorbita (-/+), diplopia (-/-). d. Telinga e. Hidung f. Mulut g. Leher h. Thorak i. Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak. 3 : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tragus (+/+). : bentuk asimetris, napas cuping hidung (-), secret (-), keluar darah (+). : gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), maloklusi (+). : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat. : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

Palpasi Perkusi Auskultasi j. Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi k. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi m. Muskuloskletal

: ictus cordis tidak kuat angkat. : batas jantung kesan tidak melebar. : bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).

: pengembangan dada kanan tertinggal dari kiri. : fremitus raba kanan kurang dari kiri, nyeri tekan (+/-). : sonor/sonor. : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-). : distended (-) : bising usus (+) normal : timpani : supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-) : nyeri (+) pada anggota gerak sebelah kanan, lemah (+) pada anggota gerak sebelah kanan, ROM terbatas pada anggota gerak sebelah kanan.

l. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-).

n. Ekstremitas Akral dingin Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi _ _ Oedema Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi _ _

III. Status Lokalis a. Regio Fascialis Inspeksi Palpasi Inspeksi Palpasi Inspeksi : vulnus laseratum di periorbita ukuran 2x2 cm, hematom periorbita (+), sadle nose (+), telecanthus (+), malar imminence (+). : tragus pain (+/+), nyeri tekan (+/+). : dental malocclusion (+), deformitas (+/-), vulnus (-/-). : nyeri tekan (+/-), krepitasi (-/-). : deformitas (-/+), vulnus (-/-). 4 b. Regio Mandibula

c. Regio Maxillaris

Palpasi

: floating maxilla (-), maksila goyang (+), krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/+)

d. Regio Ekstremitas Superior Inspeksi : terpasang gips di ekstremitas superior dextra dari regio brachii sampai regio manus. e. Regio Ekstremitas Inferior Inspeksi : terpasang gips di ekstremitas inferior dextra dari region femur sampai regio pedis. C. DIAGNOSIS Fraktur Le Fort II. Fraktur ekstremitas superior et inferior dextra. D. DIAGNOSIS BANDING Fraktur ZMC. Fraktur prossesus alveolaris mandibula. Fraktur nasal. Fraktur corpus maxillaris. E. PLANNING I 1. Pemeriksaan darah rutin. 2. Foto rontgen kepala AP/Lateral. 3. Foto thorak AP/Lateral. 4. CT Scan kepala. 5. Pasang infuse RL 20 tpm. 6. Injeksi ketorolac 1 ampul/8 jam. 7. Injeksi ranitidine 1 ampul/8 jam. 8. Konsul bedah plastik. 9. Konsul bedah orthopedi. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto rontgen kepala AP/Lateral. 2. Foto thorak AP/Lateral. 3. CT Scan kepala. 5

BAB II JAWABAN UJIAN 1. ANAMNESIS Anamnesis dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang yang melihat langsung kejadian yang dialami pasien, yang harus ditanyakan dalam anamnesis pasienpasien yang mengalami trauma maksilofasial antara lain: a. Apakah penyebab pasien mengalami trauma? i. ii. iii. iv. v. Kecelakaan lalu lintas. Trauma tumpul. Trauma benda keras. Kecelakaan olahraga. Perkelahian.1,2

b. Apakah pasien dalam keadaan mabuk saat mengendarai kendaraan?3 c. Apakah pasien memakai pelindung kepala saat mengalami trauma tersebut?4 d. Dimana kejadiannya? Sudah berapa lama pasien mengalami kejadian tersebut? e. Apakah setelah mengalami kecelakaan pasien tidak sadar? Jika tidak sadar, berapa lama pasien mengalami penurunan kesadaran?5 f. Apakah pasien muntah dan kejang setelah kejadian? 2. PEMERIKSAAN FISIK a. Inspeksi secara urut dari atas ke bawah: i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. x. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, dan edema. Luka tembus. Daerah muka simetri atau tidak. Adakah malar emminance. Adanya maloklusi atau trismus, dan pertumbuhan gigi abnormal. Ottorhea dan Rhinorrhea. Telecanthus, Battles Sign, Racoons Sign, dan hematom periorbita. Cedera kelopak mata. Ecchymosis dan epitaksis. Ekspresi wajah yang kesakitan atau cemas.6 6

b. Palpasi untuk mengetahui kelainan pada tulang dan jaringan pada wajah. i. ii. iii. iv. v. Palpasi untuk kelainan tulang supraorbital dan tulang frontal. Palpasi hidung untuk meraba adanya septum deviasi, pelebaran jembatan hidung, meraba permukaan mukosa, dan krepitasi. Palpasi zygoma sepanjang lengkung serta artikulasi dengan tulang frontal, tulang temporal, dan tulang maksila. Perkusi didaerah tragus untuk mengetahui adakah tragus pain. Periksa stabilitas wajah dengan menggenggam gigi dan palatum kemudian mendorongnya maju mundur dan naik turun. Nilai apakah terdapat floating maksila atau hanya maksila goyang. vi. vii. viii. Palpasi gigi untuk meraba adakah gigi yang goyang. Palpasi rahang bawah untuk memeriksa nyeri dan bengkak. Palpasi sepanjang supraorbital dan infraorbital untuk melihat adakah hyperesthesia atau anesthesia.7 3. DIAGNOSIS DAN DIFFERENSIAL DIAGNOSIS Diagnosis pada pasien di atas adalah fraktur Le Fort II dengan diagnosis banding antara lain fraktur fraktur ZMC, fraktur os nasal, fraktur Le Fort I, fraktur Le Fort III, fraktur condilus mandibula, fraktur corpus mandibula, fraktur parasimpisis mandibula, fraktur simpisis mandibula, dan fraktur processus alveolar ginggiva.8 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan laboratorium untuk menganalisa jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan hemoglobin), hematokrit, protrombin time, partial tromboplastin time, ion (natrium, klorida), kreatinin, ureum, glukosa sewaktu, albumin, dan golongan darah.9 Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah: Hb AE AL AT Hct : 12-15 g/dL : 4,2-6,2. 103/L : 4-11.103/L : 150-350.103/L : 38-51% Natrium Kalium Klorida Kreatinin GDS : 135-145 mEq/L : 3,1-4,3 mEq/L : 95-105 mEq/L : 0,5-1,5 mg/dL : < 200 mg/dL 7 PENUNJANG DAN PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN

PT APTT i.

: 11-14 detik : 20-40 detik

Albumin

: 3-5,5 g/dL

b. Pemeriksaan Radiologi Foto rontgen kepala AP/Lateral. Pada rontgen kepala AP dilihat adakah tanda-tanda fraktur pada tulang di regio fasialis, berapa jumlah garis fraktur, jenis fraktur, letak fraktur, dan posisi fragmen tulang yang fraktur. Pada foto rontgen kepala lateral perhatikan discus intervertebralis, foramen intervertebralis, corpus vertebra, dan soft tissue. Penilaian foto rontgen pada trauma maksilofasial antara lain sebagai berikut: a) Fraktur Nasal Foto polos hidung terdiri dari sudut lateral mengerucut di bawah hidung dan foto waters dapat mengkonfirmasi diagnosis dan terapi tetapi kegunaan praktis kecil. b) Fraktur Zygoma Foto rontgen yang baik untuk mengetahui letak fraktur pada tulang zygoma adalah dengan foto waters. c) Fraktur Tripod Jika curiga terdapat fraktur tripod foto polos harus disertai dengan foto waters, foto cladwell, dan posisi submental underexposed. ii. CT Scan kepala. CT Scan koronal tulang wajah telanh menggantikan foto polos dalam evaluasi fraktur Le Fort, terutama dengan penggunaan rekonstruksi 3D. Jika CT Scan tidak tersedia dapat dilakukan foto kepala lateral, foto waters, dan foto cladwell. Penilaian CT Scan pada fraktur Le Fort antara lain sebagai berikut: a) Fraktur Le Fort I Menunjukkan pelebaran fraktur kea rah horizontal di mandibula inferior, kadang-kadang termasuk fraktur dari dinding lateral sinus maksilaris, memanjang ke tulang palatine, dan pterygoid. b) Fraktur Le Fort II Pemeriksaan menunjukkan gangguan dari pelek orbita inferior lateral saluran orbital dan patah tulang dari dinding medial orbital dan tulang nasal. Fraktur meluas kea rah posterior. c) Fraktur Le Fort III

Menunjukkan adanya patah tulang pada sutura zygomaticofrontal, zygoma, dinding medial orbita, dan tulang hidung meluas ke posterior melalui orbita di sutura pterygomaksilaris ke fossasphenopalatina.10,11 5. RENCANA PENATALAKSANAAN Pada kegawatdaruratan trauma maksilofasial dilakukan penanganan pada airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Airway dipertahankan dengan chin lift dan jaw trust, sebelum hal tersebut dilakukan pasang collar brace terlebih dahulu. Pastikan jalan nafas terbebas dari hambatan. Tinjau kembali saluran nafas, jika intubasi dengan rute oral sulit dilakukan maka lakukan cricotiroidektomi. Bila saluran nafas telah bebas lakukan penilaian untuk breathing dilanjutkan dengan circulation jika breathing pasien spontan. Pada circulation lakukan pemeriksaan nadi. Setelah survey primer selesai dan pasien terbebas dari kegawatdaruratan maka dilakukan survey sekunder. Evaluasi semua fraktur yang terdapat di maksilofasial, pada epistaksis dapat dilakukan tampon anterior. Rujuk pasien ke bedah plastic, bedah THT jika terdapat fraktur di daerah THT, dan bedah saraf jika dicurigai terdapat perdarahan intracranial, subdural, maupun epidural.12 Berikan analgetik yang memadai, opioid, NSAID, dan anestesi local. Jika pasien memiliki luka terbuka segera berikan anti tetanus serum. Operatif dengan rekonstruksi mid face dengan semen hidroksiapatit dapat dilakukan namun penggunaan introseus wiring dinilai masih cukup efektif untuk penanganan fraktur maksilofasial. Dipasang interdental wiring pada fraktur mandibula dan maksila yang memerlukan interroseus wiring. Penggunaan miniplate pada pembedahan memberikan fiksasi yang stabil sehingga tidak diperlukan lagi interdental wiring secara kosmetik lebih baik namun harga miniplate cukup mahal.13,14 6. EDUKASI, PENYULUHAN, DAN PENCEGAHAN SEKUNDER Edukasi, penyuluhan, dan pencegahan sekunder yangdapat dilakukan adalah dengan menyarankan agar menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan fraktur maksilofasial, yaitu : a. b. c. d. Menggunakan pengaman selama mengendarai kendaraan seperti helm dan seat belt. Tidak mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk atau menggunakan telepon. Meningkatkan kondisi jalan yang baik. Menggunakan pengaman kendaraan pasif (airbag, kacamata pelindung).15,16

DAFTAR PUSTAKA 1. Jos Carlos Martins Junior, Frederico Santos Keim, Ernani Tiaraju de Santa Helena. 2010. Epidemiological Characteristics of Trauma Patients Maxillofacial Surgery at the Hospital Geral de Blumenau SC From 2004 to 2009. Intl. Arch. Otorhinolaryngol., volume; 14, nomor: 2, pp. 192-198 2. Zahoor Ahmed Rana, Noor Ahmed Khoso, Omar Arshad, Khalid Mahmood Siddiqi. 2010. An Assessment of Maxillofacial Injuries: A 5-Year Study of 2112 Patients. Ann. Pak. Inst. Med. Sci., volume; 6, nomor; 2, pp. 113-115 3. Ravi Narula, Rakshak Anand. 2011. Changing Trends in the Etiology of Maxillofacial Trauma- is it due to social breakdown. Journal Indo-Pacific Academy of Forensic Odontology, volume; 2, nomor; 1, pp. 11-13 4. Abed Ashar, Sameer Khateery, Adam Kovacs. 2000. Etiology And Patterns Of Facial Fractures In Alain, United Arab Emirates. J Szent Gyorgyi Albert Medical University, volume 3, pp. 22-30 5. Adriane Kamulegeya, Francis Lakor, Kate Kabenge. 2009. Oral Maxillofacial Fractures Seen At A Ugandan Tertiary Hospital: A Six-Month Prospective Study. Clinics, volume; 64, nomor; 9, pp. 843-848 6. G. N. Dutton, Al-Qurainy, L. F A. Stanssens, D. M. Titterington, F Mooss, A. ElAttar. 1992. Opthalmic Consequences Of Mid-Facial Trauma. Eye, volume: 6, pp. 8689 7. Michael Perry , Anne Dancey , Kamiar Mireskandari, Peter Oakley, Simon Davies, Malcolm Camero. 2005. Emergency care in facial trauma a maxillofacial and ophthalmic perspectiveInjury. Int. J. Care Injured, volume; 36, pp. 875896 8. Jos Luiz Rodrigues LELES , nio Jos dos SANTOS , Fabrcio David JORGE , Erica Tatiane da SILVA, Cludio Rodrigues LELES4. 2010. Risk factors for maxillofacial injuries in a Brazilian emergency hospital sample. J Appl Oral Sci. volume; 18, nomor; 1, pp. 23-29 9. Patricia Kunz Howard, Beth Broering. 2009. Cost-effectiveness of Trauma Diagnostic Screenings. Advanced Emergency Nursing Journal, volume; 31, nomor; 3, pp. 184 189 10

10. Richard A. Hopper, Shahram Salemy, Raymond W. Sze. 2006. Diagnosis of Midface Fractures with CT: What the Surgeon Needs to Know. RG, volume; 26, nomor; 3, pp. 783-795 11. A D Reuben, S. R. Watt-Smith, D Dobson and S. J. Golding. 2005. A comparative study of evaluation of radiographs, CT and 3D reformatted CT in facial trauma: what is the role of 3D? The British Journal of Radiology, volume; 78, pp. 198201 12. Amir A Krausz, Imad Abu el-Naaj and Michal Barak. 2009. Maxillofacial trauma patient: coping with the difficult airway. World Journal of Emergency Surgery, volume; 4, nomor; 21, pp. 1-7 13. Mario J. Imola, Yadranko Ducic, Robert T. Adelson. 2008. The Secondary Correction of Post Traumatic Craniofacial Deformities. Otolaryngology Head and Neck Surgery, volume; 139, pp. 654-660 14. Yadranco Ducic. 2010. Midface Reconstruction With Titanium Mesh and Hydroxyapatite Cement: A Case Report. The Journal Of Cranio-Maxillofacial Trauma, volume; 3, nomor; 2, pp. 35-39 15. Maj MG Venugopal, Col R Sinha, Col PS Menon, Col PK Chattopadhyay, Col SK Roy Chowdhury. 2009. Fractures in the Maxillofacial Region: A Four Year Retrospective Study. MJAFI. volume; 66, pp. 14-17 16. Robert Gassner , Tarkan Tuli , Oliver H. achl , Ansgar Rudisch , Hanno Ulmer. 2003. Cranio-maxillofacial trauma: a 10 year review of 9543 cases with 21.067 injuries. Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery, volume; 31, pp. 5161

11

Anda mungkin juga menyukai