Anda di halaman 1dari 12

TOKSOPLASMOSIS

Pengertiannya? Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Infeksi toksoplasma dapat bersifat tunggal atau dalam kombinasi dengan infeksi lain dari golongan TORSH-KM. Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing. Cara penularan-nya pada manusia melalui: 1. 2. 3. 4. Makanan dan sayuran/buah-buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing). Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi toksoplasma. Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya.

Toksoplasma pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur, lahir mati, lahir cacat atau infeksi toksoplasma bawaan. Bilamana ibu hamil terkena infeksi tokso-plasma maka risiko terjadinya toksoplasmosis bawaan pada bayi yang dikandungnya berkisar antara 30-40%. Infeksi toksoplasma bawaan ini dapat mengakibatkan anak yang dilahirkan mengalami kerusakan mata, perkapuran otak, dan keterbelakangan mental, namun seringkali gejala ini tidak terlihat pada bayi yang baru lahir (neonatus). Beberapa faktor yang mungkin berperan atas munculnya gejala adalah fungsi plasenta sebagai sawar (barrier), status kekebalan (imunitas) ibu hamil, dan umur kehamilan ketika terjadinya infeksi pada ibu. Makin besar umur kehamilan ketika terjadinya infeksi, makin besar pula kemungkinan terjadinya infeksi toksoplasma bawaan pada janin. Pada pihak lain, makin dini terjadinya infeksi pada janin, makin berat kerusakan (kelainan) yang dapat terjadi pada janin dan makin besar kemungkinan abortus. Siklus hidup parasit toksoplasma Toxoplasma gondii tersebar luas di alam pada manusia maupun hewan dan merupakan salah satu penyebab infeksi yang paling sering terjadi pada manusia di seluruh dunia. Parasit ini adalah suatu protozoa yang tergolong Coccidia, dan mempunyai 3 (tiga) bentuk: 1. Ookista (bentuk resisten yang berada di lingkungan luar). 2. Trofozoit (bentuk vegetatif dan proliferatif). 3. Kista (bentuk resisten yang berada di dalam tubuh manusia dan hewan). Toxoplasma berkembang-biak di usus hewan berbulu khususnya kucing, menghasilkan keluarnya ookista bersama tinja kucing. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Ookista membentuk sporozoit dalam 1 sampai 3 hari dan tetap infektif selama berbulanbulan sampai setahun di dalam tanah lembab dan panas, yang tidak kena sinar matahari. Tanah yang tercemar kotoran hewan (ku-cing) menyebabkan infeksi pada tikus dan burung, yang kemudian akan menyebabkan reinfeksi kembali pada kucing. Dengan cara ini daur hidup parasit ini sudah lengkap. Anak-anak juga dapat terinfeksi karena bermain di tanah yang tercemar kotoran kucing. Tanah juga merupakan sumber infeksi untuk herbivora seperti kambing, domba, babi dan ternak. Karena infeksi pada kebanyakan hewan menetap secara menahun, maka daging yang mentah atau setengah matang menjadi sumber infeksi untuk manusia dan hewan karnivora. Gejala dan wujud klinis toksoplasmosis Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala

klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sen-tralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian. Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis: hidrosefalus, mikrose-falus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran (kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan penglihatan: mikroftalmi, katarak, re-tinokoroiditis; juga gangguan pendengaran, dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak diketahui sebabnya. Pemeriksaan Diagnosis penyakit toksoplasmosis umumnya ditegakkan karena adanya kecenderu-ngan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat: infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toksoplasmosis adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang su-dah lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengakifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk. (1998), yang menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer IgGnya 2.949 IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG < 2.0 IU/mL atau IgM < 0.5 IU/mL. Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma akan menularkan toksoplasma ba-waan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukkan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toksoplasmosis bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada saat hamil, maka : 1. bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak perlu diobati, kecuali jika pasien itu mengidap gangguan kekebalan. 2. bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian. Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum kehamilan dan risiko untuk janinnya cukup

rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat dan IgM tetap positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan janin sangat berisiko mengalami toksoplasmosis bawaan atau terjadi keguguran. 3. bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan, justru pada ibu ini pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk menasah serokonversi (perubahan negatif menjadi positif). Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti harus diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali untuk menen-tukan adanya kelainan janin. ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati (hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat kelainan maka perlu dipertimbangkan untuk peng-akhiran (terminasi) kehamilan. bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32 minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan hasil positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan. setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis antibodi janin atau isolasi T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan USG atau foto rontgen tengkorak. Diagnosis toksoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri, bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toksoplasmosis bawaan). Pengobatan Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu. Pada bayi yang menderita toksoplasma bawaan baik bergejala atau tidak, sebaiknya diberikan pengobatan untuk menghindari kelainan lanjutan. Obat-obatan yang digunakan adalah: Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6 bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis, ditambah lagi Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi: Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan dengan pirimetamin,

Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korioreti-nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan apakah pengobatan masih perlu diteruskan. Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasma yang bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan zat antimikroba. Cacat imunologi seluler diobati dengan imunomodulator (Isoprinosine atau levamisol), sedangkan infeksinya dikendalikan dengan pemberian spiramisin. Kombinasi pengobatan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi pende-rita dengan meningkatkan reaksi imunologik selulernya dan sekaligus mengendali-kan infeksi toksoplasmanya. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/19/toksoplasmosis/ BAB I PENDAHULUAN Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Parasit ini ditransmisikan kemanusia melalui makan makanan daging kurang matang, terutama daging babi atau domba yang terkontaminasi dengan parasit. Kucing merupakan host alami dari parasit ini, dan dapat ditularkan untuk orang melalui kontak dengan tinja kucing. Infeksi tokso paling sering menyebabkan penyakit pada otak dan sumsum tulang belakang, meskipun bagian lain tubuh, termasuk mata, jantung, paru-paru, kulit, hati, dan saluran gastrointestinal (GI) juga dapat terinfeksi. Individu yang memperoleh infeksi toxoplasma dapat memperlihatkan gejala yang tidak signifikan atau self-limiting, ringan sampai moderat (Knapen, 2008). Infeksi toxoplasma yang diperoleh oleh seorang ibu selama kehamilan, memiliki risiko yang signifikan yang merugikan janin. Risiko penularan dari ibu ke janin rendah bila infeksi diperoleh ibu pada tahap awal kehamilan namun hasil dari beberapa kasus menunjukan dapat mengancam hidup janin. Sebaliknya, infeksi diperoleh ibu ketika kehamilan mengakibatkan risiko yang lebih tinggi terhadap penularan janin, hasil klignis khas kurang parah, atau anak bahkan mungkin lahir asimptomatik. Infeksi yang diperoleh 2-3 bulan sebelum konsepsi sangat jarang menimbulkan risiko kerusakan pada janin (Knapen, 2008). Di Amerika Utara, toksoplasmosis pada orang HIV positif biasanya sebuah pengaktifan dari infeksi lama yang awalnya tidak menyebabkan penyakit. Ketika seseorang pertama kali terinfeksi dengan parasit, biasanya tidak ada gejala, dan sistem kekebalan tubuh mampu mengontrol infeksi. Seiring waktu, HIV positif orang kehilangan lebih banyak limfosit CD4+, yaitu sel-sel sistem kekebalan yang membantu untuk mengontrol infeksi. Ketika sel-sel ini hilang, tokso dapat muncul dan menyebabkan penyakit. Orang-orang dengan HIV positif yang telah terkena parasit dan yang jumlah CD4 di bawah 100 beresiko berkembangnya toxoplasmosis (Knapen, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA A. Tanda dan Gejala Pada individu imunokompeten yang tidak hamil, infeksi toxoplasma gondii biasanya tanpa gejala. Sekitar 10-20% pasien mengembangkan limfadenitis atau sindrom, seperti flu ringan ditandai dengan demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit tenggorokan, limfadenopati dan ruam. Dalam beberapa kasus, penyakit ini bisa meniru mononukleosis menular. Gejala biasanya dapat hilang tanpa pengobatan dalam beberapa minggu ke bulan, meskipun beberapa kasus dapat memakan waktu hingga satu tahun. Gejala berat, termasuk myositis, miokarditis, pneumonitis dan tanda-tanda neurologis termasuk kelumpuhan wajah, perubahan refleks parah, hemiplegia dan koma, tapi jarang. Ensefalitis, dengan gejala sakit kepala, disorientasi, mengantuk, hemiparesis, perubahan refleks dan kejang, dapat menyebabkan koma dan kematian. Nekrosis perbanyakan parasit dapat menyebabkan beberapa abses dalam jaringan saraf dengan gejala lesi. Chorioretinitis, miokarditis, dan pneumonitis juga terjadi. Penularan Toksoplasmosis tidak secara langsung ditularkan dari orang ke orang kecuali dalam rahim (Institute for International Cooperation in Animal Biologics, 2005). Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis yaitu (Medows, 2005): 1) Toxoplasma pada orang yang imunokompeten Hanya 10-20% dari infeksi toksoplasma pada orang imunokompeten dikaitkan dengan tanda-tanda penyakit. Biasanya, pembengkakan kelenjar getah bening (sering di leher). Gejala lain bisa termasuk demam, malaise, keringat malam, nyeri otot, ruam makulopapular dan sakit tenggorokan. 2) Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah misalnya, pasien dengan AIDS dan kanker. Pada pasien ini, infeksi mungkin melibatkan otak dan sistem syaraf, menyebabkan ensefalitis dengan gejala termasuk demam, sakit kepala, kejang-kejang dan masalah penglihatan, ucapan, gerakan atau pemikiran. manifestasi lain dari penyakit ini termasuk penyakit paru-paru, menyebabkan demam, batuk atau sesak nafas dan miokarditis dapat menyebabkan gejala penyakit jantung, dan aritmia. 3) Toxoplasma Okular Toksoplasmosis okular oleh uveitis, sering unilateral, dapat dilihat pada remaja dan dewasa muda, sindrom ini sering merupakan akibat dari infeksi kongenital tanpa gejala atau menunda hasil infeksi postnatal. Infeksi diperoleh pada saat atau sebelum kehamilan sehingga menyebabkan bayi toksoplasmosis bawaan. Banyak bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian besar akan mengembangkan pembelajaran dan visual cacat atau bahkan yang parah, infeksi yang mengancam jiwa di masa depan, jika tidak ditangani. 4) Toksoplasmosis pada wanita hamil Kebanyakan wanita yang terinfeksi selama kehamilan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit. Hanya wanita tanpa infeksi sebelumnya dapat menularkan infeksi ke janin. Kemungkinan penyakit toksoplasmosis bawaan terjadi ketika bayi baru lahir, tergantung pada tahap kehamilan saat infeksi ibu terjadi. Pada kondisi tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan abortus spontan, lahir mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga dapat dipertimbangkan, terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama. Tanda dan gejalanya yaitu penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan kehilangan sebagian atau seluruh keseimbangan tubuh. 5) Toxoplasmosis kongenital Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang paling mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tanda-tandanya yaitu demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit dan mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam, memar, pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang terinfeksi selama trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pada kelahiran, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis okular atau penundaan perkembangan di kemudian hari.

B. Diagnosa Meskipun insiden infeksi toksoplasmosis tinggi, diagnosis klinis jarang dilakukan karena tanda klinis dari toxoplasmosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk diagnosis. Hanya mendeteksi antibodi yang spesifik saja tidak cukup karena banyak manusia dan binatang memiliki titer antibodi. Sebuah infeksi baru dapat menjadi pembeda dengan deteksi peningkatan jumlah antibodi (seroconversion) dari isotypes yang berbeda (IgG, IgM, IgA) atau dari sirkulasi. Deteksi parasit yang bebas (takizoit) pada kombinasi dengan gejala klinis dapat mengkonfirmasikan suatu infeksi, sebagai contoh pada biopsi atau abortion material. Deteksi kista jaringan (hanya seperti antibodi saja) tidak mengkonfirmasi infeksi aktif. Identifikasi Toxoplasma gondii dalam darah atau cairan tubuh (Medows, 2005) 1. Isolasi T. gondii dalam darah atau cairan tubuh (misalnya, CSF, cairan ketuban) dengan inokulasi kultur jaringan. 2. Fluorescent antibodi atau tachyzooites pewarnaan immunoperoxidase. 3. Reaksi berantai polimerase (PCR) untuk deteksi T. gondii DNA. 4. Serologi a) ELISA untuk mendeteksi IgG, IgM, IgA atau antibodi IgE b) IFA deteksi IgG atau IgM. IgM spesifik tes yang dilakukan bila diperlukan untuk menentukan waktu infeksi, misalnya dalam sebuah pregnansi. Sebuah tes negatif yang kuat IgM menunjukkan bahwa infeksi ini tidak baru, tetapi tes IgM positif sulit untuk menginterpretasikan. IgM spesifik toksoplasma dapat ditemukan hingga 18 bulan setelah infeksi akut dan positif palsu yang umum. c) Uji aviditas imunoglobulin G. d) Immunosorbant aglutinasi untuk IgM atau IgA. e) Uji Sabin-Feldman dye, hemaglutinasi tidak langsung, aglutinasi lateks, aglutinasi dimodifikasi dan fiksasi komplemen. 5. Pencitraan Radiologi a) Computed Tomography (CT) atau radiologi dapat menunjukkan toksoplasmosis otak, USG dapat digunakan pada janin dan kalsifikasi atau ventrikel membesar dalam otak bayi baru lahir. b) CT atau MRI dapat menunjukkan beberapa kontras, bilateral meningkat ("cincin-lesi") dalam otak. C. Etiologi Toksoplasmosis disebabkan oleh agen infeksi Toxoplasma gondii suatu protozoa intraseluler coccidian pada kucing, masuk dalam famili Sarcocystidae dan kelas sporozoa. Parasit ini terdiri dari empat bentuk yaitu Oocycts yang terdiri sporozoid dan terdapat di tinja, Takizoid yang secara cepat memperbanyak diri pada jaringan organisme, Brandizoit yang memperbanyak diri secara lambat pada jaringan, dan kista jaringan yang ditemukan pada otot dan sistem saraf pusat yang terdiri dari barandizoit yang tidak aktif (Knapen, 2008).

Hospes definitif dari T. Gondii adalah kucing dan jenis felines. Hanya felines yang mengandung parasit pada jalur intestinal, dimana fase seksual dari siklus hidup sangat berpengaruh, yang menghasilkan ekskresi dari oocysts pada feces untuk 10-20 hari atau bisa lebih lama. Hospes intermediet dari T. gondii adalah domba, kambing, tikus, babi, lembu, ayam, dan birung; semua dapat membawa fase infektif (cystozoite atau brandyzoite) dari T. gondii adalah kista pada jaringan, terutama otot dan otak. Cysts jaringan menunjukkan keadaan lamanya periode, kemungkinan selama kehidupan binatang (Knapen, 2008).

T. gondii mengalami siklus reproduksi aseksual disemua spesies. Kista jaringan atau oocyst larut selama digesti, mengahasilkan bradizoit atau sporozoit, yang masuk ke lamina propria pada usus kecil dan mulai untuk memperbanyak diri sebagai takizoid. Takizoid dapat menyebar pada jarinngan eksternal dengan waktu singkat melalui limfa dan darah. Mereka dapat masuk pada beberapa sel dan memperbanyak diri. Sel dari host akhirnya pecah dan menghasilkan takizoid masuk ke sel yang baru. Ketika host berkembang menjadi resisten, kira-kira 3 minggu setelah infeksi, takizoid mulai menghilang dari dalam jaringan dan menjadi bentuk resting brandizoid dalam kista jaringan (Knapen, 2008). Kista paling sering ditemukan pada otot skeletal, otak, dan miocardium. Mereka umumnya tidak menyebabkan reaksi pada host dan dapat bertahan hidup. Pada Felidae sebagai host devinitif, parasit secara serempak mengalami siklus replikasi seksual. Setelah ingesti, beberapa brandizoit memperbanyak diri dengan sel epitel pada usus kecil. Setelah beberapa siklus replikasi aseksual, brandizoit mulai siklus seksual (gametogoni), yang menghasilkan bentuk unsporulated oocyst. Oocyst dihasilkan pada feces and sporulat pada lingkungan. Sporulasi terjadi kira-kira 1 sampai 5 hari pada kondisi yang ideal, tapi dapat terjadi pada beberapa minggu. Setelah sporulasi, oocyst terdiri dari dua sporocysts dengan empat sporozoites. Kucing biasanya menghasilkan oocyts pada satu sampai dua minggu (Knapen, 2008).

Oocysts memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan dapat tetap infeksius selama 18 bulan pada air, cuaca panas, dan tanah yang basah. Mereka tidak dapat bertahan dengan baik pada tanah yang gersang dan iklim dingin. Kista jaringan dapat infeksius selama berminggu-minggu pada darah di suhu kamar, dan pada daging selama daging tersebut dapat dimakan dan kurang matang. Takizoid lebih rentan dan dapat bertahan pada tubuh selama berhari-hari dan di seluruh aliran darah selama 50 hari pada suhu 4oC. Pada manusia, periode inkubasi terjadi selama 10 sampai 23 hari setelah menkonsumsi daging yang terkontaminasi dan 5 sampai 20 hari setelah terpapar kucing yang terinfeksi (Knapen, 2008). Infeksi transplasenta pada manusia terjadi ketika wanita hamil yang dengan cepat mengedarkan takizoit dalam sirkulasi darah. Biasanya infeksi primer. Anak-anak dapat terinfeksi oleh ingesti infeksi oocysts dari tempat makan yang kotor, tempat bermain dan halaman tempat kucing defekasi. Infeksi dapat didapat dari makan makanan mentah, atau kurang matang yang terinfeksi (daging babi atau domba,dan lebih jarang pada daging sapi) yang terdapat di kista jaringan, atau ingesti dari infeksi oocysts pada makanan atau minuman yang terkontaminasi feces kucing. Infeksi dapat terjadi pada tranfusi darah atau transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi. Selama invasi akut parasit Toxoplasma (proliferatif fase, takizoit), ada kerusakan ringan jaringan utama (Nekrosis). Histologi menunjukkan infiltrasi inflammatori terdiri sel bulat dengan parasit bebas dan pembentukan kista di perbatasan. Mungkin karena kombinasi dari respon kekebalan seluler dan humoral, parasit dipaksa menjadi tahap beristirahat (kista jaringan). Toksoplasmosis laten ini yang ditandai oleh kista kurang lebih bulat dengan dinding yang tegas (Knapen, 2008). Sejak parasit toxoplasma tidak menunjukkan preferensi jenis sel, tanda-tanda klinisnya adalah variabel. Orang dewasa punya cukup kekebalan untuk melawan infeksi dan infeksi yang paling jauh melanjutkan tanpa gejala klinis. Kadang-kadang parasitemia adalah terlihat ketika kronis (laten) infeksi yang diaktifkan kembali. Perhatian khusus harus diberikan ketika infeksi laten muncul lagi karena imunosupresi. Hal ini dapat merupakan hasil dari lain infeksi (virus), atau dari pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau cytostatics. Ketika gejala-gejala klinis terjadi setelah akut, mengakuisisi infeksi toksoplasmosis, sebagian besar tanda-tanda jelas adalah limfadenitis, demam dan malaise. Dalam kasus yang jarang terjadi hepatitis yang parah, splenitis, pneumonia, polymyositis atau bahkan meningoensefalitis dapat terjadi (Knapen, 2008). D. Pencegahan Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit toksoplasmosis, antara lain (Chin, 2000): 1. Mendidik ibu hamil tentang langkah-langkah pencegahan: a. Gunakan iradiasi daging atau memasak daging pada suhu 1500F (660C) sebelum dimakan. Pembekuan daging tidak efektif untuk menghilangkan Toxoplasma gondii. b. Ibu hamil sebaiknya menghindari pembersihan sampah panci dan kontak dengan kucing. Memakai sarung tangan saat berkebun dan mencuci tangan setelah kerja dan sebelum makan. 2. Makanan kucing sebaiknya kering, kalengan atau rebus dan mencegah kucing tersebut berburu (menjaga mereka sebagai hewan peliharaan dalam ruangan) 3. Menghilangkan feses kucing (sebelum sporocyst menjadi infektif). Feses kucing dapat dibakar atau dikubur. Mencuci tangan dengan bersih setelah memegang material yang berpotensial terdapat Toxoplasma gondii. 4. Cuci tangan sebelum makan dan setelah menangani daging mentah atau setelah kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran kucing. 5. Control kucing liar dan mencegah mereka kontak dengan pasir yan digunakan anak-anak untuk bermain. 6. Penderita AIDS yang telah toxoplasmosis dengan gejala yang parah harus menerima pengobatan

profilaksis sepanjang hidup dengan pirimetamin, sulfadiazine dan asam folinic. E. Pengobatan Wanita yang memiliki toxoplasmosis selama hamil adalah pengobatan secara rutin. Miskipun efikasinya msih menjadi perdebatan, pengobatan dini dapat menghambat kecepatan prosesinfeksi dan perkembangnya pada anak (Gnansia, 2003). a. Sebelum 30 minggu, jika toxoplasma tidak terdeteksi dengan cairan amniotik dan jika test ultra soun normal, maka menggunakan spiramycin dengan 9 juta UI per hari sampai persalinan. Jika toxoplasma terdeteksi pada cairan amniotik fluid dan jika test ultrasound normal, maka menggunakan pyrimethamine dan sulfonamides, bersama dengan folic acid. Pada kasus cerebral microcalcifications atau hydrocephaly didiagnosis dengan ultrasound, seebuah penghentian kehamilan dapat diajukan ke orangtua (Gnansia, 2003). b. Setelah 30 minggu, resiko transmisi transplasenta tinggi, maka pengobatan menggunakan pyrimethamine dan sulfonamides (Gnansia, 2003). c. Ketika lahir, meskipun tidak ada bukti transmisi toxoplasma melalui through the placenta, infeksi congenital tidak dapat dihilangkan. Hal tersebut kemudian dipastikan untuk menguji kelahiran baru dengan transfontanellar ultrasonography dan ophthalmologic surveillance. Jika uji klinik dan serologi negatif, tidak ada pengobatan. Infeksi pada anak harus diobati dengan pyrimethamine and sulfonamides selama 12 bulan (Gnansia, 2003). F. Prognosis Suatu bentuk khusus dari toksoplasmosis adalah toksoplasmosis bawaan. Jika seorang wanita terkena toksoplasma saat hamil, uterus dan janin yang belum lahir dapat menjadi terinfeksi. Pada kehamilan awal ini dapat menyebabkan cacat parah dari janin yang mengarah ke aborsi atau malformasi yang tidak kompatibel dengan kehidupan segera setelah lahir. Sebuah mayoritas infeksi bawaan namun tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun setelah lahir, sebelum gejala klinis yang terkait dengan bawaan toksoplasmosis ditemukan (keterbelakangan mental, cacat mata) (Knapen, 2003). Penyakit ini dapat menimbulkan kematian walaupun kasusnya sangat jarang ditemukan. Jika dilakukan pengobatan yang adekuat maka, penyakit ini dapat sembuh (Carme, 2004). PENUTUP 1. Toksoplasmosis disebabkan oleh agen infeksi Toxoplasma gondii suatu protozoa intraseluler coccidian pada kucing, masuk dalam famili Sarcocystidae dan kelas sporozoa. 2. Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis tanpa gejala. pasien mengembangkan limfadenitis atau sindrom, seperti flu ringan ditandai dengan demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit tenggorokan, limfadenopati dan ruam. myositis, miokarditis, pneumonitis dan tanda-tanda neurologis termasuk kelumpuhan wajah, perubahan refleks parah, hemiplegi, koma, dan ensefalitis. 3. Diagnosis dapat dilakukan dengan cara Isolasi, pewarnaan immunoperoxidase, PCR, serologi, dan pencitraan radiologi. 4. Pencegahan dapat dilakukan dengan pendidikn pada ibu hamil, memperhatikan makanan kucing, menghilangkan feses kucing, PHBS, kontrol kucing liar, dan pengobatan profilaksis pada penderita AIDS. 5. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberi Pyrimethamine (Daraprim) Sulfadiazine dan asam folinik. 6. Prognosis Toxoplasmosis adalah dapat menimbulkan cacat dan kematian, namun dapat disembuhkan dengan pengobatan yang adekuat.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang telah diketahui dapat menyababkan cacat bawaan (kelainan congenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Infeksi toksoplasma dapat bersifat tunggal atau dalam kombinasi dengan infeksi lain dari golongan TORSH-KM. Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing. Cara penularannya pada manusia melalui : 1. Makanan dan sayuran /buah-buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing). 2. Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi 3. Melalui tranfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi toksoplasma. 4. Secara congenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya. Toksoplasma pada ibu bumil dapat menyebabkan keguguran, lahir premature, lahir mati, lahir cacat atau infeksi toksoplasma bawaan. Bilamana ibu hamil terkena infeksi tokso-plasma maka resiko terjadinya toksoplasmosis bawaan pada bayi yang dinkandungnya berkisar antara 30-40%. Infeksi toksoplasma bawaan ini dapat mengakibatkan anak yang dilahirkan mengalami kerusakan mata, perkapuran otak dan keterbelakangan mental, namun seringkali gejala ini tidak terlihat pada bayi yang baru lahir (neonatus). Beberapa faktor yang mungkin berperan atas munculnya gejala adalah fungsi plasenta sebagai sawar (barier), status kekebalan (imunitas) ibu hamil, dan umur kehamilan ketika terjadinya infeksi pada ibu. Gejala dan wujud klinis toksoplasmosis Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe dileher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila macula terkena, maka penglihatan sen-tralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian. Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis : hidrosefalus, mikrose-falus, kejang,keterlambatan psikomotor, perkapuran (kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan penglihatan : mikroftalmi, katarak, re-tinokoroiditis; juga gangguan pendengaran, dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak diketahui sebabnya. Pemeriksaan Diagnosis penyakit toksoplasmosis umumnya ditegakkan karena adanya kecenderu-ngan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat: Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan Memelihara binatang piraan berbulu, misalnya kucing Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toksoplasmosis adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgM Toxsoplasma gondii. Antibadi IgM dibentuk pada

masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (180 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibiodi IgGdibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena tu, temuan antibiotic IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan adanya antibiotic IgM berarti infeksi yang baru atau pengaktifan infeksi lama (reaktivasi), dan berisio bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibiotic tersebut untuk menyatakan seorang sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam, bergantung pada cara peneraanyang dipakai dan kendalai mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium. Contoh yang didapat dikemukakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh dkk. (1998), yang menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana IU/ml atau IgM 0,5 IU/ml, sedangkan tergolong negative bilamana titer IgG < IgM < IU/ml Tidak semua ibnu hamil yang terinfeksi toksoplasma akan menularkan toksoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukan IgG positif terhadap toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toksoplasma bawaan Diagnosa toksoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis dari terinfeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selam kehamilan. Antibiotic IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibiotic IgM tidak dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darag bayi ditemukan antibiotic IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibiotic IgG sendiri, bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibody IgM, maka ini menunjukan infeksi nyata pada bayi (toksoplasmosis bawaan) Pengobatan Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau nerkelanjutan. Toksoplasma pada penderita imunodefisiensi harus diobtai karena dapat mengakibatkan kematian Toksoplasma pada ibu hamil perlu diopbtai untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maa dapat diberikan dalan bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine setelah umur kahamilan diatas 16 minggu Pada bayi yang menderita toksoplasma bawaan baik bergejala atau tidak, sebaiknya diberikan pengobatan untuk menghindari kelainan lanjutan d3kebidanan Toxoplasmosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii.[1] Parasit tersebut menginfeksi banyak binatang berdarah-hangat, termasuk manusia, tetapi paling sering menginfeksi kucing pada famili felidae. Binatang terinfeksi dengan mengigit daging yang terinfeksi, dengan kontak terhadap kucing feces, atau dengan infeksi dari ibu ke fetus. [2] Sementara hal ini benar, kontak dengan daging terinfeksi yang belum dimasak menjadi akibat lebih penting terhadap infeksi manusia pada banyak negara. Wikipedia Toxoplasma gondii adalah spesies protozoa parasit pada genus Toxoplasma.[1] T. gondii menyerang kucing, tetapi parasit dapat dibawa oleh semua mamalia. T. gondii menyebabkan penyakit toksoplasmosis.

^ Ryan KJ, Ray CG (eds) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.). McGraw Hill. hlm. 7227. ISBN 0838585299.

Anda mungkin juga menyukai