Anda di halaman 1dari 4

Ber-Islam Secara Kaffah

Written by Shodiq Ramadhan Tuesday, 04 January 2011 13:28 -

Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 208

Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q S. Al Baqarah 208) Tafsir Dalam Tafsir Jalalain Juz 1/217 diterangkan ayat di atas turun mengenai Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, orang-orang Yahudi di Madinah yang Masuk Islam. Setelah memeluk Islam mereka masih juga mengagungkan hari Sabtu dan membenci onta. Maka Allah berfirman: Yaa ayyuhalladzina aamanud khuluu fis silmi yakni fil Islam. Kaffah merupakan hal atau keterangan dari kata as silmi, artinya meliputi seluruh syariat Islam. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, yakni jalan-jalan syaitan yang membuat indah perpecahan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Dalam tafsir Ad Durrul Mantsur Juz 2/491 dikutip suatu riwayat hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah tentang firman Allah SWT: Yaa ayyuhalladzina aamanuud khuluu fis silmi kaaffah. Ayat tersebut turun terhadap sejumlah orang mantan Yahudi yang masuk Islam. Mereka berkata: Wahai Rasulullah saw., hari Sabtu adalah hari yang dulu kami biasa agungkan maka biarkanlah kami libur di hari sabtu untuk beribadah. Dan Taurat adalah kitabullah, maka biarkanlah kami membacanya di dalam qiyamul lail. Maka turunlah firman Allah tersebut. Muqatil bin Sulaiman dalam tafsirnya Juz 1/109 menerangkan bahwa firman Allah SWT di atas turun karena sejumlah orang-orang mukmin dari kalangan antara Ahli Taurat, mereka minta izin kepada Rasulullah saw. untuk membaca Taurat di dalam sholat mereka, dan masalah hari Sabtu, dan hendak mengamalkan sebagian ajaran Taurat, maka Allah SWT berfirman: Ambillah sunnah Muhammad saw. dan syariatnya, karena Quran Muhammad telah me-nasakh (menghapus hokum) seluruh kitab sebelumnya. Maka Allah SWT berfirman: Udkhuluu fissilmi kaaffah , yakni masuklah ke dalam syariat Islam secara keseluruhannya. Dalam Tafsir Thabary Juz 3/595 dinukil sejumlah riwayat yang mengatakan bahwa sejumlah mufassir seperti Mujahid, Qatadah, Ibnu Abbas r.a., As Suddiy, Ibnu Zaid, Ad Dhahak menafsirkan bahwa kata fissilmi dalam ayat di atas maknanya adalah fil Islam, yakni masuklah ke dalam Islam. Sedangkan para mufassir yang lain mengartikan fis silmi sebagai fit thaaah, yakni masuklah ke dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya seluruhnya. Dalam Tafsir Thabary (Juz 3/600) juga diterangkan bahwa Ikrimah telah menjelaskan makna dari ayat tersebut secara keseluruhan adalah seruan kepada orang-orang mukmin agar

1/4

Ber-Islam Secara Kaffah


Written by Shodiq Ramadhan Tuesday, 04 January 2011 13:28 -

menolak seluruh makna yang bukan berasal dari hokum Islam, dan seruan agar mengamalkan seluruh syariat Islam, serta larangan menyia-nyiakan hokum-hukum hudud dalam Islam walau satu hokum saja. Mengimani dan Mengamalkan Islam Secara Kaffah At Thabary dalam tafsirnya (Juz 3/602) menegaskan takwil dari firman Allah SWT di atas adalah : Wahai orang-orang beriman, beramallah dengan syariat Islam seluruhnya. Dan masuklah ke dalam membenarkan Islam dengan ucapan dan amal, dan tinggalkanlah jalan-jalan syaitan serta pengaruh-pengaruhnya yang membuat kalian bisa mengikutinya sebab syaitan itu musuh kalian yang benar-benar nyata permusuhannya. Masuk ke dalam Islam secara kaffah, maknanya adalah membenarkan (tashdiq) Islam, baik dengan ucapan maupun dengan amalan, secara secara keseluruhan, baik masalah-masalah aqidah Islam maupun hokum-hukum syariat. Ajaran Islam baik aqidah maupun syariah telah dijelaskan secara rinci baik dalam Al Quran (lihat QS. An Nahl 89) maupun as Sunnah (lihat QS. Al Hasyr 7). Rasulullah saw. bersabda: Ketahuilah bahwa aku diberi al Kitab beserta yang serupa dengannya (As Sunnah) (Sunan Abu Dawud Juz 4/328). Membenarkan aqidah Islam maknanya adalah membenarkan seluruh aqidah Islam, baik membenarkan keberadaan Allah dengan seluruh sifat-sifat-Nya serta asmaul husna-Nya; membenarkan keberadaan para malaikat ciptaan Allah dan seluruh nama maupun tugas-tugasnya; membenarkan Al Quran dan kitab-kitab samawi terdahulu seperti Taurat, Zabur, Injil, dan shuhuf Ibrahim, serta meyakini bahwa al Quran sebagai batu ujian bagi kitab-kitab terdahulu; membenarkan kebaradaan para Nabi dan Rasul utusan Allah SWT terdahulu sejak Adam a.s. sampai dengan Nabi Isa a.s. dan membenarkan Nabi Muhammad saw. Rasulullah yang sebagai penutup para Nabi dan Rasul (khatamul anbiya wal mursalin) dan syariatnya menghapuskan syariat terdahulu; membenarkan keberadaan hari akhirat, yakni hari hancurnya seluruh alam semesta, lalu diciptakannya alam yang baru, dan bangkitnya manusia dari quburnya, serta hari pengumpulan di padang mahsyar, perhitungan dan penimbangan amal manusia, hingga ditentukan apakah di masuk ke dalam surga al jannah atau ke dalam neraka jahannam; serta membenarkan ada taqdir Allah SWT yang baik maupun yang brookdan ridlo atas qadla Allah SWT.. Membenarkan syariat Islam berarti membenarkan seluruh hokum-hukum Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dengan Allah al Khaliq, hokum-hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, maupun hokum-hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Hukum-hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Al Khaliq meliputi hokum-hukum syariat dalam masalah aqidah seperti larangan syirik dan larangan murtad, maupun hokum-hukum syariat dalam masalah ibadah seperti wajibnya sholat lima waktu, shaum Ramadhan, membayar zakat, haji, maupun jihad fi sabilillah. Termasuk di dalamnya adalah sunnahnya membaca Al Quran, berzikir, dan bersholawat, serta larangan membuat

2/4

Ber-Islam Secara Kaffah


Written by Shodiq Ramadhan Tuesday, 04 January 2011 13:28 -

syariat baru alias bidah, larangan syirik dalam ibadah, dan larangan riya dalam ibadah. Hukum-hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi hokum-hukum syariat tentang makanan dan minuman seperti haramnya minuman keras dan babi, hokum syariat tentang pakaian dan aurat seperti wajibnya wanita berjilbab dan haramnya membuka aurat bagi pria maupun wanita, serta hokum-hukum tentang akhlak seperti wajibnya jujur dan haramnya dusta. Hukum-hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya meliputi hokum-hukum syariat dalam muamalah dan uqubat. Hukum-hukum muamalah seperti hokum jual beli, sewa menyewa, akad kerja, dan hokum-hukum ekonomi makro seperti kewajiban negara mengelola harta pemilikan umum (al milkiyyah al aammah) seperti laut, sungai, jalan, hutan, maupun tambang-tambang besar. Juga syariat Islam mewajibkan penguasa melakukan perimbangan ekonomi agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja (QS. Al Hasyr 7). Adapun hokum-hukum syariat dalam masalah uqubat (pidana) meliputi hokum-hukum hudud, hokum jinayat, hokum tazir, dan hokum mukhalafat. Hukum hudud artinya hokum pidana dimana jenis pelanggaran dan hukumannya telah disebutkan dalam nash syara seperti had potong tangan untuk pencuri, had jilid 100 kali untuk bujangan atau gadis yang berzina, had rajam untuk pria dan wanita yang sudah menikah yang berzina. Hukum-hukum jinayat adalah hokum pidana untuk pelanggaran fisik yakni hokum qishash atau diyat, seperti hukuman mati atau diyat (tebusan) 100 ekor onta untuk pembunuhan yang disengaja. Hukum tazir adalah hokum pidana dimana jenis pelanggarannya disebut dalam nash syara namun sanksi hukumnya tidak disebut, artinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Misalnya, kebohongan dan pengkhianatan seseorang kepada orang lain bisa dihukum dengan hukuman denda, kurungan, atau kerja paksa. Korupsi pejabat bisa dihukum oleh hakim dengan hukuman penjara, kerja paksa, atau kalau terlalu besar bisa dikenakan hukuman seumur hidup bahkan bisa hukuman mati. Dalam menghukumi perkara yang dihadapkan kepadanya para hakim (qadli) wajib memutuskan perkara dengan hokum yang diturunkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu... (QS. Al Maidah 49). Ayat di atas memastikan bahwa hokum syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya berlaku tidak hanya untuk umat Islam saja, tapi juga berlaku untuk umat lainnya.

3/4

Ber-Islam Secara Kaffah


Written by Shodiq Ramadhan Tuesday, 04 January 2011 13:28 -

Hal itu juga memberikan pengertian bahwa kekuasaan untuk menjalankan hokum secara legal formal di tengah-tengah masyarakat harus di tangan orang-orang mukmin agar tidak terjatuh dalam hokum jahiliyah (QS. Al Maidah 50). Wallahualam!

4/4

Anda mungkin juga menyukai