Anda di halaman 1dari 13

Artikel TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengelolaan Pasien dengan Kedaruratan Paru Zul Dahlan Subunit Pulmonologi Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Uni versitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung PENDAHULUAN(1) Berbagai keadaan dapat menimbulkan gangguan respirasi yang serius dan membahayakan jiwa. Keadaan ini berkisar antara: 1) Penyakit primer yang mengenai sistim bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak ventil, status asmatikus, dan pneumonia berat. 2) Gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Pada semua keadaan, perhatian utama harus lebih ditujukan kepada tindakan penyelamatan nyawa daripada penyelidikan diagnostik. Bila tindakan penyelamatan telah berjalan, selanjutnya dilaksanakan evaluasi dan pengelolaan penyakit dasar pasien. Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai evaluasi dan pengelolaan kedaruratan penyakit respirasi pada umumnya dan kedaruratan penyakit paru primer pada khususnya. EVALUASI DAN PENGELOLAAN AWAL PENYAKIT RESPIRASI AKUT(1) I. Penilaian pertama untuk tindakan darurat Pada evaluasi awal pasien tersangka penyakit paru akut, keadaan yang merupakan ancaman langsung terhadap jiwa harus segera dikenal dan diatasi. Hal tersebut dapat ditentukan dengan mengamati hal-hal sebagai berikut: A) Keadaan umum pasien Dilihat keadaan tingkat stress, yang merupakan pencerminan keadaan yang mengancam jiwa, misalnya kegelisahan hebat, sianosis berat, kesulitan bernafas yang hebat. B) Keadaan mental Perubahan berupa mudah tersinggung, kebingungan, ngantuk, dan gangguan orientasi. C) Frekuensi dan irama respirasi Respirasi yang sangat lambat dan dangkal : gangguan pusat respirasi.

Takipnea menandai penyakit paru akut, penyakit sistemik (misalnya sepsis), perdarahan, syok, atau gangguan metabolisme (ketoasidosis). D) Keadaan kardiovaskuler Kelainan tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi jaringan, dan isi sekuncup sering menyertai gangguan fungsi paru. E) Kelelahan otot pernafasan Gerakan dinding perut ke arah dalam pada saat inspirasi. Penggunaan otot respirasi tambahan. F) Analisis Gas Darah Untuk mengetahui tingkat keparahan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan segera. II. Pengelolaan darurat medik Pada pasien sakit berat perlu segera dilakukan koreksi gangguan oksigenisasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa. A) Oksigenisasi Segera berikan O2 pada pasien dengan tanda hipoksemi (misalnya sianosis). Perlu diingat bahwa O2 tidak akan memperbaiki hipoksi yang disebabkan oleh Cardiac output yang rendah, anemi berat, right to left A-V shunt. Pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan retensi CO2 pemberian O2 yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan rasio ventilasi/perfusi (V/Q) lebih lanjut atau menghilangkan rangsang pusat respirasi, meningkatkan CO2 dan asidosis respirasi, dan pemburukan ke-adaan pasien. Pada pasien PPOK berikan O2 terbatas dengan Venturi mask (FIO2 24% 28%). B) Bantuan ventilator Indikasi intubasi dan pemakaian alat bantu pernafasan yaitu bila : Keadaan memburuk walaupun telah mendapatkan O2 secukupnya. Cermin Dunia Kedokteran No. 114, 1997

Tidak mampu bernafas spontan. Pada penyakit paru akut hal ini ditandai oleh adanya: Gambaran klinik adanya gangguan perfusi paru, kardiovaskuler dan neurologis yang serius. Dikonfirmasi dengan hasil analisis gas darah berupa hipoksemi berat (pO2 <55 60 mmHg), peningkatan CO2 akut dan pH yang rendah. C) Asidosis Gangguan keseimbangan asam basa yang ringan sampai berat umum terjadi pada gangguan fungsi respirasi yang akut. Kelainan ini dikoreksi dengan mengingat pengaruh faktor metabolik, respirasi dan penyakit dasar pasien. D) Komplikasi akut Komplikasi akut sering menyertai penyakit paru akut, diakibatkan oleh gangguan oksigenasi atau asam basa, penyakit dasar pasien, dan terapi yang tidak tepat; dapat berupa gangguan respirasi: bronkospasme, infeksi, aspirasi, obstruksi jalan nafas, pneumotorak, tromboemboli, atau gangguan kardiovaskuler, neurologik, dan metabolik. III. Penilaian lengkap Bila tidak ada tindakan segera yang harus dikerjakan, evaluasi yang lebih lengkap perlu dilaksanakan (Diagram 1). A) Anamnesa Mengenai batuk, sputum, nyeri dada, sesak nafas, dan demam. B) Pemeriksaan fisik 1) Umum: sianosis, status mental, tanda umum penyakit yang berat. 2) Respirasi: frekuensi dan pola respirasi; inspeksi toraks, trakea, dan iktus kordis; gerak respirasi, nyeri pleuritik, perkusi torak dan suara pernafasan. 3) Kardiovaskuler, terutama yang berhubungan dengan penyakit paru. Distensi v. jugularis, bunyi jantung, edema, pulsus paradoksus. C) Pemeriksaan lanjutan Untuk menegakkan diagnosis, menegaskan keparahan dan etiologi penyakit atau untuk menilai hasil terapi. Berupa analisis gas darah, torak foto, spirometri, EKG, pemeriksaan sputum. Pemeriksaan lanj utan tergantu ng kepada kebutuhan. IV. Terapi terhadap penyakit dasar 1) Anti biotik Diberikan sebagai terapi empirik menurut pedoman yang berlaku(3). 2) Bronkodilator Pada keadaan dengan bronkospasme yang jelas diberikan B2 agonist per nebulizer, aminophylline per infus/pe. Bila perlu

diberikan kortikosteroid pe. 3) Diuretik dan digitalis, bila dijumpai adanya bendungan jantung kongestif. 4) Terapi lanjutan: rehidrasi, fisioterapi. 5) Perawatan lanjut Dilakukan penilaian lanjut gambaran fisiologik dan klinik pasien; bila terdapat pemburukan keadaan perlu dipertimbangkan adanya: komplikasi penyakit (misa pneumotorak pada pasien asma) komplikasi iatrogenik (misalnya pemberian obat/cairan yang tidak tepat) kesalahan diagnosis (misalnya edem paru dianggap asma, tromboemboli dianggap pneumonia, sepsis sebagai gagal nafas akut). Pasien dengan hipoksemi berat atau asidopsis respiratorik yang disertai gangguan neurologi atau kardiovaskuler memerlukan perawatan di ruang intensif (ICU). BERBAGAI KEDARURATAN MEDIK PARU PRIMER HEMOPTISIS Pengantar Hemoptisis sering dijumpai pada pasien penyakit paru. Di Sub bagian Pulmonologi Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam FKUPIRSHS dilaporkan kejadian sebesar 47,5% dari pasien rawat nginap (Guratmana, 1976). Ekspektorasi darah ini sering Cermin Dunia Kedokteran No. 114, 1997

menunjukkan adanya penyakit dasar yang serius. Bila perdarah an masif dapat terjadi sufokasi dan eksangunisasi/kekurangan darah hingga tindakan pencegahan perlu dilakukan. Hal ini merupakan keadaan darurat. Menurut Busroh (1978) yang disebut hemoptisis masif adalah : lebih dari 600 ml/24 jam dan perdarahan belum berhenti. 250 600 ml/24 jam dengan disertai kadar Hb kurang dari/ sama dengan 10 g%, namun hemoptisis berlangsung terus. Penulis lain menyatakan kriteria hemoptisis lebih dari 150 ml/jam dan terus berlangsung. Evaluasi Pasien A) Beratnya hemoptisis Perlu segera ditentukan secara tepat beratnya perdarahan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil. Ini didasarkan pada: 1) Pemeriksaan fisik Tanda insufisiensi sirkulasi dan respirasi berupa hipotensi, takikardi atau takipnu, kesulitan bernafas, sianosis atau ronkhi yang difus. 2) Tingkat perdarahan Menghitung jumlah darah yang dibatukkan. Hemoptisis yang banyak dan cepatmenunjukkan keadaan yang mengancam jiwa. 3) Foto toraks Gambaran opak yang difus dan homogen mungkin menunjukkan adanya darah yang teraspirasi dan kapiler ke alveoli. B) Lokasi perdarahan Perlu disingkirkan kemungkinan perdarahan dari hidung, tenggorok, mulut, esofagus dan lambung. hemoptisis bronkopulmoner: batuk darah berwarna merah terang dan berbusa, pH alkalis. saluran nafas atas: hipertensi, epistaksis, perdarahan gusi hematemesis dan lambung: muntah berwarna merah gelap atau hitam dan bercampur makanan, pH asam. Bila perlu dilakukan pemeriksaan langsung nasofaning, orofaring dan laring. C) Etiologi hemoptisis 1) Anamnesis a) Batuk dengan dahak purulen atau mukopurulen: kemungkinan infeksi seperti oleh bronkitis, pneumonia, abses paru atau bronkiektasis terinfeksi. b) Riwayat penyakit katup jantung, mitral stenosis. Darah

merah terang, berasal dari anastomosis v. bronkopulmoner pada dinding bronkus. c) Pasca trauma torak; ruptur trakheobronkial atau kista paru. d) Disertai perdarahan berbagai tempat: kemungkinan perdarahan luas oleh diatesa hemoragik atau kelainan darah. e) Perokok berat dan lama atau kontak Tb paru, kemungkinan Ca bronkogenik atau Tb paru. f) Disertai nyeri atau bengkak kaki dan nyeri dada: infark paru. g) Disertai hematuri: granu1oi Wegener, Sindrom a) Umum: periksa kulit terhadap adanya petekhiae, ekimosis, spider nevi, aneunisma av; phlebitis. b) Sistim respirasi: tanda-tanda penyakit paru kronik. Ronkhi lokal oleh perdarahan bronkial; ronki umum; sindrom Goodpasture. c) Jantung: stenosis mitral, kardiomegali. d) Ekstremitas: sianosis-kemurigkinan shunt intrakardiak atau fistel AV pulmoner yang besar. Jan tabuh - tumor paru, fibrosis pulmoner interstitial, infeksi paru kronik, atau shunt kardiak. 3) Pemeriksaan Khusus a) Foto toraks PA dari lateral, dan posisi lain bila diperlukan. b) Sputum, untuk pemeriksaan bakteriologik dan patologik. c) Analisis gas darah, dapat membantu dalam hal aneurisma AV. d) Lain-lain - pemeriksaan urine., Hb, hematokrit, lekosit, trombosit, pemeriksaan waktu perdarahan/pembekuan atau lainnya. Bila penlu bronkoskopi, tomografi paru, angiografi atau scanning paru. Pengelolaan Tergantung kepada beratnya perdarahan. A) Perdarahan masif 1) Supportif fungsi vital Mengatasi hipotensi, anemi dan kolaps kandiovaskuler untuk menghindani kerusakan otak, jantung atau ginjal yang ireversibel. Berupa penggantian volume darah dengan transfusi atau volume expander, O2, dan bila perlu mempertahankan keseimbangan hemodinamik dengan dopamin. 2) Pencegahan obstruksi saluran nafas oleh darah Diusahakan dengan posisi kepala ke bawah, untuk menghindari aspirasi; pada keadaan terpaksa: suction dan intubasi endotrakhea 3) Menghentikan perdarahan Bila perlu dilakukan pemasangan balon intrabronkus, kateterisasi dan embolisasi a. bronkial dengan sponge gelatin, atau bedah reseksi. 4) Hemoptisis oleh sindrom immunosupresif, plasmapheresis atau nefrektomi bilateral. B) Perdarahan ringan sampai sedang 1) Hemoptisis ningan Terapi ditujukan terhadap etiologinya. 2) Hemoptisis sedang (20-100 ml) Tirah baring ke sisi lokasi perdarahan, dan secara sangat

selektif pada tingkat perdarahan ini dapat diberikan obat penenang ringan dan kodein sulfat. 3) Bila perdarahan berulang dengan jumlah 20 ml atau lebih: Pasang infus dengan NaCl 0,9%. Bila perlu pasang CVP dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Koreksi kelainan faktor perdarahan. Rawat di ICU bila dip dan lakukan bronkoskopi. Bila perdanahan> 150 ini/jam, dilakukan pembedahan. Bila tak mungkin melalui bronkoskop dilakukan penutupan Goodpasture atau lupus enitematosus. bronkus yang menjadi sumber perdarahan deng an menggunakan 2) Pemeriksaan Fisik gas, atau balon, atau embolisasi. Cermin Dunia Kedokteran No. 114, 1997

PROGNOSIS Di Sub bagian Pulmonologi Bagian/Lab. Penyakit Dalam FKUP/RSHS pada tahun 1979 terdapat 44,9% pasien dengan perdarahan masif, yang meninggal dunia 27.3%. Dengan tindakan yang cepat dan tepat angka ini dapat dikurangi. PNEUMOTORAK(2) Definisi Pneumotorak adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga torak. Pneumotorak dapat terjadi berulang kali. Dikenal dua jenis: a) Pneumotorak primer Tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (1 2 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru. b) Pneumotorak sekunder Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca paru. Pneumotorak berhubungan dengan peningkatan tekanan intrapulmoner yang meluas sampai ke rongga udara subpleura dan permukaan pleura karena adanya obstruksi jalan nafas, alveoli yang besar, kista paru atau bulla. Tergantung pada kebocoran udara yang terjadi dikenal 3 tipe: a) Pneumotorak tertutup Lubang tertutup spontan dari udara dalam rongga torak diserap kembali. b) Pneumotorak terbuka Lubang pada pleura viseralis tetap terbuka dan paru-paru tetap kuncup. Terkadang terdapat fistel bronkopleura, yaitu adanya hubungan langsung antara bronkus dan rongga torak. c) Pneumotorak ventil Terjadi peningkatan progresif tekanan intrapleural yang menimbulkan kolaps paru yang progresif dan diikuti pendorongan mediastinal dan kompresi paru kontralateral. Pada pneumotorak berat terjadi penurunan ventilasi dan AV shunt diikuti hipoksemi. Hal ini lebih berat dan cepat terjadi pada pneumotorak sekunder yang disertai penyakit paru lain. Diagnosis Anamnesis

Sulit bernafas yang timbul mendadak dengan disertai nyeri dada yang terkadang dirasakan menjalar ke bahu. Dapat disertai batuk dan terkadang terjadi hemoptisis. Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang mendasari pneumotorak, dan menyingkirkan adanya penyakit jantung. Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru. Gerakan torak mungkin tampak tertinggal, deviasi trakhea, ruang interkostal melebar, perkusi hipersonor dan penurunan suara pernafasan. Dapat menghilangkan atau mengurangi pekakjantung atau hati. Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis, gangguan vaskuler/syok. Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan emfisema kutis, fistel bronkopleural dan empiema. Foto torak:Gambaran paru yang kolaps ke arah hilus dengan radiolusen ke sebelah perifer. Gambaran ini akan membesar pada posisi ekspirasi. Singkirkan kemungkinan bulla yang besar, emfisema paru, kista paru, kaverne yang besar. Terapi a) Pneumotorak ringan non ventil, kurang dari 30%. Pasien di observasi dan disuruh meniup balon. Bila pneumotorak memburuk dapat dipasang water sealed drainage (WSD). b) Pneumotorak besar atau tipe ventil Dipasang WSD.Pada keadaan gawat dapat dilakukan punksi dengan jarum infus sel atau jarum besar, yang kemudian dihubungkan dengan slang ke botol berisi air. Bila perlu sebelum dibuat foto toraks. Bila dalam 24 jam pemasangan kateter paru tidak mengembang slang dapat disambungkan ke alat penghisap. Bila dalam 5 hari tidak berhasil dan keadaan pasien buruk pentu dipikirkan kemungkinan tindakan bedah untuk menutupi kebocoran. Bila paru sudah mengembang sempurna, WSD diklem selama 3 hari. Bila hasil observasi dan torak baik WSD dapat dicabut. c) Pencegahan pneumotorak rekuren, dapat dilakukan dengan menggunakan: pleurodesis kimia, dengan menggunakan larutan tetrasiklin atau bedak talk. pleurektomi parietal. Dilakukan pula ligasi atau reseksi bullae atau bleb. Terapi komplikasi hemopneumotorak: pembedahan.

gangguan fungsi respirasi atau vaskuler: terapi suportif. emfisema kulit/mediastinal: observasi dan suportif. ASMA AKUT BERAT/STATUS ASMATIKUS Pengantar Berdasarkan patogenesis yang kini dianut, asma merupakan penyakit inflamasi kronik jalan napas yang disebabkan oleh berbagai jenis sel radang termasuk sel mast dan eosinofil. Pada pasien yang peka peradangan ini menimbulkan gejala-gejala yang berhubungan denan obstruksi saluran napas secara umum yang beratnya bervariasi, namun dapat membaik kembali secara spontan atau dengan pengobatan. Juga timbul peningkatan kepekaan bronkus terhadap berbagai perangsangan(2). Eksaserbasi asma (serangan asma) adalah episode progresif peningkatan gejala pendek napas, batuk, mengi, sesak dada atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Hal ini adalah pertanda kegagalan pengelolaan ama jangka panjang atau adanya pencetus. Tingkat serangan asm berkisar antara ringan sampai mengancam jiwa, yang berkembang dalam beberapa hari atau jam namun kadang-kadang bisa dalam beberapa menit. Morta Cermin Dunia Kedokteran No. 114, 1997

litas paling sering berhubungan dengan salah menilai beratnya * menghilangkan hi poksia serangan, kurang cukupnya tindakan pada saat awal serangan * mengembalikan fungs i paru normal secepatnya dan kurangnya terapi yang diberikan. Asma akut yang berat/ * merencanakan usaha penghindaran relaps di masa depan status asmatikus merupakan tingkat penyakit yang berat yang Terapi awal : memerlukan penanganan segera. 1. O2 4-6 L/menit 2. Inhalasi/nebuliser B2 agonist tiap jam (Atrovent) Diagnosis 3. Dexamethason 3x2 amp.iv a) Anamnesis 4. Aminofihin bolus/infus * Serangan asma sekarang: 5. B2 agonis SC/IMIIV kalau perlu. faktor pencetus: infeksi, alergen 6. Terapi lain: terapi awal dan respons dalam 1 2 jam antibiotika dan rehidrasi bila diperlukan

lamanya serangan catatan : hindari inhalasi mukolitik * Keadaan asma sebelumnya/risiko tinggi: sedativa dilarang penggunaan kortikosteroid antihistamin tak bermanfaat hindari fisioterapi pada saat sesak nafas

perawatan darurat/RS tahun sebelumnya

intubasi untuk asma Bila hasil evaluasi setelah 1 jam tak terlihat perbaikan: masalah psikososial Fisik: gejala berat, mengantuk, bingung Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 30%

kelalaian dalam melaksanakan terapi asma. b) Diagnosis serangan asma akut: PCO2 >45 mmHg Berat Gawat PO2 < 60 mmHg

* Sesak napas saat istirahat Masukkan ke ICU untukperawatan intensif dan kemungkinmembungkuk ke an intubasi dan ventilasi mekanik. depan Kriteria memulangkan pasien: * Kemampuan sepatah kata Short Acting B2 agonist inhalasi diperlukan >4 jam sekali bicara Lancar berjalan sendiri * Kesadaran agitasi mengantuk/ Tak terbangun malam karena sesak/perlu obat bingung Keadaan klinis normal/hampir normal * Respirasi > 30/menit APE atau FEV > 7 80% normal/nilai terbaik setelah pe* otot respirasi jelas/retraksi gerakan makaian SA B2 agonist inhalasi, dan variab ilitas PEF = 20% tambahan torakoabdominal Pasien telah dapat petunjuk cukup mengenai cara penggunaan paradoksal inhaler dan rencana perawatan/kontrol asma di rumah dan di * Mengi keras tak ada klinik untuk mencapai fungsi paru terbaik. * Nadi/menit > 120 bradikardi *

Pulsus (+), > 25 mmHg ( ), kelelahan Prognosis paradoksus otot Dengan pengelolaan yang cepat dan adekuat asma jarang * PaO2 < 60 mmHgmenimbulkan kematian. Di RS Dr. Sutomo Surabaya (1980) disianosis laporkan angka kematian 2,09%. * PaCO2 > 45 mmHg * Sat. O2 (udara) < 90% c) Singkirkan kemungkinan penyakit lain bronkitis eksaserbasi akut dengan bronkospasme pneumotorak edem paru akut KEPUSTAKAAN d) Diagnosis komplikasi/penyakit penyerta Pasien asma akut berat di ruang perawatan biasa, asma akut 1. Zagelbaum GL, Pete r Pare JA. Manual of acute respiratoiy care. Asian Ed. gawat langsung ke ICU. Boston: Little Brown Co. Ltd, 1982; 1 18, 23 127. 2. Sheffer AL. International Consensus Report on Diagnosis and Management of Asthma. Clin Experiment Allergy 1992; 22 (1). Terapi 3. Soeria Soemantri E, Dahlan Z. Buku Pedoman Pengelolaan dan Penelitian Tujuan terapi adalah untuk: Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut. Subunit Pulmo nologi Bagian/UPF * menghilangkan obstruksi secepat mungkin IP Dalam FK Unpad/RS Hasan Sadikin, Band ung, 1992. Cermin Dunia Kedokteran No. 114, 1997

Anda mungkin juga menyukai