Anda di halaman 1dari 38

Hadith of the Day

[HOTD] qishash

Februari 27th, 2007

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui
batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
(QS. Al-Baqarah, 2 : 178)

Hadist riwayat Bukhari ra., ia berkata:


Dari Abdullah Ibnu Abbas ra, dia berkata: Dahulu pada Bani Israil adanya qishash dan tidak ada
pada mereka diyat, lalu Allah berfirman kepada umat ini:”Diwajibkan atas kami qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang mendeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan
dari saudaranya dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih”. Abdullah Ibnu Abbas berkata: “Pemaafan adalah keluarga korban pembunuhan
menerima diyat (tidak menindak Qishash) dalam pembunuhan disengaja”. Ibnu Abbas berkata:
“Mengikuti dengan cara yang baik adalah menuntut (diyat dari pembunuh) dengan cara yang
baik, dan (pembunuh) supaya memenuhi dengan terbaik”.

Links:
[keadilan lain]
http://www.al-shia.com/html/id/books/mencari-Tuhan/05.htm
[kesetaRaan hukum dalam islam]
http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=261&Itemid=11
[syaRi’at islam dan pROduk budaya]
http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/9700
[meReduksi ayat-ayat alquRan]
http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/17/kha1.htm
[hukum islam dan khilafah]
http://syariahonline.com/new_index.php/id/7/cn/3710
[beRkenalan dengan hukuman hudud]
http://www.al-ahkam.net/home/print.php?sid=15358
[hukum Rajam bagi pezina]
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1264&bagian=0
[suRat teRbuka asy-syaikh Rabi’ kepada paus benedicktus]
http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=285&Itemid=21

-perbanyakamalmenujusurga-

http://www.al-shia.com/html/id/books/mencari-Tuhan/05.htm

KEADILAN LAIN

http://orido.wordpress.com 1
Hadith of the Day

Aqil membawa anaknya yang pucat pasi dan kelaparan menemui saudaranya, amirul mukminin
Ali bin Abi Thalib, guna mengharapkan tambahan bagian dari baitul mal. Jelas, siapapun yang
menyaksikan anak saudaranya tengah menanggung rasa lapar, pasti hatinya akan langsung
terenyuh.

Namun, sekalipun demikian, Imam Ali tetap memberikan jawaban yang negatif (menolak).
Seraya mendekatkan besi yang sedang membara ke muka saudaranya itu, Imam Ali berkata;
"Sebagaimana engkau takut mendekati besi membara ini, aku pun takut akan siksa hari
kiamat".[1]

Mengandalkan Status-Kedudukan

Biasanya, untuk membeli sesuatu di pasar, orang-orang terkemuka dan termasyhur akan
menyuruh orang lain untuk melakukannya. Orang suruhan itu lantas diperintahkan agar
mengatakan pada si penjual bahwa barang yang dibelinya itu diperuntukkan bagi si fulan.

Dengan demikian, sang penjual itu akan memberikan barang dagangan yang paling berkualitas
dengan harga yang jauh lebih murah! Dalam beberapa hal, perbuatan semacam ini berpotensi
menjadi sarana penyuapan dan penyalahgunaan kedudukan, untuk kemudian berujung pada
terjadinya tindak diskriminasi di pasar; orang-orang terkemuka akan memperoleh jenis barang
yang berkualitas bagus dengan harga yang sangat murah, sementara orang-orang umum hanya
memperoleh jenis barang sederhana, bahkan dengan hargajauh lebih tinggi.

Hanya sosok Imam Ali saja yang senantiasa berusaha agar si penjual barang tidak mengenalinya.
Baik ketika beliau mengutus orang untuk membeli barang, maupun pada saat berbelanja
sendiri, ke pasar.

Ketelitian Imam Ali

Tatkala Imam Ali sedang membagi-bagi harta baitul mal, salah seorang cucu beliau mengambil
sesuatu dan langsung pergi. Pada umumnya, seorang kakek tidak akan menghiraukan sama
sekali persoalan semacam itu. Lain halnya dengan Imam Ali. Beliau kontan mengejar cucunya
yang masih kanak-kanak tersebut dan mengambil barang yang diambil itu. Setelah itu, beliau
langsung mengembalikannya ke baitul mal. Banyak orang yang mengatakan bahwa anak
tersebut seharusnya juga memperoleh bagian dari baitul mal. Namun, Imam Ali menegaskan,
"Tidak, hanya ayahnya yang mendapat bagian, dan itupun harus sama dengan jumlah yang
diberikan kepada Muslimin. Dia (ayahnya) yang akan mencukupi keperluan anaknya".[2]

Tentu saja keketatan semacam ini hanya berlaku pada hal-hal yang berhubungan dengan baitul
mal. Sementara dalam hal memberikan serta menginfakkan harta pribadinya, beliau benar-
benar figur yang sangat dermawan.

Berkenaan itu, Muawiyah sampai mengatakan bahwa kalau Imam Ali memiliki dua kamar (di
mana kamar yang satu dipenuhi gandum, sedangkan kamar lainnya dipenuhi batangan emas)
dan hendak memberikan isinya, tentu ia tidak akan membeda-bedakan antara keduanya.

Kritik Tak Beralasan

Talhah dan Zubair, sahabat Rasulullah saww, merasa dirinya memiliki keistimewaan. Sehingga,
keduanya hobi mengkritik kebijakan Imam Ali dalam banyak hal, termasuk terhadap pembagian
baitul mal. Suatu ketika, mereka memprotes Imam Ali, "Mengapa engkau tidak pernah
bermusyawarah dengan kami?!"

http://orido.wordpress.com 2
Hadith of the Day

Setelah menjelaskan kesiapan, kelayakan, dan keadilan dirinya, serta memaparkan berbagai
aktivitasnya, Imam Ali berkata, "Apakah kalian mengira bahwa ketika tidak bermusyawarah
dengan kalian, saya haus akan kedudukan dan bermaksud hendak menguasainya?

Demi Allah, saya tidak serakah pada kedudukan dan kepemimpinan. Kalianlah yang dulu
mengelilingi serta membaiat diriku, dan menyerahkan pemerintahan ini kepadaku. Saya selalu
mengedepankan al-Quran serta kebijakan Rasul saww. Saya juga senantiasa menjalankan
pemerintahan ini sesuai dengan petunjuknya.

Sampai sekarang, saya tidak pernah menghadapi permasalahan (yang sulit) dan tidak disertai
hukum yang jelas, sehingga mengharuskan saya bermusyawarah dengan kalian atau umat Islam.
Jika suatu saat memang diperlukan, pasti saya akan bermusyawarah dengan kalian dan juga
dengan yang lain. Dalam bermusyawarah juga saya tidak akan membeda-bedakan antara kalian
dan Muslimin yang lain."[3]

Adil dalam Bersikap

Imam Ali menulis pesan kepada wakil beliau di Mesir, Muhammad bin Abubakar, "Dan adillah
terhadap mereka dalam perhatian dan pandangan".[4]

Dalam memperhatikan dan memandang mereka, engkau mesti bersikap adil tanpa pandang
bulu. Ketelitian dan keadilan ini dimaksudkan agar orang-orang lemah (miskin) tidak berputus
asa terhadap kemurahanmu, sekaligus pula menutup celah bagi orang-orang kaya yang
mengharap kezaliman dan ketidakadilanmu.

Dalam salah satu hadis disebutkan, "Tatkala berbicara di hadapan khalayak, pandangan Nabi
saww senantiasa tertuju kepada seluruh sahabat tanpa pilih kasih".[5]

Sebegitu adilnya, sampai-sampai Islam juga menganjurkan dan menyediakan tuntunan untuk
menghormati para tamu; dalam membasuh tangan para tamu yang hendak menyantap
hidangan, dianjurkan untuk memulainya dari (tangan) sebelah kanan; dan sesuai menikmati
hidangan, tangan mereka harus dibasuh mulai dari sebelah kiri; kita dianjurkan membasuh
tangan para tamu sebelum menyantap mulai dari sebelah kanan; dan kembali membasuh
tangan mereka seusai menyantap mulai dari sebelah kiri. Jujur saja, agama mana yang
memiliki Ketelitian dan keadilan semacam ini!

Selain itu, Islam juga melarang pengikutnya menghambur-hamburkan kertas. Dalam surat yang
ditujukan kepada para wakilnya, Imam Ali menulis, " Perunanglah pena-pena kalian."
Maksudnya, runcingkanlah ujung-ujung pena kita. "Dan dekatkanlah jarak antar kalimat dalam
tulisan kalian".

Artinya, antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam tulisan kita jangan sampai
terdapat jarak pemisah yang cukup senggang. "Hapuslah berbagai tambahan." Hapuslah
berbagai kata tambahan yang tidak perlu. "Raihlah makna yang dituju."

Ketimbang menulis kalimat secara bertele-tele, hendaknya kita langsung mengemukakan inti
persoalan yang termaktub di dalamnya. "Hati-hatilah terhadap penghambur-hamburan." Kita
harus menghindarkan diri dari tulisan serta penggunaan kertas yang berlebih-lebihan.
"Sesungguhnya, kaum Muslimin tidak boleh sampai menanggung kerugian harta."

Maksudnya, mengingat kertas untuk menulis tersebut merupakan milik baitul mal, maka kalau
terjadi pemborosan terhadapnya akan mengakibatkan pelbagai kerugian yang harus ditanggung
(baitul mal).[6]

http://orido.wordpress.com 3
Hadith of the Day

Dalam khotbah ke-222, Imam Ali memberikan uraian yang sangat memukau berkenaan dengan
pentingnya keadilan serta keharusan menjauhkan diri dari kezaliman.

Beliau berkata, "Demi Allah, jika tujuh wilayah[7]diberikan kepadaku dengan syarat aku harus
bermaksiak kepada Allah sekalipun hanya dengan merampas sebutir gandum yang bertengger
di mulut seekor semut, aku tidak akan pernah bersedia. Demi Allah, apabila sejak malam
hingga pagi hari tubuhku digelindingkan di atas pisau-pisau yang sangat tajam, itu jauh lebih
baik ketimbung kelak ketika di hadapan Allah dan Rasulnya yang mulia, aku digolongkan
sebagai orang-orang yang zalim."

Usaha Penambah Penghasilan

Suatu ketika, Talhah dan Zubair menemui amirul mukminin Ali bin Abi Thalib. Kemudian,
keduanya berkata, "Umar telah memberi bagian kepada kami melebihi pemberian kepada
Muslimin lainnya."

Dengan ungkapan ini, mereka sebenarnya ingin mengisyaratkan agar Imam Ali juga memberi
mereka bagian yang lebih banyak. Imam Ali bertanya, "Kalian diberi apa oleh Rasulullah?"
Mendengar itu, mereka langsung terdiam. Beliau lantas melanjutkan ucapannya, "Tidakkah
Rasul saww senantiasa memberi bagian kepada seluruh kaum Muslimin secara sama rata?"
Mereka menjawab, "Ya." Imam kembali bertanya, "Apakah saya mesti mengikuti sunnah
Rasulullah ataukah cara-cara Umar?" Mereka menjawab, "Jelas, sunnah Rasulullah." Lagi-lagi
beliau mempertanyakan, "Lantas mengapa kalian mengharap bagian yang lebih banyak?"

Mereka menjawab, "Karena kami memiliki jasa yang cukup banyak dalam mengembangkan
Islam dan kami juga merupakan kerabat dekat Rasul saww. Kami juga sering ikut serta dalam
berbagai peristiwa sulit dan getir!"

Imam berkata, "Dalam tiga hal tersebut, saya lebih utama dari kalian. Sebabnya, saya beriman
kepada Nabi saww sebelum kalian; saya menantu Rasul saww; saya kemenakannya; dalam
berbagai peperangan, saya lebih banyak menghunus pedang daripada kalian.

Demi Allah, walaupun memiliki berbagai kelebihan dan juga duduk sebagai pemimpin
pemerintahan, namun bagian yang saya terima sama persis dengan bagian yang diterima para
pegawai yang bekerja di sudut-sudut sana."[8]

Penyalahgunaan Kedudukan

Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, dalam suatu kesempatan di Kufah—kota yang menjadi pusat
pemerintahannya, menyampaikan ceramah kepada masyarakat. "Saudara-saudara sekalian,
seandainya kelak saya meningglkan kota ini, sementara kalian menyaksikan kondisi (hidup)
saya berubah dari sebelumnya, umpama saja dalam hal berpakaian (menjadi serba mewah),
tunggangan (menjadi berlebihah), makanan (menjadi serba lezat), kepemilikan budak
(menjadi banyak), dan dalam hal pengelolaan pemerintahan ini (dengan memiliki kehidupan
serba kecukupan), ketahuilah bahwa selama memegang pemerintahan ini, saya telah
berkhianat kepada kalian semua."

Seusai nembagi-bagikan roti yang dibaluri daging cincang kepada umat Islam, beliau kemudian
mengambil bagiannya sendiri; ternyata hanya roti belaka (tanpa dibubuhi daging secuilpun)!
Imam Ali berkata: "Wahai warga Kufah! Kalau aku keluar dari negeri kalian tanpa bekal,
tunggangan, atau budak fulan (sebagaimana biasa), maka sesungguhnya aku telah
berkhianat...".[9]

http://orido.wordpress.com 4
Hadith of the Day

Persamaan dalam Islam

Nabi mulia saww hidup di tengah-tengah masyarakat hanya dengan mengenakan pakaian yang
cukup sederhana. Pada suatu hari, ketika beliau sedang berada di masjid, seorang asing
bermaksud menemuinya. Tatkala tiba di masjid, orang tersebut merasa kesulitan untuk
menentukan manakah Rasul saww.

Setelah beberapa saat menatap wajah-wajah yang hadir di masjid tersebut, ia pun bertanya,
"Siapakah di antara kalian yang Rasulullah?" Demikianlah. Namun, bukan cuma itu. Setiap kali
duduk bersama para sahabatnya, beliau senantiasa membentuk lingkaran, sehingga tidak
pernah terjadi pengistimewaan antara satu sama lain.

Dengan kata lain, semua itu dimaksudkan agar pertemuan tersebut tidak sampai memunculkan
anggapan adanya seorang atau lebih sahabat yang duduk (atau didudukkan) lebih tinggi atau
lebih rendah. Ya, kebersamaan, kesederhanaan, dan kebersihan merupakan ciri-ciri khusus
ajaran para Nabi.

Nepotisme Tidak Dibenarkan

Seorang wanita dari bani Makhzum —salah satu kabilah terkenal— melakukan pencurian. Rasul
saww mengambil keputusan untuk tetap menjatuhkan hukuman Ilahi terhadapnya. Pada saat
bersamaan, keluarga si wanita tersebut menganggap pelaksanaan hukuman itu bakal merusak
citra mereka. Karenanya, mereka berusaha mati-matian membatalkan pelaksanaan hukuman
tersebut dengan mengutus seorang sahabat Rasul saww bemama Usamah.

Rasul saww menjadi marah dan bersabda kepada Usamah, "Apakah engkau menjadi perantara
yang menghendaki agar hukum Allah tidak terlaksana?” Penyebab kesengsaraan dan kebinasaan
umat-umat terdahulu adalah ketika orang-orang kaya dan terkenal melakukan kesalahan,
hukum Allah tidak diberlakukan kepada mereka; sebaliknya, kalau yang berbuat salah itu orang-
orang miskin dan tidak populer, segera saja hukum Ilahi diberlakukan atasnya. “Demi Allah,
seandainya anakku Fatimah mencuri, saya akan memotong tangannya”.[10]

Hukum Cambuk Tanpa Pandang Bulu

Perintah agar masyarakat Islam menjaga kesuaan dirinya bersifat umum. Selain mewajibkan
kaum wanita menutupi sekujur tubuhnya (dengan hijab), serta mengharuskan pelaksanaan
amar ma'ruf dan nahi munkar, perintah tersebut juga membolehkan pihak-pihak tertentu untuk
mencambuk orang-orang yang melakukan kesalahan dan kejahatan. Memang, hukuman cambuk
akan menjatuhkan harga diri pihak yang bersalah.

Namun, mengingat orang-orang tersebut telah merusak dan mencemarkan kesuaan masyarakat,
melecehkan ajaran-ajaran sua agama. dan memberi peluang bagi orang lain melakukan
pelanggaran, tentunya hukuman itu harus secara tegas dijatuhkan kepada mereka (yang
memang tidak bermoral) dengan disaksikan khalayak ramai! Hukuman ini merupakan ibadah
yang harus dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah, dan bukan dimaksudkan sebagai tindakan
balas dendam.

Dalam sebuah hadis, dikisahkan tentang seorang wanita yang telah berbuat zina dan digiring ke
pengadilan. Setelah mengusut dan meneliti kejadian yang sebenarnya, Imam Ali
memerintahkan agar hukum Allah diberlakukan terhadap wanita tersebut. Qanbar, petugas
pelaksana hukuman itu, dikarenakan pengaruh amarah yang meledak-ledak, menambah tiga
cambukan dari jumlah yang telah ditentukan.

http://orido.wordpress.com 5
Hadith of the Day

Ketika Imam mengetahui peristiwa itu, Imam dengan seketika mengambil alih cambuk tersebut
dan memerintahkan Qanbar berbaring. Kemudian, beliau pun mencambuknya sebanyak tiga
kali.

Inilah wajah pengadilan Islam yang betul-betul adil. Terhadap seseorang yang bertahun-tahun
telah berkhidmat, dan sekarang ini bertugas sebagai pelaksana hukuman, Imam tetap
memberlakukan hukum Allah dengan tegas dan adil.

Usulan Penyuapan

Setelah bertahun-tahim lamanya, pemerintahan (Islam) pada akhirnya diserahkan kepada


ahlinya, Imam Ali bin Abi Thalib. Pada suatu hari, sejumlah orang yang masih belum mengenal
Islam secara benar dan memiliki gaya berpikir layaknya para politikus dan diplomat
internasional, menemui Imam Ali. Mereka menyatakan, "Pemerintanan baru saja berdiri dan
Anda amat memerlukan kekuatan untuk memperkokoh sendi-sendi pemerintahan. Menurut
hemat kami, usaha terbaik bagi Anda adalah membagi-bagikan harta baitul mal kepada para
pemimpin, pembesar, dan sanak keluarga.

Dengan begitu, niscaya mereka tidak akan menentang Anda." Sebagai jawaban kepada para
politikus yang tidak mengenal Allah dan sosok diri beliau, Imam Ali berkata, "Apakah kalian
berharap orang yang seperti aku ini akan memperkokoh sendi-sendi pemerintahan dengan
kezaliman dan penindasan!! Apakah dengan kaki syirik, kita dapat melangkah menuju
tauhid?[11] Aku menerima kepemimpinan ini justru dimaksudkan untuk menyapu bersih
ketidakadilan (penindasan) serta pengduaran tidak pada tempatnya. Sekarang, kalian berharap
agar aku melakukan perbuatan buruk yang justru harus aku lenyapkan?"

Masalah Keutamaan Diri

Imam Ja'far ash-Shadiq berkata, "Seluruh umat Islam adalah anak dari Islarn dan dalam
membagi baitul mal, saya tidak akan membeda-bedakan antara satu sama lain. Berbagai
keutamaun dan kesempurnaan maknawiah seperti lebih berpengalaman, lebih berilmu, lebih
bertakwa, lebih banyak berjihad, dan sebagainya, berhubungan dengan hari kiamat, bukan
berhubungan dengan perolehan bagian yang lebih banyak dari baitul mal".[12]

Nampaknya pernyataan ini berhubungan erat dengan pelbagai harapan atau corak pemikiran
pihak-pihak tertentu yang menginginkan agar setiap orang yang memiliki kelebihan dan
keutamaan diperhatikan secara khusus serta layak mendapat bagian lebih banyak dari baitul
mal. Namun melalui pernyataan itu, Imam ash-Shadiq dengan tegas mengecam dan menolak
harapan serta corak berpikir pemikiran semacam itu.

Anggapan bahwa keutamaan dan kelebihan tertentu meniscayakan seseorang diberi bagian
lebih banyak, tentu bakal memicu dua kesalahan fatal;

1. Menilai unsur-unsur kesempurnaan tersebut dengan sesuatu yang tidak berharga.

2. Mengguncang keikhlasan orang-orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan, sehingga


dalam meraih berbagai kesempurnaan tersebut, mereka akan cenderung kepada hal-hal yang
bersifat material. Tidak diragukan lagi, penilaian terhadap kesempurnaan maknawiah dan jiwa
berdasarkan pada banyak-sedikitnya penerimaan bagian dari baitui mal, sesungguhnya
merupakan pukulan telak bagi kesempurnaan itu sendiri serta kepada orang-orang yang
memiliki kesempurnaan.

Sebuah Kritikan Tajam

http://orido.wordpress.com 6
Hadith of the Day

Dalam mengawasi jalannya pemerintahan serta pelaksanaan tugas yang diemban para wakilnya,
Imam Ali sendiri langsung terjun ke lapangan. Semua itu dilakukan dengan cara terang-terangan
maupun sembunyi-sembunyi.

Pada saat itu pula, masyarakat memiliki kebebasan penuh untuk mengadukan langsung kepada
Imam Ali berbagai kelemahan kerja para wakil beliau. Di antara pelbagai aduan yang diajukan,
salah satunya berkenaan dengan wakil beliau di Persia. Isinya menyebutkan bahwa dalam hal
pembagian baitul mal, wakil tersebut membeda-bedakan antara Muslimin dan keluarganya
sendiri. Ia memberi sanak saudaranya bagian yang lebih banyak dari yang diterima kaum
Muslimin pada umumnya. Figur keadilan itu (Imam Ali) memberi peringatan kepada wakilnya
melalui sebuah surat yang berbunyi, "Engkau tidak boleh membeda-bedakan walau sekecil
apapun antara Muslimin dan sanak keluargamu."[13]

Teguran Imam kepada Umar

Dalam berbagai pesan yang ditujukan kepada Umar, Imam Ali menyatakan, "Perhatikanlah
secara cermat, tiga soal penting ini; pertama, dalam melaksanakan hukum, janganlah engkau
membeda-bedakan berbagai individu; kedua, dalam keadaan senang dan marah, hendaklah
engkau menjalankan hukum sesuai perintah Allah; ketiga, dalam rnembagi baitul mal,
janganlah engkau menjadikan ras sebagai tolok ukur."[14]

Kondisi kejiwaan (senang dan marah), kesamaan atau kecenderungan rasial, semangat
kesukuan dan kabilahisme, serta segenap bentuk hubungan kekerabatan bukanlah tolok ukur
untuk menjalankan hukum Ilahi.

Mengapa Imam Meninggalkan Pengadilan

Pada masa pemerintahan Umar, seseorang mengadukan Imam Ali kepada hakim setempat.
Kedua orang bersengketa itu kemudian hadir di pengadilan. Hakim yang semestinya berbicara
dan bahkan memandang serta memanggil keduanya secara adil dan tanpa pandang bulu, justru
memberlakukan perbedaan yang tercermin dalam caranya memanggil Imam dengan sebutan
yang lain; si hakim memanggil Imam dengan menyebut nama julukan beliau (Abu al-Hasan,
yang sekaligus merupakan penghormatan), sementara terhadap pihak yang lain, ia hanya
menyebut namanya saja.

Mendengar itu, Imam langsung gusar dan segera meninggalkan ruang pengadilan seraya
berkata, "Seorang hakim yang adil tidak boleh membeda-bedakan antara dua orang yang
berselisih. Engkau telah membeda-bedakan dalam memanggil kami berdua; engkau memanggil
saya dengan penghormatan khusus. Pengadilan ini tidak Islami."[15]

Noktah penting yang tertera dalam kejadian ini perlu diperhatikan dengan seksama; kehadiran
sosok mulia seperti Imam Ali di sisi seseorang yang tidak populer, kendati tanpa pengadilan
khusus, waktu khusus, ataupun hakim khusus, akan menjadikan keadilan Islam berkilau dan
terlaksana dengan benar.

Keadilan Bersikap

Sepanjang perjalanan bersama al-Quran, kita menyaksikan bahwa dalam menghadapi pelbagai
persoalan penting, al-Quran senantiasa bersikap adil, bijaksana, dan netral. Dalam kesempatan
ini, saya akan menguraikan secara ringkas, sejumlah contoh berikut:

1. Sebelum mengharamkan minuman keras, al-Quran terlebih dulu menyinggung persoalan yang
berkenaan dengan keuntungan darinya (pembuatan minuman keras dari sisi ekonomi,

http://orido.wordpress.com 7
Hadith of the Day

kedokteran, dan sebagainya). Baru setelah itu dikatakan, "...tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya." Kerugian yang diakibatkan meminum minuman keras, jauh lebih besar dari
manfaatnya, yang dalam hal ini juga akan cepat berlalu.[16]

2. Meskipun memiliki pelbagai kesempurnaan serta kelebihan, al-Quran tetap tidak


mengabaikan kitab-kitab Samawi lainnya. Dikatakan, "Dan (aku datang kepadamu)
membenarkan Taurat yang datang sebelumku..."[17] Aku mempercayai kitab-kitab (sua) yang
diturunkan sebelum aku; Taurat dan Injil yang masih otentik dan tidak mengalami perubahan.
Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa al-Quran telah bersikap adil.

3. Berkenaan dengan kejujuran ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), seseorang tidak akan hanya
menjumpai satu-dua penjelasan saja di dalamnya. Lebih dari itu, ditegaskan bahwa sebagian
dari mereka terdiri dari orang-orang yang teramat jujur. Saking jujurnya, sampai-sampai kalau
ada seseorang yang menitipkan harta cukup banyak, mereka tidak akan berkhianat; mereka
bakal mengembalikan secara keseluruhan harta titipan tersebut kepada si penitip.

Memang, di samping itu, ada juga sebagian darinya yang sedemikian hina dan gemar
berkhianat. Kelakuannya sudah sedemikian rupa, sampai-sampai kalau kita menmpkan uang
seratus rupiah saja, mereka tidak akan pernah mau mengembalikannya kepada kita.[18]

Semua itu merupakan bukti kebenaran dan keadilan ucapan serta penjelasan Rasul saww
mengenai orang-orang yang menampik ajakannya. Dalam pelbagai riwayat dan kode etik Islami,
dipesankan agar kalau dalam suatu perbincangan ilmiah yang bertujuan untuk mencari keadilan
dan kebenaran terjadi perdebatan dan pertengkaran antar beberapa pihak, seyogianya kita
menarik diri darinya. Sekalipun dalam kenyataannya, kebenaran dan keadilan tersebut berpihak
kepada kita.

Adil Terhadap Orang-orang Kafir dan Musuh

Bersikap adil bukan hanya dilakukan terhadap kawan, namun juga terhadap lawan yang
dihadapi di medan peperangan:

1. "Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah
balasan bagi orang-orang kafir."[19] Kalau musuh hendak membunuhmu, maka bunuhlah
mereka dengan segera. Itulah pembalasan bagi orang-orang kafir. Dalam hal ini, keadilan
dipraktikkan dengan membunuh. Sementara kalau tidak dilakukan (membunuh musuh), maka
kita akan dicap sebagai orang penakut dan pengecut. Namun itu bukan berarti bahwa dalam
setiap penyerangan dan gempuran, kita yang harus terlebih dulu memulainya. Melainkan, kita
harus menggerakan perlawanan yang seimbang dengan kekuatan musuh yang menyerang.

2. "Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Karni telah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh."[20]

Siapa saja yang dibunuh secara aniaya dan tanpa alasan yang jelas, Kami akan
menganugerahkan kekuasaan serta kebijakan kepada walinya (kalau mereka berniat menuntut
balas, walinya tersebut sanggup melakukan balas-bunuh, sedangkan kalau tidak, maka ia dapat
menuntut harga yang harus ditebus dari nyawa yang melayang).

Akan tetapi, dalam menuntut balas, para wali dan ahli waris si terbunuh tersebut tidak
diperbolehkan bertindak secara berlebihan dan melampaui batas. Ini sekaligus sebagai koreksi
terhadap apa yang terjadi pada masa jahiliah; masa ketika seseorang terbunuh, seluruh sanak
kerabatnya bangkit mununtut balas dan tidak akan berhenti sampai berhasil membantai

http://orido.wordpress.com 8
Hadith of the Day

beberapa orang sebagai harga yang dianggap pantas untuk dibayar untuk kematian seorang dari
keluarganya tersebut.

Dalam menghadapi bentuk fanatisme semacam itu, al-Quran memerintahkan untuk bertindak
adil, "Tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam rnembunuh." Janganlah kalian
berlebih-lebihan dalam menuntut balas. Kalian hanya berhak membalas sesuai dengan batas-
batas kelakuan si pembunuh bersangkutan. Tatkala sedang dalam keadaan terluka parah
setelah ditikam Ibnu Muljam, Imam Ali berwasiat kepada kedua puteranya yang mulia, Imam
Hasan dan Imam Husain, antara lain, "Janganlah kalian menuntut balas bunuh karenaku
melainkan hanya pada pembunuhku. "

Dikarenakan kesyahidan ku janganlah kalian kemudian melakukan pembantaian massal. Hanya


pembunuhku (Ibnu Muljam) sajalah yang harus kalian hukum. Kemudian beliau melanjutkan.
"Maka, pukullah ia dengan satu pukulan dikarenakan satu pukulan. "

Maksudnya, ia hanya sekali saja menetak kepalaku dengan pisau belatinya. Karenanya, kalian
juga mesti menetak kepalanya dengan belati itu hanya sekali saja.[21] Kendati tengah
bersimbah darah, amirul mukmmm Ali bin Abi Thalib tetap tidak bergeming dari jalur keadilan.

3. Di antara pelbagai hasil yang sukses diperoleh dari perjuangan Islam ialah terbentuknya
kawasan luas yang disebut al-Haram (Tanah suci). Di kawasan tersebut, siapapun tidak
dibenarkan untuk mengobarkan peperangan dan saling berbantah-bantahan. Kawasan tersebut
merupakan kawasan bebas-hidup; binatang yang hidup di situ tidak boleh diburu; pepohonan
yang tumbuh dilarang dipetik.

Meskipun demikian, al-Quran menegaskan bahwa kalau musuh menyerang di kawasan itu, kita
tetap harus mesti mempertahankan diri dan menyerukan perlawanan. Bahkan, kalau sampai
mereka melakukan pembunuhan, maka kita diperintahkan untuk balas membunuh mereka
semua. Pembunuhan yang kita lakukan dimaksudkan sebagai balasan bagi orang-orang yang
kafir.[22]

4. Serangan balik yang kita lancarkan harus sepadan dengan kekuatan serangan para musuh.
"Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu."[23]

5. Setiap pribadi Muslim harus bertindak adil dan bijaksana terhadap orang-orang yang tidak
melakukan pengrusakan, pembunuhan, perampokan, serta pengusiran orang-orang Muslim.

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil".[24]

6. Di tempat lain, al-Quran menyatakan, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu." Apabila tidak mampu
bersabar dan hendak menuntut balas, maka kita dibolehkan untuk melancarkan balasan.
Namun, tentunya semua itu harus sesuai dan tidak melampaui kadar dari tindakan mereka
sebelumnya terhadap kita. Di atas semua itu, bersabar terhadapnya justru merupakan sikap
yang jauh lebih baik. "Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih haik
bagi orang-orang yang bersabar."[25]

7. Dalam surah al-Maidah juga disebutkan, "Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil." Permusuhan dengan suatu kaum
jangan sampai membuat kita bersikap tidak adil.

http://orido.wordpress.com 9
Hadith of the Day

8. Sekalipun terdapat banyak sekali ayat yang berkenaan dengan masalah ini, namun di sini
saya hendak menguraikan sebuah ayat lain beserta sedikit penjelasan. "...dan janganlah kamu
mengatakan kepada orang yang rnengucapkan 'salam' kepadamu, 'Kamu bukan seorang mukmin
, (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia...".[26]

Ayat ini diturunkan sehubungan dengan terjadinya sebuah peristiwa sebagai berikut; Rasul
saww mengutus serombongan kaum Muslimin demi mengetahui sikap yang mesti diambil
terhadap orang-orang Yahudi Khaibar.

Salah seorang dari mereka (orang-orang Yahudi) yang menimbun hartanya di sebuah gunung,
datang menyambut kedatangan kaum Muslimin dan memperlihatkan diri telah memeluk Islam.

Saking tergesa-gesanya dalam bersikap, sebagian Muslimin mengatakan, "Keislamannya tak


lebih dari tipuan dan siasat belaka. Sebabnya, ia merasa takut akan jiwa dan hartanya sehingga
mengharuskannya menampakkan diri semacam ini."Akhirnya, merekapun langsung
membunuhnya.

Kemudian, turunlah ayat yang menyatakan bahwa kalau ada seseorang yang menampakkan
keislaman, janganlah dikatakan bahwa ia bukan seorang Muslim, sehingga dengan begitu
diperoleh cara (yang tidak benar) untuk membunuhnya dan juga merampas hartanya.
Hindarkanlah diri kita dari pengambilan keputusan secara tergesa-gesa.

Jelas, perintah itu bukan mengharuskan kita untuk gampang percaya dan pasrah menghadapi
berbagai tipu muslihat dan siasat licik musuh. Toh, di akhir ayat ini juga disebutkan bahwa
dalam menghadapi kejadian semacam itu, kita harus melakukan penelitian secara seksama;
bukan buru-buru melakukan pembunuhan dan bukan pula gampang percaya terhadap bentuk
lahiriah. Jalan tengah yang harus ditempuh adalah menjaga keadilan sosial dengan terlebih
dulu melakukan pemeriksaan dan kajian secara cermat. Begitulah prinsip keagamaan dan
keadilan sosial yang harus kita junjung dalam menghadapi orang-orang yang menolak ajaran
Islam; bersikap adil dan lemah lembut kepada mereka yang tidak mengganggu, dan memberi
balasan serupa kepada orang yang telah berbuat kesalahan dan bertindak kejam. Denda (diyah)
dan hukum balas (gishash) merupakan jaminan bagi tegaknya keadilan sosial, "Dalam qishash
itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu..."[27]

Secara tata bahasa, kata al-qishaash berarti 'yang datang kemudian'. Lantaran para wali dari
orang terbunuh akan melancarkan pembalasan yang setimpal terhadap si pembunuh, dan itu
berarti meniru perbuatan si pembunuh (karena akan membunuh), perbuatan itu disebut dengan
al-qishaash.

Salah satu kebiasaan orang-orang Arab jahiliah adalah berupaya mati-matian membalas orang
yang membunuh salah seorang atau lebih dari mereka. Bahkan, hanya dikarenakan terbunuhnya
satu orang saja, mereka tega membunuh dan membantai seluruh sanak dan keluarga si
pembunuh.

Berkenaan dengan itu, turunlah ayat di atas, yang isinya menjelaskan tentang bentuk-bentuk
hukuman yang adil. Undang-undang qishash Islam sungguh teramat adil.

Islam berbeda dengan ajaran Yahudi yang hanya menyandarkan diri pada hukum qishash
semata. Juga bukan layaknya ajaran Nasrani dewasa ini yang menyatakan kepada para
pengikutnya bahwa untuk itu hanya tersedia dua cara; memaafkan atau denda (tidak terdapat
qishash, —pent.).

http://orido.wordpress.com 10
Hadith of the Day

Memang, tak jarang pelaksanaan hukum qishash menimbulkan berbagai dilema. Di satu pihak,
hukum tersebut menimbulkan dampak yang cukup negatif. Selain itu, pelaksanaannya nampak
tidak rasional. Misalnya saja pembunuh dan yang dibunuh ternyata kakak-beradik, atau
memiliki hubungan keluarga satu sama lain.

Dalam kondisi semacam ini, kalau tetap dijalankan, tentu hukum qishash tersebut akan kian
memukul batin anggota kduarga masing-masing. Sementara kalau tidak diberlakukan, dan
diganti dengan hanya membayar denda atau permohonan maaf, tentu si pembunuh bakal
semakin nekat melakukan pembunuhan atau berbagai tindak kriminal lainnya.

Biarpun demikian, Islam telah menetapkan keharusan untuk tetap menjatuhkan hukuman dasar
yaitu qishash. Kendati di samping itu juga terdapat kelonggaran hukum berupa pemberian maaf
atau penerimaan denda. Namun, semua itu sangat bergantung pada pilihan para wali dari orang
yang terbunuh.

Hukum Qishash dalam Al-Quran

"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas)
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya. "(al-Maidah: 45)

Sebagian pihak menafsirkan ayat tersebut berikut ini; di masa Rasul saww, terdapat dua kabilah
termasyhur, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah, yang sama-sama tinggal di kota Madinah. Bani
Nadhir senantiasa bertindak sewenang-wenang. Apabila seseorang dari kabilahnya membunuh
seorang anggota Bani Quraidah, mereka tidak akan melakukan hukum qishash.

Akan tetapi, kalau seorang Bani Quraidhah membunuh seorang Bani Nadhir, dengan segera
mereka akan menjatuhkan hukuman mati kepada si pelaku. Kemudian Islam datang dan
menghapus bentuk diskriminasi semacam itu. Bani Nadhir yang telah memeluk Islam memohon
kepada Rasul saww agar tetap memberlakukan hukuman sesuai dengan hukum jahiliah, di mana
hukum qishash hanya menguntungkan pihak mereka. Rasul saww menolak permohonan tersebut
dan bersabda bahwa keadilan dalam menerapkan qishash bukan cuma diwajibkan Islam saja.
Keharusan bersikap adil juga dijelaskan dalam kitab Taurat.[28]

Jika seseorang dengan sengaja membunuh seorang yang tidak bersalah, maka wali-wali dari
yang terbunuh itu berhak untuk menuntut balas atas kematiannya dan menjatuhi hukuman
mati, "Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa
dengan jiwa."

Dalam pandangan hukum ini, kalau seseorang merusak atau melukai mata orang lain, ia harus
dibalas dengan setimpal (yang melakukan pengrusakan harus mengalami kerusakan dan luka
yang sama); mata dengan mata. Kalau sampai hidungnya yang terpotong, dibolehkan baginya
untuk memotong hidung pelakunya; hidung dengan hidung. Dan kalau sampai telinga yang
terpotong, maka balasannya adalah juga potong telinga; telinga dengan telinga. Sedangkan bila
gigi yang dipatahkan, maka sebagai gantinya, gigi si pelaku harus juga dipatahkan; gigi dengan
gigi.

Alhasil, secara umum, seseorang yang melukai atau mencederai orang lain wajib di qishash.
Oleh sebab itu, hukuman qishash harus dilaksanakan tanpa pandang bulu. Dalam hal ini tidak
boleh dilakukan diskriminasi terhadap suatu ras, martabat (kasta) dalam masyarakat, kabilah,
maupun masing-masing individu.

Beribadah secara Seimbang

http://orido.wordpress.com 11
Hadith of the Day

Dalam pelbagai riwayat ditekankan bahwa ketika jiwa seseorang tidak siap melaksanakan
segenap peribadahan yang tidak wajib, maka ia dilarang memaksakan diri untuknya. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya apabila kita berusaha sekuat tenaga agar peribadahan yang
ditunaikan senantiasa diiringi dengan semangat serta kesiapan hati dan jiwa.

Imam Ja'far ash-Shadiq berkata, “Jangan kalian memaksakan ibadah atas diri kalian."
Janganlah kalian memaksakan ibadah tertentu terhadap diri kalian sendiri. Dalam hadis lain
disebutkan, "Jangan kalian paksakan ibadah kepada Allah atas hamba-hamba Allah."

Jangan sampai kalian memaksakan peribadahan tertentu kepada hamba-hamba Allah. Terlebih
dalam hal mendidik serta membina anak-anak.

Dalam hal ini, amat dianjurkan untuk memberi kebebasan serta kelonggaran kepada mereka.
Tidak dibenarkan untuk membiarkan mereka keletihan lantaran menunaikan ibadah yang tidak
wajib. Kita tentu banyak menjumpai hadis Rasul saww yang menjelaskan persoalan ini dengan
amat tegas dan gamblang.

Keadilan Memuji

Sebagaimana telah disebutkan bahwa masalah menjaga keseimbangan dan memperhatikan


keadilan merupakan poros utama kehidupan setiap Muslim. Di antara pelbagai persoalan yang
harus benar-benar diperhatikan terkait dengan masalah pujian dan celaan yang dilakukan
secara zalim dan tidak pada tempatnya.

Tindakan demikian jelas bakal menimbulkan pelbagai dampak buruk pada diri individu maupun
masyarakat. Imam Ali berkata. "Berlebih-lebihan dalam memuji adalah bujukan. Dan enggan
memberikan pujian yang pantas adalah lemah atau dengki."[29]

Kalau pujian yang kita lontarkan jauh melampaui yang selayaknya diterima, maka itu tak lain
dari bujukan, rayuan, atau bahkan jilatan. Sedangkan kalau tidak berani mengungkapkan pujian
yang semestinya, menunjukkan bahwa diri kita lemah atau merasa iri dan dengki. Dalam
keadaan demikian, jiwa kalian tidak sanggup untuk menghadapi pujian yang disampaikan
kepada orang lain.

Alhasil, dalam memuji orang lain, kita harus bersikap adil dan jujur. Kalau tidak, kita bakal
dicekam salah satu dari, atau bahkan, kedua aib tersebut.

Keadilan Mencintai dan Mencela

Dalam mencela, ternyata kita juga harus bersikap adil. Imam Ali berkata, "Berlebih-lebihan
dalam mencela menyalakan api keras kepala."[30]

Keterlaluan dalam hal mencela bakal menimbulkan dampak negatif, yaitu melahirkan sifat
degil dan keras kepala (pada diri orang yang dicela) dan menghapus sifat mudah menerima.

Para ayah dan ibu harus betul-betul memperhatikan masalah ini. Kecintaan dan kasih sayang
yang melampaui batas akan mengakibatkan anak menjadi manja dan senantiasa ingin
disanjung. Ini sebagaimana sabda Rasul saww yang intinya menyatakan bahwa akan celakalah
ayah dan ibu di akhir zaman nanti; dikarenakan kecintaannya yang amat sangat, jiwa sang anak
secara berangsur-angsur mengeras dan dicemari sifat egois.

http://orido.wordpress.com 12
Hadith of the Day

Namun, pada sisi yang lain, kasih sayang yang diberikan kepada anak-anak juga tidak boleh
terlampau minim. Sebuah hadis mengatakan, "Barangsiapa memiliki anak maka ia menjadi
kanak-kanak."

Seseorang yang memiliki anak harus berlaku seperti anak-anak: senantiasa menyertai mereka
dalam bermain dan berbicara. Dengan demikian, jiwa sang anak niscaya akan terpuaskan dan
terpenuhi kebutuhannya.

[1] Subhi Shaleh, op. cit., hal. 347.


[2] Baqir Syarif al- Quraisyi, Hayat al-Imam Hasan, jilid I, hal.388.
[3] Subhi Shaleh, op. cit., khotbah ke-205, hal. 322.
[4] Ibid., surat ke-27, hal. 383.
[5] Wasail asy-Syi'ah, jilid VIII, hal. 499.
[6] Biharal-Anwar, jilid XLI, ha. 105.
[7] Sebagaimana sekarang ini, bola bumi terbagi menjadi beberapa benua. Dahulu kala,
bagian bumi yang dihuni manusia disebut dengan tujuh kawasan.
[8] Biharul-Anwar, jilid XLI, hal. 116.
[9] Ibid. hal.l37.
[10] Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, dinukil oleh Ruhuddin Islami.
[11] Wasail as-Syi'ah, jilid XI, hal.10.
[12] Ibid, hal.81.
[13] Muhammad Abduh, Nahj al-Balaghah, jilid III, hal. 76.
[14] Wasail asy-Syi'ah, jilid XVII, hal. 156, dinukil dari buku al-Hayat, jilid II, hal. 387.
[15] Shaut al-'Adalah al-Islamiyah, dinukil dari buku Dastan-e Rastan.
[16] Al-Baqarah: 219.
[17] Ali Imran: 50.
[18] Ali Imran: 75.
[19] Al-Baqarah: 191.
[20] Al-Isra': 33.
[21] Subhi Saleh, op. cit, hal. 422.
[22] Al-Baqarah: 191.
[23] Al-Baqarah: 193.
[24] Al-Mumtahanah: 8.
[25] An-Nahl: 125.
[26] An-Nisa':94.
[27] Al-Baqarah: 179.
[28] Qurtubi, Tafsir Namuneh, berkenaan dengan ayat ke-45, surah al-Maidah.
[29] Nahj al-Balaghah, "Faidh al-Islam", hikmah ke-339, hal. 1249.
[30] Tuhaf al-'Uqul.

http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=261&Itemid=11

Kesetaraan Hukum dalam Islam


Dikirim oleh Kontributor || Kamis, 14 September 2006 - Pukul: 07:23 WIB

Permasalahan persamaan atau kesetaraan penerapan hukum merupakan masalah yang


senantiasa menarik perhatian. Betapa banyak upaya-upaya yang telah dilakukan untuk
mewujudkannya agar hukum-hukum yang berlaku dapat diterapkan kepada siapa saja.
Sejumlah tokoh negarawan telah berusaha semaksimal mungkin untuk menuangkan gagasan-
gagasannya dalam bentuk undang-undang demi tercapainya sebuah cita-cita yang diidam-
idamkan.

http://orido.wordpress.com 13
Hadith of the Day

Agama Islam yang datang sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta telah menetapkan prinsip
kesetaraan dalam hukum. Bahkan dalam masalah ini, Islam telah mendahului para penyeru
kesetaraan hukum dari kalangan tokoh-tokoh negarawan di berbagai masa. Sudah barang tentu,
kesetaraan yang ditawarkan oleh Islam bukan semata-mata bersifat teoritis sebagaimana yang
terjadi di berbagai negara. Hukum buatan manusia seakan-akan sangat sulit untuk diterapkan
secara merata untuk seluruh lapisan. Hanya sedikit saja yang bisa diterapkan secara merata,
itupun tidak terlepas dari pihak-pihak yang mempunyai kepetingan-kepentingan tertentu.

Kesetaraan hukum dalam Islam telah dibuktikan secara nyata oleh Rasululloh Shallallahu 'alaihi
wasallam yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat beliau dan terus dilaksanakan oleh
masyarakat muslimin di seluruh dunia. Kita akan melihat sekelumit contoh-contoh nyata
kesetaraan hukum dalam Islam yang telah diterapkan dan akan senantiasa diterapkan di negeri-
negeri muslim.

Contoh pertama adalah masalah obyek pembebanan syari'at Islam. Pembebanan syari'at
berlaku untuk semua kalangan yang tidak mempunyai udzur baik berupa shalat, puasa, zakat,
haji, dan lain sebagainya.

Contoh kedua adalah Shalat, yang merupakan rukun Islam kedua, menunjukkan sebuah
kesetaraan yang dapat terlihat jelas. Kaum muslimin berdiri berjajar dalam satu barisan tanpa
membedakan status sosial, usia, dan warna kulit. Demikian pula dalam hal pakaian ihram yang
menyatukan muslimin dari seluruh penjuru dunia.

Hukum-hukum had ditegakkan bagi siapa saja yang memang semestinya menerimanya tanpa
ada pengecualian. Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di umat-umat lain yang hanya
menerapkan hukuman kepada orang lemah saja. Telah terjadi sebuah peristiwa pencurian yang
dilakukan oleh seorang wanita dari Bani Makhzum di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.
Kemudian keluarga wanita inipun meminta bantuan kepada Usamah bin Zaid, yaitu orang yang
sangat dicintai oleh Nabi, untuk memohon kepada Nabi agar diringankan hukumannya. Ketika
Usamah menyampaikan maksudnya kepada Nabi, beliau bereaksi dengan sikap marah seraya
berkata, "Apakah engkau hendak memohon keringanan kepadaku dalam masalah hukum-hukum
had yang telah ditetapkan oleh Allah?" Kemudian beliau berkhutbah sambil berkata, "Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya yang menyebabkan tersesatnya umat-umat sebelum kalian
adalah sikap mereka di mana jika ada seseorang yang berkedudukan mencuri, mereka
membiarkannya (tidak menerapkan hukuman), namun jika pelakunya adalah orang lemah maka
hukuman ditegakkan. Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, maka
sesungguhnya Muhammad sendiri yang akan memotong kedua tangannya."

Penerapan qishash kepada semua pihak meskipun terdapat perbedaan kedudukan. Ada seorang
lelaki yang bermaksud untuk mengadu suatu permasalahan kepada Amirul Mukminin Umar bin
Khattab, yang saat itu sedang sibuk. Umar pun berkata dengan nada marah, "Mengapa orang-
orang jarang mengadu kepadaku ketika aku longgar, namun ketika aku sibuk mereka selalu
mengadu kepadaku?", kemudian beliau memukul orang tadi dengan tongkat karena marah.
Lelaki itupun hanya bisa pasrah kemudian pulang dalam keadaan sedih. Beberapa saat
kemudian Umar menyadari kekeliruannya karena menzhalimi orang itu. Beliaupun
memanggilnya untuk menawarkan qishash atas dirinya seraya menyerahkan tongkat untuk
dipukulkan ke tubuhnya. Namun lelaki tadi menolak dan mengikhlaskannya. Umar pun
kemudian masuk ke dalam rumahnya lalu shalat dua rakaat. Beliau kemudian berkata kepada
dirinya sendiri, "Wahai Ibn Al-Khattab, dahulu engkau hina kemudian Allah mengangkat
derajatmu. Dahulu engkau sesat, kemudian Allah memberikan hidayah kepadamu. Dahulu
engkau lemah, kemudian Allah memberikan kekuatan kepadamu, bahkan menjadikanmu
sebagai khalifah. Lalu datang seorang lelaki hendak mengadu kepadamu namun engkau malah
menzhaliminya. Apa yang akan engkau katakan di hadapan Allah kelak?" Beliaupun terus
menyesali perbuatannya dan menangis hingga orang-orang mengkhawatirkan keadaan dirinya.
Kita dapat mengambil kesimpulan dari kisah ini, betapa Islam benar-benar menjunjung tinggi

http://orido.wordpress.com 14
Hadith of the Day

kesetaraan hukum, sampai-sampai seorang khalifah mau melakukan hal seperti ini.

Terwujudnya kesetaraan hukum dalam masalah pengadilan suatu perkara tanpa membedakan
apakah dia tua atau muda, muslim atau kafir. Ada dua contoh dalam masalah ini:

• Contoh pertama, ketika datang seorang lelaki kepada Umar bin Khattab untuk
mengadukan Ali bin Abi Thalib. Umar berkata kepada Ali, "Berdirilah wahai Abu Al-
Hasan dan duduklah di samping orang yang bersengketa denganmu." Maka berdirilah Ali
dengan wajah masam kemudian duduk di sebelah lelaki tersebut. Setelah
mengemukakan masalah, Umar kemudian memutuskan perkara di antara mereka
berdua. Kemudian setelah masalah selesai dan lelaki tersebut pergi, Umar berkata
kepada Ali, "Ada apa sebenarnya engkau ini, mengapa wajahmu berubah ketika aku
menyuruhmu duduk di sebelah lelaki tadi? Apa ada hal yang tidak engkau sukai?" Ali
kemudian menjawab, "Benar, memang aku tidak suka. Mengapa engkau memanggilku
dengan nama kunyah di depan lelaki tadi. Pemanggilan dengan nama kunyah termasuk
bentuk pemuliaan terhadap orang yang dipanggil. Mengapa engkau tidak mengatakan
saja "Berdirilah wahai Ali dan duduklah di samping lelaki ini" ? Kemudian Umar pun
mencium kening Ali bin Abi Thalib karena kagum akan sikapnya.
• Contoh kedua, yaitu apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika menegakkan
hukuman qishash kepada putra Amr bin Al-'Ash karena pengaduan seorang penduduk
Mesir. Pada saat itu, putra Amr bin Al-'Ash kalah dalam lomba berkuda dengan seorang
penduduk Mesir. Kemudian dia berbuat zhalim terhadap orang Mesir tersebut dengan
menggunakan ketinggian kedudukan ayahnya yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur Mesir. Umar pun memanggil putra Amr bin Al-'Ash dan sekaligus bapaknya.
Seraya menegakkan qishash, Umar berkata kepada Amr bin Al-'Ash dengan perkataan
yang sangat masyhur, "Wahai Amr, sejak kapan engkau memperbudak manusia, padahal
mereka terlahir dari rahim-rahim ibu mereka dalam keadaan merdeka."

Inilah agama Islam yang senantiasa menyerukan kepada keadilan dan kesetaraan hukum
dalam berinteraksi dengan sesama. Dan demikian pula kaum muslimin yang dipelopori oleh
generasi terbaik mereka, dengan keikhlasan mereka menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan
dengan sebaik-baiknya. Karena memang dengan inilah kenikmatan akan dirasakan oleh
manusia, dengan kesetaraan hukum yang tanpa membedakan warna kulit, bahasa, dan negara.

(Sumber Rujukan: Al-Musaawaatu Al-Haqqatu, diterjemahkan secara bebas oleh Al-Akhi Rizal
Alifi)

Ditulis Oleh Al-Akhi Rizal Alifi

http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/9700

Konsultasi : Ibadah
Syari'at Islam Dan Produk Budaya

Pertanyaan:

Assalamu 'alaikumm Warahmatullahi Wabarakatuh.

As -satizd yang di muliakan Allah,ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan disini,mengingat
ada sebuah pernyataan miring dari mereka yang beraliran liberal sekularis,"bahwa
jilbab,qishas,potong tangan bagi pencuri,rajam adalah hasil kreasi budaya arab setempat di
mana Islam di turunkan.sehingga dengan statement seperti ini ada pesan yang di sampaikan
untuk tidak mengikuti ajaran Islam yang tidak fundamental yang terpengaruh oleh kultur

http://orido.wordpress.com 15
Hadith of the Day

budaya.
Padahal setahu saya kewajiban jilbab(hijab),rajam,qishas,potong tangan terdapat dalam Al-
Quran secara qat'i begitu juga hadits nabidan juga ijma' ulama salaf dan khalaf.
Pertanyaan saya:
1.bagaimana kondisi sosial masyarakat arab pra islam apakah mereka sudah mengenal
hukum rajam bagi penzina,qishas bagi pembunuh,berjilbab,potong tangan ?
2.bagaimana bisa membedakan ajaran islam dengan hasil produk budaya arab?
Maaf kalau pertanyaan saya terlalu banyak,saya sangat membutuhkan jawaban dari ustazd
sekalian.atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Jazakumullah Khairol jaza'

hamba Allah
Medan

Suharmadi Assumi

Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh


Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba�d.

Sebenarnya rajam, qishash, potong tangan dan hukum-hukum lainnya bukan produk arab.
Demikian juga jilbab. Semua itu belum ada sebelum datangnya Rasulullah SAW di Mekkah dan
Madinah. Maka pernyataan bahwa semua itu produk arab adalah sebuah kelalaian yang
keterlaluan dalam memahami sejarah. Dan sayang sekali masalah demikian justru keluar dari
mulut orang-orang yang mengaku sebagai terdidik.

Para wanita arab jahiliyah tidak mengenakan jilbab. Bahkan para wanita muslimah tidak pernah
mengenakan jilbab sampai turunnya ayat hijab yaitu surat An-Nur ayat 31 dan Al-Ahzab ayat 59.
Dan kedua ayat ini turun di masa Madinah, yaitu fase kedua kenabian. Artinya paling tidak ada
masa 13 tahun lamanya jilbab tidak atau belum dikenakan oleh wanita muslimah di masa itu.
Apalagi wanita yang bukan muslimah, mereka memang tidak mengenakannya.

Jadi pemandangan wanita di Saudi Arabia sekarang ini dimana mereka mengenakan cadar hitam
yang tertutup sampai wajahnya tentu tidak pernah kita dapati di masa sebelum Islam turun. Ini
perlu diperhatikan dengan cermat.

Demikian juga dengan hukum rajam, qishash, cambuk dan sebagainya, semua itu tidak dikenal
oleh bangsa arab sebelum Islam. Justru hukum-hukum itu berasal dari Taurat dan dilakukan
sebagiannya oleh pemeluk agama Ahli kitab baik yahudi maupun nasrani. Sedangkan bangsa
Arab jahiliyah pra Islam tidak atau belum mengenal hukum-hukum yang sedemikian rinci
seperti yang ada di kalangan ahli kitab.

Sebab semua bentuk hukum itu merupakan produk �langit� bukan produk bumi. Bangsa arab
di tahun 611 M (tahun kenabian Rasulullah SAW) telah tidak menerima �informasi formal�
dari langit sejak 26 abad lamanya, yaitu sejak Ibrahim as hidup dan tinggal di sekitar ka�bah
kurang lebih pada abad 19 SM. Sebaliknya, penduduk Syam (Palestina) masih punya ingatan
segar dengan hukum-hukum itu, karena nabi terakhir (Isa as) baru meninggalkan mereka sejak
6 abad saja. Kitab Taurat dan Injil meski sudah banyak dipalsukan, namun masih ada sisa-
sisanya. Dan Taurat itu berisi hukum rajam, qishash dan sebagainya.

Ketika sebagian kelompok yahudi hijrah ke Madinah dari Syam, penduduk Arab masih terheran-

http://orido.wordpress.com 16
Hadith of the Day

heran dengan semua bentuk hukum yang rinci dari kitab Taurat. Barulah ketika Muhammad SAW
diangkat menjadi nabi dan hijrah pula ke Madinah, orang-orang Arab mengenal hukum-hukum
itu sebagai bagian dari syariat agama yang baru. Dan ternyata beberapa bentuknya cukup
memiliki persamaaan meski sudah sedemikian ringan dibandingkan hukum Taurat.

Maka hukum itu bukan produk bangsa Arab, tapi produk �langit� yang dulu pernah turun
kepada Yahudi dan Nasrani. Lalu pada abad ke tujuh diturunkan secara resmi untuk seluruh
umat manusia, bukan hanya untuk Yahudi dan Nasrani saja. Jadi orang-orang yang anti dengan
syariat Islam perlu belajar sejarah lebih dalam agar ketika �menyerang� dengan tuduhan,
tidak menjadi bahan tertawaan ahli sejarah. Sungguh kasihan �

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,


Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/17/kha1.htm

Mereduksi Ayat-ayat Alquran

Oleh: Ibnu Djarir

UMAT Islam Indonesia kini mendapat pekerjaan rumah (PR) baru lagi, yaitu dibingungkan oleh
gagasan-gagasan baru Jaringan Islam Liberal (JIL). Tulisan Ulil Abshor Abdalla di harian Kompas,
18 November 2002, yang berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam", saya kira dapat
dianggap sebagai representasi pandangan resmi JIL, karena dia termasuk tokoh utamanya.
Kebanyakan warga ormas Islam yang terbesar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyah, saya
kira akan bingung juga memperhatikan ajaran Ulil tersebut.

Sebab, bagaimana mungkin kitab suci Alquran yang selama ini dijunjung tinggi sebagai firman
Allah yang sempurna, yang semula tersimpan di Lauh Mahfuzh di alam supernatural, ternyata
menurut tinjauan JIL terdapat kekurangan-kekurangannya. Sampai di sini saja sudah
menggugah pertanyaan, "Yang terdapat kekurangannya itu firman Allah, ataukah justru
orangnya yang kurang luas pemahamannya?"

Beberapa waktu akhir-akhir ini, hubungan NU dan Muhammadiyah tampaknya semakin baik,
berkat peran kepemimpinan dari KH Hasyim Muzadi dan Prof A Syafi'i Ma'arif. Perbedaan
paradigma pemahaman agama antara kedua ormas itu pun tidak begitu besar, sebab NU
berpegang teguh pada Alquran dan hadis, dengan mengikuti salah satu dari mazhab empat.

Muhammadiyah pun berpegang teguh pada Alquran dan hadis, dan meski tidak terikat pada
mazhab, namun pendapat imam-imam besar mujtahidin selalu dicermati sebagai referensi.
Nah, dengan munculnya paham baru dari JIL ini apakah nanti akan muncul sempalan ormas
Islam baru?

Pada prinsipnya Islam menghargai orang-orang yang melakukan ijtihad. Namun untuk
melaksanakan diperlukan syarat-syarat tertentu, antara lain profesionalisme dalam ilmu-ilmu
keislaman. Hal ini perlu diperhatikan, agar hasil ijtihadnya dapat dipertanggungjawabkan.
Kalau tidak, dikhawatirkan hanya akan menyesatkan dan mencelakakan umat saja.

Kultur Arab

http://orido.wordpress.com 17
Hadith of the Day

Bagi kalangan terpelajar Islam kiranya sudah cukup memahami, bahwa pembaruan pemikiran
Islam memang diperlukan, dan pintu ijtihad tidak tertutup. Kegiatan tajdid itu berlandaskan
hadis sahih, sehingga bermunculan tokoh-tokoh mujadid (reformer) dari masa ke masa. Ormas-
ormas Islam di Indonesia (NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan lain-lain) juga telah
melaksanakan tajdid menurut versinya masing-masing. Sehingga mayoritas umat Islam di Tanah
Air kita ini tidak ada yang menghendaki Islam bagaikan sebuah patung indah yang dipahat pada
abad ke-7 yang tidak boleh disentuh dan diubah-ubah sepanjang masa.

Jadi, apa yang dimaksud oleh Ulil dengan kata-kata, "menganggap Islam sebagai monumen mati
yang dipahat pada abad ke-7 M, lalu dianggap sebagai patung indah yang tidak boleh disentuh
tangan sejarah?" Kalau masih ada sekelompok kecil saja yang berpikiran konservatif semacam
itu, tidak perlu dilakukan gebrakan secara berlebih-lebihan, seolah keadaan sudah sangat
gawat. Dan hanya JIL yang menyadari pentingnya pembaruan pemahaman Islam, shingga JIL
perlu meneriakkan suara lantangnya sebagaimana ditulis di harian ibukota tersebut.

Misalnya, di antara jamaah di masjid kadang ada satu-dua orang sebelum mengerjakan shalat
mereka menggosok giginya dengan sebatang kayu. Menurut dia, hal itu mencontoh Nabi
Muhammad SAW pada abad ke-7. Perilaku semacam itu akan hilang dengan sendirinya dengan
majunya taraf pendidikan bangsa.

Ulil menghendaki penafsiran Islam yang dapat memisahkan antara unsur-unsur kreasi budaya
setempat (Arab) dan nilai-nilai fundamental. Dia mencontohkan, jilbab, potong tangan, rajam,
memelihara jenggot, memakai jubah, adalah budaya Arab, maka jangan diikuti. Pandangan ini
berbahaya, karena mereduksi ayat-ayat Alquran. Sebab jilbab, potong tangan, dera, qishash,
adalah tegas-tegas disebutkan dalam Alquran. Alquran adalah firman Allah yang ditujukan
kepada semua umat manusia. Jadi, tidak hanya kepada bangsa Arab saja.

Kewajiban memakai jilbab disebutkan dalam Alquran Surat Al-Ahzab ayat 59, potong tangan
(Surat Al-Maidah ayat 38), dera (Surat An-Nur ayat 2), dan qishash (Surat Al-Baqarah ayat 178).
Kalau orang Islam sudah berani mereduksi atau memreteli ayat-ayat Alquran berdasarkan
pertimbangan logika semata, akhirnya Alquran akan dibabat habis.

Kalau yang dinyatakan atau diperagakan oleh Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai
implementasi ajaran Islam secara kontekstual, sehingga bangsa atau etnis selain Arab tidak
harus menirunya dengan persis, maka asumsi ini memerlukan dasar hukum syar'i yang kuat
pula. Sebab dengan mengabaikan teks hadis, rasanya sudah seperti membuat penilaian, bahwa
bunyi hadis, sekalipun hadis sahih, tidak harus kita terima sepenuhnya, melainkan harus kita
kritisi. Sikap yang meragukan teks hadis itu mirip dengan pemikiran golongan Inkarus Sunnah.

Apa yang diperagakan atau dicontohkan oleh Nabi, kalau tidak secara tegas diperintahkan
kepada umatnya, memang ada kemungkinan hanya merupakan sifat pribadi beliau sebagai
orang Arab atau penyesuaian dengan lingkungan budaya setempat.

Misalnya nabi memakai jubah, surban, memelihara jenggot, makan korma, menggosok gigi
dengan sepotong kayu, naik onta, dan sebagainya. Sebab logika pun tidak akan menerima
seandainya Nabi sebagai orang Arab masa itu memakai pantalon, topi, makan nasi, memakai
sikat gigi, naik kendaraan bermotor, dan sebagainya. Sebab setiap orang itu hidup dalam
lingkungan budaya tertentu.

Kalau hanya logika yang dijunjung tinggi, tidak mustahil akan timbul gagasan, "Mengapa
mengerjakan shalat harus memaka bahasa Arab ? Bukankah Tuhan memahami bahasa Indonesia
atau Jawa, misalnya."

http://orido.wordpress.com 18
Hadith of the Day

Dan bisa lebih banyak lagi gagasan-gagasan baru dan aneh-aneh akan muncul, misalnya,
"Mengapa hewan qurban seekor kambing tidak diganti dengan 20 ekor ayam saja, toh sama-
sama mengandung gizi ?"

Dengan demikian akan timbul ketidakpastian hukum atau ajaran agama, sebab penentu
tertinggi bukan wahyu, tetapi akal manusia.

Saya sendiri berpendapat, memakai jubah, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana,
dan sebagainya adalah budaya Arab. Asalkan orang-orang yang menyukai hal-hal itu tidak
memaksakan kepada orang lain tidak ada masalah.

Hukum Syariat

Dalam Alquran jelas disebutkan dalam Surat Al-Maidah ayat 44 yang artinya: "Barang siapa yang
tidak memutuskan menurut apa (hukum) yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-
orang yang kafir." Jadi, pada dasarnya hukum Allah itu harus dijalankan oleh umat Islam.
Adapun implementasinya menurut situasi dan kondisi yang riil.

Khalifah Umar bin Khathab misalnya, dalam kondisi sebagian rakyatnya masih menghadapi
kesulitan ekonomi, maka hukum potong tangan bagi pencuri kelas berat ditangguhkan. Islam
juga menjunjung tinggi musyawarah. Jadi implementasinya menghormati asas demokrasi.

Memang diakui apa yang tercantum dalam Alquran hanya mengatur pokok-pokoknya saja secara
singkat.

Ini justru menurut pandangan para ahli hukum menjamin elastisitas dan keluasan makna yang
diperlukan untuk mengakomodasi dinamika masyarakat sepanjang sejarah. Alquran juga tidak
banyak mengatur masalah keduniawian.

Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW: "Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu." Jadi,
urusan duniawi yang selalu berubah dan berkembang, diserahkan kepada manusia untuk
mengaturnya sendiri.

Persepsi manusia tentang sesuatu hal sering dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Misalnya,
karena angka kriminalitas di negara kita begitu tinggi seperti banyaknya pencuri/ koruptor
kelas kakap, hampir tiap hari ada seorang gadis diperkosa beramai-ramai oleh beberapa
pemuda dan merebaknya pecandu dan penjual narkoba, maka kalau dilaksanakan hukum
pancung, kursi listrik, atau potong tangan banyak orang takut. Tetapi sanksi hukuman yang
ringan membuat penjahat tidak takut dan tidak jera.

Dari uraian di atas, saya berpendapat, pandangan yang tepat ialah, jika hukum Alquran belum
dapat diterapkan di suatu wilayah, bukan lalu Alquran yang diamendir, tetapi memang kondisi
setempat yang belum memungkinkan.(33)

-Drs H Ibnu Djarir, dosen IAIN Walisongo Semarang

http://syariahonline.com/new_index.php/id/7/cn/3710

Konsultasi : Sosial

http://orido.wordpress.com 19
Hadith of the Day

Politik Hukum Islam Dan Khilafah

Pertanyaan:

Assalamu�laiku.Wr.Wb.

Pak Ustadz,

Saya baca beberapa pertanyaan dahulu mengenai hukum qishas dan hudud dan jawabannya.
Dari situ saya bisa menyimpulkan bahwa pelaksana hukuman itu akan berdosa apabila dia
melakukannya di negara yang tidak mengakui hukum Islam sebagai hukum positif yang harus
ditegakkan. Kemudian apakah hukumnya pelaksana negara yang hanya mengakui sebagian
hukum Islam dan meninggalkan yang lainnya, karena mereka (mungkin) beranggapan hukum
Islam tidak bisa diterapkan seluruhnya? Apakah mereka berdosa? Bagaimana dengan rakyat di
negara itu, apakah mereka nggak berkewajiban dan berhak memperjuangkan tegaknya seluruh
hukum Islam di negaranya? Terima kasih sebelumnya.

Wassalamu'alaikum.Wr.Wb.

Dewanto

Jawaban:

Assalamu �alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil �Alamin, Washshalatu Wassalamu �Ala sayyidil Mursalin

Wa �alaa �Aalihi Wa Ashabihi ajma�ien. Wa Ba�du

Mereka yang duduk di parlemen adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam masalah
pilihan hukum apa yang akan diterapkan di negeri itu.

Karena umumnya di dalam sebuah negara, majelis legislatif inilah yang punya wewenang
membuat undang-undang, mengangkat dan mengawasi kinerja pemerintah dan juga
pengawasan terhadap budget negara. Sehingga secara hirarki merekalah yang paling
bertanggung jawab atas merah hitamnya pelaksanaan hukum Islam.

Bila para wakil rakyat yang mewakili umat Islam di dalam lembaga itu memperjuangkan
tegaknya hukum Islam dengan sekuat tenaga, maka mereka telah berjihad. Bahwa hasilnya
masih belum sempurna karena kalah suara atau kalah strategi, maka itu adalah bagian dari
perjuangan.

Tapi semangat memperjuangkan tegaknya Islam di negeri ini melalui parlemen adalah taruhan
mereka. Bila mereka menyerah dan berhenti memperjuangkannya, maka keberadaan mereka di
tempat yang paling menentukan itu harus bisa dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.
Bila ternyata mereka tidak memperjuangkannya, maka api neraka tempat mereka. Bila mereka
memang berjuang dengan ikhlas, insya Allah Dia tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan
mereka.

Tapi memang kenyataannya sekarang ini bahwa hamoir di semua negeri mayoritas muslimin,
hukum yang berlaku bukan hukum Islam. Bila hal ini terjadi lantaran mereka ditindas akibat
masa penjajahan yang lama, maka mereka wajib membebaskan diri dari cengkaraman
pemikiran barat sekuler itu. Tapi bila dengan kesadaran mereka sendiri tidak mau menjalankan
hukum Islam, maka mereka jelas berdosa dan diancam dengan berbagai atribut yang jelek dari

http://orido.wordpress.com 20
Hadith of the Day

Allah SWT.

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.(QS. Al-Maidah : 44)

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zhalimkafir.(QS. Al-Maidah : 45)

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang fasikr.(QS. Al-Maidah : 47)

Selagi sebuah masyarakat belum mau menerima hukum Allah SWT, maka mereka disebut belum
beriman oleh Allah SWT.

Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.(QS. An-Nisa : 65).

Tapi perlu juga dilihat latar belakang ketidak-mauan masyarakat untuk menerapkan hukum
Islam, apakah karena ketidak mengertian mereka atau sebenarnya mereka sudah tahu tapi
membandel model orang-orang yahudi itu. Ini perlu dibedakan agar kita tidak mudah menuduh
kafir kepada masyarakat lantaran mereka tidak pernah disentuh dengan penerangan tentang
ajaran Islam dan pendekatan dakwah yang lurus yang intinya mengajak kembali kepada hukum
Islam.

Jadi sebelum vonis kafir, zalim dan fasiq dijatuhkan, perlu juga dilakukan pendekatan kultural,
dakwah secara menyeluruh dan juga program islamisasi di tengah ummat ini. Agar mereka
sadar dan tahu bahwa ternyata menerapkan syariat Islam itu hukumnya wajib. Dan semua hal
yang bisa membawa kepada terlaksananya kewajiban itu maka hukumnya pun wajib.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,


Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.al-ahkam.net/home/print.php?sid=15358

Berkenalan dgn Hudud

Articles / Artikel
Posted by hafizfirdaus on Jan 23, 2007 - 01:24 PM

Berkenalan Dengan Hukuman Hudud

Hafiz Firdaus Abdullah

Hukuman Hudud adalah salah satu dasar penting dalam syari‘at Islam. Selagi mana mampu, ia
wajib dilaksanakan dalam negara-negara Islam dan umat Islam perlu redha dengan
perlaksanaannya.

Saya yakin kenyataan dalam perenggan pertama di atas diketahui oleh umat Islam. Namun apa,
mengapa dan bagaimana hudud tersebut, ia masih samar-samar. Jika ia samar-samar kepada
umat Islam, maka bayangkanlah pula pandangan kaum bukan Islam terhadapnya.

http://orido.wordpress.com 21
Hadith of the Day

Melalui tulisan ini, saya akan cuba, secara ringkas dan sederhana, memberi pengenalan kepada
hukuman hudud. Tumpuan ditujukan kepada ciri-ciri hukuman hudud, agar kita umat Islam
dapat lebih mengenali dan memahaminya. Pada waktu yang sama saya akan menyelit
penjelasan kepada beberapa aspek hukuman hudud yang memusykilkan atau menimbulkan
salah faham.

Dalam mengkaji dan menulis artikel ini, saya merujuk kepada al-Qur’an dan kitab-kitab hadis
dalam subjek hudud. Kemudian saya melanjutkannya kepada kitab-kitab fiqh, mahu pun buku-
buku khas yang membicara subjek hudud. Akan tetapi jika berlaku perselisihan antara sumber-
sumber di atas, al-Qur’an dan hadis saya unggulkan di atas selainnya.

Mudahnya, hudud ialah menjatuhkan hukuman yang telah ditetapkan bentuk dan kadarnya oleh
Allah dan Rasul-Nya ke atas seseorang yang melakukan sesuatu jenayah, dimana jenis jenayah
dan cara pembuktian jenazah telah ditetapkan juga oleh Allah dan Rasul-Nya. Jenis jenayah
yang masuk dalam kategori hudud ialah murtad, zina, seks sejenis (gay dan lesbian) dan
mencuri.

Dalam fiqh Islam, hukuman kepada jenayah dibahagikan kepada tiga kategori:

Hudud: sepertimana yang dijelaskan di atas.

Qishash, iaitu balasan setimpal ke atas sesuatu jenayah yang dilakukan. Qishash lazimnya
merujuk kepada jiwa dan anggota badan. Jika seseorang itu mencederakan tangan seseorang,
maka hukuman qishash ialah mencederakan kembali tangan orang yang mencederakan. Namun
yang dicederai memiliki pilihan untuk mengenakan denda atau memaafkan orang yang
mencederakannya.

Takzir, iaitu hukuman yang tidak ditetapkan bentuk dan kadarnya oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kadangkala bentuk dan kadarnya ada dinyatakan oleh Allah dan Rasulnya, namun ia tidaklah
bersifat mengikat. Perubahan boleh dilakukan oleh hakim berdasarkan faktor-faktor yang
melatarbelakangi jenayah dan penjenayah berdasarkan kes demi kes.

Takzir juga diterapkan ke atas jenis jenayah yang sebelum ini tidak dinyatakan oleh Allah dan
Rasul-Nya atau terhadap jenayah yang dibuktikan dengan cara yang berbeza. Sebagai contoh,
jika kes rogol dibuktikan dengan ujian DNA atau kes menggelap wang syarikat dibuktikan
melalui cara audit balance sheet, maka jenayah ini dan hukumannya masuk dalam kategori
takzir. Walaubagaimana pun bab ini masih terdapat perbincangan di kalangan ilmuan Islam.

Ciri-Ciri Hukuman Hudud.

Ciri # 1: Hudud bersifat menakutkan.

Objektif utama hukuman hudud bukanlah menghukum, tetapi menjauhkan manusia daripada
melakukan sesuatu jenayah. Untuk mencapai objektif ini, hudud memiliki sifat menakutkan
agar dengan itu manusia merasa takut dengan jenayah tersebut dan berusaha untuk
menjauhinya. Perkara ini disebut oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:

http://orido.wordpress.com 22
Hadith of the Day

Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. [al-Baqarah


2:187] Oleh itu jika ada yang berkata hudud adalah zalim dan kejam, kita jawab: “Benar!”
Jawapan ini kemudiannya disambung dengan penjelasan bahawa objektif utama hukuman
hudud bukanlah menghukum, tetapi menjauhkan manusia daripada melakukan sesuatu jenayah.

Ciri # 2: Hukuman Hudud Tidak Dikenakan Ke Atas Orang Gila, Jahil dan Keliru.

Pernah seorang lelaki muslim datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam
masjid dan berkata:

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah berpaling daripada


orang tersebut sehingga dia mengulang-ulangi pengakuannya sebanyak empat kali. Maka
tatkala dia bersaksi ke atas dirinya sebanyak empat kali, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memanggilnya dan bertanya: “Adakah engkau gila?” Dia menjawab: “Tidak.” “Adakah
engkau sudah berkahwin?” Dia menjawab: “Ya.” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: “Ambillah dia dan rejamlah dia”. [Shahih al-Bukhari, hadis no: 6815]

Dalam sebuah riwayat lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya:

“Mungkin engkau hanya mencium atau menyentuh atau memandangnya?” [Shahih al-
Bukhari, hadis no: 6824].

Berdasarkan pertanyaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada orang yang mengaku
berzina, jelas bahawa ditentukan terlebih dahulu sama ada beliau adalah gila atau tidak.
Kemudian ditentukan juga sama ada beliau benar-benar tahu apa yang dimaksudkan dengan
zina, agar tidak terjadi sebarang salah faham atau kekeliruan.

Berdasarkan pertanyaan ini, dapat dirumuskan bahawa orang yang melakukan jenayah dalam
keadaan fikirannya tidak terkawal sepenuhnya, dia tidak dikenakan hukuman hudud. Contoh
selain gila ialah jahil, keliru, kanak-kanak dan tidur.

Disebut dalam beberapa riwayat bahawa Amirul Mukiminin ‘Umar al-Khaththab radhiallahu 'anh
tidak menjatuhkan hukuman hudud kepada orang yang berzina kerana kejahilan mereka akan
kesalahan berzina. Rujuk riwayat-riwayat tersebut beserta huraiannya dalam buku Minhaj
‘Umar bin al-Khaththab fi al-Tasyri’ (edisi terjemahan oleh Masturi Irham atas judul
Metodologi Ijtihad Umar bin al-Khathab; Khalifa, Jakarta, 2005), ms. 273 dan seterusnya.

Ciri # 3: Hukuman Hudud Dijatuhkan Ke Atas Jenayah Yang Berlaku Secara Terbuka.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Jauhilah perkara-perkara keji yang telah dilarang oleh Allah, sesiapa yang telah
melakukannya, hendaklah dia menutupinya dengan tutupan Allah dan bertaubat kepada
Allah. Ini kerana jika sesiapa menampakkan perkara keji (yang dilakukannya) kepada
kami, kami akan menjatuhkan hukuman yang telah diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa
Jalla. [Dikeluarkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, hadis no: 7615 dan beliau berkata:
“Hadis ini sahih atas syarat kedua-dua syaikh (al-Bukhari dan Muslim) dan mereka tidak
mengeluarkannya.” Ini dipersetujui oleh al-Zahabi.]

Selain itu sama-sama kita mengetahui bahawa untuk menjatuhkan hukuman hudud, pendakwa
perlu membawa jumlah saksi yang tertentu. Jika syarat saksi tidak memadai, pendakwa sendiri
yang akan dikenakan hukuman. Ini sekali lagi menjadi bukti bahawa hukuman hudud hanya

http://orido.wordpress.com 23
Hadith of the Day

dijatuhkan kepada jenayah yang berlaku secara terbuka sehingga wujud orang yang
menyaksikannya.

Sebagai tambahan, perhatikan semula hadis di atas tentang bagaimana Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berpaling sebanyak empat kali daripada orang yang datang mengaku bahawa
dia telah berzina. Berdasarkan sikap Rasulullah tersebut, dapat dirumuskan bahawa:

Kemaksiatan adalah sesuatu yang pernah berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, akan tetapi baginda tidak melaksanakan usaha mengintip atau memata-matai orang
yang disyaki melakukan maksiat. Ini selari dengan sabda baginda:

Sesungguhnya seorang penguasa, apabila dia mencari-cari kesalahan rakyatnya, bererti


dia merosakkan mereka. [Shahih Sunan Abu Daud, hadis no: 4889]

Berpalingnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menunjukkan baginda tidak suka


mendengar pengakuan orang yang telah berzina. Dalam ertikata lain, sesuatu yang telah
berlaku secara tertutup, biarlah ia tertutup. Baginda bersabda, maksudnya: “…sesiapa yang
telah melakukannya, hendaklah dia menutupinya dengan tutupan Allah…”

Orang yang melakukan jenayah tidak dianjurkan kepadanya untuk melapor kepada pihak
penguasa. Sebaliknya hendaklah dia bertaubat, sebagaimana lanjutan hadis di atas: “…
hendaklah dia menutupinya dengan tutupan Allah dan bertaubat kepada Allah…” Kembali
kepada kes orang yang mengaku berzina kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
dikhabarkan bahawa ketika sedang direjam, beliau melarikan diri kerana tidak tahan sakit.
Salah seorang sahabat sempat mengejar beliau dan memukulnya sehingga mati dengan seketul
tulang unta. Peristiwa ini kemudiannya dikhabarkan kepada Rasulullah. Baginda bertanya:

Kenapa tidak dibiarkan dia, mungkin dia bertaubat dan Allah menerima taubatnya.
[Sunan Abu Daud, hadis no: 4419. Sanadnya hasan, rujuk Irwa al-Ghaleel, hadis no: 2322-8].

Seseorang yang mengetahui berlakunya sesuatu jenayah juga tidak dianjurkan melaporkannya
kepada pihak penguasa. Sebaliknya hendaklah dia memberi nasihat dan teguran kepada yang
melakukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Sesiapa yang menutupi (kesalahan) seorang muslim maka Allah menutupinya di dunia dan
akhirat. [Shahih Sunan Ibn Majah, hadis 2078]. Imam Ibn Majah meletakkan hadis ini dalam
bahagian Kitab al-Hudud, Bab menutup kesalahan seorang mukmin dan mengelak hukuman
hudud disebabkan syubhat.

Saling memaafkanlah terhadap (jenayah) hudud yang berlaku di antara kalian kerana
(sesuatu jenayah) hudud yang sampai kepada aku, maka wajib dikenakan hukumannya.
[Shahih Sunan Abu Daud, hadis no: 4376].

Sesiapa yang melakukan dosa sedemikian (syirik, mencuri dan zina) dan dihukum
keranannya, maka hukuman itu adalah kifarah baginya. Dan sesiapa yang melakukan dosa
sedemikian lalu Allah menutupinya, maka terpulang kepada Allah sama ada untuk
mengampunkannya atau mengazabnya. [Shahih al-Bukhari, hadis no: 6784]

Memaafkan atau mengazab? Sifat Allah yang Maha Pengasih lagi Pemaaf akan memberi
kemungkinan yang tinggi ke arah memaafkan. Hadis berikut menjelaskan:

http://orido.wordpress.com 24
Hadith of the Day

Sesiapa yang berdosa di dunia dengan melakukan sesuatu dosa lalu dikenakan hukuman ke
atasnya disebabkan dosanya itu, maka Allah Maha Adil daripada melipat gandakan hukuman-
Nya ke atas hamba-Nya. Dan sesiapa yang berdosa dengan satu dosa di dunia lalu Allah
menutupi ke atasnya, maka Allah Maha Mulia daripada mengenakan hukuman ke atas sesuatu
yang telah Dia maafkan. [Dikeluarkan oleh Ahmad dan sanadnya dinilai hasan oleh Syu‘aib al-
Arna’uth dan rakan-rakan dalam semakan mereka ke atas Musnad Ahmad, hadis no: 775]

Ciri # 4: Tertuduh Dibenarkan Membela Diri.

Umm Salamah radhiallahu 'anha berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Jika kalian membawa kepada aku kes
masing-masing, boleh jadi salah seorang dari kalian dapat membela diri dengan cara
yang lebih meyakinkan berbanding yang lain sehingga aku memberi keputusan
berdasarkan apa yang aku dengar. Sesiapa yang (aku tersilap dalam memberi keputusan)
sehingga memberi kepadanya apa yang sebenarnya milik saudaranya, maka janganlah
mengambilnya kerana yang diambil itu hanyalah sebahagian daripada api neraka. [Shahih
al-Bukhari, hadis no: 7169]

Hadis di atas menunjukkan bahawa orang yang tertuduh boleh membela dirinya dengan sekian-
sekian hujah. Mungkin dia jahil, mungkin dia keliru, mungkin dia mencuri kerana keadaan
darurat, mungkin dia membunuh kerana cuba membela siri sendiri (self defence), mungkin para
saksi yang sengaja memerangkap dirinya dalam melakukan jenayah tersebut dan pelbagai lagi.

Berdasarkan hadis ini juga muncul sistem peguambela, dimana orang tertuduh yang tidak tahu
cara membela dirinya boleh meminta orang lain yang lebih arif melakukannya.

Ciri # 5: Hukuman Hanya Dijatuhkan Ke Atas Tertuduh Jika Tiada Kesamaran.

Dalam sebuah hadis disebut bahawa:

Elaklah daripada mengenakan hukuman hudud selagi mana kamu boleh mengelaknya.
[Sunan Ibn Majah, hadis no: 2545. Dinyatakan lemah oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Bulugh
al-Maram, hadis no: 1047]

Tolaklah hukuman hudud berdasarkan syubhat-syubhat [Dikeluarkan oleh al-Baihaqi,


dinyatakan lemah oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Bulugh al-Maram, hadis no: 1047, namun
dinilai hasan oleh al-Sayuthi dalam al-Jami’ al-Shagheir, hadis no: 314]

Dalam bab ini terdapat beberapa hadis dan perkataan para sahabat yang semakna sehingga al-
Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani berkata: “Dan telah diriwayatkan dari tidak seorang para sahabat
bahawasanya mereka berkata sedemikian…” lalu beliau menyenaraikan riwayat-riwayat
tersebut. Rujuk Talkhish al-Habir fi Takhrij Ahadits al-Rafi’e al-Kabir, hadis no: 1755.

Sekali pun riwayat-riwayat di atas diperbincangkan darjat sanadnya, maksudnya adalah benar
sehingga para ilmuan telah bersepakat bahawa hukuman hudud tidak dikenakan di atas sesuatu

http://orido.wordpress.com 25
Hadith of the Day

kes yang memiliki kesamaran di dalamnya. Imam Ibn al-Munzir berkata: “Telah bersepakat para
ahli ilmu bahawa hukuman hudud tertolak berdasarkan syubhat.” [Dikemukakan oleh ‘Abd Allah
bin ‘Abd al-Rahman al-Bassam dalam Taudih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, jld. 6, ms. 247].

Ciri-ciri ini telah diikuti oleh sistem pengadilan konvesional masa kini dimana pendakwaraya
perlu membuktikan tanpa sebarang kesamaran bahawa yang tertuduh memang bersalah.
Manakala peguambela bagi yang tertuduh pula akan membuktikan bahawa dalam bukti-bukti
tersebut terdapat kesamaran di dalamnya. Jika kesamaran masih wujud di antara hujah salah
satu pihak, hukuman tidak dikenakan ke atas yang tertuduh.

Ciri # 6: Hukuman Hudud Berbentuk Fizikal.

Perbezaan yang paling menonjol antara hukuman hudud dan hukuman konvesional adalah
hukuman hudud berbentuk fizikal seperti sebat, potong tangan, buang daerah dan bunuh.
Manakala hukuman konvesional, penjenayah diberi hukuman penjara. Kadangkala hukuman
penjara ditambah dengan sebatan, namun yang lazim adalah hukuman penjara sahaja.
Terdapat perbezaan yang besar antara dua bentuk hukuman ini, antaranya:

Hukuman fizikal benar-benar memberi kesan “hukuman” kepada penjenayah manakala


hukuman penjara memberi kesan “kesenangan” kepada penjenayah. Seorang penjenayah
bergembira jika dia dapat memasuki penjara kerana dapat memperoleh tempat tinggal,
pakaian, makanan dan rakan-rakan banduan untuk bersosial. Ini semua adalah satu kesenangan
berbanding hukuman yang berbentuk fizikal.

Malah saya pernah terbaca laporan bahawa sebahagian banduan yang selesai tempoh hukuman
penjara akan segera melakukan jenayah yang baru agar dapat memasuki penjara semula. Ini
kerana jika dia hidup diluar penjara, dia tidak memiliki rumah untuk tinggal, bilik air untuk
menjaga kebersihan, makanan, pakaian dan aktiviti bersama orang ramai. Kehidupan dalam
penjara adalah jauh lebih baik daripada di luar penjara. Maka untuk melayakkan diri masuk
penjara, dia perlu melakukan sesuatu jenayah yang baru.

Hukuman fizikal tidak memerlukan kos yang tinggi. Tukang sebat atau pemotong tangan hanya
memerlukan bayaran yang rendah, atau mungkin tiada bayaran langsung. Ini jauh berbeza
dengan sistem penjara. Saya pernah membaca dalam akhbar tempatan bahawa kos penjagaan
penjara dan banduan di Malaysia menelan belanja beberapa juta ringgit.

Hukuman fizikal benar-benar menakutkan orang ramai dan ini dapat membantu untuk
menjauhkan mereka daripada melakukan sesuatu jenayah. Hukuman penjara tidak
menakutkan, bahkan seperti yang saya jelaskan di atas, ia menjemput seseorang itu melakukan
jenayah.

http://orido.wordpress.com 26
Hadith of the Day

Maka atas dasar inilah, jika muncul sesuatu jenis jenayah baru yang tidak disebut oleh Allah
dan Rasul-Nya 1400 tahun yang lalu, bentuk hukuman yang bakal dikenakan hendaklah dalam
bentuk fizikal juga.

Ada yang menyindir, bahawa bentuk hukuman fizikal adalah barbaric. Kita menjawab: “Ya!
Memang benar. Akan tetapi cuba bayangkan jika anda atau orang yang anda sayangi menjadi
mangsa sesuatu jenayah. Nescaya anda akan bersetuju penjenayah tersebut dihukum secara
fizikal dan tidak dihantar untuk bercuti di dalam penjara.”

Ciri # 7: Orang Yang Lemah Diringankan Hukuman Fizikalnya.

Sekali pun hukuman hudud berbentuk fizikal, tidaklah bererti ia disama ratakan kepada semua
manusia yang berbeza-beza tahap fizikalnya. Orang yang tua umpamanya, diringankan
hukuman fizikalnya. Dalam sirah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, pernah seorang yang
kecil lagi lemah melakukan jenayah zina. Perkara ini dihadapkan kepada Rasulullah dan
baginda memerintahkan agar hukuman sebat seratus kali dikenakan. Terhadap perintah ini,
para sahabat berkata:

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya dia amat lemah untuk menerima hukuman tersebut sehingga
jika kami menyebatnya seratus kali, nescaya kami akan membunuhnya.” Rasulullah menjawab:
“Ambillah tangkai kurma yang ada seratus ranting padanya dan sebatlah dia dengannya sekali
sebatan sahaja. Setelah itu bebaskanlah dia” [Dikeluarkan oleh Ahmad dan dinilai sahih oleh
Syu‘aib al-Arna’uth dan rakan-rakan dalam semakan mereka ke atas Musnad Ahmad, hadis no:
21935]

Bezakan bahawa hukuman fizikal hanya diringankan berdasarkan faktor fizikal seseorang.
Faktor kedudukan, keturunan dan kekayaan tidak boleh dijadikan hujah untuk meringkan
hukuman hudud. Pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, pernah diminta agar
seorang yang ditangkap mencuri diringkankan hukuman hududnya. Permintaan ini dijawab oleh
Rasulullah:

Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian musnah tidak lain kerana mengenakan hukuman
hudud ke atas orang yang miskin dan mengecualikan orang yang mulia. Demi jiwaku yang
berada di Tangan-Nya, seandainya Fathimah (binti Muhammad, anak baginda) melakukan
kesalahan sedemikian (mencuri), pasti akan potong tangannya jua. [Shahih al-Bukhari, hadis
no: 6787]

http://orido.wordpress.com 27
Hadith of the Day

GADUD vs Hududiyyah.

Apabila kita bersembang-sembang dengan rakan-rakan tentang hukuman hudud, lazimnya akan
ditemui dua puak atau kategori orang:

Pertama adalah puak GADUD (Golongan Anti Hudud). Mereka adalah orang-orang
yang tidak faham tentang hudud lalu menolaknya. Bagi mereka, jika hudud
dilaksanakan dalam sesebuah negara, nescaya kebanyakan rakyatnya akan berjalan ke
sana sini tanpa tangan dan badan yang berbelang-belang.

Kedua adalah puak Hududiyyah. Mereka adalah orang-orang yang tidak faham
tentang hudud tetapi beria-ria untuk menegakkannnya. Bagi mereka, sebuah negara
Islam adalah negara yang tugasnya tidak lain menebas tangan pencuri dan membelasah
para penzina.

Jika kedua-dua puak di atas diberikan penjelasan yang baik tentang ciri-ciri hukuman hudud,
nescaya mereka akan mengubah pandangan dan pendirian. Di dalam hukuman hudud, tetap
terserlah sifat adil dan rahmat yang merupakan asas kepada Islam. Negara yang melaksanakan
hukuman hudud akan terserlah di dalamnya keamanan, keadilan dan rahmat. Aman kerana
hudud bersifat menakutkan seseorang daripada melakukan jenayah sehingga dengan itu
berkuranglah jumlah jenayah. Adil dan rahmat kerana hudud memperhatikan terlebih dahulu
sebab yang melatarbelakangi sesuatu jenayah dan keadaan orang yang melakukan jenayah
tersebut.

Jika dibandingkan ciri-ciri hukuman hudud dengan hukuman konvesional masa kini, akan
ditemui banyak kesamaan. Bahkan tidak berlebihan jika saya katakan bahawa perbezaan hanya
dari sudut bentuk hukuman dimana hudud menghukum dalam bentuk fizikal manakala
konvesional menghukum dalam bentuk penjara. Apabila saya menekankan kesamaan ini,
tidaklah saya bermaksud umat Islam boleh berpuas hati sahaja dengan hukuman konvesional.
Akan tetapi yang ingin saya gariskan adalah:

1. Sistem hukuman konvesional masa kini yang dianggap moden, adil lagi canggih sebenarnya
diambil daripada sistem Islam. Bayangkan, manusia 1400 tahun yang lalu hidup dalam suasana
jahiliyah dan kegelapan manakala Islam telah meletakkan dasar-dasar bagi menghukum sesuatu
jenayah. Maka menjadi satu kezaliman terhadap diri sendiri apabila umat Islam

http://orido.wordpress.com 28
Hadith of the Day

membelakangkan hukuman hudud dan mengambil hukuman konvesional yang sebenarnya


merupakan tiruan daripada warisan Islam.

2. Orang-orang yang memilih atau mengutamakan hukuman konvesional, mereka sebenarnya


tidak faham tentang hukuman hudud. Malah mereka telah ditakut-takutkan tentangnya oleh
puak Hududiyyah. Dengan penjelasan yang baik lagi bertahap-tahap daripada kita, nescaya
mereka akan berubah pandangan tentang hukuman hudud dan menyokongnya.

Oleh itu melalui penulisan yang serba ringkas dan sederhana ini, marilah kita menjadi orang
yang memahami ciri-ciri hukuman hudud. Anggaplah penulisan ini sebagai permulaan untuk kita
memperdalamkan pengetahuan tentang hukuman hudud. Hendaklah usaha ini dilakukan kerana
Islam, bukan kerana politik atau kepartian. Seandainya di antara pembaca ada yang mendekati
ciri-ciri GADUD atau Hududiyyah yang saya umpamakan di atas, sama-samalah kita menyemak
dan membetulkan diri sendiri.

Seterusnya kita perluaskan penjelasan kepada rakan-rakan yang bukan Islam, agar mereka
dapat memahami dan bersifat neutral tentang hukuman hudud. Memang, lebih baik jika
mereka menyokong hukuman hudud. Akan tetapi jika kita sendiri tidak memahaminya secara
benar, bagaimana mungkin mereka?

http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1264&bagian=0

Hukum Rajam Bagi Pezina

Rabu, 29 Desember 2004 07:18:04 WIB


Kategori : Ahkam

HUKUM RAJAM BAGI PEZINA


Oleh
Redaksi Majalah As-Sunah

[A]. Maksud Hukum Rajam Dan Cambuk Bagi Pezina

Zina merupakan dosa besar. Barangsiapa berbuat zina, maka hukumnya menurut agama Islam
ialah sebagai berikut

[1]. Jika pelakunya muhshan (pernah berjima dengan nikah yang sah), mukallaf (sudah baligh
dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian
dirajam, berdasarkan keumuman ayat 2 surat An-Nur, dan berdasarkan perbuatan Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Atau cukup dirajam, tanpa didera, dan ini lebih baik, sebagaimana
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu
‘anhu dan Umar bin Al-Khtthab Radhiyallahu ‘anhu.

[2]. Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan
selama setahun [1].

Dirajam yaitu dilempari batu sampai mati. Caranya : orangnya ditanam berdiri di dalam tanah

http://orido.wordpress.com 29
Hadith of the Day

sampai dadanya, lalu dilempari batu sampai mati.

Berikut ini diantara dalil tentang hukum dera (cambuk) dan rajam. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman.

“Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang
dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang
beriman” [An-Nur : 2]

Hal ini juga disebutkan dalam banyak hadits, antara lain.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ambillah dariku, ambillah


dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka [2], yaitu orang yang
belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan
diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah
menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam” [3]

Juga hadits dibawah ini.

“Artinya : Dari Abdullah bin Abbas, dia berkata, Umar bin Al-Khaththab berkata, -sedangkan
beliau duduk diatas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Sesungguhnya Allah
telah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa al-haq, dan
menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadanya. Kemudian diantara yang diturunkan kepada beliau
adalah ayat rajam. Kita telah membacanya, menghafalnya, dan memahaminya, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan (hukum) rajam, kitapun telah melaksanakan
(hukum) rajam setelah beliau (wafat). Aku khawatir jika zaman telah berlalu lama terhadap
manusia, akan ada seseorang yang berkata, ‘Kita tidak dapati (hukum) rajam di dalam kitab
Allah’, sehingga mereka akan sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah
diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah
terhadap orang-orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan
wanita, jika bukti telah tegak (nyata dengan empat saksi, -red), atau terbukti hamil, atau
pengakuan” [4]

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitab Duraril Bahiyah, “Dan digalikan (liang)
untuk orang yang dirajam sampai dada”.

Kemudian Imam Shiddiq Hasan Khan rahimahullah mengomentari perkataan diatas, “Karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan membuat lubang untuk seorang wanita
suku Ghomidi yang (dirajam) sampai dadanya. Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim, dan
lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat lubang untuk Ma’iz, kemudian beliau
memerintahkan sehingga dia dirajam, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Buraidah dalam
kisah Ma’iz” [5]

[B]. Yang Melaksanakan Rajam

Adapun yang berhak melaksanakan hukum di atas (cambuk dan rajam bagi pezina) ialah
penguasa kaum muslimin. Penguasa yang mampu menegakkan syari’at Allah. Karena hukum
tersebut hudud. Hudud jama’ dari had, yaitu : hukuman-hukuman yang telah ditetapkan
syari’at dalam perkara kemaksiatan-kemaksiatan, untuk mencegah terulangnya kemaksiatan-
kemaksiatan tersebut. Seperti had zina, mabuk, tuduhan, pencurian dan lainnya, yang
merupakan kewajiban penguasa. Jadi bukan hak sembarang orang.

Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhawyyan rahimahullah berkata : “Tidak (berhak)

http://orido.wordpress.com 30
Hadith of the Day

menegakkan had, kecuali imam (penguasa kaum muslimin) atau wakilnya, sama saja, apakah
had itu karena hak Allah, seperti had zina. Atau karena hak manusia, seperti had tuduhan.
Karena hal itu membutuhkan ijtihad dan tidak aman dari penyimpangan, maka wajib
diserahkan kepadanya. Pada masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaulah yang
menegakkan hudud. Demikian juga para khalifah setelahnya. Dan wakil imam (haknya) seperti
imam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : …. Hai Unais, pergilah kepada
wanita itu. Jika dia mengaku (berzina) rajamlah!”. Kemudian wanita itu mengaku (berzina),
maka dia merajamnya. Beliau juga memerintahkan merajam Ma’iz, tetapi beliau tidak
menghadirinya” [6]

Menegakkan hudud merupakan hak imam. Ini merupakan ijma’ para ulama kaum muslimin.
Akan tetapi terdapat pengecualian,yaitu bagi seorang tuan yang menegakkan had terhadap
budaknya,.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika seorang budak wanita telah berzina dan telah nyata zinanya, maka hendaknya
(tuannya) mendera (mencambuknya), dan janganlah dia menjelek-jelekannya. Jika dia berzina
lagi, maka hendaknya (tuannya) menderanya, dan janganlah dia menjelek-jelekannya. Jika dia
berzina yang ketiga kali, hendaklah (tuannya) menjualnnya, walaupun dengan seutas tali
terbuat dari rambut” [7]

Namun bagaimanakah jika penguasa tidak menegakkan hudud?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Perkataan orang yang berkata, ‘Tidak
berhak menegakkan hudud kecuali sulthan (penguasa) dan wakil-wakilnya, adalah jika mereka
berkuasa melaksanakan keadilan …Demikian juga jika amir (penguasa) menyia-nyiakan hudud,
atau tidak mampu menegakkannya. Maka tidak wajib menyerahkan hudud kepadanya, jika
memungkinkan menegakkanya tanpa penguasa.

Yang pokok sesungguhnya kewajiban-kewajiban ini ditegakkan sebaik-baiknya, Jika


memungkinkan ditegakkan oleh satu amir (penguasa), maka tidak membutuhkan kepada dua
amir. Dan apabila tidak dapat ditegakkan, kecuali dengan banyak orang dan dengan tanpa
sulthan (penguasa), maka hal itu (dapat) ditegakkan, jika menegakkannya itu tidak
menimbulkan kerusakan yang lebih besar dari pada tidak menegakannya. Karena hal itu
termasuk amar ma’ruf nahi mungkar. Maka, jika menegakkannya itu menimbulkan kerusakan
yang lebih besar pada penguasa maupun rakyat daripada tidak ditegakkan, maka kerusakan itu
tidak dilawan dengan kerusakan yang lebih besar” [8].

Dari perkataan Syaikhul Islam tersebut, beliau membolehkan ditegakkannya hudud oleh selain
penguasa dengan tiga syarat.

Pertama : Penguasa tidak melaksanakan atau tidak mampu.


Kedua : Orang yang menegakkannya mampu melakukan. Jika membutuhkan lebih, maka
ditegakkan secara bersama.
Ketiga : Dalam menegakkan hudud tidak boleh menimbulkan kerusakan yang lebih besar
daripada tidak menegakkannya.

Perkataan Syaikhul Islam ini dapat difahami sebagai berikut.


[1]. Hal itu jika dalam keadaan imam atau amir itu banyak. Maka. Setiap imam (amir) itu wajib
menegakkan hudud atas para pengikutnya (rakyatnya), tanpa melihat siapa yang paling
berkuasa. Inilah yang dapat diterima insya Allah.
[2]. Bahwa setiap orang berhak menegakkan hudud dan melakukan qishash. Tetapi kemungkinan
ini tidak dapat diterima. Karena bertentangan dengan ijma’ ulama, bahwa hudud diserahkan
kepada penguasa. Dan hal itu akan menimbulkan kekacauan serta kerusakan yang lebih besar.
Sehingga syarat ketiga sebagaimana tersebut diatas tidak terpenuhi.

http://orido.wordpress.com 31
Hadith of the Day

Oleh karena itu, mengomentari perkataan yang diriwayatkan Al-Qaffal yang berbunyi : “Tiap-
tiap orang boleh melakukan hudud”, maka Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini tidak
ada apa-apanya” [9]

[C]. Bila Sudah Bertaubat Dari Zina Apakah Tetap Harus Dirajam?

Jika seseorang sudah bertaubat dari zina (atau pencurian, minum khamer, dan lainnya) dan
urusannya belum sampai kepada penguasa Islam yang menegakkan syari’at, maka had zina
(cambuk atau rajam) gugur dari orang yang bertaubat tersebut. Hal ini dengan dalil-dalil
sebagai berikut, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah
hukuman kepada keduanya. Kemudian jika keduanya bertubat dan memperbaiki diri, maka
biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [An-Nisaa
: 16]

“Artinya : Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan


kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Al-Maidah : 39]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Orang yang bertaubat dari semua dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa” [10]

Hadits dari Nu’aim bin Hazzal : “Ma’iz bin Malik adalah seorang yatim dibawah asuhan bapakku.
Lalu dia menzinahi seorang budak dari suku itu. Maka bapakku berkata kepadanya, “Pergilah
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beritahukan kepada beliau apa yang telah
engkau lakukan. Semoga beliau memohonkan ampun untukmu”.Bapakku menghendaki hal itu
karena berharap Ma’iz memperoleh solusi.

Maka Ma’iz mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina.
Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Lalu beliau berpaling darinya.

Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina.
Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Maka beliau berpaling darinya.

Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina.
Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”.

Sampai dia mengulanginya empat kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Engkau telah mengatakannya empat kali. Lalu dengan siapa ?. Dia menjawab, “Dengan si
Fulanah”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau berbaring dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”.
Lalu beliau bersabda, “apakah engkau menyentuh kulitnya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau
bersabda, “Apakah engkau bersetubuh dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”.

Maka beliau memerintahkan untuk merajamnya. Kemudian dia dibawa keluar ke Harrah [11].
Tatkala dia dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah, lalu dia keluar dan
berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedangkan sahabat-sahabatnya yang lain telah
lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia
membunuhnya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakanya kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Tidakkah kamu membiarkannya,
kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima tuabtanya!?” [Hadits Riwayat Muslim dan
lainnya]

Dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan

http://orido.wordpress.com 32
Hadith of the Day

dia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya!?” Menunjukkan gugurnya had dari orang yang
bertaubat.

Adapun jika seseorang telah bertaubat, lalu mendatangi penguasa Islam yang menegakkan had
dan mengaku berbuat zina, serta memilih ditegakkan had padanya, maka had boleh ditegakkan
(walaupun tidak wajib), Jika tidak, maka tidak ditegakkan. [LihatMajmu Fatawa 16/31]

[Disalin dari Majalah As-Sunah Edisi 11/Tahun VI/1423H/2003M, Kolom Soal-Jawab Hukum
Rajam Bagi Pezina. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo – Purwodadi Km 8
Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
_________
Foote Note
[1]. Lihat kitab At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah Ala Ar-Raudhah An-Nadiyyah 3/270, karya Syaikh Al-Albani, tahqiq
Syaikh Ali bin Hasan. Juga kitab Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil Aziz 2/431-433
[2]. Isyarat terhadap firman Allah surat An-Nisa ayat 15: “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan
perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya,atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepada mereka”.
[3]. Hadits Riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ubadah bin Ash-Shamit
[4]. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya
[5]. Lihat kitab At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah Ala Ar-Raudhah An-Nadiyyah 3/278
[6]. Manarus Sabil Fi Syarhid Dalil 2/324-325, Jum’iyyah ihyaut Turats Al-Islami
[7]. Hadits Riwayat Bukhari No. 6839, Muslim No. 1703, dari Abu Hurairah
[8]. Majmu Fatawa 34/176
[9]. Lihat Taisirul Fiqh Al-Jami Lil Ikhtiyarat Al-fiqhiyyah Li Syaikhul Islam ibni Taimiyah, Juz 3 hal. 1431-
1441, karya Dr Ahmad Muwafi
[10]. Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 4250 dan lainnya, dari Abdullah bin Mas’ud
[11]. Nama tempat di luar kota Madinah

http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=285&Itemid=21

Surat Terbuka Asy-Syaikh Rabi' kepada Paus Benedicktus


Dikirim oleh Kontributor || Sabtu, 30 September 2006 - Pukul: 08:01 WIB

‫بسم ال الرحمن الرحيم‬


NASIHAT DAN SERUAN KEPADA PASTOR-PASTOR KRISTEN,
MASUKLAH KALIAN KE DALAM ISLAM!!
Segala puji hanyalah milik Alloh Subhanahu wa Ta'ala, shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, keluarga, dan shahabatnya dan setiap
orang yang mengikuti petunjuknya. Amma ba’du.

Banyak tersebar dan disiarkan di berbagai media cetak dan elekteronik serta stasiun-stasiun
parabola bahwa Paus Vatikan Benedicktus XVI telah mencela Islam dan Rasululloh
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dia menuduh beliau dan risalahnya jahat serta
tidak rasional! Alangkah ajaibnya tuduhan seperti ini, sungguh sangat mengagetkan dan
bertolak belakang dengan akal sehat serta hakikat ajaran Islam yang murni. Dengan Islam
Alloh Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkan manusia dari kegelapan-kegelapan kepada
cahaya, dan dari sikap eksterem ajaran-ajaran non Islam kepada keadilan Islam, yang mana
ini semua diakui oleh mereka yang masih berakal dari musuh-musuh Islam sendiri.

Di sini saya tidak akan berpanjang lebar dalam memaparkan keunggulan-keunggulan Islam dan
Nabinya ummat Islam, sesungguhnya hakikat akan hal ini telah sampai ke segala penjuru dunia
dan menghiasi banyak dari perpustakaan-perpustakaan. Maka dengan ringkas saya sampaikan:

Sesungguhnya Muhammad adalah benar-benar utusan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, yang diutus

http://orido.wordpress.com 33
Hadith of the Day

sebagai rahmat bagi seluruh alam. Alloh Subhanahu wa Ta'ala utus beliau sebagai pembawa
berita gembira dan peringatan, mengajak ke jalan Alloh Subhanahu wa Ta'ala sebagai pelita
yang terang benderang.

Beliau datang dengan ajaran yang menghormati para nabi dan kitab-kitab suci mereka, bahkan
beliau datang dengan ajaran untuk mencintai mereka dan mengimani mereka sekaligus kitab-
kitab suci mereka. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Rasul telah beriman kepada Alquran
yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya
beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-
rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan
yang lain) dari rasul-rasul-Nya”. (QS: Al Baqarah: 285)

Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman memerintahkan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa


Sallam dan ummatnya, “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman kepada Alloh
Subhanahu wa Ta'ala dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa
dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-
bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS: Al
Baqarah: 136)

Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman, “Katakanlah: "Kami beriman kepada Alloh
Subhanahu wa Ta'ala dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan
kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada
Musa, 'Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di
antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”. (QS:. Ali Imran: 84)

Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam datang membawa keadilan dan kebaikan, melarang
dari perbuatan keji dan mungkar, dan perbuatan yang melampaui batas, “Sesungguhnya Alloh
Subhanahu wa Ta'ala menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS:
An-Nahl: 90)

Beliau juga datang membawa ajaran jihad untuk meninggikan kalimat Alloh Subhanahu wa
Ta'ala, dan menghilangkan kekufuran, kesyirikan dan kerusakan. Dan sebelumnya Musa dan
nabi-nabi dari kalangan Bani Israil sudah lebih dahulu mengajak kepada ajaran yang sama.

Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam datang membawa syariat qishash dan hudud untuk
melindungi keyakinan dan jiwa serta kehormatan dan harta. Dan sebelumnya Musa dan nabi-
nabi dari kalangan Bani Israil sudah lebih dahulu mengajak kepada ajaran yang sama. Dan itu
adalah kebaikan dan ihsan dan perlindungan terhadap kehormatan dan harta…dan guna
menebarkan rasa aman dan ketentraman serta meraih kemaslahatan dan mengantisipasi
kerusakan.

Dan tidak ada yang menuduh Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan risalahnya jahat
kecuali seorang pendusta yang sangat kafir, yang telah mencela Musa dan risalahnya serta nabi-
nabi yang datang setelahnya yang mana mereka semua menjalankan hukum Taurat.

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di
dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Alloh Subhanahu wa
Ta'ala, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.
Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak

http://orido.wordpress.com 34
Hadith of the Day

memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, maka mereka itu
adalah orang-oang yang kafir. Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-
Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan ( hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa
Ta'ala, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (QS: Al Maidah: 44-45).

Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta'ala di dalamnya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa
Ta'ala, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”. (QS: Al Maidah: 47)

Sungguh orang-orang Yahudi dan Nashrani telah kafir terhadap Taurat dan Injil, dan mereka
tidak mengamalkan apa yang ada pada keduanya dari ajaran-ajaran akidah dan hukum-hukum.
Dan mereka telah mendustakan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang datang
membenarkan para nabi dan kitab-kitab suci mereka, dan diantaranya Taurat dan Injil. Mereka
telah kufur kepada Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan apa yang terkandung pada
risalahnya berupa ajaran yang membenarkan para nabi seluruhnya, dan membenarkan apa yang
dibawa oleh Taurat dan Injil dan apa yang ada pada keduanya berupa ajaran akidah dan hukum-
hukum kecuali yang telah dihapus oleh Islam.

Mereka memeranginya dengan sengit. Dan terlebih lagi pada ulama dan rahib-rahib mereka
serta pastor-pastor mereka, karena sombong, takabbur, hasad dan bersikap melampaui batas,
setelah mereka selewengkan kitab-kitab suci mereka dan mempermainkan nash-nashnya dan
merubah apa yang terdapat di dalamnya berupa ajaran akidah, tauhid dan iman kepada
kesyirikan dan kekufuran, dan mereka menolak hukum-hukum yang terkandung di dalamnya!!

Maka apabila seperti ini sikap mereka terhadap kitab-kitab suci mereka sendiri yang mereka
imani, maka tidak aneh kalau mereka kufur kepada Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
dan ajaran yang dibawa olehnya berupa Al Qur’an yang tidak mengandung kebatilan dari depan
dan dari belakangnya.

Wahai ahli kitab bertaubatlah kalian kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat yang
sebenarnya dan ikutilah Muhammad yang kitab-kitab suci kalian memberitakan kabar gembira
tentang kedatangannya dan juga Isa, ketika ia berkata, “Dan (ingatlah) ketika Isa putera
Maryam berkata: "Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Alloh Subhanahu wa Ta'ala
kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi khabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad
(Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti
yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. (QS: As-Shaff: 6).

“Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Alloh Subhanahu wa
Ta'ala Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS: Ali Imran: 63).

“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan antara yang haq dengan yang bathil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui”. (QS: Ali Imran: 71).
“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Alloh Subhanahu
wa Ta'ala orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal
kamu menyaksikan”. Alloh Subhanahu wa Ta'ala sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu
kerjakan”. (QS: Ali Imran: 99)

Wahai Paus Benedicktus pemimpin gereja Vatikan, masuklah kamu ke dalam Islam, kelak
kamu akan selamat, dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala akan memberimu pahala dua kali lipat.
Dan apabila kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang-orang yang mengikutimu

http://orido.wordpress.com 35
Hadith of the Day

dari kalangan Nashara Eropa dan luar Eropa. Masuklah kamu ke dalam Islam agar pengikutmu
selamat. Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala akan memasukkanmu ke dalam surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang ia persiapkan untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa, para
pengikut rasul-rasul yang benar.

Berimanlah kamu kepada Al Qur’an yang mulia ini, kitab suci yang menaungi setiap risalah dan
datang membawa akidah yang benar serta hukum-hukum yang adil yang sesuai dengan akal
sehat dan fitrah yang bersih.

Berimanlah anda dan pengikut anda kepada Al Qur’an ini, kitab suci yang merupakan mukjizat
yang tak tertandingi. Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah menantang jin dan manusia untuk
membuat yang serupa dengannya dan mereka tidak ada yang mampu, bahkan mereka gagal
untuk membuat sepuluh surat yang serupa dengan Al Qur’an, dan mereka tidak mampu
membuat walau satu surat pun. Mereka tidak mampu meskipun mereka buat bersama-sama.

Dan pada kenyataan ini sendiri cukup menjadi ajakan kepada para pendeta dan pengikut
mereka untuk beriman seandainya mereka masih memiliki akal dan mau berfikir dan bersikap
adil.

Masuklah kalian kepada Islam agar kalian selamat dan raihlah surga seluas langit dan bumi. Dan
apabila kalian menolak maka bersiap-siaplah merasakan adzab yang pedih lagi kekal berupa api
yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala ancamkan untuk orang-orang kafir, api yang panasnya luar biasa
dan neraka yang sangat dalam. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam Al Qur’an yang
maha aqung dan bijaksana, “Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang kafir rantai,
belenggu dan neraka yang menyala-nyala”. (QS: Al Insan: 4).

Dan Dia juga berfirman, “Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang
mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka
barang sebentar. Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan
neraka yang bernyala-nyala, Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang
pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu
tumpukan pasir yang beterbangan”. (QS: Al Muzammil: 11-14)

Wahai pastor-pastor jangan sekali-kali kalian diperdaya oleh dunia, dan jangan sekali-kali
kalian diperdaya sehingga kalian meninggalkan agama Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Ketahuilah
bahwa pendahulu-pendahulu kalian telah memanipulasi kitab-kitab suci kalian dan merusak
agama kalian, dan menjadikan manusia sebagai tuhan selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala, dan
menobatkan Isa sebagai anak Alloh Subhanahu wa Ta'ala atau satu dari yang tiga, Maha Suci
Alloh Subhanahu wa Ta'ala dari yang mereka tuduhkan. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Katakanlah, "Dialah Alloh Subhanahu wa Ta'ala, Yang Maha Esa. Alloh Subhanahu wa Ta'ala
adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (QS: Al Ikhlas:1-3).

Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam kitabnya yang mulia, “Sesungguhnya kamu
telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena
ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Alloh
Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Penurah mempunyai anak. Dan tidak layak lagi Yang Maha
Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali
akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Alloh
Subhanahu wa Ta'ala telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan
hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala
pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”. (QS: Maryam: 89-95).

Wahai ahli kitab dan para pastor sekalian, semua rasul datang membawa ajaran tauhid, dan
memerangi kesyirikan dan diantara mereka adalah Isa. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

http://orido.wordpress.com 36
Hadith of the Day

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa


Ta'ala ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil,
sembahlah Alloh Subhanahu wa Ta'ala Rabbku dan Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh Subhanahu wa Ta'ala, maka pasti Alloh Subhanahu
wa Ta'ala mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS: Al Maidah: 72).

Alloh Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Isa untuk beribadah kepada Alloh Subhanahu wa
Ta'ala semata, dan Isa As menegaskan bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala adalah Rabbnya dan
Rabb mereka, dan ia hanyalah seorang yang diutus oleh Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada
mereka. Dan bahwasanya orang yang menyekutukan Alloh Subhanahu wa Ta'ala maka Alloh
Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, Alloh
Subhanahu wa Ta'ala berfriman, “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
"Bahwanya Alloh Subhanahu wa Ta'ala salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada
Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa
yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan
yang pedih”. (QS: Al Maidah: 73)

Maka berhentilah kalian wahai kaum Nashrani dan para pastor dari apa yang telah Alloh
Subhanahu wa Ta'ala peringatkan kepada kalian yaitu mempertuhankan Isa dan makhluk-
makhluk Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang lainnya, kalau tidak maka kalian di atas kekufuran dan
kesyirikan, dan balasan atas perbuatan kalian Alloh Subhanahu wa Ta'ala haramkan atas kalian
surga dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala menjadikan tempat kembali kalian adalah neraka.

Jangan tertipu dengan ajaran bapak moyang kalian dan pastor-pastor kalian serta rahib-rahib
kalian, sesungguhnya mereka –demi Alloh Subhanahu wa Ta'ala- berada di atas kebatilan dan
kekufuran. Mereka telah merobah isi Taurat dan Injil seperti yang telah saya sampaikan kapada
kalian. Dan jangan mengira bahwa Isa As akan menolong kalian atau memasukkan kalian ke
dalam surga dan menyelamatkan kalian dari neraka, karena perkara ini bukan wewenangnya.
Dan juga karena kalian telah mendurhakainya dan meninggalkan akidahnya akidah tauhid dan
kalian telah menobatkannya sebagai tuhan dan Isa mengingkari orang yang melakukan demikian
dan dia akan berlepas diri dari kalian dan dari kesesatan-kesesatan kalian dan dari perbuatan
kalian menuhankannya dan ibunya selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala .

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Alloh Subhanahu wa Ta'ala
berfirman: "Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah
aku dan ibuku dua orang Ilah selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala”. 'Isa menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya maka tentulah Engaku telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan
aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: "Sembahlah Alloh Subhanahu wa Ta'ala,
Rabbku dan Rabbmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau
wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha
Meyaksikan atas segala sesuatu. Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah
hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS: Al Maidah: 116-118)

Lihatlah bagaimana Isa berlepas diri dari akidah Nashrani dan keyakinan mereka yang batil
tentangnya dan juga yang berkenaan dengan ibunya, bahwa mereka berdua adalah tuhan lain
selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Isa menegaskan di hadapan Alloh Subhanahu wa Ta'ala bahwa
ia tidak pernah memerintahkan manusia kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Rabb-nya,
“Beribadahlah kalian kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala Rabb ku dan Rabb kalian”. Alloh
Subhanahu wa Ta'ala adalah Rabbnya dan Rabb bagi sekalian manusia dan mustahil Isa
menobatkan dirinya dan ibunya sebagai tuhan dan mengajak manusia untuk menyekutukan

http://orido.wordpress.com 37
Hadith of the Day

Alloh Subhanahu wa Ta'ala .

Apabila kalian mendustakan apa yang terkandung di dalam tulisan ini, dari kenyataan-
kenyataan dan kalian masih berdalih dan mendebatnya, maka saya mengajak kalian untuk
mubahalah seperti yang Alloh Subhanahu wa Ta'ala perintahkan kepada Nabinya yang benar
dan ummi, Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa
sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya):"Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami
dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan
kita minta supaya laknat Alloh Subhanahu wa Ta'ala ditimpakan kepada orang-orang yang
dusta”. (QS: Ali Imran:61). Dan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah tauladan
bagiku dan setiap ummat Islam. Salam sejahtera kepada mereka yang mengikuti petunjuk.

Ditulis oleh:
Asy-Syaikh Rab’ bin Hadi Umair Al Madkhali
24 Sya’ban 1427 H
Sumber: www.sahab.net

http://orido.wordpress.com 38

Anda mungkin juga menyukai