Anda di halaman 1dari 17

I.

JUDUL PENELITIAN Pembelajaran kontekstual (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ) dapat meningkatkan hasil belajar IPA dikelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan Materi Energi Bunyi.

II.

BIDANG KAJIAN Penelitian ini akan difokuskan pada penggunaan model Contextual Teaching and Learning sebagai upaya untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran IPA di kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi energi bunyi.

III.

PENDAHULUAN Kita mungkin sering melihat bahkan pernah merasakan ketika kita sebagai seorang guru telah hampir satu jam pelajaran menghabiskan waktunya untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik. Materi yang disampaikan umumnya materi pelajaran yang kita pelajari pada malam harinya dengan menggunakan pendekatan konvensional, yakni dengan menggunakan metode ceramah. Hasilnya sebagian besar siswa sama sekali tidak merasa tertarik dengan materi pelajaran yang disampaikan, karena mereka merasa apa yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada dalam buku yang telah mereka pelajari dirumah. Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan guru. Diantara mereka ada yang asik membaca buku, mengobrol, dan ada juga yang mengantuk. Diakhir pembelajaran guru memberikan evaluasi, dan ternyata hanya sebagian kecil saja siswa yang mampu menyelesaikan di SDN soal-soal. Seperti itulah deskripsi dari pembelajaran Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar

Kabupaten Kuningan selama ini khususnya untuk pembelajaran IPA. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.

Guru menstransfer materi pelajaran sama persis dengan apa yang ada dalam buku paket dengan menuliskannya di papan tulis. Dalam pembelajarannya guru tidak menghadirkan media pembelajaran yang kongkrit. Metode yang digunakan adalah metode ceramah dengan sekalikali melontarkan pertanyaan kepada siswa, tetapi ternyata siswa kurang dapat merespons pertanyaan tersebut. Ketika siswa diberi kesempatan untuk bertanya hanya ada satu orang yang melontarkan pertanyaan. Evaluasi dilaksanakan diakhir pembelajaran dengan memberikan tes tertulis berupa butiran soal. Hasil yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan. Dari orang hanya orang yang mendapat nilai diatas batas lulus yang telah ditetapkan guru (berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum ). Sedangkan siswa mendapatkan nilai di bawah batas lulus. Model pembelajaran IPA dengan menggunakan metode mengajar yang dilaksanaka dalam suasana komunikasi satu arah sudah tidak relevan dengan kondisi, karakteristik dan sikap budaya Indonesia, khususnya dalam menghadapi ledakan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-21. Pendekatan Belajar Mengajar yang paling cocok untuk menjawab tantangan di atas adalah pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Selanjutnya menemukan ciri-ciri essensial dari situasi kehidupan yang berbeda-beda akan meningkatkan kemampuan menalar, berprakarsa, dan berpikir kreatif pada anak didik. Selanjutnya model belajar yang cocok untuk anak Indonesia menurut penulis adalah belajar melalui pengalaman langsung ( Learning by doing ). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biaya yang dibutuhkan terjangkau bahkan sangat murah sebab menggunakan alat dan media belajar yang ada dilingkungan anak sendiri. Dikutip oleh Tisno Hadisubroto ( 1996 : 21 ) dalam bukunya pembelajaran IPA disekolah Dasar, Piget mengatakan bahwa :

Pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung anak terjadi secara spontan sejak lahir sampai berumur 12 tahun. Efesiensi pengalaman langsung tergantung pada konsentrasi antara hubungan metode dan objek dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki Struktur kognitif ( skemata ) yang menjadi prasyaratnya, yakni perkembangan kognitif yang bersifat hierarkhis dan integrative. Untuk menjawab tantangan diatas sekaligus untuk memperbaiki pembelajaran IPA kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan, Penulis merekomendasikan model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning ( CTL ). Model ini diharapka dapat melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Contextual Teaching and Learning ( CTL ) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang di pelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. CTL mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya : 1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemikan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang dapat ditemukan dari kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.

3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-harinya. Dari kelebihan-kelebihan diatas diharapkan dengan model Contextual Teaching and Learning proses pembelajaran akan lebih hidup, siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran dengan mengkorelasikan materi yang telah diajarkan dengan situasi nyata sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan. IV. PERUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH 1. Perumusan Masalah Dari pendahuluan diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimanakah proses pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk dapat meningkatkan pembelajaran IPA kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi Energi Bunyi? b. Bagaimanakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari penggunaan pembelajaran meningkatkan Contextual hasil Teaching and IPA Learning kelas IV untuk SDN pembelajaran

Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi Energi Bunyi? 2. Pemecahan Masalah Berdasarkan temuan hasil observasi yang telah diuraikan diatas, ternyata penyebab kegagalan pembelajaran IPA kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi Energi Bunyi adalah kurangnya keterlibatan siswa dalam aktifitas pembelajaran, sehingga siswa tidak dapat berpikir secara kritis. Selain itu metode ceramah yanag digunakan serta materi yang

terfokus hanya kepada buku paket tanpa mengaitkan materi tersebut dengan kehidupan nyata membuat pengetahuan siswa tidak berkembang. Langkah-langkah model pembelajaran kontekstual terdiri dari empat tahapan, yaitu : a. Tahap Invitasi Pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas dalam hal ini siswa didorong untuk mengemukakan pengalamannya yang berhubungan dengan energi bunyi. b. Tahap Eksplorasi Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. c. Tahap penjelasan dan solusi Siswa memberikan penjelasan dan solusi berdasarkan hasil observasi ditambah dengan penguatan dari guru. d. Tahap pengambilan Tindakan Siswa dapat membuat keputusan menggunakan pengetahuan dan keterampilan sebagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran secara individu maupun kelompok yang berhubungan denga pemecahan masalah. Untuk selanjutnya penulis merancang langkah pembeajaran yang akan dilaksanakan, yaitu sebagai berikut : a. Tahap persiapan Pada tahap ini guru merancancang RPP, materi pelajaran, LKS, media pembelajaran, serta Lembar Penilaian yang akan digunakan. b. Tahap Pelaksanaan 1. Kegiatan Awal Melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa Apakah kalian pernah mendengar bunyi gitar ? selain gitar alat

mudik apa lagi yang pernah kalian dengar ? bagaimana bunyinya ? 2. Kegiatan inti a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok b. Setiap siswa dibagi Lembar Kerja Siswa c. Siswa menyiapkan alat dan bahan. d. Dengan panduan LKS siswa melakukan percobaan dan pengamatan terhadap apa yang sedang dicobakan e. Siswa mengumpulkan data dari hasil percobaan dan membuat kesimpulan dari data tersebut. f. siswa melaporkan hasil percobaaan didepan kelas. g. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran segara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan permasalahan. h. Guru dan siswa menyimpulkan hasil akhir. 3. Kegiatan akhir a. Guru dan siswa menyimpilkan hasil akhir b. Mengadakan evaluasi berupa tes tulis secara individu menggunakan butiran soal. c. Tahap Evaluasi Evaluasi dilaksanakan selama proses dan setelah akhir kegiatan. Penilaian peoses menggunakan instrumen Lembar Pengamatan, sedangkan penilaian akhir ( post test ) berupa tes tulis dengan butiean soal E. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penel;itian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seperti apakah peoses pembelajaran model Contextual hasil Teaching belajar and IPA Learning kelas IV dapat SDN meningkatkan

Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi Energi Bunyi.

2. Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh dari penggunaan model Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Suakamukti Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan materi Energi Bunyi. F.MANFAAT PENELITIAN Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya : 3. Untuk Guru a. Sebagai metode alternatif yang bisa dijadikan referensi dalam upaya melakukan perbaikan pembelajaran. b. Meningkatkan pembelajaran. c. Menumbuhkan minat guru untuk berinovasi dalam mengelola pembelajaran 4. Untuk Siswa a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang materi energi bunyi b. Merangsang siswa untuk aktif dalam pembelajaran c. Membentuk sikap ilmiah anak sehingga akan terbiasa menerapkan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari G. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata inggris, yaitu natural science artinya Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi I lmu Pengetahuan Alam ( IPA ) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yag mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di ala mini. kreatifitas guru dalam mengelola

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hla ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler ( dalam Winaputra, 1992 : 122 ). Bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala Alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Sistematis ( teratur ) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu system, tidak berdidri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, Sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Selanjutnya Winaputra ( 1992 : 123 ) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau mahluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. 3. Pengajaran IPA yang efektif Pembelajara IPA yang efektif dicirikan antara lain oleh tingginya kemampuan pembelajaran tersebut dalam menyajikan hakikat pendidikan IPA di SD yakni sebagai proses, produk dan sikap. Dimensi proses pendidikan IPA yang ketat menuntut guru untuk melibatkan siswa secara aktif kedalam kegiatan-kegiatan dasar yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam upaya memperoleh pengetahuan. Kegiatan dasar ini sering disebut dengan metode ilmiah ( Scientific Method ) dan keterampilan proses. Dimensi Produk pendidikan IPA berhubungan dengan sejumlah fakta, data, konsep, hokum, atau teori tentang fenomena alam semesta yang harus dikuasai siswa sebagaimana tertuang dalam kurikulum dan berbagai buku ajar pendidikan IPA. Produk IPA membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan dan wawasan IPA baik untuk kepentingan memahami peristiwa-peristiwa alam yang dikemukakan dalam kehidupan sehari-hari maupun sebagai dasar akademis bagi siswa yang melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dimensi Sikap merupakan hasil internalisasai dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Dalam penjelasan sederhana, dimensi sikap IPA adalah cara pandang dan tindakn siswa terhadap sesuatu yang dilandasi oleh wawasan dan pengalaman yang diperolehnya dalam pendidikan IPA. Dimensi sikap ini sering disebut sebagai sikap ilmiah ( Scientific attitude ). Pembelajaran IPA yang efektif juga dicirikan oleh tingginya kadar ontask ( aktifitas edukatif ) dan rendahnya kadar off-task ( aktifitas noneduaktif ) siswa dalam pembelajaran. Menurut Horsley ( 1990 : 42 ) salah satu upaya untuk meningkatkan kadar on-task siswa adalah dengan mengembangkan kegiatan hands-on ( Psikomotor ) dan minds-on ( Kognitif-afektif ) melalui sejumlah keterampilan ( skill ) yang dilakukan oleh siswa dalam kelas. Menurutnya a da empat jenis keterampilan : Keterampilan laboratorium ( Laboratoris skill ), keterampilan intelektual ( intellectual skills ), keteramplan berpikir dasar ( generic thinking skills ), dan keterampilan berkomunikasi ( communications skills ). Keempat jenis keterampilan ini tidak lain merupakan pengelompokan dari keterampilan proses IPA yang sudah kita kenal. Dalam menyelenggarakan pembelajaran IPA dengan pendekatan dan model apa pun guru harus tetap pro aktif sebagai fasilitator maupun memonitor seberapa besar kadar on-task siswa, seberapa banyak keterampilan dan sikap ilmiah siswa yang dapat dikembangkan, dan sejauh mana konsep-konsep IPA dikuasai siswa. JIka semua itu terapai secara optimal dalam pembelajaran, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran IPA yang diselenggarakan guru adalah pembelajaran IPA yang efektif. 4. Karakteristik siswa Sekolah Dasar Usia siswa di Sekolah Dasar berkisar 6 sampai 12 tahun. Usia 6 sampai 8 tahun anak termasuk kedalam kelas rendah, sedangkan usia 7 sampai 12 tahun termasuk kedalam kelas tinggi. Siswa kelas rendah dan kelas tinggi

mempunyai karakteristik yang berbeda. Berikut adalah beberapa perbedaannya : Karakteristik siswa kelas rendah, : a. Belum mandiri. b. Belum ada rasa tanggung jawab pribadi. c. Penilaian terhadap dunia luar masih egosentris. d. Belum menunjukan skap kritis masih berfikir yang fiktif Sedangkan karakteristik siswa kelas tinggi, adalah sebagai berikut,: a. Sudah mulai mandiri. b. Sudah ada rasa tanggung jawab pribadi. c. Penilaian terhadap dunia luar tidak hanya dipandang dari dirinya sendiri tetapi juga dilihat dari diri orang lain. d. Sudah menunjukan sikap yang kritis dan rasional. 5. Pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) Contextual Teaching and Learning ( CTL ) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami, yaitu : 1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemikan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang dapat ditemukan dari kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya

akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan. 3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-harinya. Ada lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, yakni : 1. Pengaktifan pengetahuan yang ada ( activiting dipelajari tidak terlepas dari knowledge ), apa yang akan materi satu sama lainnya. 2. Pemerolehan dan penambahan pengetahuan baru ( acquiring knowledge ), Pengetahuan baru diperoleh secara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya. 3. Pemahaman pengetahuan ( understanding knowledge ), pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan di yakini. 4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman ( applying knowledge ), pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalamkehidupan siswa sehingga akan tampak perubahan perubahan perilaku siswa. 5. Melakukan Refleksi ( Reflecting knowledge ) terhadap strategi pengembanga pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

pengetahuan yang sudah dipelajari sehingga terjadi keterkaitan

H. PENELITIAN YANG RELEVAN I. HIPTESIS TINDAKAN Berdasarkan hasil temuan awal penyebab ketidaktercapaian target pembelajaran siswa adalah karena materi yang diberikan guru terlalu terpaku dari buku pegangan, selain itu pembelajaran yang dilaksanakan hanya berlangsung satu arah dimana peranan guru lebih dominan. Guru tidak menggali pengetahuan awal siswa serta tidak mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Untuk mengatasi permasalahan di atas pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) adalah pembelajaran yang cocok untuk diterapkan, karena CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks CTL belajar bukanlah menghapal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman ang mereka miliki sehingga dapat bermakna bagi kehidupan mereka kelak. Bertolak dari pertimbanagan diatas apabila pembelajaran energi bunyi di kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan dilakukan dengan pendekatan CTL maka hasil belajar siswa akan meningkat. J. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN 1. Subjek dan Lokasi Penelitian

a. Subjek Penelitian Penelitian ini mengambil subjek siswa kelas IV SDN Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan yang berjumlah siswa dengan komposisi Laki-laki dan perempuan b.Lokasi SDN Sangkanmulya adalah sebuah SD terpencil yang berada di Desa Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan dengan jumlah siswa 224 yang dibagi menjadi 7 Rombel ( Rombongan Belajar ).Tenaga pengajar yang ada di sekolah ini terdiri dari 7 orang guru kelas, 1 guru PAI, dan 1 guru Penjaskes. 2.Metode, Desain, dan Prosedur Penelitian a. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas.Penelitian Tindakan Kelas ( Glassroom Action Research ) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat ( Wardani, dkk 2006 : 1 ). Metode penelitian tindakan kelas ini menggunakan metode kulitatif yang menghasilkan data secara deskriptif b. Desain Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari tiga siklus, yang masingmasing siklusnya terdiri dari empat tahapan, yaitu : 6. Rencana ( Plan ), yaitu tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi. 7. Tindakan ( act ), yaitu apa yang harus dilakukan guru sebagai upaya perbaikan atau perubahan yang diinginkan.

8.

Observasi ( Observe ), yaitu mengamati dampak dari tindakan yang dilaksanakan oleh siswa.

9. Refleksi ( Reflect ), yaitu thap pengkajian, melihat dan mempertimbangkan hasil dan proses dari setiap tindakan. Dari hasil refleksi ini dilakukan perbaikan terhadap rencana awal.

d. Prosedur Penelitian 6. Instrumen Penelitian Instrumen Penelitian disusun sebagai alat pengumpul data. Dalam Penelitian ini penulis akan menggunakan tiga instrumen, yakni hasil tes belajar, Lembar Observasi dan Lembar wawancara. a. Tes Hasil Belajar b. Lembar observasi c. Lembar wawancara 7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data 1) Data Kualitatif Data kualitatif diperoleh dari dua instrumen yaitu observasi dan wawancara. Data hasil observasi terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa diolah dengan teknik persentase ( % ) terhadap indikator yang dilaksanakan, kemudian diinterpretasikan dan dideskripsikan. Untuk memudahkan dalam melakukan interpretasi, digunakan kategori persentase berdasarkan Kunjaraningrat ( dalam Maulana, 2006 ) sebagai berikut : Klasifikasi Interpretasi Besar Persentase Interpretasi

0% Tidak ada 1 % - 25 % Sebagian kecil 26 % - 49 % Hampir setengahnya 50 % Setengahnya 51 % - 75 % Sebagian besar 76 % - 99 % Hampir seluruhnya 100 % Seluruhnya Sedangkan data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dianalisis dengan cara : reduksi data ( data reduction ), penyajian data ( data display ), serta penarikan kesimpulan dan verifikasi ( conclusion drawing / verufication ). 2) Data Kuantitatif Data kuantitatif diperoleh dari instrumen hasil belajar. Tesil belajar ini berupa ters bentuk uraian Rentang nilai tes hasil belajar Rentang nilai Frekuensi Huruf A B C D E Keterangan Baik sekali Baik Cukup Kurang Kurang sekali

8.1 10 6.6 8.0 5.6 6.5 4.0 5.5 0 4.0 Sumber : Suharsimi ( 2006 : 245 )

Untuk memudahkan penyusunan kategori data dan perumusan sejumlah hipotesis mengenai rencana dan program tindakan, selanjutnya peneliti melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data penelitian. 8. Analisis Data Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut : a. Kategorisasi dan Kodifikasi Pada tahap ini data yang terkumpul kemudian diseleksi dan dihimpun sesuai dengan karakterustiknya. b. Reduksi data.

Pada tahap ini data yang terkumpul dari lapangan dituangkan dalam bentuk laporan. c. Klasifikasi data. Pada tahap ini kegiatan untuk melihat gambaran data secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu. d. Membuat Kesimpulan dan Verifikasi Pada penelitian ini pengambilan kesimpulan sudash dilakukan sejak awal, tetapi terus menerus dikembangkan dan diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai