Anda di halaman 1dari 4

*kamis, 02 agt 2007 * jakarta raya <index.php?

act=khusus&id=76>
metropolis <index.php?act=khusus&id=9> olahraga
<index.php?act=khusus&id=6> ekonomi bisnis
<index.php?act=khusus&id=14> show & selebriti
<index.php?act=khusus&id=12>

halaman utama <index.php?act=utama>


*r u b r i k*
berita utama <index.php?act=cetak&id=28>
internasional <index.php?act=cetak&id=5>
opini <index.php?act=cetak&id=4>
visite <index.php?act=cetak&id=27>
politika <index.php?act=khas&id=84>
edisi mingguan <#>

*rubrik lain*
pro otonomi <index.php?act=khas&id=24>
riset & polling <index.php?act=khas&id=41>
laporan khusus <index.php?act=khas&id=15>
edukasi <index.php?act=khas&id=1>
ulasan ekonomi <index.php?act=khas&id=85>
kajian <index.php?act=khas&id=62>
sosok <index.php?act=khas&id=16>
kolom halte <index.php?act=khas&id=56>
nouvelle <index.php?act=khas&id=43>

*deteksi*
deteksi surabaya <index.php?act=unik&id=11>
deteksi jakarta <index.php?act=unik&id=82>
movies <index.php?act=unik&id=72>
otomotif <index.php?act=unik&id=57>
de-style <index.php?act=unik&id=18>
aidoru <index.php?act=unik&id=22>
aime <index.php?act=unik&id=38>
cerpen <index.php?act=unik&id=2>
muzik <index.php?act=unik&id=37>
techno <index.php?act=unik&id=35>
toys & hobby <index.php?act=unik&id=23>
game anime <index.php?act=unik&id=34>

------------------------------------------------------------------------

*_redaksi jawa pos_*


graha pena lt. 4
jl. a. yani 88 surabaya
telp. :+62-31-8202216
fax. :+62-31-8285555
editor@jawapos.co.id <mailto:editor@jawapos.co.id> /
editor@jawapos.com <mailto:editor@jawapos.com>

kamis, 02 agt 2007,


*calon independen: solusi atau kendala?
*

oleh zainuddin maliki


keputusan mahkamah konstitusi (mk) yang membolehkan calon independen
maju dalam pilkada, tidak pelak, menjadi keputusan politik yang tidak
populer di mata partai politik. karena itu, banyak partai politik
mencoba menghadang keikutsertaan calon independen dalam pilkada.

partai memang tidak lagi berpeluang menggugat keputusan mk, namun


mencoba menghambat dengan cara mengajukan pembatasan. mereka usulkan
dukungan minimal sebagai syarat ikut pilkada. partai golkar, ppp, dan
pks, misalnya, mengusulkan minimal calon independen memiliki dukungan 15
persen suara penduduk di daerah yang bersangkutan (jp, 30/7/07).

memang, partai politik memiliki dasar untuk menghadang munculnya calon


dari luar partai. dalam dunia demokrasi, institusionalisasi penyaluran
aspirasi, kepentingan publik, dan penyelesaian konflik dilakukan melalui
partai. dengan demikian, seharusnya pengajuan calon dalam pilkada maupun
pemilihan umum disalurkan melalui partai politik.

penyaluran aspirasi melalui jalur di luar partai hanya mengurangi arti


dan proses institusionalisasi politik yang wajar. karena itu, wajar
partai politik merespons negatif terhadap keputusan mk yang mengizinkan
calon independen.

seperti dikatakan machpherson (1978), parpol berfungsi sebagai tempat


mewadahi upaya setiap warga negara untuk memperebutkan sumber daya
langka. keinginan masyarakat dalam kenyataan bersifat tidak terbatas,
sedangkan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan terbatas.
paradoks itu membuka peluang munculnya konflik yang serius.

di situlah partai politik diperlukan sebagai wadah menyalurkan


kepentingan setiap warga negara yang saling berbeda. agar terkendali,
perbedaan kepentingan setiap warga negara yang tak terbatas itu secara
konvensional dikelola melalui partai politik. pengajuan calon pemimpin
pun juga harus lewat partai politik.

pada intinya, dalam negara demokrasi yang stabil, aspirasi masyarakat


disalurkan secara konvensional, dalam hal ini melalui partai politik.
persoalannya, mampukah partai politik menjalankan peran dan fungsi
konvensional yang amat strategis itu?

jika memakai jalan pikiran moores dan sears (1992), institusi partai
politik harus lebih kuat daripada kelompok-kelompok kepentingan. dengan
demikian, kelompok kepentingan dan masyarakat justru mencari jalan
keluar untuk memecahkan masalah melalui partai politik. realitas di
lapangan belakangan ini semakin sedikit saja kelompok kepentingan atau
gerakan-gerakan sosial yang populer.

masyarakat hanya memiliki sedikit gerakan sosial yang tersisa seperti


walhi yang berkiprah dalam urusan lingkungan, kontras dalam urusan ham,
dalam urusan hukum masih ada lbh dan sejumlah lsm dengan berbagai fokus
kegiatan yang dikelola para aktivis perempuan.

padahal, di masa krisis yang ditandai dengan melemahnya derajat


kepercayaan kepada partai politik, sebaliknya muncul begitu banyak
gerakan sosial dan berperan besar dalam memberikan advokasi publik.
karena itu, melemahnya gerakan sosial belakangan ini bisa diartikan
sebagai peluang penguatan partai politik sebagai pilihan penyaluran
aspirasi.
namun, munculnya keinginan publik untuk bisa mencalonkan diri dalam
pilkada dan pemilu, yang lalu memperoleh legalitas dari mk, menyiratkan
masih ada sisi lemah pada partai politik di negeri ini. kesempatan yang
diberikan oleh publik untuk mengolah aspirasi masyarakat dirasakan tidak
optimal.

masyarakat lalu lebih sering menyalurkan partisipasi politik secara


nonkonvensional. demonstrasi masih banyak terjadi. masyarakat korban
lumpur lapindo, sidoarjo, misalnya, beberapa kali turun ke jalan. buruh
nike di jakarta bergolak. massa di pelabuhan curah pt gresik jasatama
bentrok dengan aparat. semua itu mengindikasikan fungsi agregat aspirasi
publik belum bisa dijalankan partai politik secara optimal.

belakangan bahkan muncul gejala yang disebut latif (2007) dengan


partisan dealignment atau partisan erosion, yakni melemahnya loyalitas
pemilih terhadap partai politik dan melemahnya partisipasi dalam pemilihan.

gejala itu terjadi karena berbagai sebab. salah satu sebab yang menonjol
adalah kegagalan partai dalam menjalankan fungsi agregasi aspirasi
rakyat. rakyat tidak merasa mendapatkan tawaran dari partai politik
sebagaimana yang diharapkan. tentu saja termasuk tawaran dari partai
tentang calon pemimpin yang diajukan dalam pemilu atau pilkada.

banyak partai mengesampingkan faktor ideologis dalam menentukan calon


eksekutif maupun calon jabatan legislatif. pemilihan calon dalam pemilu
dan pilkada sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan the game of power,
permainan yang hanya berorientasi memenangkan perebutan jabatan. tidak
ada pertimbangan visi, nilai, dan ideologi. praktis, ideologi dianggap
mati seperti ramalan daniel bell, the end of ideology. politik lalu
berubah menjadi permainan anggaran, untuk tidak mengatakan permainan uang.

money politics mengalahkan aspirasi yang berkembang di masyarakat.


pemimpin yang dicalonkan partai sama sekali tidak bersentuhan dengan
figur yang dibayangkan oleh pemilih. dari situlah kemudian muncul wacana
pentingnya calon independen. wacana ini kemudian memperoleh momentum
dengan dikeluarkannya keputusan mk yang memperbolehkan calon independen.

benarkah calon independen sebagai solusi? setelah melihat saluran


aspirasi publik tentang calon yang acap tidak bisa dipenuhi oleh partai
politik, jelas diizinkannya muncul calon independen adalah solusi bagi
upaya membuka partisipasi politik masyarakat.

kualitas demokrasi jelas ditentukan oleh derajat partisipasi politik


masyarakat dalam proses politik. derajat partisipasi itu bukan hanya
menentukan kualitas demokrasi, bahkan diyakini -setidak-tidaknya oleh
carole pateman (1970)- juga menentukan pengembangan derajat keadilan
sosial.

karena itu, pateman menganjurkan agar partisipasi institusi sosial di


luar negara dibuka lebar -tentu tidak hanya melalui saluran partai
politik- dengan maksud agar masyarakat bisa berpartisipasi langsung.
calon independen dengan demikian menjadi solusi bagi penguatan demokrasi
dan pengembangan derajat keadilan sosial.

namun, masih banyak hal yang perlu dicermati. diperbolehkannya calon


independen memang membuka ruang partisipasi, tetapi masih sangat
bergantung kepada calon yang bersangkutan ketika terpilih. calon
independen yang kemudian terpilih, yang pasti, tidak memiliki akar partai.
sementara itu, dalam sistem pemerintahan yang saat ini diwarnai dengan
legislative heavy, pemimpin yang berangkat dari calon perorangan
memerlukan energi khusus agar bisa membangun komunikasi politik dengan
legislatif. bisakah calon menyelesaikan problem komunikasi politik
dengan legislatif itu?

presiden sby -meski punya akar partai, tetapi jumlah kursinya di


legislatif kurang signifikan- beberapa kali harus berjibaku dengan
sejumlah desakan interpelasi. begitu juga sejumlah pengalaman kepala
daerah yang tidak berangkat dari partai penguasa di legislatif.

sejumlah gangguan muncul selama ini, yang hal itu tidak akan terjadi
kalau memiliki akar partai kuat di legislatif. bupati ratna di
banyuwangi, misalnya, memerlukan energi khusus agar bisa berkomunikasi
dengan dprd setempat yang acap memilih posisi berseberangan.

calon independen dengan demikian tidak sepenuhnya merupakan solusi. dia


juga bisa menjadi kendala. namun, di tengah-tengah munculnya gejala
partisan dealignment terhadap partai politik, bisa juga calon independen
dipertimbangkan sebagai pembelajaran agar partai politik mau ber-muhasabah.

dalam situasi normal, ketika partai politik tidak larut dalam the game
of power, tidak hanya berdasar pada basis politik anggaran, tetapi
berbasis pada agregat kepentingan publik, maka calon ideal dalam pilkada
atau pemilu tentu haruslah calon pemimpin yang diusung partai politik.

prof dr zainuddin maliki msi, rektor universitas muhammadiyah surabaya.

/<<:: kembali/ <#>

----------------------------------------------
best view : 1024 x 768 with ie 5.5 or above
*�copyright 2006, jawa pos dotcom colo'radnet.*

Anda mungkin juga menyukai