Anda di halaman 1dari 10

Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia

KEYNOTE SPEECH:

PERLUNYA DIKEMBANGKAN BERBAGAI MACAM TEKNOLOGI PEMANFAATAN SUMBER ENERGI HAYATI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENGURANGI KONSUMSI MINYAK BUMI

Workshop Pemanfaatan Minyak Nabati secara Langsung Sebagai Bahan Bakar Alternatif Jakarta, 9 Mei 2006

Bismillaahirrohmaanir rohiim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Hadirin yang saya hormati, Pertama-tama, marilah kita bersama memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita semua dapat menghadiri Workshop Pemanfaatan Minyak Nabati secara Langsung Sebagai Bahan Bakar Alternatif dalam keadaan sehat. Tema yang diangkat pada workshop ini sangat sesuai dengan kebijakan dan kegiatan dilingkungan Kementerian Riset dan Teknologi yaitu Pemanfaatan Sumber Energi Baru dan Terbarukan yang merupakan salah satu fokus kegiatan yang telah dicanangkan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Seperti tertuang pada Recana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004-2009 yang meliputi enam prioritas yaitu: 1. Ketahanan Pangan, 2. Sumber Energi Baru dan Terbarukan, 3. Teknologi dan Manajemen Transportasi,
2

4. Teknologi Informasi dan Komunikasi, 5. Teknologi Pertahanan serta 6. Teknologi Kesehatan dan Obat-obatan. Hadirin yang saya hormati, Harga minyak mentah di pasar internasional saat ini sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi yaitu sekitar US$ 70 per barrel. Sedangkan konsumsi minyak bumi di negara kita cukup tinggi yang untuk tahun ini diperkirakan akan mencapai 66 juta Kl dengan rincian bahan bakar minyak yang akan di subsidi meliputi, solar 14,5 juta kl, premium 17 juta kl, dan minyak tanah 10 juta kl. Hal ini kemudian semakin meningkatkan kekhawatiran pemerintah akan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan untuk BBM akan semakin membengkak. Oleh karena itu penggunaan sumber energi alternatif seperti batubara, panas bumi, dan bio-fuel, sudah tidak boleh ditundatunda lagi. Penggunaan bio-fuel atau sumber energi hayati adalah sangat menguntungkan karena: sumber energi yang sustainable, emisi CO2 dianggap nol, mengurangi

emisi polutan seperti SOx, partikulat, dan hidrokarbon, mengurangi ketergantungan impor bahan bakar, meningkatkan perekonomian petani. Selain itu, sebagai negara tropis Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk memanfaatkan biomasa menjadi sumber energi yang biasa disebut Biofuel atau Sumber Energi Hayati. Singkong dan ampas tebu, misalkan, dapat diolah menghasilkan Bio Etanol yang dapat menggantikan premium, sedangkan minyak sawit dan minyak jarak dapat diolah menjadi Pure Plant Oil dan Bio Diesel yang dapat menggantikan minyak solar. Penggunaan Sumber Energi Hayati tersebut selain dapat diperbarui juga ramah lingkungan sehingga terbuka untuk diajukan dalam CDM (clean development mechanism), dimana sebagai negara berkembang yang telah ikut menanda tangani protokol Kyoto, Indonesia dapat memanfaatkan penggunaannya dalam Carbon Trading. Pemanfaatan sumber energi hayati juga diharapkan akan memajukan ekonomi pedesaan karena sumber bahan bakunya dengan mudah dapat diproduksi oleh para petani. Akan tetapi kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan Biofuel adalah masalah aspek
4

hukum karena pemakaian bahan bakar sudah diatur dalam Undang-undang Migas. Sehingga dari sisi legal untuk mengatasi kekosongan hukum pemanfaatan Energi hayati , Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional yang berupa Inpres yaitu: Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bio-fuel sebagai Bahan Bakar Lain. Karena besarnya jumlah konsumsi minyak bumi kita, maka diperlukan berbagai macam sumber energi alternatif dan teknologi untuk mengganti/mengurangi peranan minyak bumi sebagai sumber energi, baik dari bahan bakar fosil itu sendiri, seperti batubara dan gas bumi, maupun dari sumber energi terbarukan, seperti panas bumi dan sumber energi hayati seperti, bioetanol, biodisel, pure plant oil, biogas, bio-oil dan lain-lain. Minyak nabati sebagai sumber energi alternatif yang menjanjikan memberikan keuntungan ekonomi dan sosial tidak saja terhadap negara tetapi juga khususnya bagi para petani. Ide untuk menggunakan Pure Plant Oil (PPO) sebagai bahan bakar diesel sesungguhnya bukan

sesuatu yang baru. Itu adalah sudah setua mesin diesel itu sendiri, yaitu ketika Rudolf Diesel menemukan mesin diesel 100 tahun yang lalu, ia menggunakan minyak kacang sebagai bahan bakar mesinnya. Beberapa statemen yang sangat terkenal dari beliau diantaranya adalah: "The diesel engine can be fed with

vegetable oils and would help considerably in the development of agriculture of the countries which will use it." (1911) "The use of vegetable oils for engine fuels

may seem insignificant today. But such oils may become in the course of time as important as petroleum and coal tar products of the present time." (1912). Bersama dengan bio-fuel lainnya diharapkan PPO dapat mengurangi konsumsi BBM di negara kita yang jumlahnya sangat besar sehingga akan dapat membantu mengurangi jumlah subsidi yang harus diberikan. Untuk pengganti minyak diesel umumnya dikenal 3 macam alternatif Yaitu:
6

Biodisel

(biodisel

esterifikasi):

yaitu

modifikasi minyak nabati secara kimia menjadi bentuk ester yang bisa digunakan ke mesin diesel tanpa modifikasi mesin. PPO atau Straight Vegetable Oil:

menggunakan minyak nabati secara langsung tanpa melakukan modifikasi secara kimia, akan tetapi penggunaannya memerlukan ekstra tanki bahan bakar dan pemanas, serta filter tambahan yang menggunakan panas dari mesin untuk menjaga minyak nabati tetap panas agar kekentalannya setara dengan solar. Mixed Fuel atau bahan bakar campuran:

menggunakan campuran minyak nabati dengan kombinasi dalam proporsi tertentu; Biodisel dengan minyak solar: 20% biodisel dan 80% solar (B20). - Pure plant oil dengan minyak solar: 10% PPO dan 90% solar (PPO 10).

Dari hasil kajian keekonomian yang telah dilakukan oleh PTPSE-BPPT, dengan melakukan pencampuran 10% PPO terhadap solar, jumlah subsidi solar akan dapat dikurangi sebesar Rp. 2,56 trilyun. Demikian juga bila pencampuran 10% PPO dilakukan terhadap minyak tanah, maka jumlah subsidi yang bisa dihemat sebesar Rp. 1,66 trilyun. Pencampuran 10% PPO terhadap solar dan minyak tanah bukan saja akan dapat mengurangi beban subsidi minyak solar, akan tetapi juga akan mengurangi volume impor kedua jenis bahan bakar tersebut. Untuk 10% subtitusi solar akan mengurangi impor solar sebesar 2,5 juta kl/tahun yang berarti mengurangi lebih dari 25% volume impor solar kita. Kendala yang dihadapi saat ini adalah ketersediaan bahan baku PPO. Bahan baku minyak nabati saat ini yang tersedia di Indonesia adalah berasal dari Crude Palm Oil (CPO). Apabila subtitusi solar dilakukan dengan menggunakan CPO, maka diperlukan 4,4 juta ton CPO yang jelas ini tidak mungkin dilakukan dengan memakai jatah konsumsi CPO dalam negeri yang jumlahnya hanya mencapai 4,1 juta ton. Suplai bahan baku CPO

untuk PPO dalam jumlah sebesar itu hanya bisa dipenuhi dengan mengurangi jumlah volume ekspor CPO yang setiap tahunnya mencapai 10 juta ton, sehingga tidak mengurangi pasokan untuk CPO dalam negeri. Memang ini tidak mudah karena setiap ekspor pasti sudah didahului dengan kontrak. Oleh karena itu, pengalihan ekspor untuk konsumsi domestik seharusnya dibicarakan terlebih dahulu. Meskipun demikian untuk jangka panjang kita tidak mungkin akan terus mengharapkan pemakaian CPO untuk bahan baku PPO pengganti minyak bumi, alternatif lain harus mulai dipikirkan karena CPO adalah minyak hayati yang dikonsumsi untuk bahan makanan (edible). Untuk itu minyak jarak adalah solusi yang baik karena minyak jarak adalah minyak non edible (tidak bisa dimakan). Untuk produktifitas yang tidak terlalu tinggi, kebutuhan akan PPO sebesar 4,4 juta ton bisa dipenuhi dengan menanam pohon jarak seluas 1-2 juta ha, yang mana ini bisa memanfaatkan sebagian lahan kritis yang ada di Indonesia seluas 23 juta ha.

Hadirin yang berbahagia, Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa untuk Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Mendukung perlu Pemenuhan Kebutuhan energi Energi dan Energi Alternatif dan Terbarukan yang ramah lingkungan Nasional ekonomi, harmonisasi dengan pertumbuhan

pertumbuhan

kebutuhan

minimalisasi dampak lingkungannya. Demikian butir-butir pemikiran yang dapat saya sampaikan untuk mengantar Workshop pagi hari ini. Saya mengharapkan agar diskusi didalam workshop ini menjadi ajang pertukaran informasi dan penambah semangat untuk meningkatkan kemampuan kita.

Terima kasih atas perhatiannya


Wabillahi taufiq wal Hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb. Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman

10

Anda mungkin juga menyukai