Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian perinatal dan angka kematian balita merupakan parameter dari keadaan kesehatan serta pelayanan kesehatan dan kebidanan, yang juga mencerminkan keadaan sosial ekonomi dari suatu negara. Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara berkembang (Wikipedia, 2001). Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan suatu masalah yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini, kesehatan ibu hamil dan bersalin di Indonesia masih sangat memprihatinkan, dan memerlukan perhatian yang sangat besar karena masih tingginya angka kematian ibu bersalin di Indonesia (Mochtar, 1998). Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun angka tersebut telah mengalami penurunan yang tadinya mencapai 307 orang per 100.000 kelahiran (tahun 2004), angka diatas masih tiga sampai enam kali lebih tinggi dibanding negara ASEAN dan 50 kali lebih tinggi dari negara maju.

Di Propinsi Jawa Barat, AKB dan AKI masih tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional yaitu 321,15 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 44,36 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Jawa Barat, 2001) Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Juknis). Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Juknis). Sebagian besar kematian ibu dan bayi dapat dicegah walaupun dengan teknologi dan sumber daya yang terbatas. Pelayanan kesehatan maternal yang bermutu sangat diperlukan untuk mencegah kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi. Untuk itu diperlukan pelayanan kesehatan yang benar-benar berfungsi dan memprioritaskan kehamilan dan pertolongan persalinan (BKKBN, 2006). Puskesmas sebagai unit pelaksana pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama diharapkan mampu memenuhi tuntutan ini (Depkes RI, 2001). Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai andil yang cukup besar karena dapat menjangkau hampir seluruh daerah di Indonesia, bahkan hingga daerah yang cukup terpencil dengan adanya dukungan, antara lain Puskesmas Pembantu (PUSTU), Puskesmas Keliling (PUSLING),

yang berupaya menjangkau masyarakat di tempat-tempat yang terpencil (Depkes RI, 2001). Salah satu bentuk pelayanan Puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu hamil, bersalin dan menyusui. Pelayanan kesehatan ini mencakup pelayanan pemeriksaan ibu sewaktu hamil (prenatal care/ antepartum care), pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes), dan pelayanan pemeriksaan masa nifas (postnatal care/postpartum care) (Depkes RI, 2001). Pelayanan ini dilaksanakan di dalam program KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak) yang dilaksanakan di Puskesmas dan Posyandu. Program KIA telah mengeluarkan standar minimal pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu hamil, bersalin dan menyusui. Standar minimal pelayanan kesehatan tersebut mencakup empat kali pemeriksaan pada masa kehamilan, satu kali pelayanan persalinan oleh bidan, dan dua kali melakukan pemeriksaan nifas dan bayinya pada bulan pertama setelah melahirkan. Adapun pemeriksaan pada masa kehamilan yang diprogramkan mencakup satu kali pelayanan pemeriksaan kehamilan pada trimester pertama (kehamilan 0-3 bulan), satu kali pelayanan pemeriksaan kehamilan pada trimester kedua (kehamilan 4-6 bulan), dan dua kali pelayanan pemeriksaan kehamilan pada trimester ketiga (kehamilan 7-9 bulan). Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya. Untuk itu pemerintah melakukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga Terlambat (Juknis).

Di kabupaten Cianjur tingkat pencapaian kinerja urusan Kesehatan periode tahun 2009, menunjukan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan dari 46,75 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2008 menjadi 46,6 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Demikian pula, dengan angka kematian Ibu (AKI) mangalami penurunan dari 68 pada tahun 2008 menjadi 60 pada tahun 2009 (Situs resmi Kabupaten Cianjur, 2011). Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur memiliki 6 wilyah kerja, meliputi wilayah 1 sampai 6. Puskesmas Cibaregbeg berada di wilayah 1, memiliki wilayah kerja yang meliputi 6 desa dengan jumlah ibu hamil 935 jiwa. Cakupan program Linakes di Puskesmas Cibaregbeg pada tahun 2010 hanya 60% dari yang ditargetkan 90%, sehingga ada kesenjangan sebesar 30%. Puskesmas DTP Ciranjang berada di wilayah 2, memiliki wilayah kerja yang meliputi 9 desa dengan jumlah ibu hamil 1.887 jiwa. Cakupan program Linakes di Puskesmas DTP Ciranjang pada tahun 2010 hanya 86,4% dari yang ditargetkan 90%, sehingga ada kesenjangan sebesar 3,6%. Puskesmas Sukanagalih berada di wilayah 3, memiliki wilayh kerja yang meliputi 9 desa dengan jumlah ibu hamil 974 jiwa. Cakupan program Linakes di Puskesmas Sukanagalih pada tahun 2010 hanya 56,11% dari yang ditargetkan 90%, sehingga ada kesenjangan sebesar 33,89%. Berdasarkan latar belakang di atas dan sebagai bagian dari pengembangan penelitian di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Maranatha Bandung dalam rangka penguatan data menyongsong pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, maka penulis tertarik untuk menulis tentang TINJAUAN PELAKSANAAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) TIGA PUSKESMAS DI BAWAH LINGKUP DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2011 (STUDI KUALITATIF). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas dapat diambil rumusan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan Jampersal di 3 puskesmas Kabupaten Cianjur.

1.3 Maksud dan Tujuan Maksud penelitian : Untuk mengevaluasi pelaksanaan Jampersal di 3 puskesmas Kabupaten Cianjur. Tujuan penelitian : Untuk mendapatkan gambaran dari kendala, manfaat, harapan, dan upaya mengenai pelaksanaan Jampersal di 3 puskesmas Kabupaten Cianjur, tahun 2011. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah Manfaat akademis : Meningkatkan pengetahuan tentang pelaksanaan Jampersal. Manfaat praktis : Memberikan gambaran dari kendala, manfaat, harapan, dan upaya mengenai pelaksanaan Jampersal, tahun 2011, agar diharapkan penalaksanaannya dapat lebih berkembang. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitan Lokasi penelitian adalah di 3 wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Cianjur, yang meliputi Puskesmas Cibaregbeg, Puskesmas DTP Ciranjang, dan Puskesmas Sukanagalih.

1.5.2 Waktu Penelitian Penelitian berlangsung sejak bulan Juni 2011 sampai Agustus 2011, selama berlangsungnya PBL III. 1.6 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut: Metode penelitian : Kualitatif Rancangan penelitian : Grounded research Teknik pengumpulan : in depth interview, focused group discussion data Instrumen pokok : Peneliti sendiri, kuesioner, tape recorder : Kepala Puskesmas di Kabupaten Cianjur, Bidan di Kabupaten Cianjur, dan ibu-ibu hamil di Kabupaten Teknik Sampling Jumlah sampel Cianjur. : Purposive sample : Puskesmas Cibaregbeg yang berada di wilayah 1, terdiri dari 17 responden, yang meliputi 1 orang kepala Puskesmas Cibaregbeg, 1 orang bidan koordinator, 1 bidan puskesmas, 6 bidan desa, dan 8 ibu hamil.
Puskesmas DTP Ciranjang yang berada di wilayah

penelitian Populasi penelitian

2, terdiri dari 19 responden, yang meliputi 1 orang kepala Puskesmas DTP Ciranjang, 1 orang bidan koordinator, 1 bidan puskesmas, 9 bidan desa, dan 8 ibu hamil.
Puskesmas Sukanagalih yang berada di wilayah 3,

terdiri dari 13 responden, yang meliputi 1 orang kepala Puskesmas Sukanagalih, 1 orang yang merangkap sebagai bidan koordinator dan bidan Analisis data puskesmas, 3 bidan desa, dan 8 ibu hamil. : Kualitatif dengan pendekatan theoritical analysis

Anda mungkin juga menyukai