Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang kenjadi keadaan patologik. Frekuensi Mola banyak ditemukan di Negara negara Asia, Afrika dan Amerika latin daripada di Negara negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penyebab Mola pada umumnya tidak diketahui, faktor faktor yang dapat menyebabkan antar lain : keadaan sosioekonomi yang tinggi dan paritas tinggi. Keluhan dari penderita seperti gejala gejala hamil muda yang kadang kadang lebih nyata dari kehamilan biasanya.

I.2. TUJUAN PENULISAN MAKALAH a Hidatidosa.

Hidatidosa parsial.

hidatidosa.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. DEFINISI Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.

II.2. EPIDEMIOLOGI Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan dengan negara negara barat. Dinegara negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, sedangkan dinegara negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta melaporkan 1:31 Persalinan dan 1:49 kehamilan, Luat A Siregar (Medan) tahun 1982 melaporkan 11 16 per 1000 kehamilan, Soetomo (Surabaya) melaporkan 1:80 Persalinan, Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung) melaporkan 9- 21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.

II.3. PATOLOGI Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologis kadang kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : 1. Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. 2. Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. 3. Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. Secara ringkas, patologi mola hidatidosa sebagai berikut: 1. Uterus mengalami distensi oleh karena adanya gelembung mola yang translusen, berdinding tipis, berbentuk seperti buah anggur dalam berbagai ukuran. 2.Adanya degenerasi hidrofik dari villi khorionik. Avaskuler dari villi khorionik menyebabkan kematian dini dan absorbsi embrio. 3.Dijumpai proliferasi trofoblas dengan aktivitas miosis pada lapisan sinsitio dan sitotrofoblas. 4.Terjadinya sekresi hCG, khorionik tirotropin, dan progesteron yang berlebihan. Dilain pihak, produksi estrogen menurun karena suplai prekursor dari fetal tidak ada. Sekitar 50% kasus, dimana kadar hCG yang tinggi dapat menyebabkan kista luteum multipel di ovarium. Kista dapat mencapai ukuran yang besar (10 cm atau lebih). Kista akan menghilang dalam beberapa bulan (23 bulan) setelah evakuasi mola. Kadar hCG yang tinggi juga dapat diketemukan diawal kehamilan normal.

Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm. Mola hidatidosa terbagi menjadi : 1. Mola Hidatidosa Sempurna Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh: - Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus - Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak - Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi - Tidak adanya janin dan amnion. 2. Mola Hidatidosa Parsial Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.

II.4. ETIOLOGI Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat menyebabkan antara lain : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropoblast 3. Keadaan sosioekonomi yang rendah 4. Paritas tinggi 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
4

II.5. GEJALA KLINIS Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah: 1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan pervaginam. Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu umumnya pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur. 2.Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. 3. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I Kejadian preeklampsia cukup tinggi yaitu 20-26% kasus. Pada kehamilan normal, preeklampsia timbul setelah kehamilan 20 minggu, namun pada mola hidatidosa dapat terjadi lebih dini. 4. Kista lutein unilateral/bilateral Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein 15% kasus. Umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasuskasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi
5

cairan serosanguineous dan strukturnya multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan setelah dievakuasi. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista. 5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh gelembung-gelembung mola dan bekuan darah. 6.Tidak terdengar denyut jantung janin 7.Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin (balottement), kecuali pada mola parsial 8. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin 9.Emboli paru. Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian. 10. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti. 11. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis sebagai abortus inkomplit atau missed abortion. 12. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis, perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe. Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat menjadi tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid,
6

tirotoksikosis pada mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya berbeda. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG. Diagnosis tirotoksikosis pada mola hidatidosa sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak segera dilakukan, upaya evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid dan payah jantung akut. Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga apabila terdapat gejala-gejala seperti nadi istirahat >100x/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas (misalnya Hb menurun). Tirotoksikosis merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi menemukan bahwa kadar -hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal ini merupakan faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid dapat diketahui secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu dengan menggunakan Indeks Wayne.

II.6. DIAGNOSIS 1. Klinis a. Berdasarkan anamnesis b. Pemeriksaan fisik -kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola (mola face)

- Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek - Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

- Memastikan besarnya uterus - Uterus terasa lembek - Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis 2. Laboratorium Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) : - Galli Mainini 1/300 (+) maka suspect mola hidatidosa 3. Radiologik - Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin - USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju. 4. Uji Sonde (cara Acosta-sison) Tidak rutin dikerjakan. Biasanya dilakukan sebagai tindakan awal curretage. 5. Histopatologik Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab. Patologi Anatomi

II.7. DIAGNOSA BANDING - Kehamilan ganda - Abortus iminens - Hidroamnion - Kario Karsinoma

II.8. KOMPLIKASI - Perdarahan yang hebat sampai syok - Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia - Infeksi sekunder - Perforasi karena tindakan atau keganasan

II.9. PENATALAKSANAAN 1. Evakuasi a. Perbaiki keadaan umum. b. - Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap - Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret. c. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita. d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih. 2. Pengawasan Lanjutan - Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil. - Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

erikutnya

- Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan b. Pemeriksaan dalam : - Keadaan Serviks - Uterus bertambah kecil atau tidak c. Laboratorium Reaksi biologis dan imunologis : - 1x seminggu sampai hasil negatif
9

- 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya - 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya - 1x3 bulan selama tahun berikutnya - Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan 3. Sitostatika Profilaksis Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

II.10. PROGNOSA - Mortalitas. - Mula destruens. - Koriokarsinoma.

10

BAB III
KESIMPULAN
1. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi Korialisnya mengalami perubahan hidrofobik 2. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin 3. Mola hidatidosa terbagi menjadi : a. Mola hidatidosa sempurna b. Mola hidatidosa parsial 4. Perdarahan pervaginaan dari bercak sampai perdarahan berat merupakan gejala utama dari mola hidatidosa 5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan Anamnesa, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium, radiologik dan histopatologik 6. Penatalaksanaan : a. Evakuasi : Kuret atau kuret isap b. Pengawasan lanjut : Periksa ulang selama 2-3 tahun c. Terapi profilaksis : Pemberian Metotreksat (MTX) 7. Komplikasi - Syok - Anemia - Infeksi Sekunder

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI LAB/UPF. KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN. RSUD DOKTER SOETOMO SURABAYA. 1994. Hal 25-28. 2. Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.

3. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267

4. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-348.

5. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.

6. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. ILMU KANDUNGAN. Yayasan Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264

7. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981. Hal38-42.
12

Anda mungkin juga menyukai