Anda di halaman 1dari 7

ARAKHN0DITIS ISKANDAR JAPARDI Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara I.

PENDAHULUAN Arakhnoiditis dikenal sejak Krause pertama kali menggambarkannya pada tahun 1907. Olden dan Ranson's memberikan gambaran mielogrfai yang klasik pada arakhnoiditis di tahun 1926. Sejak itu sejumlah artikel mengenai arakhnoiditis telah banyak dipublikasikan, baik tentang gambaran klinis, radiologis maupu terapi. Arakhnoiditis harus dapat disebabkan berbagai faktor yang dapat dikelompokkan dalam 6 kategori: a. zat-zat yang dimasukkan ke dalam rongga subarakhnoid (obat, tindakan anestesi, media kontras) b. infeksi c. perdarahan intrakel d. trauma (iatrogenik dan eksternal) e. space occupying lession f. idiopatik Karena gejala perlengketan leptomeningel sering berjalan lambat, gejala dan tanda arakhnoiditis dapat tidak manifes dalam beberapa bulan sampai tahun. Gambaran klinis sering sulit dinilai karena perkembangan proses penyakit yang lambat dengan tanda terkenanya medula spinalis dan akar saraf yang tumpang tindih dan bervariasinya lokasi kelainan. Meskipun arakhnoiditis mempunyai predileksi di daerah thorakal tapi dapat terjadi pada lokasi yang lain. lnsidensi pada usia 40-60 tahun dan jarang pada usia kurang dari 20 tahun. II. DEFINISI Arakhnoiditis merupakan peradangan khronis dan fibrosis dan leptomingen, biasanya terjadi pada kanalis spinalis dan kadang-kadang pada avum kranial. Arakhnoiditis spinal disebut juga meningitis spina/spinal radiculomyelitis. Arakhnoiditis spinal merupakan suatu proses peradangan yang non infeksi atau post infeksi pada leptomeningen yang dapat atau tidak berhubungan dengan penyakit pada tulang vertebrae atau medula spinalis III. ANATOMI Anatomi meningen dan rongga subarakhnoid dari kanalis vertebralis. Meningen dari kanalis vertebralis terdiri dari durameter dan arakhnoid yang meluas sepanjang kanalis vertebralis mulai dari sambungan craniocervical sampai ke S2. Selanjutnya terdapat lanjutan kantung dura yang menjadi membran yang tipis dan melekat pada coccygeus. Kantung dura mengelilingi akar saraf yang keluar dari kanalis spinalis. Nama lainnya adalah axillaryportions of the nerve sheaths (kantung radiks) yang biasanya tampak enhanched pada mielografi atau CT mielografi Anatomi kanalis spinalis: Pada umumnya kanalis spinalis dapat terlihat dengan kontras enhacement bila rongga subarakhnoid lebih lebar dari 3 mm dan bila ketebalan tulang/bahu tidak menghalangi. Medula spinalis dimulai dari Cl danberakhir LI-L2 pada orang dewasa.

2004 Digitized by USU digital library

Medula spinalis melekat pada kanalis vertebralis ke lateral melalui ligamen dentikulata dan dikelilingi jaringan lemak dan plexus venosus. Medula spinalis agak membesar pada daerah cervikal bawah untuk mempersarafi pleksus brakhialis dan daerah lumbosakral untuk mempersarafi pleksus lumbosakral. Ukuran terlebar adalah pada C5 dimana diameternya 12-14 mm, pada daeah lumbal diameter ini membesar mulai dari T 10- T 12, dimana ukuran terbesar pada T 12 dengan ukuran 11-13 mm. Dengan CT medula spinalis tampak bulat atau elips dengan densitas 30-40 HU dan dikelilingi cairan serebrospinal. Terletak sentral pada servikal dan thorakal bagian bawah tetapi lebih posterior pada thorakal bagian tengah. Akar saraf posterior dan ganglia serta akar saraf ventral bersatu dan keluar melalui foramen invertebralis. Pada medula spinalis terdapat jaras-jaras saraf yang berjalan longitudinal yang kemudian akan menyilang setinggi medula spinalis tersebut atau lebih tinggi. Jaras-jaras ini berisi jaras yang berfungsi untuk sensorik, motorik maupun vegetatif. Sering arteri spinalis anterior dapat terlihat sebagai pembuluh darah terbesar pada daerah thorakal bawah dan lumbal atas. Anatomi pembuluh darah medula spinalis: Nutrisi disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior dan arteri spinalis arterior yang berasal dari arteri vertebralis. Arteri prinsipalis/arteri nutrisia menggabungkan diri dengan arteri spinalis anterior. Aliran arteri ini dapat ke arab kranial dan kaudal. Arteri-arteri tersebut adalah 2 atau 3 buah arteri mengikuti radiks C4-C7, 2 buah arteri mengikuti T2- T 4 sedangkan pada daerah thorakal bawah terdapat arteri radikularis terbesar yaitu A. lntumesensia Charpy/A. radikularis magna Adamkiewics. Umumnya arteri ini mengikuti radiks pada batas segmen thorakal dan lumbal. Arteri spinalis posterior mendapat suplai dari 20-30 arteri radikularis yang sebagian besar mengikuti radiks dorsalis pada daerah servikal dan lumbal. Sirkulasi posterior diperkuat hubungan-hubungan pleksiform, sehingga tidak rentan terhadap gangguan iskhemia di daerah lumbosakral. Pada penampang horizontal medula spinalis, arteri spinalis anterior melalui arteri sulkokomisural memperdarahi 2/3 bagian anterior medula spinalis yang sebagian besar terdiri dari masa abu-abu. Bagian medula spinalis ini mendapat suplai darah dari arteri spinalis posterior. Sistem Venae: Drainase vena ini pada permulaannya bersama sistem arteri spinalis berupa venae radikularis anterior dan posterior kemudian venae ini membentuk pleksus venosus vertebralis intema yang terletak epidural dan kemudian bergabung dengan vena pada daerah thorak, abdominal dan interkostal. IV. PATOGENESA Arakhnoid merupakan membran yang tidak mempunyai vaskularisasi, sehingga mempunyai respon yang terbatas terhadap reaksi peradangan. Jaringan arakhnoid terletak antara piameter dan durameter yang kaya vaskularisasi. Proses peradangan (apabila terjadi trauma/iritasi) dimulai dari jaringan yang mempunyai vaskularisasi tersebut, yaitu antara piameter dan durameter, yang selanjutnya mengalami progresifitas dan menjadi proses khronis yang diikuti pembentukan jaringan fibrous pada arakhnoid dan terjadi perlengketan antara piameter dan durameter. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi pada 1 atau 2 segmen medula spinalis dengan jaringan arakhnoid yang tebal atau melingkar sehingga terjadi blok aliran likuor atau berupa arakhnoiditis yang difus dan berbatas tidak jelas. Menurut Lobin (1940) proses progresifitas melalui 2 stadium: a. Stadium Proliferatif Pada stadium ini terbentuk jaringan fibrous di ruang subarakhnoid, ini memungkinkan terjadinya kista arakhnoid yang berisi cairan serebrospinal.

2004 Digitized by USU digital library

Terdapat limfosit, sel plasma dan perivaskuler infiltra yang terdiri dari sel-sel radang. Perlengketan dapat menyebabkan terbentuknya kista intradural yang dapat menyebabkan penekanan medula spinalis atau caula equina b. Stadium Konstriktif Pada fase ini ruang subarakhnoid akan tersumbat karena terjadinya perlekatan antara durameter dengan arakhnoid dan piameter oleh jaringan fibrous yang tebal dan sedikit elemen selnya. Proses ini juga diikuti penebalan dinding pembuluh darah piameter dan medula spinalis sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perubahan intrameduler berupa perlunakan (nekrosis) dan pembentukan rongga rongga intrameduler (syringomieli) yang terjadi akibat berkurangnya vaskularisasi ke daerah tersebut. Rongga-rongga ini dibatasi jaringan dan dikelilingi oleh jaringan glia dan tidak dibatasi oleh epdim. V. ETIOLOGI 1. Mielografi yang berulang-ulang Peradangan kronis dari leptomeningen sering terjadi sesudah mielografi yang berulang, mungkin karena campuran kontras media (baik yang water soluble maupun oil contrast media) dan darah dari lumbal fungsi yang traumatik meningkatkan resiko arakhnoiditis. Laporan lain menyebutkan jenis kontras media pantopaque (lipiodol) yang sering menimbulkan arakhnoiditis sedang kontras media Amipaque (metrizamide) jarang. 2. Injeksi antibiotik ke dalam subarakhnoid (Penicilin clan Streptomycin) 3. Spinal anasthesia. Patogenesa yang pasti mielopati sesudah anestesi spinal tidak sama pada berbagai kasus, beberapa peneliti menunjukkan pengaruh toksik zat anestik terhadap medula spinalis. Thorsen mencatat gejala spinalis atau cauda timbul 1 bulan atau kurang pasca spinalis anesthesia, insidennya 1 kasus setiap 200 kasus spinal anesthesia. Drips dan Vandam mencatat dari 10.098 kasus spinal anesthesia tidak satupun menimbulkan srquele yang serius, mungkin spinal anesthesia akan merangsang penyakit neurologis yang sudah ada sebelumnya. Spinal anesthesia kadang-kadang menyebabkan grave spinal cord paralyses, paralisenya terjadi setealh anestesi, terjadi pelunakan, nekrobiosis, perdarahan petechiae dan reaksi inflamasi pada medula spinalis. Delayed paralyses terjadi akibat adanya arakhnoiditis dengan degenerasi pada medula spinalis dan mielomacia. 4. Trauma pada kolumna spinal dan canalis spinalis. Tidak jarang arakhnoiditis lokal mengikuti ruptur duskus intervertebralis, spinal stenosis 5. lnfeksi Leptomingen Meningitis purulenta akuta (meningokokkus, gonokkus) Sipilis Tuberkulosis (lokal arakhnoiditis dapat teIjadi pada TBC tulang/Pott's disease) Meningitis karena jamur (crptococcus) Meningitis viral Yang sering terjadi adalah arakhnoiditis spinal oleh karena TBC dan dapat terjadi sebelum dan sesudah gejala klinis meningitis serebrla atau merupakan penyakit sendiri tanpa penyakit serebral atau kelainan vertebrae. Patomekanismenya adalah sama dengan meningitis TBC. Bila satu tuberkel submeningel yang terbentuk waktu infeksi primer (Fokus Rich) pecah ke dalam ruang subarakhnoid dan mengaktitkan semua mediato tipe delayed hypersensitivity akan menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrous sehingga terjadi perlengketan di leptomingen medula spinalis. Pembuluh darah mengalami arteritis karena eksudat kental terutama pada tunika media dan subintimal akan terjadi fibrosis dan trombosis sehingga timbul gejala meduler. Parson menggambarkan kemungkinan perjalanan penyakit

2004 Digitized by USU digital library

arakhnoiditis tuberkulosa dapat merupakan lesi fokal, lesi ascending maupun multifokal. Arakhnoiditis tuberkulosis berbeda dari bentuk arakhnoiditis oleh karena penyebab lain yang dapat mengenai baik medula spinalis, meningen, maupun radiks saraf. 6. Perdarahan subarakhnoid yang berulang (jarang, biasanya sesudah operasi di kanalis spinalis, trauma, pecahnya A VM/aneurisma) 7. Ankylostornisis dan ascariasisis (jarang) 8. Selinski (1936), melaporkan hubungan antara arakhnoiditis dengan tumor ekstradural. Jacobsen dan Lester melaporkan arakhnoiditis didapatkan bersamaan dengan spinal angiomas at au tumor medula spinalis lainnya 9. Familial. Duke dan Hashimoto melaporkan terdapat 6 anggota keluarga di Jepang yang menderita arakhnoiditis kronis. Pada pasien tersebut, penyakitnya kelihatannya dipengaruhi faktor genetik (autosomal dominan) yang mengakibatkan penebalan fibrous dari arakhnoid dengan iskemi sekunder yang menyebabkan radikulomyopati 10. Idiopatik Lumbardi dan rekan kerjanya tidak dapat menentukan etiologi yang spesifik pada 50% dari 41 pasien dengan arakhnoiditis spinal VI. PATOLOGi Peruahan patologi ditemukan adanya peyempitan dari leptomingen dan infiltrasi monocyt dan inflamasi granulomatous dengan proliferasi vaskuler. Pembuluh darah menjadi arteritis atau phlebitis. Adanya penyempitan dari leptomenigen menyebabkan penekanan pada medula spinalis dan jeratan pada radiks, akhirnya timbul iskhemi pada medula spinalis dengan daerah nekrosis dan fibrosis yang melingkar. Dapat terjadi perubahan degeneratif pada arakhnoiditis berupa penulangan sehingga terjadi apa yang disebut ossificans. VII. GEJALA KLINIS Gambaran klinis biasanya akibat kompresi lokal pada medula spinalis dan terkenanya radiks saraf secara difus. Gejala-gejala ini timbul akibat iritasi, efek tarikan (pulling) dan efek desakan atau penyempitan (constriction) dan proses perlengketan pada radiks dengan disertai penekanan oleh adanya kista Gejala pertama dan tersering adalah nyeri spontan yang dirasakan seperti sengatan, panas, pedih, sakit. Nyeri tersebut tidak terlokalisir dengan tegas tetapi tersebar pada satu atau dua segmen yang tersebar secara radikuler. Nyeri ini bertambah berat bila penderita batuk, bersin atau melakukan gerakan, bisa juga disertai nyeri radikuler. Sering nyeri dimulai pada punggung dan menjalar ke ekstremitas. Penderita juga sering mengeluh parestesi dan gangguan sensori akan terjadi kemudian seperi ditusuk/pedih/panas. Pada pemeriksaan sensorik bisa normal, tak jelas (vague), bizzare dengan distribusi tak jelas, sering terdapat daerah hipoestesia atau hiperestesia. Pada stadium lanjut akan terjadi kompresi medula spinalis dengan akibat parese dan gangguan segmental dibawah jepitan. Secara klinis dijumpai: Terdapat kelemahan yang bertambah berat dalam jangka waktu yang lama dengan spastisitas Sebagian besar terdapat tanda laserque atau kernig yang positif dan punggung terasa kaku, sakit,spasme dan gerakannya terbatas Ada tanda-tanda lesi upper motor neuron (paraparese, reflek fisiologis yang meningkat dan reflek patologis positit) Gangguan fungsi sphincter (miksi dandefekasi) Lebih dari 50% terdapat kelemahan danatrofi otot Sensasi nyeri dan suhu terganggu di bawah level lesi, jika mengenai kolumna posterior maka rasa posisi dan vibrasi terganggu.

2004 Digitized by USU digital library

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan tekanan cairan serebrospinal, dimana tekanannya akan rendah pada arakhnoiditis dan Test Queckenstedt negatif pada kasus blok spinal. Cairan serebrospinal xantochrom dan protein biasanya meningkat. (sindroma Froin). Pada bentuk yang kronik atau terlokalisir, Elkington mengemukakan pada penyelidikannya sebagian besar tidak menunjukkan kelainan, hanya dijumpai peninggian sel yang ringan dan sedikit peninggian kadar protein 2. Radiografi A. Foto palos Mungkin dijumpai kelainan yang dapat bersamaan dengan arakhnoiditis: - Defek tulang post operasi - Hernia nucleus pulposus, Canalis stenosis ; - Tuberkulosis tulang - Tumor (pelebaran jarak antar corpus vertebrae, pelebaran foramen intervertebrale) B. Mielografi darl CT mielograti Gambaran mielografi dapat berrnacam-macam, dengan terbentuk fragmenfragmen dari kontras sehingga dapat berbentuk multipel poket. Sering terdapat gambaran karakteristik yaitu seperti tetesan lilin. Perjalanan kontras agak lambat atau menikuti suatu kanalis yang berkelok-kelok dan berakhir pada suatu rongga (cul de sac). Pada arakhnoiditis yang terbatas mungkin akan memberikan gambaran seperti pita tebal horizontal atau vertikal. Gambaran mielografi tergantung perjalanan dan beratnya proses patologik, yaitu: - Ringan Berbagai macam variasi dari fusi akar saraf berupa tumpul/hilangnya gambaran kantung radiks akibat obliterasi kantungsaraf dan perlekatan radiks pada durameter. Terdapat kelainan berupa gambaran ireguler dari kolumna kontras pada proyeksi lateral - Berat Terdapat gambaran blok. Pada salah satu studi, hampir 2/3 pasien arakhnoiditis mengalami blok baik partial maupun total. Media kontras terperangkap/terlokalisis, terdapat gambaran garis/pita atau tetesan yang ireguler atau gambaran sarang laba-laba akibat perlengketan (trabekula). Dengan kata lain bahwa gambarannya sangat tak lazim (bizzare). Bila digunakan Pantopaque kolom kontras akan pecah membentuk pita atau tetesan dengan bentuk ireguler yang dapat saling terpisah atau menyatu. Kadang-kadang perlengketan yang multiple menyebabkan obliterasi ruang subarakhnoid yang terlokalisir dengan beberapa gambaran scalloping. Elkington menggambarkan adanya perlengketan arakhnoid seperti tetesan lilin dan kontras dapat memasuki rongga subarakhnoid yang normal. Post CT-Mielografi akar safar yang terletak dan bentuknya ireguler, rongga yang tidak terisi kontras, dan masa fokal C. MR.I Pada pemeriksaan MR axial image normal akan nampak radiks dalam kantung tekal dengan jelas, namun bila terdapat arakhnoiditis, radiks sulit dinilai. TI merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk kelainan akar saraf. Pada post kontras scan daerah lesi akan memberikan penyangatan terhadap kontras yang minimal. Gambaran arakhnoiditis dikelompokkan dalam 3 kategori: 1. Central conglomeration of cauda (pengunpulan dari cauda) 2. Perlengketan akar sarafke kantung tekal 3. Jaringan lunak yang mengganti rongga suJarakhnoid Adanya perbedaan sifat penyangatan terhadap kontras berguna untuk membedakan dengan lesi yang diakibatkan metastase leptomeningeal. Pada

2004 Digitized by USU digital library

arakhnoiditis tuberkulosis terdapat hilangnya penyangatan kontras pada pinggir medula spinalis. Terdapat penyangatan terhadap nodul. Jadi kombinasi antara penebalan leptomeningeal dan adanya nodul pada medula spinalis dan akar saraf dan terkenanya medula spinalis dapat menentukan adanya kepastian suatu arakhnoiditis tuberkulosis (DO/Sarcoid) IX. DIAGNOSA BANDING A. Mielografi AVM gambaran kelainan berupa multipe serpiginous filling defect/bentuk coiled/cuvelinear, bisa sampai obstruksi. Pada fluoroscopy dan pasien dalam keadaan valsava akan tampak pulsasi dari gambaran tersebut. Pada CT mielografi: A VM akan berbentuk serpentine filling defect dan pelebaran fokal medula spinalis jarang terjadi. Untuk membuktikan suatu A VM lebih jelas diperlukan pemeriksaan Angiography Tumor Tumor ekstrameduler, intradular (misal Neurifibroma): kolom kontras akan berbentuk oval (mulut suling) atau bulat dan ruang arakhnoid sisi ipsilateral tidak terdapat kelainan lain dan medula spinalis tidak tergeser. Tumor ekstradular: gambaran apusan cat akan menyerupai arakhnoiditis dengan blok yang total, bedanya pada arakhnoiditis tidak ada pergeseran dari medula spinalis. Bila terbentuk kista yang besar, sukar dibedakan dengan tumor karena dapat juga mendesak atau menggeser medula spinalis. Bisa dibedakan bila secara langsung kista terisi oleh zat kontras/bila kista disis oleh zat kontras B. MRI Gambaran penebalan akar saraf secara difus pada MRI dapat terjadi selain pada arakhnoiditis, juga pada arakhnoiditis pada meningitis carcinomatous, sarcoid, meningitis lynphomatous, neurifibroma dan AVM Infiltrasi meningeal dibedakan dengan menggunakan zat kontras maka ditemukan penyangatan terhadap kontras pada kelainan tersebut AVM: gambaran MRI, heterogenous T2 turun dan adanya flow foid in vessels. Tl weigth images: penurunan signal intrameduler dengan pelebaran medula spinalis yang bervariasi, flow void terutama pada potongan axial T2 images: memperlihatkan lebih jelas gambaran flow void dari vena yang mensuplai perdarahan dan gambaran penurunan signal fokus intrameduler yang heterogen menunjukkan adanya nidus. Pada beberapa kasus high T2 signal dapat mendeteksi are lesi yang letaknya kranial/kaudal kelainan tersebut dimana terjadi gliosis bukan edema Neurofibroma T 1 MRI memperlihatkan masa intraspinal yang isointense dengan tpedula spinalis, dikelilingi oleh cairan serebrospinal yang low signal. Masa akan menjadi hipertense terhadap medula spinalis pada T2 dan dikelilingi sebagian atau seluruhnya dengan cairan serebrospinal yang high signal. T1 MRl dengan penyangatan kontras terhadap gadolinium mengakibatkan penyangatan kontras terhadap tumor intraspinal tersebut. X. THERAPI Sesuai etiologi Kortikosteroid digunakan untuk menekan reksi inflamasi pada stadium awal arakhnoiditis. Dapat diberikan oral prednisolone 40-60 mg/hari dalam dosis terbagi, yang direkomendasikan untuk paling sedikit 4-6 minggu. Hidrokortison intratekal 25-50 mg/setiap kali injeksi, diberikan setiap hari selama 5 hari dan kemudian secara alternating day untuk 5-10 kali injeksi lagi Operatif, bila lesi jelas pada daerah yang terbatas

2004 Digitized by USU digital library

DAFTAR PUSTAKA Gilroy MD. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992:293 Grossman, RI. Neuroradiology, The requisites. St. Louis: Mosby, 1994:472-474, 4778-496 Meschan I. Rontgent signs indiagnostic imaging. Vol. 3, 2nd ed. Philadelphia: WB Sounders, 1985:32-35; 79-81 Plum & Olson. Myelitis and myelopathy, in AB Baker. Clinical neurology. Philadelphia: Harper & Row, 1981: chapter 38 Shapiro R. Myelography. 41th ed. Chicago: Year Book Medical, 1984:282-293, 318-342 Vinken PJ. Chronic spinal arakhnoiditis, in Handbook of clinical neurology infectious of the nervous system. Part .1, vol.33. Amsterdam: North Holland, 1978 :234-251, 262-272 Wadia NH. Rediculmyelopaty associated with spinalis meningitis with spinal reference to the spinal tuberculosis variety, In Spillane JD.Tropical neurology. Britain: Oxford University, 1973:63-71 Woodruff. Fyndamentals of neuroimaging. Philadelphia: WB Sounders, 1993: 463-466, 448, 454-455 Youmans JR. Neurology surgery, vol.4 3rd ed. Philadelphia: WB Sounders, 1990:2856-2862 Zuger A. Tuberculosis of the central nervous system In, Scheld WM. Infections of the central nervous system. New York: Raven Press, 1991 :440-442

2004 Digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai