Anda di halaman 1dari 114

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING BIDANG STUDI IPA KELAS III DI SD NEGERI GUNUNGSARI 01 KECAMATAN

BATANGAN KABUPATEN PATI SKRIPSI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Nama NIM Jurusan : ANDRIAN NUR CAHYONO : 1124000021 : Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2005

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Kamis

Tangal : 17 Maret 2005

Panitia Ujian: Ketua Sekretaris

Drs. H. Siswanto, MM NIP. 130515769 Penguji I

Drs. Sukirman, M.Si NIP. 13157006 Penguji II

Drs. Haryanto NIP. 131404301

Drs. Hardjono NIP. 130781006

Penguji III

Drs. Sukirman, M.Si NIP. 13157006

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya kerja sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 10 Februari 2005

Andrian Nur Cahyono NIM. 1124000021

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Motto : Sambunglah persaudaraanmu kembali terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk terhadapmu dan katakanlah yang hak sekalipun akan merugikan dirimu sendiri (HR. Ibnu Annajar). Kemana kaki melangkah disitulah kita belajar (Penulis).

Aku berikan karya skripsi ini atas cinta bakti dan sayang kepada: Bapak dan Ibu (Sungkono, Nur Nawangsih), Kakak sebagai hadiah (Adi), Keluarga besar di Pati, Seseorang telah memberikanku motivasi (tya, igo), Teman-temanku di cost Lumut Biru, cost Adefiit, cost Litium, Kawan-kawan KKN Desa Bermi yang aku banggakan, Rekan-rekan KTP angkatan 2000, Almamaterku.

PRAKATA
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui

Pembelajaran Quantum Teaching Bidang Studi IPA Kelas III Di SD Negeri Gunungsari 01 Kecamatan Batangan Kabupaten Pati Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

guna memeperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Kami menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan

terimakasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. A .T Soegito, S.H, MM., Rektor Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan dalam mengikuti perkuliahan di UNNES sampai terselasaikannya skripsi ini. 2. Bapak Drs. Siswanto, MM, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kesempatan dalam pada penulis menyelesaikan perkuliahan FIP UNNES sampai selesainya skripsi ini. 3. Bapak Drs. Haryanto. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti perkuliahan di jurusan kurikulum dan teknologi pendidikan sampai terselesainya skripsi ini.

vi

4. Bapak Drs. Hardjono Dosen pembibing I yang tak henti-hentinya memberikan kritikan, saran dan masukan penting untuk kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Sukirman, M.Si Dosen pembibing II yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus iklas penuh kebijaksanan serta kesabaran. 6. Ibu Nur Nawangsih Kepala Sekolah SD Negeri Gunungsari 01,

Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 7. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Teknologi Pendidikan Unnes angkatan 2000/2001, terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan mendapat

balasan dari Allah SWT (Amin..). Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca yang budiman dan khususnya bagi jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Semarang,

Februari 2005

Penulis

vii

SARI
Nur Cahyono, Andrian. 2005. Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Pembelajaran Quantum Teaching bidang Studi IPA Kelas III Di SD Negeri Gunungsari 01 kecamatan Batangan Kabupaten Pati Skripsi. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Hardjono, II. Drs. Sukirman ,M.Si. Kata Kunci : Prestasi Belajar, Quantum Teaching Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang ideal, karena menekankan kerja sama antara siswa dan guru untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga efektif karena memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan penanganan yang segera. Oleh karena itu penulis ingin memecahkan masalah dengan strategi pembelajaran Quantum Teaching, karena strategi tersebut bisa diterapkan di SD. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran Quantum Teaching bagi siswa SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati. Penelitian dilakukan di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas III SD. Variabel penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode Quantum Teaching sebagai variabel bebas dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikatnya. Data diambil menggunakan teknik tes, dan observasi. Analisis data penelitian menggunakan analisis deskriptif persentase dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum perlakukan adalah 6,1. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode Quantum Teaching pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 6,6, pada siklus II hasil belajar siswa meningkat menjadi menjadi 7,3 dan siklus III hasil belajar siswa meningkat menjadi 7,9. Secara keseluruhan dengan penggunaan metode Quantum Teaching tersebut mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 7,3. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 6,935 > ttabel 1,77. Hal ini berarti metode pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati. Mengacu dari hasil penelitian, metode pembelajaran Quantum Teaching mampu meningkatkan hasil belajar maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: 1) Sebagai bahan pertimbangan hendaknya guru IPA kelas III SD dapat

viii

melakukan pembelajaran IPA untuk kelas III SD dengan menerapkan metode pembelajaran Quantum Teaching , sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal 2) Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk memungkinkan diadakannya penelitian lebih lanjut sehingga diperoleh kemampuan yang lebih tinggi.

ix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL.........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii PERNYATAAN................................................................................................iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................iv PRAKATA .......................................................................................................v SARI.................................................................................................................vii DAFTAR ISI ....................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xii DAFTAR TABEL ............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 A. B. C. D. E. F. Latar Belakang Masalah ..............................................................1 Identifikasi Masalah ....................................................................8 Batasan Masalah .........................................................................9 Rumusan Masalah .......................................................................9 Tujuan Penelitian ........................................................................9 Manfaat Penelitian ......................................................................9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS .....................11

A. .................................................................................................. Kera ngka Teoritik .........................................................................................11 1. Tinjaun Tentang Teknologi Pendidikan .........................................11 2. Tinjauan Tentang Belajar ..............................................................15 3. Tinjaun Tentang Quantum Teaching ...24 4. Tinjaun Tentang IPA .....................................................................31 5. Karakteristik Siswa........................................................................42 B. .................................................................................................. Kera ngka Berpikir ........................................................................................43 C. .................................................................................................. Hipot esis ........................................................................................................45 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................46 A. .................................................................................................. Pend ekatan Penelitian ...................................................................................46 B. .................................................................................................. Desai n Penelitian ...........................................................................................49 C. .................................................................................................. Defin isi Operasional Dan Variabel Penelitian ................................................50 D. .................................................................................................. Setin g Penelitian ...........................................................................................51 E. .................................................................................................. Meto de Pengumpulan Data............................................................................51

xi

F. .................................................................................................. Instru men Penelitian ........................................................................................54 G. .................................................................................................. Ranc angan Penelitian .....................................................................................60 H. .................................................................................................. Tekni k A na lis is Da ta 64 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................66 A. .................................................................................................. Loka si penelitian ...........................................................................................66 B. .................................................................................................. Hasil penelitian ...............................................................................................67 C. .................................................................................................. Pemb ahasan penelitian ...................................................................................76 BAB V PENUTUP...........................................................................................81 A. .................................................................................................. Simp ulan .......................................................................................................81

xii

B. .................................................................................................. Saran 81 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................82 LAMPIRAN .....................................................................................................84

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian ...............................................................84 Surat Keterangan Penelitian....................................................85 Instrumen Penelitian ..............................................................86 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian .......................105 Kreteria Penilaian Pengamatan ...........................................123 Data Hasil Pengamatan Penelitian .........................................124 Nilai Kondisi Awal ...............................................................125 Nilai Tes................................................................................126

Lampiran 9 Data Ketuntasan Hasil Belajar ................................................127 Lampiran 10 Uji t ......................................................................................128

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Kisi-kisi Materi Instrumen Penelitian ...............................................54 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Hasil Uji Validitas Instrumen .........................................................57 Tingkat Kesukaran Instrumen ........................................................59 Tingkat Daya Pembeda Instrumen ..................................................60 Interval Kelas Presentase ...............................................................65

Tabel 6 Perbandingan Hasil Tes ..................................................................77

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Hubungan antar Kawasan Teknologi Pendidikan...........................12 Gambar 2 Proses Penelitian Tindakan............................................................49 Gambar 3 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus I .......................................69 Gambar 4 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus II ......................................72 Gambar 5 Diagram Rata-rata Hasil Belajar Siklus III.....................................75

xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah


Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, siswa, kurikulum, lingkungan sosial, dan lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, guru dan siswa faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan siswa tersebut dapat dirunut melalui pemahaman hakikat pebelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan kebutuhan minatnya. Bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia kiranya merupakan hal yang tak dapat dibantah. Pada kenyataanya pendidikan telah dilaksanakan semenjak adanya manusia, hakikatnya pendidikan merupakan serangkian peristiwa yang komplek yang melibatkan beberapa komponen antara lain: tujuan, peserta didik, pendidik, isi/bahan cara/metode dan situasi/lingkungan. Hubungan keenam faktor tersebut berkait satu sama lain dan saling berhubungan dalam suatu aktifitas satu pendidikan ( Hadikusumo, 1995;36). Di Indonesia kesadaran akan pentingnya pendidikan telah disadari

sejak lama sebagaimana termaktub dalam UUSPN No. 20 pasal I ayat I Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan

xvii

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif membangun potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Dengan perkataan lain pendidikan merupakan suatu proses yang melibatkan unsur-unsur yang diharapkan meningkatkan pendidikan yang berkualitas. Guru sebagai unsur pokok penanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengembangan proses belajar mengajar, diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan transformasi ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi tersebut, maka diperlukan adanya strategi yang tepat dalam mencapai tujuan belajar mengajar yang diharapkan. Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran di suatu sekolah pada hakikatnya adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa belajar. Dengan demikian kegiatan di kelas atau di sekolah yang tidak membuat siswa belajar tidak dapat disebut sebagai proses pembelajaran. Kenyataannya, siswa secara sendirian lebih-lebih siswa SD yang masih lugu tidak dapat berbuat banyak tanpa campur tangan guru. Sebaliknya guru pun tidak dapat berbuat banyak untuk keberhasilan pembelajaran tanpa mendapatkan kerja sama yang baik dari siswa. Oleh karena itu antara guru dan

xviii

siswa harus terjalin kerja sama yang kompak dan ada rasa

kesaling

bergantungan demi terselenggaranya proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan secara optimal. Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di antara faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan faktor terpenting. Kedua pihak merupakan pelaku dalam pembelajaran. Keadaan SD dengan sistem guru kelas, tidak menutup kemungkinan banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang diharapkan. Karena guru dituntut untuk mengejar target materi yang cukup banyak dan harus diselesaikan pada setiap semester. Dalam mata pelajaran IPA yang memerlukan banyak variasi metode, media, maupun sumber belajar tak luput dari hal tersebut. Karena itu mata pelajaran IPA terdapat materi yang memerlukan praktik kerja langsung. Melalui praktik siswa akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru melalui eksperimen. Keberhasilan pengajaran IPA juga tergantung pada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar, sedangkan keberhasilan siswa tidak hanya tergantung pada sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum maupun metode. Akan tetapi guru mempunyai posisi yang sangat strategi dalam meningkatkan prestasi siswa dalam penggunaan strategi pembelajaran yang tepat. Menurut kurikulum SD 1994/1995, pelajaran IPA diberikan sejak

kelas III sedangkan untuk kelas satu dan dua, diberikan secara terpadu pada

xix

mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karena kelas tiga merupakan masa transisi dari kelas dua yang dahulu hanya tujuh bidang studi, dan harus dapat memahami isi yang dibaca. Kenyataannya, sebagian besar anak yang naik dari kelas dua ke kelas tiga dapat membaca namun tidak bacaannya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada SD paham apa isi

Negeri Gunungsari 01 dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) Kondisi lingkungan yang kurang kondusif, karena letak SD tersebut berdekatan

dengan jalan dan rumah penduduk, (2) Berdekatan dengan penggergajian kayu. Dari situasi dan kondisi seperti ini mempengaruhi proses belajar mengajar yang sedang berlangsung, seperti kebisingan suara gergaji, dan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, sehingga perhatian siswa dapat terganggu. Selain itu perhatian orang tua terhadap prestasi belajar anaknya juga kurang, dengan bukti saat guru memberikan informasi tentang prestasi belajar anaknya yang sangat menurun, banyak orang tua bersikap masa bodoh ini yang menyebabkan penurunan prestasi belajar. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran di SD Negeri Gunungsari 01 tidak kondusif, sehingga menyebatkan penurunan nilai mata pelajaran IPA. Adapun nilai mata pelajaran yang diperoleh siswa SD tersebut pada tahun ajaran 2003/2004 dibawah nilai standar yaitu 6,1, sedangkan nilai standar yaitu 6,5 maka dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar tidak kurang optimal.

xx

Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah model pembelajaran Model pembelajaran ini merupakan model percepatan belajar (Accelerated Learning) dengan metode belajar Quantum Teaching. Percepatan belajar yang di Indonesia dikenal dengan program akselerasi tersebut dilakukan dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses alamiah dari belajar melalui upaya-upaya yang sengaja. Penyingkiran hambatan-hambatan belajar yang berarti mengefektifkan dan mempercepat proses belajar dapat dilakukan misalnya: melalui penggunaan musik (untuk menghilangkan kejenuhan sekaligus memperkuat konsentrasi melalui kondisi alfa), perlengkapan visual (untuk membantu siswa yang kuat kemampuan visualnya), materi-materi yang sesuai dan penyajiannya disesuaikan dengan cara kerja otak, dan keterlibatan aktif (secara intelektual, mental, dan emosional).
Model pembelajaran ini menekankan kegiatannya pada pengembangan potensi manusia secara optimal melalui cara-cara yang sangat manusiawi, yaitu: mudah, menyenangkan, dan memberdayakan. Setiap anggota komunitas belajar dikondisikan untuk saling mempercayai dan saling mendukung. Siswa dan guru berlatih dan bekerja sebagai pemain tim guna mencapai kesuksesan bersama. Dalam konteks ini, sukses guru adalah sukses siswa, dan sukses siswa berarti sukses guru.

Quantum

Teaching .

Model pembelajaran simponi

Quantum

Teaching mengambil bentuk

dalam pembelajaran, yang membagi unsur-unsur pembentuknya menjadi dua kategori, terdiri dari konteks dan isi. Konteks berupa penyiapan kondisi bagi

xxi

penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas, sedangkan isi merupakan penyajian materi pelajaran. Secara Teaching menunjukkan ciri-ciri: (1) penggunaan musik dengan tujuan-tujuan tertentu, (2) pemanfaatan ikon-ikon sugestif yang membangkitkan semangat belajar siswa, (3) penggunaan stasiun-stasiun kecerdasan untuk memudahkan siswa belajar sesuai dengan modalitas kecerdasannya, (4) penggunaan bahasa yang unggul, (5) suasana belajar yang saling memberdayakan, dan (6) materi pelajaran yang prima. Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching mengikuti prosedur dengan urutan: (1) penumbuhan minat siswa, (2) pemberian pengalaman langsung kepada siswa sebelum penyajian, (3) penyampaian materi dengan multimetode dan multimedia, (4) adanya demonstrasi oleh siswa, (5) pengulangan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar tahu, dan (6) penghargaan terhadap setiap usaha berupa pujian, dorongan semangat, atau tepukan Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999-2001). Penyajian dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang ideal, karena menekankan kerja sama antara siswa dan penyajian umum pembelajaran dengan model Quantum

guru untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran ini juga efektif karena memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. Oleh karena itu model ini perlu dilaksanakan di sekolah-sekolah.

xxii

Kenyataannya, model pembelajaran tersebut belum banyak diterapkan dalam proses pendidikan di Indonesia. Di samping model itu tergolong baru dan belum banyak dikenal oleh komunitas pendidikan di lndonesia, kebanyakan guru lebih suka mengajar dengan model konvensional, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher instruction). Guru bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, menyajikan pelajaran dengan metode ceramah, latihan soal atau drill, dengan sedikit sekali atau bahkan tanpa media pendukung. Guru cenderung bersikap otoriter, suasana belajar terkesan kaku, serius, dan mati. Hanya gurunya yang aktif (berbicara), siswanya pasif. Jika siswa tidak dapat menangkap materi pelajaran, kesalahan cenderung ditimpakan kepada siswa. Dinding kelas dibiarkan kosong atau jika ada hanya mading kebanyakan hanya berupa gambar pahlawan. 'I'idak ada ikon-ikon yang membangkitkan semangat dan rasa percaya diri siswa. Pendek kata, proses pembelajaran tidak memberdayakan dan membosankan. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi tidak efektif, dan karenanya tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara optimal. Akibatnya mutu pendidikan sangat rendah. Bahkan untuk tingkat ASEAN saja mutu pendidikan di Indonesia berada di bawah Vietnam, suatu negara yang begitu lama dilanda kemelut dalam negeri (Depdiknas, 2002;1-2). Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia memerlukan penanganan centred

yang segera. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

xxiii

inovasi di bidang pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran Quantum Teaching seperti diuraikan secara singkat di atas diduga dapat mempercepat peningkatan mutu pendidikan melalui penyelenggaraan proses pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu model pembelajaran tersebut perlu direspons secara positif, dalam arti diterapkan. Hal ini agar produk pendidikan di Indonesia ke depan tidak terlalu jauh tertinggal dari produk pendidikan negara-negara yang sudah terlebih dahulu maju sebagaimana kita rasakan dewasa ini. Berdasarkan alasan tersebut, penulis ingin memecahkan masalah dengan strategi pembelajaran Quantum Teaching, karena strategi tersebut bisa diterapkan di sekolah dasar. Seperti yang telah dikutip oleh Bobbi De Porter (dalam Ari Nilandri, 1994;4) menyatakan bahwa Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik, untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar.

B. Identifikasi Masalah
Berdasar latar belakang yang dikemukakan diatas diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut: a) Adanya prestasi belajar untuk mata pelajaran IPA yang rendah. b) Adanya faktor Lingkungan sekolah yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar.

xxiv

c) Kurangya perhatian siswa dalam proses kegiatan pembelajaran. d) Adanya karektristik siswa yang berbeda serta kelebihan dan kelemahan sehingga mempengaruhi penerimaan mata pelajaran IPA.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifiasi masalah yang ada tersebut, tidak semua diteliti karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang dimiliki oleh peneliti, maka dalam penelitian ini dibatasi dan hanya difokuskan pada permasalahan peningkatan prestasi belajar bagi siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yaitu: Apakah pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri Gunungsari 01, Batangan, Kabupaten Pati. Kecamatan

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran Quantum Teaching bagi siswa SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

F. Manfaat Penelitian
Adapun dua manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu: manfaat teoritis dan manfaat praktis.

xxv

1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dapat memberikan masukan berharga berupa konsepkonsep, sebagai upaya untuk peningkatan dan pengembangan ilmu. b. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi para peneliti di bidang pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi jajaran Dinas Pendidikan atau lembaga terkait, hasil penelitian dapat dipertimbangkan untuk menentukan kebijakan bidang pendidikan, terutama berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. b. Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas, hasil penelitian dapat membantu meningkatkan pembinaan profesional dan supervisi kepada para guru secara lebih efektif dan efisien. c. Bagi para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolok ukur dan bahan pertimbangan guna melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi pengembangan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas profesinya d. Bagi SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati sabagai subjek penelitian, hasil penelitian ini dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai prestasi belajar yang optimal

xxvi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritik


1. Tinjauan Tentang Teknologi Pendidikan a. Pengertian Teknologi Pendidikan Menurut Assosiation For Education And Technology Intrument tecnology is the sains Development (1994;l)

theory and praetice of' the management and

utilization,

evalution of processes and resourses forleraning Definisi ini diterjemahkan sebagai teknologi pembelajaran adalah merancang mengembangkan, memanfaatkan, dan mengevaluasi prosesproses dan sumber-sumber teknologi pembelajaran terbagi dalam beberapa komponen. Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara B. Seels dan Rita

Richcy (1994;9) yang menyatakan bahwa teknologi pembelajaran meliputi: 1) Teori dan praktik. 2) Rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi. 3) Proses dan sumber. 4) Untuk belajar. Berdasar uraian tersebut, maka teknologi pendidikan merupakan ilmu yang menaruh perhatian pada semua aspek belajar melalui sumbersumber belajar, baik yang dirancang, dikembangkan,

dikelola, dimanfatkan dan dievaluasi baik secara langsung maupun tidak.

11 xxvii

Kawasan Teknologi Pendidikan menurut Barbara B. Seels dan Rita Richey (1994;26) secara singkat adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan antar Kawasan Teknologi Pendidikan


PENGEMBANGAN Teknologi Cetak Teknologi Audio Visual Teknologi Berasaskan Komputer Teknologi Terpadu PEMAKAIAN Pemakaian Media Penyebarab Informasi Implementasi dan pelembagaan Peraturan

DESAIN Desain Sistem Instruksional Desain Pesan Strategi Instruksional Karakteristik Siswa TEORI DAN PRAKTEK

EVALUASI Analisis Masalah Pengukuran Acuan Patokan Evaluasi Normatif Evaluasi Sumatif

MANAJEMEN Manajemen Proyek Manajemen Sumber Manajemen Sistem Penyimpanan Manajemen Informasi

Berdasar gambar tersebut, maka kawasan teknologi pcndidikan bersumber pada teori dan praktik yang digunakan untuk merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan mengevaluasi proses sumber belajar. Kawasan desain/rancang pesan meliputi sistem instruksional, karakteristik desain/rancang pesan, strategi instruksi dan

xxviii

siswa. Kawasan pengembangan meliputi teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi dasar komputer dan teknologi terpadu. Kawasan pemanfaatan meliputi pemanfaatan media, penyebaran inovasi, implementasi kelembagaan, kebijaksanaan dan peraturan. Kawasan pengelolaan terdiri dari pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem pengiriman dan pengelolaan sistem informasi. Sedangkan kawasan evaluasi meliputi analisa masalah, pengukuran kriteria, patokan, evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Kelima kawasan teknologi pendidikan tersebut lebih lanjut diuraikan sebagai berikut 1) Kawasan Desain Kawasan desain ialah proses menspesifikasi kondisi untuk belajar. Tujuan kawasan ini menciptakan strategi dan produk pada level makro seperti pembuatan program dan kurikulum, pada level mikro seperti pembuatan satuan pelajaran dan modul. Kawasan desain mencakup empat kawasan teori dan praktik yang meliputi desain sistem pembe lajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karakteristik yang belajar. 2) Kawasan Pengembangan Kawasan pengembangan adalah proses penterjemahan desain ke dalam bentuk fisiknya. Kawasan pengembangan mencakup berbagai variasi teknologi yang diterapkan dalam pembelajaran. Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan menjadi empat kategori yaitu

xxix

teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berdasar komputer dan teknologi terpadu. 3) Kawasan Pemanfaatan Kawasan pemanfaatan adalah tindakan penggunaan proses dan sumber untuk belajar. Individu yang terlibat dalam pemanfaatan bertanggung jawab untuk mencocokkan si belajar dengan materi dan kegiatan spesifik, mempersiapkan si belajar untuk berinteraksi dengan materi atau kegiatan yang dipilih, memberikan bimbingan selama keterlibatannya, memberikan penilaian hasil serta memadukan pemakaian ini ke dalam kelanjutan prosedur organisasi. Kategori yang termasuk kawasan ini adalah: pemanfaatan media, difusi dan inovasi, implementasi dan institusionalisasi serta kebijakan dan peraturan. 4) Kawasan Pengelolaan Kawasan pengelolaan atau manajemen melibatkan pengontrolan teknologi, pembelajaran melalui perencanaan, organisasi, koordinasi dan supervisi. Kompleksitas sumberdaya personil, desain dan upaya pengembangannya terangkum dalam besarnya intervensi yang tumbuh dari departemen sebuah sekolah sampai pada intervensi pembelajaran berskala nasional. Ada empat kategori yang terdapat dalam kawasan ini yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem pengiriman atau penyebaran dan pengelolaan informasi. 5) Kawasan Evaluasi

xxx

Kawasan evaluasi adalah proses

penentuan kesesuaian pendidik

dengan si belajar. Evaluasi dimulai dengan analisis masalah. Analisis masalah merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan dan evaluasi pembelajaran, sebab tujuan dan hambatan pembelajaran diperjelas dalam kawasan ini. Kategori kawasan ini adalah analisis masalah, mengukuran kerancuan kreteria, evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Berdasar uraian tersebut, maka penelitian ini termasuk dalam kawasan desain bagian Intructional system sumatif . Peneliti

ingin memecahakan masalah belajar dengan strategi baru.

2. Tinjauan Tentang Belajar a. Pengertian Belajar 1) Menurut Teori Sibermatik Teori belajar sibermatik seperti yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2002;78-79) adalah sebagai berikut: "Belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses memang penting dalam teori Sibermatik, namun yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses itu yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses" tokoh Gagne dan Bruner. Asumsi lain dari teori sibermatik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar akan ditentukan oleh sistem informasi yang menentukan dalam proses

xxxi

pembelajaran. Implementasi teori sibermatik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh 2) Menurut Teori Belajar Konstruktivistik yang ditulis oleh Von Galserfelld. Teori belajar konstruktivistik seperti yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2000;55-57) adalah sebagai berikut: "Proses belajar kognitif - konstruktivistik, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar diri siswa melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi proses daripada perolehan pengetahuan dari fakta-takta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa constructing and restructuring of' knowledge and Skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency. Pemberian makna terhadap obyek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan oleh interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Pengolahan pembelajaran harus diutamakan pada pengoIahan siswa dan lingkungan belajarnya". Peranan siswa (si belajar) menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Ia harus aktif melakukan kegiatan,aktif berpikir, menyusun konsep,

menyesuaikan dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru memang dapat menata lingkungan namun pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar tergantung niat belajar siswa sendiri. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari

xxxii

sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru. Meskipun kemampuan awal tersebut sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima sebagai dasar pembelajaran dan pembimbingan. Peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk memahami jalan pikiran siswa atau cara pandang siswa dalam belajar. Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi: a) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan. b) Untuk mengambil keputusan untuk bertindak. c) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak. d) Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. e) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan. f) Belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih. Sarana belajar dalam pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Sarana belajar seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lain

xxxiii

disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan cara

demikian, siswa terbiasa berlatih untuk berpikir sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Evalusi belajar dalam pandangan konstruktivistik

mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan serta aktivitas yang lain yang didasarkan pada pengalaman. 3) Menurut Winkel (1991;61) Belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, serta nilai sikap yang mana perubahan tersebut bersifat relatif konsitan dan berbekas. 4) Menurut (Sudjana, 1989/1990;71) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti: perubahan, pemahaman, sikap tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan

aspekaspek yang lain yang ada pada individu yang belajar b. Ciri-Ciri Belajar Dalam kegiatan belajar harus didapat didalamnya suatu tanda atau ciri, sehingga seseorang dikatakan belajar. Karena ada seseorang

xxxiv

dikata belajar tetepi justru yang terjadi adalah bermain. Walaupun ada pemahan tentang belajar sambil bermaian atau bermain sambil belajar. Untuk itu satu kegiatan dapat dikategorikan belajar harus mempunyai ciri-ciri tertentu. Kegiatan belajar memiliki ciri-ciri. seperti: 1) Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya tujuan instruksional. Berperan aktif dalam proses belajar mengajar bukan berarti cukup mendengarkan saja dan bersikap diam untuk tidak untuk mengganggu melainkan didalamnya ada proses

memperhatikan, mau bertanya, mencoba dan memberikan tanggapan terhadap permasalahan pelajaran yang timbul berasal dari siswa maupun dari guru itu sendiri. Dengan sikap aktif akan berpengaruh positif terhadap hasil belalar. 2) Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan. Keputusan

siswa terhadap lingkungan terhadap mengakibatkan terhentinya proses pemahaman terhadap materi ajar yang menjadi objek dalam pembelajaran, sehingga proses itu harus berjalan melalui bermacam penggalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada

suatu tujuan tertentu. Pengalaman belajar bersumber dari suatu kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong motivasi secara berkesinambungan. 3) Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat pengertian yang mendalam, sehingga hasil belajar itu diterima oleh

xxxv

peserta didik apabila memberi

kepuasan pada kebutuhanya dan

berguna serta bermakna baginya. Kebermaknaan dalam belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah

berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. 4) Mengembangkan kemampuan siswa kearah lebih maju dan baik, hasil belajar yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat

berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Telah dikatakan bahwa pembelajaran adalah merupakan interaksi edukatif antar siswa dan guru dimana siswa dipandang sebagai subjek didik atau pelaku belajar. Dalam belajar tersebut siswa mengalami sesuatu siswa yang menimbulkan suatu perubahan atau penambahan tingkah laku dan atau kecakapan. Berhasil atau tidaknya pembelajaran dapat dipengaruhi berbagai faktor. Winkel (1986;19), mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa sebagai berikut: 1) Faktor-faktor pada pihak siswa meliputi: a) Faktor psikis yakni intelektual dan non intelektual. Faktor intelektual mencakup intelegensi, kemampuan belajar dan cara belajar. Sedangkan faktor non intelektual mencakup: motivasi belajar, sikap, perasaan, minat dan kondisi, akibat keadaan sosiokultural/ekonomis.

xxxvi

b) Faktor fisik yaitu kondisi fisik meliputi kelima indera, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, pembau dan perasa. Dalam pembelajaran kelima indera tersebut yang berperan penting adalah pendengaran dan penglihatan. Kondisi fisik yang lain mungkin dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa adalah: Apakah siswa tersebut cacat atau tidak? juga keseimbangan bentuk tubuhnya. 2) Faktor-Faktor luar siswa meliputi: a) Faktor belajar sekolah mencakup: kurikulum, pengajaran, disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar dan pengelompokkan siswa. b) Faktor sosial di sekolah mencakup: sistem sosial, status sosial siswa dan interaksi guru serta siswa. c) Faktor situasional mencakup: keadaan politik, ekonomi, keadaan waktu dan tempat, keadaan musim, dan iklim. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1992;107), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran adalah: 1) Faktor luar meliputi : a) Lingkungan mencakup : lingkungan alam dan lingkungan sosial. b) Instrumen mencakup: kurikulum bahan pelajaran, guru, sarana dan fasilitas, administrasi/manajemen. 2) Faktor dalam meliputi: a) Fisiologi yakni: kondisi fisik dan kondisi panca indera. b) Psikologis yakni: bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan

xxxvii

kemampuan kognitif. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, proses dan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh faktor individual dan faktor dari luar siswa yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor individual antara lain: faktor kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipengaruhi dalam pembelajaran, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial. d. Pengertian pestasi belajar Prestasi belajar menyangkut pengungkapan dan pengukuran hasil belajar yang telah diikuti siswa selama proses belajar. Pengukuran ini dapat diketahui bila akhir proses belajar diadakan penilaian. Dengan mengadakan penilaian dapat diketahui tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalan siswa, sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat prestasi belajar yang diraih oleh seorang siswa di samping faktor intrinsik dan faktor ekslinsik. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan perilaku dan pribadi siswa, pendapat Gagne yang di tulis oleh Syamsudin (2000;227) mengkategorikan pola belajar siswa ke dalam tipe yang meliputi: (a) Tipe belajar signal atau isyarat, (b) Tipe belajar mempertautkan/chaning, (c) Tipe belajar stimulus respon, (d) Tipe belajar asosiasi verbal, (e) Tipe belajar mengadakan

xxxviii

perbedaan,

(f) Tipe belajar konsep pengertian, (g) Tipe belajar

membuat generalisasi, (h) Tipe belajar memecahkan masalah. Tingkat prestasi belajar untuk tiap akhir proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaian yang diadakan oleh guru penilaian ini mencakup dalam suatu program pokok bahasan dalam suatu tatap muka pembelajaran dan lebih operasional serta mudah dilihat. Dapat dipahami bahwa penilaian dalam arti kompleks mencakup segala aspek psikologis siswa. Penilaian dalam arti sempit ini sebagai bentuk untuk mengukur keberhasilan siswa yang terformat dalam bentu evaluasi. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program pembelajaran (Syah, 2000;14). Salah satu tujuan diadakannya evaluasi diantaranya dapat dijadikan sebagai alat penetap apabila siswa termasuk kategori cepat, sedang, ataupun lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya. Berdasarkan hasil evaluasi yang dicapai siswa tersebut maka dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa. Tingkat keberhasilan ini tidak berlangsung secara instans artinya diraih begitu saja tanpa proses, melainkan lewat proses pembelajaran yang diikuti siswa dan adanya kolerasi dengan tingkat kemampuan siswa di samping ada faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi kesehatan, kerajinan, kejenuhan dan lingkungan yang mencukupinya. Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal meliputi segenap ranah psikologi yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.

xxxix

Untuk mengetahui dan memperoleh ukuran dan hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis indikator sebagai petunjuk adanya prestasi tertentu dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Oleh karena luasnya indikator yang menjadi acuan, maka diperlukan batasan minimal prestasi belajar agar mudah diukur. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah, karena keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, karsa siswa. Maka prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari stimulan pada lingkungan dan proses kognitif yang diperoleh dari stimulan pada lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajaran. (dalam hal ini penelitian hanya dilakukan untuk kognitif saja) bentuk konkret dari prestasi belajar tersebut dapat dilihat dari hasil nilai raport.

3. Tinjauan Tentang Quantum Teaching a. Pengertian Quatum Teaching Quantum Teaching menurut pendapat Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;56) adalah sebagai berikut : "Quantum Teaching adalah berbagai interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsurunsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Pembelajaran yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses

xl

kegiatan belajar dengan cara sengaja mengggunakan musik/mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai pengajaran yang efektif dan banyak mengaftifkan siswa. b. Asas Quantum Teaching. Asas utama Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;56) adalah semua aspek kepribadian manusia. Semua aspek itu meliputi pikiran, perasaan, bahasa isyarat, pengetahuan, sikap dan keyakinan serta persepsi masa mendatang. Jadi belajar akan berhasil apabila dengan cara mengaitkan yang diajarkan dengan suatu peristiwa, pikiran atau perasan yang diperoleh dari kehidupan rumah. Belajar akan berhasil bila guru bisa memahami keadaan siswa-siswanya, sehingga semua materi, pesan yang disampaikan akan tertanam di hati siswa tersebut. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam, siswa dapat mengambil apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. c. Prinsip-prinsip Quantum Teaching. Menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;7) Quantum Teaching menurut pendapat

Quantum Teaching berprinsip pada : 1) Segalanya berbicara Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, bahasa isyarat mereka, semuanya mengirim pesan untuk belajar. 2) Segalanya mempunyai tujuan.

xli

Semua yang dilakukan guru mempunyai tujuan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama. Otak kita bisa berkembang pesat dengan adanya rangsangan komunikasi yang akan menggerakkan rasa ingin tahu, oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mendapat informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk mempermudah mereka mempelajari. 4) Semua usaha siswa harus diakui. Belajar mempunyai aturan, belajar berarti melangkah keluar dari kenyataan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka pantas mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka sehingga merasa bangga dengan kemampuan yang mereka miliki bisa menimbulkan minat yang lebih besar. 5) Jika pantas dipelajari maka pantas dirayakan. Guru sebaiknya sering memberi hadiah kepada siswa yang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan pemberian hadiah berupa pujian, mereka akan merasa dihargai, sehingga mereka akan selalu berusaha agar dapat memecahkan masalah tugas yang diberikan. d. Model Quantum Teaching Model Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;8) hampir sama dengan sebuah syair lagu, kita dapat membagi unsur tersebut menjadi dua kata ganti yaitu konteks dan isi.

xlii

Konteks adalah latar untuk pengalaman guru. Konteks meliputi: lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan. Isi, yaitu penyajian dan fasilitas saat guru mengajar, unsur-unsur yang sama tertata dengan baik, suasana lingkungan, landasan, penyajian dan fasilitas. Dalam aksi konteks guru akan menemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah yaitu : 1) Suasana yang menyenangkan. 2) Landasan yang kukuh. 3) Lingkungan yang mendukung. 4) Rancangan belajar yang dinamis. Di dalam isi, guru akan menemukan keterampilan cara penyampaian kurikulum apa pun. Strategi yang dibutuhkan oleh siswa yaitu: penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, ketrampilan untuk belajar dan ketrampilan hidup. e. Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching. Kerangka rancangan belajar Quantum Teaching menurut

Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999;10) ada enam yaitu meliputi : 1) Tumbuhkan, artinya seorang guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran, dengan berbagai macam, sehingga dengan minat yang ada maka pembelajaran akan dapat berjalan dengan lancar. 2) Alami, maksudnya seorang guru dalam mengajar harus dapat menciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh

xliii

siswanya. Guru dalam mengajar memberikan contoh peristiwa yang pernah dilihat anak-anak sehari-hari. 3) Namai, maksudnya, seorang guru dalam mengajar menggunakan kata yang mudah dimengerti, rumus yang benar, memberi konsep yang jelas, model yang mudah dimengerti, strategi yang mudah dilakukan. 4) Demonstrasikan, maksudnya guru dalam mengajar memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, artinya guru dalam mengajar menggunakan alat peraga untuk mendemontrasikan materi yang diajarkan, sehingga siswa akan mudah mengingat isi pesan yang disampaikan oleh guru. 5) Ulangi, maksudnya guru dalam mengajar dapat menunjukkan cara yang mudah untuk mengulang materi. Misalnya, dengan memberikan rangkuman yang diajarkan tadi. 6) Rayakan, maksudnya seorang guru dalam mengajar dapat memberi pengakuan atas usaha siswa untuk menyelesaikan tugas dan pemerolehan keterampilan serta ilmu pengetahuan. Kelas dapat menjadi rumah tempat siswa, tidak hanya terbuka terhadap umpan balik, tetapi juga menjadi tempat untuk belajar, mengakui dan mendukung orang lain, tempat mereka mengalami kegembiraan dan kepuasan memberi dan menerima, belajar dan tumbuh. f. Langkah Pembelajaran Quantum Teaching

xliv

Menurut Bobbi DePorter

(dalam Ari Nilandri,

1999;14)

konteks menata tempat/arena belajar sebagai berikut : 1) Suasana kelas meliputi: bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa dan sikap siswa guru terhadap siswa dalam belajar. 2) Landasan adalah pedoman yang digunakan guru dalam memberikan materi pelajaran. 3) Lingkungan adalah cara menata ruangan kelas, pencahayaan, warna, pengaturan tempat duduk, pengaturan tanaman, musik

serta semua yang mendukung proses belajar. 4) Rancangan adalah penciptaan karakter unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa mendalami makna dan memperbaiki proses serta tukar-menukar informasi. g. Strategi Mengajar Quantum Teaching. Strategi mengajar Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1999 ;17) ada lima meliputi : 1) Kekuatan terpendam/niat Niat seorang guru akan kemampuan dan motivasi siswa harus terlihat jelas. Waktu pembelajaran berakhir guru memandang siswa dengan cara yang menyakinkan, siswa dianggap dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan benar. 2) Peran Emosi dalam Belajar

xlv

Memperhatikan emosi siswa dapat membantu guru mempercepat pembelajaran mereka. Memahami emosi mereka dapat membuat pembelajaran lebih berarti dan permanen. Guru menggunakan keadaan positif siswa untuk menarik ke dalam pembelajaran, di bidang mana mereka dapat mengembangkan kompetensinya. Kuncinya adalah membangun ikatan emosional tersebut dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menyakini hubungan yang menyingkirkan segala ancaman dalam suasana belajar. 3) Segala Berperan Serta Siswa menangkap pandangan guru lebih cepat dan akurat dari pada menangkap apa yang diajarkan. Di sini guru memandang siswa seolah seperti murid yang pintar. Guru dalam memberikan pelajaran banyak senyum, banyak mengobrol dengan akrab, dan berbicara dengan cara yang lebih intelektual dan penuh humor, maka siswa akan merasa nyaman dalam menerima pelajaran. 4) Jalinan Rasa Simpati dan Saling Pengertian Untuk menarik keterlibatan Siswa dalam belajar, guru bisa menjalin hubungan, mengakui rasa simpati dan saling pengertian. Hubungan yang harmonis, akan menimbulkan kehidupan bergairah siswa. Bisa membuka jalan memasuki dunia baru mereka. Dengan membina hubungan dengan mereka, maka siswa akan menerima guru dan menerima apa yang diajarkannya. 5) Keriangan dan Ketakjuban

xlvi

Jika guru bisa menciptakan suasana yang menyenangkan, bisa membuat siswa siap belajar, dan lebih mudah, dan dapat mengubah sifat negatif serta memberi pengakuan terhadap siswanya, akuilah setiap usaha semua orang senang diakui. Menerima pengakuan membuat orang bisa merasa bangga, percaya diri dan bahagia. Penelitian yang mendukung konsep bahwa kemampuan siswa akan meningkat karena pengakuan guru. Dalam kajian Garden Wells mengenai mengutip : Jika diharapkan melakukan transformasi dengan mudah dan percaya diri, mereka harus mengalami lingkungan baru, sekolah sebagai sesuatu yang menggerakkan dan menantang. Dalam lingkungan ini sebagai usaha harus berhasil dan mereka harus diakui sebagai diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan anak yang merasa atau dibuat merasa. bahasa belajar anak, dia

4. Tinjauan Tentang IPA a. Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia, berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman, melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain: penyelidikan, penyusunan, gagasan-gagasan, (Departernen P dan K, 1994;93). Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dan

kemampuan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa. b. Hakikat IPA

xlvii

Einstein (dalam Hendro dan Kaligis,

1992;3) mengatakan ,

science is the attempt to make the chaotic diversity of experience our correspond to a sense logreally uniform

system of thought. Makna kalimat tersebut adalah bahwa IPA merupakan suatu bentuk

upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu. Yang dimaksud dengan a logreally uniform system of thought, ini tak lain adalah pada pikir ilmiah. IPA tidak hanya dipandang sebagai kumpulan pengetahuan tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu metode. Bernal dalam bukunya Serence in History Jilid I menyatakan bahwa lPA dapat

dipandang sebagai ( 1) Institusi, (2) Metode, (3) Kumpulan pengetahuan, (4) Suatu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (5) Salah satu faktor penting yang mempengarui sikap dan pendayaan

manusia terhadap alam. Khusus IPA sebagai metode, Bernal menjelaskan bahwa dalam hal ini terlihat upaya berupa observasi. Eksperimen pengunaan alat dan berbagai perhitungan matematik. Bernal (dalam Hendro dan Kaligis, 1991;4) menyebutkan 2 fungsi IPA yang sangat penting yaitu meningkatkan produksi dan untuk mengubah sikap dan pendayaan manusia terhadap alam. IPA memang dapat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan produksi,

karena IPA menggunakan pendekatan eksperimentasi, dengan suatu uji

xlviii

coba sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor penghambat untuk mencapai tujuan. IPA tidak mengunakan tahyul dan mitos yang kesemuanya itu ataupun kepercayaan

akan menjurus pada peta kerja tradisional yang

tetap seperti itu dari zaman ke zaman. Bahwa 1PA berfungsi untuk merubah sikap manusia terhadap alam semesta. Dapat digambarkan

sebagai berikut: Dahulu orang percaya bahwa pelangi adalah suatu pembiasan cahaya oleh bentuk-bentuk air di udara. Dahulu orang percaya bahwa gerhana bulan disebabkan bulan ditelan oleh kepala raksasa sakti. Dengan lPA orang mengerti bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan tertutup oleh bayangan bumi. 1) IPA Sebagai Pemupukan Sikap Mengingat kajian ini ditujukan untuk pengajaran 1PA di SD maka pengertian sikap di sini dibatasi pada sikap ilmiah terhadap alam sekitar. Menurut Herlen (dalam Hendro dan Kaligis 1991;7) setidak-tidaknya ada sembilan aspek ilmiah yang dapat dikembangkan pada usia Sekolah Dasar, yaitu: a) Sikap ingin tahu (curiousity) Sikap ingin tahu di sini maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan. Anak usia SD

xlix

mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya. Bertanya pada gurunya, temannya atau pada dirinya sendiri. Adalah tugas guru untuk memberikan kemudahan bagi anak untuk mendapatkan jawaban yang benar. Jawaban itu tidak harus dari guru tetapi mungkin dapat diperolah anak itu sendiri baik atas inisiatif sendiri, maupun atau petunjuk dari gurunya. b) Sikap ingin mendapatkan Sesuatu yang baru (originality) Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan pengamatan panca indra manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi jawaban benar yang telah mereka peroleh itu sebatas pada suatu tembok ketidaktahuan. Orang mempunyai sikap ingin mandapatkan sesuatu yang baru adalah orang yang ingin menguak tembok ketidaktahuannya itu untuk memperoleh suatu yang original meskipun ia tahu akan sampai ke tembok ketidaktahuan berikutnya. Sikap anak usia SD seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang terdapat dilingkungan sekolah. Data yang mereka peroleh akan dapat memberikan sesuatu yang baru baginya tentang objek yang diamatinya itu. c) Sikap kerja sama ( cooperation)

Yang dimaksud dengan kerja sama di sini adalah kerja sama untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna dari pada apa yang ia miliki. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerja sama dengan orang lain. Kerja sama ini dapat pula bersifat berkesinambungan. Kita dapat bayangkan betapa panjangnya kerja sama yang berkesinambungan sejak ditemukannya listrik sampai orang dapat membuat pesawat televisi. Anak usia Sekolah Dasar memang perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi. d) Sikap tidak putus asa (persevernce) Suatu usaha apapun, biasanya ada saja hambatannya. Seorang ilmuan mungkin saja telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dengan biaya yang banyak namun belum juga memperolah apa yang ia cari. Namun ia tidak putus asa karena ia tetap yakin bahwa kegagalan yang ia alami setidaknya memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuan lain untuk tidak mengambil jalan yang serupa. Adalah tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami yang bersikap cooperstive ini menyadari

li

kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa e) Sikap tidak berprasangka ( open mindedness) Sejak awalnya IPA mengajarkan kepada kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kreteria yaitu rasionalitas dan objektivitas. Percobaan benda jatuh bebas dari Galileo mengingatkan kita bahwa benar menurut akal sehat saja tidaklah cukup karena banyak yang kita pikir itu benar

ternyata itu keliru. Seperti halnya matahari beredar mengelilingi bumi telah dipercaya orang akan kebenaranya selama ribuan tahun lamanya. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba kala. Sikap tidak purba kala dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu. f) Sikap mawas diri ( self criticism) Seorang ilmuan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditujukan di luar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. g) Sikap bertangung jawab (responsibility )

lii

Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya adalah suatu sikap yang mulia. Sikap ini memang bukan monopoli dari para ilmuan dalam mencari kebenaran namun tidak ada satu orang pun yang tidak setuju bahwa anak didik kita dipupuk menjadi manusia yang bersikap tanggungjawab. dikembangkan sejak usia SD, misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujurnya. h) Sikap berpikir bebas (independence in thiking ) Katakan merah kalau memang bunga mawar itu Sikap bertanggungjawab harus

berwarna merah, katakanlah biru alir laut itu berwarna biru, tetapi jangan katakan air laut itu asin karena guru (menyuruh) mengatakan asin. Itulah gambaran berpikir bebas. Dalam dunia ilmu pengetahuan, objektivitas merupakan unsur yang mutlak diperlukan karena objektivitas merupakan salah satu kriteria kebenaran ilmu. i) Sikap kedisiplinan diri ( self discipline ) Menurut Morse dan Wingo (dalam Hendro dan Kaligis 1991;10) Teaching , mengatakan bahwa kedisplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengontrol adapun dapat mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyrakat. dalam bukunya Psychology and

liii

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa untuk sampai kepada kedisplinan diri yang bertanggung jawab haruslah dimulai dari suatu tahap dependence (tahap ketergantungan dari yang membimbing), kemudian secara bertahap kontrol dari ipembimbing dilepaskan untuk sampai kepada tahap idenpendence (tahap tidak ketergantungan dari yang membimbing) yaitu: tahap si anak menjadi dewasa untuk

mengatur atau mengontrol dirinya sendiri. Adalah tugas guru untuk dapat mengatur kapan ia harus melakukan pengontrolan secara penuh dan kapan ia harus melepaskan pengontrolan secara bertahap dan tepat guna yang kesemuanya itu ditujukan kepada terbentuknya kedisplinan diri pada anak didiknya. Sebagai saran, salah satu bentuk pengembangan kedisplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat di atur sendiri oleh anakanak. 2) IPA Sebagai Produk Tinjauan pendekatan IPA bukan hanya untuk memahami pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep-konsep, ketrampilanketrampilan dan sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai pengetahuan itu. Tujuan yang disebutkan pertama, dikenal dengan pengembangan proses IPA. Tinjauan utama pendidikan IPA ialah agar siswa memahami konsep-konsep IPA yang sederhana dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah

liv

dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan lebih menyadari kebesaran dan kebiasaan pencipta alam semesta (Hadiat, 1996;2). Jelaslah bahwa dari siswa dituntut bukan hanya paham konsep-konsep 1PA, tetapi juga dituntut untuk merefleksikan pengetahuan yang diperoleh ke dalam bentuk teknologi yang mampu mensejahterakan kehidupan mereka serta generasi berikutnya tanpa harus meninggalkan nilai-nilai positip agama, budaya, serta pendidikan. Untuk anak SD, metode ilmiah tentu dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Adapun pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen, yang meliputi observasi, klasifikasi, interprestasi, merencanakan, komunikasi. 3) IPA Sebagai ketrampilan Proses Keterampilan proses sangat penting dikembangkan kepada diri anak, alasannya: (I) Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula sehingga tidak mungkin guru menyajikan semuanya itu kepada anak didiknya. Oleh karena itu predikat, hipotesis, pengendalian variabel, dan

dan melaksanakan penelitian, informasi,

anak perlu dibekali dengan alat atau ketrampilan untuk mencari dan

lv

mengolah informasi dari berbagai sumber dan tidak dari guru. Ketrampilan untuk dapat mencari dan mengolah informasi, itulah yang disebut ketrampilan proses. Ketrampilan proses itu memang mutlak diperlukan anak sebagai bekal dalam kehidupannya pada masa yang akan datang, (2) IPA dapat dipandang dari dua dimensi yaitu: dimensi produk dan dimensi proses sudah sejak lama bangsa kita berpengalaman belajar IPA sebagai produk dan bukan sebagai proses. Akibatnya adalah bahwa bangsa kita hanya sampai pada kemampuan menggunakan IPA dan tidak pandai menghasilkan IPA sebagai gambaran ialah bahwa sampai sekarang kita mengenal berbagai teori dan hukum IPA yang berasal dari luar negeri,

misalnya Hukum Boyle, Hukum Archimides, Teori Mendel, Teori Einstein dan sebagainya. Oleh karena itu betapa pentingnya ketrampilan proses yang dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan ilmu itu diajarkan kepada anak didik kita sehingga di masa yang akan datang bangsa kita tidak saja pandai menggunakan IPA tetapi juga pandai memproduksi 1PA. Dengan demikian bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa maju lainnya Beberapa ketrampilan proses dalam pengajaran IPA (1)

Ketrampilan mengobservasi, (2) Ketrampilan mengklasifikasi, (3) Ketrampilan menginterprestasi, (4) Ketrampilan mempredeksi, (5)

lvi

Ketrampilan membuat hipotesis, (6) Keterampilan mngendalikan variabel, (7) Ketrampilan merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen, (8) Ketrampilan menyimpulkan (inferensi), (9) Ketrampilan mengaplikasi mengkomunikasikan. c. Teori Belajar tentang IPA 1) Teori Piaget Proses dan perkembangan belajar anak SD memiliki kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang kongkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu kebutuhan terpadu dan melalui proses manipulatif oleh karena itu pembelajaran di SD harus direncanakan, dilaksanakan dan pada gilirannya dinilai berdasarkan kecenderungan-kecenderungan di atas. Definisi yang paling banyak dikenal adalah perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Menurut definisi kognitif belajar adalah suatu proses yang aktif' konstruktif dan berorientasi pada tujuan yang kesemuannya aktifitas mental peserta didik. 2) Teori Gestall Menurut teori Gestall yang mengemukakan oleh Nafka dan Wertheiner adalah insight merupakan inti dari belajar dalam teori ini belajar diartikan sebagai proses untuk mendapatkan atau untuk mengubah insight pandangan harapan untuk atau pola tergantung pada (menetapkan), (10) Ketrampilan

lvii

tingkah laku. Dengan mencermati teori Gestall dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku manusia terjadi sebagai hasil latihan. Adapun aplikasi dari teori Piaget dan teori Gestall terhadap pembelajaran IPA keduanya beranjak dari hal-hal yang konkret, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan terpadu, dan melalui proses manipulatif, sehingga terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman.

5. Karakteristik Siswa a. Pengertian Karakteristik Karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan belajar. (Barbara B. Seels dan Rita Richey:1994). Karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan

bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. b. Karakteristik Siswa SD Menurut teori perkembangan Piaget yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2002;35), anak Sekolah Dasar termasuk pada tahap operasional konkret (anak umur 7 atau 8-11atau 13 tahun). Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis akan tetapi hanya dengan benda yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karena kegiatan merupakan suatu proses tranformasi ke dalam dirinya

lviii

sehingga tindakannya lebih efektif. Anak tidak usah perlu coba-coba dan membuat kesalahan karena anak sudah berfikir menggunakan model kemungkinan dalam melakukan kegiatan tertentu, ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi. Walaupun ia sudah bisa melakukan klasifikasi, ia tidak dapat sepenuhnya menyadari adanya prinsipprinsip yang terkandung di dalamnya, anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik konseptual pasif. Untuk menyadari keterbatasan berpikir, anak perlu diberi gambaran konkret sehingga anak mampu menelaah persoalan. Anak usia 7-12 tahun masih mempunyai masalah berfikir abstrak

B. Kerangka Berpikir Berpijak pada masalah yang ada Quantum Teaching adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk memudahkan anak untuk belajar, karena pembelajaran Quantum Teaching dirancang untuk membuat siswa senang, dari permulaan sampai akhir pelajaran. Dengan keadaan yang menyenangkan itu siswa tidak merasa terbebani dalam menerima pelajaran, dirancang sedemikian rupa sehingga siapapun yang mengikuti pelajaran akan merasa senang. Situasi yang menggembirakan itu semua materi yang diberikan oleh guru akan mudah diterima oleh siswa. Dalam pembelajaran Quantum karena dalam pembelajaran Quantum Teaching merupakan pembelajaran yang

Teaching, siswa mendapat perhatian apabila siswa dapat mengerjakan

tugas

lix

dengan baik. Adanya penghargaan dari guru atau dari teman-temannya siswa akan merasa termotivasi secara tidak langsung. Dalam pembelajaran Quantum Teaching pengakuan dari guru atau teman lain siswa akan merasa dihargai. Keadaan yang selalu menggembirakan itu siswa akan selalu berlomba-lomba untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, karena mereka tahu siapa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik akan selalu mendapat perhatian secara khusus. Dalam pembelajaran Quantum Teaching materi siswa juga mendapat pengakuan dari guru. Mendapatkan

pembelajaran diberikan dengan berbagai cara misalnya dengan menyanyi, dengan membaca puisi, sehingga seolah-olah siswa tidak belajar, padahal mereka belajar dengan penuh semangat. Guru dalam menyampaikan materi diikuti dengan humor, sehingga siswa tidak merasa takut, tidak merasa berat dalam menerima pelajaran. Guru dalam menjelaskan materi harus dapat menyederhanakan rumus agar mudah dipelajari oleh anak. Lebih-lebih materi pelajaran IPA itu banyak praktik, tidak hanya teori, anak diajak untuk mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan materi yang dipraktikkan siswa akan mudah mengingat dari pada hanya teori. pembelajaran Quantum Teaching siswa juga diperhatikan dalam cara-cara belajar yang mereka sukai sesuai dengan tipe siswa masing-masing. Jadi siswa tidak harus duduk di kursi tetapi siswa bisa

memilih sesuai tipenya masing-masing. Dengan diberikan kebebasan di dalam memilih siswa akan merasa bebas tidak terikat sehingga siswa tidak merasa dipaksa harus begini. Dalam pembelajaran Quantum Teaching guru

dianggap mitra sehingga anak akan merasa bebas untuk bertanya pada guru, adapun

lx

permasalahan dapat dipecahkan dengan baik. Dalam belajar siswa akan bebas dari permasalahan, sehingga siswa mengikuti pelajaran dengan senang. Dalam pembelajaran Quantum Teaching siswa akan bebas mengeluarkan pendapat. Karena dia merasa diberi kebebasan, secara langsung, potensial akan kelihatan, dengan anak memperlihatkan potensinya secara langsung pengetahuan siswa mudah bertambah Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, 1997;96). Dalam pembelajaran kesempatan untuk memberikan wawasan, anak diberi kebebasan, untuk memilih sesuai dengan kemauannya asalkan tidak menyimpang dari materi. Anak diajak untuk mendemonstrasikan materi yang diajarkan, sehingga ingatan siswa akan tahan lama. Dari pengalaman anak yang didapat dari demonstrasi tersebut ingatan anak akan selalu tertanam. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, menurut Bobbi DePorter (dalam Ari Nilandri, I999;91-93) bakat anak akan digali melalui berbagai cara misalnya dengan musik atau dengan menyanyi, bagi anak punya bakat itu bakat anak akan terpupuk. Dengan menyanyi hati anak akan senang. dengan menyanyi anak akan mudah menerima pelajaran. Karena materi pelajaran bisa disampaikan dengan cara membaca puisi, dengan bernyanyi bergembira, mendemonstrasikan secara langsung dengan melibatkan anak itulah sebabnya, pembelajaran Quantum Teaching dapat Quantum Teaching siswa diberi

meningkatkan prestasi belajar.

C. Hipotesis

lxi

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Pembelajaran

Quantum

Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar IPA kelas III di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

lxii

BAB III METODE PENELITIAN


A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini disusun untuk memecahkan suatu masalah, diujicobakan dalam situasi sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta melakukan perubahan yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas. Penelitian tindakan adalah merupakan upaya kolaboratif antara guru dan siswa, suatu kerja sama dengan perspektif berbeda. Misalnya bagi guru, demi peningkatan profesi anaknya dan bagi siswa peningkatan prestasi belajarnya. Bisa juga antara guru dan kepada sekolah, kerja sama kolaborarif ini dengan sendirinya juga partisipasi setiap tim secara langsung mengambil bagian dalam pelaksanaan PTK pada tahap awal sampai akhir. Definisi yang dikemukakan oleh Ebbut yang dikutip oleh Kasiani Kasbolah (1988;14) adalah: Bahwa penelitian tindakan merupakan studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis secara refleksi tindakan tersebut. Penelitian tindakan juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan observasi dan refleksi harus dipahami, bukan sebagai langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya, tetapi merupakan maksud dalam bentuk spesial yang menyangkut perencanaan, tindakan pengamatan dan refleksi. (Kemmis dan MC. Taggart, 1982) yang dikutip oleh Kasiani Kashollah (1988;14)

46 lxiii

Dari definisi tersebut dapat dirumuskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas yang berbentuk kolaboratif. Menurut Suyanto (1996;18) yang dikutip oleh

Kasiani Kasbolah (1988;123) bahwa penelitian kolaboratif melibatkan beberapa pihak yaitu guru, kepala sekolah maupun dosen secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktik pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, kolaboratif diberi makna kerja sama antar guru dengan peneliti dari luar sekolah untuk melakukan penelitian tindakan kelas secara bersama di kelas atau di sekolah. Peran guru dan peneliti adalah sejajar, artinya guru juga berperan sebagai peneliti selama penelitian berlangsung. Inti penelitian ini terletak pada tindakan yang dibuat kemudian diujicobakan dan dievaluasi, apakah tindakan alternatif ini dapat memecahkan persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran. Penelitian tindakan mempunyai kelebihan dan kekurangan, seperti halnya dalam penelitian lain. Kelebihan penelitian tindakan menurut Sumsky seperti yang dikutip oleh Suwarsih Madya (1994;13-15) adalah sebagai berikut: 1. Kerja sama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki. Dalam pembelajaran bertujuan untuk menimbulkan rasa memliki terhadap siswa sehingga dengan rasa memiliki terhadap siswa merasa bertanggung jawab. 2. Kerja sama dalam penelitian tindakan mendorong kualitas dan pemikiran kritis. Dengan penelitian tindakan guru akan bertambah pengetahuan dan memiliki

lxiv

pemikiran yang kritis dalam intropeksi diri tentang tugas yang dikerjakan sebelum dilakukan penelitian tindakan. 3. Kerja sama meningkatkan kemungkinan untuk berubah. Dengan kerja sama guru berusaha untuk merubah strategi yang diterapkan sebelumnya dengan tujuan memperoleh hasil yang lebih baik. 4. Kerja sama dalam penelitian meningkatkan kesepakatan. Dengan kerja sama, guru mempunyai kesepakatan bersama untuk menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan guna meningkatkan hasil belajar. Adapun penelitian tindakan juga mengandung kelemahan sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian tindakan pada pihak peneliti. 2. Berkenaan dengan waktu. 3. Berhubungan dengan konsepsi proses kelompok. 4. Berkenaan dengan keuletan terhadap pertanyaan agar dapat meyakinkan orang lain bahwa metode, strategi dan teknik yang diteliti benar-benar berjalan secara efektif. Meskipun penelitian tindakan mempunyai banyak kelebihan-kelebihan, namun demikian kelemahan masih tetap ada yaitu dengan terbatasnya waktu, biaya, serta sarana dan pra sarana yang mendukung. Pendapat yang telah diuraikan mengenai pemilihan tindakan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengadakan perbaikan tritmentritmen untuk memperoleh peningkatan kualitas tindakan yang diberikan.

lxv

B. Desain Penelitian Model penelitian pada penelitian ini merajuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart yang dikutip oleh Suwarsih Madya (1994;25) yang meliputi menyusun rencana tindakan, bertindak, melakukan refleksi dan merancang tindakan selanjutnya Proses dasar tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Keterangan 0 1 2 3 4 = Perenungan = Perenungan = Tindakan dan observasi = Refleksi = Rencana terevisi 5 = Tindakan observasi 6 = Refleksi 7 = Rencana terevisi II 8 = Tindakan dan observasi III 9 = Refleksi III

Gambar 2 . Proses Penelitian Tindakan

lxvi

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah 1. Prestasi pelajar dan Peningkatan Prestasi belajar Prestasi belajar siswa dapat diartikan sebagai keberhasilan seorang siswa dalam menguasai bahan atau materi yang telah diajarkan. Sedangkan peningkatan prestasi belajar adalah sejauh mana penguasaan materi pelajaran oleh siswa tersebut yang diukur dengan parameter nilai-nilai hasil tes yang dilaksanakan dengan demikian akan terlihat nilai tes tersebut. 2. Pengertian Quantum Teaching Quantum Teaching untuk memudahkan anak untuk belajar. Pembelajaran Quantum Teaching merupakan pembelajaran yang dirancang untuk membuat siswa senang dari permulaan sampai akhir pelajaran. Dengan keadaan yang menyenangkan tersebut siswa tidak merasa terbebani dalam menerima pelajaran, karena dalam pembelajaran Quantum Teaching yang mengikuti pelajaran akan merasa senang. Dengan keadaan yang menggembirakan itu semua materi yang diberikan oleh guru akan mudah diterima oleh siswa. Dalam pembelajaran Quantum Teaching, siswa mendapat perhatian apabila siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik. Selain perhatian, penghargaan dari guru atau dari teman-temannya siswa juga akan mendukung sehingga siswa akan merasa termotivasi dalam belajar sehingga dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siapapun adalah suatu pembelajaran yang dirancang

meningkatkan prestasi belajar.

lxvii

D. Seting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan

Batangan, Kabupaten Pati. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas III SD. Penelitian dilakukan pada semester II tahun 2004/2005 dan sebagai tindaklanjut dari penelitian dilakukan pengamatan pada semester berikutnya.

E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan metode pengamatan (observasi), tes dan dokumentasi. a. Observasi Menurut Nasution (1988;59) metode pengamatan menghasilkan data berupa kegiatan manusia dan situasi sosial serta kontak dimana kegiatan tersebut berlangsung. Penggunaan metode observasi bertujuan yang menggambarkan keadaan ruang, peralatan, para pelaku dan juga aktifitas sosial yang sedang berlangsung. Observasi meliputi observasi sistematis dan observasi non sistematis. Observasi sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan instrumen pengamatan dan dilaksanakan pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Sedangkan observasi non sistematis adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti tanpa menggunakan instrumen pengamatan. Penulis menggunakan observasi sistematis yang menggunakan pedoman berupa format observasi. Adapun format observasi terdiri dari nomor urut, subjek, aspek yang

lxviii

diobservasi. Aspek yang diobservasi terdiri atas perhatian dalam menerima pelajaran, kerjasama, partisipasi dalam KBM, yang diamati yaitu perhatian dalam menerima pelajaran, motivasi dalam menerima pelajaran, kerja sama siswa dalam tugas kelompok dan partisipasi siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hasil pengamatan yang dicatat adalah perhatian siswa dalam menerima pelajaran, motivasi siswa dalam mengikuti KBM, kerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok dan partisipasi dalam KBM. Tanggapan dalam KBM dan dampak tritmen tiap siklus. Observasi menurut S. Margono (2000;160-161) "Pencatatan data dengan alat dilakukan seperti check list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat di dalam daftar rating scale tidak sekedar terdapat nama abjad yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi tercantum kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejala tersebut. Penjenjangan mungkin mempergunakan skala 3, 5 dan 7, misal, baik, sedang dan buruk, (skala 3) sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk (skala 5) luar biasa, sangat baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk, luar biasa buruk (skala 7)" Pada penelitian ini menggunakan penjenjangan skala 3 yaitu baik, sedang dan rendah. Mengenai ketentuan obyek pengamatan termasuk kategori tinggi, sedang dan rendah dapat dilihat pada lampiran. b. Metode Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelejensi kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 1996;138). Dilihat dari sasaran yang akan dievaluasi dikenal beberapa macam tes dan alat-alat ukur

lxix

lain, yaitu tes kepribadian, tes bakat, tes intelegensi, tes sikap, tes minat dan tes prestasi. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mengerjakan sesuatu. Menurut Suharsimi Arikunto (1996;140) mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran sebagai berikut: 1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara 2) Jelas sesuai dengan tujuan instruskional. 3) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran. 4) Tes prestasi harus berisi aitem-aitem dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan. 5) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya. 6) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hasil. 7) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah metode penelitian ilmiah yang menggunakan dokumendokumen sebagai bahan acuan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah daftar laporan pendidikan untuk nilai IPA.

lxx

F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Suharsimi Arikunto, 1996;150). Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat pengumpul data adalah lembar observasi, tes dan dokumentasi. Jenis tes yang dikembangkan oleh peneliti menggunakan soal-soal tes buatan guru (format observasi dan soal tes ada pada lampiran). Materi untuk instrumen yang digunakan dalam penelitian seperti tercantum dalam tabel berikut : Tabel 1. Kisi-kisi Materi Instrumen Penelitian No Siklu Pokok Bahasan s 1 1 Penyakit menular dan tidak menular A .Penyakit menular B. Penyakit tidak menular 2 2 Istirahat dan kesehatan A. A. Perlunya aktifitas fisik dan isitirahat B. Bentuk istirahat yang menyehatkan 3 3 Bumi A. Permukaan bumi tidak rata B. Permukan bumi terdiri dari daratan dan lautan Nomor Item 1-25 Jumplah

25

1-25

25

1-25

25

Sumber: data primer diolah

lxxi

Sebelum digunakan untuk melakukan penelitian, maka instrumen penelitian harus diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui angka korelasi baik antar item maupun antara instrumen dengan obyek yang diteliti. Reliabilitas instrumen merupakan syarat utama untuk pengujian validitas instrumen, karena instrumen yang reliabil belum tentu valid, tetapi jika instrumen valid sudah pasti reliabel, namun demikian perlu juga untuk diuji reliabilitasnya (Sugiyono, 2002;268).

Menurut berikut:

S. Margono

(2000;171-172), syarat-syarat tes adalah sebagai

1. Tes harus valid Tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang diselidiki secara tepat dengan kata lain harus memiliki ketepatan yang tinggi. 2. Tes harus reliabel Tes harus reliabel apabila tes tersebut mampu memberi hasil yang relatif tetap apabila dilakukan secara berulang. 3. Tes harus obyektif Apabila dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap jawaban unsur subyektivitas penilai tidak ikut mempengaruhi 4. Tes harus besifat diagnostik Apabila tes memiliki daya pembeda dalam arti mampu memetak-metak individu yang memiliki kemampuan yang tinggi sampai dengan angka yang terendah dalam aspek yang akan diungkap 5. Tes harus efisien Yaitu tes yang mudah cara membuatnya dan mudah pula penilaiannya. Dalam pelaksanan ujicoba instrumen diujicobakan pada siswa yang

mempunyai karakteristik yang sama. Ujicoba ini dilakukan dengan tujuan untuk

lxxii

mengetahui kelayakan instrumen sebagai alat untuk mengambil data. Uji instrumen penelitian ini meliputi: 1. Validitas Menurut Suharsimi Arikunto (1996) sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas butir adalah butir tes dapat menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik, hal ini dapat diketahui dari seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal tes tersebut dalam mencapai keseluruhan skor seluruh tes. Untuk dapat mengetahui besarkecilnya peran tersebut adalah dengan jalan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh dari butir tersebut dan skor totalnya dengan menggunakan korelasi Point Biserial.
r pbis = M M
p T

St

Keterangan :

p q

rpbis = Koefisien point biserial Mp = Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang dicari korelasinya dengan tes Mt = Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes) St = Standar deviasi skor total p q = Proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut =1-p

(Suharsimi Arikunto, 1996; 270)


Setelah dihitung ritem dibandingkan dengan rtabel hasil korelasi product momen, dengan taraf signifikan 5%, jika ritem > rtabel maka item dikatakan valid.

lxxiii

Berdasarkan hasil uji validitas dari ketiga instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil yang terangkum pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Siklus Kriteria


Valid 1 Tidak valid Valid 2 Tidak valid Valid 3 Tidak valid

No soal
1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,21, 23, 24, 25 22 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,21, 22, 23, 24, 25 3 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20,21, 22, 23, 24, 25 6, 19

Jumlah
24 soal 1 soal 24 soal 1 soal 23 soal 2 soal

Sumber : data diolah primer Sebelum digunakan untuk pengambilan data penelitian, dilakukan

perbaikanperbaikan pada butir-butir soal tersebut. 2. Reliabilitas Reliabilitas dihitung dengan teknik KR-21 dengan rumus sebagai berikut. k s2 p q r 11= 2 s k 1 Harga r
11

yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan r tabel product

moment dengan taraf signifikansi 5%, jika r hitung > r tabel maka soal dalam kategori reliabel.

lxxiv

Berdasarkan hasil analisis ujicoba instrumen diperoleh r

11

untuk instrumen

siklus I sebesar 0,901, instrumen siklus II sebesar 0,902 dan instrumen siklus III sebesar 0.853. Pada a = 5% dengan N = 20 diperoleh r product moment sebesar 0,444. Karena koefisien reliabilitas dari ketiga insrumen tersebut lebih besar dari rtabel, hal ini menunjukkan bahwa ketiga instrumen tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian. 3. Tingkat kesukaran Menurut Suharsimi Arikunto (1996), Tingkat kesukaran merupakan

persentase jumlah siswa yang menjawab dengan benar. Besarnya indeks dapat dihitung dengan rumus :

P=
dimana: P

B JS

: Indeks kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab benar JS : Jumlah siswa peserta tes. Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaraan soal dari ketiga instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil seperti terangkum pada tabel berikut.

Tabel 3. Tingkat Kesukaran Instrumen Siklus Kriteria No soal Jumlah %

lxxv

Mudah 1 Sedang Sukar Mudah 2 Sedang Sukar Mudah 3 Sedang

3, 4, 5, 13, 18 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 16, 20, 21, 22, 23, 24, 25 10, 17, 19 2, 3, 5, 6, 7, 13, 21, 23 1, 4, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 25 11, 17, 23 4, 5, 7, 13, 19, 22

5 soal 17 soal 3 soal 8 soal 14 soal 3 soal 6 soal 15 soal 4 soal

20% 58% 12% 32% 56% 12% 24% 60% 16%

1, 2, 3, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 23, 24 Sukar 17, 20, 21, 25 Sumber : data diolah primer 4. Daya pembeda Menurut Suharsimi Arikunto

(1996), daya pembeda merupakan

kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Daya pembeda dilambangkan dengan D. Rumus yang digunakan adalah: D = Keterangan: J : Jumlah Peserta tes BA JA BB JB

JA : Banyaknya peserta kelompok atas. JB : Banyaknya peserta kelompok bawah. BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar. BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar.

lxxvi

Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaraan soal dari ketiga instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini terhadap 20 siswa diperoleh hasil seperti terangkum pada tabel berikut.

Tabel 4. Tingkat Daya Pembeda Instrumen Siklus Kriteria


Cukup

No soal

Jumlah
12 soal 12 soal 1 soal 14 soal 10 soal 1 soal 15 soal 8 soal 2 soal

%
48% 48% 4% 56% 40% 4% 60% 32% 8%

2, 7, 11, 13, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25 1 Baik 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 24 Jelek 22 Cukup 1, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 13, 15, 17, 18, 19, 23 2 Baik 3, 7, 9, 12, 14, 16, 20, 21, 22, 24 Jelek 22 Cukup 1, 2, 3, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 18, 20, 23, 24, 25 3 Baik 4, 9, 12, 14, 16, 17, 21, 22 Jelek 6, 19 Sumber : data diolah primer

G. Rancangan Penelitian
1. Rancangan Tindakan Siklus I a. Rancangan Perencanaan 1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan. 2) Guru mempersiapkan alat peraga gambar orang kena penyakit. 3) Guru menugaskan kepada siswa untuk membawa buku tulis khusus untuk catatan IPA. 4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk siswa.

lxxvii

b. Rancangan Tindakan 1) Siswa dikelompokkan menjadi kelompok yang terdiri dari 3-4 siswa. 2) Sebelum memulai pelajaran, siswa diajak untuk bernyanyi bersamasama. 3) Guru membagikan garnbar orang yang kena penyakit (orang sakit). 4) Guru menyuruh siswa untuk menuliskan nama penyakit yang terdapat pada gambar tersebut, kemudian siswa disuruh mengucapkan bersamasama. c. Rancangan Pengamatan 1) Guru mengamati motivasi siswa dalam menerima pelajaran. 2) Guru menyuruh semua siswa untuk mengerjakan lembar evaluasi. 3) Guru mengadakan penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa. d. Refleksi Guru mengungkapkan hasil pengamatan terhadap siswa tentang kerjasama dalam kelompok. Hasil pengamatan dicari pemecahannya, sehingga dalam tindakan siklus II pada perbaikan. Dilakukan tindakan siklus II karena siklus I belum bisa memenuhi target. 2. Rancangan Tindakan Siklus II Rancangan siklus II diawali oleh waktu refleksi pada siklus I yang kemudian menjadi evaluasi pelaksanaan pembelajaran yang digunakan untuk peningkatan pelaksanan pembelajaran berikutnya. a. Rancangan Perencanaan 1) Guru mempersiapkan materi yang akan disampaikan

lxxviii

2) Sebelum memulai pelajaran, siswa diajak bernyanyi bersama-sama. 3) Semua siswa yang disuruh memperhatikan gambar-gambar tentang materi aktifitas fisik dan istirahat. 4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk sisiwa. b. Rancangan Tindakan 1) Guru mengajak bernyayi bersama sambil memberikan permainan. 2) Guru mengadakan tanya jawab terhadap kemampuan siswa untuk menyebutkan aktifitas fisik dan istirahat. 3) Guru bersama siswa membuat semacam rumus untuk mempermudah dalam menghafal pokok bahasan yang diajarkan, dengan cara mengambil huruf pertama, kemudian siswa disuruh mengucapkan secara kelompok. 4) Siswa diberi pertanyaan, apabila tidak bisa menjawab diberi hukuman. c. Rancangan Pengamatan 1) Peneliti dan guru mengamati partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas kerja kelompok. 2) Guru menyuruh siswa untuk mengerjakan lembar kerja evaluasi. 3) Guru mengadakan penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa. 4) Dampak perlakuan siklus II pada siswa.

d. Refleksi Guru mengungkapkan hasil pengamatan terhadap siswa tentang partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas kelompok, sikap siswa dalam mengerjakan

lxxix

tugas dampak perlakuan siklus II. Dilakukan tindakan siklus ke III karena masih belum mencapai target yang diharapkan. 3. Rancangan Tindakan Siklus III a. Rancangan Perencanaan 1) Guru mempersiapkan materi yang akan di ajarkan. 2) Guru mempersiakan materi yang akan di bahas mengenai bumi, permukaan rata dan tidak rata. 3) Guru mempersiapkan alat peraga berupa globe. 4) Guru mempersiapkan lembar kerja siswa b. Rancangan Tindakan 1) Siswa diajak untuk bernyanyi bersama, menyelesaikan permainan dan membaca puisi untuk membangkitkan minat belajar siswa. 2) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi bumi, permukaan rata dan tidak rata 3) Guru memberi contoh permukaan bumi rata dan tidak rata. 4) Guru mengadakan tanya jawab tentang permukan bumi yang rata dan tidak rata yang ada disekitar lingkungannya, bagi anak yang tidak bisa menjawab pertanyaan di beri hukuman menyanyi, siswa yang bisa menjawab di beri pujian. 5) Guru memberi hukuman bagi siswa yang tidak bisa menjawab, dengan cara menyanyi, menari atau baca puisi. c. Rancangan Pengamatan 1) Peneliti dan guru mengamati kegiatan siswa pada saat kerja kelompok.

lxxx

2) Guru menyuruh siswa mengerjakan lembar evaluasi. 3) Guru mengadakan penilaian terhadap pekerjaan siswa. 4) Dampak perlakuan siklus III pada siswa. d. Refleksi Merenungkan kembali hasil pengamatan terhadap siswa tentang kerja sama, partisipasi dan motivasi dalam kelompok, dalam mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas, dampak perlakuan siklus III.

H.Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian tindakan di wakili oleh moment refleksi putaran satu tindakan. Dengan melakukan refleksi, peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan data (Suwarsih Madya, 1994;33). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan persentase dan uji t. 1. Analisis deskriptif persentase Untuk menentukan kategori keaktifan siswa dalam kelompok dibuat tabel kategori yang disusun melalui perhitungan sebagai berikut : a. Persentase tertinggi b. Persentase Terendah c. Rentang Persentase d. Interval kelas = (3/3) x 100% = (1/3) x 100% = 100%- 33,3% = 66,66% :33,3% = 100% = 33,33% = 66,66% = 22,22%

e. Membuat tabel interval kelas persentase dan kategorinya adalah sebagai berikut :

lxxxi

Tabel 5. Interval Persentase Interval Persentase


77,88% < % < 100% 55,66% < % < 77,88% 33,33% < % < 55,66% Sumber: data diolah primer 2. Uji t
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan digunakan uji t yang dihitung dengan program komputasi SPSS for Windows relase

Kriteria Tinggi Sedang Rendah

lxxxii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian. SD Negeri Gunungsari 01 terletak di Kelurahan Gunungsari, Kecamatan

Batangan, Kabupaten Pati. SD ini terdiri dari enam kelas dengan jumlah siswa sebanyak 134 anak dengan didukung oleh tenaga pengajar yang terdiri dari 6 guru kelas, 1 guru Agama Islam dan 1 guru Olah raga. Fasilitas yang dimiliki SD Negeri Gunungsari 01 antara lain UKS, Koperasi Siswa, Perpustakaan dan ruang bermain. di SD Negeri Gunungsari 01 juga diselenggarakan kegiatan yang bersifat ekstra kurikuler. Kegiatan tersebut berupa Pramuka dan TPA. SD Negeri Gunungsari 01 juga pernah

meraih juara I pada kompetisi tahun 1997 seKabupaten Pati dan juara I lomba tempat ibadah se Kabupaten Pati. Letak sekolah dekat dengan jalan besar sehingga akses ke sekolah tersebut dapat dengan mudah dijangkau dari arah manapun dengan jarak dari Ibukota Kecamatan 3 km dan dari Ibukota Kabupaten 24 km. 2. Data Penelitian. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data pengamatan terhadap prestasi siswa kelas III dalam pelajaran IPA.

66 lxxxiii

B. Hasil Penelitian
1. Keadaan Awal Hasil Belajar Siswa Sebelum pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode Quantum Teaching , rata-rata hasil belajar IPA semester I kelas III SD Negeri Gunungsari 01 menunjukkan adalah 6,1. Kondisi tersebut menjadikan indikator pada penelitian ini bahwa kemampuan belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01 adalah rendah.
Rendahnya kemampuan siswa tersebut di atas disebabkan karena siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari IPA. Berdasarkan hasil observasi pada waktu guru mengajar, menunjukkan bahwa pembelajaran yang terjadi cenderung bersifat monoton, satu arah, kurang komunikatif, cenderung bersifat ceramah, serta siswa kurang terlibat aktif.

Berdasarkan kajian awal tersebut, maka perlu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan situasi kelas yang kondusif, siswa terlibat aktif dalam belajar, terjadinya komunikasi dua arah, serta siswa meningkat motivasunya untuk belajar. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran dengan metode Quantum Teaching yang dilaksanakan dalam tiga siklus. 2. Siklus I a. Perencanaan 1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan. 2) Guru mempersiapkan alat peraga gambar orang terkena penyakit. 3) Guru menugaskan kepada siswa untuk membawa buku IPA 4) Guru mempersiapkan lembar kerja untuk siswa. 5) Guru membagi siswa menjadi kelompok yang terdiri dari 4 anak.

lxxxiv

b. Pelaksanaan 1) Sebelum di mulai pelajaran anak di ajak menyanyi, untuk menumbuhkan minat belajar 2) Anak-anak menyebutkan penyakit yang pernah dideritanya. 3) Anak-anak bersama guru memberi nama penyakit yang pernah dideritanya tersebut. 4) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan gambar-gambar yang ada hubungannya dengan macam-macam penyakit. 5) Anak-anak diajak menyanyi lagi baru kemudian mengulangi materi yang telah diterangkan guru. 6) Anak-anak diberi pujian bila bisa menjawab pertanyan dari guru. c. Pengamatan Pengamatan terhadap siswa dilakukan dalam penerapan metode pembelajaran Quantung Teaching. 1) Pengamatan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok Berdasarkan data hasil observasi kerja sama siswa dalam kelompok saat pengajaran pada siklus I dengan metode Quantung Teaching pada lampiran skor keaktifan siswa sebesar 52 dengan persentase 72,22% dan termasuk kategori sedang. Ditinjau dari keaktifan masing-masing siswa, sebagian besar siswa cukup baik dalam kerja sama kelompok, yaitu 9 dari 24 siswa atau 38,5% siswa dengan kerja sama yang tinggi, sebanyak 10 dari 24 siswa atau 41,7%

lxxxv

siswa dengan kerja sama yang sedang dan sebanyak 5 dari 24 siswa atau 20,8% siswa dengan kerja sama yang rendah. 2) Pengerjaan soal-soal siklus I Perilaku siswa terhadap pengerjaan soal-soal siklus I ada yang serius, ada yang masih acuh tak acuh, ada yang tampak bingung belum jelas. 3) Nilai hasil tes siklus I Berdasar data hasil tes siklus I pada lampiran dapat diketahui nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 6,6. Naik dari nilai sebelum dilakukan pembelajaran metode Quantum Teaching yaitu 6.1. lebih jelasnya hasil belajar pada siklus satu tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini : dan

lxxxvi

Gambar 3. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa siklus I


4) Dampak perlakuan siklus I Siklus I yang diawali dengan perencanaan, tindakaan dan pengamatan berpengaruh pada diri siswa. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada kerja sama siswa dalam kelompok dan hasil nilai tes yang dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui peningkatannya yaitu pada nilai sebelum dilakukan pembelajaran, rata-rata 6,1 dengan sesudah dilakukan pembelajaran dengan metode Quantum Teaching, ratarata 6,6. d. Refleksi siklus I Berdasar hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa meskipun ada siswa yang kurang dalam kerjasama dalam kelompoknya. Beberapa siswa masih sibuk bermain sendiri, bentuk pembelajaran yang diawali dengan menyanyi secara bersama-sama menumbuhkan minat belajar yang lebih baik, namun kekurangannya adalah bila siswa tersebut kurang suka bernyayi. 3. Siklus II a. Perencanaan 1) Guru mempersiapkan materi yang akan diajarakan. 2) Guru mengatur kelas supaya siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

lxxxvii

3)

Guru mempersiapkan contoh gambar-gambar.

b. Pelaksanaan 1) Siswa mengelompok berdasar kelompok masing-masing. 2) Anak-anak diajak bernyanyi dan bermain untuk menumbuhkan minat belajar. 3) Anak-anak menyebutkan aktifitas fisik dan istirahat yang mereka ketahui di sekitarmya.. 4) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan gambar-gambar yang termasuk aktifitas fisik dan istirahat. 5) Anak-anak diajak mengulang materi secara bergilir. 6) Anak-anak diberi hukuman bila tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru. c. Pengamatan 1) Pengamatan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok Pengamatan dilakukan dengan melihat partisipasi siswa dalam kelompok. Berdasar hasil pengamatan pada lampiran menunjukkan diperoleh skor 62 dengan persentase 86,11 dan termasuk kategori tinggi. Ditinjau dari partisipasi masing-masing siswa dalam kelompok, sebagian besar siswa yaitu 15 dari 24 siswa atau 62.5% partisipasinya dalam kelompok tinggi, 8 dari 24 siswa atau 33.3% partisipasinya dalam kelompok sedang dan 1 dari 24 siswa atau 4.2% partisipasinya dalam kelompok rendah. 2) Pengerjaan soal-soal Siklus II

lxxxviii

Siswa mengerjakan soal dengan antusias, hal tersebut dikarenakan minat belajar semakin tinggi setelah mendapat perlakuan siklus II. Dalam mengerjakan soal tes kedua ini, siswa lebih serius, tidak menoleh ke kanan dan kiri serta lebih cepat menyelesaikan soalsoal. 3) Nilai hasil tes Siklus II Berdasar hasil penelitian pada lampiran, diketahui nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 7.3 atau mengalami kenaikan sebesar 0,7 atau 10,61% dari hasil belajajar rata-rata

siklus I. Lebih jelasnya kenaikan hasil belajar siswa pada siklus II ini dapat diperhatikan pada diagram berikut.

Gambar 4. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa siklus II


4) Dampak perlakuan siklus II

lxxxix

Siklus II diawali dengan momen refleksi siklus I, siklus II berdampak pada diri siswa yaitu dengan adanya peningkatan nilai tes. Hal tersebut dikarenakan semakin antusiasnya siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pengamatan yang dilakukan pada siklus II yaitu partisipasi siswa terhadap kelompok menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam kelompok sudah bagus, meskipun masih ada satu orang siswa yang kurang dalam partisipasi kelompok. 4. Siklus III a. Perencanaan 1) Guru menyiapkan materi pelajaran. 2) Guru mengatur siswa untuk dapat mengikuti pelajaran dengan baik. 3) Guru mempersipkan alat peraga. b. Pelaksanaan 1) Anak-anak berkelompok menurut kelompoknya masing-masing. 2) Anak-anak diajak menyanyi, bermain dan menari untuk menimbuhkan minat belajar.

3) Anak-anak menyebutkan jenis permukaan bumi yang mereka ketahui. 4) Anak-anak bersama guru menyebutkan bumi. jenis-jenis permukaan

xc

5) Anak-anak bersama guru mendemonstrasikan permukaan bumi dengan globe. 6) Anak-anak diajak mengulang materi secara bergilir bila kurang lengkap guru melengkapi. 7) Anak diberi pujian bila bisa menjawab pertanyaan, serta anak diberi hukuman bila anak tidak bisa menjawab pertanyaan dengan menyanyi dan baca puisi di depan kelas. c. Pengamatan 1) Pengamatan dilakukan terhadap kerja sama siswa dalam kelompok Pengamatan dilakukan dengan melihat partisipasi siswa dalam kelompok. Berdasar hasil pengamatan pada lampiran menunjukkan diperoleh skor 67 dengan persentase 93,06 dan termasuk kategori tinggi. Ditinjau dari partisipasi masing-masing siswa dalam kelompok, sebagian besar siswa yaitu 19 dari 24 siswa atau 79,2% partisipasinya dalam kelompok tinggi, 5 dari 24 siswa atau 20,8% partisipasinya dalam kelompok sedang dan tidak ada satupun siswa yang partisipasinya dalam kelompok rendah. 2) Pengerjaan soal-soal sklus III Siswa secara antusias mengerjakan soal-soal yang ditugsakan setelah mendapat perlakuan siklus II, dalam mengerjakan soal siswa lebih serius dan tampak berlomba dalam menyelesaikan soalsoal. 3) Nilai hasil tes siklus III

xci

Berdasar hasil tes siklus III pada lampiran diketahui nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 7,9 atau mengalami kenaikan sebesar 0,6 atau 8,22 % dari nilai rata-rata hasil belajar siklus II. Lebih jelasnya kenaikan hasil belajar siswa pada siklus III ini dapat dilihat pada diagram berikut :

>>

Gambar 5. Diagram Rata-rata hasil belajar siswa siklus III


4) Dampak perlakuan siklus III Siklus III yang diawali dengan momen refleksi siklus II berpengaruh pada hasil belajar siswa. Refleksi dari proses pembelajaran pada siklus I, siklus II sangat berpengaruh terhadap siklus III dalam peningkatan nilai siswa. Selain itu diberlakukannya pembelajaran metode Quantum Teaching ini juga

menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran yang ditunjukkan dari tingginya konsentrasi siswa dalam mengikuti

xcii

pelajaran, tidak ada siswa yang berbicara sendiri ataupun bermain sendiri. d. Refleksi Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap siklus III, siswa terlihat semakin senang dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Hal tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya nilai tes yang

diperoleh siswa. Siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran.

C. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar bidang studi IPA kolas III SD Negeri Gunungsari 01, dengan menggunakan metode pembelajaran Quantum

Teaching . Metode pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siklus I Kegiatan yang dilakukan adalah mengajak siswa untuk menyanyi sebagai selingan dalam penyampaian pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada siklus I ini adalah kerja sama siswa dalam kelompok berdasar pengamatan yang dilakukan, hasilnya cukup memuaskan. Penyampaian materi pelajaran diselingi dengan menyanyi, membuat siswa lebih terkonsentrasi pada pelajaran sehingga meningkatkan nilai tes. Siswa kurang kerjasama, masih ada yang bermain sendiri dan bahkan menyanyi sendiri. 2. Siklus II Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini adalah mengajak siswa menyanyi dan bermain sebagai selingan dalam penyampaian materi

xciii

pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada siklus 2 ini adalah partisipasi siswa dalam kelompok. Berdasar pengamatan yang dilakukan, hasilnya memuaskan. Penyampaian materi pelajaran dengan mengajak siswa menyanyi dan memberi permainan yang menarik, membuat siswa lebih giat untuk bekerja sama dengan kelompok sehingga intensitas partisipasi siswa dalam kelompok sangat baik, dengan demikian nilai tes pun meningkat. 3. Siklus III Kegiatan yang dilakukan pada siklus III ini adalah mengajak siswa untuk menyanyi, bermain dan menari sebagai selingan dalam penyampaian pelajaran. Pengamatan yang dilakukan pada siklus III ini adalah motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran. Berdasar pengamatan yang dilakukan, hasilnya sangat memuaskan. Penyampaian materi pelajaran dengan menyanyi, bermain dan menari, membuat siswa lebih giat untuk mengikuti pelajaran dari awal hingga akhir sehingga peningkatan. Peningkatan hasil belajar IPA kelas III SD Negeri Gunungsari 01 setelah siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran dengan metode Quantum Teaching tersebut diperoleh hasil seperti disajikan pada tabel berikut: nilai tes mengalami

Tabel 6. Perbandingan Hasil Tes No. Kode Res. Keadaan Nilai Tes Awal Siklus I Siklus II Siklus III Rata-rata

xciv

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

S-01 S-02 S-03 S-04 S-05 S-06 S-07 S-08 S-09 S-10 S-11 S-12

6 6 7 6 7 7 5 7 6 8 6 7

6.7 7.1 7.5 6.3 7.1 6.7 7.1 6.7 6.3 6.7 6.3 7.1

Kode Keadaan Res. Awal Siklus I 13 S-13 6 6.3 14 S-14 5 5.4 15 S-15 6 7.1 16 S-16 6 5.8 17 S-17 5 5.4 18 S-18 6 6.3 19 S-19 5 7.1 20 S-20 7 7.5 21 S-21 5 5.8 22 S-22 6 7.1 23 S-23 6 6.7 24 S-24 6 6.7 Jumlah 147 158.3 Rata-rata 6.1 6.6 Sumber : data diolah primer No.

Rata-rata Siklus II Siklus III 6.1 7.4 6.6 6.1 6.1 5.9 8.3 9.1 8.2 6.1 6.1 6.0 5.7 6.1 5.7 7.8 8.3 7.4 8.3 8.3 7.9 8.3 8.7 8.2 6.5 7.0 6.4 7.8 8.3 7.7 7.4 7.8 7.3 7.8 7.4 7.3 174.8 190.4 174.5 7.3 7.9 7.3

6.5 7.4 7.8 8.7 8.3 8.7 6.5 7.8 7.8 8.3 7.0 7.8 8.3 8.7 7.4 7.8 6.5 8.3 7.4 8.7 7.4 8.7 7.8 9.1 Nilai Tes

6.9 7.9 8.2 6.9 7.7 7.1 8.0 7.3 7.0 7.6 7.4 8.0

Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dijelaskan beberapa hal yang dipeoleh dari penelitian ini yaitu : a. Nilai tertinggi tes I adalah 7,5 dan terendah 5,40. Nilai tertinggi tes II adalah 8,3 dan terendah 5,7 sedangkan nilal tertinggi pada tes III adalah 9,1 dan terendah 6,1. b. Nilai hasil tes dari 24 orang siswa tersebut menunjukkan bahwa nilai

xcv

rata-rata tes I sebesar 6,6, tes II sebesar 7,3 dan tes III sebesar 7,9. c. Jumlah nilai rata-rata kelas sebesar 174,5 dan nilai rata-rata kelas

secara keseluruhan sebesar 87,3. Nilai rata-rata tertinggi sebesar 8,2 dan nilai rata-rata terendah sebesar 5,7. d. Secara keseluruhan kenaikan nilai tes I-II sebesar 0,7 atau 10,61% dan nilai tes II-III sebesar 0,6 atau 8,22% dan kenaikan rata-rata (kelas) sebesar 1,1 atau 17,96%. e. Secara keseluruhan (kelas) berdasar hitungan persentil, pada tes I, 10% siswa mendapat nilai rata-rata kurang dari 6,000. Sebanyak 25% siswa mendapat nilai rata-rata kurang dari 6,7625, sebanyak 50% siswa mendapat nilai rata-rata kurang dari 7,875, sebanyak 75% siswa

mendapat nilai rata-rata kurang dari 8,475 dan sebanyak 90% siswa mendapat nilai rata-rata kurang dari 8,925. f. Pada tes I, 29% siswa mendapat nilai kurang dari 6,45 atau belum mencapai ketuntasan hasil belajar. Pada tes II, 16,67% mendapat nilal kurang dari 6,45 atau belum mencapai ketuntasan hasil belajar dan pada tes III, 12,50% siswa mendapat nilai rata-rata 6,45 atau belum mencapai ketuntasan hasil belajar dan 87,50% mendapat nilai lebih dari 6,45 atau telah mencapai ketuntasan hasil belajar. Dengan demikian dari hasil tes III tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar secara klasikal telah tercapai karena jumlah siswa yang tuntas yaitu 87,50% telah melebihi batas minimal ketuntasan hasil

xcvi

belajar secara kalsikal sebesar 85%. 9. Uji hipotesis menunjukkan: Ho = jika t hitung < t tabel maka Ho diterima Hi ditolak atau Metode dapat meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati. pembelajaran Quantum Teaching tidak

Ha = jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima atau Metode pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati. 10. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung 6,935 dan t tabel untuk signifikansi 5% (tingkat kepercayaan 95%) adalah 1,77, dengan demikian t hitung > t tabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima atau terbukti bahwa metode pembelajaran Quantum Teaching

dapat meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati.

xcvii

xcviii

BAB V PENUTUP A. Simpulan


Berdasarkan hasil penelitian dan pembasannya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum

perlakukan adalah 6,1. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode Quantum Teaching pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 6,6, pada siklus II hasil belajar siswa meningkat menjadi menjadi 7,3 dan siklus III hasil belajar siswa meningkat menjadi 7,9. Secara keseluruhan dengan penggunaan metode Quantum Teaching tersebut mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 7,3. Hasil pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 6,935 > ttabel 1,77. Hal ini berarti metode pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Gunungsari 01 Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati .
,

B. Saran
Atas dasar simpulan tersebut disarankan: 1) Sebagai bahan pertimbangan hendaknya guru IPA kelas III SD dapat melakukan pembelajaran IPA dengan menerapkan metode pembelajaran Quantum Teaching, sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal. 2) Dari hasil penelitian ini juga memungkinkan diadakannya penelitian lebih lanjut
sehingga diperoleh kemampuan yang lebih tinggi.

81 xcix

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.(1994). Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas III SD. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ari Nilandri (2001). Quantum Teaching :Orchestrating Student Succes (Bobbi DePoter, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie,Terjemahan),Boston :Allyn and Bacon. Buku asli diterbitkan tahun 1999. Kasiani Kasbollah (1988). Pelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Depdibud.

Margono.(1996). Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang : Rineka Cipta. (1999). Pelitian Tindakan (Action Research). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Umum Nasution,S (1998). Metode Penelitian Naturalistik Kualistif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ratna Wilis Dahar. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Gulo,W. (2002) Strategi Belajar Mengaja. jakarta: Balai Pustaka. Sugiyono.(2002). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Afabeta. Iskandar, srini M.(1997) .Pendidkan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdibud Dirjendikti. Suharsimi Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bumi Aksara. -------------(1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Suwarsih Madya (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta:Lembaga Pelitian IKIP Yogyakarta. Suyanto. (1996).Pendidikan Pelaksanaan Penelitian Tindakan kelas. Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan dan Kebudayan.

Syamsudin, Abin. 2000. Psikologi kependidikan. Bandung: Rosdakarya. Winkel,WS.1986. Psikologi pendidkan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia

Hadiat. 1996. Alam Sekitar Kita 2. jakarta: Depdikbud. Ngalim Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya Sudjana, Nana. 1989. Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Seel, Barbara B dan Richey, Rita C (1994) Instructional tecnology. Washington: AECT Hadikusumo, Kunaryo, dkk. Semarang Pres 1996. Pengatar Pendidikan. Semarang: Ikip

Depdiknas. 2002. Mutu Pendidikan Indonesia. Jakarta Asri, Budiningsih. 2002. Teori-Teori Belajar. Bandung: Rosdakarya

ci

Anda mungkin juga menyukai