Anda di halaman 1dari 2

Tawuran mungkin sering kita dengar dan baca di media massa.

Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar merupakan hal yang sudah sering kita saksikan, bahkan dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SMP. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, Psikologi kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Di sini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi Sumatra ekspres Palembang). Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi (harian pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com). Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah (tempointeraktif.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com). Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu di sini. Tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng. Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus pembakaran atau pelemparan bus umum. Berkaitan dengan agresi Craig A. Anderson dan Brad J. Bushman dalam penelitiannya Effect Of Violent Video Games On Aggressive Behavior, Aggressive Cognitiom, Aggressive Affect, Physiological Arousal, And Prososial Behavior menemukan bahwa video-game kekerasan mengajukan suatu ancaman kesehatan-masyarakat terhadap anak-anak dan remaja, khususnya para individu usia mahasiswa dimana video game kekerasan berhubungan secara positif dengan tingkat agresi yang dipertinggi pada dewasa muda dan anak-anak. Selain itu, video game kekerasan berhubungan secara positif dengan mekansimemekanisme utama yang mendasari efek-efek jangka panjang terhadap perkembangan kepribadian yang agresif kognisi agresif. . M. Brent Donnellan, Kali H. Trzesniewski, Richard W. Robins, Terrie E. Moffit dan Avshalom Caspi dalam penelitiannya Low Self Esteem is related to Aggression, Anti Social Behavior, and Delinquency menunjukkan bahwa self-esteem bisa meramalkan masalah-masalah pengeksternalisasian dimasa depan;

anak-anak berusia 11 tahun dengan self-esteem yang rendah cenderung meningkat agresinya pada umur 13. Andreas diekmann, Monika jungbaeur-gans, Heinz Krassing, Sigrid Lorenz dalam penelitiannya Social Status and Aggression menunjukan bahwa social status yang lebih tinggi tidak hanya menghambat respon agressif namun juga dapat memperhebat kecenderungan agresif seseorang, namun penelitian ini tidak dapat di generalisasikan karena perbedaan budaya dapat juga memainkan peran dalam agresi.. Berdasarkan uraian diatas penulis bermaksud memandang tawuran dengan memahami bebarapa perspektif perilaku agresi dan mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tawuran pelajar.

Anda mungkin juga menyukai